Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Islamic WorldView
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi

Dosen Pengampu: Ibu Manjasari M.Si

Disusun Oleh: Kelompok 1

Akuntansi Syariah II F

Yungki Akbar Putri Aulia Br Siregar

Wardah T. simamora Aulia Rahma Pasaribu

Uci Roito Anggina Sari Wahyuni

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM


AKUNTANSI SYARIAH

2019/2020

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah meberikan rahmat serta
karunia-Nya sebagai kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
ini berisikan pembahasan mengenai priinsip prinsip ekonomi islam

Penyusun yakin akan petunjuknya pula sehingga berbagai pihak berkenan


memberikan bantuan dan kemudahan bagi penyusun. Untuk itu penyusun mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak terutama kepada Ibu Manjasari Yang telah mendampingi
kami dalam mengkaji materiprinsip ekonomi islam, dengan judulPrinsip Prinsip Ekonomi
Islam

Penyusun menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan
keterbatasan untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi penyempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan para pembaca pada
umumnya. Dan diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua
tentang pembahasan pada bab yang akan kita pelajari ini.

Medan, Maret 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR............................................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................4
C. Tujuan............................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam......................................................................................5


B. Nilai-nilai Instrumental Ekonomi Islam........................................................................9
C. Keinginan (wants) vs Kebutuhan (needs)....................................................................10
D. Utilitas vs Maslahah (Maqasid Syari’ah).....................................................................12
E. Konsep Falah dan Ekonomi Islam...............................................................................14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Ekonomi sesungguhnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam,
karena Islam pada hakekatnya merupakan ajaramn yang bersifat syumuliyah, yaitu
mancakukp seluruh bidang kehidupan. Pada dasarnya, pembahasan yang berkaitan
dengan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip Islam dalam bidang ekonomi telah menarik
para ulama dan ilmuan Muslim, berabad-abad sebelum Adam Smith mempublikasikan
bukunya yang berjudul An Inquiry into the Nature and Cause of the Wealth of Nations,
sebuah karya yang dianggap sebagai milestone pembangunan ilmyu dan sistem ekonomi
kapitalis. Bahkan Sadeq dan Ghazali (1992) menyatakan bahwa perkembangan pemikiran
ekonomi Islam sesungguhnya sama tuanya ddengan perkembangan Islam itu sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam
2. Nilai-nilai Instrumental Ekonomi Islam
3. Keinginan (wants) vs Kebutuhan (needs)
4. Utilitas vs Maslahah (Maqasid Syari’ah)
5. Konsep Falah dan Ekonomi Islam

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui tentang prinsip-prinsip ekonomi islam
2. Untuk mengetahui tantang nilai-nilai instrumental ekonomi
3. Untuk mengetahui tentang keinginan (wants) vs kebutuhan (needs)
4. Untuk mengetahui tentang utilitas vs maslahah (maqasid syari’ah)
5. Untuk mengetahui tentang konsep falah dan ekonomi islam

4
BAB II

PEMBAHASAN

PRINSIP DAN NILAI DASAR EKONOMI ISLAM


A. PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM

Ekonomi sesungguhnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam,
karena Islam pada hakekatnya merupakan ajaramn yang bersifat syumuliyah,yaitu
mancakukp seluruh bidang kehidupan. Pada dasarnya, pembahasan yang berkaitan
dengan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip Islam dalam bidang ekonomi telah menarik
para ulama dan ilmuan Muslim, berabad-abad sebelum Adam Smith mempublikasikan
bukunya yang berjudul An Inquiry into the Nature and Cause of the Wealth of Nations,
sebuah karya yang dianggap sebagai milestone pembangunan ilmyu dan sistem ekonomi
kapitalis. Bahkan Sadeq dan Ghazali (1992) menyatakan bahwa perkembangan pemikiran
ekonomi Islam sesungguhnya sama tuanya ddengan perkembangan Islam itu sendiri.

