Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


“SISTEM EKONOMI ISLAM DAN ETOS KERJA DALAM ISLAM”

DOSEN PEMBIMBING :
BAPAK SUWITNO, M.Pd ia

KELOMPOK 9
DISUSUN OLEH :

1.Ahmad Imam Anhariza


2.Putri Maharani
3.Ketut Bayu
4.Carmelita Fransiska Marques

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM


SOELTHAN M. TSJAFIOEDDIN SINGKAWANG
TAHUN AKADEMIK 2020 – 2021
KATA PENGKANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Pemurah,  karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan
sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas materi tentang
“Sistem Ekonomi Islam Dan Etos kerja Dalam Islam”.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam  pemahaman mata kuliah.
yang sangat diperlukan dalam materi perkuliahan demi mendapatkan
pemahaman yang maksimal dalam melakukan kegiatannya dan sekaligus
melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa untuk memenuhi tugas
pembuatan makalah “Sistem Ekonomi Islam Dan Etos Kerja Dalam
Islam”. kami menyadari bahwa kami tidak dapat menyusun makalah ini tanpa
ada bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Kami
menggucapkan terimakasih kepada Dosen kami Bapak Suwitno.M.Pd sebagai
pembimbing kami di mata kuliah Pendidikan Agama,dan teman-teman kami
yang sudah memberi dukungan sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik
Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami akan dengan
senang hati menerima saran maupun kritik yang sifatnya membangun untuk
perbaikan selanjutnya.Semoga makalah ini memberikan informasi bagi teman
teman dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua,
serta menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya
bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.

Singkawang, 9 oktober 2020

penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGHANTAR.………………………………………………………i
DAFTAR ISI……………………………………………………………….…..ii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang…………………………………………………......................1
2. Rumusan masalah…………………………………………………………….2
3. Tujuan penelitian………………………………………………......................2

BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian sistem ekonomi islam…………………………….………………3
2. Tujuan sistem ekonomi islam…………………..……………..……………...5
3. Respon islam atas transaksi ekonomi modern...……………………………...8
4. Pengertian etos kerja dalam islam dan kemandirian hidup…………………..9
5. Fungsi etos kerja dalam islam………………..………………………………
10
6. Hukum islam tentang etos kerja dalam islam….
……………….....................15

BAB III PENUTUP


1. Kesimpulan………………………………………..………….......................16
2. Saran………………………………………………………………………..16

DAFTAR PUSTAKA….……………………………….……………………..17

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam merupakan agama yang universal, di mana dalam ajarannya m
enganjurkan umatnya untuk bekerja. Hal ini mempunyai arti kita merealisasikan
fungsi kehambaan kepada Allah dan menempuh jalan menuju ridho-Nya, menga
ngkat harga diri, meningkatkan taraf hidup dan memberi manfaat kepada sesam
a, bahkan kepada makhluk lain. Dengan tertanamnya kesadaran ini, seorang mu
slim akan berusaha mengisi setiap ruang dan waktunya hanya dengan aktivitas y
ang berguna. Bekerja adalah segala aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan unt
uk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani), dan di dalam mencapai t
ujuannya tersebut dilakukan dengan kesungguhan guna mewujudkan prestasi ya
ng optimal. Kerja keras atau dengan kata lain yang dinamakan etos kerja dalam
islam. merupakan syarat mutlak untuk dapat mencapai kebahagiaan dunia dan a
khirat. Sebab dengan etos kerja yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang tin
ggi pula. Etos kerja yang tinggi dapat diraih dengan jalan menjadikan motivasi i
badah sebagai pendorong utama disamping motivasi penghargaan dan hukuman
serta perolehan material. Pengkajian dan pengetahuan tentang al-Qur’an dan Ha
dits memiliki nilai penting bagi setiap orang pekerja, juga bagi semua orang beri
man. Secara khusus, arti pentingnya bagi para sarjana yang tertarik terhadap stu
di manusia dan masyarakat adalah mengingat kitab suci ini secara efektif berper
an tidak hanya dalam membentuk masa depan.
masyarakat Islam, melainkan juga dalam membentuk masa depan umat man
usia secara keseluruhan. Sebagai seorang muslim yang berpegang pada al-Qur’a
n dan Hadits maka harus bisa mengambil hikmah yang ada pada kedua pedoma
n umat Islam tersebut, agar dimudahkan dalam segala hal dan diridhoi Allah. Se
bagaimana firman Allah :
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka meng
abdi kepada-Ku”.(Q.S. Adz-Dzaariyat [51]:56).
Manusia diciptakan hanya untuk mengabdi kepada Allah, dan mengabdi itu h
arus disertai dengan iman, ilmu dan amal. Iman, ilmu dan amal merupakan tiga
serangkai yang akan memuliakan martabat manusia. Setidaknya orang yang ber
iman, berilmu maka akan mengamalkan apa yang telah diperolehnya. Dengan ib
adah seseorang berhubungan dengan Allah secara vertikal, menyembah kepada-
Nya dengan penuh takut dan cinta sesuai dengan apa yang telah Rasulullah cont
ohkan.
Aspek inilah yang memberikan aspek muamalah agar berjalan terarah pada ja
lan yang diridhoi Allah. Lapangan mu’amalah adalah aspek dimana manusia ber
hubungan secara horizontal antara satu dengan yang lainnya dalam lapangan ek
onomi, sosial, kemasyarakatan, dan nilai-nilai dalam rangka memenuhi kebutuh
an hidup yang fanaini. Inilah yang disebut dengan “hablun minnallah dan hablu
n minannas”. Manusia adalah mahluk kerja yang ada persamaanya dengan hewa
n juga, bekerja dengan cara sendiri. Tetapi tentu lain dengan caranya.

A. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sistem ekonomi islam ?
2. Apa tujuan sistem ekonomi islam ?
3. Bagaimana respon islam atas transaksi ekonomi moderen ?
4. Apa yang dimaksud dengan etos kerja dalam islam ?
5. Apa yang dimaksud dengan kemandirian hidup?
6. Apa saja fungsi-fungsi etos kerja dalam islam ?
7. Bagaimana hukum islam tentang etos kerja ?

B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui gambaran sistem ekonomi islam
2. Memahami tujuan sistem ekonomi islam
3. Untuk mengetahui respon islam atas transaksi ekonomi modern
4. Untuk mengetahui gambaran etos kerja dalam islam
5. Untuk mengetahui gambaran kemandirian hidup
6. Mengetahui fungsi-fungsi etos kerja dalam islam
7. Memahami hukum islam tentang etos kerja

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SISTEM EKONOMI ISLAM


Ekonomi adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan usaha-usaha yang
bertujuan untuk memenuhi segala keperluan hidup manusia. Dalam pengertian
masa kini, ekonomi ialah satu pengkajian tentang usaha manusia dalam
menggunakan sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Sistem ekonomi islam adalah sistem ekonomi yang dijalankan berdasarkan
syariat islam atau aturan-aturan Allah. Dengan bersandarkan kepada Alquran
dan Hadits Nabi Muhammad sebagai pedoman yang tujuan akhirnya adalah
keridhaan Allah, dengan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat
islam. Dalam segala kegiatan ekonomi yang dilakukan manusia harus sesuai
dengan ketentuan Allah, baik dalam hal jual beli, pinjam meminjam maupun
investasi.
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berbuat kerusakan. (Al-Qasas: 77)

 Pada ayat di atas terdapat beberapa prinsip ekenomi Islam, di antaranya:


