Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH HUKUM ISLAM

HUKUM ISLAM DALAM HUBUNGANNYA DENGAN


PEREKONOMIAN

DiSusun Oleh:

2021040179 NABILA PRIMADINA


20210401180 JODI GENESARET

20210401181 JESSIKA ANGGLELY

20210401182 ANDRE DHARMANUSA

20210401183 ABDILLAH RACHMAT

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA

2021
KATA PENGHANTAR

Pertama saya mengucapkan puji syukur atas kehadirat Tuhan YME, atas segala kebesara dan
limpahan nikmat yang diberikanNya, sehingga kita dapat menyelesaikan penulisan makalah
“HUKUM ISLAM DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PEREKONOMIAN”.

Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan perihal “Perekonomian berkaitan
dengan Hukum Islam Dalam penulisan makalah ini, berbagai hambatan telah kami alami,
oleh karena itu, terselesaikannya penulisan makalah ini tentu saja bukan karena kemampuan
kita semata mata.

Namun karena adanya dukungan dan bantuan dari pihak pihak yang terkait dan
berpengalaman. Oleh karena itu, kami mohon maaf jika ada kesalahan yang sengaja maupun
tidak sengaja telah kami lakukan, dan kami juga sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran dari berbagai pihak agar nantinya bisa kita perbaiki untuk kedepannya. Terima kasih.

Tangerang, 8 July 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGHANTAR......................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN................................................................................................................................5
Latar Belakang................................................................................................................................5
A. Pertanyaan...............................................................................................................................6
B. Jawabannya..............................................................................................................................6
BAB II..................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN...................................................................................................................................7
A. Sistem Ekonomi Islam.............................................................................................................7
B. Hukum Islam dalam hubungannya dengan "Benda-benda"...............................................8
C. Hukum Islam Dalam Hubungan Dengam Hukum Waris..................................................10
D. Hak Milik dalam Perspektif Hukum Islam.........................................................................12
E. Hukum Islam dalam hubungannya dengan "Sistem Ekonomi Islam" dalam
hubungannya dengan masyarakat...............................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sistem Ekonomi di Indonsia tidak secara langsung disebut sebagai sistem Ekonomi Islam tetapi
Ekonomi Pancasila? pada dasamya sama saja, karena sistem yang dijalankannya diilhami dengan
nilai-nilai Islam, saat ini yang kita butuhkan adalah substansinya dengan tanpa menaiikan kulit luar
tetapi yang lebih urgen adalah esensinya. Islam melalui ajarannya telah memberikan kontribusi
pemikiran hukum-nya yang notabenenya di bidang ekonomi terhadap perjalanan ekonomi di
Indonesia, bentuk lebih kongkret yang bisa kita cermati secara nil, adanya Bank Syari'ah yang lebih
berkiprah di bidang perbankkan, dalam pemberdayaan modal umatpun telah ada koperasi (BMT) yang
mendukung ekonomi kerakyatan dengan orientasi kepada kesejahteraan bersama.

Menurut Prof. Ali Yafie dalam bukunya Fiqh Perdagangan Bebas; Islam memberikan sumbangsih
pemikiran dalam hal perkembangan ekonomi di Indonesia melalui:

1) pencerahan umat terhadap Moral dalam berekonomi, karena Islam lebih mengedepankan
ajaran Akhlaq.
2) Sistem Ekonomi yang diangkat oleh Islam di Indonesia adalah ekonomi yang berorientasi
kepada kesejahteraan bersama, adil dan demokratis.
3) Ekonomi Islam berusaha membuat ekonomi Indonesia mengangkat ekonomi rakyat kecil
menjadi berkembang; dengan bantuan kongkret pemberian modal yang lebih berpihak kepada
peminjam.
4) Barang hasil produk industri di Indonesia lebih di tekankan pada kualitas Halal dan Haram
berdasarkan dengan fatwa MUI.
5) Pembentukan sistem perdagangan MLM (Multi Level Marketing) yang lebih Islami oleh
sebagian Pengusaha Islam seperti, Ahad -Net, MQ-Net, Revell Global, Tianshi, dll.