Adapun secara garis besar prinsip-prinsip ekonomi Islam, yaitu sebagai berikut :

1. Dalam ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dianggap sebagai pemberian atau
tittpan Tuhan kepada manusia. Manusia harus memanfaatkanyya seefisien mungkin
dan seoptimal mungkin dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan secara bersama
did dunia, yaitu untuk diri sendiri dan orang lain. Namun yang terpenting adalah
bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggungjawabkan nanti.
2. Islam mengakui kepemilikan pribadi atas batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan
alat produksidan faktor produksi. Pertama, kepemilikan individu dibatasi oleh
kepentingan masyarakat, dan kedua, Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh
secara tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama seorang Muslim,
apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat keuntungan dan
sebagainya, harus berpegangan pada tuntutan Allah SWT.
4. Pemilik kekayaan pribadi harus berperan sebagai capital produksi yang akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sistem ekonomi Islam menolak terjadinya
akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan
dengan sistem ekonomi kapitalis, dimana kepemilikan indusrti didominasi oleh
monopoli dan oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan kepemntingan
umum.
5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk
kepentingan orang banyak.
6. Orang Muslim harus beriman kepada Allah dan hari akhir,oleh karena itu Islam
mencela keuntungan yang berlebihan, perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang
tidak adil, dan semua bentuk deskriminasi dan penindasan.
7. Seorang Muslim yang kekayannya melebihi tingkat tertentu (nisab) diwajibkan
membayar zakat, Zakat merupakan alat distribusi sebagai kekayaan orang kaya

5
(sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin
dan orang-orang yang membutuhkan.
8. Islam melarang setiap pembayaran bunga (riba) atas berbagai bentuk pinjaman,
apakah pinjaman tersebut berasal dari teman, perusahaan, perorangan, pemerintah
maupun individual lain.1

Menurut Sjaechul Hadi Poernomo sebagaimana dikutip oleh Abd. Shomad, bebrapa
prinsip ekonomi Islam, yaitu :

1. Prinsip keadilan, mencakup seluruh aspek kehidupan, aspek ini merupakan aspek
yang terpenting, sebagaiman telah dijelaskan dalam firman Allah, yaitu : QS. An-Nahl
(16) : 90: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dian memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pengajaran”.
2. Prinsip Al-ihsan (berbuat kebauiikan), pemberian manfaat kepada orang lain
lenihndaripada hak orang lain.
3. Prinsip al-Mas’uliyah (accountability, pertanggungjawaban), yang meliputi berbagai
aspek, yakni pertanggungjawaban antara individu dengan individu (Mas’uliyah al-
Afrad), pertanggungjawaban antara masyarakat (Mas’uliyah al-Muj’tama).
4. Prinsip al-Kifayah (sufficiency), tujuan pokok dari prinsip ini adalah untuk membasmi
kefakiran dan mencukupui kebutuhan primer seluruh anggota dalam masyarakat.
5. Prinsip keseimbangan / prinsip wasathiyah (al-I’tidal,moderat,keseimbangan),syariat
Islam mengakui hak pribadi dengan batas-batas tertentu. Syariat menentukan
keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Seperti firman
Allah : QS.Al-Isra’ (17):29: “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu
pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu jadi
tercela dan menyesal”.
6. Prinsip kejujuran dan kebenaran. Prinsip ini merupakan sendi akhla dan tercermin
dalam:
a. Prinsip transaksi yang dilarang, akad transaksi harus tegas, jelas, dan pasti.
b. Prinsip transaksi yang merugikan dilarang, setiap transaksi yang merugikan
diri sendiri pihak kedua dan pihak ketiga.
c. Prinsip yang mengutamakan sosial, prinsip ini menekankan pentingnya
kepentingan bersama yang harus didahulukantanpa menyebabkan kerugian
individu.
d. Prinsip manfaaat, Objek transaksi harus memiliki manfaaat, transaksi yang
tidak memiliki manfaat menurut syariat dilarang.
e. Prinsip yang mengandung riba dilarang.
f. Prinsip sukla sama suka (saling rela, ‘an-taradhin). Prinsip ini terkandung
firman Allah SWT, dalam QS. An-Nisa’(4):29 “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlalu dengan suka sama suka