1. Allah Pemilik Segala Sesuatu
Allah memberikan kekayaan kepada manusia dan Dia adalah pemilik segala
sesuatu. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi,
semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah. (Taha: 6)
2. Kekayaan di Dunia adalah untuk Mencari Kehidupan Akhirat
Manusia harus menggunakan kekayaan yang diperolehinya di dunia untuk
mendapatkan kehidupan yang baik dan kesejahteraan di Akhirat kelak.
“Pedagang yang jujur lagi amanah adalah bersama-sama para nabi, para
siddiqin dan para syuhada’.” (Bukhari)
3. Bagian di Dunia Tidak Boleh Diabaikan dalam Mendapatkan
Akhirat
Manusia tidak boleh mengabaikan bahagiannya di dunia ini. Manusia
hendaklah bekerja sekuat-kuatnya untuk mendapatkan kebaikan di dunia dengan
cara yang paling adil dan dibenarkan oleh undang-undang.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang
baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui
batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya. (Al-Maidah:87-88)
4. Berlaku Adil kepada Sesama Manusia
Manusia mestilah berlaku baik terhadap sesama manusia. Hendaklah
mereka melaksanakan tanggungjawab terhadap masyarakat dan membantu
orang-orang yang berada dalam kesusahan
“Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula)
kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih
baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah; dan mereka itulah orang-
orang beruntung. (Ar-Rum:38)
5. Tidak Boleh Melakukan Kerusakan
Manusia mesti menghindari dirinya dari melakukan pebuatan-perbutan
dosa yang termasuk dalamnya kegiatan-kegiatan mencari hasil kekayaan dengan
cara yang tidak adil, mubazir dalam penggunaan sumber-sumber dan hasil-hasil
kekayaan serta melakukan penipuan dalam bisnis
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada
harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui. (Al-Baqarah: 188)
6. Menjunjung Kebebasan Individu
Manusia mempunyai kebebasan untuk membuat keputusan yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan nidupnya. Dengan kebebasan ini
manusia dapat bebas mengoptimalkan potensinya. Kebebasan manusia dalam
Islam didasarkan atas nilai-nilai tauhid suatu nilai yang membebaskan dari
segala sesuatu kecuali Allah. Nilai tauhid inilah yang akan menjadikan manusia
menjadi berani dan percaya diri.
7. Mengakui hak individu terhadap harta
Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta. Hak pemilikan harta
hanya diperoleh dengan cara-cara yang sesuai dengan ketentuan Islam. Islam
mengatur kepemilikan harta didasarkan atas kemaslahatan sehingga keberadaan
harta akan menimbulkan sikap saling menghargai dan menghormati. Hal ini
terjadi karena bagi seorang muslim harta sekedar titipan Allah
8. Ketidaksamaan ekonomi dalam batas yang wajar
Islam mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi antar orang perorangan.
Salah satu penghalang yang menjadikan banyaknya ketidakadilan bukan
disebabkan karena Allah, tetapi ketidakadilan yang terjadi dikarenakan system
yang dibuat manusia sendiri. Misalnya, masyarakat lebih hormat kepada orang
yang mempunyai jabatan tinggi dan lebih banyak mempunyai harta, hingga
masyarakat terkondisikan bahwa orang-orang yang mempunyai jabatan dan
harta mempunyai kedudukan lebih tinggi dibanding yang lainnya. Akhirnya,
sebagian orang yang tidak mempunyai harta dan jabatan merasa bahwa, “Allah
itu tidak adil”.
9. Adanya Jaminan sosial
Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah negara: dan
setiap warga negara dijamin untuk memperoleh kebutuhan pokoknya masing-
masing. Memang menjadi tugas dan tanggungjawab utama bagi sebuah negara
untuk menjamin setiap negara, dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan
prinsip “hak untuk hidup”. Dalam sistem ekonomi Islam negara mempunyai
tangj jawab untuk mengalokasikan sumberdaya alam guna meningkatkan
kesejahteraan rakyat secara umum.
10. Distribusi kekayaan
Islam mencegah penumpukan kekayaan pada sekelompok kecil
masyarakat dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada semua lapisan
masyarakat. Sumberdaya alam adalah hak manusia untuk dipergunakan manusia
untuk kemaslahatannya, upaya ini tidak menjadi masalah bila tidak ada usaha
untuk mengoptimalkan melalui ketentuan-ketentuan syariah.
11. Larangan menumpuk kekayaan
Sistem ekonomi Islam melarang individu mengumpulkan harta kekayaan
secara berlebihan. Seorang muslim berkewajiban untuk mencegah dirinya dan
masyarakat supaya tidak berlebihan dalam pemilikan harta. Seorang muslim
dilarang beranggapan terlalu berlebihan terhadap harta sehingga menyebabkan
ia mengunakan cara-cara yang tidak benar untuk mendapatkannya.
12.  Kesejahteraan individu dan masyarakat
Islam mengakui kehidupan individu dan masyarakat saling berkaitan
antara satu dengan yang lain. Masyarakat akan menjadi aktor yang dominan
dalam membentuk sikap individu sehingga karakter individu banyak
dipengaruhi oleh karakter masyarakat. Demikian juga sebaliknya, tidak akan
terbentuk karakter masyarakat khas tanpa keterlibatan dari individu-individu.

B. TUJUAN SISTEM EKONOMI ISLAM


berdasarkan konsep dasar dalam Islam yaitu tauhid dan berdasarkan rujuka
n pada Alquran dan Sunnah ialah: Pemenuhan kebutuhan dasar manusia yaitu p
apan, sandang, pangan kesehatan dan pendidikan untuk setiap lapisan masyarak
at. Memastikan kesamaan kesempatan bagi semua orang.

Adapun tujuan kegiatan ekonomi islam yang dapat di rumuskan menjadi empat
macam :
1. Sistem ekonomi islam diharapkan dapat memiliki tujuan untuk dapat memb
angun atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Pertum
buhan ekonomi sebuah Negara merupakan hal yang sangat penting, dikarena
kan pertumbuhan ekonomi suatu Negara akan membuat Negara tersebut dap
at lebih dipercaya oleh para investor yang akan mendatangkan investasi di N
egara tersebut. Dan pasti pembangunan ekonomi tersebut pasti dilandasi oleh
nilai-nilai ajaran secara Islam.
2. Yang kedua tujuan dari ekonomi islam adalah mewujudkan kesejahteraan
manusia secara menyeluruh. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa sis
tem ekonomi islam dilandasi oleh kesetaraan manusia, dan hal ini menjadi tu
juan untuk bagaimana sistem ekonomi islam tersebut dapat meningkatkan ke
sejahteraan manusia secara keseluruhan yang tidak hanya berorientasi kepad
a kebutuhan materiil tetapi juga kebutuhan spiritual.
3. Mewujudkan sistem penyerataan kekayaan yang adil. Dalam pandangan is
lam diakui adanya perbedaan antar tiap manusia, baik kemampuan maupun k
ecakapan dan kepandaian yang berbeda-beda dalam mengumpulkan kekayaa
n. Namun begitu hal tersebut membuat yang pandai memeras yang miskin at
au satu kelompok mengeksploitasi kelompok yang lain.
4. Yang terakhir dan yang tidak kalah penting tujuan ekonomi islam adalah me
nciptakan keseimbangan ekonomi dalam masyarakat. Keseimbangan eko
nomi hanya akan terwujud jika kekayaan atau perputaran keuangan tidak ber
putar di satu kelompok masyarakat saja. Tetapi perputaran tersebut dapat din
ikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Sehingga seluruh masyarakat memili
ki kesempatan yang sama dalam melakukan kegiatan ekonomi.

C. ISLAM ATAS TRANSAKSI EKONOMI MODERN


1. E-Commerce (Perdagangan Elektronik)
Teknologi merubah banyak aspek bisnis dan aktivitas pasar. Dalam bisnis
perdagangan misalnya, kemajuan teknologi telah melahirkan mtode transaksi ya
ng dikenal dngan istilah e-commerce (elctronic commerce). Menurut Raharjo,
e-commerce adalah suatu cara berbelanja atau brdagang secara online dngan me
manfaatkan internet yang di dalamnya terdapat website yang dapat menyediaka
n layanan get and deliver. Dalam istilah lain, E-Commerce adalah bisnis online
yang menggunakan media elektronik internet secara keseluruhan, baik dalam ha
l pemasaran, pemesanan, pengiriman, serta transaksi jual beli.
Dalam pandangan Islam, jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus
dipenuh agar sah. mnurut pandangan mayoritas para ulama, rukun jual beli ada t
iga. Pertama, orang yang bertransaksi (penjual dan pembeli), dengan syarat brak
al dan dapat membedakan baik buruk. Kedua, sighat (ijab dan qabul); ijab menu
njukkan keinginan untuk melakukan transaksi, dan qabul mengindikasikan kerla
an untuk menerima ijab. Ketiga, barang sebagai obyek transaksi , dengan syarat
barangnya dapat dimanfaatkan, milik orang yang melakukan akad , mampu men
yerahkan, dan barang yang diakadkan ada pada diri orang tersebut.
Fikih memandang bahwa transaksi bisnis di dunia maya diprbolehkan kare
na maslahat. Maslahat adalah mengambil manfaat dan menolak bahaya dalam ra
ngka memelihara tujuan syara’. Bila E-Commrce dipandang seperti layaknya pe
rdagangan dalam islam, maka dapat dianalogikan sebagai berikut. Pertama, penj
ualnya adalah mrcant (internet servic provider atau ISP), sedangkan pembelinya
disebut customer. Kedua, obyek adalah barang dan jasa yang ditawarkan dngan
berbagai informasi, profil, harga gambar barang, serta status perusahaan. ketiga
sighat (ijab-qabul) dilakukan dengan payment gateway, yaitu software penduku
ng (otoritas dan monitor) bagi acquirer, serta berguna untuk service online.
Komoditi yang diperdagangkan dalam E-Commerce dapat berupa komoditi
digital dan non digital. Untuk komoditi digital seperti electronik neewspaper, -b
ook, digital libraru, virtual school, software program aplikasi komputer dan lain
sebagainya, dapat langsung diserahkan melalui media internet kepada pembeli,
misalnya pembeli mendonwload produk tersebut dari website yang ditentukan.
Sedang untuk komoditi non digital, karena komoditi ini tidak dapat diserahkan l
agsung melalui internet, maka prosedur pengirimannya harus sesuai kesepakata
n bersama, begitu juga spsifikasi komoditi, waktu dan tempat penyerahannya. S
ebelum transaksi berlangsung perlu disepakati batas waktu penyerahan komoditi
1. Bunga Bank
Bunga bank adalah ketetapan nilai mata uang oleh bank yang memiliki te
nggang waktu, untuk kemudian pihak bank memberikan kepada pemiliknya ata
u menarik dari pinjamin sejumlah tambahan tetap.
Menurut UU Nomor 7 Tahun 1992 (pasal 1, ayat 1) tentang perbankan, y
ang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari ma
syarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Lubis, 2000:8).
Dari definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa Bank merupakan perusa
haan yang memperdagangkan utang – piutang, baik berupa uang sendiri maupu
n dana masyarakat, dan mengedarkan uang tersebut untuk kepentingan umum.
Dilihat dari sistem pengelolahannya, bank dikelompokkan menjadi dua jenis, ya
itu bank konvensional dan bank syariah.
a. Bank Konvensional
Bank konvensional adalah bank yang menggunakan sistem bunga dalam
bertransaksi dengan nasabah. Bank jenis ini ada dua macam, yaitu bank umum d
an bank perkreditan. Dalam era globalisasi sekarang ini, umat Islam boleh dikat
akan hampir tidak dapat menghindarkan diri dari bertransaksi dengan bank konv
ensional, termasuk dalam hal kegiatan ibadah (misalnya ibadah haji). Di sisi lai
n, dalam bidang aktivitas perekonomian nasional dan internasional serta era per
dagangan bebas dewasa ini, penggunaan jasa bank konvensional tidak dapat dik
esampingkan.
Pokok persoalannya sekarang ialah bagaimana perdagangan hukum Islam
terhadap umat Islam yang menggunakan jasa bank konvensional. Pertanyaan ini
mendapatkan jawaban yang berbeda dari para ulama. Dengan mengambil dasar
Q.S. Ali ‘Imran:130, ada ulama yang mengatakan haram, mubah, dan mutasyab
ihat (tidak jelas halal haramnya).
b. Bank Syariah dan Praktiknya
Bank syariah adalah bank yang dirancang sesuai dengan ajaran atau syaria
t Islam. Perbankan Islam yang beroperasi atas prinsip syirkah (mitra usaha) tela
h diakui di seluruh dunia. Artinya, seluruh bagian sistem perbankan yakni peme
gang saham, depositor, investor, dan peminjam turut beerperan – serta atas dasa
r mitra usaha
Kedudukan bank syariah dalam sistem perbankan nasional mendapat pija
kan yang kokoh setelah dikeluarkannya UU Nomor 7 Tahun 1992 yang diperku
at dengan PP Nomor 72 Tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil
Hal lain yang membedakan bank syariah dan bank konvensional adalah, selain
dituntut untuk tunduk pengelolahannya dibatasi dengan pengawasan yang dilak
ukan oleh dewan syariah. Dengan kata lain, pengelolaan dan produk bank syaria
h ini harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Dewan Pengawas Syariah
sebelum diluncurkan ke tengah – tengah masyarakat.
Perbedaan pokok antara bank konvensional dan bank syariah adalah oper
asionalnya. Pada bank konvensional, sistem operasionalnya didasarkan pada bu
nga, sedangkan pada bank syariah dalam menjalankan usahanya minimal memp
unyai lima prinsip operasional yang terdiri dari :sistem simpanan, sistem bagi ha
sil, margin keuntungan, sewa, dan fee (Antonio, 1994:138). Selain itu ada pula a
kad qardh, hiwalah, rahn, wakalah, kafalah yang semuanya menjadi ciri khas s
ekaligus pembeda antara Bank syariah dan Bank Konvensional.
Akan tetapi banyaknya pelayanan dan transaksi, sering dijumpai praktik
menyimpang dari perbankan syariah. Misalnya dalam akad musyawarah, penent
uan margin sepenuhnya dilakukan oleh Bank Syariah. Penentuan sepihak tidak
diperbolehkan karena dalam akad harus ada ketrbukaan dari pihak bank. Keban
yakan Bank syariah tidak menyerahkan barang kepada nasabah, tetapi memberi
uang kepada nasabah sebagai wakil untuk membeli barang untuk membeli baran
g yang dibutukan. Hal ini menyimpang dari aturan fikih, karena ada dua transak
si dalam satu akad yaitu wakalah dan Murabahah.
Selain itu, dalam praktik masih ada Bank syariah yang hanya mau membe
rikan pembiayaan pada usaha yang sudah berjalan selama kurun waktu tertentu,
artinya bank memilih calon nasabah (mudharib). Pembagian return pembiayaa
n tidak berdasarkan pada sistem bagi hasil dan rugi (profit and loss sharing). Sis
tem ini dipilih karena Bank Syariah belum sepenuhnya berani berbagai resiko se
cara penuh. Jika keadaannya seperti ini maka dapat dikatakan bahwa kegiatan b
ank syariah belum secara sempurna mengacu pada tujuan Ekonomi Islam (Hida
yat, t.t).
3. Hukum Bunga Bank: Riba atau bukan?
Melihat fungsi dan peranannya yang bermanfaat bagi manusia dan masyar
akat dalam perekonomian modern sekarang, keberadaan bank dapat dibenarkan
dalam ajaran Islam. Permasalahannya adalah apakah bunga bank yang dipungut
oleh bank dan bunga yang dibeerikan kepadda masyarakat termasuk riba atau b
ukan. Jawanban terhadap pertanyaan ini sangat erat hubungannya dengan pema
haman seseorang atau sekelompok orang tentang riba sebagai hasil ijtihad mere
ka. Oleh karena para ulama sampai saat ini belum berkonsensus secara bulat. Be
rikut pendapat para ulama yang berbeda-beda tersebut:
1) Abu Zahra, Guru Besar Hukum Islam dari Universitas Kairo Mesir, mengata
kan bahwa bunga (rente) adalah sama dengan riba nasi’ah yang dilarang dal
am Islam. Akan tetapi karena sistem perekonomian sekarang dan peranan ba
nk dan bunga tidak dapat dihapuskan, maka umat Islam dapat melakukan tra
nsaksi melalui bank berdasarkan keadaan darurat.
2) Menurut Mustafa Ahmad Az Zaqra, Guru besar Hukum Islam dan hukum Pe
rdata, bunga dalam hutang piutang yang bersifat konsumtif adalah riba, seda
ngkan bunga dalam hutang piutang yang bersifat produktif tidak sama denga
n riba nasi’ah.
3) A. Hasan, ahli tafsir dan tokoh Islam Persatuan Islam (PERSIS), berpendapat
bahwa bunga bank bukanlah riba yang diharamkan karena tidak bersifat berli
pat ganda, sebagaimana disebut dalam Q.S Ali Imron 130.
4) Hasil muktamar Muhammadiyah tahun 1968 di Sidoarjo menyatakan bahwa
bunga yang diberikan oleh bank milik negara kepada para nasabahnya terma
suk dalam kategori tidak jelas hukumnya (Ali, 1988:12 – 13).
5) Hasil lokakarya Majlis Ulama Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal
19 – 20 Agustus 1990 tentang status bunga bank menyebutkan bahwa untuk
menghindari kesulitan, maka daat dimungkinkan adanya rukhshah (keringan
an hukum) jika dapat dipastikan adanya kebutuhan (Lubis, 2000: 42 – 46)

D. PENGERTIAN ETOS KERJA DALAM ISLAM dan KEMANDIRIAN


HIDUP
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etos adalah pandangan hidup
yang khas dari suatu golongan sosial. Jadi, pengertian Etos Kerja adalah
semangat kerja yg menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu
kelompok. Mandiri, maksudnya adalah sikap berdiri sendiri dan tidak menggant
ungkan usaha dan keperluan kepada orang lain, tapi tidak menolak bantuan oran
g lain. Kemandirian seseorang akan membangun dan membentuk etos kerja dala
m kepribadiannya, atau etos kerja yang tinggi akan membangun sikap mandiri.
Sebagian karakter yang diterangkan dalam syariat Islam adalah karakter keman
dirian, kemandirian dalam mempertanggungjawabkan perilaku dan perbuatanny
a di hadapan Allah kemudian di hadapan hukum dan perundang-undangan yang
berlaku dimana seseorang berada.

Etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sesuatu yang diyakini, cara
berbuat, sikap serta persepsi terhadap nilai bekerja. Sedangkan Etos Kerja
Muslim dapat didefinisikan sebagai cara pandang yang diyakini seorang
muslim bahwa bekerja tidak hanya bertujuan memuliakan diri, tetapi juga
sebagai suatu manifestasi dari amal sholeh dan mempunyai nilai ibadah yang
luhur. Etos Kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara
mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang
bermakna, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang
optimal (high performance).

Etos Kerja Muslim didefenisikan sebagai sikap kepribadian yang


melahirkan keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja
untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga
sebagai suatu manifestasi dari amal sholeh. Sehingga bekerja yang didasarkan
pada prinsip-prinsip iman bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim,
melainkan sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah yang
didera kerinduan untuk menjadikan dirinya sebagai sosok yang dapat dipercaya,
menampilkan dirinya sebagai manusia yang amanah, menunjukkan sikap
pengabdian sebagaimana firman Allah, “Dan tidak Aku menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”, (QS. adz-Dzaariyat : 56).
Bekerja adalah fitrah dan merupakan salah satu identitas manusia, sehingga
bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja
menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat
dirinya sebagai hamba Allah SWT.
Apabila bekerja itu adalah fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia
yang enggan bekerja, malas dan tidak mau mendayagunakan seluruh potensi
diri untuk menyatakan keimanan dalam bentuk amal kreatif, sesungguhnya dia
itu melawan fitrah dirinya sendiri, dan menurunkan derajat identitas dirinya
sebagai manusia.
Setiap muslim selayaknya tidak asal bekerja, mendapat gaji, atau sekedar
menjaga gengsi agar tidak dianggap sebagai pengangguran. Karena, kesadaran
bekerja secara produktif serta dilandasi semangat tauhid dan tanggung jawab
merupakan salah satu ciri yang khas dari karakter atau kepribadian seorang
muslim. Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk menjadi pengangguran,
apalagi menjadi manusii yang kehilangan semangat inovatif. Karena sikap
hidup yang tak memberikan makna, apalagi menjadi beban dan peminta-minta,
pada hakekatnya merupakan tindakan yang tercela. Seorang muslim yang
memiliki etos kerja adalah mereka yang selalu obsesif atau ingin berbuat
sesuatu yang penuh manfaat yang merupakan bagian amanah dari Allah. Dan
cara pandang untuk melaksanakan sesuatu harus didasarkan kepada tiga dimensi
kesadaran, yaitu : dimensi ma’rifat (aku tahu), dimensi hakikat (aku berharap),
dan dimensi syariat (aku berbuat).

1) Etos Kerja: Dimensi Ma’rifat (Aku Tahu)


a. Tahu siapa aku, apa kekuatan dan kelemahanku,
b. Tahu apa pekerjaanku,
c. Tahu siapa pesaingku dan kawanku,
d. Tahu produk yang akan dihasilkan,
e. Tahu apa bidang usahaku dan tujuanku,
f. Tahu siapa relasiku,
g. Tahu pesan-pesan yang akan kusampaikan

2) Etos Kerja: Dimensi Hakikat (Aku berharap)


Sikap diri untuk menetapkan sebuah tujuan kemana arah tindakan
dilangkahkan. Setiap pribadi muslim meyakini bahwa niat atau dorongan untuk
menetapkan cita-cita merupakan ciri bahwa dirinya hidup.

3) Etos Kerja: Dimensi Syariat (Aku Berbuat)


Pengetahuan tentang peran dan potensi diri, tujuan serta harapan-harapan
hendaklah mempunyai arti kecuali bila dipraktikkan dalam bentuk tindakan
nyata yang telah diyakini kebenarannya. Yang membedakan semangat kerja
dalam Islam adalah kaitannya dengan nilai serta cara meraih tujuannya. Bagi
seorang muslim bekerja merupakan kewajiban yang hakiki dalam rangka
menggapai ridha Allah. Sedangkan orang kafir bermujahadah untuk kesenangan
duniawi dan untuk memuaskan hawa nafsu. Di Jepang dikenal sebuah
istilah Keizen yang dipelopori oleh Masaaki Imai, yakni: semangat untuk terus-
menerus melakukan perbaikan yang melibatkan setiap orang mulai dari
pimpinan puncak sampai pekerja lapangan.

