Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEMAJUAN EKONOMI DALAM PERADABAN ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Peradaban Islam

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Ahmad Mujib, MA

Disusun oleh kelompok 10:

Lu’lu’il Maknun (31502200061)

Maziyyatul Husna (31502200063)

Sri Winarsih (31502100144)

Talitha Hasna Ulyatus Syahiroh (31502200094)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat, taufik serta hidayah-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, semua keluarga, para sahabat, serta orang-orang yang
mengikuti jejak mereka dengan kebaikan hingga hari kiamat menjelang. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah Peradaban Islam. Makalah ini berjudul: “Kemajuan Ekonomi
dalam Peradaban Islam”. Dengan selesainya penulisan makalah ini, penulis hanya dapat
menyampaikan terimakasi kepada Ustadz Dr. Ahmad Mujib, MA , selaku dosen pengampu mata
kuliah Peradaban Islam. dan teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis sadar terdapat banyak kesalahan serta kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh
karena itu, dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
penulis dapat memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat,
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para mahasiswa.

Semarang, 30 November 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................2
DAFTAR ISI .........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................4
A. Latar Belakang .......................................................................................4
B. Rumusan Masalah .................................................................................5
C. Tujuan .....................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................6
A. Ajaran Islam Tentang Ekonomi ...........................................................6
B. Gambaran Kemajuan Ekonomi dalam Islam .....................................12
C. Lembaga Kesejahteraan Sosial dalam Islam ......................................17
Bab IV Penutup ........................................................................................................23
A. Kesimpulan .............................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum, ekonomi adalah perilaku manusia yang berhubungan dengan bagaimana
proses dan cara memperoleh dan mendayagunakan produksi, distribusi, dan konsumsi.
Ekonomi berkaitan dengan perilaku manusia yang didasarkan pada landasan serta prinsip-
prinsip yang menjadi dasar acuan. pemikiran tentang ekonomi Islam telah muncul sejak Islam
itu diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW. Rujukan atau landasan utama dalam pemikiran
ekonomi Islam adalah Al Qur‟an dan hadits.
Kemakmuran ekonomi merupakan suatu harapan bagi setiap masyarakat, dalam konteks
ini, ekonomi Islam muncul sebagai kerangka kerja yang menciptakan fondasi untuk mencapai
kemakmuran. Ekonomi memiliki peran besar dalam kemajuan sebuah peradaban. Dalam
mencapai kondisi yang kokoh sebuah negara membutuhkan penguatan ekonomi. Bangsa yang
memiliki kemapanan finansial dimana kekayaan terdistribusi secara merata, masyarakatnya
sejahtera cukup menjadi indikator bahwa bangsa tersebut maju. Namun sebaliknya pabila
kekayaan hanya beredar dikalangan kelompok elit kecil sehingga terjadi ketimpangan sosial
maka bisa dipastikan bangsa tersebut berada dalam ambang kehancuran.
Islam mengajarkan prinsip-prinsip Pada hakikatnya, ekonomi yang mengarah pada
keseimbangan dan keadilan dalam distribusi kekayaan, dengan tujuan mewujudkan
kesejahteraan bagi seluruh anggota masyarakat.
Dalam makalah ini, akan dibahas gambaran kemakmuran ekonomi Islam mulai masa
Rasulullah dan periode setelah wafatnya Rasulullah, yang melibatkan pemahaman mendalam
terhadap prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam dan bagaimana prinsip-prinsip tersebut dapat
diterapkan dalam konteks nyata untuk mencapai kemakmuran. Dengan melihat kekayaan
ajaran Islam, baik yang terdapat dalam Al-Quran maupun Hadis, kita dapat memahami bahwa
ekonomi Islam bertujuan untuk mengatasi ketidaksetaraan, memberdayakan masyarakat, dan
menciptakan kondisi di mana keberkahan ekonomi dapat dirasakan oleh semua lapisan
masyarakat.
Penting untuk memahami bahwa konsep kemakmuran dalam ekonomi Islam tidak hanya
merujuk pada pertumbuhan ekonomi yang cepat, tetapi juga pada pencapaian keseimbangan
antara kekayaan materi dan spiritual. Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk

4
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana ekonomi Islam dapat menjadi
pendorong kemakmuran yang berkelanjutan. Dengan demikian, pembahasan ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi pada pemikiran dan perdebatan mengenai peran ekonomi Islam
dalam membentuk masyarakat yang adil dan sejahtera.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ajaran islam tentang ekonomi?
2. Bagaimana gambaran kemajuan ekonomi dalam islam?
3. Bagaimana lembaga kesejahteraan sosial dalam islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui ajaran islam tentang ekonomi
2. Untuk mengetahui gambaran kemajuan ekonomi dalam islam
3. Untuk mengetahui lembaga kesejahteraan sosial dalam islam

5
BAB II
PEMBAHSAN

A. Ajaran Islam Tentang Ekonomi


Dalam islam, ekonomi adalah ilmu yang mempelajari segala perilaku manusia dalam
memenuhi kebutuhan kehidupannya dengan bertujuan untuk memperoleh kedamaian dan
kesejahteraan dunia akhirat. Dalam ekonomi islam individu dituntut oleh ajaran islam, dari
penentuan tujuan hidupnya, cara pandangnya dan analisis suatu masalah ekonomi, beserta
prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang harus dipegang teguh untuk dapat mencapai suatu tujuan
tersebut. Dalam islam menekankan dua prinsip kehidupan. Pertama, pemanfaatan yang
optimal terhadap sumber-sumber yang telah dikaruniakan kepadanya. Kedua, pemanfaatan
dan distribusi yang adil dari sumber-sumber dan lingkungan tersebut terhadap semua manusia
dan rangka kemajuan bersama.1
Prinsip pertama, pemanfaatan yang optimal yang dimaksud adalah manusia sebagai
makhluk ciptaan Allah untuk dapat memanfaatkan sebaik-baiknya yang telah dianugerahkan
Allah kepadanya. Status khalifah atau pengemban amanat Allah berlaku umum bagi semua
manusia, tidak ada hak istimewa bagi individu atau bangsa tertentu sejauh berkaitan dengan
tugas kekhalifahan itu. Namun, hak yang sama untuk mendapatkan keuntungan dari alam
semesta. Mereka memiliki kesamaan hanya dalam kesempatannya, dan setiao individu bisa
mendapatkan keuntungan itu sesuai dengan kemampuannya. Individu-individu diciptakan
Allah dengan kemampuan yang berbeda-beda sehingga mereka diperintahkan secara instingtif
untuk hidup bersama, dan memanfaatkan keterampilan mereka masing-masing. Namum
demikian, ini tidak berarti bahwa islam memberikan superioritas kepada majikan tentang
pekerjaannya dalam kaitan dengan harga diri sebagai manusia atau dengan statusnya dalam
hukum. Tiap manusia diberikan kesempatan yang sama dalam bidang ekonomi, tergantung
kemampuan individu masing-masing dalam mengakses ekonomi itu.2 maka dari itu untuk
memanfaatkan kesempatan yang ada kita sebagai manusia harus bekerja. Dan dalam
bekerjapun kita harus melakukannya dengan tanpa melanggar syariat islam agar rizki yang