1
Fauzi Arif, pengantar ilmu ekonomi (medan, 2019) hal 67-68

6
siantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah
adalah maha penyayang kepadamu”.
g. Prinsip tidak ada paksaan, setiap orang memiliki kehendak yang bebas dari
menetapkan akad, tanpa tunduk kepada pelaksanna transaksi apapun, kecuali
yang harus dilakukan oleh norma keadilan dan kemaslahatan masyarakat.

Sedangkan menurut M. Umar Chapra, prinsip ekonomi Islam, yaitu:

1. Prinsip Tauhid (Keesaan Tuhan)

Prinsip tauhid dalam ekonomi Islam sangat esensial sebab prinsip ini mengajarkan
kepada manusia agar dalam hubungan kemanusiaan (hubungan horizontal), sama
pentingnya hubungan dengan Allah (hubungan vertikal) dalam arti manusia dala
melakukan aktivitas ekonominya didasarkan pada keadilan sosial yang bersumber
kepada Al-Qur’an.

2. Prinsip Perwakilan (Khilafah)

Manusia adalah khilafah (wakil) Tuhan dimuka bumi. Manusia telah dibekali
denga semua karakteristik mental dan spiritual serta materi untuk memungkinkan
hidup dan mengembangka misinya secara efektif. Posisi manusia sebagai khilafah
dapat dilihat dalam Ayat Al-Qur’an berikut ini: QS. Al-Hadid (57):7 “Berimanlah
kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahnkanlah sebagian dari hartamu
yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang
beriman diantara kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara
kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahal yang besar.

3. Prinsip Keadilan (‘Adalah)

Keadilan adalah salah satu prinsip yang penting dalam mekanisme perekonomian
Islam. Bersikap adik dalam ekonomi tidak hanya didasarkan pada ayat-ayat Al-
Qur’an atau sunah Rasul tapi juga berdasarkan pada pertimbangan hukum alam,
alam diciptakan berdasarkan atau prinsip keseimbangan dan keadilan. Sepeti ayat
Al-Qur’an dibawah ini QS.Al-Maidah(5):8”hai orang-orang yang beriman
hendaaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena
Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu sekali-sekali
terhadap kaum, mendorong kamu untuk berlaku adil. Berlaku adillah, karena adil
itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

4. Prinsip Tazkiyah

Tazkiyah berarti penyucian (furification). Dalam konteks pembangunan, proses ini


mutlak diperlukan sebelum manusia diserahi tugas sebagai agen of development.

5. Prinsip al-Falah

7
Al-Falah adalah konsep tentang sukses dalam Islam. Menurut konsep ini apapun
jenis keberhasilannya yang dicapai selama didunia akan memberikan konstribusi
di akhirat kelak selama dalam keberhasilan ini dicapai dengan petunjuk Allah.

MenurutYusuf Qardhawi, sebagaimana dikutip oleh Sukarwo Wibowo dan Dedi


Supriadi, prinsip-prinsip yang membangun ekonomi Islam adalah sebagai berikut:

