Anda di halaman 1dari 26

KONSEP ISLAM DALAM PEREKONOMIAN MASYARAKAT

(EKONOMI ISLAM)

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK : 1

1. Amanda Aprillia (08041182227005)


2. Lulu Agustini (08041382227101)
3. Mayumi Eksa Pertiwi (08041182227077)
4. Msy. Adinda Febria Shanny (08041382227105)
5. Nadia Syakira (08041382227111)
6. Siti Aisyah (08041382227081)

DOSEN PENGAMPU : Akip Umar, M.Si

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


JURUSAN BIOLOGI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................... 1-4


1.1. Latar Belakang ........................................................... 1-2
1.2. Rumusan Masalah ...................................................... 3
1.3. Tujuan .............................................................................. 3

BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................ 5-12


2.1. Pengertian Ekonomi Islam ............................................. 5-8
2.2. Sejarah Ekonomi Islam ................................................... 8-9
2.3. Jenis-Jenis Ekonomi Islam ................................................ 10
2.4. Tujuan Prinsip Ekonomi Islam ..........................................10
2.5. .............. 11-12

BAB 3 PENUTUP ...................................................................... 13-14


3.1. Kesimpulan ...................................................................... 13
3.2. Saran .................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 35-36


KATA PENGANTAR

37 Universitas Sriwijaya
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan

37 Universitas Sriwijaya
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Ekonomi Islam


Secara epistemologi ekonomi Islam dibagi menjadi dua disiplin ilmu, yang
pertama yaitu ekonomi Islam normatif, yaitu studi tentang hukum-hukum
syariah Islam yang berkaitan dengan urusan harta benda. Cakupannya adalah
kepemilikan, pemanfaatan kepemilikan, dan distribusi kekayaan kepada
masyarakat. Bagian ini merupakan pemikiran yang terikat nilai, karena diperoleh dari
sumber nilai Islam yaitu Al-Quran dan As-Sunah melalui metode istinbat
hukum.
Kedua, ekonomi Islam positif, yaitu studi tentang konsep-konsep Islam
yang berkaitan dengan urusan-urusan harta benda, khususnya yang berkaitan
dengan produksi barang dan jasa. Cakupannya adalah segala macam cara dan
sarana yang digunakan dalam proses produksi barang dan jasa. Bagian ini tidak harus
mempunyai dasar konsep dari Al-Quran dan As-Sunah, tapi cukup disyaratkan tidak
boleh bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunah. (Karim, 2007)
Segala aturan yang diturunkan Allah SWT dalam sistem Islam
mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta
menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya.
Demikian halnya dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia
mencapai kemenangan di dunia dan akhirat. Islam memiliki seperangkat tujuan dan
nilai yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk didalamnya urusan
sosial, politik, dan ekonomi.
Dalam hal ini tujuan Islam pada dasarnya ingin mewujudkan kebaikan
hidup di dunia dan akhirat. Permasalahan ekonomi yang merupakan bagian dari
permasalahan yang mendapatkan perhatian dalam ajaran Islam, tentu memiliki tujuan
yang sama yakni tercapainya kemaslahatan di dunia dan akhirat. Adapun tujuan
ekonomi Islam antara lain:

38 Universitas Sriwijaya
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan
bagimasyarakat dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud
mencakupaspek kehidupan dibidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya kemaslahatan yang mencakup, keselamatan keyakinan agama,
keselamatan jiwa, keselamatan akal, keselamatan keturunan dan keluarga
serta keselamatan harta benda.
Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai sebuah studi tentang
pengelolaan harta benda menurut perspektif Islam. Ekonomi Islam merupakan ilmu
yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan
peraturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimanadirangkum dalam
rukun Islam dan rukun iman. Ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu
pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang
diilhami oleh nilai-nilai Islam. (Rosyidi, 1998)

