Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH EKONOMI ISLAM

Oleh:
Elsya Marika
Irma Nurul Aini
Balqis Dwi Fadillah

UNIVERSITAS AL WASHLIYAH (UNIVA)


FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
KATA PENGANTAR

Puji dan puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Shalawat dan salam
selalu tercurah kepada junjungan kita baginda Rasulullah SAW, yang telah
membawa manusia dari alam jahiliah menuju alam yang berilmu seperti sekarang
ini.
Makalah ini dapat hadir seperti sekarang ini tak lepas dari bantuan banyak
pihak. Untuk itu sudah sepantasnyalah kami mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besar buat mereka yang telah berjasa membantu kami selama proses
pembuatan makalah ini dari awal hingga akhir.
Namun, kami menyadari bahwa makalah ini masih ada hal-hal yang belum
sempurna dan luput dari perhatian kami. Baik itu dari bahasa yang digunakan
maupun dari teknik penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan
kerendahan hati, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
sekalian demi perbaikan makalah ini ke depannya.
Akhirnya, besar harapan kami makalah ini dapat memberikan manfaat
yang berarti untuk para pembaca. Dan yang terpenting adalah semoga dapat turut
serta memajukan ilmu pengetahuan.

Medan, 16 Juni 2022


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………...i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ekonomi Islam……………………………………………2
B. Sejarah Ekonomi Islam……………………………………………….3
C. Jenis-jenis Ekonomi Islam……………………………………………5
D. Tujuan Prinsip Ekonomi Islam……………………………………….8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………..14
B. Saran…………………………………………………………………14
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pandangan Islam terhadap masalah kekayaan berbeda dengan
pandangan Islam terhadap masalah pemanfaatan kekayaan. Menurut Islam,
sarana-sarana yang memberikan kegunaan adalah masalah lain. Karena itu,
kekayaan dan tenaga manusia, dua duanya merupakan kekayaan sekaligus
sarana yang biasa memberikan kegunaan atau manfaat. Sehingga, kedudukan
kedua-duanya dalam pandangan Islam, dari segi keberadaan dan produksinya
dalam kehidupan, berbeda dengan kedudukan pemanfaatan serta tata cara
perolehan manfaatnya.
Prinsip utama dalam sistem ekonomi Islam yang diisyaratkan dalam
Al- Quran. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewah, bermakna juga bahwa
tindakan-tindakan ekonomi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan bukan
memuaskan keinginan. Menjalankan usaha-usaha yang halal dari produk atau
komoditi, manajemen, proses produksi hingga proses sirkulasi atau distribusi
haruslah ada dalam kerangka halal. Usaha-usaha tadi tidak boleh bersentuhan
dengan judi dan spekulasi atau tindakan-tindakan lainnya yang dilarang secara
syariah. Meskipun begitu ada kaidah hukum dalam Islam yang cukup menjadi
rujukan dalam beraktivitas ekonomi, yaitu pada dasarnya aktivitas apa pun
hukumnya boleh sampai ada dalil yang melarang aktivitas itu secara syariah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah:
1. Apa definisi ekonomi Islam?
2. Bagaimana praktik ekonomi Islam?
3. Bagaimana karakteristik ekonomi Islam?
4. Bagaimana prinsip ekonomi Islam?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ekonomi Islam