1) Ekonomi Islam menghargai nilai harta benda dan kedudukannya dalam


kehidupan.Harta merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dana membantu melaksanakan kewajiban, seperti sekedar (zakat), haji, jihad,
serta persiapan untuk memakmurkan bumi.
2) Ekonomi Islam mempunyai keyakinan bahwa harta pada hakikatnya adalah
milik Allah, sedangkan manusia hanya memegang amanah (sebagai titipan).
Allah berfirman dalam QS. Al-Hadid (57):7 “Berimanlah kamu kepada Allah
dan Rasun-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah
menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara
kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang
besar”.
3) Ekonomi Islam memerintahkan manusia untuk berkreasi dan bekerja dengan
baik. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Mulk (67):15 “Dialah yang
menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah disegala
penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya
lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”.
4) Ekonomi Islam mengharamkan pendapatan dari pekerjaan yang kotor.
Rasulullah SAW. Bersabda: “Setiap daging yang tumbuh dari barang haram
maka nerakalah yang lebih utama baginya”. (HR.Ahmad)
5) Ekonomi Islam mengakui hak kepemilikan pribadi dan memeliharany.
6) Ekonomi Islam melarang pribadi menguasai dan memonopoli barang-barang
yang diperlukan masyarakat.
7) Ekonomi Islam mencegah kepemilikan dari sesuatu yang membahayakan
orang lain.
Rasulullah SAW bersanda: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan
orang lain”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
8) Ekonomi Islam menganjurkan untuk mengembangkan dan melarang
menimbun harta (emas, perak/uang).
9) Ekonomi Islam menganjurkan untuk mewujudkan kemandirian ekonomi bagi
umat. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah(2):143”Dan demikian
(pula) kami telah menjadikan kamu (umat islam), umat yang adil dalam
pilihan agar kamu menjadi saksi asat (perbuatan) manusian dan agar Rasul
Muhammad menjadi saksi atas (perbuatan kamu).Dan kami tidak menetapkan
kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kamu mengetahui
(supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dab siapa yang membelok. Dan
sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali orang-orang yang

8
telah diberi petunjuk oleh Allah dan Allah tidak akan menyia-nyiakan
imanmu. Sesungguhnya Allah maha pengasih dan penyayang kepada manusia.
10) Ekonomi Islam menganjurkan adil dan berinfak dan menjaga keseimbangan
dalam bekerja.
11) Ekonomi Islam mewajibkan takaful (saling menanggung) diantara anggota
masyarakat.
12) Ekonomi Islam mempersempit kesenjangan sosial dalam masyarakat.

Adapaun menurut Arcarya, prinsip-prinsip ekonomi Islam yang sering disebut dalam
berbagai literatur ekonomi Islam dapat dirangkum menjadi lima hal yaitu:

1) Sikap hemat dan tidak bermewah-mewah (abstation from wasteful and


luxurious living)
2) Menjalankan usaha-usaha yaang halal
3) Implementasi zakat (implementation of zakat)
4) Penghapusan/pelaranga riba (prihibition of riba)
5) Pelarangan Masyir (judi/ spekulasi)

B. NILAI-NILAI INSTRUMENTAL EKONOMI ISLAM

Nilai-nilai dasar sebuah sistem ekonomi baru dioperasionalkan hanya bila terdapat
basis kebijakan (nilai instrumental) yang mendukung. Dalam sisten ekonomi Islam ada
beberapa nilai instrumental yang strategis yang mempengaruhi tingkah laku ekonomi
seseorang, masyarakat, dan pembangunan ekonomi pada umumnya yaitu:

a. Zakat
Zakat meruoakah dari harta yang harus dikeluarkan oleh seorang Muslim bila
harta telah mencakup nisab dan sudah memenuhi ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan oleh syariat (QS.Al-Baqarah (2): 2, 176, yang ukuran dan
peruntukannya juga sudah ada ketetapannya dari Tuhan sendriri (QS.At-
Tauwbah:60)
b. Pelarangan Riba
Nilai instrumental ini sangat terkait erat dengan pemberantasan praktik
kezaliman dan ketidakadilan (QS. Al-Baqarah(2) : 278-279). Secara sempit
penghapusan riba berarti penghapusan eksploitasi yang terjadi dalam utang-
piutang maupun jual-beli (tetapi), secara luas penghapusan riba dimaknai
sebagai penghapusan segala bentuk praktik ekonomi yang menimbulkan
kezaliman atau ketidakadilan.
c. Kerjasama Ekonomi
Sistem ekonomi Islam sangat dianjurkan adanya kerjasama dalam semua
tingkat kegiatan ekonomi baik pada sektor produksi maupun distribusi dan
konsumsi.
d. Jaminan Sosial
Islam memberikan jaminan terhadap tingkat dan kualitas hidup yang minimum
(basic needs) bagi seluruh lapisan masyarakat (QS.Al-Tawbah).