Pandangan Ali Yafie ini cukup relevan dengan usaha umat Islam di Indonesia dalam membangun
perekonomian walaupun memang masih dalam tarap perkembangan karena memang bersaing dengan
ekonomi Liberal, Plural yang menghalalkan segala cara dengan orientasi kepuasaan monopoli.
A. Pertanyaan
1. Didalam lingkungan tempat tinggal, menjung-jung tinggi hak orang yang ada di sekitar dan
saling menghargai sesama: kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
2. Di lingkungan tempat kerja, perduli terhadap teman teman sekantor dan menjaga lingkungan
pekerjaan menjaga nama baik: kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Di tempat umum, bersikap adil terhadap semua orang karna semua manusia memiliki hak
yang sama: keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia

B. Jawabannya
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Ekonomi Islam


Sistem Ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek (pen era pan
ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kerlompok masyarakat maupun pemerintah /
penguasa dalam rangka mengorganisasi faktor produksi, distribusi, dan pemanfaatan barang, dan jasa
yang dihasilkan tunduk dalam peraturan / perundang-undangan Islam. (sunnatullah). Dengan
demikian sumber terpenting perundang-undangan perekonomian Islam adalah Al-quran dan Sunnah.
Namun demikian, sangat disayangkan hingga saat ini belum ada suatu literatur yang mengupas
tentang sistem ekonomi Islam secara menyeluruh. Memang sudah agak lama umat Islam mengalami
suatu penyakit pluralisme ekonomi (berada ditengah-tengah sistem ekonomi liberal, komunis, dan
sosialis). hal ini (pluralisme sistem ekonomi) muncul disebabkan oleh ketidak mampuan umat Islam
melahirkan suatu konsep sistem ekonomi Islam (menggabungkan sistem ekonomi dan syari'at).

Sistem Ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang mandiri dan terlepas dari sistem ekonomi
lainnya. Adapun yang membedakan sistem ekonomi islam dengan sistem ekonomi yang lain adalah
sebagimana diungkapkan oleh Suroso Imam Zadjuli dalam ahcmad Ramzy Tajodiin:

1. Asumsi dasar / norma pokok ataupun aturan main dalam proses maupun interaksi kegiatan
ekonomi yang diberlakukan. Dalam sistem ekonomi Islam yang menjadi asumsi dasamya
adalah "Syari 'at Islam". Syariat Islam tersebut diberlakukan secara menyeluruh baik terhadap
individu, keluarga, kelompok, masyarakat, usahawan, maupun penguasa/pemerintah dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk keperluan jasmani maupun rohani.
2. Prinsip Ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan alam.
3. Motif Ekonomi Islam adalah mencari " keberuntungan" di dunia dan di akhirat selaku
khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti yang luas.
Hal tersebut di dasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam perintah ajaran Islam
a. Ajaran Islam diajarkan secara totalitas dalam seluruh kegiatan umat Islam termasuk dalam
bidang ekonomi: "Hai orang-orang yang beriman! masuklah kepada Islam secara Kaffah
(keseluruhan/totalitas) dan janganlah kamu ikuti jejak langkah setan, sungguh ia bagimu
musuh yang nyata " (QS. Al-baqoroh :208).
b. Asas efisiensi dan menjaga kelestarian lingkungan: "Telah tampak kerusakan di darat dan
dilautan karena perbuatan tangan manusia supaya mereka kembali kejalanyang benar" (QS.
Ar-Ruum :41).
c. Motif ekonomi adalah keberuntungan di dunia dan akhirat: " Carialah pada apa yang
dianugearkan Allah kepadamu negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari
kehidupan duniawi dan berbuat baiklah sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu" (QS. AI-
Qassas: 77)

Berkaitan dengan dasar-dasar ekonomi Islam Gunawan Muhammad memberikan tawaran:

Pertama: Ekonomi Islam ingin mencapai masyarakat yang berkehidupan sejahtera di dunia dan
akhirat.

Kedua: Hak rnilik relatif perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan dipergunakan
untuk hal-hal yang halal pula.

Ketiga: Dilarang menimbun harta benda dan menjadikannya terlantar.

Keempat: Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang mi skin yang selalu meminta

Kelima: Pada batas tertentu hak milik tersebut dikenakan Zakat.

