Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG:

Ekonomi Islam adalah ekonomi yang berdasarkan ketuhanan.


Ekonomi Islam bertitik tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, dan
Menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat Allah. Menurut agama
Islam kegiatan ekonomi merupakan bagian dari kehidupan yang
menyeluruh, Dilandasi oleh nilai-nilai yang bersumber dari alquran dan
hadits yang Diaplikasikan pada hubungan kepada Allah dan kepada manusia
secara Bersamaan. Nilai-nilai inilah yang menjadi sumber ekonomi
Islam.Sehingga kegiatan ekonomi terikat oleh nilai-nilai keislaman,
termasuk dalam Memenuhi kebutuhan.
Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, karenanya Ia
merupakan bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari agama Islam.
Sebagai derivasi dari agama Islam, ekonomi Islam akan mengikuti agama
Islam dalam berbagai aspeknya. Islam adalah Sistem kehidupan (way of
life), dimana Islam telah menyediakan berbagai perangkat aturan yang
lengkap bagi kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi.
Beberapa aturan ini bersifat pasti Dan berlaku permanen, sementara
beberapa yang bersifat Kontekstual sesuai situasi dan kondisi.

B. RUMUSAN MASALAH:

a. Pengertian Ekonomi Islam


b. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
c. Sejarah Perkembangan Ekonomi Islam Di Indonesia
d. Karakteristik Ekonomi Islam
e. Prinsip Prinsip Ekonomi Islam
f. Dasar Dasar Hukum Ekonomi Islam
g. Hakikat dan Dasar Ekonomi Islam
h. Sasaran Ekonomi Islam

1
C. TUJUAN

a. Agar kita memahami materi tentang Ekonomi Islam?


b. Agar kita memahami tentang Sejarah Ekonomi islam muncul?
c. Agar kita mempelajari apa saja hakikat dan dasar dasar dalam
ekonomi Islam?

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN EKONOMI ISLAM

Dalam membahas perspektif ekonomi Islam, ada satu titik awal yang benar-
benar harus kita perhatikan yaitu: " ekonomi dalam Islam itu sesungguhnya
bermuara kepada akidah Islam, yang bersumber dari syariatnya. Ini baru dari satu
sisi. Sedangkan dari sisi lain ekonomi Islam bermuara pada Al-Qur'an al Karim dan
As-Sunnah Nabawiyah yang berbahasa Arab.

Oleh karena itu, berbagai terminologi dan substansi ekonomi yang sudah
ada, haruslah dibentuk dan disesuaikan terlebih dahulu dalam kerangka Islami.
Atau dengan kata lain, harus digunakan kata dan kalimat dalam bingkai lughawi,
supaya kita dapat menyadari betapa pentingnya titik permasalahan ini. Dengan
demikian kita dapat dengan gamblang, tegas dan jelas memberikan pengertian yang
benar tentang istilah kebutuhan, keinginan, dan kelangkaan (al nudrat) dalam upaya
memecahkan problematika ekonomi manusia.

Ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari


masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai- nilai Islam. Sejauh
mengenai masalah pokok kekurangan, hampir tidak terdapat perbedaan apa pun
antara ilmu ekonomi Islam dan ilmu ekonomi modern. Andaipun ada perbedaan itu
terletak pada sifat dan volumenya. Itulah sebabnya mengapa perbedaan pokok
antara kedua sistem ilmu ekonomi dapat dikemukakan dengan memerhatikan
penanganan masalah pilihan.

Dalam ilmu ekonomi modern masalah pilihan ini sangat tergantung pada
macam-macam tingkah masing-masing individu. Mereka mungkin atau mungkin
juga tidak memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Namun dalam
ilmu ekonomi Islam, kita tidaklah berada dalam kedudukan untuk mendistribusikan
sumber-sumber semau kita. Dalam hal ini ada pembatasan yang serius berdasarkan
ketetapan Kitab Suci Al-Qur’an dan Sunnah atas tenaga individu. Dalam Islam,
kesejahteraan sosial dapat dimaksimalkan jika sumber daya ekonomi juga di-

3
alokasikan sedemikian rupa, sehingga dengan pengaturan kembali keadaannya,
tidak seorang pun menjadi lebih baik dengan menjadikan orang lain lebih buruk di
dalam kerangka Al-Qur’an atau Sunnah. Artinya islam tidak mengenal zero sum
games.1

Sebelum kita mengkaji lebih jauh tentang hakikat ekonomi Islam maka ada
baiknya diberikan beberapa pengertian tentang ekonomi Islam yang dikemukakan
oleh para ahli ekonomi islam:

a. M. Akram Kan

Secara lepas dapat kita artikan bahwa ilmu ekonomi Islam bertujuan untuk
melakukan kajian tentang kebahagiaan hidup manusia yang dicapai dengan meng-
organisasikan sumber daya alam atas dasar bekerja sama dan par- tisipasi. Definisi
yang dikemukakan Akram Kan memberikan dimensi normatif (kebahagian hidup
di dunia dan akhirat) serta dimensi positif (mengorganisir sumber daya alam)

b. Muhammad Abdul Manan

Menurut Manan ilmu ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai
islam.

