Anda di halaman 1dari 188

RANCANG BANGUN EKONOMI MIKRO ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum mempelajari teori ekonomi mikro Islam, diperlukan untuk
mengetahui rancang bangun ekonomi mikro Islam. Hal ini diperlukan agar
mengetahui gambaran tentang landasan-landasan pada ekonomi mikro Islam.
Landasan-landasan tersebut berpegang atas prinsip utama dalam syariah, sebab
tauhid adalah kunci keimanan dari seseorang. Dalam ekonomi Islam, setiap
tindakan ekonomi pada manusia akan didasari oleh prinsip-prinsip yang sesuai
dengan ajaran Islam.Oleh karena itu Setiap tindakan yang menyimpang dari
syariat akan dilarang, karena bias menyebabkan kemudharatan bagi umat
manusia.
Dengan mengetahui rancang bangun ekonomi Islam diharapkan dapat
memperoleh gambaran utuh dan menyeluruh secara singkat tentang ekonomi
Islam yang terdiri atas atap tiang dan landasan. System ekonomi adalah suatu
kesatuan mekanisme dan lembaga pengambilan keputusan yang
mengimplementasikan keputusan terhadap produksi distribusi dan konsumsi
dalam suatu daerah atau wilayah.
Terdapat banyak factor yang membentuk suatu system ekonomi komando
seperti ideology nilai-nilai yang dianut, kebudayaan, system politik, keadaan alam
sejarah dan lain-lain. System ekonomi juga didasarkan pada pemikiran, konsep
atau teori-teori ekonomi tertentu yang diyakini kebenarannya. Ekonomi Islam atau
ekonomi yang berbasis syariah belakangan ini semakin diminati. Perbankan
berbasis syariah berkembang dengan cepat.
Ekonomi Islam yang bersumber dari Alquran dan hadis dan dikaji oleh
para pemikir Hewan memiliki karakteristik rancang bangun dan tujuan yang
berbeda dengan ekonomi lainnya semisal ekonomi liberal dan social. Pengetahuan
mengenai hal ini dirasa penting agar masyarakat semakin mengenal ekonomi
Islam sebagai alternative untuk memecahkan permasalahan ekonomi secara global
dan untuk mencapai kebahagiaan spiritual karena aktivitas ekonomi yang dapat
sekaligus bernilai sebagai ibadah.

1
B. Rumusan Masalah
1. Mengapa harus mempelajari ekonomi mikro islam?
2. Apa saja manfaat dan batasan teori ekonomi mikro islam?
3. Bagaimana konstribusi ekonomi muslim klasik?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pentingnya mempelajari ekonomi mikro islam.
2. Untuk mengetahui manfaat dan batasan teori ekonomi mikro islam.
3. Untuk menjelaskan bagaimana konstribusi ekonomi muslim klasik.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Mengapa Mempelajari Ekonomi Mikro Islam

2
Ekonomi Islam dilihat dari segi aqidahnya tergolong ke dalam kelompok
ilmu-ilmu syara‟. Maksudnya, ekonomi Islam yang dikaji oleh syariah adalah
ilmu yang merupakan cara teknik atau usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan
primer sekunder dan tersier. Dalam hal ini telah dibahas dalam Islam yang
berkaitan dengan ilmu Muamalah dan salah satunya berhubungan dengan
ekonomi.1
Secara umum teori ekonomi dibagi menjadi dua yaitu ekonomi mikro dan
ekonomi makro. Perbedaan itu antara lain dari asal kata mikro yang berarti kecil.
Dengan demikian teori ekonomi mikro bola diartikan sebagai ilmu ekonomi kecil.
Berdasarkan pada pola dan ruang lingkup analisis teori ekonomi mikro dapat
didefinisikan sebagai suatu bidang studi dalam ilmu ekonomi yang menganalisis
mengenai bagian-bagian kecil dari keseluruhan kegiatan perekonomian.
Pokok-pokok yang dianalisis dalam teori ekonomi mikro tersebut adalah
Bagaimanakah cara menggunakan factor-faktor produksi yang tersedia secara
efisien agar kemakmuran masyarakat dapat dimaksimumkan? Analisis seperti ini
dibuat berdasarkan kepada pemikiran bahwa kebutuhan dan Keinginan manusia
tidak terbatas sedangkan kemampuan factor-faktor produksi menghasilkan barang
dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat adalah terbatas.
Dalam teori ekonomi masalah diatas dibagi dan dibedakan menjadi 3 persoalan.
Selanjutnya ekonomi makro adalah berasal dari kata makro yang berarti
besar. Dari arti kata makro tersebut sudah dapat diduga bahwa Teori
makroekonomi membuat analisis mengenai kegiatan dalam suatu perekonomian
dari sudut pandang yang berbeda dengan teori ekonomi mikro. Analisis yang
bersifat umum dan tidak memperhatikan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh
unit-unit kecil dalam perekonomian.
Dalam menganalisis kegiatan ini (dalam ekonomi makro mereka
dinamakan konsumen), yang dianalisis bukanlah mengenai tingkah laku seorang
pembeli tetapi keseluruhan dan beli yang ada dalam perekonomian. Begitu pula
dengan menganalisis tingkah laku produsen, yang diamati Bukankah kegiatan
seorang produsen tetapi kegiatan keseluruhan produsen dalam perekonomian.
Begitu juga dalam ekonomi makro merincikan pengeluaran agregat kepada empat
1
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: BPEE-Yogyakarta,
2007), hal. 70.

3
komponen yaitu pengeluaran rumah tangga (biasanya disebut konsumsi rumah
tangga) pengeluaran pemerintah, pengeluaran perusahaan (biasanya disebut
investasi) dan ekspor dan impor.
Dalam ekonomi makro juga menganalisis beberapa aspek meliputi:
masalah ekonomi yang dihadapi terutama pengangguran dan inflasi dan bentuk
kebijakan pemerintah untuk mengatasinya dan peranan uang dalam penentuan
kegiatan ekonomi.
Ekonomi mikro konvensional membahas dasarkan atas perilaku individu
individu yang secara nyata terjadi di setiap unit ekonomi, karena tidak adanya
batasan-batasan syariah yang dipakai maka perilaku dari setiap individu dalam
unit ekonomi tersebut akan bertindak dan berperilaku menurut dengan norma dan
aturan menurut persepsi masing-masing. Sehingga dalam ekonomi konvensional
memuat tatanan norma tertentu dalam pembahasan perilaku untuk memenuhi
kebutuhan ekonominya menjadi tidak relevan.
Yang membahas ekonomi konvensional tidak ditemukan sikap dan
perilaku konsumen Apabila seseorang memasukkan unsur pelarangan riba serta
kewajiban mengeluarkan zakat dalam setiap pengambilan keputusannya. Hal ini
disebabkan pelarangan riba dan kewajiban membayar zakat adalah bentuk tatanan
syariah yang tidak semua orang menganutnya, maka pembahasan ekonomi
konvensional hanya memperhatikan perubahan-perubahan pada variable ekonomi
seperti harga dan pendapatan.secara factual, terdapat banyak kondisi objektif yang
sering terjadi dan tidak bias dijelaskan secara akurat dalam ekonomi konvensional
karena memang tidak bias dijelaskan.
Alasan seorang individu dalam mengeluarkan pendapatnya untuk
kepentingan social seperti membantu orang yang terkena bencana alam, kelaparan
atau musibah. Penyebab Negara masih memberlakukan Kebijakan monopoli pada
jenis industry tertentu serta tingkat konsumsi yang meningkat menjelang lebaran
dibandingkan dengan pada musim Selain itu. Jawaban atas pernyataan-pernyataan
tersebut tentulah bukan menjadi perhatian utama dalam konsep ekonomi mikro
konvensional.
Hal ini berbeda dengan pembahasan ekonomi mikro Islami, yakni factor
moral dan norma yang terangkum dalam tatanan Syariah akan ikut menjadi

4
variable penting dan akan menjadi salah satu alat analisis. Ekonomi mikro Islam
yang merupakan bagaimana sebuah keputusan diambil oleh setiap unit ekonomi
dengan memasukkan batasan-batasan Syariah sebagai variable utama. Jadi dalam
ekonomi mikro Islami, dasar-dasar ekonomi (variable-variabel ekonomi) hanya
memenuhi segi necessary condition, namun moral dan tatanan Syariah akan
memenuhi unsur sufficient condition dalam ruang lingkup pembahasan ekonomi
mikro.

B. Manfaat dan Batasan Teori Ekonomi Mikro Islam


Pembahasan ekonomi mikro Islam tidak membedakan antara ilmu
ekonomi sebagai analisis positif dan normative. Yang dimaksud dengan analisis
positif adalah analisis yang menjelaskan sebab-akibat. Sedangkan analisis
normative merupakan analisis yang menjelaskan tentang apa yang seharusnya
berlaku.2
Faktanya agama permasalahan ekonomi selalu dijelaskan yang
diselesaikan dengan menggunakan beberapa asumsi yang sekiranya sesuai dengan
kenyataan. Memasukkan unsur asumsi berarti memasukkan pemikiran atau
pendapat yang bersifat normative.
Ilmu Ekonomi Islam hanya memandang permasalahan ekonomi
digolongkan dalam dua yaitu ilmu ekonomi (science of economics) dan doktrin
ilmu ekonomi (doctrine of economics). Menurut Muhammad Baqir As Sadr,
perbedaan ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional terletak pada filosofi
ekonomi bukan pada ilmu ekonominya.3 Filosofi ekonomi memberikan ruh
pemikiran dengan nilai-nilai Islami dan batasan-batasan Syariah Sedangkan ilmu
ekonomi berisi alat-alat ekonomi yang digunakan.
Selanjutnya, Muhammad Baqir As Sadr mengatakan ekonomi Islam
adalah sebuah doktrin dan bukan suatu ilmu pengetahuan karena ia adalah cara
yang direkomendasikan Islam dalam mengejar kehidupan ekonomi sedangkan

2
Robert S. Pindyck Dan Daniel L Rubinfeld, “Microeconomic”, 5th Edition, (New Jersey:
Pearson Education. Inc, 2005) terjemahan. Nina Kurnia Dewi, “Mikroekonomi”, (Jakarta: PT
Indeks, 2009), hal. 14.
3
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015),
Hal. 30.