9
C. KEINGINAN (WANTS) VS KEBUTUHAN (NEEDS)

Keinginan dan kebutuhan adalah hal yang selalu melekat dalam kehidupan manusia.
Dua hal yang selalu ingin didahulukan namun harus memikirkan faktor-faktor yang
mendukung didalamnya. Namun, setiap individu memiliki pandangan yang berbeda
antara keinginan dan kebutuhan. Ada yang mengutamakan kebutuhan daripada keinginan
dan ada pula yang berpatokan pada kondisi dan faktor yang mendukung, artinya tidak ada
yang diutamakan antara kebutuhan dan keinginan, semuanya tergantung pada kondisi
yang terjadi.Setiap kebutuhan dan keinginan dan memiliki komposisinya serta
manfaatnya masing-masing.

1) Keinginan (wants)Keinginan yaitu kebutuhan yang dapat dipenuhi, dan


kebutuhan-kebutuhan yang efektif, yang artinya: “Dari Ibn Abbasra.Berkata :
“Saya mendengar Rasulullah bersabda :”Apabila seorang anak Adam memiliki
dua lembah harta, niscaya dia akan mencari lembah yang ketiga.Tidak ada
yang memuaskan mulutnya selain tanah (kematian), dan semoga Allah SWT
memberi ampunan bagi orang yang bertaubat”.
2) Kebutuhan (needs)
Kebutuhan yaitu keinginan mutlak yang diperlukan manusia bagi kehidupan
dan tanpanya manusia tidak dapat hidup, seperti makanan, pakaian, tempat,
tempat tinggal, dan lain-lain.Hingga saat ini, umumnya orang berbeda
pendapat bahwa kebutuhan pokok manusia terdiri dari pangan, sandang, dan
papan. Tanpa terpenuhnya tiga jenis kebutuhan ini manusia tak akan bisa
hidup dengan baik.Menurut al-Syathibi, rumusan kebutuhan manusia dalam
Islam terdiri dari tiga jenjang, dharuriyah, hajiyat dan tahsiniyat:

a) Dharuriyat (Primer)

Kebutuhan dharuriyat ialah kebutuhan tingkat primer, kebutuhan


dharuriyat mencakup :

1) Agama (din)
2) Kehidupan (nafs)
3) Pendidikan (‘aql)
4) Keturunan (nasl), dan
5) Harta (mal)

Untuk memelihara lima pokok ini syariat Islam diturunkan, setiapa


ayat hukum bila diteliti akan ditemukan alaasan pembentukannya yang tidak
lain adalah untuk memelihara lima pokok yang diatas.Misalnya, firman Allah
dalam melakukan Qisas:
10
)179( ‫َولَمُك ْ يِف ال ِقص َا ِص َحي َا ٌة َاي ُأو ِيل اَأل لْب َا ِب لَ َعلَّمُك ْ تَتَّ ُقو َن‬
Artinya: Dan dalam Qishaah itu ada dua (jaminan kelangsungan) hidup
bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.

b) Hajiyyat (Sekunder)
Kebutuhan hajiyyat ialah kebutuhan sekunder, Apabila
kebutuhan tersebut tidak terwujudkan, tidak akan mengancam
keselamatannya, namun akan mengalami kesulitan. Adanya hukum
rukhsah (keinginan) adalah sebagai contoh dari kepedulian Syari’at
Islam terhadap kebutuhan ini.
Suatu kesempitan menimbulkan keringanan dalam syariat Islam adalah
ditarik dari petunjuk-petunjuk Al-Qur’an juga. Misalnya dalam firman
Allah SWT:

ٍ‫م َايُريْدُ اهّٰلل ُ ِل َي ْج َع َل عَلَ ْيمُك ْ ِم ْن َح َر ج‬


Artinya: Dan Dia (Allah) tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesepian.