c. M.Umer Chapra

Menurut Chapra ekonomi islam adalah sebuah pengetahuan yang


membantu upaya realisasi kebahagian manusia melalui alokasi dan distribusi
sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada
pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro
ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.

d. Muhammad Nejatullah Ash-Sidiqy

1 Mustafa Edwin Nasution, pengenalan eksklusif ekonomi Islam, (Jakarta: Pranada Media

Grub 2006), hlm, 15

4
Menurut Ash-Shidiqy ilmu ekonomi Islam adalah respon pemikir muslim
terhadap tantangan ekonomi pada masa tertentu. Dalam usaha keras ini mereka
dibantu oleh Al-Qur’an dan Sunnah, akal (ijtihad) dan pengalaman.

e. Kursyid Ahmad

. Menurut Ahmad Ilmu ekonomi islam adalah sebuah usaha sistematis untuk
memahami masalah-masalah ekonomi dan tingkah laku manusia secara relasional
dalam pers- pektif islam.

Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, kita dapat muncul- kan


suatu pertanyaan apakah ilmu ekonomi Islam bersifat positif atau normatif?
Menurut Chapra, ekonomi islam jangan terjebak oleh dikotomi pendekatan positif
dan normatif. Karena sesungguhnya pen- dekatan itu saling melengkapi dan bukan
saling menafikan. Sedangkan Manan mengatakan bahwa bahwa ilmu ekonomi
Islam adalah ilmu ekonomi positif dan normatif. Jika ada kecenderungan beberapa
ekonom yang sangat mementingkan positivisme dan sama sekali tidak mengajukan
pendekatan normatif atau sebaliknya, tentu sangat di- sayangkan.

B. SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

Sejarah ekonomi Islam bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah. Al-Qur’an


sebagai Firman Allah diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. dan Sunnah
sebagai pengamalan dan Penjelasan praktis yang mengandung sejumlah ajaran dan
Prinsip-prinsip ekonomi yang berlaku untuk berbagai kondisi. Pemikiran adalah
produk dari ide atau pikiran manusia, sedangkan Ajaran Al-Qur’an dan kenabian
merupakan wujud penjelasan Ilahi. Oleh karena itu, interpretasi manusia,
kesimpulan, dan Penerapan mereka dalam berbagai perubahan zaman, ruang, dan
kondisi membentuk tubuh pemikiran ekonomi (the body of Economic thought) dari
orang-orang Islam. Para cendekiawan Muslim menerima ajaran-ajaran ekonomi Al-
Qur’an dan Sunnah Sebagai dasar dan titik awal. Kemudian mereka menggunakan
Argumentasi tertentu dan menerapkan prinsip-prinsip dasar yang Berasal dari
sumber-sumber Islam untuk memecahkan masalah Yang muncul dalam kondisi
yang berubah secara historis dan Ekonomi. Mereka tidak pernah ragu-ragu untuk

5
mengambil Manfaat dari pengalaman negara-negara lain. Lebih kurang Proses ini
terus berlanjut sepanjang sejarah Islam. Secara Periodik pada studi ini, kami dapat
membagi proses tersebut ke Dalam tiga klasifikasi yang luas berikut ini:2

1. Fase Pertama: Masa Pembentukan

Pemikiran ekonomi dalam bentuk tertulis telah ada jauh sebelum munculnya
Islam, terutama ide-ide Yunani yang dianggap sebagai “air mancur pada musim
semi” pada ekonomi konvensional-Barat. Namun, pemikiran ekonomi Islam pada
periode formasi awal tidak dipengaruhi oleh unsur-unsur luar. Tidak diragukan lagi,
sejak zaman pra-Islam, orang Arab memiliki beberapa hubungan komersial dengan
negara-negara tetangga, tapi ini tidak mengarah pada pembentukan kontak budaya
dan intelektual. Tidak ada bukti kegiatan penerjemahan selama periode awal.
Bahkan tidak ada sarana komunikasi yang dapat berkembang untuk memperoleh
interaksi dengan ide-ide asing. Di sisi lain, sumber-sumber Islam yang pokok, Al-
Qur’an dan Sunnah, berisi sejumlah prinsip-prinsip ekonomi dan beberapa ajaran
ekonomi secara rinci. Karena itu, tidak perlu mencari sumber-sumber asing.
Pemikiran ekonomi Islam awal didasarkan pada sumber-sumber internal tersebut.
Ajaran Al-Qur’an tentang masalah ekonomi bersifat spesifik dan sedikit jumlahnya.
Al-Qur’an menyajikan sebagian besar prinsip-prinsip tersebut dan menekankan
pada penggunaan pikiran dan penerapan penalaran. Hal ini menyebabkan
munculnya sanad para ulama yang berisi aturan untuk memecahkan masalah baru
dan menciptakan logika hukum (ushul al-fiqh) yang berlaku Untuk berbagai pola
sosial. Metodologi pertama mereka adalah Merujuk Al-Qur’an dan praktek Nabi
SAW. Dan preseden para Sahabatnya serta para pengikutnya yang langsung
dibimbing Beliau. Ketika tidak menemukan ketentuan apapun dari sumber Hukum
ini, mereka menerapkan analogi dan aturan ijtihad lainnya Dalam menetapkan
perintah syari’ah untuk situasi baru.