2.2. Sejarah Ekonomi Islam


Sejarah ekonomi Islam berawal dari di angkatnya Muhammad sebagai utusan
Allah pada usia ke 40. Rasulullah mengeluarkan berbagai kebijakan yang selanjutnya
diikuti dan diteruskan oleh pengganti-penggantinya yaitu Khulafaur Rasyidin.
Pemikiran ekonomi Islam didasarkan atas Al-Quran dan al-hadits. Rasulullah
membentuk majelis syura yang sebagian bertugas mencatat wahyu, kemudian pada
tahun ke 6 Hijriah sekretaris telah terbentuk.
Demikian juga delegasi ke negara-negara lain. Masalah kerumah tanggaan
diurus oleh Bilal. Orang-orang ini mengerjakan tugas dengan sukarela tanpa digaji.
Tentara formal tidak ada di masa ini, tentara tidak mendapat gaji tetap, Mereka
mendapat ganimah sebelum turunnya Surat Al-Anfal ayat 41 yang menjelaskan orang-
orang yangberhak mendapat bagian ganimah.
Pada masa Rasulullah, sistem ekonomi yang diberlakukan adalah sistem
ekonomi yang telah disyariatkan dalam Islam. Sistem ekonomi dizaman
Rasulullah sangat kompleks dan sempurna meskipun pada masa setelahnya

37 Universitas Sriwijaya
tetap dilakukan perbaikan. Jenis-jenis kebijakan baik pendapatan dan pengeluaran
keuangan di masa Rasulullah lebih terfokus pada masa perang dan
kesejahteraan rakyat. Tidak seperti saat ini bahwa kebijakan-kebijakan
ekonomi lebih difokuskan pada pencarian keuntungan.
Menurut Yusuf (2004), sejarah ekonomi Islam pada dasarnya bersumber dari ide
dan praktik ekonomi yang dilakukan oleh Muhammad SAW., dan para Khulafaur
Rasyidin serta pengikut-pengikutnya sepanjang zaman. Diversifikasikan praktik
ekonomi yang dilakukan masyarakat Muslim setelah masa Muhammad SAW., bisa
dianggapsebagai acuan sejarah ekonomi Islam selama tidak bertentangan dengan ajaran
Islam.
Perekonomian di zaman Khulafaur Rasyidin banyak diwarnai dengan perluasan
wilayah kekuasaan dan inovasi-inovasi dalam bidang ekonomi. Seperti pada
zaman Khalifa Umar bin Khattab di mana beliau memfungsikan secara optimal BMT
dan membentuk Diwan Islam yang pertama. Salah seorang ekonom pada
periode pertama adalah Abu Yusuf.
Kitabnya yang berjudul Al-Kharaj, banyak membahas ekonomi publik,
khususnya tentang perpajakan dan peran negara dalam pembangunan ekonomi.
Kitab ini mencakup berbagai bidang antara lain: tentang pemerintahan,
keuangan negara, pertanahan, perpajakan dan peradilan.
Pada periode berikutnya, hadir Al-Ghazali dengan kitabnya yang
berjudul Ihya ‘Ulum al-Din. Bahasan ekonomi Al-Ghazali mencakup aspek luas, secara
garis besar dapat dikelompokkan menjadi: pertukaran dan evolusi pasar, produksi,
barter dan evolusi uang, serta peranan negara dan keuangan publik.
Kemudian diikuti dengan lahirnya Mohd. Iqbal, dalam karyanya, Puisi dari
Timur, ia menunjukkan tanggapan Islam terhadap kapitalisme Barat dan reaksi
ekstrem dari komunisme. Sedangkan pada periode kontemporer hadirlah
ekonom-ekonom, seperti Umer Chapra, Mannan dan lain-lain.
Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran ekonomi Islam sudah lahir
sejak jaman Rasulullah, dan mempunyai aturan yang baik dan jelas. Banyak pemikiran-

38 Universitas Sriwijaya
pemikiran tersebut yang di adopsi oleh sistem perekonomian Barat,dan banyak pula
yang kemudian seperti terlahir dari Barat, karena banyak hal yang disemukan.
Pemikiran ekonomi di kalangan pemikir Muslim banyak mengisi
khazanah pemikiran ekonomi dunia pada masa di mana Barat masih dalam masa
kegelapan (dark age). Pada masa tersebut dunia Islam justru mengalami puncak
kejayaan dalam berbagai bidang.
Sejarah membuktikan bahwa para pemikir Muslim merupakanpenemu,
peletak dasar dan pengembang dalam berbagai bidang ilmu. Nama-nama pemikir
Muslim bertebaran di sana-sini menghiasi arena ilmu-ilmu pengetahuan. Baik
ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Mulai dari filsafat, matematika,
astronomi, ilmu optik, biologi, kedokteran, sejarah, sosiologi, psikologi,
pedagogi, sampai sastra. Termasuk juga, tentunya ilmu ekonomi. (Heri, 2002)