Secara epistemologi ekonomi Islam dibagi menjadi dua disiplin ilmu,
yang pertama yaitu ekonomi Islam normatif, yaitu studi tentang hukum-
hukum syariah Islam yang berkaitan dengan urusan harta benda. Cakupannya
adalah kepemilikan, pemanfaatan kepemilikan, dan distribusi kekayaan
kepada masyarakat. Bagian ini merupakan pemikiran yang terikat nilai, karena
diperoleh dari sumber nilai Islam yaitu Al-Quran dan As-Sunah melalui
metode istinbat hukum. Kedua, ekonomi Islam positif, yaitu studi tentang
konsep-konsep Islam yang berkaitan dengan urusan-urusan harta benda,
khususnya yang berkaitan dengan produksi barang dan jasa. Cakupannya
adalah segala macam cara dan sarana yang digunakan dalam proses produksi
barang dan jasa. Bagian ini tidak harus mempunyai dasar konsep dari Al-
Quran dan As-Sunah, tapi cukup disyaratkan tidak boleh bertentangan dengan
Al-Quran dan As-Sunah.
Segala aturan yang diturunkan Allah SWT dalam sistem Islam
mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta
menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-
Nya. Demikian halnya dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu
manusia mencapai kemenangan di dunia dan akhirat.
Islam memiliki seperangkat tujuan dan nilai yang mengatur seluruh
aspek kehidupan manusia, termasuk di dalamnya urusan sosial, politik, dan
ekonomi. Dalam hal ini tujuan Islam pada dasarnya ingin mewujudkan
kebaikan hidup di dunia dan akhirat. Permasalahan ekonomi yang merupakan
bagian dari permasalahan yang mendapatkan perhatian dalam ajaran Islam,
tentu memiliki tujuan yang sama yakni tercapainya kemaslahatan di dunia dan
akhirat. Adapun tujuan ekonomi Islam antara lain:
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi
masyarakat dan lingkungannya.

2
3

2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup


aspek kehidupan dibidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya kemaslahatan yang mencakup, keselamatan keyakinan
agama, keselamatan jiwa, keselamatan akal, keselamatan keturunan dan
keluarga serta keselamatan harta benda.
Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai sebuah studi tentang
pengelolaan harta benda menurut perspektif Islam. Ekonomi Islam merupakan
ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur
berdasarkan peraturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana
dirangkum dalam rukun Islam dan rukun iman. Ilmu ekonomi Islam
merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah
ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.

B. Sejarah Ekonomi Islam


Sejarah ekonomi Islam berawal dari di angkatnya Muhammad sebagai
utusan Allah pada usia ke 40. Rasulullah mengeluarkan berbagai kebijakan
yang selanjutnya diikuti dan diteruskan oleh pengganti-penggantinya yaitu
Khulafaur Rasyidin. Pemikiran ekonomi Islam didasarkan atas Al-Quran dan
al-hadits.
Rasulullah membentuk majelis syura yang sebagian bertugas mencatat
wahyu, kemudian pada 6 H sekretaris telah terbentuk. Demikian juga delegasi
ke negara-negara lain. Masalah kerumahtanggaan diurus oleh Bilal. Orang-
orang ini mengerjakan tugas dengan sukarela tanpa gaji. Tentara formal tidak
ada di masa ini, tentara tidak mendapat gaji tetap, Mereka mendapat ganimah
sebelum turunnya Surat Al-Anfal ayat 41 yang menjelaskan orang-orang yang
berhak mendapat bagian ganimah.
Pada masa Rasulullah, sistem ekonomi yang diberlakukan adalah
sistem ekonomi yang telah disyariatkan dalam Islam. Sistem ekonomi di
zaman Rasulullah sangat kompleks dan sempurna meskipun pada masa
setelahnya tetap dilakukan perbaikan. Jenis-jenis kebijakan baik pendapatan
dan pengeluaran keuangan di masa Rasulullah lebih terfokus pada masa
4