Keenam: Perniagaan diperkenankan akan tetapi riba dilarang.

Ketujuh: Tidak ada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerjasama, dan yang menjadi ukuran
perbedaan hanyalah prestasi kerja.

B. Hukum Islam dalam hubungannya dengan "Benda-benda"


Benda bergerak maupun tidak bergerak merupakan harta berupa amanah yang harus dipegang
menurut ketentuan hukum yang berlaku. Benda-benda yang dapat diperoleh dan dikumpulkan dengan
suatu tindakan dan berwujud materi disebut harta. Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada
di muka bumi ini, termasuk harta benda, adalah Tuhan. Kepemilikan oleh manusia relatif, untuk
melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya dan halal.

Benda berupa harta sebagi perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya
dengan baik tetapi tidak berlebihan. Dalam usaha memiliki benda berupa harta harus berusaha dan
tidak boleh melupakan ibadah dan zakat. Dalam hukum Islam melarang usaha yang haram seperti
kegiatan riba, perjudian, berjual beli barang haram, mencuri, merampok, penggasaban, melalui cara-
cara yang batil dan merugikan, dan melalui suap-menyuap.
Banyak ayat Al-Qur’an yang menyerukan penggunaan kerangka kerja perekonomian Islam,
diantaranya Surah Al-Baqarah ayat 60 dan Al- Maa’idah ayat 87 – 88 dalam penentuan dalam bidang
ekonomi. Hal ini mendorong penganutnya untuk menikmati karunia yang telah diberikan dan
didayagunakan untuk meningkatkan pertumbuhan. Islam mendorong penganutnya berjuang untuk
mendapatkan materi atau benda dengan cara yang benar.

Pembagian Jenis-jenis Harta

1. Harta Mutaqawwim dan Harta Ghair al -mutaqawwim Harta mutaqawwim ialah segala
sesuatu yang dapat dikuasai dengan pekerjaan dan dibolehkan syara’ untuk
memanfaatkannya. Maksud pengertian harta ghair al-Mutaqawwim merupakan kebalikan dari
harta mutaqawwim, yakni segala sesuatu yang tidak dapat dikuasai dengan pekerjaan dan
dilarang oleh syara’ untuk memanfaatkannya.
2. Mal Mitsli dan Mal Qimi harta mitsli dan qimi sebagai sesatu yang memiliki persamaan atau
kesetaraan di pasar, tidak ada perbedaan yang pada bagian bagiannya atau kesatuannya. harta
yang ada duanya atau dapat ditukar dengan hal serupa dan sama disebut mitsli dan harta yang
tidak duanya atau berbeda secara tepat disebut qimi.
3. Mal Istihlak dan Mal Isti’mal harta istihlak merupakan harta yang penggunaannya hanya
sekali pakai sedangkan harta isti’mal harta yang penggunaannya bisa berkali-kali pakai.
4. Mal Manqul dan Mal Ghair al-Manqul harta manqul yaitu harta yang dapat dipindahkan dan
diubah dari tempat satu ketempat yang lain, baik tetap pada bentuk dan keadaan semula
ataupun berubah bentuk dan keadaannya dengan perpindahan dan perubahan tersebut.
Sedangkan harta ghair al-manqul maksudnya segala sesuatu yang tetap (harta tetap), yang
tidak mungkin dipindahkan dan diubah posisinya dari satu tempat ketempat yang lain
menurut asalnya, seperti kebun, rumah, pabrik, sawah dan lainnya.
5. Harta ‘Ain dan Dayn harta ‘ain yaitu harta yang berbentuk. sedangkan, harta dayn harta yang
menjadi tanggung jawab seperti uang yang dititipkan ke orang lain.
6. Harta Nafi’I harta nafi’i yaitu harta yang tidak berbentuk
7. Harta Mamluk, Mubah dan Mahjur harta mamluk yaitu harta yang statusnya memilikik
kepemilikian baik individu, umum atau negara. harta mubah yaitu hukum harta pada asalnya
yaitu tidak ada yang memiliki. sedangkan, harta mahjur yaitu harta yang tidak boleh
dimilikioleh pribadi.
8. Harta Dapat Dibagi dan Tidak Dapat Dibagi pembagian harta ini didasari oleh potensi harta
menimbulkan kerugian atau kerusakan apabila dibagikan. harta yang dapat dibagi yaitu harta
tidak menimbulkan kerugian atau kerusakan apabila dibagikan seperti beras. sedangkan, harta
yang tidak dapat dibagi yaitu harta menimbulkan kerugian atau kerusakan apabila dibagikan
seperti benda-benda mewah.
9. Harta Pokok dan Hasil harta pokok ialah harta yang mungkin menumbulkan harta lain atau
dalam istilah ekonomi disebut harta modal.
10. Harta Khas dan ‘Am harta khas yaitu harta milik individu yang tidak boleh diambil
manfaatnya jika tidak direstui pemiliknya. sedangkah harta am yaitu harta milik umum yang
dibebaskan dalam mengambil manfaatnya.