2.3. Jenis-Jenis Ekonomi Islam


1. Syirkah
Salah satu macam-macam muamalah yaitu syirkah. Syirkah dalam arti
bahasa adalah kerja sama, kongsi, atau bersyarikat. Syirkah pada
praktiknya dalam kegiatan ekonomi merupakan suatu usaha untuk
menggabungkan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan
bersama, sumber daya yang dimaksud bisa berupa modal uang, keahlian, bahan
baku, jaringan kerja, dan dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Dalam ekonomi konvensional akad ini biasa disebut joint venture.Tidak ada
perbedaan secara signifikan pada akad ini kecuali bahwa dalam ekonomi Islam
kegiatan usaha tidak boleh melanggar aturan syariat dan negara seperti
perkongsian untuk kartel narkoba, minuman keras, atau jual beli komoditas
yang diharamkan agama.
2. Mudarabah
Adalah akad untuk mengikat kerja sama antara dua pihak yaitu pemodal
(sahib al-mal) dan pelaksana usaha (mudharib), akad mudarabahjuga disebut

37 Universitas Sriwijaya
bagi hasil bagi sebagian orang. Caranya dengan menentukanberapa persen
bagian keuntungan yang akan diterima oleh kedua pihak.
Mudharib wajib mengembalikan modal yang dipinjamkan dan
membayarkan bagian keuntungan yang telah ditentukan dengan tenggat waktu
atau masa kontrak yang disetujui atau tanpa masa kontrak. Mudharib
wajib mengikuti aturan yang telah di sepakati kedua belah pihak,
semisal apabila pemodal menghendaki mudharib untuk tidak menjual
komoditas tertentu misalnya, akan tetapi tetap menjualnya maka mudharib
menanggung risiko penuh atas modal yang dipinjamnya.
Bagi pemodal atau sahib al-mal, ia menanggung risiko kehilangan modal
yang ditanamnya, aset yang dibeli menggunakan uangnya merupakan
milik pemodal. Apabila mudharib melanggar kontrak maka mudharib wajib
menanggung risiko penuh untuk mengganti modal yang ia pinjam.
Dalam akad mudarabah besaran nominal keuntungan tidak ditentukan
di awal perjanjian, akan tetapi porsi keuntungan atau persentase yang didapat
yang di tentukan di awal.
3. Jual Beli (bai’ al murabahah)
Adalah akad yang berlaku untuk mengikat penjual dan pembeli dengan
adanya penyerahan kepemilikan antara pedagang dan pembeli. Ayat Al-Quran
terkait jual beli: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki
hasil perniagaan) dari tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari
‘Arafat, berzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berzikirlah
(dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu;
dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang
sesat.” ( Quran: al Baqarah: 198).
Beberapa akad yang ada dalam transaksi jual beli (bai’
almurabahah):
a. Bissamanil ajil, yaitu transaksi jual beli barang dengan harga yang
berbeda antara kontan dan angsuran. Hal ini dapat kita temukan pada
pembelian kredit barang semisal kendaraan bermotor, handphone, dan