5
ilmu ekonomi hanya menjelaskan bagaimana kegiatan ekonomi berlangsung.4
Integrasi antara ekonomi tetapi ke dalam ilmu ekonomi modern ini disebabkan
adanya pandangan bahwa kehidupan di dunia tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan akhirat. Semuanya harus seimbang karena kehidupan dunia adalah
lading bagi kehidupan akhirat hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
ࣖ ِٗ ‫ ََّش‬ٚ ‫َّ ْع ًَ ْم ِيثْقَا َل رَ َّسجٍ ش ًَّشا‬ٚ ٍْ ‫ ََّش ِٗۚٗ َٔ َي‬ٚ ‫ ًْشا‬ٛ‫َّ ْع ًَ ْم ِيثْقَا َل رَ َّسجٍ َخ‬ٚ ٍْ ًَ َ‫ف‬
Artinya : Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat
zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (Q.s Al-zalzalah (99): 7-8).5
Jadi ilmu ekonomi Islami bisa didefinisikan sebagai suatu system yang
menjelaskan segala fenomena tentang perilaku pilihan dan pengambilan
keputusan dalam setiap unit ekonomi dengan memasukkan aturan Syariah sebagai
variable independen. Dengan demikian, semua ilmu ekonomi kontemporer yang
telah ada bukan berarti tidak sesuai Ilmu Ekonomi Islam yang ada sesuai dengan
ilmu ekonomi Islam. Selama teori tersebut sesuai asumsi dan tidak bertentangan
dengan hokum syariah, maka selama itu pula teori tersebut dapat dijadikan
sebagai dasar untuk menyusun teori ekonomi Islami.

C. Kontribusi Ekonomi Muslim Klasik


Sejarah telah mencatat bahwa para pemikir muslim merupakan penemu,
peletak dasar, dan pengembangan dalam berbagai bidang bidang ilmu. Nama-
nama pemikir bertebaran disana-sini menghiasi arena ilmu ilmu pengetahuan titik
baik ilmu ilmu alam maupun ilmu-ilmu social.
Para pemikir klasik Muslim Tidak terjebak untuk mengatakan berbagai
macam ilmu tersebut seperti yang dilakukan oleh para pemikir saat ini. Ilmu itu
walaupun sepintas terlihat berbeda dan macam jenisnya,pada hakekatnya berasal
dari sumber yang satu, yaitu dari yang Maha Mengetahui seluruh ilmu yang Maha
Benar yakni Allah Subhanahu Wa Ta‟ala.
Sayangnya, tradisi pemikiran tidak berlanjut sampai sekarang karena
mundurnya peradaban umat muslim hamper di segala bidang. Di tengah-tengah

4
Muhammad Baqir As Sadr, Iqtishduna: Our Economics, terjemahan. Yudhi, Buku
Induk Ekonomi Islam, (Jakarta: Zahra Publishing House 2008), hal. 18.
5
Al-Qur‟an Kemenag

6
keadaan seperti ini, terjadilah proses kehilangan fakta-fakta sejarah, baik
disengaja maupun tidak. Pemikir-pemikir muslim dalam ilmu pengetahuan
tertutupi, sehingga kita bila kita membaca buku-buku sejarah ilmu pengetahuan
agama maka kebanyakan menyatakan bahwa sejak zaman filosofi-filosofi Yunani
yang Mashur beberapa abad sebelum masehi terjadi kekosongan perkembangan
ilmu pengetahuan. Hal ini dialami oleh semua ilmu, tidak terkecuali ilmu
ekonomi.
1. Abu Yusuf (113-182 H)
Salah satu karya Abu Yusuf yang sangat monumental adalah
kitab Al kharaj buku tentang perpajakan.6 Penulisan kitab Al kharaj
versi Abu Yusuf didasarkan pada perintah dan pernyataan khalifah
Harun ar-rasyid mengenai berbagai persoalan perpajakan. Dengan
demikian, kitab Al kharaj ini mempunyai orientasi birokratik karena
ditulis untuk merespon permintaan khalifah Harun ar-rasyid yang
ingin menjadikannya sebagai buku petunjuk administrative dalam
rangka mengelola lembaga Baitul maal dengan baik dan benar
sehingga Negara dapat hidup makmur dan rakyat tidak terdzolimi.
Secara umum kitab Al kharaj berisi tentang berbagai ketentuan
agama yang membahas persoalan perpajakan, pengelolaan
pendapatan dan pembelanjaan public. Menggunakan pendekatan
pragmatis dan bercorak fiqih buku ini bukan sekadar menjelaskan
tentang system keuangan Islam. Lebih daripada itu karena Ia
merupakan sebuah upaya untuk membangun system keuangan yang
mudah dilaksanakan sesuai dengan hokum Islam dalam kondisi yang
selalu berubah dan sesuai dengan persyaratan ekonomi.
a. Pemikiran ekonomi Abu Yusuf
Dengan latar belakang sebagai seorang fuqaha beraliran
Ahl ar-ra‟yu, cenderung memaparkan berbagai pemikiran
ekonominya dengan menggunakan perangkat analisis kias
yang didahului dengan melakukan kajian yang mendalam
terhadap Alquran, Hadis Nabi, Atsarshahabi serta praktik
6
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015),
Hal. 15.

7
para penguasa yang saleh. Landasan pemikiran yang sama
seperti yang telah di singgung, adalah mewujudkan al-
maslahah Al Ammah (kemaslahatan umum).
Kekuatan utama pemikiran Abu Yusuf adalah dalam
masalah keuangan public.7 Observasi dan analisis nya yang
tinggi, Abu Yusuf menguraikan masalah keuangan yang
menunjukkan beberapa kebijakan yang harus dihadapi bagi
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Pemikiran
Abu Yusuf dalam kitab ini menunjukkan bahwa sebelum
adanya kajian yang sistematis mengenai keuangan public di
barat Abu Yusuf telah berbicara tentang kemampuan dan
kemudahan para pembayar pajak dalam pemungutan pajak. Ia
menolak tegas pajak pertanian dan menekankan pentingnya
pengawasan yang ketat terhadap para pajak untuk
menghindari korupsi dan tindak penindasan.
Abu Yusuf beranggapan bahwa penghapusan
penindasan dan jaminan Kesejahteraan Rakyat sebagai tugas
utama penguasa. Ia juga menekankan pentingnya
pengembangan infrastruktur dan menjalankan berbagai
proyek kesejahteraan. Selain di bidang keuangan public, Abu
Yusuf juga memberikan pandangannya seputar mekanisme
pasar dan harga seperti bagaimana harga itu ditentukan dan
Apa dampak dari adanya berbagai jenis pajak.
b. Negara dan aktivitas ekonomi
Dalam pandangan Abu Yusuf ama tugas utama
penguasa adalah mewujudkan serta menjamin kesejahteraan
rakyatnya. 8Selalu menekankan pentingnya memenuhi dan
mengutamakan kebutuhan rakyat dan mengembangkan
berbagai proyek yang berorientasi pada kebutuhan rakyat dan
kesejahteraan umum persepsi Abu Yusuf tentang pengadaan

7
Ibid, hal. 16.
8
Ibid, hal. 236

8
barang barang public muncul dalam teori konvensional
tentang keuangan public. Cara konvensional beranggapan
bahwa barang social yang bersifat umum harus disediakan
dan dibiayai oleh Negara. Jika penggunaannya hanya
menguntungkan suatu kelompok maka akan dibebankan
secara langsung ke kelompok tersebut.
c. Teori perpajakan
Dalam hal perpajakan, Abu Yusuf dalam meletakkan
prinsip-prinsip yang jelas berabad-abad kemudian dikenal
oleh para ahli ekonomi sebagai Canon of taxation. Prinsip
Abu Yusuf dalam perpajakan ini menekankan kepada
kesanggupan membayar pajak pembelian waktu yang longgar
bagi pembayar pajak dan sentralisasi pembuatan keputusan
dalam administrasi pajak. Dalam hal Penetapan pajak ini,
bias menyetujui adanya pajak Negara yang diambil dari hasil
pertanian daripada harus menarik sewa dari lahan pertanian.
Iya beranggapan bahwa cara ini lebih adil karena akan
memberikan hasil produksi lebih besar dengan memberikan
kemudahan dalam memperluas tanah garapan.
Argumen apa Yusuf tersebut menunjukkan bahwa
jumlah pajak yang pasti berdasarkan ukuran tanah yang
ditanami maupun yang tidak dibenarkan hanya jika tanah
tersebut subur. Argument kedua dan yang paling utama
dalam menentang system usaha adalah tidak adanya
ketentuan Apakah pajak dikumpulkan dalam jumlah uang
atau barang tertentu. Iya menyatakan:
“jika harga-harga gandum turun, pembebanan pajak
dalam bentuk sejumlah uang tertentu (sebagai pengganti dari
sejumlah barang tertentu) akan melampaui kemampuan para
petani. Sisi lain, pajak dalam bentuk sejumlah barang
tertentu akan membuat para pemerintah mengalami defisit

9
karena menerima pendapatan yang rendah dan sebagai
konsekuensinya, biaya-biaya pemerintah akan terpengaruh.9

d. Mekanisme harga
Mencatat sebagai ulama terawal yang mulai
menyinggung mekanisme pasar.10 Ia memperhatikan
peningkatan dan penurunan produksi dalam kaitannya dengan
perubahan harga. Fenomena yang terjadi pada masa Abu
Yusuf adalah ketika terjadi kelangkaan barang maka harga
cenderung akan tertinggi, sedangkan pada saat barang
tersebut melimpah, maka harga cenderung untuk turun atau
lebih rendah. Ia menentang penguasa yang menetapkan
harga. Argumennya didasarkan pada hadits Rasulullah
SAW:
“Pada masa Rasulullah SAW harga-harga melambung
tinggi. Para sahabat mengadu kepada Rasulullah dan
memintanya agar melakukan penetapan harga. Rasulullah
SAW bersabda, tinggi rendahnya harga barang merupakan
bagian dari ketentuan Allah, kita tidak dapat mencampuri
urusan dan ketetapan-Nya.”11
Kecenderungan yang ada dalam pemikiran ekonomi
islam adalah membersihkan pasar dari praktik penimbunan,
monopoli dan praktik korupsi lainnya yang kemudian
membiarkan penentuan harga kepada kekuatan permintaan
dan penawaran. Penimbunan dilarang karena bias
mengakibatkan kelangkaan barang dan menaikkan harga, jika
penimbunan dilakukan maka akan merugikan banyak orang.

2. Imam Al Ghazali

9
Ibid, hal. 243.
10
Ibid, hal. 249.
11
Ibid, hal. 253.

10
Umumnya kita mengenal Imam al-ghazali sebagai seorang ahli
Sufi terbesar seorang ahli tasawuf yang membenci dunia. Tidak
seorang pun menggambarkannya sebagai seorang politikus yang
mempunyai konsepsi dalam soal kenegaraan dan pemerintahan.
Tidak banyak dikenal bahwa al-ghazali memberikan soal-soal
ekonomi apalagi menyebutkan soal-soal perbankan.
Perkembangan ekonomi
Al Ghazali dalam bukunya Iya Ulum Din juz 3 halaman 119
menyebutkan hakikat dunia yang terdiri atas tiga unsur yaitu benda-
benda adanya manusia dan pembangunan.
Unsur utama yang dikemukakan Al Ghazali ialah perlu adanya
materi bagi hidup manusia di dunia ini. Kemudian disusul unsur
kedua yaitu masing-masing orang memiliki bagian dari segala materi
itu. Lalu unsur terakhir yang lebih penting ialah manusia harus sibuk
mengadakan pembangunan titik ketika tidak boleh dipisahkan, harus
saling mengisi dan saling berhubungan.12
Sehingga kehidupan akan lebih seimbang jika ketiganya
dipenuhi, manusia butuh materi untuk mendapatkan makanan dan
kehidupan yang layak untuk Nya serta juga harus memiliki rumah
yang mereka tempati untuk tempat tinggal.

3. Yahya bin Umar


Semasa hidupnya disamping aktif mengajar, Yahya bin Umar
juga menghasilkan karya tulis sehingga mencapai 40juz. Kitab
Ahkam Al suq merupakan kitab pertama di dunia Islam yang khusus
membahas dan berbagai hokum pasar ini adalah salah satu kajian
yang berbeda dari pembahasan buku Fiqih pada umumnya.13
Yahya bin Umar menyebutkan bahwa penulisan kitab ini
dilatarbelakangi oleh dua persoalan mendasar yaitu adanya hokum
secara tentang perbedaan kesatuan Timbangan dan takaran dalam

12
Abdullah Zaky Al Kaff, Ekonomi Dalam Perspektif Islam,(Bandung: Pustaka Setia,
2002) hal. 190.
13
Adiwarman A. Karim, Sejarah....., hal.262.

11
perdagangan di suatu wilayah. Dan juga adanya hokum syara tentang
harga gandum yang tidak terkendali akibat berlakunya liberalisasi
harga sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan kemudharatan
bagi para konsumen. Dapat juga menimbulkan kedholiman karena
dengan tidak setaranya timbangan maka Konsumen akan rugi dan
terzalimi.
a. Pemikiran ekonomi
Menurut Yahya bin Umar, aktivitas ekonomi merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari ketakwaan seorang muslim
kepada Allah Subhanahu Wa Ta‟ala.14 Dengan begitu berarti
bahwa ketakwaan adalah asasi dalam perekonomian Islam
pemakan dan ketakwaan adalah yang menjauhkan manusia dari
berbagai kecurangan-kecurangan yang akan terjadi. Itu juga
yang menjadi factor utama yang membedakan ekonomi Islam
dengan ekonomi konvensional.
Perhatian Yaya bin Umar terfokus pada hokum-hukum
pasar yang ada dalam pembahasan tentang penetapan harga.
Saya ingin menyatakan bahwa harga adalah salah satu hal yang
sangat penting dan sangat berpengaruh dalam sebuah transaksi,
sehingga pembagian terhadap harga dapat menimbulkan
kerusakan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Yahya bin
Umar harga tidak boleh dilakukan. Karena itu akan
menimbulkan kerusakan dalam kehidupan masyarakat, harga
hanya dapat ditentukan oleh pasar itu sendiri.
Iya berhujah dengan berbagai hadis Muhammad Shallallahu
Alaihi Wasallam antara lain:
Dari Anas bin Malik ra ia berkata: “telah melonjak harga di
pasar pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Tetapan harga bagi kami. Rasulullah menjawab Sesungguhnya
Allah yang menguasai harga yang memberi rezeki yang
memudahkan, dan yang menetapkan harga. Aku sungguh

14
Ibid, hal. 285.

12
berharap bertemu dengan Allah dan Tidak seorangpun boleh
meminta aku untuk melakukan sesuatu kerja Liman dalam
persoalan jiwa dan harta.”15
Jika diambil dari kesimpulan hadis di atas, maka tampak
jelas bahwa Yahya bin Umar melarang kebijakan untuk
menetapkan harga jika kenaikan harga yang terjadi adalah hasil
dari interaksi penawaran dan permintaan yang dialami. Dengan
kata lain dalam hal kenaikan dan penurunan harga yang terjadi
karena tindakan yang dialami oleh penawaran dan permintaan
maka pemerintah tidak mempunyai hak untuk melakukan
intervensi harga.
Menurut Dr.rifaat Al Audi, pernyataan yang minum yang
melarang praktik banting harga bukan dimaksudkan untuk
mencegah harga menjadi murah. Namun pelarangan tersebut
dimaksudkan untuk mencegah dampak negatifnya terhadap
mekanisme pasar dan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Tentang ihtikar, Yahya bin Umar menyatakan bahwa
timbulnya kemudharatan terhadap masyarakat merupakan cara
pelarangan penimbunan barang. Adanya kemudharatan dari
ikhtikar tersebut adalah akan adanya kelangkaan barang dan
naiknya harga pasar sehingga itu akan menimbulkan banyak
kemudharatan bagi masyarakat. apabila hal itu terjadi, maka
barang dagangan hasil timbunan tersebut harus dijual dan
keuntungan dari hasil penjualan ini disedekahkan, hal ini
sebagai pendidikan atau hukuman terhadap para pelaku ihtikar
agar mereka tidak melakukan bentuk kecurangan seperti ini lagi.
Adapun para pelaku ihtikar itu sendiri hanya berhak
mendapatkan modal pokok mereka.

4. Pemikiran Ekonomi Al-Syaibani (132-189 H/750-804 M)

15
Ibid, hal. 286.

13
Dalam mengungkapkan pemikiran ekonomi Al-Syaibani,
para ekonom Muslim banyak merujuk pada kitab al-Kasb, sebuah
kitab yang lahir sebagai respons penulis terhadap sikap zuhud yang
tumbuh dan berkembang pada abad kedua Hijriyah. Secara
keseluruhan, kitab ini mengemukakan kajian mikroekonomi yang
berkisar pada teori kasb (pendapatan) dan sumber-sumbernya serta
pedoman perilaku produksi dan konsumsi.
Al-Kasb (Kerja)
Al-Syaibani mendefinisikan al-kasb (kerja) sebagai mencari
perolehan harta melalui berbagai cara yang halal. Dalam ilmu
ekonomi, aktivitas demikian termasuk dalam aktivitas produksi.
Devinisi ini mengindikasikan bahwa yang dimaksud dengan
aktivitas produksi dalam ekonomi Islam adalah berbeda dengan
aktivitas produksi dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi
Islam, tidak semua aktivitas yang menghasilkan barang atau jasa
disebut sebagai aktivitas produksi, karena aktivitas produksi sangat
terkait erat dengan halal-haramnya suatu barang atau jasa dan cara
memperolehnya. Dengan kata lain, aktivitas menghasilkan barang
dan jasa yang halal saja yang dapat disebut sebagai aktivitas
produksi.
Produksi suatu barang atau jasa, seperti dinyatakan dalam
ilmu ekonomi, dilakukan karena barang atau jasa itu mempunyai
utilitas (nilai-guna). Islam memandang bahwa suatu barang atau
jasa mempunyai nilai-guna jika mengandung kemaslahatan.
Dengan demikian, seorang Muslim termotivasi untuk memproduksi
setiap barang atau jasa yang memiliki maslahah tersebut. Hal ini
berarti bahwa konsep maslahah merupakan konsep yang objektif
terhadap perilaku produsen karena ditentukan oleh tujuan
(maqashid) syariah, yakni memelihara kemaslahatan manusia di
dunia dan akhirat.

5. Pandangan Ekonomi Abu Ubaid (150-224 H)

14
Abu Ubaid merupakan seorang ahli hadis (muhaddits) dan
ahli fiqih (fuqaha) terkemuka di masa hidupnya. Selama menjabat
qadi di Tarsus, ia sering menangani berbagai kasus pertanahan dan
perpajakan serta menyelesaikannya dengan sangat baik.
Berdasarkan hal tersebut, Abu Ubaid berhasil menjadi salah
seorang cendekiawan Muslim terkemuka pada awal abad ketiga
Hijriyah (abad kesembilan Masehi) yang menetapkan revitalisasi
sistem perekonomian berdasarkan al-Qur‟an dan Hadis melalui
reformasi dasar-dasar kebijakan keuangan dan institusinya.
Bila dilihat dari sisi masa hidupnya yang relatif dekat dengan
masa hidup Rasulullah, wawasan pengetahuannya serta isi, format
dan metodologi Kitab al-Amwal, Abu Ubaid pantas disebut
sebagai pemimpin dari “pemikiran ekonomi mazhab klasik” di
antara para penulis tentang keuangan public (public finance).
Dalam hal ini, Yahya ibn Adam ibn Sulayman dan Abu Al-Faraj
Zayn Al-Din Abdul Al-Rahman ibn Ahmad ibn Rajab Al-Sulami
al-Hanbali (wafat 795 H/1393 M) merupakan para pemikir Muslim
yang cenderung mengikuti langkah dan pemikiran Abu Ubaid.
Seperti tergambarkan dalam karya monumentalnya, Kitab al-
Amwal, Abu Ubaid tampak jelas berusaha untuk mengartikulasikan
ajaran Islam dalam aktivitas kehidupan umat manusia sehari-hari.
Inti dari doktrinnya adalah pembelaan terhadap pelaksanaan
distribusi kekayaan secara adil dan merata berdasarkan prinsip-
prinsip keadilan fiscal dengan sebaik dan sesempurna mungkin.
Menurut Abu Ubaid, pemberian hibah dalam berbagai bentuknya
yang dilakukan Negara atau penguasa terhadap seseorang atau
sekelompok orang harus berdasarkan pada besarnya pengabdian
yang diberikan kepada masyarakat. Dengan kata lain, Abu Ubaid
ingin menyatakan bahwa segala kebijakan yang hanya
menguntungkan sekelompok masyarakat dan membebani
sekelompok masyarakat lainnya harus dihindari Negara
semaksimal mungkin. Pemerintah harus mengatur harta kekayaan

15
Negara agar selalu dimanfaatkan demi kepentingan bersama dan
mengawasi hak kepemilikan pribadi agar tidak disalahgunakan
sehingga mengganggu atau mengurangi manfaat bagi masyarakat.

6. Pandangan Ekonomi Abu Ubaid (150-224 H)


Abu Ubaid merupakan seorang ahli hadis (muhaddits) dan
ahli fiqih (fuqaha) terkemuka di masa hidupnya. Selama menjabat
qadi di Tarsus, ia sering menangani berbagai kasus pertanahan dan
perpajakan serta menyelesaikannya dengan sangat baik.
Berdasarkan hal tersebut, Abu Ubaid berhasil menjadi salah
seorang cendekiawan Muslim terkemuka pada awal abad ketiga
Hijriyah (abad kesembilan Masehi) yang menetapkan revitalisasi
sistem perekonomian berdasarkan al-Qur‟an dan Hadis melalui
reformasi dasar-dasar kebijakan keuangan dan institusinya.
Bila dilihat dari sisi masa hidupnya yang relatif dekat dengan
masa hidup Rasulullah, wawasan pengetahuannya serta isi, format
dan metodologi Kitab al-Amwal, Abu Ubaid pantas disebut
sebagai pemimpin dari “pemikiran ekonomi mazhab klasik” di
antara para penulis tentang keuangan public (public finance).
Dalam hal ini, Yahya ibn Adam ibn Sulayman dan Abu Al-Faraj
Zayn Al-Din Abdul Al-Rahman ibn Ahmad ibn Rajab Al-Sulami
al-Hanbali (wafat 795 H/1393 M) merupakan para pemikir Muslim
yang cenderung mengikuti langkah dan pemikiran Abu Ubaid.
Seperti tergambarkan dalam karya monumentalnya, Kitab al-
Amwal, Abu Ubaid tampak jelas berusaha untuk mengartikulasikan
ajaran Islam dalam aktivitas kehidupan umat manusia sehari-hari.
Inti dari doktrinnya adalah pembelaan terhadap pelaksanaan
distribusi kekayaan secara adil dan merata berdasarkan prinsip-
prinsip keadilan fiscal dengan sebaik dan sesempurna mungkin.
Menurut Abu Ubaid, pemberian hibah dalam berbagai bentuknya
yang dilakukan Negara atau penguasa terhadap seseorang atau
sekelompok orang harus berdasarkan pada besarnya pengabdian

16
yang diberikan kepada masyarakat. Dengan kata lain, Abu Ubaid
ingin menyatakan bahwa segala kebijakan yang hanya
menguntungkan sekelompok masyarakat dan membebani
sekelompok masyarakat lainnya harus dihindari Negara
semaksimal mungkin. Pemerintah harus mengatur harta kekayaan
Negara agar selalu dimanfaatkan demi kepentingan bersama dan
mengawasi hak kepemilikan pribadi agar tidak disalahgunakan
sehingga mengganggu atau mengurangi manfaat bagi
masyarakat.

7. Pemikiran Ekonomi Al-Mawardi


Pada dasarnya, pemikiran ekonomi Al-Mawardi tersebar
paling tidak pada tiga buah karya tulisnya, yaitu Kitab Adab ad-
Dunya wa ad-Din, al-Hawi dan al-Ahkam as-Sulthaniyyah. Dalam
Kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din, ia memaparkan tentang perilaku
ekonomi seorang Muslim serta empat jenis mata pencaharian
utama, yaitu pertanian, peternakan, perdagangan dan industri.
Teori keuangan public selalu terkait dengan peran Negara
dalam kehidupan ekonomi. Negara dibutuhkan karena berperan
untuk memenuhi kebutuhan kolektif seluruh warga negaranya.
Permasalahan ini pun tidak luput dari perhatian Islam. Al-Mawardi
berpendapat bahwa pelaksanaan Imamah (kepemimpinan politik
keagamaan) merupakan kekuasaan mutlak (absolut) dan
pembentukannya merupakan suatu keharusan demi terpeliharanya
agama dan pengelolaan dunia.
Dalam perspektif ekonomi, pernyataan Al-Mawardi ini
berarti bahwa Negara memiliki peran aktif demi terealisasinya
tujuan material dan spiritual. Ia menjadi kewajiban moral bagi
penguasa dalam membantu merealisasikan kebaikan bersama, yaitu
memelihara kepentingan masyarakat serta mempertahankan
stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Lebih jauh, Al-Mawardi
berpendapat bahwa dalam hal sumber-sumber pendapatan Negara

17
tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan anggaran Negara atau
terjadi deficit anggaran, Negara diperbolehkan untuk menetapkan
pajak baru atau melakukan pinjaman kepada public.
Perpajakan
Sebagaimana trend pada masa klasik, masalah perpajakan
juga tidak luput dari perhatian Al-Mawardi. Menurutnya penilaian
atas kharaj harus bervariasi sesuai dengan factor-faktor yang
menentukan kemampuan tanah dalam membayar pajak, yaitu
kesuburan tanah, jenis tanaman dan sistem irigasi. Di samping
ketiga factor tersebut, Al-Mawardi juga mengungkapkan factor
yang lain, yaitu jarak antara tanah yang menjadi objek kharaj
dengan pasar. Dengan demikian, dalam pandangan Al-Mawardi,
keadilan baru akan terwujud terhadap para pembayar pajak jika
para petugas pemungut pajak mempertimbangkan setidaknya
empat factor dalam melakukan penilaian suatu objek kharaj, yaitu
kesuburan tanah, jenis tanaman, sistem irigasi dan jarak tanah ke
pasar. Tentang metode penetapan kharaj, Al-Mawardi
menyarankan untuk menggunakan salah satu dari tiga metode yang
pernah diterapkan dalam sejarah Islam, yaitu:
a) Metode Misahah, yaitu metode penetapan kharaj
berdasarkan ukuran tanah.
b) Metode penetapan kharaj berdasarkan ukuran tanah
yang ditanami saja.
c) Metode Musaqah, yaitu metode penetapan kharaj
berdasarkan persentase dari hasil produksi
(proportional tax).
Seperti yang telah dikemukakan, Al-Mawardi menyatakan
bahwa untuk membiayai belanja negara dalam rangka memenuhi
kebutuhan dasar setiap warganya, negara membutuhkan lembaga
keuangan negara (Baitul Mal) yang didirikan secara permanen.
Melalui lembaga ini, pendapatan negara dari berbagai sumber akan

18
disimpan dalam pos yang terpisah dan dibelanjakan sesuai dengan
alokasinya masing-masing.
Lebih jauh, Al-Mawardi menegaskan, adalah tanggung jawab
Baitul Mal untuk memenuhi kebutuhan public. Ia
mengklasifikasikan berbagai tanggung jawab Baitul Mal ke dalam
dua hal, yaitu:
a) Tanggung jawab yang timbul dari berbagai harta
benda yang disimpan di Baitul Mal sebagai amanah
untuk didistribusikan kepada mereka yang berhak,
dan
b) Tanggung jawab yang timbul seiring dengan adanya
pendapatan yang menjadi asset kekayaan Baitul Mal
itu sendiri.

19
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ekonomi mikro Islam yang merupakan bagaimana sebuah keputusan
diambil oleh setiap unit ekonomi dengan memasukkan batasan-batasan Syariah
sebagai variable utama. Jadi dalam ekonomi mikro Islami, dasar-dasar ekonomi
(variable-variabel ekonomi) hanya memenuhi segi necessary condition, namun
moral dan tatanan Syariah akan memenuhi unsur sufficient condition dalam ruang
lingkup pembahasan ekonomi mikro.
Ilmu ekonomi Islami bisa didefinisikan sebagai suatu system yang
menjelaskan segala fenomena tentang perilaku pilihan dan pengambilan
keputusan dalam setiap unit ekonomi dengan memasukkan aturan Syariah sebagai
variable independen. Dengan demikian, semua ilmu ekonomi kontemporer yang
telah ada bukan berarti tidak sesuai Ilmu Ekonomi Islam yang ada sesuai dengan
ilmu ekonomi Islam. Selama teori tersebut sesuai asumsi dan tidak bertentangan
dengan hokum syariah, maka selama itu pula teori tersebut dapat dijadikan
sebagai dasar untuk menyusun teori ekonomi Islami.

20
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an Kemenag.
Abdullah Zaky Al Kaff. 2018. Ekonomi Dalam Perspektif Islam. Bandung:
Pustaka Setia.
Adiwarman A. Karim. 2015. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
Muhammad Baqir As Sadr, Iqtishduna: Our Economics, terjemahan., Yudhi.
2008. Buku Induk Ekonomi Islam. Jakarta: Zahra Publishing House
Muhammad. 2007. Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: BPEE-
Yogyakarta.
Robert S. Pindyck Dan Daniel L Rubinfeld. 2005. “Microeconomic”, 5th Edition.
New Jersey: Pearson Education. Inc.,terjemahan. Dewi Nina Kurnia. 2009
“Mikroekonomi”. Jakarta: PT Indeks.

21
ASUMSI RASIONALITAS DALAM EKONOMI ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Ilmu ekonomi mikro (micro economic) adalah cabang dari ilmu ekonomi
yang mempelajari perilaku konsumen dan perusahaan serta penentuan harga-harga
pasar dan kuantitas faktor input, barang, dan jasa yang diperjualbelikan. Ekonomi
mikro meneliti bagaimana berbagai keputusan dan perilaku tersebut
mempengaruhi penawaran dan permintaan atas barang dan jasa, yang akan
menentukan harga dan bagaimana harga, pada gilirannya, menentukan penawaran
dan permintaan barang dan jasa selanjutnya. Individu yang melakukan kombinasi
konsumsi atau produksi secara optimal, bersama-sama individu lainnya di pasar,
akan membentuk suatu keseimbangan dalam skala makro dengan asumsi bahwa
semua hal lain tetap sama (ceteris paribus).
Salah satu tujuan ekonomi mikro adalah menganalisa pasar beserta
mekanismenya yang membentuk harga relatif kepada produk dan jasa, dan alokasi
dari sumber terbatas diantara banyak penggunaan alternatif. Ekonomi mikro
menganalisa kegagalan pasar, yaitu ketika pasar gagal dalam memproduksi hasil
yang efisien serta menjelaskan berbagai kondisi teoritis yang dibutuhkan bagi
suatu pasar persaingan sempurna.
Dan di dalam memahami ekonomi mikro islam tidak ada membedakan
antara ilmu ekonomi positif dan normatif. Ilmu ekonomi positif membahas apa
dan bagaimana masalah-masalah ekonomi diselesaikan dan ekonomi normatif
membahas apa yang sebenarnya masalah ekonomi tersebut. Muhammad Baqis as-
sadr mengatakan bahwa ekonomi islam adalah sebuah ajaran dan ilmu murni,
karena apa yang terkandung ekonomi islam bertujuan memeberikan sebuah solusi
hidup yang lebih baik.
Ada lima kelompok yang menafsikan ekonomi baik itu tingkah laku
maupun lainnya yang tertera dalam kitab suci Al-Qur‟an yaitu
aqidah,adil,nubuwwa,khilafah, dan ma‟ad.

22
B. Rumusan masalah
1) Apa pengertian Asumsi Rasional dalam Islam?
2) Apa Jenis –jenis Rasional dalam Islam?
3) Apa Saja Aksioma-aksioma Rasional?
4) Bagaimana Konsep rasionalitas dalam perspektif islam?
5) Bagaimana Etika dan rasionalitas ekonomi islam?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas
yang diberikan oleh Dosen Mata Kuliah “PENGANTAR EKONOMI
MIKRO ISLAM”

23
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asumsi Rasional
Rasional adalah lawan dari irasional, secara bahasa diartikan seperti
ungkapan rational human beings (manusia yang dapat berpikir), rational
behaviuor (perilaku yang masuk akal). Dan juga mengandung makna measurable
inmatrical units (dapat diukur dengan satuan angka, agreeable to reason atau dapat
disetujui dengan pertimbangan akal budi atau alasan, pertaining to or acting in
conformity to reason (bersinggungan atau bertindak sesuai akal budi). Makna
tersebut dapat diambil intinya bahwa rasional mengandung pengertian tentang
keputusan dan tindakan yang didasari atas pertimbangan akal budi.
Konsep rasionalitas ini telah mengakar kuat sejak masa neo klasik.
Gagasan awal konsep ini sebenarnya muncul dari Jeremy Bentham, meskipun
banyak ekonom menyangkal bahwa konsep ini dirujukkan dari ide Adam Smith.
Menurut Bentham, tindakan rasional manusia adalah pemuasan diri untuk
memperoleh kesenangan dan menghindari rasa sakit, bukan semata-mata sebagai
cara pemenuhan motif ekonomi manusia dalam pasar.16 Adiwarman Karim dalam
bukunya Ekonomi Mikro Islam, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
asumsi rasionalitas adalah anggapan bahwa manusia berperilaku secara rasional
(masuk akal), dan tidak akan secara sengaja membuat keputusan yang akan
menbjadikan mereka buruk.
Ada dua jenis rasionalitas, yakni
Ø Rasionalitas Kepentingan Pribadi (Self Interest Rasionality)
Ø Pencapaian suatu tujuan (Present Aim Rationality)
Prinsip pertama dalam ilmu ekonomi menurut Edgeworth, adalah bahwa
setiap pihak digerakkan hanya oleh self interest. (Self Interes, tidak harus selalu
berarti memperbanyak kekayaan seseorang dalam satuan rupiah tertentu. Kita
berasumsi bahwa seseorang itu memiliki berbagai tujuan, dan bukan hanya

16
Anita Rahmawaty, Ekonomi Mikro Islam, Nora Media Enterprise, Kudus, 2011, hlm.
54

24
sekedar kekayaan secara moneter.17 Sekurang-kurangnya self interest mencakup
tujuan-tujuan untuk mencapai :
1. Prestise
2. Persahabatan
3. Cinta
4. Menolong Sesama
5. Mencipta Karya Seni
6. Bila menjadi sejahtera lingkungan juga ikut tersejahterakan.
7. dan masih bnyak lagi kebutuhan diluar rupiah.
Rasionali yang berikutnya tujuan yang ingin dicapai (present aim rationality).
Asumsi dari teori ekonomi ini bahwa manusia tidak selalu bersikap mementingan
dirinya sendiri. Teori ini berasumsi bahwa manusia menyesuaikan preferensinya
dengan sejumlah aksioma.

2.2.Aksioma-aksioma Pilihan Asumsi Rasionalitas


Konsep rasionalitas dalam ekonomi kapitalistik bertitik tolak pada beberapa hal:
Kelengkapan (completeness)
Aksioma ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat menentukan
secara tepat apa yang dia mau dan inginkan. Bahkan apabila dihadapkan pada dua
pilihan yang berbeda, maka ia akan secara cepat dan tepat memutuskan diantara
kemungkinan-kemungkinan di antara keduanya. menurut Oscar Lange, hal ini
menunjukkan bahwa metodologi rasionalitas adalah ketika hal ini diambil
berdasarkan cara berpikir dari setiap pelaku ekonomi itu sendiri.
I. A lebih disukai daripada b
II. B lebih disukai daripada a
III. A dan b keduanya sama-sama disukai.

transitifitas (transitivity
Asumsi ini menyatakan bahwa pilihan individu bersifat konsisten secara
internal. Contoh: jika seseorang berpendapat bahwa "a lebih disukai dari pada b"

17
Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Mikro Islami, IIIT Indonersia, Jakarta, 2002,
hlm29-30

25
dan "b lebih disukai daripada c", maka tentu ia akan mengatakan "a harus lebih
disukai dari pada c". Asumsi ini menyatakan bahwa pilihan individu bersifat
konsisten secara internal.

Kontinuitas
Asumsi ini menyatakan bahwa situasi-situasi yang mendekati pilihan,
maka situasi tersebut harus pula menjadi prioritas pilihan. Kecenderungan itu
menggiring manusia secara natural dan naluriah membangun preferensinya.
Contoh: jika seseorang menganggap "a lebih disukai dari pada b", maka situasi-
situasi yang secara cocok "mendekati a", harus juga lebih disukai dari pada b.18

Kemonotonan yang kuat (strong Monotonoticity)

Bahwa lebih banyak berarti lebih baik. Biasanya kita tidak memerlukan
asumsi sekuat ini. Asumsi ini dapat diganti dengan yang lebih lemah yakni local
nonsatiation.
Local nonsatiation
Seseorang dapat selalu berbuat baik, sekecil apapun bahkan bila ia hanya
menikmati sedikit perubahan saja dalam “keranjang konsumsinya”. Maksud lain
dari pengertian local nonsatiation adalah bahwa seseorang bisa “berbagi”
walaupun penghasilannya hanya sedikit.
Konveksitasketat (Strict Convexity)
Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang lebih menyukai yang rat-rata
daripada yang ekstrim, tetapi selain dari pada makna ini, asumsi ini memiliki
muatan ekonomis yang kecil. Strict convexity merupakan generalisasi dari asumsi
neoklasik tentang diminishing marginal rates of substitution.19

2.3.Asumsi Rasional dari berbagai sudut

18
Anita Rahmawaty, Op.cit, hlm. 55-56.
19
Adiwarman Azwar Karim, Op.cit, hlm.30-31.

26
Pemahaman tentang rasionalitas ekonomi sesungguhnya tidak bisa dipisahkan
dari sistem ekonomi yang mendasarinya. Sistem dapat didefinisikan sebagi suatu
organisasi yang terdiri dari berbagai unsur yang saling berhubungan satu sama
lain, saling mempengaruhi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa sistem ekonomi adalah organisasi yang terdiri
dari bagian-bagian yang saling terkait dan bekerja sama untuk mencapai tujuan
ekonomi.
Kedua ideologi besar – kapitalisme dan sosialisme – memandang agama
bukan sebagai faktor penting dalam pembangunan dan kehidupan manusia. Inilah
yang kemudian disebut dengan Sekularisasi– suatu pandangan hidup yang
memisahkan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat – yang profan dan
sakral. Pandangan ini bertolak belakang dengan pandangan Islam tentang
kehidupan dunia. Sekularisasi sangat dipengaruhi oleh fisika newtonian yang
memandang bahwa alam semesta ini berjalan secara otomastis. Konsep
mekanik tentang alam semesta ini pada akhirnya membentuk pula penjelasan
mekanik tentang penciptaanya. Manusia sebagaimana juga jagat raya, dipandang
sebagai sebuah produk yang kebetulan dari sebuah alam yang tidak bertujuan,
yang terjadi melalui variasi kebetulan dalam suatu evolusi yang direkayasa dan
dipompa oleh dirinya sendiri.
Menurut sistem ekonomi kapitalistik, ilmu ekonomi adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari perilaku manusia sebagai hubungan antara tujuan dan sarana
langka yang memiliki kegunaan-kegunaan alternatif. Dalam banyak literatur
modern, istilah ilmu ekonomi secara umum dipahami sebagai suatu studi ilmiah
yang mengkaji bagaimana orang-perorang atau kelompok-kelompok masyarakat
menentukan pilihan.
Pilihan harus dilakukan manusia pada saat akan memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari karena setiap manusia mempunyai keterbatasan (kelangkaan)
dalam sumberdaya yang dimilikinya. Pilihan yang dimaksud menyangkut pilihan
dalam kegiatan produksi, konsumsi, investasi, serta kegiatan distribusi barang dan
jasa di tengah masyarakat. Intinya, pembahasan ilmu ekonomi ditujukan untuk
memahami bagaimana masyarakat mengalokasikan keterbatasan (kelangkaan)
sumberdaya yang dimilikinya.

27
Para ahli ekonomi neo-klasik seperti Lionel Robin mengatakan bahwa inti dari
kegiatan ekonomi adalah:
“aspek pilihan dalam menggunakan sember daya”. Oleh karena itu manusia
menemui kelangkaan (scarcity). Dengan demikian sasaran atau tujuan dari ilmu
ekonomi adalah bagaimana mengatasi kelangkaan tersebut. Berdasarkan
penjelasan tersebut, ilmu ekonomi adalah “sebuah kajian tentang prilaku
manusia yang kebutuhannya tidak terbatas terhadap sumber daya yang
sifatnya terbatas”.

Jika kita memahami teori yang dipaparkan di atas, maka ini sangat
bertentangan dalam ajaran Islam, seperti yang difirmankan oleh Allah SWT.

ٍٛ ٍ ‫ ِكرَا‬ِٙ‫َ ْعهَ ُى ُي ْغرَقَ َّشَْا َٔ ُي ْغر َْٕدَ َع َٓا ۚٗ ُك ٌّم ف‬َٚٔ ‫ّللاِ ِس ْصقُ َٓا‬
ٍ ‫ب ُي ِث‬ ِ ‫ ْاْل َ ْس‬ِٙ‫َٔ َيا ِي ٍْ دَاتَّ ٍح ف‬
َّ َٗ‫ض إِ ََّّل َعه‬
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh
mahfuzh). (Hud:6).

Ayat di atas memberi kejelasan bahwa setiap makluk hidup yang diciptakan
oleh Allah SWT telah dijamin rizkinya. Kemudian dikuatkan lagi dengan Firman-
Nya yang lain.

َ ‫ ْان ًُ ْه ِك َٔ َخ َهقَ ُك َّم‬ِٙ‫كٌ ف‬ٚ‫َ ُك ٍْ نَُّ ش َِش‬ٚ ‫َر َّ ِخزْ َٔنَذًا َٔنَ ْى‬ٚ ‫ض َٔنَ ْى‬
ً ‫ءٍ فَقَذ ََّسُِ ذ َ ْقذ‬ْٙ ‫ش‬
‫شا‬ِٚ ِ ‫خ َٔ ْاْل َ ْس‬ َّ ‫انَّزِ٘ نَُّ ُي ْهكُ ان‬
ِ ‫غ ًَ َأا‬
Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai
anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah
menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya. (Al Furqan:2)

Langit dan bumi adalah milik Allah SWT, Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatunya dan tidak memiliki tandingan. Alam semesta diciptakan dengan
ukuran-ukuran yang tepat dan seimbang, tidak kurang dan tidak lebih. Alam
semesta secara alami dapat memenuhi kebutuhan makhluk hidup di dalamnya jika
dijaga dan dipelihara dengan baik.

28
Baqir as-Sadr mengatakan bahwa sumber daya atau kekayaan alam pada
hakikatnya melimpah sehingga akan mampu memenuhi kebutuhan makhlik hidup
di dalamnya, khususnya manusia. Pendapat ini diambil berdasarkan pada Al-
Furqan ayat 2, yang telah dijelaskan di atas. Beliau juga menyangkal jika
keinginan manusia itu tidak terbatas. Baqir as-Sadr berpendapat bahwa pada titik
tertentu keinginan manusia pada konsumsi barang dan jasa akan mengalami
penurunan bahkan pada titik nol. Namun yang juga menjadi perhatian beliau
adalah ketidakmerataan distribusi sumber daya di antara manusia. Untuk itu, perlu
ada mekanisme lain untuk mengatasi masalah distribusi. Adanya perintah untuk
menunaikan zakat dan atau sedekah merupakan mekanisme solusi untuk
memeratakan distribusi.

2.4.Konsep Prespektif Islam Tentang Rasional


Jika dalam ekonomi konvensional, manusia disebut rasional secara ekonomi
jika selalu memaksimumkan utility untuk konsumen dan keuntungan untuk
produsen, maka dalam ekonomi islam, seorang pelaku ekonomi, baik produsen
maupun konsumen, akan selalu berusaha memaksimalkan mashlahah. Konsep
rasionalitas dalam ekonomi islam lebih luas dimensinya daripada ekonomi
konvensional. Rasionalitas ekonomi dalam islam diarahkan sebagai dasar perilaku
kaum muslimin yang mempertimbangkan kepentingan diri, social, dan
pengabdian kepada Allah.
Beberapa pakar ekonom muslim membuat batasan terhadap rasionalitas dalam
ekonomi islam. Rasionalitas dalam ekonomi islam tidak hanya didasarkan kepada
pemuasan nilai guna (material) didunia, tetapi mempertimbangkan pula aspek-
aspek sebagai berikut:
1. Respek terhadap pilihan-pilihan logis ekonomi dan faktor-faktor eksternal,
seperti tindakan altruis dan harmoni social
2. Memasukkan dimensi waktu yang melampaui horizon duniawi sehingga segala
kegiatan ekonomi berorientasi dunia dan akhirat
3. Memenuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh syari‟at islam
4. Usaha-usaha untuk mencapai falah, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat

29
Monzer kahf dalam buku Ekonomi Mikro Islam oleh Anita Rahmawaty
menguraikan beberapa prinsip dasar dalam rasionalitas ekonomi islam adalah
sebagai berikut:
1. The concepts of success
2. Time scale of consumer behavior
3. Concept of wealth
4. Concepts of goods
5. Ethics of comsumption
Pertama, konsep sukses dalam islam diukur dengan nilai moral islam, bukan
dengan jumlah kekayaan yang dimiliki. Kedua, seseorang muslim harus percaya
adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat. Keyakinan ini membawa dampak
mendasar pada perilaku konsumsi, yaitu:
1. Pilihan jenis konsumsi akan diorientasikan untuk kepentingan dunia dan
akhirat.
2. Probabilitas kuantitas jenis pilihan konsumsi cenderung lebih variatif dan
lebih banyak karena juga mencakup jenis konsumsi untuk kepentingan akhirat.
Ketiga, harta merupakan anugerah Allah dan bukan merupakan sesuatu yang
dengan sendirinya bersifat buruk sehingga harus dijauhi secara berlebihan. Harta
merupakan alat untuk mencapai tujuan hidup jika diusahakan dan dimanfaatkan
secara benar. Keempat,harta benda/barang (goods) merupakan karunia yang
diberikan Allah kepada manusia. Islam telah menganjurkan untuk mengkonsumsi
barang-barang yang termasuk dalam kategori dhalal dan at-tayyibat (barang-
barang yang baik dan suci). Sebaliknya, barang-barang yang haram, seperti
minuman keras, babi, bangkai, dan lain-lain dilarang dalam islam. Kelima, islam
memiliki seperangkat etika dan nilai yang harus dipedomani manusia dalam
berkonsumsi, seperti keadilan, kesederhanaan, kebersihan,tidak melakukan
kemubadziran dan tidak berlebih-lebihan (israf).
Sementara itu, dalam konteks rasionalitas dalam konsumsi yang lebih spesifik,
fahim khan membedakan antara mashlahah dan keputusan (utility). Mashlahah
didefinisikan sebagai “the property or power of a good or service that prompts the
basic elements and objectivies of the life of human beings in this world”,
sedangkan utility adalah “the property of a goods or service to satisfy a human

30
want”. Maslahah dikoneksikan dengan kebutuhan (need), sedangkan kepuasan
(utilirty) dikoneksikan dengan keinginan (want). Ia menderivasikan pandangan
pada konsep maqasid syari‟ah dengan mashlahah yang berujung pada masalih al
ibad (untuk kemashlahatan hamba atau manusia.20
Aksioma-aksioma tersebut berlaku secara umum dan universal, beberapa di
antaranya adalah:
1) Setiap pelaku ekonomi bertujuan mendapatkan maslahah
Sebagai contoh, dalam Islam terdapat dua cara dalam mendistribusikan harta
atau pendapatan yakni melalui zakat dan infaq. Menurut teori transitivitas
seseorang dikatakan konsisten apabila konsisten dalam menentukan pilihan-
pilihannya. Dalam kasus zakat dan infaq tindakan ini tidak memenuhi persyaratan
transitivitas. Karena tindakan ini tidak rasional. Dalam Islam persyaratan
tansitivitas tidak harus dijabarkan berdasarkan self interest rationality, melainkan
karena keputusan tersebut adalah tepat secara syariah, mengandung manfaat dan
kebaikan baik bagi dirinya maupun orang lain.
Dalam rangka mencapai maslahah, seseorang akan selalu mencari:
a) Maslahah yang lebih besar selalu lebih disukai dari pada maslahah yang lebih
kecil; artinya bahwa kebahagiaan yang lebih besar selalu lebih disukai dari pada
kebahagiaan yang lebih kecil.
b) Maslahah diupayakan terus meningkat sepanjang waktu
Konsep ini disebut juga dengan quasi concavity, yaitu situasi yang maslahah
yang menunjukkan pola non-decreasing. Sebagai contoh, jika seorang sakit dia
akan berusaha mengobati sakitnya. Sebab sakit tidaklah menyenangkan dan
menurunkan maslahah hidupnya. Selanjutnya dia akan melakukan olah raga,
vaksinasi, dan lain-lain agar tidak jatuh sakit lagi dan lebih sehat dimasa depan
agar maslahah hidupnya semakin meningkat dan setidaknya tetap.
Waktu dalam pandangan Islam tidak terkait dengan masa kini dan masa yang
akan datang. Waktu menjadi sangat penting dan bernilai tergantung bagaiman
seseorang memanfaatkannya. Semakin produktif seseorang memanfaatkan
waktunya semakin banyak nilai yang diperolehnya. Ide ini adalah kebalikan dari

20
Anita Rahmawaty, Op.cit, hlm. 58-59

31
konsep nilai waktu berdasarkan uang ”time value of money”. Dalam Islam
waktulah yang bernilai, sementara uang tidak memiliki nilai waktu.
2) Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk tidak melakukan
kemubadziran(non-wasting)
Aksioma ini menjelaskan bahwa untuk mencapai suatu tujuan diperlukan
suatu pengorbanan. Tetapi apabila pengorbanan tersebut lebih besar dari hasil
yang diharapkan, maka dianggap kesia-siaan (pemubadziran) atas suatu sumber
daya. Oleh karenanya perilaku ini harus dicegah agar tidak terjadi pengurangan
dari sumber daya yang dimiliki tanpa kompaensasi berupa hasil yang sebanding.

3) Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha meminimumkan risiko (risk aversion)


Risiko adalah sesuatu yang tidak menyenangkan karenanya harus dihindari.
Namu tidak semua risiko dapat dihindari atau diminimalisir. Hanya risiko yang
dapat diantisipasi saja yang dapat diminimalkan. Ada juga risiko-risiko yang
setiap orang bersedia menanggungnya, karena pertimbangan maslahah yang lebih
besar. Ada 2 risiko berkaitan dengan pembahasan aksioma ini, antara lain:

a) Resil yang bernilai (worthed risk)


Kemunculan fenomena risiko yang bernilai tidak menyimpang dari aksioma-
aksioma yang dikemukakan di atas. Dalam konteks ini risiko dianggap sebagai
pengorbanan bagi seseorang yang memikulnya, sedangkan hasil dianggap bagian
dari maslahah sebagai kompensasi dari kesediannya memikul risiko. Jika
maslahah yang diterima lebih besar dari risiko yaitu pengorbanan maka
pengorbanan tersebut tidak dianggap sia-sia dan karenanya tidak bertentangan
dengan aksioma non-wasting.
b) Risiko yang tidak bernilai
Meskipun fenomena worthed risk telah menjadi fenomena dibanyak kegiatan
ekonomi saat ini, namun terdapat pula risiko-risiko yang unworthed, yaitu ketika
nilai hasil yang diharapkan lebih kecil dari risiko yang ditanggung ataupun ketika
risiko dan hasil tersebut tidak dapat diantisipasi dan dikalkulasi.
4) Setiap pelaku ekonomi dihadapkan pada situasi ketidakpastian

32
Ketidakpastian dapat menurunkan maslahah yang diterima. Kemunculan
risiko dalam banyak hal dapat diantisipasi melalui gejala yang ada. Gejala yang
dimaksud di sini adalah adanya ketidakpastian (uncertainly). Secar spesifik,
situasi ketidakpastian akan dapt menimbulkan risiko. Dengan begitu suatu
ketidakpastian banyak diidentikkan dengan risiko itu sendiri, atau ketidakpastian
dianggap sebagai dual dari risiko.oleh karena itu, situasi ketidakpastian juga
dianggap sebagi situasi yang dapat menurunkan nilai maslahah.
5) Setiap pelaku berusaha melengkapi informasi dalam upaya meminimumkan
risiko.
Dalam kondisi ketidakpastian, setiap pelaku berusaha untuk mencari dan
melengkapi informasi serta kemampuannya. Hal ini kemudian digunakan untuk
mengkalkulasi ataupun suatu risiko masuk ke dalam worthed atau unworthed
sehingga dapat ditentukan keputusan apakah akan menghadapi risiko tersebut atau
menghindarinya. Informasi ini dapat digali melalui fenomena kejadian masa lalu
ataupun petunjuk informasi yang diberikan pihak tertentu.

2.5. Etika dan rasionalitas ekonomi islam


Aspek moral atau etika dalam ekonomi konvensional dianggap sebagai batas
ilmu ekonomi karena perilaku etis dipandang sebagai perilaku tidak rasional.
Tindakan etis sering kali diartikan sebagai pengorbanan kepentingan individu atau
material untuk mengedepankan kepentingan social atau non material. Dengan
demikian, ketika perilaku rasional ekonomi diartikan sebagai upaya untuk
mewujudkan mashlahah materi semata, maka perilaku etis dipandang sebagai
perilaku yang tidak rasional dan karenanya dikeluarkan dari pokok bahasan ilmu
ekonomi.
Secara umum, moral didefinisikan sebagai standar perilaku yang dapat
diterima oleh masyarakat (benar) ataukah tidak (salah). Filosofi atau suatu standar
moral setiap masyarakat dapat berbeda-beda, dan alasan inilah yang dikenal
dengan istilah etika. Suatu perilaku yang dianggap rasional oleh paham
konvensional dapat dianggap tidak rasional dalam pandangan islam.
Islam, demikian pula sebaliknya. Sebagai contoh adalah minum-minuman
keras atau mabuk dianggap tidak rasional menurut islam, karena berpotensi

33
menurunkan maslahah yang diterima, misalnya penurunan mashlahah agama dan
intelektual lebih tinggi daripada peningkatan mashlahah fisiknya. Namun,
menurut paham relativisme atau utilitarianisme, minum-minuman keras dianggap
sebagai tindakan rasional selama tindakan ini dianggap “baik” oleh masyarakat
atau tidak mendatangkan kerugian pada mayoritas. Oleh karena itu, ketika ada
seorang pelaku ekonomi yang memilih untuk tidak mengkonsumsi minuman keras
yang murah dan berkualitas dianggap sebagai tindakan etis dan tidak rasional
dalam pandangan relativisme atau utilitarianisme dan karenanya perilaku
semacam ini tidak dibahas dalam analisis ekonomi.
Ekonomi islam mempelajari perilaku ekonomi pelaku ekonomi yang rasional
islami, sebagaimana dijelaskan subbab sebelumnya. Oleh karena itu, standar
moral suatu perilaku ekonomi didasarkan ajaran islam dan bukan semata-mata
didasarkan atas nilai-nilai yang dibangun oleh kesepakatan social. Moralitas islam
ini tidak diposisikan sebagai suatu batasan ilmu ekonomi, namun justru sebagai
pilar atau patokan dalam menyusun ekonomi islam.21

21
P3EI, Ekonomi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 32-33.

34
BAB III
PENUTUP
1. Rasional mengandung pengertian tentang keputusan dan tindakan yang didasari
atas pertimbangan akal budi.
2. Ada dua jenis rasionalitas, yaitu rasionalitas kepentingan pribadi (self interest
rationality) dan present-aim rationality.
3. Terdapat tiga sifat dasar dalam aksioma rasionalitas, yakni kelengkapan
(completeness), transivitas (transivity), dan kontinuitas (continuity)
4. Asumsi-asumsi lain tentang preferensi
a. Kemonotonan yang kuat (strong monotonicity)
b. Local nonsatitation
c. Konveksitas ketat (strict convexity)
5. Konsep rasionalitas dalam perspektif islam antara lain, the concepts of success,
time scale of consumer behavior, concept of wealth, concepts of goods, ethics of
comsumption
6. Perilaku rasional ekonomi diartikan sebagai upaya untuk mewujudkan
mashlahah materi semata, maka perilaku etis dipandang sebagai perilaku yang
tidak rasional dan karenanya dikeluarkan dari pokok bahasan ilmu ekonomi.

35
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Adiwarman Azwar, Ekonomi Mikro Islami, IIIT Indonersia, Jakarta, 2002.
Karim, Adiwarman Azwar.Ekonomi Mikro Islam. Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada .2007
P3EI, Ekonomi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013.
Rahmawaty, Anita, Ekonomi Mikro Islam, Nora Media Enterprise, Kudus, 2011.
Nordbaus, William d. dan paul a. samuelson.mikro ekonomi.edisi 14.
Jakarta:Erlangga.1997
Mankiw, N. Gregory. Pengantar ekonomi mikro. Jakarta : salemba empat.2006

36
KONSEP KEBUTUHAN DALAM ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ekonomi adalah perbuatan manusia dalam memenuhi kebutuhan dan
keinginan hidupnya. Kebutuhan adalah sesuatu yang harus didapatkan dan apabila
tidak terpenuhi, manusia akan terganggu fisik dan psikisnya. Adapun keinginan
adalah salah satu yang ingin diperoleh dan apabila tidak terpenuhi, hanya
menyebabkan gangguan psikis.
Dalam ekonomi kapitalis atau konvensional, kebutuhan dan keinginan
tidak bisa dipisahkan. Kebutuhan adalah keinginan format sedangkan keinginan
adalah kebutuhan.
Berbeda dengan ekonomi Islam, kebutuhan dan keinginan berbeda. Islam
membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Tujuannya adalah manusia tidak
terjebak dalam upaya mengumpulkan dan bergelimpangan harta secara
berlebihan. Kebutuhan harus dipenuhi agar manusia dapat beribadah kepada Allah
Subhanahu Wa Ta‟ala. Selain itu, perbedaan antara ekonomi Islam dan ekonomi
kapitalisme adalah motivasi ekonomi. System ekonomi Islam motivasi ekonomi
bertujuan mempermudah manusia beribadah kepada Allah SWT. Sedangkan
motivasi ekonomi kapitalisme bertujuan untuk memperoleh kekayaan dan
kesejahteraan. Jika kebutuhan tidak terpenuhi, proses beribadah kepada Allah
SWT akan terganggu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep kebutuhan dan keinginan?
2. Bagaimana Mashlahah dan Utility?
3. Bagaimana konsep pilihan dalam konsumsi?
4. Bagaimana pengalokasian sumber untuk kebutuhan?

37
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan Bagaimana konsep kebutuhan dan keinginan.
2. Untuk menjelaskan Bagaimana Mashlahah dan Utility.
3. Untuk menjelaskan Bagaimana konsep pilihan dalam konsumsi.
4. Untuk menjelaskan Bagaimana pengalokasian sumber untuk kebutuhan.

38
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Kebutuhan dalam islam
Rozalinda menyatakan kanbahwa salah satu perbedaan mendasar antara
system ekonomi konvensional dan system ekonomi Islam adalah masalah
kebutuhan dan keinginan. Secara umum, kebutuhan dan keinginan dapat
dibedakan. Kebutuhan berasal dari fitrah manusia bersifat objektif serta
mendatangkan manfaat dan kemaslahatan disamping kepuasan. Pemenuhan
terhadap kebutuhan akan memberikan manfaat, baik secara fisik, spiritual
intelektual, maupun material. Adapun keinginan berasal dari hasrat manusia yang
bersifat subjektif. Jika terpenuhi akan menimbulkan kepuasan atau manfaat psikis
disamping manfaat lainnya.22
1. Pengertian kebutuhan dan keinginan
Secara konvensional, kebutuhan atau keinginan merupakan segala
sesuatu yang diperlukan manusia untuk mensejahterakan hidupnya.
Kebutuhan mencerminkan perasaan ketidakpuasan atau kekurangan
dalam diri manusia yang ingin dipuaskan. Kebutuhan timbul karena
adanya kelangkaan barang dan jasa.
Adapun Al Ghazali berpendapat bahwa kebutuhan dan keinginan itu
jauh berbeda. Menurutnya, Kebutuhan adalah Keinginan manusia
untuk mendapatkan sesuatu yang diperlukan dalam rangka
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan menjalankan fungsinya
sama yaitu menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah SWT dengan
beribadah secara maksimal.
menurut Mustafa Edwin Nasution Islam memiliki nilai moral yang
ketat dalam memasukkan keinginan dalam motif aktivitas ekonomi.
Kebutuhan hidup menyesuaikan sebagai segala keperluan dasar
manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidup sedangkan
keinginan didefinisikan sebagai kemampuan manusia atau segala hal.
Kebutuhan harus lebih diutamakan daripada keinginan.

22
Rozalinda, ekonomi Islam teori dan aplikasi pada aktivitas ekonomi, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2014), hal.3.

39
Konsep kebutuhan dalam Islam bersifat dinamis dan merujuk pada
tingkat ekonomi yang ada pada masyarakat. pada tingkat ekonomi
tertentu sebuah barang dikonsumsi akibat motivasi keinginan dan pada
tingkat ekonomi yang lebih baik barang tersebut telah menjadi
kebutuhan.
Menurut masykuroh keinginan identic dengan sesuatu yang bersumber
dari nafsu. Nafsu manusia mempunyai kecenderungan yang bersifat
ambivalen yaitu kecenderungan yang saling bertentangan yaitu
kecenderungan yang baik dan kecenderungan yang tidak baik. Oleh
karena itu kamar teori permintaan dan ekonomi Islam didasarkan atas
adanya kebutuhan.
Kebutuhan lahir dari pemikiran atau identifikasi secara objektif atas
berbagai sarana yang diperlukan untuk mendapatkan manfaat bagi
kehidupan. Kebutuhan dituntun oleh rasionalitas normative dan positif
yaitu rasionalitas atas ajaran Islam sebagai bersifat terbatas dan
terukur dalam kuantitas dan kualitasnya. Jadi seorang muslim
berkonsumsi untuk memenuhi kebutuhannya sehingga memperoleh
kemanfaatan yang yang setinggi-tingginya bagi kehidupannya. Inilah
yang menjadi dasar dan tujuan Syariah Islam, yaitu maslahat Al Ibad
kesejahteraan lagi sebagai manusia sekaligus sebagai cara untuk
mendapatkan Falah yang maksimum.
2. Kebutuhan dasar yang bermanfaat bagi kehidupan manusia
Asy-Syathibi mengutip pendapat Al Ghazali bahwa lima kebutuhan
dasar yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia yaitu:
a. Kebenaran
b. Kehidupan
c. Harta material
d. Ilmu pengetahuan
e. Kelangsungan keturunan
Kalimat kebutuhan tersebut penting untuk mendukung perilaku
kehidupan yang Islami. Menurut al-ghazali, tujuan utama syariat Islam

40
adalah mendorong kegiatan manusia yang menjamin perlindungan
kelima kebutuhan ini.
3. Kebutuhan versus keinginan
a. Kebutuhan
Kebutuhan adalah keinginan mutlak yang diperlukan manusia
bagi kehidupan. Contoh kebutuhan manusia tidak dapat hidup.
Contoh kebutuhan adalah kebutuhan makanan pakaian tempat
tinggal dan lain-lain.
Menurut Asy-Syathibi, rumusan kebutuhan manusia dalam
Islam terdiri dari tiga jenjang berikut:
1) Dharuriyat (Primer)
Kebutuhan dharuriyat adalah kebutuhan primer. Jika
tidak terpenuhi, keselamatan umat manusia, baik di
dunia maupun di akhirat akan terancam. Menurut Satria
Effendi dan M. Zein kebutuhan dharuriyat mencakup:
a) Agama (Din)
b) Kehidupan (Nafs)
c) Pendidikan („Aql)
d) Keturunan (Nasl)
e) Harta (Mal)
Untuk memelihara kelima pokok inilah, syariat Islam
diturunkan. Setiap ayat hokum apabila diteliti akan
ditemukan alas an pembentukannya untuk memelihara
5 pokok kebutuhan tersebut.
Lima kebutuhan dharuriyat atau esensial yang
mencakup Din, Nafs, „aql, Nasl dan Mal merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Apabila satu
jenis terabaikan akan terjadi ketimpangan dalam hidup
manusia titik dengan kata lain manusia hanya dapat
melangsungkan hidupnya dengan baik.