perang dan kesejahteraan rakyat. Tidak seperti saat ini bahwa kebijakan-
kebijakan ekonomi lebih difokuskan pada pencarian keuntungan. Sejarah
ekonomi Islam pada dasarnya bersumber dari ide dan praktik ekonomi yang
dilakukan oleh Muhammad Saw. dan para Khulafaur Rasyidin serta pengikut-
pengikutnya sepanjang zaman. Diversifikasikan praktik ekonomi yang
dilakukan masyarakat Muslim setelah masa Muhammad Saw., bisa dianggap
sebagai acuan sejarah ekonomi Islam selama tidak bertentangan dengan ajaran
Islam.
Perekonomian di zaman Khulafaur Rasyidin banyak diwarnai dengan
perluasan wilayah kekuasaan dan inovasi-inovasi dalam bidang ekonomi.
Seperti pada zaman Khalifa Umar bin Khattab di mana beliau memfungsikan
secara optimal BMT dan membentuk Diwan Islam yang pertama. Salah
seorang ekonom pada periode pertama adalah Abu Yusuf. Kitabnya yang
berjudul Al-Kharaj, banyak membahas ekonomi publik, khususnya tentang
perpajakan dan peran negara dalam pembangunan ekonomi. Kitab ini
mencakup berbagai bidang antara lain: tentang pemerintahan, keuangan
negara, pertanahan, perpajakan dan peradilan.
Pada periode berikutnya, hadir Al-Ghazali dengan kitabnya yang
berjudul Ihya ‘Ulum al-Din. Bahasan ekonomi Al-Ghazali mencakup aspek
luas, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi: pertukaran dan evolusi
pasar, produksi, barter dan evolusi uang, serta peranan negara dan keuangan
publik.
Kemudian diikuti dengan lahirnya Mohd. Iqbal, dalam karyanya, Puisi
dari Timur, ia menunjukkan tanggapan Islam terhadap kapitalisme Barat dan
reaksi ekstrem dari komunisme. Sedangkan pada periode kontemporer
hadirlah ekonom-ekonom, seperti Umer Chapra, Mannan dan lain-lain.
Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran ekonomi Islam sudah lahir
sejak jaman Rasulullah, dan mempunyai aturan yang baik dan jelas. Banyak
pemikiran-pemikiran tersebut yang di adopsi oleh sistem perekonomian Barat,
dan banyak pula yang kemudian seperti terlahir dari Barat, karena banyak hal
yang disemukan.
5

Pemikiran ekonomi di kalangan pemikir Muslim banyak mengisi


khazanah pemikiran ekonomi dunia pada masa di mana Barat masih dalam
masa kegelapan (dark age). Pada masa tersebut dunia Islam justru mengalami
puncak kejayaan dalam berbagai bidang.
Sejarah membuktikan bahwa para pemikir Muslim merupakan
penemu, peletak dasar dan pengembang dalam berbagai bidang ilmu. Nama-
nama pemikir Muslim bertebaran di sana-sini menghiasi arena ilmu-ilmu
pengetahuan. Baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Mulai dari
filsafat, matematika, astronomi, ilmu optik, biologi, kedokteran, sejarah,
sosiologi, psikologi, pedagogi, sampai sastra. Termasuk juga, tentunya ilmu
ekonomi.

C. Jenis-jenis Ekonomi Islam


1. Syirkah
Salah satu macam-macam muamalah yaitu syirkah. Syirkah dalam
arti bahasa adalah kerja sama, kongsi, atau bersyarikat. Syirkah pada
praktiknya dalam kegiatan ekonomi merupakan suatu usaha untuk
menggabungkan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan
bersama, sumber daya yang dimaksud bisa berupa modal uang, keahlian,
bahan baku, jaringan kerja, dan dilakukan oleh dua orang atau lebih
Dalam ekonomi konvensional akad ini biasa disebut joint venture.
Tidak ada perbedaan secara signifikan pada akad ini kecuali bahwa dalam
ekonomi Islam kegiatan usaha tidak boleh melanggar aturan syariat dan
negara seperti perkongsian untuk kartel narkoba, minuman keras, atau jual
beli komoditas yang diharamkan agama.
2. Mudarabah
Adalah akad untuk mengikat kerja sama antara dua pihak yaitu
pemodal (sahib al-mal) dan pelaksana usaha (mudharib), akad mudarabah
juga disebut bagi hasil bagi sebagian orang. Caranya dengan menentukan
berapa persen bagian keuntungan yang akan diterima oleh kedua pihak.
6