38 Universitas Sriwijaya
sebagainya. Yang tidak diperbolehkan pada transaksi ini adalah
penambahan bunga yang naik turun sehingga membuat harga jual naik
turun selama proses angsuran. Akan tetapi boleh untuk memberikan
margin keuntungan tertentu dari harga kontan yang disepakati di awal.
b. Salam, yaitu jual beli barang secara tunai dengan penyerahan barang
ditunda sesuai kesepakatan. Semisal seorang eksportir mebel
Jepara yang akan mengekspor mebel ke luar negeri dengan jumlah
barang yang besar. Hal ini tentu akan memberatkan pengrajin
mebel yang memiliki kapasitas produksi dan modal yang kecil, sehingga
eksportirmembayar didepan sebagai modal awal.
c. Istisna, yaitu jual beli barang dengan pemesanan dan pembayarannya
pada waktu pengambilan barang. Hal ini lazim kita temui
dengan istilah Cash On Delivery (COD) untuk jual beli online. Hal
ini memiliki keuntungan untuk meminimalisir kerugian bagi
pembeli akibat perbedaan spesifikasi barang yang disebutkan oleh
penjual.
d. Isti’jar, yaitu jual beli antara pembeli dengan penyuplai barang.
e. Ijarah, yaitu jual beli jasa dari benda (sewa) atau
tenaga/keahlian (upah). Hal ini kita temui ketika kita membayar
upah buruh atau pegawai atau selepas kita menyewa barang atau
properti tertentu.
f. Sarf, yaitu jual beli pertukaran mata uang antar negara. Hal ini karena
adanya perbedaan mata uang yang berlaku lintas negara. Akan tetapi
jenis transaksi yang diperbolehkan hanya transaksi today spot yang
transaksi dilaksanakan hari itu juga tanpa diberi hedging atau lindung
nilai akibat dari penangguhan penyerahan
4. Transaksi dengan Pemberian Kepercayaan
Transaksi pemberian kepercayaan adalah akad atau perjanjian
mengenai penjaminan hutang atau penyelesaian dengan pemberian

37 Universitas Sriwijaya
kepercayaan. Akad transaksi pemberian kepercayaan adalah sebagai
berikut:
a. Jaminan (kafalah/damanah), yaitu mengalihkan tanggung
jawabseseorang (yang dijamin) kepada orang lain (penjamin). Hal ini
juga lazim terjadi pada ekonomi konvensional dimana pemberi
jaminan meyakinkan kreditur untuk memberikan pinjaman kepada
debitur.
b. Gadai (rahn), yaitu menjadikan barang berharga yang nilainya
setaraatau lebih dari nilai pinjaman sebagai jaminan yang mengikat
denganhutang dan dapat dijadikan sebagai bayaran hutang jika
kreditur yang berhutang tidak mampu melunasi hutangnya. Akan
tetapi akad rahn tidak bisa dijadikan satu dengan akad wadi’ah,
semisal menggadaikan perhiasan dan pada proses gadai dikenai
biaya tambahan atas simpanan, karena hal ini termasuk riba.
c. Pemindahan hutang (hiwalah), yaitu pemindahan kewajiban
atas pembayaran hutang kepada orang lain yang memiliki
sangkutan hutang.
5. Titipan (wadi’ah)
Adalah akad dimana seseorang menitipkan barang berharganya
kepada seseorang yang ia percaya dan memberikan biaya atas jasa
simpanan yang ia lakukan, pada akad ini kita dapati juga pada ekonomi
konvensional semisal deposit box.
6. Transaksi Pemberian/Perwakilan dalam Transaksi (wakalah)
Transaksi ini berupa pemberian kekuasaan untuk menyelesaikan transaksi
tertentu, semisal penyerahan rumah atau transaksi jual beli surat berharga yang
dilakukan oleh manajer investasi yang dilakukan pada bank kustodian.

2.4. Tujuan Prinsip Ekonomi Islam


Setiap sistem ekonomi mempunyai inti paradigma, inti
paradigma ekonomi Islam bersumber dari Al-Quran dan Sunah. Ekonomi

38 Universitas Sriwijaya
Islam mempunyai sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani. Disebut
Ekonomi Rabbani karena syarat dengan arahan dan nilai-nilai Ilahiyah.
Sedangkan ekonomi Insani karena ekonomi ini dilaksanakan dan
ditujukan untuk kemakmuran manusia. (Rustam, 2003)
Menurut Heri (2002), ilmu ekonomi Islam memiliki tiga prinsip dasar
yaitu tauhid, akhlak, dan keseimbangan. Dua prinsip yang pertama kita sama-
sama tahu pasti tidak ada dalam landasan dasar ekonomi konvensional. Prinsip
keseimbangan pun, dalam praktiknya, justru yang membuat ekonomi
konvensional semakin dikritik dan ditinggalkan orang.
Ekonomi Islam dikatakan memiliki dasar sebagai ekonomi Insani
karena sistem ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran
manusia. Ekonomi Islam disebut juga sebagai ekonomi tauhid.
Keimanan mempunyai peranan penting dalam ekonomi Islam, karena secara
langsung akan mempengaruhi cara pandang dalam membentuk kepribadian,
perilaku, gaya hidup, selera, dan preferensi manusia, sikap-sikap
terhadap manusia, sumber daya dan lingkungan.
Saringan moral bertujuan untuk menjaga kepentingan diri tetap
berada dalam batas-batas kepentingan sosial dengan mengubah preferensi
individual sesuai dengan prioritas sosial dan menghilangkan atau
meminimalisasikan penggunaan sumber daya untuk tujuan yang akan
menggagalkan visi sosial tersebut, yang akan meningkatkan keserasian antara
kepentingan diri dan kepentingan sosial.
Disisi lain, ada yang menjelaskan bahwa prinsip ekonomi Islam adadua,
yaitu; pertama ialah prinsip umum, yaitu Aqidah Islamiyah yang menjadi
landasan pemikiran bagi segala pemikiran Islam, seperti sistem
ekonomi Islam, sistem politik Islam, sistem pendidikan Islam, dan sebagainya.
Aqidah Islamiyah disini dipahami bukan sekedar sebagai Aqidah
Ruhiyah, yakni akidah yang menjadi landasan aktivitas-aktivitas spiritual
murni seperti ibadah, namun juga sebagai Aqidah Siyasah, yakni akidah