Pada dasarnya jenjang hajiyyat ini merupakan pelengkap yang


mengokohkan, menguatkan, dan melindungi jenjang dharuriyah.
c) Tahsiniyat (Tersier)
Kebutuhan tahsiniyat ialah tingkat kebutuhan yang apabila
tidak terpenuhi tidak menganm eksistensi salah satu dari lima pokok
diatas dan tidak pula menimbulakan kesulitan. Tingkat kebutuhan
iniberupa kebutuhan pelengkap, seperti dikemukakan al-syatibi, hal-hal
yang merupakan kepatutan menurut adat istiadat, menghindarkan hal-
hal yang tidak enak enak dipandang mata, dan berhias sesuai dengan
tuntutan norma dan akhlak.
Dalam pemasaran, istilah kebutuhan (needs) berarti hasrat
untuk memenuhi kebutuhan, keinginan(want) adalah hasrat terhadap
pemuas spesifik untuk terpenuhinya kebutuhan itu. Kebutuhan bersifat
terbatas pemenuhannya, sedangkan keinginan tidak terbatas.
Islam telah menjami terpenuhinya hak hidup secara pribadi
serta memberikan kesempatan kepada tiap orang tersebut untuk
memperoleh kemakmuran hidupnya. Sementara pada saat yang sama,
Islam teleh membatasi perolehan harta orang tersebut, yang
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan primer serta kebutuhan
sekunder dan tersiernya dengan ketentuan yang khas, termasuk yang
menjadikan interaksi orang tersebut sebagai interaksi yang mengikuti
gaya hidup yang khas pula.
3) Perbedaan Keinginan dan Kebutuhan

11
Keinginan Kebutuhan
Sifat Subjek / Tidak harus Objektif / p
Perlu /
Mengikat
Dampak yang Kepuasan Manfaat
diinginkan
Yang dijadikan tolak Selera Fungsi
ukur

Berdasarkan tabel diatas, secara sederhana dapat kita simpulkan, jika


kebutuhan adalah sesuatu yang harus dimiliki manusia karena tingkat keperluan atau
urgensinya yang tinggi. Jika seseorang memiliki kebutuhan terhadap barang atau jasa,
biasanya hal paling penting yang menjadi pertimbangan adalah manfaat yang dapat
diambil dari barang atau jasa tersebut beserta fungsinya.

Keinginan (wants) dalam teori ekonomi konvensional muncul dari keinginan


naluriah manusia, yang muncul dari konsep beban nilai (value-free concept).Ilmu
konvensional tidak membedakan antara kebutuha keinginan, karena keduanya
memberikan efek yang sama bila tidak terpenuhi, yaitu kelangkaan.Mereka
berpendirian bahwa kebutuhan adalah keinginan, demikian pula sebaliknya.

Pada sisi yang lain, Ekonomi Islam justru tidak memerintahkan manusia untuk
meraih segala keinginan dan hasratnya. Memaksimalkan kepuasan (maximization
ofsatisfaction) bukanlah spirit dalam perilaku ekonomi Islam, karena hal tersebut
adalah norma-norma yang disokong oleh peradaban yang materialistik. Sebagai
gantinya ekonomi Islam memerintahkan individu untuk memenuhi kebutuhannya
(needs) sebagaiman yang dikehendaki oleh syariah.