Mudharib wajib mengembalikan modal yang dipinjamkan dan


membayarkan bagian keuntungan yang telah ditentukan dengan tenggat
waktu atau masa kontrak yang disetujui atau tanpa masa kontrak.
Mudharib wajib mengikuti aturan yang telah di sepakati kedua belah
pihak, semisal apabila pemodal menghendaki mudharib untuk tidak
menjual komoditas tertentu misalnya, akan tetapi tetap menjualnya maka
mudharib menanggung risiko penuh atas modal yang dipinjamnya.
Bagi pemodal atau sahib al-mal, ia menanggung risiko kehilangan
modal yang ditanamnya, aset yang dibeli menggunakan uangnya
merupakan milik pemodal. Apabila mudharib melanggar kontrak maka
mudharib wajib menanggung risiko penuh untuk mengganti modal yang ia
pinjam.
Dalam akad mudarabah besaran nominal keuntungan tidak
ditentukan di awal perjanjian, akan tetapi porsi keuntungan atau persentase
yang didapat yang di tentukan di awal.
3. Jual beli (bai’ al murabahah)
Adalah akad yang berlaku untuk mengikat penjual dan pembeli
dengan adanya penyerahan kepemilikan antara pedagang dan pembeli.
Ayat Al-Quran terkait jual beli:
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perniagaan) dari tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat,
berzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berzikirlah (dengan
menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan
sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang
sesat. ( Quran: al Baqarah: 198).
Beberapa akad yang ada dalam transaksi jual beli (bai’ al
murabahah):
a. Bissamanil ajil, yaitu transaksi jual beli barang dengan harga yang
berbeda antara kontan dan angsuran. Hal ini dapat kita temukan pada
pembelian kredit barang semisal kendaraan bermotor, handphone, dan
sebagainya. Yang tidak diperbolehkan pada transaksi ini adalah
7

penambahan bunga yang naik turun sehingga membuat harga jual naik
turun selama proses angsuran. Akan tetapi boleh untuk memberikan
margin keuntungan tertentu dari harga kontan yang disepakati di awal.
b. Salam, yaitu jual beli barang secara tunai dengan penyerahan barang
ditunda sesuai kesepakatan. Semisal seorang eksportir mebel Jepara
yang akan mengekspor mebel ke luar negeri dengan jumlah barang
yang besar. Hal ini tentu akan memberatkan pengrajin mebel yang
memiliki kapasitas produksi dan modal yang kecil, sehingga eksportir
membayar di depan sebagai modal awal.
c. Istisna, yaitu jual beli barang dengan pemesanan dan pembayarannya
pada waktu pengambilan barang. Hal ini lazim kita temui dengan
istilah cash on delivery untuk jual beli online. Hal ini memiliki
keuntungan untuk meminimalisir kerugian bagi pembeli akibat
perbedaan spesifikasi barang yang disebutkan oleh penjual.
d. Isti’jar, yaitu jual beli antara pembeli dengan penyuplai barang.
e. Ijarah, yaitu jual beli jasa dari benda (sewa) atau tenaga/keahlian
(upah). Hal ini kita temui ketika kita membayar upah buruh atau
pegawai atau selepas kita menyewa barang atau properti tertentu.
f. Sarf, yaitu jual beli pertukaran mata uang antar negara. Hal ini karena
adanya perbedaan mata uang yang berlaku lintas negara. Akan tetapi
jenis transaksi yang diperbolehkan hanya transaksi today spot yang
transaksi dilaksanakan hari itu juga tanpa diberi hedging atau lindung
nilai akibat dari penangguhan penyerahan
4. Transaksi dengan pemberian kepercayaan
Transaksi pemberian kepercayaan adalah akad atau perjanjian
mengenai penjaminan hutang atau penyelesaian dengan pemberian
kepercayaan. Akad transaksi pemberian kepercayaan adalah sebagai
berikut:
a. Jaminan (kafalah/damanah), yaitu mengalihkan tanggung jawab
seseorang (yang dijamin) kepada orang lain (penjamin). Hal ini juga
8