37 Universitas Sriwijaya
yang menjadi landasan untuk mengelola segala aspek kehidupan
manusia tanpa kecuali termasuk ekonomi.
Kedua, prinsip khusus (cabang), yaitu sejumlah kaidah umum
danmendasar dalam syariah Islam yang lahir dari akidah Islam, yang
secarakhusus menjadi landasan bangunan sistem ekonomi Islam. Prinsip khusus
initerdiri dari tiga asas, yaitu: kepemilikan sesuai syariah,
pemanfaatankepemilikan sesuai syariah dan pendistribusian kekayaan kepada
masyarakat.

Dalamsistem ekonomi
Islam, tiga asas tersebut
tidak boleh tidak terikat
dengan syariat Islam, sebab
segala aktivitas manusia
wajib terikat atau tunduk
kepada syariat Islam.
Prinsip ekonomi Islam
tersebut bertentangan
secara kontras dengan

38 Universitas Sriwijaya
prinsip sistem ekonomi
kapitalis saat ini. Aqidah
Islamiyah sebagai prinsip
umum ekonomi Islam
menerangkan bahwa Islam
adalah agama dan sekaligus
ideologi sempurna yang
mengatur segala aspek
kehidupan tanpa kecuali.
Prinsip Islam ini berbeda
dengan prinsip ekonomi
kapitalis, dimana
prinsip yang berkaitan
dengan kepemilikan,

37 Universitas Sriwijaya
pemanfaatan kepemilikan,
dan
distribusi kekayaan kepada
masyarakat, semuanya
dianggap lepas atau tidak
boleh disangkutpautkan
dengan agama.
Dalam masalah
kepemilikan, kapitalis
memandang bahwa asal
usul
adanya kepemilikan suatu
barang adalah terletak
pada nilai manfaat yang

38 Universitas Sriwijaya
melekat pada barang itu,
yaitu sejauh mana ia dapat
memuaskan kebutuhan
manusia. Jika suatu barang
mempunyai potensi dapat
memuaskan kebutuhan
manusia, maka barang itu
sudah sah untuk dimiliki,
walaupun haram menurut
agama. Ini berbeda
dengan ekonomi Islam
yang memandang asal
usul

37 Universitas Sriwijaya
kepemilikan adalah
adanya izin Allah SWT
kepada manusia untuk
memanfaatkan suatu benda.
Jika Allah mengizinkan
berarti boleh dimiliki.
Tapi jika tidak mengizinkan
(mengharamkan sesuatu)
berarti barang itu tidak
boleh dimiliki.
Dalam masalah pemanfaatan
kepemilikan, kapitalisme
tidak membuat

38 Universitas Sriwijaya
batasan tata caranya dan
tidak ada pula batasan
jumlahnya. Sebab pada
dasarnya sistem ekonomi
kapitalisme adalah cermin
dari paham kebebasan
dibidang pemanfaatan hak
milik. Maka seseorang boleh
memiliki harta dalam
jumlah beberapa saja dan
diperoleh dengan cara apa
saja. sedangkan dalam