D. UTILITAS VS MASLAHAH (MAQASID SYARI’AH)

Dalam ekonomi, utilitas adalah jumlah dari kesenangan atau kepuasan relatif
(gratifikasi) yang dicapai. Dengan jumlah ini, seseorang bisa menentukan meningkat
atau menurunnya utilitas, dan menjelaskan kebiasaan ekonomis dalam koridor dari
usaha untuk meningkatkan kepuasan seseorang.
Doktrin dari utilitarianisme melihat maksimalisasi dari utilitas sebagai kriteria
moral untuk organisasi dalam masyarakat. Menurut para utilitarian, seperti Jeremi
Bentham (1748-1832) dan John Stuart Mill (1806-1876), masyarakat harus bertujuan
untuk memaksimalisasikan jumlah utilitas dari individual, bertujuan untuk
“kebahagiaan terbesar adalah jumlah terbesar”.
Dalam ekonomi neoklasik, rasionalisme didefenisikan secara tepat dalam
istilah dari kebiasaan maksimalisasi utilitas dibawah keadaan ekonomi tertentu.
Sebagai kebiasaan usaha hipotetikal, utilitas tidak membutuhkan adanya keadaan
mental seperti “kebahagiaan”, “kepuasan”,dll.

12
Utilitas digunakan oleh ekonom dalam kontruksi sebagai kurva indiferen, yang
berperan sebagai kombinasi dari komoditas yang dibutuhkan oleh individu atau
masyarakat untuk mempertahankan tingkat kepuasan. Utilitas individu dan utilitas
masyarakat bisa dibuat sebagai vvariabel tetap dari fungsi utilitas (contohnya seperti
peta kurva indiferen) dan fungsi kesejahteraan sosial.Ketika dipasangkan dengan
komoditas atau produksi, fungsi ini bisa mewakilkan efisiensi Pareto, yang
digambarkan oleh kotak Edgeworth dan kurva kontrak.Efisiensi ini merupakan
konsep utama ekonomi kesejahteraan.
Tujuan-tujuan syariah yang terangkum dalam konsep maqashid syariah bisa
mempengaruhi aktivitas produksi maupun konsumsi.Dengan konsep maqashid syariah
yang berorientasikan maslahah maka arah pembangunan ekonomi dapat ditujukan
pada satu titik yang sama sehingga menghindari konflik antara konsumen, produseen,
dan distribusi pendapatan.
Perilaku konsumen dalam Islam menekankan pada konsep dasar bahwa
manusia cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikan maslahah
maksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalisme dalam ekonomi Islam bahwa setiap
pelaku ekonomi ingin meningkatkan maslahah yang diperolehnya dalam konsumsi.
Menurut Imam Shatibi istilah maslahah maknanya lebih luas dari sekedar
utility atau kepuasan dalam terminologi ekonomi konvensional. Maslahah merupakan
tujuan hukum syara’ yang paling utama.
1) Maslahah adalah sifat atau kemampuan barang dan jasa yang mendukung
elemen-elemen dan tujuan dasaar dari kehidupan manusia dimuka bumi
ini.Ada lima elemen dasar menurut beeliau, yakni: Agama, Kehidupan atau
Jiwa (al-nafs), Properti atau Harta Benda (al-mal), Keyakinan (al-din),
Intelektual (al-aql), dan keluarga atau keturunan (al-nasl). Dengan kata lain,
maslahah meliputi integrasi manfaat fisik dan unsur-unsur keberkahan.
2) Mencukupi kebutuhan dan bukan memenuhi kepuasan atau keinginan adalah
tujuan dari aktivitas ekonomi Islam, dan usaha pencapaian tujuan itu adalah
salah satu kewajiban dalam beragama.

Adapun secara garis besar perbedaan antara utilitas dan maslahah di antaranya
adalah sebagai berikut:

1) Konsep maslahah dikoneksikan dengan kebutuhan (need), sedangkan


kepuasan (utility) dikoneksikan dengsn keinginan (want).
2) Utility atau kepuasan bersifat individualis, maslahah tidak hanya bisa
dirasakan oleh individu tetapi bisa dirasakan pula oleh orang lain atau
sekelompok masyarakat.
3) Maslahah relatif lebih objektif karena didasarkan pada pertimbangan yang
obyektif (kriteria tentang halal atau baik) sehingga suatu benda ekonomi
dapat diputuskan apakah memiliki maslahah atau tidak. Sementara utilitas
mendasarkan pada kriteria yang lebih subjektif, karenanya dapat berbeda
antara individu satu dengan lainnya.

13
4) Maslahah individu relatif konsisten dengan maslahah sosial. Sebaliknya,
utilitas individu sering berseberangan dengan utilitas sosial.
5) Jika maslahah dijadikan tujuan dari seluruh pelaku ekonomi (konsumen,
produsen, dan distributor), maka semua aktivitas ekonomi masyarakat baik
konsumsi, produksi, dan distributor akan mencapai tujuan yang sama
yaitu, kesejahteraan. Hal ini berbeda dengan utility dalam ekonomi
konvensional, konsumen mengukurnya dari kepuasan yang diperoleh
konsumen dan keuntungan yang maksimal bagi produsen dan distributor,
sehingga berbeda tujuan yang akan dicapainya.

E. KONSEP FALAH DALAM EKONOMI ISLAM

Falah berasal dari bahasa arab dari arti kata Afalaha-yuflihuyang berarti
kesuksesan,kemuliaan, atau kemenangan, yaitu kemenangan dan kemuliaan dalam
hidup. Istilah falahmenurut Islam diambil dari kata-kata Al-QUR’an, yang sering
dimaknai sebagai keberuntungan jangka panjang, dunia dan akhirat, sehingga tidak
hanya memandang aspek spiritual.
Salah satu defenisi ekonomi Islam menyatakan bahwa ekonomi Islam
bertujuan untuk mengkaji dan mewujudkan kesejahteraan masyarakaat (al-falah) yang
dicapai melalui pengorganisasian sumber-sumber alam berdasarkan kooperasi dan
pastisipasi. Tujuan utama ekonomi Islam adalah merealisasikan tujuan manusia untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (falah), serta kehidupan yang baik dan
terhormat (al-hayat at-tayyibah.
Maqasid syari’ah dalam ekonomi Islam adalah terwujudnya falah dalam
konteks dunia maupun akhirat, sehingga bagaimana konsep falah ini diterjemahkan
dalam bentuk yang lebih mudah dipahami dan diaplikasikan. Falah dalam konsep
dunia merupakan konsep yang multidimensi yang memiliki implikasi pada aspek
perilaku individu (mikro) maupun perilaku kolektif (makro).
Tujuan hidup secara universal adalah mendapatkan kebahagiaan. Kebahagiaan
biasanya tercapai ketika varian-varian hidup yang melingkupinya juga terpenuhi baik
aspek materi maupun aspek non materi. Islam sebagai agama yang rahmatan
lialaminselain mengajarkan kepada pemenuhan non materi berupa spiritualitas,
namun yang mengajarkan tuntutan pemenuhan pencapaian kebutuhan ekonomi, yakni
memenuhi kebutuhan ranah materi. Masalah ekonomi hanyalah merupakan satu
bagian dari aspek kehidupan yang diharapkan akan membawa manusia kepada tujuan
hidupnya.

BAB III

PENUTUP

14
KESIMPULAN

Ekonomi sesungguhnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam,
karena Islam pada hakekatnya merupakan ajaramn yang bersifat syumuliyah, yaitu
mancakukp seluruh bidang kehidupan. Pada dasarnya, pembahasan yang berkaitan
dengan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip Islam dalam bidang ekonomi telah menarik
para ulama dan ilmuan Muslim, berabad-abad sebelum Adam Smith mempublikasikan
bukunya yang berjudul An Inquiry into the Nature and Cause of the Wealth of Nations,
sebuah karya yang dianggap sebagai milestone pembangunan ilmyu dan sistem ekonomi
kapitalis. Bahkan Sadeq dan Ghazali (1992) menyatakan bahwa perkembangan pemikiran
ekonomi Islam sesungguhnya sama tuanya ddengan perkembangan Islam itu sendiri.

15
16

Anda mungkin juga menyukai