2 Dr. Aan Jaelani M,Ag Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jawa Barat: Cv.Aksarasatu

2018), hal, 9-18

6
Pentingnya periode ini semakin jelas jika kita mengkaji ide-Ide ekonomi
yang digagas oleh para sarjana Muslim pada fase Pembentukan ekonomi Islam.
Berikut adalah daftar lengkap dari Ide-ide pemikiran ekonomi tersebut, yaitu:

1) Pasar dan mekanisme pasar;


2) Penawaran dan permintaan;
3) Fiksasi harga;
4) Uang;
5) Instrumen kredit;
6) Bunga dan nilai tukar komoditas;
7) Perpajakan;
8) Keuangan publik;
9) Kebijakan fiskal;
10) Berbagai bentuk organisasi bisnis;
11) Pertanian;
12) Zakat;
13) Warisan;
14) Properti; dan
15) Kemiskinan dan kekayaan.

2. Fase Kedua: Periode Penerjemahan

Periode penerjemahan ini berlangsung pada saat karya-karya klasik dan


beberapa manuskrip dari luar Arab, khususnya karya-karya yang berisi ide-ide
Yunani diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab dan para cendekiawan Muslim mulai
mempelajari dan mengambil manfaat dari karya-karya tersebut. Kegiatan
penerjemahan sudah dimulai pada abad pertama hijriyah, meskipun membutuhkan
dua abad lebih untuk memberikan pengaruh di antara para sarjana Muslim. Laporan
proses penerjemahan awal berlangsung selama kekhalifahan ‘Umar. Khalid bin al-
Walid menyarankan penggunaan institusi diwan(kantor atau register). Ia berkata
kepada ‘Umar, bahwa ia telah melihat para penguasa Suriah menggunakan model

7
diwan. Ia menerima ide dari Khalid. Hal ini juga menginformasikan bahwa orang
yang disarankan ‘Umar untuk memperkenalkan diwan itu adalah al-Hurmuzan.

3. Fase Ketiga: Masa Penerjemahan Ulang dan Transmisi

Tahap ketiga pemikiran ekonomi Islam menandai terjemahan ilmu-ilmu


Islam secara umum dan ilmu Greco-Arab (penjelasan dan komentar ulama atas
filsafat Yunani), khususnya dari Bahasa Arab ke Bahasa Latin dan Eropa lainnya.
Kami memiliki laporan tentang kegiatan terjemahan dari bahasa Arab Ke Yunani
pada akhir abad ke-4 Hijrah di ibukota Bizantium, Constantinopel (Sezgin,
1984:119). Dengan berlalunya waktu, itu, periode sebelum renaisans Barat disebut
sebagai “masa Penerjemahan” (Myers, 1964:78). Seperti yang akan dibahas di
bawah ini dalam bab tujuh, Pekerjaan penerjemahan hanya salah satu dari banyak
saluran Melalui media apa kontribusi sarjana Muslim terhadap pemikiran Dan
analisis ekonomi yang memengaruhi skolastik Barat dan Menjadi bagian dari
mainstream ekonomi. Tidak diragukan lagi, Transmisi ekonomi Yunani ke Barat
adalah karya bersama antara Kristen, Muslim dan Yahudi, yang bekerjasama secara
harmoni (Grice-Hutchinson, 1978: 61). Namun, sementara sebagian besar Kristen
dan Yahudi membantu dalam pekerjaan penerjemahan Dari Bahasa Yunani ke
Bahasa Arab pada periode awal dan dari Bahasa Arab ke bahasa-bahasa Eropa pada
periode selanjutnya, Terdiri dari para sarjana Muslim terutama mereka yang sudah
Mengkaji, membahas, menganalisis, dan mengembangkan Pemikiran Yunani.

C. SEJARAH PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM DI


INDONESIA

Sebuah perkembangan ekonomi islam (syariah) di Indonesia jika di tinjau


dari segi historis sudah dimulai sejak tahun 1955 dengan berdirinya Perkumpulan
Pendukung Ekonomi Islam (PPEI) di Jakarta pada tanggal 23 November 1955
walau demikian usaha-usaha pendirian perkumpulan pendukung ekonomi Islam
juga sudah ditandai dengan statement Ketua Umum Pimpinan Pusat
Muhammadiyah yaitu K.H. Mas Mansyur yang memimpin Muhammadiyah sejak
tahun 1937-1944 yang menyatakan bahwa penggunaan jasa bank konvensional

8
adalah sebuah keterpaksaan karena saat itu umat islam belum mempunyai bank
sendiri yang bebas dari riba dan praktek – praktek lain yang tidak sesuai dengan
syariat islam. Statement ini serta berdirinya PPEI dapat memperlihatkan bahwa
kajian-kajian tentang ekonomi syariah sudah di mulai dan mulai marak hingga ke
daerah-daerah ditambah dengan mulai maraknya perkumpulan yang sama di
daerah-daerah.