C. Hukum Islam Dalam Hubungan Dengam Hukum Waris


Hukum kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkenaan dengan
peralihan hak dan/atau kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia kepada
ahli warisnya. Terdapat beberapa istilah dalam pengaturan waris berdasarkan hukum Islam sebagai
berikut.

a. Waris, yaitu orang yang berhak menerima warisan. Orang tersebut mendapatkan hak waris
atas hubungan perkawinan atau hubungan darah.
b. Muwaris, adalah orang yang mewariskan benda peninggalannya dikarenakan orang tersebut
meninggal dunia, baik secara hakiki atau berdasarkan putusan pengadilan dalam hal orang
yang hilang dan tidak diketahui kabar berita dan domisilinya
c. Tirkah, artinya keseluruhan harta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum diambil
sebagian untuk keperluan pemeliharaan jenazah, pelunasan hutang, dan pelaksanaan wasiat
d. Al-Irs, yakni harta warisan yang akan segera dibagikan ahli waris sesudah diambil
sebagiannya untuk keperluan pemeliharaan jenazah, pelunasan hutang, dan pelaksanaan
wasiat dan
e. Warasah, merupakan harta warisan yang telah diterima masing-masing ahli waris.

Hukum waris tidak hanya diatur dalam ketentuan hukum Islam, melainkan pula terdapat
pengaturannya tersendiri berdasarkan hukum barat pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHP) dan hukum adat. Perihal waris yang dibahas dari perspektif hukum Islam disebut pula hukum
mawaris yang tergolong kedalam ilmu faraid. Menurut Syekh Zainuddin bin Abd Aziz, kata faraid
merupakan bentuk majemuk dari faridah yang artinya difardukan (kepastian); sedangkan menurut
syara dalam hubungannya disini adalah bagian yang ditentukan untuk ahli waris.