37 Universitas Sriwijaya
ekonomi Islam menetapkan
adanya batasan tata cara, tapi
tidak membatasi
jumlahnya. Tata cara itu
berupa hukum-hukum
syariah yang berkaitan
dengan
cara pemanfaatan harta, baik
pemanfaatan yang berupa
pembelanjaan, maupun
berupa pengembangan
harta. Seorang muslim
boleh memiliki harta berapa

38 Universitas Sriwijaya
saja sepanjang diperoleh dan
dimanfaatkan sesuai syariah
Islam.
Dalam sistem ekonomi Islam, tiga asas tersebut tidak boleh
tidak terikat dengan syariat Islam, sebab segala aktivitas manusia wajib terikat
atau tunduk kepada syariat Islam. Prinsip ekonomi Islam tersebut bertentangan
secara kontras dengan prinsip sistem ekonomi kapitalis saat ini.
Aqidah Islamiyah sebagai prinsip umum ekonomi Islam menerangkan
bahwa Islam adalah agama dan sekaligus ideologi sempurna yang mengatur
segala aspek kehidupan tanpa kecuali. Prinsip Islam ini berbeda dengan prinsip
ekonomi kapitalis, dimana prinsip yang berkaitan dengan kepemilikan,
pemanfaatan kepemilikan, dan distribusi kekayaan kepada masyarakat,
semuanya dianggap lepas atau tidakboleh disangkut pautkan dengan agama.
(Rosyidi, 1998)
Dalam masalah kepemilikan, kapitalis memandang bahwa asal usul
adanya kepemilikan suatu barang adalah terletak pada nilai manfaat
yang melekat pada barang itu, yaitu sejauh mana ia dapat memuaskan kebutuhan
manusia. Jika suatu barang mempunyai potensi dapat memuaskan kebutuhan
manusia, maka barang itu sudah sah untuk dimiliki, walaupun haram menurut
agama.
Ini berbeda dengan ekonomi Islam yang memandang asal usul
kepemilikan adalah adanya izin Allah SWT kepada manusia untuk
memanfaatkan suatu benda. Jika Allah mengizinkan berarti boleh
dimiliki.Tapi jika tidak mengizinkan (mengharamkan sesuatu) berarti barang itu
tidak boleh dimiliki.
Dalam masalah pemanfaatan kepemilikan, kapitalisme tidak membuat
batasan tata caranya dan tidak ada pula batasan jumlahnya. Sebab

37 Universitas Sriwijaya
pada dasarnya sistem ekonomi kapitalisme adalah cermin dari paham kebebasan
dibidang pemanfaatan hak milik. Maka seseorang boleh memiliki harta dalam
jumlah beberapa saja dan diperoleh dengan cara apa saja.
Sedangkan dalam ekonomi Islam menetapkan adanya batasan tata cara,
tapi tidak membatasi jumlahnya. Tata cara itu berupa hukum-hukum syariah
yang berkaitan dengan cara pemanfaatan harta, baik pemanfaatan yang berupa
pembelanjaan, maupun berupa pengembangan harta. Seorang muslim boleh
memiliki harta berapa saja sepanjang diperoleh dan dimanfaatkan sesuai
syariah Islam.
Dalam masalah distribusi kekayaan, kapitalisme menyerahkannya
kepada mekanisme pasar, yaitu melalui mekanisme harga keseimbangan yang
terbentuk akibat interaksi penawaran dan permintaan. Harga berfungsi secara
informasional yaitu memberikan informasi kepada konsumen mengenai siapa
yang mampu memperoleh atau tidak memperoleh suatu barang atau
jasa.
Dalam ekonomi Islam, distribusi kekayaan terwujud melalui
mekanisme syariah, yaitu mekanisme yang terdiri dari sekumpulan hukum
syariah yang menjamin pemenuhan barang dan jasa bagi setiap individu
rakyat. Mekanismenya melalui aktivitas ekonomi yang bersifat produktif,
berupa berbagai kegiatan pengembangan harta dalam akad-akad
muamalah.
Mekanisme ini misalnya, ketentuan syariah yang membolehkan
manusia bekerja disektor pertanian, industri, dan perdagangan,
memberikan kesempatan berlangsungnya pengembangan harta melalui kegiatan
investasi, dan memberikan kepada rakyat hak pemanfaatan SDA milik
umum yang dikelola nagara seperti hasil hutan, barang tambang dan
sebagainya demi kesejahteraan rakyat.
Mekanisme lain yaitu bisa dengan melalui aktivitas ekonomi
non-produktif. Misalnya dengan pemberian sedekah, zakat, wakaf, hibah, dan
lain-lain. Ini dimaksudkan untuk mengatasi pendistribusian kekayaan yang tidak