Perjuangan ini sudah mulai terasa pada tahun 1970-an tepatnya pada saat
diselenggarakannya seminar nasional hubungan Indonesia dengan timur tengah
yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu kemasyarakatan bersama
Yayasan Bhineka Tunggal Ika saat itu mulai memunculkan lagi wacana harus
tersedianya pelayanan ekonomi syariah bagi rakyat Indonesia dalam konteks ini
adalah bank yang berbasis syariat Islam. Usaha ini mulai menemukan jalan terang
dengan adanya kesepakatan antara pemerintah, MUI, dan ICMI yang saling
mendukung untuk adanya bank syariah pada tahun 1990-an, atas dasar itulah pada
tahun 1991 di Istana Bogor saat itu dipenuhi total komitmen sebesar 106 triliun
Rupiah sebagai modal beroperasi Bank Muamallat Indonesia(BMI) yang pada
akhirnya di grand opening pada tanggal 15 mei 1992 setelah mengantongi berbagi
izin dari kementrian terkait BMI mulai beroperasi di Indonesia.3

Sesaat setelah grand opening BMI muncullah Peraturan Pemerintah (PP)


No.72 tahun 1992 yang mengatur tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil yang
memiliki nilai strategis bagi eksistenti perbankan syariah. Isi dari pp tersebuh
adalah:

1. Bank yang menggunakan prinsip bagi hasil adalah bank umum


atau bpr yang melakukan kegiatan usahanya semata-mata
berdasarkan prinsip bagi hasil
2. Prinsip bagi hasil yang berdasarkan syariat yang digunakan oleh
bank berdasarkan bagi hasil

3 Dr. H. Hasbi Hasan, MH, Pemikiran Dan Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah Di

Dunia Isam Kontemporer, (Jakarta: Gramata Publishing, 2011), hal, 180

9
3. Pembentukan dps yang digunakan untuk mengawasi prodak –
prodak bank tersebut dengan pembentukannya melalui
konsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia.

Dengan adanya PP ini membuat semakin bergairahnya perbankan syariah


di Indonesia. Menurut catatan Syafii Antonio setelah PP itu di keluarkan hingga
tahun 1999 sudah ada beberapa bank umum yang memiliki unit usaha syariah serta
khusus di wilayah Aceh semua bank umum di mohon untuk mempersiapkan
pengkonversian menjadi bank syariah.

D. KARAKTERISTIK EKONOMI ISLAM

Terdapat beberapa Karakteristik yang merupakan kelebihan dalam sistem


ekonomi islam menurut abdullah At-Tariqi (2004), antara lain:

1. Bersumber dari Illahiyah

Sumber awal ekonomi islam merupakan bagian dari muamalah berbeda


dengan sumber sistem ekonomi lainnya karena merupakan peraturan dari Allah.
Ekonomi islam dihasilkan dari agama Allah dan mengikat semua manusia tanpa
terkecuali. Sistem ini meliputi semua aspek universal dan partikular dari kehidupan
dalam satu bentuk dalam posisi sebagai pondasi, sistem ekonomi islam tidak
berubah, sedangkan yang berubah adalah cabang dari bagian partikularnya, namun
bukan dalam sisi pokok dan sifat universalnya.4

Aturan-aturan ekonomi islam sangat mendalam dan menyakinkan. Aturan-


aturan ini juga melahirkan suatu sistem ekonomi yang kelebihannya berupa
esensinya yang mandiri dibanding ekonomi lainnya. Sistem ekonomi islam
mempunyai keunggulan sebagai suatu sistem ekonomi yang dijamin dengan
hukum-hukum agama yang diwujudkan dalam aturan halal dan haram. Posisi halal
dan haram dalam pandangan islam berada dalam semua bentuk aktivitas, misalnya
perbuatan hakim dan yang dihakimi, perbuatan penjual dan pembeli, dan
seterusnya. Semua aktivitas itu ada di katagorikan haram dan ada yang halal.

4 Zulkifli Rusby, Ekonomi Islam, (Riau: Pusat Kajian Pendidikan Islam,2017), hal, 5

10
Demikian juga ekonomi islam ini sesuai dengan fitrah manusia, artinya sisitem ini
sesuai dengan naluri seluruh manusia di mana pun dan kapan pun, asal manusia
mengunakan sistem ini. Sebagaimana pesan Al quran dalam surat Ar Rum ayat
30:Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.

2. Unsur Pertengahan dan Berimbang

Ekonomi islam memadukan kepentingan pribadi dan kemaslahatan


masyarakat dalam bentuk yang berimbang. Ekonomi islam berposisi di antara aliran
individu (kapitalis) yang melihat bahwa hak kepemilikan individu bersifat absolut
dan tidak boleh diintervensi dan siapa pun, dan aliran sosialis (komunis) yang
menyatakan ketiadaan hak individu dan mengubahnya kedalam kepemilikan
bersama menempatkan di bawah dominasi negara.

Di antara bukti sifat pertengahan dan berimbang ekonomi islam antara lain
adalah posisi tengah yang diberikan kepada negara untuk intervensi bidang
ekonomi. Aliran kapitalis tidak memberikan toleransi kepada negara untuk
melakukan intervensi dalam aktivitas-aktivitas ekonomi, sementara aliran sosialis
melihat perlunya dominasi negara untuk melakukan intervensi dalam aktivitas ini
dengan tujuan meniadakan kepemilikan pribadi.

3. Berkecukupan dan Berkeadilan

Ekonomi islam memiliki kelebihan dengan menjadikan manusia sebagai


fokus perhatian. Manusia diposisikan sebagai pengganti Allah di bumi untuk
memakmurkannya dan tidak hanya untuk mengeksplorasi kekayaan dan
memanfaatkannya saja. Ekonomi ini ditujukan untuk memenuhi dan mencukupi
kebutuhan manusia. Hal ini berbeda dengan ekonomi kapitalis dan sosialis di mana
fokus perhatiannya adalah kekayaan.

4. Pertumbuhan Dan Keberkahan

11
Ekonomi islam memiliki kelebihan dari sistem lain, yaitu beroperasi atas
dasar pertumbuhan dan investasi harta secara legal, agar tidak berhenti dari
rotasinya dalam kehidupan sebagai bagian dari meditasi jaminan kebutuhan pokok
bagi manusia. Islam memandang harta dapat di kembangkan hanya dengan bekerja.
Hal itu hanya dapat terwujud dalam usaha keras untuk menumbuhkan kemitraan
dan memperluas unsur unsur produksi demi terciptanya pertumbuhan ekonomi dan
keberkahan secara kebersamaan.Usaha yang dilakukan adalah melalui berputaran
modal di tengah masyarakat islam dalam bentuk modal produksi sebagai kontribusi
terhadap aturan-aturan yang dikembangkan, Islam melarang secara keras praktek
monompoli, penumpukan dan Penghentian atau mengalokasian dan perputaran
harta.

E. PRINSIP- PRINSIP EKONOMI ISLAM

Prinsip ekonomi Islam merupakan kaidah-kaidah pokok yang membangun


struktur atau kerangka ekonomi Islam yang bersumber dari Alquran dan hadis.
Prinsip ini berfungsi sebagai pedoman dasar bagi setiap individu dalam berperilaku
ekonomi, namun agar manusia dapat menuju falah, perilaku manusia perlu diwarnai
dengan spirit dan norma ekonomi Islam yang tercermin dalam nilai-nilai ekonomi
Islam.

Nilai-nilai ekonomi Islam yang telah dijelaskan sebelumnya, dengan


didasari oleh fondasi akidah, akhlaq dan syariat (aturan/hukum) dapat disarikan
lebih lanjut dan diformulasikan menjadi 6 (enam) prinsip dasar ekonomi dan
keuangan syariah adalah sebagai berikut:5

1. Pengendalian Harta Individu

Harta individu harus dikendalikan agar terus mengalir secara produktif.


Harta individu tidak boleh ditumpuk, namun keluar mengalir secara produktif ke
dalam aktivitas perekonomian. Aliran harta yang dikeluarkan tersebut dapat berupa
investasi produktif pada sektor rill dalam bentuk zakat, infak, sedekah, dan wakaf.

5 Dadang Muljawan, Ekonomi Syariah Menengah ke atas, (Jakarta: Bank Indonesia, 2020)

12
Dengan mengalirnya harta secara produktif, kegiatan perekonomian akan terus
bergulir secara terus menerus.

2. Distribusi Pendapatan yang Inklusif

Pendapatan dan kesempatan didistribusikan untuk menjamin inklusivitas


perekonomian bagi seluruh masyarakat. Berdasarkan prinsip ini distribusi
pendapatan dari masyarakat dengan harta melebihi nisab disalurkan melalui zakat.

3. Optimalisasi Bisnis (Jual Beli) dan Berbagi Risiko

Ekonomi syariah menjunjung tinggi keadilan dan menekankan berbagi hasil


dan risiko (risk sharing). Kebebasan pertukaran; kebebasan untuk memilih tujuan
dan rekan dagang sesuai prinsip syariah; pasar sebagai tempat pertukaran; campur
tangan dalam proses penawaran (supply); tidak ada batasan area perdagangan;
kelengkapan kontrak transaksi; dan kewenangan pihak otoritas dan penegak hukum
untuk menjaga kepatuhan atas aturan maupun kontrak.

4. Transaksi Keuangan Terkait Erat Sektor Riil

Ekonomi syariah mensyaratkan bahwa setiap transaksi keuangan harus


berdasarkan transaksi pada sektor rill. Menurut prinsip dasar ini, transaksi keuangan
hanya terjadi jika ada transaksi sektor riil yang perlu difasilitasi oleh transaksi
keuangan. Aktivitas atau transaksi ekonomi bersinggungan dengan sektor rill, usaha
manusia, manfaat, harga atas barang dan jasa maupun keuntungan yang diperoleh.
Dalam perspektif Islam, aktivitas ekonomi senantiasa didorong untuk
berkembangnya sektor riil seperti perdagangan, pertanian, industri maupun jasa. Di
sisi lain, ekonomi syariah tidak mentolerir aktivitas ekonomi nonriil seperti
perdagangan uang, perbankan sistem ribawi, dan lain-lain.

5. Partisipasi Sosial untuk Kepentingan Publik

Ekonomi Islam mendorong pihak yang memiliki harta untuk berpartisipasi


membangun kepentingan bersama. Misalnya, mewakafkan tanah untuk
pembangunan rumah sakit, membeli Sukuk untuk pembangunan jembatan atau tol
dan sebagainya. Dalam ekonomi Islam pencapaian tujuan sosial diupayakan secara

13
maksimal dengan menafkahkan sebagian hartanya untuk kepentingan bersama
sebagaimana firmanNya: “Berimanlah kamu kepada Allah dan RasulNya dan
nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan
(sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang Besar.” (QS Al Hadid (57): 7).

6. Transaksi Muamalat

Sejalan dengan nilai-nilai ekonomi Islam yang menjunjung tinggi keadilan


serta kerja sama dan keseimbangan, setiap transaksi muamalat khususnya transaksi
perdagangan dan pertukaran dalam perekonomian, harus mematuhi peraturan yang
telah ditetapkan dalam syariat. Aturan yang lebih khusus dalam mengatur transaksi
perdagangan, telah ditetapkan langsung oleh Rasulullah SAW pada saat Rasulullah
SAW mengatur perdagangan yang berlangsung di pasar Madinah yang esensinya
masih terus berlaku dan dapat diterapkan sampai sekarang.

F. DASAR- DASAR HUKUM EKONOMI ISLAM

Dasar hukum ekonomi Islam terdiri dari:

1. Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT. yang disampaikan kepada Nabi


Muhammad SAW. secara mutawatir melalui malaikat Jibril dari mulai surat Al-
Fatihah diakhiri surat An-Nas dan membacanya merupakan ibadah. Al-Qur’an
merupakan dasar hukum ekonomi Islam yang abadi dan asli, dan merupakan
sumber serta rujukan yang pertama bagi syari'at Islam, karena di dalamnya terdapat
kaidah-kaidah yang bersifat global beserta rinciannya.

Al-Qur’an tidak saja mengatur hubungan antara manusia dengan


sesamanya, Akan tetapi mengatur pula hubungan antara penciptanya. Al-Qur’an
juga bertujuan Untuk menciptakan keseimbangan antara hubungan kehidupan

14
spiritual dan material. Dan memerintahkan kepada manusia agar percaya pada hari
kebangkitan kembali, Hari kiamat dan ganjaran atau hukuman.6

Jadi al-Qur’an tidak hanya merincikan tentang pentingnya menyusun dan


Mengubungkan erat dengan Tuhan tetapi juga menjelaskan semua yang mungkin
diperlukan untuk memenuhi kehidupan sosial yang lengkap. Al-Qur’an mampir
sebagai dokumen yang sejak awal mulanya hingga terakhir berusaha memberi
penekanan pada semua ketegangan moral yang perlu bagi perbuatan manusia
kreatif. pusat perhatian al-Qur’an adalah manusia dan perbaikannya. Untuk itu
sangatlah penting bagi sesorang untuk bekerja dalam kerangka ketegangan-
ketegangan tertentu yang sebenarnya telah terciptakan Tuhan dalam dirinya.

2. As-Sunnah

As- Sunnah atau sering disebut juga al-Hadits mempunyai arti yang sama,
yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.baik berupa
ucapan, perbuatan maupun takrirnya. Kalaupun ada perbedaan sangat tipis sekali,
as-Sunnah yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.
saja, sedang Al-Hadits disandarkan bukan saja kepada Nabi Muhammad SAW.
akan tetapi kepada para sahabat Nabi. As-Sunnah.

Kedudukan as-Sunnah terhadap al-Qur’an, sebagaimana dirumuskan dalam


Tiga hal, yaitu:

1) Sunnah berfungsi menjelaskan ayat yang masih mubham, merinci


ayat yang Mujmal.
2) Sunnah menambah kewajiban-kewajiban syara’ yang ketentuan
pokoknya Telah ditetapkan dengan nash al-Qur’an. Seperti sunnah
datang dengan membawa hukum-hukum tambahan yang
menyempurnakan ketentuan pokok tersebut.
3) Sunnah membawa hukum yang tidak ada ketentuan nashnya di
dalam al-Qur’an.

6 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Alih Bahasa Saefullah Ma’sum, dkk., (Jakarta: PT.

Pustaka Firdaus, 1994), hal, 121

15
3. Ijtihad

Ijtihad adalah merupakan semua kemampuan dalam segala perbuatan, guna


Mendapatkan hukum syara’ dan dalil terperenci dengan cara istinbat ( mengambil
kesimpulan).

Lapangan ijtihad yaitu masalah-masalah yang belum diatur hukumnya


secara Pasti oleh al-Qur’an dan as-Sunah. Maka dalam masalah-masalah yang
hukumnya sudah diatur secara pasti dan jelas dalam nash al-Qur’an dan as-Sunah
tidak perlu lagi Berijtihad, melainkan diwajibkan untuk melaksanakan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Dalam konsep Islam urusan mu’amalah ini harus berpedoman pada sumber-
Sumber hukum yang telah ditetapkan di atas. Al-Qur’an telah memberikan prinsip-
Prinsip pokok tentang hubungan manusia dengan harta benda sekelilingnya, yaitu
Dalam tiga hal:

1. Cara mendapatkan hak milik atas harta benda;


2. Penegasan tentang fungsi hak milik, dan
3. Kewajiban membelanjakan harta benda.

Ijtihad yang diupayakan oleh para ulama menghasilkan kesepakatan-


Kesepakatan, di antaranya:

a. Ijma’

Ijma’ ialah kebulatan pendapat Fuqoha Mujtahidin pada suatu masa atas
Sesuatu hukum sesudah masa Rasulallah SAW.

b. Qiyas

Qiyas adalah mempersamakan hukum sesuatu perkara yang belum ada


Kedudukan hukumnya dengan sesuatu perkara yang sudah ada ketentuan
hukumnya Karena adanya segi-segi persamaan antara keduanya yang disebut illat.

16
G. HAKIKAT DAN DASAR EKONOMI ISLAM

Ekonomi Islam adalah adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari


masalah-masalah ekonomi umat berdasarkan syari’ah. Hakikat ekonomi Islam
berdasarkan kepada prinsip prinsip: tauhid, adil, nubuwwah, khilawah dan ma’ad.
Pada dasarnya hakikat ekonomi syari’ah itu adalah kegiatan ekonomi diorientasikan
bagi pencapaian kebahagiaan hidup manusia di dunia, kegiatan ekonomi harus
dilakukan dalam pola interaksi sesama manusia secara baik, ekonomi diarahkan
bagi tercapainya kesejahteraan, kemajuan material dan kebahagiaan hidup manusia
di dunia dan harus hindari kegiatan ekonomi yang merusak fisik maupun tatanan
kehidupan manusia, Salah satu definisi yang mengakomodasi unsur-unsur
maqasyid asy Ilmu ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai suatu cabang
pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui
alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang seirama dengan maqasid
syariah yaitu menjaga agama (li hifdz al din), jiwa manusia (li hifdz al nafs), akal
(li hifdz alaki), keturunan (li hifdz al nasl), dan menjaga kekayaan (li hifaz al mal)
tanpa mengekang kebebasan individu (Chapra, 2001).

Sebagai ekonomi ilahiyah, ekonomi Islam memiliki aspek transendensi


yang sangat tinggi suci yang memadukannya dengan aspek materi, dunia. Titik
Tolaknya adalah Allah dan tujuannya untuk mencari fadl Allah melalui
jalan(thariq) yang tidak bertentangan dengan apa yang telah digariskan oleh Allah.
Ekonomi Islam seperti dikatakan oleh Shihah (1997) diikat oleh Seperangkat nilai
iman dan ahlak, moral etik bagi setiap aktivitas ekonominya, Ba alam posisinya
sebagai konsumen, produsen, distributor, dan lain-lain.7

Nilai dasar ekonomi syariah diturunkan dari inti ajaran Islam yaitu Tauhid.
Prinsip tauhid ini melahirkan keyakinan bahwa kebaikan prilaku kebaikan manusia
adalah karena kemurahan Allah SWT dan segala aktivitas manusia di dunia
termasuk ekonomi hanya dalam rangka untuk mengikuti petunjuk Allah SWT. Nilai

7 Fauziah, Husni Tamrin, Hakikat dan Dasar Ekonomi Syariah, Jurnal Tamaddun

Ummah, Vol.1 No.2,(2016)

17
Tauhid diterjemahkan menjadi 5 nilai dasar yang membedakan ekonomi Islam
dengan sistem ekonomi lainnya, yaitu:

Pertama, nilai dasar kepemilikan. Konsep kepemilikan dalam Islam tidak


sama dengan konsep kepemilikan dalam faham liberalisme seperti yang
dikemukakan John Lock. Bagi John Lock, setiap manusia adalah tuan serta
penguasa penuh atas kepribadiannya, atas tubuhnya, dan atas tenaga kerja yang
berasal dari tubuhnya.

Kedua, nilai dasar kebebasan. Dalam ekonomi kapitalisme, individu diberi


kebebasan yang seluas-luasnya untuk memanfaatkan atau tidak memanfaalkan
harta yang dimilikinya.

Ketiga, nilai dasar keadilan. Keadilan yaitu memberikan setiap hak kepada
para pemiliknya masing-masing tanpa melebihkan dan mengurangi. Persoalannya
sekarang, siapakah yang berkompeten untuk menentukan hal tersebut.

Keempat, nilai dasar keseimbangan. Sistem ekonomi kapitalisme lebih


mementingkan individu dari masyarakat sehingga orang merasakan harga diri dan
eksistensinya.

Kelima, nilai dasar persaudaraan dan kebersamaan. Dalam paham


sosialisme-komunisme, persaudaraan dan kebersamaan merupakan nilai yang
utama dan pertama.