1
A. Mujib El-Shirazy, Islam Untuk Peradaban Dunia (Semarang: Unissula Press, 2021), hlm. 161
2
Prof. Dr. H. Idri, M., Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana,2023), hlm. 15

6
didapatkan adalah rizki yang halal dan berkah, jadi selagi bekerja untuk dunia kita tidak lupa
dengan urusan akhirat, semua yang dilakukan atas dasar mencari ridho Allah SWT maka kita
harus melakukan dengan cara yang diridhoi oleh Allah dan jangan melakukan sesuatu yang
dilarang-Nya.
Prinsip kedua, pemanfaatan dan distribusi yang adil ini merupakan suatu cara agar
tercapainya keseimbangan yang sempurna antar manusia, jadi seseorang yang kaya juga
meiliki tanggung jawab moral untuk tetap memperhatikan seorang yang miskin tersebut, agar
harta kekayaan itu tidak hanya berputar diantara orang-orang yang kaya saja dan supaya harta
kekayaan itu dapat digunakan seperti bagaimana semestinya. Seperti dalam al-Qur’an (QS.
Al-Hasyr:7) yang artinya :
“apa saja (harta yang diperolah tanpa peprangan) yang dianugerahkan Allah kepada
Rasul-Nya dari penduduk beberapa negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak
yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. (demikian) agar harta itu tidak hanya
beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu
terimalah. Apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya” ( QS. Al-Hasyr : 7 )
Berkenaan dengan bagaimana seseorang mempergunakan hartanya, Quraish Shihab
mencatat setidaknya ada tiga hal yang bisa dilakukan, pertama membelanjakannya. Kedua
menginvestasikannya dan ketiga menyimpan dan menumpuknya.3 Salah satu ajaran yang
mendasar tentang pemanfaatan harta dalam Al-Qur’an adalah membelanjakan harta tersebut,
yang dimaksud disini adalah membelanjakan kepada hal-hal yang bermanfaat dan hal-hal
yang mendukung tegaknya islam, seperti menafkahkan harta di jalan Allah dan memberikan
zakat. Seperti dalam QS. Al-Hadid : 7 “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan
nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya”
Serta dapat juga dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari tetapi tetap menggunakannya
secara tidak berlebih-lebihan, tidak boros dan dilarang untuk hidup bermewah-mewahan,
karena dengan hidup bermewah-mewahan mansusia cenderung lupa dengan kewajibannya
kepada Allah. Selanjutnya mempergunakan hartanya dengan cara menginvestasi dalam artian
menyimpan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Kegiatan investasi ini

3
A. Mujib El-Shirazy, Islam Untuk Peradaban Dunia (Semarang: Unissula Press, 2021), hlm. 161

7
diperbolehkan selama dilaksanakannya atas dasar dan dengan cara yang tidak diharamkan
agama, tanpa unsur riba. Kemudian memperginakan harta dengan menyimpan dan
menumpuknya itu tidak diperbolehkan, dikarenakan harta itu harus difungsikan seperti
semestinya. Menumpuk harta itu merupakan sifat kikir manusia yang ditandai dengan
menumpuk harta dan tidak dibagi-bagikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Perlu
digaris bawahi bahwa yang dimaksud tidak boleh menumpuk harta disini bukan berarti
diperintahkan untuk membuang-buang harta, slalu membelanjakannya dengan berlebihan atau
untuk membelanjakan sesuatu yang tidak diperlukan / tidak bermanfaat.
Pemikiran ekonomi islam Rasulullah berlandasan pada petunjuk dari Al-Qur’an. Setelah
Rasul wafat, sahabat-sahabat juga berpedoman pada Al-Quran dan sunnah yang ditinggalakn
Rasul, kemudian sampai generasi selanjut-selanjutnya sumber hukum islam yang paling
utama adalah Al-Qur’an dan jika permasalahan yang muncul tidak ada di dalam Al-Quran
maka berpedoman pada sunnah Rasul. Ciri khusus Ekonomi islam yang diajarkan oleh
Rasulullah yang dalam (Dr. Sri Wahyuni Hasibuan et al., 2021a) yaitu:
1. Allah penguasa alam semesta dan maha pemberi. Dalam QS. Al-Isra’ : 30 yang artinya “
sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang dia kehendaki dan
menyempitkannya, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-
hamba-Nya” ayat ini menerangkan bahwa Allah lah yang memberi rezeki kepada semua
makhluk-Nya. Dan Allah yang akan memudahkan dan menyempitkan rezekinya.
Dan di dalam QS. At-Talaq :3 yang artinya “dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari
arah yang tidak dia duga. Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allahlah yang menuntaskan urusan-Nya.
Sungguh, Allah telah membuat ketentuan bagi setiap sesuatu”
Sesungguhnya Allah akan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Maka
kita harus bertawakal kepada Allah sang pemberi rezeki, tawakal berarti berserah diri
kepada Allah, menyerahkan sepenuhnya kepada-Nya keberhasilan usaha. Berusaha dan
ikhtiar terlebih dahulu baru bertawakal karena bukan tawakal namanya jka seseorang
menyerahkan keadaanya kepada Allah tanpa adanya usaha dan ikhtiar. Walaupun rezeki
manusia itu sudah diatur semuanya oleh Allah tetapi sebagai manusia kita tidak boleh
bermalas-malasan dan hanya mengharap rezeki itu datang dengan sendirinya tanpa usaha.

8
2. Allah pemilik sejati dari segala sesuatu, manusia hanyalah sebagai khalifatullah fi al-ardh
dan pemegang amanah. Dalam QS. Al-An’am : 165 yang artinya “ dan Dialah yang
menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebagian kamu atas
sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang “ ayat ini menerangkan bahwa Allah sang pemilik
segala sesuatu dialam raya ini menjadikan umat Nabi Muhammad pemimpin dari seluruh
umat, Allah juga menjadikan sebagian umat penguasa bagi yang lain, umat Rasul diberikan
kekuasaan untuk memiliki, mengatur, mengelola, dan memperindah bumi ini.
3. Segala sesuatu diciptakan untuk melayani manusia. Dalam QS. An-Nahl :10-16 yang
artinya “Dialah yang telah menurunkan air (hujan) dari langit untuk kamu. Sebagiannya
mmenjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuhan yang dengannya
menggembalakan ternakmu” (ayat 10)“Dengan (air hujan) itu Dia menumbuhkan
untukmu tumbuhan-tumbuhan zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi
orang yang berpikir” (ayat 11). “Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan
untukmu, dan bintang-bintang dikendalikan dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang
mengerti” (ayat 12). “(Dia juga mengendalikan) apa yang diciptakan untukmu di bumi ini
dengan berbagai jenis dan macam warnanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi yang mengambil pelajaran.” (Ayat
13). “Dialah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daging yang
segar (ikan) darinya dan (dari lautan itu) kamu mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai.
Kamu (juga) melihat perahu berlayar padanya, dan agar kamu mencari sebagian karunia-
Nya, dan agar kamu bersyukur.” (Ayat 14). “Dia memancangkab gunung-gunung di bumi
agar bumi tidak berguncang bersamamu dan (menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan
agar kamu mendapat petunjuk.” (Ayat 15). “(Dia juga menciptakan) tanda-tanda. Dengan
bintang-bintang mereka mendapat petunjuk.” (Ayat 16)
4. Konsep halal dan haram. Dalam QS. Al-Baqarah : 168 yang artinya “wahai manusia,
makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti
langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata” dan

9
terdapat ayat yang menerangkan tentang sesuatu yang haram dimakan dalam QS. Al-
Maidah : 3. Konsep halal haram disini bukan hanya makananya saja tetapi termasuk zatnya,
cara memperolahnya, cara pengolahannya, dan secara penyajianny. Harta yang haram itu
seperti harta hasil curian, judi, suap, bunga dll. Seorang muslim harus senantiasa menjaga
makanannya karena makanan haram yang masuk ke tubuh akan berdampak buruk bagi
dirinya. Sebaliknya memilih makanan halal dalam perspektif Islam tidak hanya
memberikan dampak positif pada kesehatan dan kebersihan, tetapi juga pada aspek
spiritual, sosial, dan identitas individu Muslim.
5. Sistem sedekah. Dalam QS. At-Taubah : 60 dijelaskan tentang orang-orang yang wajib
mendapatkan zakat. Shodaqah yang dimaksud dalam ayat ini adalah sadaqah wajib yang
dikenal dengan zakat. Zakat ada 2 yaitu zakat fitrah dan zakat maal. Zakat fitrah adalah
zakat yang wajib dibayarkan oleh seluruh umat muslim dan waktunya adalah selama dan
sebelum bulan ramadhan berakhir. Sedangkan zakat maal adalah zakat yang dibayarkan
setelah mencapai nisab atas harta yang sudah dimilikinya hukumnya wajib.
6. Penghapusan bunga. Menurut Rasulullah sistem barter itu berpotensi mengandung riba dan
beliau tidak menyukai sitem tersebut. Rasulullah juga menyatakan bahwa bunga atau riba
itu lebih zalim dari perzinaan, dan beliau telah menghapuskan riba dari sistem
perekonomian islam. Beliau juga menegaskan bahwa bukan hanya makan bunga saja yang
diharamkan, melainkan segala hal yang berkaitan dengan bunga juga haram, seperti
membayar bunga, menuliskannya dan menjadi saksinya. Pernyataan ini terdapat pada hadis
bahwa “Jabir meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW melaknat pemakan riba,
pembayarnya, penulisnya, dan dua saksinya. Dan beliau bersabda mereka sama (dalam
dosa). ‘’ (HR. Muslim)4
7. Larangan menimbun harta. Dalam QS Al-Humazah :2-3 yang artinya “yang
mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya” ayat 2. “dia (manusia) mengira bahwa
hartanya dapat mengekalkannya” ayat 3. Dari ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa orang
yang menimbun harta juga diancam neraka karena itu adalah memperkaya diri sendiri serta
menghitung-hitung harta kekayannya. Perbuatan tersebut dikarenakan kecintaannya dan
senangnya terhadap harta, seakan-akan tidak ada kebahagian lain dalam hidupnya kecuali

4
Dr. Sri Wahyuni Hasibuan, et al., Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. (Bandung : Media Sains Indonesia, 2021)

10
hartanya. Jika ia melihat hartanya ia merasa bahwa dirinyalah yang memiliki kedudukan
yang paling tinggi dari orang-orang disekelilingnya. Dengan kecintaannya dengan harta ia
lupa dan tidak sadar bahwa maut selalu mengintainya, sehingga ia tidak memikirkan apa
yang terjadi sesudah mati dan tidak juga merenungkan apa yang akan terjadi pada dirinya
sendiri. Harta yang dimilikinya itu tidak akan menjamin tetap hidup didunia selamanya.
Rasulullah juga berkata bahwa orang yang menimbun harta sama halnya Allah tidak
bersama orang itu lagi.
8. Sikap pertengahan. Perintah untuk bersikap pertengahan dalam memanfaatkan harta,
merupakan tindakan prefentif yang dikemukakan al Qur’an untuk menanggulangi bahaya
kerusakan dari sikap manusia yang serakah, dan suka mementingkan diri sendiri. Tabiat itu
bukan untuk dituruti, namun manusia diperintahkan untuk mengontrolnya sehingga dengan
tabiat itu tidak menciptakan ketimpangan dan kerusakan-kerusakan. Sebagai bentuk
teguran yang menyadarkan manusia, al Qur’an jauh-jauh telah mengimbau bahwa
kehidupan dunia laksana permainan dan sendagurau. 5
9. Mencegah cara hidup kerahiban dan materialism. Kerahiban itu sendiri memiliki arti suatu
perilaku yang menghindar dari hal dunia/ meninggalkan duniawi demi mencari ridho Allah.
Seperti mengingkari kebutuhan alami atau biologis, seperti tidak menikah / pantang untuk
menikah dll. Dan yang dimaksud materialism adalah dalam mendapatkan tujuan-tujuan
materil akan melakukan segala cara dan alat tanpa menghiraukan nilai-nilai moral.
10. Keadilan, bukan kesamarataan. Keadilan yang diamksud disini adalah bukan dibagi sama
rata, tetapi adil disini berarti setiap yang berhak atas sesuatu tersebut tanpa ada perasaan
didzolomi ataupun mendzolimi satu sama lain. Perbedaan itu tidak serta merta ditetapkan
oleh Allah tanpa ada suatu tujuan dan hikmahnya dalam kehidupan manusia, dan perbedaan
tentang harta dianggap keberagaman yang wajar dan tidak dijadikan standar kedudukan
manusia di hadapan Allah. Pendistribusian harta yang benar merupakan suatu bentuk
keadilan. Seperti di dalam QS Al-Hasyr : 7 yang artinya “apa saja (harta yang diperolah
tanpa peprangan) yang dianugerahkan Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk beberapa
negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak yatim, orang miskin, dan orang
yang dalam perjalanan. (demikian) agar harta itu tidak hanya beredar diantara orang-
orang kaya saja diantara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang

5
Muhammad Maimun, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Dalam Al-Qur’an, hlm. 110-111

11
dilarangnya bagimu tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
sangat keras hukuman-Nya” diayat ini menjelaskan tentang harta itu seharusnya tidak
hanya berputar pada sebagian orang saja, tetapi harus merata dan menyeluruh, dan untuk
yang memiliki harta yang berlebih hendaknya ia berbagi dengan yang membutuhkan.
Dalam islam untuk tercapainya keadilan ini dengan cara menyalurkan zakat, infak, dan
sedekah.
11. Konsep keuangan negara. Pada abad ketuju Rasulullah sebagai kepala Negara pertama
memperkenalkan konsep keuangan Negara yaitu, semua hasil pengumpulan Negara harus
dikumpulkan terlebih dahulu kemudian dibelanjakan sesuai kebutuhan Negara. Akan tetapi
dalam batas-batas tertentu pemimpin dan para pejabat menggunakan harta tersebut untuk
mencukupi kebutuhannya. Tempat pengumpulan tersebut dinamakan Baitul Mal, pada
masa Rasulullah letaknya di Masjid Nabawi Yang Dalam (Abdullah, 2010).
12. Perdagangan pada masa Rasulullah. Rasulullah sebelum diangkat menjadi Rasul telah
menjalankan bisnis selama kurang lebih 25 tahun. Rasulullah merupakan teladan yang
sangat baik, beliau sangat menunjung tinggi niaki kejujuran dalam berdagang, dan dalam
menetapkan harganya murni dari harga pasar, tidak di manipulasi seperti tiba-tiba
dinaikkan karena adanya dorongan-dorongan yang mempengaruhinya. Jadi perdagangan
pada zaman itu memiliki peran penting dalam perekonomial islam sampai saat ini.
B. Gambaran Kemajuan Ekonomi Dalam Islam
a). Masa Rasulullah SAW
Sebelum lahirnya Islam bangsa Arab dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki
kemajuan dalam bidang ekonomi. Karakteristik masyarakat Arab yang sudah sejak dulu
adalah orang yang bersemangat tinggi dalam mencari nafkah, sabar menghadapi
kekerasan alam, dan dikenal sebagi masyarakat yang cinta kebebasan. Sehingga
perekonomian bangsa arab semakin maju dan berkembang setelah lahirnya Islam.
Menurut Adam Smith seorang tokoh Ekonomi Barat dalam bukunya The Wealth of
Nation menyatakan bahwa ekonomi yang paling maju adalah ekonomi bangsa Arab yang
dipimpin oleh Nabi Muhammad bin Abdullah dan orang-orang sesudahnya.6
Pada hakikatnya sejarah perkembangan perekonomian islam adalah memahami
perjalanan hidup rasulullah. Dalam catatan sejarah dapat ditemukan prilaku rasulullah

6
Abdullah, Sejarah Kemajuan Ekonomi Islam

12
yang dapat menjadi contoh tauladan dalam menjalankan aspek kehidupan salah satunya
dalam bidang ekonomi. Prilaku ekonomi beliau dapat dijadikan tolak ukur atau landasan
dalam melakukan kegiatan ekonomi yang dapat diterapkan dari masa perekonomian
sesudah masa rasulullah hingga masa modern saat ini karena perekonomian yang
diterapkan rasulullah sesuai dengan yang telah diajarkan islam (Al-Qur’an dan Hadis).
Islam merupakan agama yang sempurna dimana segala aspek kehidupan telah diatur
didalamnya sehingga islam menjadi relevan dalam segala sistem dan sangat lengkap
karena islam ditetapkan langsung oleh Allah.
Karakter umum pada perekonomian pada masa rasulullah adalah komitmennya yang
tinggi terhadap etika dan norma, serta perhatiannya yang besar terhadap keadilan dan etis
dalam bingkai syariah Islam. Rasulullah menyadari bahwa orang-orang yahudi sangat
berperan dan lihai dalam persoalan ekonomi namun seringkali melanggar etika berbisnis.
Rasulullah pun memutuskan untuk mendirikan pasar sendiri, dan menciptakan peraturan-
peraturan sesuai dengan syariat islam.7
Rasulullah memilih lokasi pasar di sebelah barat masjid yang beliau bangun. Beliau
menentukan lokasi dalam pasar untuk menjajakan komoditas yang diperjual-belikan.
Pasar menduduki peranan penting sebagai mekanisme ekonomi, tetapi pemerintah dan
masyarakat juga bertindak aktif dalam mewujudkan kesejahteraan dan menegakkan
keadilan.8 Kegiatan ekonomi pasar relatif menonjol pada masa itu, dimana untuk menjaga
agar mekanisme pasar tetap berada dalam bingkai etika dan moralitas Islam, Rasulullah
bertugas langsung sebagai pengawas pasar (market controller).
Suatu hari Rasulullah masuk pasar untuk melakukan pengawasan. Abu Hurairah
meriwayatkan: Suatu ketika Rasulullah pernah memasukkan jari beliau ke tumpukan
makanan, tiba-tiba beliau merasa menyentuh sesuatu yang basah. Maka kemudian beliau
bersabda, “apakah ini wahai penjual bahan makanan?”Si penjual menjawab, “ia terkena
air hujan wahai rasulullah”, “ kalau begitu mengapa tidak taruh di atas, agar calon pembeli
melihatnya, ketahuilah barang siapa yang menipu, maka bukan golonganku”. Rasulullah
juga melarang pembelian barang sebelum barang itu berada di tempat akad atau sampai

7
A. Mujib El-Shirazy, Islam Untuk Peradaban Dunia, (Semarang: Unissula Press,2021), hal 165
8
Nur Rianto, Pengantar Ekonomi Syariah Teori dan Praktik, Pustaka Setia, Bandung h. 37