1) Pengertian Waris Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak
kepemilikan harta peninggalan (Tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak
menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. Para ahli hukum Indonesia masih
memiliki perbedaan pendapat terkait istilah “hukum kewarisan”; Wirjono Prodjodikoro
menggunakan istilah hukum warisan, Haziran menggunakan hukum waris, dan lain
sebagainya.
2) Sumber Hukum Waris Islam Waris merupakan salah satu bagian dari pengaturan hukum
Islam yang bersumber sebagaimana sumber hukum Islam. Sumber hukum Islam tersebut
adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Ijtihad. Al-Quran adalah suatu kitab yang berisikan
wahyu-wahyu yangditerima oleh Nabi Muhammad S.A.W. Salah satu perihal yang diatur
dalam Al-Qur’an adalah mengenai hukum waris.
3) Asas-asas Hukum Waris Sebagaimana hakikat hukum, kewarisan memiliki asas-asas yang
bersifat abstrak dan umum sebagai dasar filosofis hukum waris. Asasasas hukum waris
dijelaskan sebagai berikut.
a. Asas Ijbari (Memaksa), yaitu suatu warisan harus dialihkan kepada ahli waris dan
pewaris tidak dapat melakukan penolakan atas pengalihan harta sebagaimana
demikian.
b. Asas bilateral, yaitu mengehendaki setiap orang menerima hak waris dari ke dua
belah pihak: pihak garis keturunan laki-laki dan pihak garis keturunan wanita.
c. Asas Individual, yaitu suatu warisan dibagikan untuk dimiliki secara perseorangan
masingmasing ahli waris.
d. Asas Keadilan Berimbang, yaitu keseimbangan antara hak yang diperoleh seseorang
dengan kewajiban yang harus ditunakiannya terkait harta warisan yang diterima.
e. Asas Kematian, yaitu harta seseorang secara sah dialihkan kepada ahli warisnya
setelah prang tersebut meninggal dunia.
4) Syarat dan Rukun Waris Syarat adalah sesuatu yang tergantung pada keberadaan hukum
syar’i diluar hukum yang ketiadaannya menyebabkan ketiadaan suatu hukum, sedangkan
rukun adalah unsur yang merupakan bagian dari suatu perbuatan yang menentukan sah atau
tidaknya perbuatan tersebut. Syarat-syarat kewarisan adalah matinya orang yang mewariskan
(muwarrist), hidupnya ahli waris di saat kematian muwarrist, dan tidak adanya penghalang-
penghalang mewarisi. Syarat-syarat kewarisan selanjutnya dijelaskan pada bagian Ahli Waris
dalam tulisan ini. Adapun terdapat 3 (tiga) rukun pembagian warisan yakni sebagai berikut.
a. Al-Muwarrist, yaitu orang yang mewarisi harta peninggalannya. Syarat al-Muwaris
yaitu dinyatakan telah meninggal secara hakiki, yuridis (hukmi), ataupun berdasarkan
perkiraan. Maksud dari perkiraan tersebut adalah saat-saat mendekati kematian
seseorang, misalnya seseorang yang oleh dokter divonis meninggal dalam waktu tiga
bulan karena penyakit yang diidapnya tidak dapat disembuhkan dan lain sebagainya.
b. Al-Waris, yaitu orang yang dinyatakan mempunyai hubungan kekerabatan
berdasarkan hubungan darah maupun hubungan perkawinan dan berhak mendapatkan
harta yang ditinggalkan al-muwarrist
c. Al-Maurus, yakni harta peninggalan pewaris setelah dikurangi biaya perawatan
jenazah, pelunasan hutang, dan pelaksanaan wasiat.
5) Ahli Waris Dasar pewarisan yang memberi ketentuan mengenai sebab-sebab penerimaan hak
waris menurut ketentuan hukum Islam adalah berdasarkan 2 (dua) hal, yakni adanya
hubungan antar pewaris dan ahli waris terkait kekerabatannya ataupun perkawinannya.
Hubungan kekerabatan dalam hal pewarisan adalah hubungan yang persaudaraan sedarah atau
antara orang tua dengan anak-anaknya, sedangkan hubungan perkawinan merupakan
hubungan yang dihasilkan atas adanya ikatan antara suami dan istri. Hal tersebut dijelaskan
pada Q.S. An-Nisa Ayat 7 yang memberikan ketentuan bahwa anak laki-laki memiliki hak
bagian dari harta peninggalan ibu, bapak, dan kerabatnya serta memberikan hak bagi wanita
terhadap harta yang ditinggalkan ibu, bapak, dan kerabatnya sesuai ketentuan yang
diberlakukan.

D. Hak Milik dalam Perspektif Hukum Islam


Dalam istilah teknis hukum Islam, fiqh mu’amalah diartikan sebagai bagian dari hukum Islam
yang mengatur hubungan-hubungan keperdataan antarmanusia. Jadi fiqh mu’amalah dapat
dikatakan sebagai hukum perdata Islam. Namun fiqh mu’amalah sebagai hukum perdata Islam
lebih sempit ruang lingkupnya daripada hukum perdata dalam istilah ilmu hukum pada umumnya.
Dalam hukum perdata Islam (fiqh mu’amalah) tidak tercakup hukum keluarga. Dalam hukum
Islam, hukum keluarga merupakan cabang hukum tersendiri yang berada di luar hukum perdata
(fiqh muamalat). Fiqh mu’amalah (hukum perdata Islam) hanya meliputi hukum benda
(nazariyyatul-amwal wa-milkiyyah) dan hukum perikatan (nazariyyatul-iltizam).