H. SASARAN EKONOMI

Sasaran ekonomi islam tidak bisa dilepaskan dari tujuan penciptaan manusia
di muka bumi. Ini karena, kegiatan berekonomi tidak bisa dipisahkan dari akitivitas
manusia di muka bumi. Inilah mengapa islam juga mengatur segala sesuatunya
yang berkaitan dengan aktivitas manusia dalam Berekonomi.

Manusia diciptakan bukan semata untuk menjadi seorang pertapa yang tidak
ikut dalam aktivitas keduniaan, bukan pula sebagai manusia bumi yang tidak
mempedulikan aturan Alah dalam Setiap tindak tanduknya. Namun Allah
menciptakan manusia agar manusia menjadi khalifah (wakil Allah) yang

18
mempunyai tugas memakmurkan bumi, yaitu menciptakan kemakmuran dengan
segala Kreasi menuju kebaikan. (QS 2:30). Untuk kepentingan inilah Allah telah
memberikan (menyediakan) Segala sesuatunya yang akan manusia butuhkan di
muka bumi ini (QS 2:29). Oleh karenanya, “kebajikan” tdak bisa diartikan sebagai
seberapa banyak seseorang mempunyai dan bisa menikmati Kekayaan atauapun
kekuasaan.

Bukan pula kebajikan itu berupa penghindaran diri dari hiruk pikuk Dunia
dan menyendiri hanya kepada tuhannya. Namun kebajikan itu adalah seberapa
banyak kita Membuat kemaslahatan untuk sesama. Islam menghendaki bahwa
setiap aktivitas manusia tidak hanya bernilai duniawi (material) Semata, tetapi
seharusnya juga bernilai spiritual. Termasuk juga dalam setiap aktivitas
berekonomi, harus juga membawa muatan spiritual, dalam arti harus terdapat
kesesuaian dengan tujuan dan nilai-nilai islam. Tujuan dan nilai-nilai ekonomi
islam adalah: 8

1. Kesejahteraan ekonomi dengan berpegang pada


norma moral
2. Persaudaraan dan Keadilan
3. Kesetaraan disribusi pendapatan
4. Kebebasan individu daam konteks kesejahteraan
sosial.

8 Muhammad ayub, Keuangan Syariah, (Jakarta: Gramedia, 2007)

19
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan:

Ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari


masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai- nilai Islam. Sejauh
mengenai masalah pokok kekurangan, hampir tidak terdapat perbedaan apa pun
antara ilmu ekonomi Islam dan ilmu ekonomi modern. andai pun ada perbedaan itu
terletak pada sifat dan volumenya.

Pemikiran ekonomi dalam bentuk tertulis telah ada jauh sebelum munculnya
Islam, terutama ide-ide Yunani yang dianggap sebagai “air mancur pada musim
semi” pada ekonomi konvensional-Barat. Namun, pemikiran ekonomi Islam pada
periode formasi awal tidak dipengaruhi oleh unsur-unsur luar. Tidak diragukan lagi,
sejak zaman pra-Islam, orang Arab memiliki beberapa hubungan komersial dengan
negara-negara tetangga, tapi ini tidak mengarah pada pembentukan kontak budaya.

Pada dasarnya hakikat ekonomi syari’ah itu adalah kegiatan ekonomi


diorientasikan bagi pencapaian kebahagiaan hidup manusia di dunia, kegiatan
ekonomi harus dilakukan dalam pola interaksi sesama manusia secara baik,
ekonomi diarahkan bagi tercapainya kesejahteraan, kemajuan material dan
kebahagiaan hidup manusia di dunia dan harus hindari kegiatan ekonomi yang
merusak fisik maupun tatanan kehidupan manusia Islam menghendaki bahwa setiap
aktivitas manusia tidak hanya bernilai duniawi (material) semata, tetapi seharusnya
juga bernilai spiritual.

B. Saran

Penyusun makalah ini manusia biasa banyak kelemahan dan kekhilafan.


Maka dari itu penyusun menyarankan pada pembaca yang ingin mendalami tentang
Keterampilan Menulis setelah membaca makalah ini membaca sumber lain yang
lebih lengkap.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ayub, Muhammad, 2007, Keuangan Syariah, (Jakarta: Gramedia).


Edwin, Mustafa, 2006, Nasution Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,
(Jakarta: Prenada Media Grub).
Hasan, Hasbi, 2011, Pemikiran Dan Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah
Di Dunia Isam Kontemporer, (Jakarta: Publishing).

Jaelani, Aan, 2018, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jawa Barat:

Cv.Aksarasatu). Rusby, Zulkifli, 2017, Ekonomi Islam, (Riau: Pusat Kajian

Pendidikan Islam).

Muljawan, Dadang, 2020, Ekonomi Syariah Sekolah Menengah Ke atas,


(Jakarta: Bank Indonesia).

Zahrah, Muhammad Abu, 1994, Ushul Fiqh, Alih Bahasa Saefullah Ma’sum,
(Jakarta: PT. Pusaka Firdaus).

21

Anda mungkin juga menyukai