13
di pasar. Sebab hal itu akan membuka peluang adanya penipuan terhadap calon pembeli
dikarenakan ketidaktahuan penjual akan harga yang umum berlaku.
Di awal masa pemerintahan Rasulullah, negara tidak mempunyai kekayaan apapun,
karena sumber penerimaan negara hampir tidak ada. Maka rasulullah mengambil
kebijakan mereformasi bidang ekonomi dengan berbagai macam kebijakan beliau.
Kondisi ekonomi dalam keadaan nol, Kas negara kosong, kondisi gegrafis tidak
menguntungkan dan aktivitas ekonomi berlajan secara tradisional. Melihat kondisi yang
tidak menentu seperti ini maka Rasulullah s.a.w. melakukan upaya-upaya sebagai pemimpin di
Madinah yaitu dengan meletakkan dasar-dasar ekonomi. Diantara kebijakan tersebut adalah
membentuk lembaga baitul mal, yang menangani urusan keuangan dan pendistribusian.
b). Masa Khulafaurr Rasyidin
➢ Abu Bakar As-Shiddiq
Abu Bakar Ash-Shiddiq banyak menghadapi persoalan dalam negeri yang berasal dari
kelompok yang murtad, nabi palsu, dan pembangkang zakat. Pada akhirnya perang terhadap
kemurtadan ini berakhir dan kemenangan berada di tangan Khalifah Abu Bakar.9 Pemikiran
ekonomi yang paling penting dari peristiwa perang melawan kemurtadan ini adalah bahwa
Abu Bakar telah mampu membuat prinsip penting dalam perpajakan Islam, yakni menegakkan
zakat sebagai sumber pendapatan Negara.
Dalam pendistribusian harta Baitul Mal, prinsip yang diterapkan Abu Bakar adalah
kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulllah SAW
dan tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu memeluk Islam dengan
sahabat yang kemudian, antara hamba dengan orang merdeka, dan antara pria dengan wanita.10
➢ Umar bin Khattab
Pada masa Umar bin Khattab kebijakan ekonomi yang dilakukan adalah, mengoreksi
sistem keuangan yang memungkinkan terjadinya penumpukan harta pada satu individu, Ia juga
menutup pintu bagi penyusup kemewahan ke dalam kehidupan masyarakat Islam. Adapun
kebijakan ekonomi lainya yang dilakukan Umar bin Khattab yaitu memiki sebuah kaidah
ekonomi apabila suatu hukum itu telah gagal mencapai tujuannya maka gagallah hukum
tersebut. 11

9
Listiawati, Pertumbuhan dan Pendidikan Ekonomi Islam Analisis Kesejarahan, 2016, Jakarta : Kencana,
h. 85
10
Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2016, h. 57
11
Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Bandung: Media Sains Indonesia, 2021, h. 43

14
Pada masa khalifah Umar Islam memasuki era kemakmuran, sehingga Umar
mewaspadai kemakmuran yang terjadi sebagai ancaman yang memalingkan dari perjuangan
suci menyebarkan dakwah Allah menjadi perjuangan semata demi memperoleh harta. Ia juga
melarang para sahabat untuk pergi ke wilayah yang makmur untuk menghindarkan mereka
dari godaan kemewahan. Ia berkata, “Aku akan pegang tenggorokan orang-orang Quraish
untuk mencegah mereka melewati perbatasan madinah. Selama Umar masih hidup itu tidak
boleh”.
➢ Ustman bin Affan
Kebijakan perekonomomian yang diterapkannya hanya meneruskan dari kebijakan-
kebijakan dari Khalifah pendahulunya. Dalam pendistribusian harta Baitul Mal, Khalifah
Utsman bin Affan menerapkan prinsip keutamaan seperti halnya Umar bin Khatab. 12 Ia juga
menerapkan kebijakan berupa membagi-bagikan tanah Negara kepada individu untuk
reklamasi dan kontribusi kepada Baitul Mal. Dari kebijakannya ini, Negara memperoleh
pendapatan sebesar 50 juta dirham atau naik 41 juta dirham jika dibandingkan pada masa Umar
bin Khatab yang tidak membagi-bagikan tanah tersebut.13
➢ Ali bin Abi Thalib
Setelah diangkat menjadi Khalifah Islam keempat oleh segenap kaum Muslimin, Ali
bin Abi Thalib mengambil beberapa tindakan secara langsung, seperti memberhentikan para
pejabat yang korup, membuka kembali lahan perkebunan yang sebelumnya telah diberikan
kepada orang-orang kesayangan Utsman, dan mendistribusikan pendapatan pajak tahunan
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Umar bin Khattab.14 Adapun kebijakan
ekonomi yang dilakukan Ali bin Abi Thalib ini cenderung sama sebagaimana yang dilaukan
oleh Abu Bakar, Umar, dan Utsman bin Affan r.a karena pada masa Ali bin Abi Thalib banyak
sekali diwarnai oleh peperangan akibat terbunuhnya Utsman bin Affan r.a.
c). Masa Dinasti
➢ Dinasti Abasiyyah
Pada masa D inasti Abbasyiah umat islam mengalami puncak kemakmurannya atau yang
disebut dengan The Golden Age of Islam. Pada masa ini perbendaharaan negara melimpah,
uang masuk lebih banyak daripada uang pengeluaran. Sumber utama pendapatan pada masa
Bani Abbasiyah diambil dari pemungutan pajak dan zakat yang diwajibkan bagi seluruh umat
muslim. Pada masa khalifah Harun ar-Rasyid kas negara mencapai 42.000.000 dinar,

12
Euis Amalia, Op. Cit., h. 96
13
Agustina Weny Prashinta, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, hal 27
14
Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2016, h. 82

15
sedangkan uang yang diterima Harun ar-Rasyid setiap tahunnya mencapai 500.000 dirham
perak dan 10.000 dinar emas.15 Uang ini dibelanjakan dan digunakan untuk kepentingan
negara yaitu; menggaji para hakim, gubernur, dan para pegawai kepala baitul mall, menggaji
tentara, biaya untuk pembangunan dan pemeliharaan irigasi, membeli alat perang dan hadiah
untuk para ulama.16 Kemudian pada masa Al-Makmun yang merupakan putra dari khalifah
Harun ar-Rasyid, Ibnu Khaldun menyebutkan pajak tahunan yang dipungut dari daerah Sawad
(Iran bagian bawah) dalam bentuk tunai mencapai 27.800.000.00 dirham, dari Khurasan
sebesar 28.000.000 dirham dan dari Mesir 23.040.000 dirham.
Baghdad menjadi titik pusat perdagangan dunia, terdapat jalur sutra yang menghubungkan
baghdad dengan negara lain. Melalui Samarkand, Turkistan menuju China, kemudian
disebelah barat para pedagang islam mencapai Maroko dan Spanyol. Disepanjang pelabuhan
ditambatkan kapal-kapal dari penjuru dunia. Perdagangan begitu sibuk dan ramai dari berbagai
wilayah, para saudagar banyak memberikan pengaruh pada perniagaan di Andalusia. Kegiatan
ekspor dan impor terjadi dalam skala besar sehingga ikut menyumbang pemasukan negara.
Keberhasilan dinasti Abbasyiah dalam bidang ekonomi salah satunya dibuktikan dengan
kemajuan dalam perindustriannya. Khalifah menganjurkan untuk beramai-ramai membangun
berbagai industri, sehingga terkenallah beberapa kota dan industri-industrinya. Di wilayah
seperti Iran, Syria dan Mesir penduduknya terkenal sangat kreatif dengan kerajinan tangannya.
Kain Linen merupakan salah satu yang dihasilkan dalam pendistribusian pada saat itu berada
di daerah Mesir, sutra dari syiria dan Irak. Selain kain linen kertas jug di produksi di
Samarkand. Bashrah dengan industri sabun dan gelas, Kufah dengan industri suteranya
Khuzastan dengan tekhtil sutera bersulam, Damaskus dengan kemeja sutera; Khurasan,
dengan selendang, wol, emas, dan peraknya, Syam dengan keramik dan gelas berwarnanya,
Andalusia dengan kapal, kulit, dan senjata.17
➢ Perekonomian Andalusia di bawah kekuasaan Bani Umayyah
Pada masa Andalusia di bawah kekuasaan Bani Umayyah menjadi salah satu dataran eropa
yang paling makmur, dimana puncaknya pada masa kekuasaan Abdurrahman an Nashir, harta
melimpah hingga keuangan negara mencapai 6 juta dinar emas. Dalam pembagiannya,
khalifah membagi menjadi tiga bagian yaitu, sepertiga untuk biaya tentara, sepertiga untuk
pembangunan dan gaji, dan sepertiga lainnya untuk masa-masa sulit. Andalusia mengandalkan
pendapatannya sebagian besar dari bea ekspor dan impor.

15
A. Mujib El-Shirazy, Islam Untuk Peradaban Dunia, (Semarang: Unissula Press,2021), hal 166
16
Ibrahim Hasan, 2013: 363
17
Berlianto, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, hal 74

16
Spanyol terkenal karena keahlian seni dalam membuat hiasan timbul pada kulit yang
kemudian diadopsi oleh Maroko dan diperkenalkan di Perancis dan Inggris. Andalusia menjadi
pusat industri tekstil terkemuka, dengan produk tekstil dan sutra yang terkenal karena
kualitasnya yang sangat baik. Raja-raja Eropa, seperti Roger II dan Federic II, dengan bangga
mengenakan pakaian bergaya Arab. Kerajinan tembikar dari China mulai dikenal di Spanyol
dan menyebar ke berbagai wilayah. Almeria terkenal sebagai produsen barang pecah belah,
Valencia menjadi pusat pembuatan tembikar, Algarve terkenal dengan produksi emas dan
perak, Cordova dengan besi dan timah, Malaga dengan batu merah dan delima, sementara
Toledo terkenal dalam industri pembuatan pedang.18
Ilmu membuat kertas telah dikuasai oleh orang-orang muslim Andalusia dimana saat itu
orang-orang barat belum mengetahui dari apa kertas dibuat. Ilmu pembuatan kertas berasal
dari Baghdad dan Baghdad mempelajarinya melalui negara China. Industri kertas menunjang
persebaran ilmu pengetahuan, dengan kertas para sarjana muslim lebih mudah untuk
mempublikasikan karya-karya mereka yang fenomenal serta memberikan kemudahan dalam
melakukan penerjemahan melalui media kertas. Selain kerajinan kertas, berkembang pula
kerajinan kulit, seni menyepuh logam dan emas, pembuatan perahu, alat pertanian, dan obat-
obatan.
Terdapat juga hasil pertanian yang ikut menyokong perekonomian negara, hasil pertania
berupa kapas, anggur, padi, apricot persik, delima, kunyit, tebu yang melimpah ruah. Sevilla
menjadi pelabuhan terbesar pada saat itu yang mengekspor kapas, zaitun, dan minyak melalui
Iskandariyah dan Konstantinopel sehingga Produk spanyol menyebar luas sampai pada India
dan Asia Tengah.
C. Lembaga Kesejahteraan Sosial Dalam Islam

a). Sejarah Singkat Baitul Mal dari Masa ke Masa


Kekayaan publik dalam bentuk baitul mal mulai diperkenalkan pada masa Rasulullah.
Isinya bersumber dari zakat, ghanimah (seperlima bagian harta rampasan perang), jizyah
dari non muslim, fa’i, ushur dan sumber alam. Diberlakukannya baitul mal sendiri dalam
rangka menjamin kesejahteraan bersama, dan supaya tidak terjadi, pengumpulan uang pada
orang-orang tertentu saja yang mengakibatkan ketimpangan sosial. Adapun sumber
pemasukan baitul mal di dunia islam berasal dari : kharraj, (pajak bumi), al-asyyur, bea
cukai (sepuluh persen dari keuntungan pedagang di luar islam yang berdagang di wilayah

18
A. Mujib El-Shirazy, Islam Untuk Peradaban Dunia, (Semarang: Unissula Press,2021), hal 168

17
islam), zakat 2,5% (dari harta hasil bumi orang kaya yang telah sampai nisab), al-jizyah,
(semacam pajak yang diambil dari orang di luar islam), ghanimah, (rampasan perang).
Pada masa kepemimpinan Abu Bakar ash-Shiddiq, kondisi Baitul Mal secara
kelembagaan tidak jauh berbeda dengan masa Rasulallah, artinya, untuk administrasi dan
lembaga secara resmi belum ada, namun, pada masa ini sudah menunjukan tanda-tanda
perkembangan Baitul Mal, walaupun tidak sedikit halangan yang dihadapi.
Dalam usaha meningkatkan kesejahteraan umat Islam Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq
melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah dipraktekkan Rasulallah
SAW. Kebijakan yang paling nampak adalah keakuratan dalam perhitungan zakat, sehingga
tidak terjadi kelebihan dan kekurangan dalam pendistribusiannya. Dia juga melaksanakan
kebijakan pembagian tanah hasil taklukan, sebagian diberikan kepada kaum muslimin dan
sebagian yang lain tetap menjadi tanggungan negara. Di samping itu, Ia juga mengambil alih
tanah-tanah dari orang-orang murtad untuk kemudian dimanfaatkan demi kepentingan umat
Islam secara keseluruhan.19 Pada masa ini harta yang diterima tidak pernah menumpuk
dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum
muslimin. Sehingga di Baitul Mal tidak ditemukan harta yang diam, bahkan ketika Khalifah
Abu Bakar wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan.
Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab kekuasaan Islam sudah semakin luas dan
daerah atau wilayah Islam sudah semakin banyak, meliputi Jazirah Arab, sebagian wilayah
kekuasaan Romawi (Syiria, Palestina dan Mesir) serta seluruh wilayah kerajaan Persia
termasuk Irak.
Seiring dengan hal ini, lembaga Baitul Mal pun didirikan berpusat di Madinah dengan
cabang-cabang di ibu kota provinsi. Umar menunjuk Abdullah bin Irqam sebagai bendahara
negara, Abdurrahman bin Ubaid al-Qari dan Muayqah sebagai wakilnya. Khususnya pasca
penaklukan Syria, Sawad (Irak) dan Mesir, pendapatan secara subtansial meningkat, Kharaj
dari Sawad mencapai 100 juta dinar dan dari Mesir 2 juta dinar.20 Umar pun memberikan
perhatian khusus terhadap peningkatan pendapatan tersebut agar dapat dimanfaatkan secara
benar, efektif dan efisien. Baitul Mal pada masa ini tidak hanya mengumpulkan dan penyalur