lazim terjadi pada ekonomi konvensional di mana pemberi jaminan


meyakinkan kreditur untuk memberikan pinjaman kepada debitur.
b. Gadai (rahn), yaitu menjadikan barang berharga yang nilainya setara
atau lebih dari nilai pinjaman sebagai jaminan yang mengikat dengan
hutang dan dapat dijadikan sebagai bayaran hutang jika kreditur yang
berhutang tidak mampu melunasi hutangnya. Akan tetapi akad rahn
tidak bisa dijadikan satu dengan akad wadi’ah, semisal menggadaikan
perhiasan dan pada proses gadai dikenai biaya tambahan atas
simpanan, karena hal ini termasuk riba.
c. Pemindahan hutang (hiwalah), yaitu pemindahan kewajiban atas
pembayaran hutang kepada orang lain yang memiliki sangkutan
hutang.
5. Titipan (wadi’ah)
Adalah akad di mana seseorang menitipkan barang berharganya
kepada seseorang yang ia percaya dan memberikan biaya atas jasa
simpanan yang ia lakukan, pada akad ini kita dapati juga pada ekonomi
konvensional semisal deposit box.
6. Transaksi pemberian/perwakilan dalam transaksi (wakalah)
Transaksi ini berupa pemberian kekuasaan untuk menyelesaikan
transaksi tertentu, semisal penyerahan rumah atau transaksi jual beli surat
berharga yang dilakukan oleh manajer investasi yang dilakukan pada bank
kustodian.

D. Tujuan Prinsip Ekonomi Islam


Setiap sistem ekonomi mempunyai inti paradigma, inti paradigma
ekonomi Islam bersumber dari Al-Quran dan Sunah. Ekonomi Islam
mempunyai sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani. Disebut Ekonomi
Rabbani karena sarat dengan arahan dan nilai-nilai Ilahiyah. Sedangkan
ekonomi Insani karena ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk
kemakmuran manusia.
9

Ilmu ekonomi Islam memiliki tiga prinsip dasar yaitu tauhid, akhlak,
dan keseimbangan. Dua prinsip yang pertama kita sama-sama tahu pasti tidak
ada dalam landasan dasar ekonomi konvensional. Prinsip keseimbangan pun,
dalam praktiknya, justru yang membuat ekonomi konvensional semakin
dikritik dan ditinggalkan orang. Ekonomi Islam dikatakan memiliki dasar
sebagai ekonomi Insani karena sistem ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan
untuk kemakmuran manusia.
Ekonomi Islam disebut juga sebagai ekonomi tauhid. Keimanan
mempunyai peranan penting dalam ekonomi Islam, karena secara langsung
akan mempengaruhi cara pandang dalam membentuk kepribadian, perilaku,
gaya hidup, selera, dan preferensi manusia, sikap-sikap terhadap manusia,
sumber daya dan lingkungan. Saringan moral bertujuan untuk menjaga
kepentingan diri tetap berada dalam batas-batas kepentingan sosial dengan
mengubah preferensi individual sesuai dengan prioritas sosial dan
menghilangkan atau meminimalisasikan penggunaan sumber daya untuk
tujuan yang akan menggagalkan visi sosial tersebut, yang akan meningkatkan
keserasian antara kepentingan diri dan kepentingan sosial.
Disisi lain, ada yang menjelaskan bahwa prinsip ekonomi Islam ada
dua, yaitu; pertama ialah prinsip umum, yaitu Aqidah Islamiyah yang menjadi
landasan pemikiran bagi segala pemikiran Islam, seperti sistem ekonomi
Islam, sistem politik Islam, sistem pendidikan Islam, dan sebagainya. Aqidah
Islamiyah di sini dipahami bukan sekedar sebagai Aqidah Ruhiyah, yakni
akidah yang menjadi landasan aktivitas-aktivitas spiritual murni seperti
ibadah, namun juga sebagai Aqidah Siyasah, yakni akidah yang menjadi
landasan untuk mengelola segala aspek kehidupan manusia tanpa kecuali
termasuk ekonomi.
Kedua, prinsip khusus (cabang), yaitu sejumlah kaidah umum dan
mendasar dalam syariah Islam yang lahir dari akidah Islam, yang secara
khusus menjadi landasan bangunan sistem ekonomi Islam. Prinsip khusus ini
terdiri dari tiga asas, yaitu: kepemilikan sesuai syariah, pemanfaatan
kepemilikan sesuai syariah dan pendistribusian kekayaan kepada masyarakat.
10