Dalam hukum benda dipelajari, antara lain pengertian benda (al-mal) dan macam- macamnya;
hak dan pendukungnya, yang meliputi konsep hak dan kewajiban, macam- macam hak, pendukung
hak dan kecakapannya; hak milik, yang meliputi; konsep hak milik, macam-macam hak milik dan

sumber-sumber pemilikan atau cara-cara memperoleh hak milik.1 Dalam tulisan berikut akan
diuraikan secara singkat tentang sumber-sumber hak milik dalam perspektif hukum Islam. Namun
demikian, sebagai kelengkapan dari pembahasan tersebut dalam tulisan ini juga dikemukakan
tentang pengertian hak milik, macam-macam hak milik, dan hal-hal yang terkait erat dengan hak
milik. Milik secara bahasa berarti penguasaan terhadap sesuatu, atau sesuatu yang dimiliki.
Hubungan seseorang dengan sesuatu harta yang diakui oleh syara’ yang menjadikannya
mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta tersebut sehingga ia dapat melakukan tindakan
hukum terhadap harta itu, kecuali ada halangan syara’

Ada beberapa definisi milik yang dikemukakan ulama fiqh, namun esensinya sama. Milik

adalah pengkhususan terhadap suatu benda yang memungkinkannya untuk bertindak hukum
terhadap benda tersebut sesuai dengan keinginannya selama tidak ada halangan syara’ serta
menghalangi orang lain untuk bertindak hukum terhadap benda tersebut. Artinya, benda yang
dikhususkan kepada seseorang sepenuhnya berada dalam penguasaannya. Sehingga orang lain
tidak bisa bertindak dan memanfaatkannya. Pemilik harta tersebut bebas untuk bertindak hukum
terhadap hartanya, seperti jual beli, hibah, wakaf dan meminjamkannya kepada orang lain, selama
tidak ada halangan dari syara’. Contoh halangan syara’ misalnya orang tersebut belum cakap
bertindak hukum (seperti anak kecil dan orang gila) atau kecakapan hukumnya hilang (seperti
jatuh pailit) sehingga dalam hal-hal tertentu ia tidak dapat bertindak hukum terhadap milik

sendiri.3

Sedangkan hak milik menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata didefinisikan sebagai
hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas
terhadap kebendaan tersebut dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan
undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak
menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain, kesemuanya dengan tidak mengurangi
kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-
undang dan dengan pembayaran ganti rugi.

Dari segi sifat kepemilikan terhadap harta, ulama fiqh membagi pemilikan kepada dua bentuk.

1. Milik sempurna (al-milk at-tamm), yaitu apabila materi dan manfaat harta dimiliki
sepenuhnya oleh seseorang sehingga seluruh hak yang terkait dengan harta berada di
bawah penguasaannya. Milik seperti ini bersifat mutlak, tidak dibatasi masa, dan tidak bisa
digugurkan orang lain. Misalnya, orang yang memiliki sebuah rumah akan berkuasa penuh
terhadap rumah itu dan bisa memanfaatkannya secara bebas.

2. Milik tidak sempurna (al-milk an-naqis), yaitu apabila seseorang hanya menguasai materi
harta tetapi manfaatnya dikuasai orang lain. Ulama fiqh menyatakan bahwa pemilikan
manfaat (al-milk an-naqis) dapat terjadi melalui lima cara, yaitu: al-I’arah (pinjam-
meminjam: akad terhadap pemilikan manfaat tanpa ganti rugi ), ijarah (sewa-menyewa;
pemilikan manfaat dengan kewajiban membayar ganti rugi/sewa), wakaf (akad pemilikan
manfaat untuk kepentingan orang yang diberi wakaf sehingga ia boleh memanfaatkan
seizinnya, wasiat (akad yang bersifat pemberian sukarela dari pemilik harta kepada orang
lain tanpa ganti rugi yang berlaku setelah yang memberi wasiat wafat), dan ibahah
(penyerahan manfaat milik seseorang kepada orang lain, seperti mengizinkan seseorang
menimba air dari sumurnya dan menyediakan harta untuk kepentingan umum). Perbedaan
al-milk at-tamm dengan al-ibahah adalah bahwa dalam al-milk at-tamm seseorang
bertindak terhadap miliknya tanpa harus mintak izin kepada siapa pun, sedangkan dalam
al-ibahah harta seseorang hanya dapat dimanfaatkan orang lain atas dasar izin pemiliknya
atau izin umum yang ditentukan terhadap harta jika harta itu merupakan milik bersama
Sebagain penutup dari uraian-uraian terdahulu tulisan ini dapat dikemukakan kesimpulan sebagai
berikut