38 Universitas Sriwijaya
berjalan sempurna jika hanya mengandalkan mekanisme ekonomi produktif
semata.
Selain itu juga demi terwujudnya keseimbangan ekonomi dan
memperkecil jurang perbedaan antara kaya dengan miskin. Secara garis besar
ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar, antara lain:
1. Seorang muslim dalam kehidupan berekonomi tidak berhubungan dengan
bunga. Allah SWT berfirman, “Allah Telah menghalalkan jual beli
danmengharamkan riba…. Allah memusnahkan riba dan
menyuburkan sedekah.” (QS. Al-Baqarah: 256-257). “Hai orang-orang
yang beriman ,janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.” (QS. Al-Imron: 130).
Larangan yang terdapat dalam ayat di atas tertuju pada
transaksi yang berbasis riba, baik memberi maupun menerima,
baik berhubungan dengan sesama muslim maupun non muslim. Dan
diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW mengutuk orang yang
membayar bunga, mereka yang menerima, orang yang menuliskan kontrak
perjanjiannya dan orang yang menjadi saksi transaksi tersebut.
2. Seorang muslim tidak boleh mendapatkan harta atau kekayaan
denganjalan penipuan, pemalsuan, pencurian dan tindakan kriminal
lainnya.“Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan
janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan
timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik
bagimu jika betul-betul kamu orang yang beriman.” (QS.Al-A’raf: 85)
3. Seorang muslim tidak boleh mengambil harta anak yatim yang berada
dibawah perwaliannya. “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim
(yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan
yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama

37 Universitas Sriwijaya
hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu,
adalah dosa yang besar.” (QS. An-Nisa’: 2)
4. Seorang muslim dilarang untuk mendapatkan penghasilan dari hasil
perjudian, lotre, dari hasil produksi, penjualan dan distribusi alkohol. “Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90).
5. Seorang muslim hendaknya mengambil barang sesuai dengan kebutuhan.
Karena menimbun makanan dan kebutuhan dasar lainnya
merupakan bentuk pelanggaran hukum dalam Islam yang sangat
merugikan orang banyak. “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil
dengan harta yangAllah berikan kepada mereka dari karunia-Nya
menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan
itu adalah burukbagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelak dilehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah
segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah
mengetahui apa yang kamukerjakan.” (QS. Ali Imron: 180).
6. Zakat merupakan kewajiban yang berkaitan dengan harta seorang
muslim.Bila telah sampai nisabnya atau kadar tertentu dari harta yang wajib
untuk dizakatkan, seorang muslim harus mengeluarkannya. Allah
SWT berfirman, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus."
(QS. Al-Bayyinah: 5). Setiap muslim yang memiliki kekayaan yang lebih
dari jumlah tertentuuntuk memenuhi kebutuhannya harus membayar zakat
kepada orang yang membutuhkannya. Zakat adalah sarana untuk
mempersempit kesenjangan antara si kaya dan si miskin, dan untuk
menjamin kebutuhan semua orang terpenuhi.

38 Universitas Sriwijaya
7. Setiap muslim dianjurkan untuk memberi sedekah. “Sesungguhnya
hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah
pahala yang besar. Maka bertakwalah kamu kepada Allah
menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah
nafkah yangbaik untuk dirimu, dan barang siapa yang dipelihara dari
kekikiran dirinya. Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung.”
(QS. At-Taghobun: 15-16).

BAB 3

37 Universitas Sriwijaya
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
3.2. Saran

38 Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman, Karim. (2007). Ekonomi Mikro Islam. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.

Efendi, Rustam. (2003). Produksi Dalam Islam. Yogyakarta:Megistra Insania Press.

Qardhawi, Yusuf. (2004). Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam.
Jakarta:Robbani Press.

Sudarsono, Heri. (2002). Konsep Ekonomi Islam. Yogyakarta:Ekonsia.

Suherman, Rosyidi. (1998). Pendekatan kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro.
Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.

37 Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai