Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekonomi Politik Islam hanyalah satu bidang ilmu yang akan dibangun berdasarkan
paradigma tauhid. Semua ilmu pengetahuan yang ada perlu dibangun pula dalam kerangka
paradigma Tauhid. Umat Islam dalam hidupnya berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadist
yang dijadikan pedoman hidup. Segala apa yang menjadi persoalan, solusi, peringatan,
kebaikan, dan ancaman termuat didalam pedoman tersebut. Bahkan dalam Al-Qur’an dan
Hadist permasalahan politik juga tertuang di dalamnya.

Terdapat dua alasan yang melatarbelakangi diperlukannya pengembangan teori,


pemikiran, atau konsep-konsep Ekonomi Politik Islam dewasa ini. Pertama, adalah dasar
“keyakinan” (belief system). Kedua, adalah dasar kebutuhan umat manusia (humanity’s
needs). Alasan yang pertama, hal ini kembali kepada logical consequence dari keyakinan kita
sebagai Muslim. Sedangkan alasan yang kedua, saat ini dunia tengah mencari perspektif yang
benar dan seimbang tentang ekonomi politik, dan itu hanya tersedia pada ekonomi politik
Islam. Untuk hal ini, telah banyak pengakuan dari pemikir-pemikir ekonomi dari luar Muslim
sendiri.

Pengembangan ekonomi politik Islam diperlukan untuk menjawab persoalan ekonomi


dan pembangunan, khususnya di dunia Muslim, antara lain dalam rangka membebaskan dunia
Muslim dari kelemahan dan keterbelakangan dalam peraturan peradaban dunia saat ini.

Negara Madinah era kepemimpinan Rasulullah. Dalam Piagam Madinah, digalang


suatu perjanjian untuk menetapkan persamaan hak dan kewajiban semua komunitas dalam
kehidupan sosial politik. Dengan mengetahui dan mempelajari tentang politik Islam, dimana
semua prinsip-prinsip yang terkandung telah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW, maka
sepatutnya kita juga mengikuti alur dari prinsip-prinsip politik Islam sehingga segala persoalan
politik negara di era globalisasi tidak menjadi kacau dan dapat terlaksana dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dari Ekonomi Islam?

1
2. Apa yang dimaksud dari Politik Islam?
3. Apa yang dimaksud dari Ekonomi Politik Islam?
4. Bagaimana Sejarah tentang Politik Islam?
5. Bagaimana Sejarah tentang Ekonomi Politik di Zaman Rasulullah SAW?
6. Bagaimana Pelaksanaan Ekonomi Dalam Politik Islam?
1.3 Tujuan

Mengetahui dan menjelaskan tentang Ekonomi Islam, Politik Islam, Ekonomi Politik
Islam, Sejarah tentang Politik Islam, Sejarah tentang Ekonomi Politik di Zaman Rasulullah
SAW dan Pelaksanaan Ekonomi Dalam Politik Islam.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ekonomi Islam

Ilmu ekonomi Islam sebagai sebuah studi ilmu pengetahuan modern baru muncul pada
tahun 1970-an, namun sesungguhnya awal pemikiran Islam telah muncul sejak Islam itu
diwahyukan melalui Nabi Muhammad SAW (P3EI, 2008). Dalam catatan sejarah Islam, Nabi
Muhammad mengawali praktik pembangunan ekonomi di Kota Madinah mulai meletakkan dasar-
dasar ekonomi yang mengacu pada nilai-nilai Islam terutama aqidah dan prinsip Tauhid. Hal ini
dapat dilihat saat Rosulullah membangun ekonomi Madinah, beliau berusaha menerapkan prinsip
keadilan dan kesetaraan agar terjadi redistribusi asset ekonomi diantara warga secara merata
proporsional. Seperti diketahui dalam sejarah bahwa setelah hijrah kaum Muhajirin yang
merupakan salah satu pilar komunitas pembangun masyarakat Madinah secara ekonomi sangat
marjinal. Hal ini bias dipahami karena kaum Muhajirin telah meninggalkan seluruh harta benda
dan aset-aset ekonomi lainnya di Kota Mekah. Maka pada saat itu persoalan pertama dalam
ekonomi yang dihadapi Rosulullah adalah ketimpangan ekonomi social antara kaum Muhajirin
(pendatang) dengan penduduk Kota Madinah.

Maka kalau dirunut dalam proses kesejarahan konsep ekonomi pertama yang akan ditegakkan
Rosullullah pada saat membangun kota Madinah adalah redistribusi kekayaan, sehingga tidak
terjadi ketimpangan ekonomi diantara elemen masyarakat penyangga kota Madinah. Strategi
tersebut dilakukan Rosulullah dengan mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum
Anshor. Piagam Madinah sebagai tonggak civil society dalam sejarah Islam sesungguhnya
merupakan kebijakan yang dalam perspektif ekonomi agar redistribusi roda perekonomian di kota
Madinah berjalan”...jangan sampai kekayaan hanya beredar dikalangan orang-orang kaya saja
diantara kamu” (QS 59:7). Seperti di ketahui bahwa selain kaum Muhajirin dan kaum Anshor di
Madinah juga berrmukim masyarakat dari suku bangsa lain semisal kaum Yahudi. Rosullullah
mendorong agar semua komponen masyarakat melakukan kerjasama ekonomi sehingga roda
perekonomian terus berputar. Konsep perdagangan dengan Sistem Mudharobah (profit and loss
sharing) sudah diperkenalkan Rosullullah pada masa ini. Kelak kemudian hari para pemikir
ekonomi Islam modern melandaskan pemikirannya pada Sistem Mudharobah sebagai pembeda
dari sistem ekonomi konvensional. Pengaruh pribadi Rosulullah sebagai seorang saudagar

3
tentunya turut andil dalam mempengaruhi gaya beliau dalam mengkonsep sebuah sistem ekonomi
yang adil di kota Madinah. Maka dapat dikatakan bahwa sesungguhnya Islam dan ekonomi sudah
merupakan bagian yang tak terpisahkan sejak awal lahirnya Islam. Persoalan redistribusi kekayaan
yang menjadi persoalan ekonomi pada awal Rosulullah membangun kota Madinah sesungguhnya
juga merupakan sebuah persoalan krusial dan mendasar yang dihadapi oleh semua paham ekonomi
lainnya seperti sosialisme dan kapitalisme.

Nilai keadilan dan kesetaraan dalam konsep perekonomian yang dijalankan Rosulullah tersebut
misalnya dalam sistim profit and loss sharing atau mudarobah tidak bisa dilepaskan dari nilai-
nilai Tauhid yang sedang di perjuangkan kaum muslimin pada masa itu. Seperti diketahui bahwa
pada dasarnya, ilmu sosial termasuk didalamnya selalu diawali dan didasari pada nilai-nilai
tertentu, baik aspek ontologis, epistimologis maupun aksiologis. Dengan demikian tidak ada ilmu
ekonomi yang bebas nilai. Sehingga perlu kiranya mengetahui bahwa dalam ilmu ekonomi Islam
dikenal dengan istilah ilmu ekonomi normatif. Tidak semua hal dalam ekonomi berlaku positif
yang menganggap semua fakta ekonomi merupakan sesuatu yang bersifat independen terhadap
norma atau nilai-nilai tertentu. Sebagai contoh, hukum penawaran (supplay and demand) yang
menyatakan bahwa jika harga suatu barang meningkat, maka jumlah barang yang ditawarkan akan
meningkat, ceteris paribus, merupakan pernyataan positip. Hukum tersebut berlaku karena para
produsen memandang bahwa kenaikkan harga barang adalah kenaikkan pendapatan mereka dan
motivasi produsen adalah untuk mencetak keuntungan pendapatan sebanyak-banyaknya.
Pernyataan positif ini tidak menjelaskan faktor apakah yang mendorong dan mengharuskan
produsen untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya atau keuntungan maksimum, wilayah
pertanyaan ini sebenarnya wilayah ekonomi normatif. Wilayah yang bersifat normatif dianggap
merupakan sebagai sesuatu yang telah ada sebelumnya (given) dan berada diluar batas analisis
ekonomi. Secara faktual sesuatu yang given itu dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya, agama atau
kandungan nilai-nilai lokal lainnya. Pemahaman yang sudah given ini implementasinya akan
membawa corak tersendiri dalam praktek ekonomi baik secara langsung atau tidak langsung. Hal
ini secara empiris pernah diuji. Menurut Weber, ada pertalian erat antara (ajaran-ajaran) agama
dan etika kerja, atau antara penerapan ajaran agama dengan pembangunan ekonomi.

Peristiwa dan perkembangan ekonomi menunjukkan dinamika yang amat kompleks di dalam
kehidupan manusia. Suatu peristiwa, fenomena, perkembangan ekonomi tidak mudah dicerna atau

4
dianalisis dengan menggunakan logika ekonomi semata. Krisis ekonomi yang pernah melanda
hampir semua negara di dunia termasuk Indonesia tidak dapat diramal secara akurat.

Kesulitan dalam menjelaskan fenomena yang terjadi disebabkan peristiwa ekonomi tersebut,
semata-mata bukan hanya dari faktor ekonomi melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial
politik. Suatu roda perekonomian dapat berjalan tergantung perilaku para politikus yang sedang
manggung dalam perpolitikan nasional. Oleh karena itu, analisis ekonomi menjadi tumpul.
Akhirnya muncul cara analisis yang dikenal dengan ekonomi politik, yaitu cara analisis peristiwa
ekonomi dengan memasukkan variabel-variabel non ekonomi.1

2.2 Politik Islam

Politik Islam terdiri dari dua aspek yaitu politik dan Islam. Politik berarti suatu cara
bagaimana penguasa mempengaruhi perilaku kelompok yang dikuasai agar sesuai dengan
keinginan penguasa. Sedangkan Islam berarti penataan dan Islam merupakan organisasi penataan
menurut ajaran Allah, yaitu Al-Qur’an dan menurut Sunnah Rasulnya.

Politik Islam dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mempengaruhi anggota Masyarakat,
agar berperilaku sesuai dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasulnya. Dalam konsep Islam,
kekuasaan tertinggi adalah Allah SWT. Ekspresi kekuasaan Allah tertuang dalam Al-Qur’an
menurut Sunnah Rasul. Penguasa tidak memiliki kekuasaan yang mutlak, ia hanya wakil (khalifah)
Allah di muka bumi yang berfungsi untuk menegakkan ajaran Allah dalam kehidupan nyata.

- Dalam leksikon politik Islam sering muncul istilah Islam politik. Apakah Islam politik itu?
Apa bedanya dengan politik Islam? Dari ideologi dan praktik sejarah, Islam politik
sekurang-kurangnya bertolak dan dikenali dari empat cara pandang.
Pertama, Islam adalah agama kâffah, agama sekaligus negara, ibadah dan politik. Kadar
paling radikal meletakkan politik dan penegakan sistem politik sebagai pokok dan rukun
agama. Dengan paradigma ini, orang Islam yang tidak berjuang menegakkan sistem politik
Islam adalah kafir karena mengabaikan pokok agama. Mereka harus diperangi, meski
mengucapkan syahadat, salat, puasa, zakat, dan haji.
Pandangan ini bisa disimak dari ceramah-ceramah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang
tersiar di berbagai media. Ini berbeda dengan paradigma lain, bahwa politik itu penting

1
Http://jurnal.unimus.ac.id

5
untuk menunjang agama, tetapi bukan perkara pokok yang tetap dan baku. Politik adalah
perkara cabang yang berubah dan dinamis. Imam Syafi’i, misalnya, meletakkan politik
sebagai cabang, bukan cabang akidah pula, tetapi sekadar cabang syariah:
“Politik adalah bagian dari syariah dan salah satu cabang di antara cabang-cabangnya.”
Dalam perkara cabang, terbuka ruang ijtihad dan inovasi. Konsepsi ini bisa disebut sebagai
politik Islam, politik yang dipengaruhi nilai-nilai Islam. Karena Islam adalah sumber
inspirasi, penjelmaan politik Islam tidak baku, tunggal, dan monolitik. Berbagai bentuk
ekspresi politik Islam diakui, termasuk yang berwawasan kebangsaan.
Dengan paradigma ini, “ayat-ayat politik” dalam nash tidak dipahami sebagai qath’î
(imperatif kategoris) yang jelas dan pasti, tetapi dhannî (imperatif hipotetis) yang
kondisional dan fleksibel. Karena bukan perkara pokok yang qathi’î, pilihan politik atau
ijtihad politik tidak mempengaruhi status agama seseorang. Dalam terang ini, haram
menyebut ahlul qiblat sebagai kafir karena tidak setuju negara Islam atau memilih
pemimpin politik non-Muslim.
Perbedaan Islam politik dan politik Islam bisa ditarik dari sini. Islam politik menjadikan
tegaknya sistem politik Islam sebagai aspirasi dan tujuan politik. Politik Islam, di seberang
lain, menganggap politik penting dan nilai-nilai Islam perlu diadaptasi sebagai inspirasi
politik. Namun, politik adalah sarana karena tujuan atau sebenarnya adalah kehidupan adil,
makmur, dan sejahtera. Sarananya boleh negara-bangsa dan demokrasi.
Kedua, tujuan penegakan sistem politik Islam adalah formalisasi syariat Islam dalam
pengertian sempit yaitu penerapan hukum jinâyat Islam (hudûd) seperti potong tangan,
jilid, rajam, qishâs, ta’zîr, dan semacamnya. Di berbagai tempat, syariat Islam telah
dijalankan secara swadaya tanpa intervensi negara seperti salat dan puasa.
Di Indonesia, negara memfasilitasi pelaksanaan syariat Islam lain seperti haji, zakat,
perkawinan, dan keuangan berbasis syariah. Namun, pelaksanaan syariat Islam dianggap
belum kâffah karena belum mengadopsi hukum pidana Islam. Orang Islam yang berhenti
berjuang menegakkan hudûd adalah pembela thâghût karena menerima selain hukum
Allah. Mereka belum dihitung menegakkan syariat Islam, meski rajin salat, selalu bayar
zakat, tekun puasa, haji, dan menabung perbankan syariah. (QS. al-Maidah/5: 44, 45, 47):
“Siapa yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah maka mereka itu kafir,
(maka mereka itu zalim), (maka mereka itu fasik).”

6
Penafsiran harfiah terhadap ayat ini akan membuat semua orang Islam ngeri dan merasa
bersalah karena hidup di dalam sistem sekuler. Muslim yang tidak berjuang menegakkan
hukum Islam seperti potong tangan dan rajam mendapat cap langsung dari al-Qur’an
sebagai kafir, zalim, dan fasik. Benarkah demikian?
Belum menemukan jawaban tuntas kenapa Indonesia tidak menerapkan hukum Islam dan
bagaimana ayat ini harus dipahami. Rasanya ini juga tengah menimpa anak-anak muda
zaman now, termasuk mahasiswa cerdik pandai di kampus-kampus ternama, yang lantang
berteriak Khilâfah dan syariat Islam kâffah. Mereka terpapar pengajian-pengajian politis,
mencela pemerintahan sekuler, dan mengutuk para pembelanya.

Hasilnya, sejarah Islam politik dipenuhi oleh narasi pemberontakan terhadap sistem
sekuler. Di berbagai tempat, termasuk Indonesia, untuk bisa menerapkan hudûd, mereka
memanggul senjata, mengorbankan nyawa sendiri dan nyawa orang lain. Di Mesir, jutaan
nyawa melayang, hingga kini, akibat amandemen konstitusi tahun 2012 yang berupaya
mengubah frase “negara didirikan berdasarkan prinsip-prinsip syariah” menjadi “negara
didirikan berdasarkan hukum syariah.”

Frase pertama jelas berbeda dengan frase kedua. Hukum penjara selaras dengan prinsip
syariah karena hudûd pada dasarnya adalah batas tertinggi (al-hadd al-a’lâ) untuk memberi
efek jera bagi pelaku kejahatan. Ini tidak bisa diterima oleh mereka yang memahami hudûd
sebagai praktik harfiah penghukuman masa silam. Di Indonesia, DI/TII memberontak
karena tidak legowo Piagam Jakarta dihapuskan dan syariat Islam batal diadopsi sebagai
hukum positif negara.

Ketiga, selain menghendaki formalisasi Islam dan positivisasi syariah, Islam politik
menghendaki representasi dan nominasi pemimpin/politisi Muslim serta alokasi kue
ekonomi kepada umat Islam. Islam dalam “politik biting” (nominal politics) adalah bentuk.
Ukuran keberhasilannya adalah sejauhmana umat Islam mendominasi politik dan
pengusaha Muslim mendominasi ekonomi. Perkara politiknya berisi kebajikan umum atau
ekonominya berkeadilan adalah urusan lain.

Misalnya, menjelma dalam Pilkada DKI kemarin dalam slogan #MuslimLebihBaik. Pidato
Gubernur DKI terpilih soal pribumi menyiratkan pesan serupa. Makna pribumi di situ tidak
lain adalah pribumi Muslim yang bukan Tionghoa. Golongan keturunan Arab dianggap

7
pribumi karena Muslim. Penghayat kepercayaan dan aliran kebatinan bukan maksud
“saatnya pribumi menjadi tuan rumah” karena dia bukan Muslim. Ini mirip dengan politik
perkauman Malaysia di mana Islam bercampur dengan kemelayuan.

Dibanding dua yang pertama, asumsi ketiga ini paling moderat. Mereka yang setuju
nominasi, representasi, dan afirmasi umat Islam dalam politik dan ekonomi belum tentu
setuju konsep Khilâfah dan adopsi syariah Islam sebagai hukum positif negara. Namun,
mereka yang setuju afirmasi politik Islam dapat “naik kelas” menjadi pendukung
positivisasi syariah dan Khilâfah.

Para pendukung Khilâfah, pada tingkat minimal, juga dapat bertemu dengan pendukung
afirmasi politik Islam. Kasus Pilkada Jakarta, misalnya, memperjumpakan berbagai elemen
itu dalam serangkaian drama kolosal yang disebut dengan Aksi 212 Di reuni akbar 212
pekan lalu, bendera Khilâfah berkibar di tengah penguatan identitas politik Islam.

Keempat, Islam politik cenderung mengaburkan agama dan politik. Praktik yang kerap
terjadi adalah Islam menjadi tameng dan alat perjuangan politik. Cara terselubung ini
efektif karena, siapa pun yang menentang mereka, akan dipukul sebagai melawan Islam.
Siapa tidak ngeri dituduh anti-Islam? Kasus Pilkada Jakarta adalah contoh sempurna. Misi
menjadikan gubernur Muslim adalah perjuangan politik. Alatnya adalah khotbah di masjid
dan mimbar-mimbar pengajian.

Apakah salah misi memenangkan gubernur Muslim? Sama sekali tidak! Yang salah adalah
caranya. Menuduh Muslim yang berbeda pilihan politik sebagai munafik dan menolak
menyalatkan jenazah Muslim pendukung Ahok merupakan contoh nyata politik bersampul
agama.

Jalan Keluar

Banyak umat Islam belum move on dan berdamai dengan kenyataan bahwa sistem Khilâfah
sudah tumbang pada 1924 dan peradaban modern terbentuk dari nation-state. Nostalgia
sejarah dan pemahaman harfiah terhadap teks-teks agama (‫ )الدينية النصوص‬membuat umat
Islam, di mana pun, gagap beradaptasi dengan sistem politik modern ini. “Menjadi Muslim
tidak akan paripurna dalam sistem sekuler nation-state,” demikian proposisinya.

8
Berjuang menegakkan Khilâfah Islâm dianggap sebagai jalan keluar untuk ber-Islam
secara Kaffah. Pandangan ini dipropagandakan di kajian dan ceramah-ceramah Islam,
merekrut anak-anak muda dan profesional. Tanpa rekonstruksi dan reinterpretasi
kontekstual teks-teks agama, umat Islam rentan subversif terhadap peradaban modern
berbasis nation-state.

ISIS, yang mengusung ideologi Khilâfah, sukses melumat sejumlah negara Arab dan
Afrika. HTI berjuang melawan pemerintahan Jokowi yang membubarkan mereka dengan
perang sengit di dunia maya. FPI mengusung agenda NKRI Bersyariah dan terus
mengecam pemerintah sebagai anti-Islam. Pengaruh pandangan FPI kian meluas, terlihat
dari survei sebuah lembaga yang menempatkan Habib Rizieq Shihab sebagai salah seorang
pendakwah Islam ternama.

Bagaimana kita mengatasi kebuntuan ini? Apakah Islam tidak mungkin berdamai dengan
nasionalisme? Terobosan luar biasa disumbang Nahdlatul Ulama pada 1983-1984, dalam
Munas dan Muktamar NU di Situbondo, Jawa Timur. NU menegaskan NKRI berdasarkan
Pancasila sah secara fikih. Bukan hanya sah, NU menegaskan NKRI final dan aspirasi
Islam harus diperjuangkan dalam kerangka NKRI.

Konsekuensi keabsahan NKRI adalah larangan memberontak (bughât) terhadap


pemerintahan yang sah sepanjang umat Islam tidak dihalangi melaksanakan ibadah,
kewajiban mematuhi produk hukum yang berlaku, dan perlakuan setara seluruh warga
negara tanpa diskriminasi SARA. Agama bukan basis diskriminasi dan segregasi. Idiom
Muslim dan kafir berlaku di ruang privat masing-masing agama, tidak berlaku di ranah
publik.

Konsekuensi lainnya, syariat Islam dijalankan di tingkat masyarakat tanpa formalisasi


melalui negara. Hukum Islam bersifat komplementer dan bisa diterima secara terbatas
melalui proses legislasi di DPR. Ayat “Siapa yang tidak berhukum dengan hukum yang
diturunkan Allah maka mereka itu kafir, zalim, fasik” tidak bisa dipersempit maknanya
sebagai hudûd karena substansi hukum Allah adalah keadilan dan amanah (QS. An-
Nisâ’/4: 58).

9
Sikap NU merupakan legacy luar biasa bagi jalinan sintesis Islam dan nasionalisme.
Dengan cara ini, Islam dan hukum Islam menjadi faktor integratif penunjang
pembangunan, bukan alternatif sistem politik dan hukum yang mengancam konsensus
kebangsaan (mu’âhadah wathaniyah). Ijtihad ini modal besar umat Islam Indonesia
berintegrasi dengan peradaban modern, bukan kekuatan alternatif isolasionis yang berniat
merobohkan negara-bangsa dan menggantikannya dengan formasi lain yang tidak jelas
bentuknya.2

2.3 Pengertian Ekonomi Politik Islam

Ekonomi (economy) berasal dari bahasa Latin: oikonomia. Oikonomia berasal dari kata
oikos yang berarti rumah tangga dan nomos yang berarti mengatur. Jadi, ekonomi artinya mengatur
rumah tangga. Sedangkan dalam bahasa Arab, ekonomi dikenal dengan iqtishadi yang berasal dari
kata iqtashada-yaktashidu-iqtishadan yang berarti niat, maksud, tujuan, jalan yang lurus,
penghematan, kesederhanaan.

Secara terminologi, istilah ekonomi mempunyai konotasi mengurus harta kekayaan, baik dengan
memperbanyak kuantitasnya maupun menjamin pengadaannya. Dalam konteks ini, dibahas dalam
ilmu ekonomi. Adakalanya mengurus harta kekayaan tersebut bukan memperbanyak kuantitasnya
maupun menjamin pengadaannya, tetapi terkait dengan mekanisme pendistribusiannya.

Kata politik mulanya berasal dari bahasa Yunani dan Latin politicos atau politicus yang
berarti relating to citizen. Keduanya berasal dari kata polis yang berarti kota. Dalam bahasa arab
politik diartikan dengan siyasah yang berasal dari kata saasa-yasuusu-siyasatan (mengurusinya,
melatihnya, dan mendidiknya).

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, segala urusan dan tindakan (kebijakan dan
sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain. Juga dalam arti kebijakan,
cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah).

Jadi politik adalah sebagai pengaturan urusan masyarakat oleh kekuasaan negara maupun oleh
masyarakat itu sendiri.

2
https://geotimes.co.id/kolom/politik/membedah-islam-politik-politik-islam-dan-khilafah/

10
Dari definisi ekonomi dan politik sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa politik ekonomi adalah
pengaturan urusan masyarakat dalam harta kekayaan. Atau Ekonomi Politik adalah pengaturan,
kebijakan, atau strategi ekonomi berdasarkan hukum tertentu yang digunakan untuk memecahkan
mekanisme pengaturan urusan manusia.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa politik ekonomi Islam adalah pengaturan,
kebijakan atau strategi ekonomi berdasarkan hukum Islam (syariah) yang digunakan untuk
memecahkan mekanisme pengaturan urusan manusia.

Ekonomi Politik Islam adalah suatu jaminan dalam tercapainya pemenuhan setiap kebutuhan
pokok hidup (basic needs) tiap orang secara keseluruhan. Tanpa mengabaikan seseorang yang
dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sebagai individu yang hidup ditengah
masyarakat.

Ekonomi Politik Islam bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan dalam sebuah
negara semata, tanpa memperhatikan terjamin-tidaknya tiap orang untuk menikmati kehidupan
tersebut. Politik ekonomi Islam juga bukan hanya bertujuan untuk mengupayakan kemakmuran
manusia dengan membiarkan mereka sebebas-bebasnya untuk memperoleh kemakmuran tersebut
dengan cara apapun, tanpa memperhatikan terjamin-tidaknya hak hidup tiap orang. Akan tetapi,
politik ekonomi Islam adalah semata-mata merupakan pemecahan masalah utama yang dihadapi
tiap orang, sebagai manusia yang hidup sesuai dengan interaksi-interaksi tertentu serta
memungkinkan orang yang bersangkutan untuk meningkatkan taraf hidupnya, dan mengupayakan
kemakmuran dirinya. Dengan demikian, politik ekonomi Islam tentu berbeda dengan politik
ekonomi yang lain.

2.4 Sejarah Politik Islam

Asal mula Islam sebagai gerakan politik telah dimulai sejak zaman nabi Muhammad SAW.
Pada 622 M, sebagai pengakuan atas klaim kenabiannya, Nabi Muhammad diundang untuk
memimpin kota Madinah. Pada saat itu dua kaum yang menguasai kota Arab Bani ‘Aus dan
Bani Khazraj, berselisih. Warga Madinah menganggap Nabi Muhammad sebagai orang luar yang
netral, adil, diharapkan dapat mendamaikan konflik ini. Nabi Muhammad dan pengikutnya hijrah
ke Madinah, di mana Nabi Muhammad menyusun Piagam Madinah. Piagam ini mengandung
kesepakatan formal antara Nabi Muhammad Saw dengan berbagai suku dan kaum penting di

11
Yasthrib (kemudian dinamai Madinah), termasuk di antaranya kaum Muslim, Yahudi, Kristen dan
kaum Pagan. Konstitusi ini membentuk dasar hukum pertama Negara Islam. Dokumen ini disusun
dengan perhatian khusus untuk mengakhiri ketegangan dan konflik antar suku dan kaum, terutama
antara Bani ‘Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Hukum ini mencakup sekian banyak hak dan
kewajiban bagi komunitas Muslim, Yahudi, Kristen, dan Pagan di Madinah, dan
mempersatukannya dalam satu komunitas yang disebut Ummah.

Dokumen ini mengangkat Nabi Muhammad sebagai pemimpin kota sekaligus


mengakuinya sebagai Rasul Allah. Hukum yang diterapkan Nabi Muhammad pada saat berkuasa
berdasarkan Qur’an dan Sunnah (perilaku yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW), yang
kemudian dianggap kaum Muslim sebagai Syariah atau hukum Islam, yang kini ingin ditegakkan
oleh gerakan Islam hingga kini. Nabi Muhammad mendapatkan banyak pengikut dan membentuk
tentara. Pengaruhnya kemudian meluas dan menaklukkan kota asalnya Mekkah, dan kemudian
menyebar ke seluruh Jazirah Arab berkat kombinasi diplomasi dan penaklukan militer.3

2.5 Sejarah tentang Ekonomi Politik di Zaman Rasulullah SAW

Pada masa nabi Muhammad SAW, Nabi diutus sebagai kepala negara dan kepala
kenegaraan secara aklamasi karena sosok beliau dan perjuangan beliau dalam menyebarkan Islam.
Pada masa Nabi Muhammad ia hadir sebagai tokoh sentral di negara Madinah dan ia juga dikenal
karena keteguhan prinsip dan kesabarannya dalam memerintah. Pada masa pemerintahannya ia
membentuk pembagian tugas kenegaraan, dengan cara mengangkat orang-orang yang memenuhi
syarat yang nantinya akan diutus sebagai Wazir (Menteri), Katib (Sekertaris), Wali (Gubernur),
Amil (pengelola zakat), dan Qadi (Hakim). Pada masa ini pula madinah terbagi menjadi beberapa
provinsi diantaranya adalah Madinah, Tayma, al_Janad, daerah Banu Kindah, Mekkah, Najran,
Yaman, Hadarmaut, Uman dan Bahrain. Pada setiap provinsi tersebut Nabi menugaskan seorang
Wali, Qadi dan Amil.

Selain telah adanya pembagian kekuasaan madinah, namun tetap semuanya dibawah
pimpinan Nabi Muhammad, prinsip keadilan sosial selalu diterapkan dalam pemerintahan Nabi
Muhammad sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam hukum Islam ditandai dengan tidak
membeda-bedakan umat Islam dan dzimmi (Non Islam) semuanya berhak atas perlindungan

3
https://islamislami.com/2016/04/01/politik-islam-dan-sejarahnya/

12
hukum dari negara. Namun semua hal tersebut tidak terlepas semangatnya seruan Nabi kepada
umat Non-Islam untuk masuk Islam namun tidak pernah memaksa.

Pada masa nabi Muhammad Saw, dengan diberikannya kekuasaan kepada Amil maka
kaum Muslim diwajibkan membayar zakat dan infaq sedangkan kaum dzimmi diwajibkan
membayar jizyah hal tersebut bertujuan untuk kepentingan umatnya. Selain itu, sumber
pendapatan negara juga didapatkan melalui ghanimah yaitu harta rampasan perang, yang telah
ditentukan dalam Al-quran 4/5 untuk tentara Madinah yang turut dalam peperangan dan 1/5 untuk
Rasulullah pribadi yang tidak bersifat pribadi tapi juga untuk kepentingan Umat.

Nabi Muhammad sebagai tokoh panutan (Uswatun Hasanah) secara pribadi senantiasa
memberikan contoh atau teladan kepada para pengikutnya tentang setiap hal yang ia ajarkan.
Beliau tidak hanya sekedar berbicara atau menyampaikan suatu gagasan secara lisan, akan tetapi
juga semua ajaran Islam beliau terapkan dalam kenyataan. Prinsip–Prinsip demokrasi Islam
bukanlah sekedar Idealisme, akan tetapi prinsip-prinsip demokrasi Islam itu terapkan dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Prinsip-prinsip itu telah menjadi basis dalam mekanisme
pemerintahan Madinah dibawah pimpinan Nabi Muhammad SAW. Pemeritahan madinah
diselenggarakan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi Islam yang telah digariskan dalam Al-
Qur’an.

Ekonomi Politik Islam sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw ketika itu sifatnya masih
sederhana. Seperti contohnya dalam hal politik masih dilaksanakan dengan penerapan negosiasi
antara dua kaum atau kelompok masyarakat, sedangkan untuk penerapan ekonominya, pada masa
Rasulullah belum ada yang namanya lembaga keuangan seperti Bank dan juga belum ada
Perusahaan. Jadi ekonominya lebih ke masalah perdagangan yang memakai sistem barter dan
berlanjut memakai uang dinar dan dirham. Ekonomi Politik Islam sendiri hadir untuk mewujudkan
keberhasilan dan kemajuan bagi Dunia Islam. Dengan tujuan mencari Ridha Allah dan keuntungan
dunia akhirat. Ekonomi Politik menyeimbangkan antara dunia dan akhirat serta Habluminallah dan
Habluminannas.

Ekonomi sendiri juga tidak akan berjalan baik jika didalamnya tidak ada politik
(Pemerintahan) dan sebaliknya. Karena politik didalamnya membahas tentang pemerintah dan

13
rakyat. Jika keduanya disatukan maka akan menjadi suatu ilmu yang dapat menyeimbangkan
kehidupan masyarakat.4

2.6 Pelaksanaan Ekonomi Politik Islam


Pelaksanaan perlu dilakukan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat. Proses penting
bagi menjamin pembangunan yang harmoni. Selain itu, ilmu ekonomi politik Islam ini berasal
daripada dua bidang Islam yang utama yaitu bidang politik Islam dan bidang ekonomi Islam. Oleh
demikian, pelaksanaan ekonomi politik Islam ini, permulaannya dahulu berkenaan politik Islam
yang disebut juga sebagai siyasah Islam, kemudian menjadi ekonomi Islam. Untuk bidang politik
Islam, pelaksanaan sistem politik Islam berlaku apabila semua peraturan yang dilaksanakan oleh
pemerintah adalah bermanfaat menjaga kepentingan manusia. Peraturan tersebut dilihat masih di
dalam sistem politik Islam selagi mana peraturan itu tidak bertentangan dengan undang-undang
Islam.
Yusuf al-Qaradhawi (2002) menegaskan:

“Islam menyiapkan cara-cara yang sempurna untuk mengatur manusia. Cara-cara itulah yang
dipakai untuk mengatur kehidupan politik. Tanpa kuasa politik, negara kita tidak dapat
melaksanakan kewajiban mengajak orang supaya melakukan kebaikan dan mencegah kejahatan,
berjihad, menegakkan keadilan, mendirikan shalat, menolong orang yang teraniaya dan lain-lain.”

Hasilnya, kemajuan masyarakat dapat berkembang apabila timbulnya pelaksanaan ke arah


kesejahteraan politik dan kestabilan ekonomi mengikut garis panduan yang ditetapkan oleh Islam.
Oleh sebab itulah, pelaksanaan ekonomi politik Islam ini penting untuk membina masyarakat di
bawah pelaksanaan syariat Islam. Berdasarkan pandangan Abdul Qadir Djaelani (2001),
pelaksanaan kehidupan masyarakat yang hidup di Barat adalah berbeda adabnya. Beliau
mengatakan bahwa sering di kalangan masyarakat Islam yang tinggal di bawah pemerintahan non-
Muslim seperti di Amerika Serikat, Eropa dan seumpamanya mudah terpengaruh dengan budaya
dan ideologinya sehingga sanggup mengikuti kelakuan dan sikap mereka.

Pelaksanaan ekonomi ke arah keseimbangan pembangunan masyarakat dari segi materi dan rohani
juga penting untuk mengelakkan timbulnya masalah sosial. Antara jalan penyelesaian yang
diutarakan dalam ekonomi Islam ialah zakat. Zakat menjadi sumber penting masyarakat Islam

4
Resti Alfaurizi, Makalah Ekonomi Politik Islam, www.academia.edu

14
dalam meningkatkan taraf perekonomian umat. Peningkatan taraf perekonomian umat ini
diharapkan dapat menyeimbangkan antara pembangunan materi dan pembangunan kerohanian.
Pembangunan rohani ini adalah antara langkah untuk mengurangi kerusakan akhlak remaja. Selain
itu, peningkatan kemudahan seperti kesehatan, pendidikan, pengurangan kekerasan dan
mengurangi masalah sosial. Untuk mencapai keseimbangan tersebut, pelakasanaan ekonomi
politik harus semata-mata mencari keridhaan Allah SWT, jauh dari mengutamakan keuntungan
dan kepentingan pribadi.5

Dalam konteks Indonesia, politik ekonomi Islam diaplikasikan dalam bentuk “intervensi”
pemerintah dalam berbagai bentuknya (termasuk meregulasi, masuk ke industri, menginisiatif
suatu gerakan, dan lain-lain). Intervensi ini bermakna positif karena mendorong perkembangan
ekonomi Islam. Secara politik ekonomi Islam, ada beberapa rasional yang mengharuskan
pemerintah melakukan intervensi terhadap pengembangan ekonomi Islam, yaitu: (1) Industri
keuangan syariah memiliki dampak yang positif bagi stabilitas perekonomian makro Indonesia,
(2) Industri keuangan syariah memiliki ketahanan atau resistensi yang cukup tinggi terhadap
goncangan krisis keuangan, (3) Diperlukannya peran aktif pemerintah sebagai regulator dan
supervisor sehingga tercipta efisiensi, transparansi dan berkeadilan, (4) Ekonomi Islam dapat
berperan sebagai penyelamat bila terjadi ketidakpastian usaha atau perekonomian (5) Dalam teori
maupun realitasnya, industri keuangan syariah membutuhkan infrastruktur yang mendukung
perkembangannya.6

5
Syakir Mohd, Mohd Rosdi. 2012. ‘’Makna Ekonomi Politik Islam’’ dalam Artikel Academia.edu
6
S.Damanhuri Didin, Ekonomi-Politik Indonesia dan Antarbangsa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014). Hal 178.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ekonomi Politik Islam hanyalah satu bidang ilmu yang akan dibangun berdasarkan
paradigma tauhid. Semua ilmu pengetahuan yang ada perlu dibangun pula dalam kerangka
paradigma Tauhid. Umat Islam dalam hidupnya berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadist yang
dijadikan pedoman hidup. Politik Islam dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mempengaruhi
anggota Masyarakat, agar berperilaku sesuai dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasulnya.
Dalam konsep Islam, kekuasaan tertinggi adalah Allah SWT. Ekonomi Politik Islam adalah suatu
jaminan dalam tercapainya pemenuhan setiap kebutuhan pokok hidup (basic needs) tiap orang
secara keseluruhan. Tanpa mengabaikan seseorang yang dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan
tersiernya sebagai individu yang hidup ditengah masyarakat.

Asal mula Islam sebagai gerakan politik telah dimulai sejak zaman nabi Muhammad SAW.
Pada 622 M. Ekonomi Politik Islam sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw ketika itu sifatnya
masih sederhana. Seperti contohnya dalam hal politik masih dilaksanakan dengan penerapan
negosiasi antara dua kaum atau kelompok masyarakat, sedangkan untuk penerapan ekonominya,
pada masa Rasulullah belum ada yang namanya lembaga keuangan seperti Bank dan juga belum
ada Perusahaan. Jadi ekonominya lebih ke masalah perdagangan yang memakai sistem barter dan
berlanjut memakai uang dinar dan dirham. Ekonomi Politik Islam sendiri hadir untuk mewujudkan
keberhasilan dan kemajuan bagi Dunia Islam. Dengan tujuan mencari Ridha Allah dan keuntungan
dunia akhirat. Ekonomi Politik menyeimbangkan antara dunia dan akhirat serta Habluminallah dan
Habluminannas.

Pelaksanaan ekonomi ke arah keseimbangan pembangunan masyarakat dari segi materi


dan rohani juga penting untuk mengelakkan timbulnya masalah sosial. Antara jalan penyelesaian
yang diutarakan dalam ekonomi Islam ialah zakat. Zakat menjadi sumber penting masyarakat

16
Islam dalam meningkatkan taraf perekonomian umat. Peningkatan taraf perekonomian umat ini
diharapkan dapat menyeimbangkan antara pembangunan materi dan pembangunan kerohanian.

3.2 Saran

Pada saat pembuatan makalah penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang bisa di peranggung jawabkan dari banyak-Nya
sumber penulis akan memperbaiki makalah tersebut. Oleh sebab itu penulis harapkan kritik serta
sarannya mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

17
DAFTAR PUSTAKA

S.Damanhuri Didin, 2014. Ekonomi-Politik Indonesia dan Antarbangsa, Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

Resti Alfaurizi, Makalah Ekonomi Politik Islam, www.academia.edu

Syakir Mohd, Mohd Rosdi. 2012. ‘’Makna Ekonomi Politik Islam’’ dalam Artikel Academia.edu

Http://jurnal.unimus.ac.id

https://geotimes.co.id/kolom/politik/membedah-islam-politik-politik-islam-dan-khilafah/

https://islamislami.com/2016/04/01/politik-islam-dan-sejarahnya/

18

Anda mungkin juga menyukai