1. Konsep dasar hak milik dalam hukum Islam memiliki keunikan tersendiri jika
dibandingkan dengan konsep serupa dalam hukum perdata, paham kapitalisme dan paham
sosialis. Karakteristik tersebut dapat dilihat baik segi pengertian, macam, pemanfaatan
antara hak individu dan hak kolektif maupun sumber-sumber untuk memperoleh hak
milik.

2. Sumber-sumber yang dapat dijadikan dasar untuk memperoleh hak milik dalam hukum
Islam antara lain adalah ihraz al-mubahat, akad, khalafiyat dan tawallud min mamluk.

3. Sebagai sumber untuk memperoleh hak milik dalam hukum Islam sudah saatnya
dikembangkan bentuk dan jenis akad baru sesuai dengan kandungan asas kebebasan
berkontrak dalam hukum Islam dan dalam rangka mengantisipasi perkembangan
mu’amalah mu’asirah. Dengan demikian tidak hanya terpaku pada bentuk dan jenis akad
yang ada dalam kitab-kitab fiqh. Adanya akad baru tersebut dapat dibenarkan asalkan
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam.

E. Hukum Islam dalam hubungannya dengan "Sistem Ekonomi Islam" dalam


hubungannya dengan masyarakat
Di dalam ruang lingkup sistem ekonomi Islam terdapat tantangan dan hambatan yang
nantinya akan membangun kegiatan ekonomi yang dijalankan. Berikut ini terdapat beberapa ruang
lingkup sistem ekonomi Islam, yaitu:

a. Ba’I: Praktik jual beli antara benda dengan benda atau pertukaran benda dengan dengan
benda lain.
b. Akad: Persetujuan atau kesepakatan antara kedua pihak atau lebih dalam melakukan jual beli.
c. Syirkah: Kerja sama terkait permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu
antara dua orang atau lebih yang pembagian keuntungannya berdasarkan nisbah.
d. Mudharabah: Kerja sama dalam usaha tertentu yang pembagian keuntungannya berdasarkan
nisbah. Kerja sama ini dilakukan antara pemilik dana dan pengelola modal.
e. Muzaraah: Kerja sama antara pemilik lahan dengan penggarap untuk mengerjakan tanah atau
ladang yang mana imbalannya berupa seperempat atau sepertiga hasil dari lahan tersebut.
f. Musaqah: Kerja sama ini dilakukan oleh pemilik dan pemelihara tanaman yang pembagian
nisbahnya telah disepakati kedua pihak.
g. Khiyar: Hak yang dimiliki penjual atau pembeli untuk meneruskan akad jual beli atau ingin
membatalkannya.
h. Ijarah: Transaksi sewa barang dalam jangka waktu tertentu dengan melakukan pembayaran.
i. Istishna’: Kegiatan jual beli yang memiliki persyaratan tertentu dan sudah disepakati oleh
pemesan dan penjual.
j. Rahn (Gadai): Perjanjian utang piutang dengan dengan adanya barang sebagai jaminan atas
utang.
k. Wadi’ah: Penitipan dana atau barang dari pihak pemilik dana ke pihak penerima titipan, yang
menuntut penerima titipan menjaga dana atau barang tersebut.
l. Wakalah: Memberikan kuasa ke pihak lain untuk mengerjakan sesuatu.
m. Ta’min (Asuransi): Usaha saling melindungi antara sejumlah orang atau pihak melalui
investasi dalam bentuk aset yang memberikan pengembalian untuk menghadapi risiko
tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariat.
n. Qardh: Pinjaman yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama dalam waktu tertentu,
hal ini sudah disepakati bersama.
o. Ba’I Al-Wafa: Istilah Ba’I Al-Wafa artinya jual beli yang dilangsungkan dengan syarat.
Barang yang dijual dapat dibeli kembali oleh penjual bila tenggang waktu yang disepakati
telah datang