E. FUNGSI-FUNGSI ETOS KERJA DALAM ISLAM


1. Mendorong Seseorang untuk Bertindak
Seringkali seseorang melakukan sebuah tindakan sebab adanya dorongan,
baik dari dalam diri sendiri ataupun dari luar. Work ethic yang baik akan memb
uat seseorang menjadi lebih percaya diri dalam melaksanakan tanggung jawab y
ang diberikan padanya.

2. Memberikan Gairah untuk Lebih Giat


Untuk sebagian besar orang, dibutuhkan gairah bagi melakukan pekerjaan
maupun rutinitas sehari-hari. Tentunya gairah itu tidak muncul begitu saja, hal
itu muncul sebab adanya etos kerja yang baik di dalam diri seseorang.

3. Mendorong Seseorang untuk Bekerja Lebih


Dunia kerja serta bisnis selalu mengalami perubahan jadui persaingan pu
n tidak bisa dihindari. Work ethic akan sangat menentukan seseorang dalam me
mpertahankan eksistensi dirinya dengan memperbanyak pengalaman serta mem
anfaatkan bermacam kesempatan.

F. Hukum islam tentang etos kerja dalam islam


Berikut hukum etos kerja islam :
a. Selalu mencari kerja yang halal apapun kondisi nya selalu di awali dengan
berdoa sebelum bekerja minimal membaca bismillah.
b. Berusaha mencintai pekerjaan
c. Ikhlas dalam menjalankannya
d. Selalu menerapkan nilai nilai islami dalam bekerja seperti: jujur,amanah,
tanggung jawab, dan kerja keras
e. Selalu ada pertimbangan antara kerja dengan ibadah
f. Ikhlas menerima hasil dan berani menanggung resiko dari pekerjaan yang
dilakukan
g. Siap menerima kritikan atau masukkan dari orang lain
BAB III
PENUTUP

 KESIMPULAN
Sistem Ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai islam. Semua sistem eko
nomi, termasuk sistem ekonomi Islam, memiliki tujuan yang sama, yaitu mengu
payakan pemuasan atas berbagai keperluan hidup masyarakat secara
keseluruhan. setiap sistem ekonomi bekerja diatas motif ekonomi yang sama,
yaitu berusaha mencapai hasil sebesar-besarnya dengan tenaga dan ongkos
seminim-minimnya.
Etos Kerja islam adalah sebuah aktivitas yang telah direncanakan dan dila
kukan tahap demi tahap agar bisa mendapatkan nilai lebih demi memenuhi kbut
uhan hidup serta memberikan manfaat bagi seluruh manusia. Etos kerja islami
memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah: baik dan bermanfaat, kualit
as kerja yang mantap, kerja keras, tekun dan kreativ, berkompetisi dan tolong-m
enolong, objektif (jujur), disiplin dan konsekuen, konsisteen dan istiqomah, perc
aya diri dan kemandirian, efisien dan hemat.
 SARAN
Setelah mempelajari tentang sistem ekonomi dalam Islam dan etos kerja
islam, hendaknya kita dapat meneerapkan sebuah prinsip-prinsip ekonomi dan I
slam. Dan kita juga tau mana yang baik dan mana yang tidak hendaknya kita bis
a memilah-milah tentang apa yang kita lakukan dengan menjalankan perintah-N
ya dan menjauhi tentang larangannya.
Sebagai umat Islam hendaknya kita rajin bekerja, namun tidak mengesam
pingkan aspek Islam didalamnya. Bekerja merupakan suatu kewajiban dalam ag
ama Islam, oleh karena itu kita harus menjalankan apa yang diperintahkan dala
m Islam.
DAFTAR PUSTAKA
https://ikumpul.blogspot.com/2013/05/pengertian-maksud-etos-kerja-islam-mus
lim.html
https://ekonomi-islam.com/pengertian-sistem-ekonomi-islam-serta-12-prinsip-p
enting-ekonomi-islam/
http://bonavenblog.blogspot.com/2017/07/7-tujuan-ekonomi-islam-yang-menda
sar.html
https://pengajar.co.id/etos-kerja-adalah/
https://www.academia.edu/33513655/SISTEM_EKONOMI_DAN_ETOS_KER
JA_DALAM_ISLAM_docx
https://www.slideshare.net/RiksaAdeli/etos-kerja-dalam-islam

Anda mungkin juga menyukai