19
Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, terj. (Yogyakarta: PT. Dhana Bakti Wakaf, 1995), hal. 320.
20
Ibrahim Mahmud Ra’ana, Ekonomi Pemerintahan Umar bin Khattab, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hal.
150

18
pendapatan, tetapi sudah berfungsi sebagai tempat simpan pinjam dari keuangan masyarakat
muslim. Dari sinilah kemudian Baitul Mal, terus berkembang dan akhirnya jadi salah satu
lembaga bisnis.
Ketika Usman menjabat menjadi Khalifah, masa perekonomian khususnya
pengembangan Baitu Mal tidak ditemukan perubahan signifikan yang dilakukan. Dia hanya
meneruskan kebijakan Khalifah sebelumnya, yakni Umar bin Khattab. Kebijakan Usman
terkait dengan pengelolaan Baitul Mal, salah satunya yaitu, pendistribusian harta milik
negara atau harta yang ada dalam Baitul Mal, Usman menganut kebijakan yang dilakukan
oleh Umar, yakni menggunakan prinsip keutamaan. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
tersebut, senantiasa ingin memenuhi kekayaan Baitul Mal, yang semasa pemerintahan
Usman tidak ada keberimbangan antara pemasukan dan pengeluaran. Sehingga pada masa
ini tidak ada perubahan situasi ekonomi yang signifikan. Hal ini disebabkan pula oleh adanya
nepotisme dan berbagai macam korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan, sehingga
menimbulkan banyak kekecewaan pada masyarakat.
Pemerintahan Ali bin Abi Thalib, hanya berkisar 6 tahun, namun selalu diwarnai dengan
ketidakstabilan politik negara. Ketidakstabilan ini juga berpengaruh pada ketidakstabilan
ekonomi. Walaupun demikian sebagai seorang Khalifah, dia juga tetap membuat kebijakan
untuk mendorong peningkatan kesejahteraan umat Islam. Kebijakan-kebijakan ekonomi
terkait dengan Baitul Mal yang dibuat semasa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, antara lain
yaitu kebijakan pendistribusian seluruh harta dalam Baitul Mal tanpa terkecuali. Harta di
Baitul Mal didistribusikan ke Baitul Mal di Basrah, Kufah, dan Madinah yang kemudian
didistribusikan ke masyarakat.
Pada masa Khalifah Ali, alokasi pengeluaran kurang lebih masih tetap sama sebagaimana
halnya pada masa pemerintahan Khalifah Umar. Pengeluaran untuk angkatan laut yang
ditambah jumlahnya pada masa Khalifah Usman hampir seluruhnya dihilangkan. Namun,
dengan adanya penjaga malam dan patroli yang telah terbentuk sejak masa pemerintahan
Khalifah Umar, Ali membentuk polisi yang terorganisasi secara resmi yang disebut Syurtah
dan pemimpinya diberi gelar Syahibus Syurtah. Fungsi lainya dari Baitu Mal masih tetap
sama.21

21
Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran. hal. 79-85.

19
Setelah Khalifah Ali bin Abi Thalib mampu digulingkan oleh Muawiyah. Kemudian yang
berkuasa di negara Islam adalah Dinasti Umayyah. Pada masa pemerintahan Dinasti ini, ada
beberapa perubahan di bidang politik dan pemerintahan. Namun, tidak demikian dalam
bidang ekonomi. Sebab kondisi masyarakat Islam secara ekonomi semakin tidak terurus atau
dengan kata lain, semakin hari pemerintahan negara Islam semakin tidak mampu
mensejahterakan umatnya. Bila kita lihat pada lembaga keuangan negara Baitul Mal pada
masa ini tidak terdapat perkembangan yang signifikan, justru terjadi pengalih fungsian Baitul
Mal, sebab pendapatan negara tidak dikumpulkan di kas negara yaitu; Baitul Mal, tetapi
setiap pendapatan dikhususkan untuk biaya suatu kegiatan tertentu.22
Dinasti Umayyah berakhir digantikan oleh dinasti Abbasiyyah sebagai pemerintah negara
Islam selama kurun waktu 132 H (750 M) sampai dengan 656 H (1258 M). Berbeda dengan
masa Dinasti Umayyah, pada masa pemerintahan Dinasti ini pemasukan pada Baitul Mal
mengalami kenaikan dan perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor
pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga,
dan besi. Peningkatan ini mencapai puncaknya pada masa Khalifah Harun al-Rasyid (786-
809 M.
Di akhir periode Dinasti Abbasiyyah perekonomian mengalami kemunduran, pendapatan
menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu
disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya kerusuhan yang
mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil
yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti.
b). Sumber-sumber Baitul Mal
Mengenai sumber pendapatan Baitul Mal di negara Islam, tidak jauh berbeda dengan
sumber-sumber pendapatan negara. Secara umum dan menyeluruh, sumber pendapatan
Baitul Mal, antara lain:23
a. Kharraj. merupakan sumber pendapatan pertama kali yang diperkenalkan pada zaman
Rasulullah. Kharaj adalah pajak terhadap tanah, atau di Indonesia setara dengan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB).

22
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi ..., hal. 142-143.
23
Adiwarwan A. Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro (Jakarta: Karim Business consulting, tt),
90-99