Konsep yang digunakan dalam Islam adalah konsep Ekonomi syariah. Ekonomi syariah
merupakan sebuah konsep ekonomi yang dijalankan berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip ajaran
Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah, yang berorientasi pada pencapaian ridla Allah.
Dalam hal ini, pencapaian ridla Allah adalah sebagai titik berangkat dari lahirnya ekonomi syariah.
Dan untuk ciri ciri dari ekonomi syariah ini yaitu :

1. Menggabungkan antara nilai sipiritual dan material.


2. Memberikan kebebasan sesuai ajaran Islam.
3. Mengakui kepemilikan multi jenis.
4. Menjaga keseimbangan rohani dan jasmani.
Lalu tujuan dari ekonomi syariah ini adalah memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia.
Nilai Islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan muslim saja, tetapi seluruh mahluk hidup di
muka bumi.

Kekurangan Sistem Ekonomi Islam

Sistem ekonomi Islam memang masih terbilang baru sebab baru dimulai pada pertengahan
abad kedua puluh. Pada dasarnya praktik dan tujuan dari sistem ekonomi Islam sendiri sudah ada
sejak lahirnya agama Islam.

Berikut ini beberapa keunggulan dari sistem ekonomi Islam, yaitu:


1. Menggunakan Moral dan Etika Sistem ekonomi Islam menggunakan serangkaian
moral dan etika. Di dalam sistem ini juga terdapat norma yang harus ditaati oleh para
pelaku kegiatan ekonomi.
2. Berdasar pada Keadilan Sistem ekonomi Islam memiliki asas utama yang wajib
dipatuhi dan dijalankan yaitu asas keadilan. Dalam Islam terdapat batasan fungsional
untuk menciptakan kesetaraan dan kesejahteraan ekonomi.
3. Kebebasan dalam Pengambilan Keputusan Sistem ini mempunyai kebebasan dalam
mengambil suatu keputusan yang mengacu pada nilai-nilai tauhid. Kebebasan ini
besar harapannya untuk mengoptimalkan kemampuan hubungan ekonomi tanpa
didasari paksaan siapapun.

Selain memiliki keunggulan, sistem ekonomi Islam juga memiliki kekurangan, sebagai berikut:

1. Perkembangan Literatur Ekonomi Islam Berjalan Lambat


Perkembangan literatur Islam yang menggunakan teks bahasa Arab berjalan sangat lambat.
Pandangan masyarakat tidak berubah ke literatur Islam karena banyak bermunculan literatur
ekonomi konvensional. Pandangan tersebut menyebabkan masyarakat berpikir bahwa
penyelesaian masalah ekonomi hanya dapat dilakukan dengan menggunakan sistem ekonomi
konvensional. Akibatnya, seluruh perilaku manusia dipengaruhi oleh sistem ekonomi
konvensional,
2. Praktik Ekonomi Konvensional Lebih Dikenal Masyarakat
Praktik ekonomi konvensional sudah dikenal terlebih dahulu dibanding ekonomi Islam.
Aspek kehidupan manusia telah disentuh oleh ekonomi konvensional, mulai dari produksi,
distribusi hingga konsumsi barang atau jasa. Sistem ekonomi Islam adalah sistem baru, pasti
ada kesulitan dalam memasukkan paham ini ke kegiatan ekonomi.
3. Tidak Ada Gambaran Ideal Negara yang Menggunakan Sistem Ekonomi Islam
Walaupun beberapa negara di Timur Tengah sudah menggunakan sistem ekonomi Islam
sebagai pedoman pemerintahannya, akan tetapi mereka belum mampu menjalankannya secara
penuh dan profesional. Akibatnya negara-negara tersebut pertumbuhannya ekonominya lebih
lambat dibanding negara-negara Eropa. Maka dari itu banyak negara yang masih menimbang-
nimbang tentang penggunaan sistem ekonomi ini.

Anda mungkin juga menyukai