Dalam sistem ekonomi Islam, tiga asas tersebut tidak boleh tidak terikat
dengan syariat Islam, sebab segala aktivitas manusia wajib terikat atau tunduk
kepada syariat Islam.
Prinsip ekonomi Islam tersebut bertentangan secara kontras dengan
prinsip sistem ekonomi kapitalis saat ini. Aqidah Islamiyah sebagai prinsip
umum ekonomi Islam menerangkan bahwa Islam adalah agama dan sekaligus
ideologi sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan tanpa kecuali.
Prinsip Islam ini berbeda dengan prinsip ekonomi kapitalis, di mana
prinsip yang berkaitan dengan kepemilikan, pemanfaatan kepemilikan, dan
distribusi kekayaan kepada masyarakat, semuanya dianggap lepas atau tidak
boleh disangkutpautkan dengan agama.
Dalam masalah kepemilikan, kapitalis memandang bahwa asal usul
adanya kepemilikan suatu barang adalah terletak pada nilai manfaat yang
melekat pada barang itu, yaitu sejauh mana ia dapat memuaskan kebutuhan
manusia. Jika suatu barang mempunyai potensi dapat memuaskan kebutuhan
manusia, maka barang itu sudah sah untuk dimiliki, walaupun haram menurut
agama. Ini berbeda dengan ekonomi Islam yang memandang asal usul
kepemilikan adalah adanya izin Allah SWT kepada manusia untuk
memanfaatkan suatu benda. Jika Allah mengizinkan berarti boleh dimiliki.
Tapi jika tidak mengizinkan (mengharamkan sesuatu) berarti barang itu tidak
boleh dimiliki.
Dalam masalah pemanfaatan kepemilikan, kapitalisme tidak membuat
batasan tata caranya dan tidak ada pula batasan jumlahnya. Sebab pada
dasarnya sistem ekonomi kapitalisme adalah cermin dari paham kebebasan
dibidang pemanfaatan hak milik. Maka seseorang boleh memiliki harta dalam
jumlah beberapa saja dan diperoleh dengan cara apa saja. sedangkan dalam
ekonomi Islam menetapkan adanya batasan tata cara, tapi tidak membatasi
jumlahnya. Tata cara itu berupa hukum-hukum syariah yang berkaitan dengan
cara pemanfaatan harta, baik pemanfaatan yang berupa pembelanjaan, maupun
berupa pengembangan harta. Seorang muslim boleh memiliki harta berapa
saja sepanjang diperoleh dan dimanfaatkan sesuai syariah Islam.
11

Dalam masalah distribusi kekayaan, kapitalisme menyerahkannya


kepada mekanisme pasar, yaitu melalui mekanisme harga keseimbangan yang
terbentuk akibat interaksi penawaran dan permintaan. Harga berfungsi secara
informasional yaitu memberikan informasi kepada konsumen mengenai siapa
yang mampu memperoleh atau tidak memperoleh suatu barang atau jasa.
Dalam ekonomi Islam, distribusi kekayaan terwujud melalui mekanisme
syariah, yaitu mekanisme yang terdiri dari sekumpulan hukum syariah yang
menjamin pemenuhan barang dan jasa bagi setiap individu rakyat.
Mekanismenya melalui aktivitas ekonomi yang bersifat produktif, berupa
berbagai kegiatan pengembangan harta dalam akad-akad muamalah.
Mekanisme ini misalnya, ketentuan syariah yang membolehkan manusia
bekerja disektor pertanian, industri, dan perdagangan, memberikan
kesempatan berlangsungnya pengembangan harta melalui kegiatan investasi,
dan memberikan kepada rakyat hak pemanfaatan SDA milik umum yang
dikelola nagara seperti hasil hutan, barang tambang dan sebagainya demi
kesejahteraan rakyat,
Mekanisme lain yaitu bisa dengan melalui aktivitas ekonomi non-
produktif. Misalnya dengan pemberian sedekah, zakat, wakaf, hibah, dan lain-
lain. Ini dimaksudkan untuk mengatasi pendistribusian kekayaan yang tidak
berjalan sempurna jika hanya mengandalkan mekanisme ekonomi produktif
semata. Selain itu juga demi terwujudnya keseimbangan ekonomi dan
memperkecil jurang perbedaan antara kaya dengan miskin.
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar,
antara lain:
1. Seorang muslim dalam kehidupan berekonomi tidak berhubungan dengan
bunga. Allah SWT berfirman, “Allah Telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba…. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah”. (QS. Al-Baqarah: 256-257). “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah
kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Ali
Imron: 130). Larangan yang terdapat dalam ayat di atas tertuju pada
12