20
b. Zakat. Zakat 2,5% dari harta hasil bumi orang kaya yang telah sampai nisab.
c. Khums. Perintah pendistribusian khums sebagaimana dijelaskan oleh alQur’an surat al-
Anfal, ayat 41.
d. Al-Jizyah. Merupakan pajak yang dibayar orang-orang non muslim sebagai pengganti
fasilitas sosial ekonomi dan layanan kesejahteraan lainya, serta untuk mendapatkan
perlindungan keamanan dari negara Islam.
e. Al-asyyur/bea cukai sepuluh persen dari keuntungan pedagang diluar islam yang
berdagang diwilayah islam.
f. Ghanimah, hasil rampasan perang yang di dapat dengan cara paksa setelah menang
perang, ghanimah ini 4/5 nya dibagikan kepada kaum muslimin yang ikut berperang,
sedangkan 1/5 nya lagi diberikan untuk rasul beserta keluarganya dan kepentingan
kaum muslimin, untuk kaum kerabat, untuk anak-anak yatim dan orang-orang miskin.
g. Fa’i : harta yang diperoleh setelah perang dengan cara damai. Fa’i ini diserahkan
langsung kepada rasul yang digunakan untuk kepentingan negara dan masyarakat
islam secara keseluruhan.
Sumber pemasukan lain yang menjadi harta kekayaan umat islam adalah wakaf, yaitu
sejumlah harta yang dipilih oleh seseorang dari hartanya untuk kemudian ia keluarkan
dari kepemilikannya secara majas, mereka kembalikan kepada Allah untuk dipergunakan
untuk menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat umum.24
Rasulullah orang pertama yang memberi contoh dalam wakaf. Beliau mewakafkan
tujuh kebun yang diwasiatkan salah satu prajurit sebelum mati agar digunakan
sekehendak beliau. Rasulullah mewakafkan untuk orang-orang fakir miskin, prajurit-
prajurit dan orang-orang yang memiliki kebutuhan. Langkah beliau diikuti para sahabat.
Abu Talhah manakala turun ayat, “kamu tidak akan sampai pada kebaikan yang
sempurna, sebelum kamu menafkahkan harta yang kamu cari (Ali Imran : 92), spontan
beliau menyerahkan sumur miliknya untuk kepentingan umat islam. Itu pula yang
dilakukan Abu Dahda, ketika turun surat al-Baqarah,245, beliau menyerahkan kebun
yang menjadi milik satu-satunya.
Wakaf dikenal sejak masa nabi dan terus berlanjut pada masa-masa berikutnya.
Berkenaan dengan kebijakan pengelolaan baitul mal, sahabat Umar bin Khattab

24
Muhammad Imarah. Islam dan keamanan Sosial. Gema Insani, 1999. Hal 76

21
memperlakukan aturan tidak menyimpan harta kekayaan baitul mal untuk para
pegawainya, melainkan mendistribusikannya terlebih dahulu masyarakat umum yang
membutuhkan. Dalam sumber sebagaimana yang dikemukakan Ibnu Jauziah,
bahwasannya Umar bin Khattab menginstruksikan pengosongan Baitul mal sekali dalam
setahun. Maksudnya, ia mengosongkan baitul mal untuk didistribusikan kepada orang-
orang yang berhak menerimanya di setiap tahunnya. Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib
mendistribusikan kekayaan baitul mal setiap jum’at, hingga tiada yang tersisa sedikit
pun.25

25
A. Mujib El-Shirazy, Islam Untuk Peradaban Dunia (Semarang: Unissula Press, 2021), 170-171

22
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kemajuan Ekonomi dalam Peradaban Islam, menunjukkan bahwa ekonomi dalam konteks
peradaban Islam memiliki ciri khas yang unik dan berkontribusi besar terhadap perkembangan
masyarakat. Prinsip-prinsip ekonomi Islam, seperti keadilan, keberlanjutan, dan distribusi yang
adil, memberikan landasan yang kokoh bagi kemajuan ekonomi.
Peran lembaga keuangan seperti zakat, waqf, dan lembaga lainnya, membantu mendukung
keberlanjutan ekonomi dan pemerataan kekayaan. Selain itu, sistem perdagangan dan bisnis yang
adil, tanpa riba dan spekulasi, yang telah diajarkan Rasulullah, para khalifah dan dinasti-dinasti
Islam telah memberikan landasan yang stabil untuk pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Dalam konteks sejarah, kita dapat melihat kontribusi besar peradaban Islam terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan kemanusiaan yang turut membawa dampak positif
pada kemajuan ekonomi. Pembangunan infrastruktur, pusat-pusat perdagangan, dan inovasi dalam
sistem pertanian juga menjadi pilar penting dalam perjalanan kemajuan ekonomi dalam
masyarakat Islam.
Dengan melihat pencapaian-pencapaian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemajuan
ekonomi dalam peradaban Islam bukan hanya mencakup aspek materi, tetapi juga menggambarkan
keseimbangan yang harmonis antara nilai-nilai moral dan kemajuan ekonomi. Oleh karena itu,
pemahaman mendalam terhadap prinsip-prinsip ekonomi Islam dapat memberikan inspirasi untuk
merancang sistem ekonomi yang berkelanjutan dan adil di masa depan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, terj. (Yogyakarta: PT. Dhana Bakti Wakaf, 1995).
Azhaar Karim, Adiwarman, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro (Jakarta: Karim
Business consulting, tt).
Bakar, A., & Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Al Ittihad Bima, M. (n.d.). PRINSIP EKONOMI
ISLAM DI INDONESIA DALAM PERGULATAN EKONOMI MILENIAL.
Dr. Sri Wahyuni Hasibuan, M. P., Hasbi Ash Shiddieqy, S. E. , M. E. S., Al Haq Kamal, S. E. I.
M. A., Rusny Istiqomah Sujono, S. E. Sy. , M. A., Andi Triyawan, M. A., Mohammad
Zen Nasrudin Fajri, S. H. I. , M. Ec., H. Abdul Muizz Abdul Wadud KA, Lc. , M. S.,
Yuana Tri Utomo, S. MSI., Surepno, S. M. S. A. CA., Zein Muttaqin, S. E. I. , M. A., Dr.
Abd Misno, M., Imam Asrofi, S. E. I. , M. E., Rakhmawati, S. S. M. A. , M. S., H. Farid
Adnir, Lc. MTh., & Ujang Syahrul Mubarrok, SS. , SE. , MSi. , MM. (2021a). Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam. Media Sains Indonesia.
El-Shirazy, A. Mujib. Islam Untuk Peradaban Dunia. Semarang: Unissula Press, 2021.
Hasjmy, Ali. "Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia." Jakarta: Bulan Bintang (1990).
Helim, A., & Fauzi, I. (2019). Sejarah pemikiran ekonomi islam (Masa Rasulullah sampai masa
kontemporer).
Imarah, Muhammad. Islam dan keamanan Sosial. Gema Insani, 1999.
Karim, B., Syekh, I., & Cirebon, N. (n.d.). PRINSIP DASAR EKONOMI ISLAM DALAM AL-
QUR’AN: Kajian Tematik dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya Kementerian Agama RI
Muhammmad Maimun.
Prof. Dr. H. Idri, M. Ag. (2023). Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Kencana.
Saleh, M. (n.d.). BAITUL MAL (Sejarah Perkembangan dan Konteknya ke-Indonesiaan).
Saleh, Muhammad. “BAITUL MAL (Sejarah Perkembangan Dan Konteknya Ke-Indonesiaan),”
n.d.
Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Sebagai Suatu pengantar (Yogyakarta: Ekonisia, 2002)
Triyawan, A., Hasibuan, S. W., Ash Shiddieqy, H., Kamal, A. H., Sujono, R. I., Fajri, M. Z. N., ...
& Syahrul Mubarrok, U. (2021). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.

24

Anda mungkin juga menyukai