transaksi yang berbasis riba, baik memberi maupun menerima, baik


berhubungan dengan sesama muslim maupun non muslim. Dan
diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW mengutuk orang yang
membayar bunga, mereka yang menerima, orang yang menuliskan kontrak
perjanjiannya dan orang yang menjadi saksi transaksi tersebut.
2. Seorang muslim tidak boleh mendapatkan harta atau kekayaan dengan
jalan penipuan, pemalsuan, pencurian dan tindakan kriminal lainnya.
“Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu
kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan
janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan
memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul
kamu orang yang beriman.” (QS. Al-A’raf: 85)
3. Seorang muslim tidak boleh mengambil harta anak yatim yang berada di
bawah perwaliannya. “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang
sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang
buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu.
Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa
yang besar”. (QS. An-Nisa’: 2)
4. Seorang muslim dilarang untuk mendapatkan penghasilan dari hasil
perjudian, lotre, dari hasil produksi, penjualan dan distribusi alkohol. “Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Al-Maidah: 90).
5. Seorang muslim hendaknya mengambil barang sesuai dengan kebutuhan.
Karena menimbun makanan dan kebutuhan dasar lainnya merupakan
bentuk pelanggaran hukum dalam Islam yang sangat merugikan orang
banyak. “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang
Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa
kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk
bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di
13

lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang


ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.(QS. Ali Imron: 180).
6. Zakat merupakan kewajiban yang berkaitan dengan harta seorang muslim.
Bila telah sampai nisabnya atau kadar tertentu dari harta yang wajib untuk
dizakatkan, seorang muslim harus mengeluarkannya. Allah SWT
berfirman, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan
zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus".(QS. Al-Bayyinah: 5).
Setiap muslim yang memiliki kekayaan yang lebih dari jumlah tertentu
untuk memenuhi kebutuhannya harus membayar zakat kepada orang yang
membutuhkannya. Zakat adalah sarana untuk mempersempit kesenjangan
antara si kaya dan si miskin, dan untuk menjamin kebutuhan semua orang
terpenuhi.
7. Setiap muslim dianjurkan untuk memberi sedekah. “Sesungguhnya
hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah
pahala yang besar. Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut
kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang
baik untuk dirimu. dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. At-Taghobun: 15-
16).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ekonomi Islam berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara
kesejahteraan. Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi
oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan
kekayaan.. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan
kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah yang teraplikasi
dalam etika dan moral
Ekonomi Islam pada dasarnya merupakan aktualisasi nilai-nilai Islam
dalam aktivitas kehidupan manusia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
manusia di dunia dan akhirat. Keberadaan ekonomi Islam tidak lain bertujuan
mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat.
Tujuan tersebut dalam pandangan para ahli dijabarkan dalam tiga
permasalahan pokok yang terdiri atas pertama mewujudkan pertumbuhan
ekonomi dalam Negara, kedua mewujudkan kesejahteraan manusia dan ketiga
mewujudkan mekanisme distribusi kekayaan yang adil.

B. Saran
Untuk mewujudkan kegiatan ekonomi yang selaras dengan perintah
Allah SWT, seorang muslim perlu mengetahui beberapa asas transaksi
ekonomi menurut ajaran Islam.

14
DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman, Karim. (2007). Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Efendi, Rustam. (2003). Produksi Dalam Islam. Yogyakarta: Megistra Insania


Press.

Qardhawi, Yusuf. (2004). Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam.
Jakarta: Robbani Press.

Sudarsono, Heri. (2002). Konsep Ekonomi Islam. Yogyakarta: Ekonsia.

Suherman, Rosyidi. (1998). Pendekatan kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

15

Anda mungkin juga menyukai