41
2) Hajiyat (sekunder)
Kebutuhan haji adalah kebutuhan sekunder.apabila
kebutuhan tersebut tidak terwujud Kan kau tidak akan
mengancam keselamatannya tetapi akan mengalami
kesulitan. Syariat Islam berusaha menghilangkan
kesulitan itu. Rukhsah keinginan adalah contoh
kebutuhan syariat Islam terhadap kebutuhan ini.
Dalam lapangan muamalah, disyariatkan banyak
macam kontrak akad serta macam-macam jual beli
sewa menyewa, syirkah perseroan, dan mudharabah.
Pada dasarnya jenenge ajian ini merupakan pelengkap
yang menguatkan dan melindungi jenjang dharuriyat.
3) Tahsiniyat
Kebutuhan tahsiniyat adalah tingkat kebutuhan yang
paling tidak terpenuhi tidak mengancam eksistensi
salah satu dari lima pokok kebutuhan diatas dan tidak
pula menimbulkan kesulitan. Tingkat kebutuhan ini
berupa kebutuhan pelengkap.
Jenjang ini merupakan penambahan bentuk kesenangan
dan keindahan dharuriyat dan hajiyat. Islam
memandang setiap orang secara pribadi, bukan secara
kolektif sebagai komunitas yang hidup di sebuah
Negara. Islam memandang setiap orang sebagai
manusia yang harus dipenuhi semua kebutuhan
primernya secara menyeluruh. Berikutnya, Islam
memandangnya sebagai kapasitas pribadinya untuk
memenuhi kebutuhan sekunder yang tersedia sesuai
dengan kadar kemampuannya.
Islam telah menjamin terpenuhinya hak hidup secara
pribadi serta memberikan kesempatan kepada setiap
orang untuk memperoleh kemakmuran hidupnya. Pada
saat yang sama, Islam telah membatasi perolehan harta

42
orang tersebut yang dipergunakan untuk memenuhi
kebutuhan primer sekunder dan tersier nya dengan
ketentuan yang khas,termasuk menjadikan interaksi
orang tersebut sebagai Interaksi yang mengikuti gaya
hidup yang khas pula.
b. Keinginan
Keinginannya itu kebutuhan yang dapat dipenuhi dan
kebutuhan-kebutuhan yang efektif. Salah satu karakteristik
Keinginan manusia sifatnya tidak terbatas seperti hadis
berikut.
Dari Ibnu Abbas r.a Berkata : saya mendengar Rasulullah
SAW bersabda apabila seorang anak Adam memiliki dua
lembah harta, niscaya ia akan mencari lembah yang ketiga.
Tidak ada yang memuaskan mulutnya, kecuali Tanah kematian
dan semoga Allah SWT memberi ampunan bagi orang yang
bertaubat.
Hadis yg menerangkan sifat dan tabiat manusia yang selalu
memiliki keinginan tidak terbatas.
Kenyataannya bahwa sifat Keinginan manusia tidak terbatas
merupakan Fitrah dan tabiat alami setiap manusia yang diakui
dalam Alquran. Dalam ilmu ekonomi masalah Keinginan
manusia merupakan tema sentral dalam susunan paradigma.
Disebutkan dalam pengertian ilmu ekonomi sebagai ilmu yang
membahas perilaku manusia bahwa manusia memenuhi
kebutuhan dan keinginannya yang tidak terbatas terhadap
sumber daya yang terbatas.
c. Kebutuhan dan Keinginan manusia yang tidak terbatas
Ilmu ekonomi pada dasarnya mempelajari produksi dan
distribusi barang dan jasa ekonomi untuk memenuhi dan
memuaskan kebutuhan manusia. Ekonomi adalah perbuatan
manusia dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya.
Kebutuhan adalah sesuatu yang harus didapatkan jika tidak

43
terpenuhi akan mengganggu fisik dan psikis manusia. Adapun
keinginan yang tidak terpenuhi hanya menyebabkan gangguan
psikis.
Kebutuhan manusia berbeda-beda bergantung pada tingkat
kepentingan masing-masing. Beberapa kebutuhan sebaiknya
diprioritaskan Sehingga kebutuhan yang paling penting
dipenuhi terlebih dahulu. Manusia juga memiliki kebutuhan
social seperti jalan-jalan, pendidikan dan memiliki kebutuhan-
kebutuhan strategi, seperti pertahanan keamanan dan lain-lain.
Menurut cara dan Mochtar manusia sangat berbeda dengan
makhluk ciptaan tuhan lainnya. Perbedaan yang paling
mencolok adalah manusia mempunyai banyak keinginan , dan
daftar keinginan dari masa ke masa. Pada awal peradaban
manusia, keinginan setiap orang masih sangat terbatas. Saat itu
orang merasa puas jika bias makan pagi dan petang, dan
terhindar dari bahaya alam, seperti terik matahari, hujan dan
badai serta gangguan binatang buas.
Kemudian dengan semakin majunya peradaban manusia,
daftar keinginan manusia semakin meningkat dan berkembang
pula. Dahulu orang merasa senang jika hasil panen cukup
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga dari tahun ke
tahun semakin lama kebutuhan mereka mulai bertambah.
Manusia mulai membutuhkan pakaian dan perumahan yang
layak huni. Setelah kebutuhan primer terpenuhi mereka juga
meningkat segala sesuatu yang dapat menyebabkan
kehidupannya lebih nikmat untuk dijalani seperti radio televise
Mama mobil, computer dan sebagainya.
Semakin banyak dan bervariasi nya keinginan dan kebutuhan
manusia menimbulkan berbagai persoalan, terutama persoalan
ekonomi yaitu cara mengkombinasikan Kan sumber-sumber
daya yang dimiliki agar menghasilkan barang dan jasa secara
efisien.

44
Pada dasarnya ilmu ekonomi mempelajari produksi dan
distribusi barang dan jasa ekonomi dengan maksud memenuhi
atau memuaskan kebutuhan manusia. Setiap individu bebas
mengadakan pilihan terhadap sejumlah besar barang dan jasa
dan satu-satunya alas an membatasi kebebasan untuk memilih
adalah pendapatannya yang terbatas.
Kebutuhan manusia yang sangat banyak dan tidak terbatas,
contohnya makanan, rumah, pakaian, pendidikan, kemewahan
dan lain-lain menyebabkan masalah ekonomi.
Jadi, masalah ekonomi adalah menempatkan semua kebutuhan
manusia dalam beberapa prioritas Sehingga kebutuhan yang
paling terpenting yang akan dipenuhi terlebih dahulu. Untuk
itu, manusia menggunakan sumber-sumber yang memenuhi
sebanyak mungkin dari kebutuhan tersebut.

B. Maslahah dan utility


1. Maslahah
Dalam hal perilaku konsumen Islam menekankan konsep dasar bahwa
manusia cenderung memilih barang dan jasa yang memberikan Maslahah
maksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas dalam ekonomi Islam bahwa setiap
pelaku ekonomi ingin meningkatkan massa Maslahah yang diperolehnya dalam
konsumsi.
Dalam Alquran kata Maslahah banyak disebut dengan istilah manfaat atau
manafi yang berarti kebaikan dan berkaitan dengan material fisik dan psikologis.
Dengan demikian Cola Maslahah mengandung pengertian pemanfaatan duniawi
dan akhirat.
Konsep Maslahah ini didedikasikan dari konsep maqashid syariah yang
berujung pada mashalih Al Ibad kemaslahatan hamba atau manusia. Menurut
Imam syatibi istilah Maslahah memiliki makna yang lebih luas daripada utility
atau kepuasan dalam terminology ekonomi konvensional. Maslahah merupakan
tujuan hokum syara yang paling utama. Maslahah merupakan sifat atau
kemampuan barang dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan tujuan dasar

45
dari kehidupan manusia di muka bumi ini. 6 elemen kebutuhan dasar manusia
adalah agama, kehidupan atau jiwa property atau harta benda keyakinan kaum
intelektual dan keluarga atau keturunan.
2. Utility
Secara bahasa pamayo teliti berarti berguna, membantu atau
menguntungkan. Utilitas diartikan sebagai kegunaan barang yang dirasakan oleh
seorang konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang.
Dalam konteks ekonomi komando utilitas diartikan sebagai kegunaan
barang yang dirasakan oleh seorang konsumen dalam mengkonsumsi barang.
Kegunaan ini bias dirasakan sebagai rasa tertolong dari kesulitan karena
mengkonsumsi suatu barang. Karena rasa inilah kami utilitas sering diartikan juga
sebagai kepuasan yang dirasakan oleh seorang konsumen. Dengan demikian,
kepuasan dan utilitas dianggap sama-sama meskipun sebenarnya kepuasan
merupakan akibat yang ditimbulkan oleh utilitas.
3. Perbedaan Maslahah dan utility
Maslahah merupakan konsep terpenting dalam pengembangan ekonomi
Islam. Para ulama menempatkan Maslahah sebagai Prinsip utama dalam syariah.
Tujuan Syariah dikenal dengan sebutan maqashid Syariah. Perbedaan maslahat
dan teliti menurut Rahmawati adalah sebagai berikut:
a. Konsep Maslahah dikoneksikan dengan kebutuhan sedangkan
kepuasan dikoneksikan dengan keinginan.
b. Utility atau kepuasan bersifat individualis, sedangkan Maslahah tidak
hanya dirasakan oleh individu tetapi dirasakan pula oleh orang lain
atau sekelompok masyarakat.
c. Maslahah relative lebih objektif karena didasarkan pada pertimbangan
yang objektif sehingga suatu benda ekonomi dapat diputuskan
memiliki masalah atau tidak. Adapun Yuti litas berdasarkan pada
kriteria yang lebih objektif sehingga dapat berbeda antara individu
satu dan lainnya.
d. Maslahah individu relative konsisten dengan masalah social.
e. Jika maswah dijadikan tujuan dari seluruh pelaku ekonomi,semua
aktivitas ekonomi masyarakat, baik konsumsi produksi maupun

46
distribusi akan mencapai tujuan yang sama yaitu kesejahteraan. Hal
ini berbeda dengan utility yang dalam ekonomi konvensional
konsumen mengukurnya dari kepuasan yang diperolehnya dan
keuntungan maksimal bagi produsen dan distributor sehingga berbeda
Tujuan yang akan dicapai.
f. Dalam konteks perilaku konsumen utility diartikan sebagai konsep
kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa sedangkan
Maslahah diartikan sebagai konsep pemetaan perilaku konsumen
berdasarkan asas kebutuhan dan prioritas.

DAFTAR PUSTAKA
Nurcahyaningtyas. Ekonomi Untuk Kelas X SMA. Jakarta: Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional. 2009.
Karim, Adiwarman A. . Sejarah Pemikiran Ekonomi edisi kedua. Jakarta: Grafindo
Persada, 2004.
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh II. Jakarta: Kencana Prenada Group, 2008.
Winky, Imeh Tinky. Makalah Kebutuhan vs Keinginan. 4 Juli 2013,
http://imehtinky.blogspot.co.id/2013/07/makalah-kebutuhan-vs-keinginan.html
Chapra, M. Umer. Masa Depan Ilmu Ekonomi: Perspektif Islam, (terjemahan: Ikhwan
Abidin). Jakarta: Gema Insani Press, 2002.

47
M. Fahim Khan, “Theory of Consumer Behaviour in an Islamic Perspective”, dalam
Sayyid Tahir et.al.Reading in Macroeconomics An Islamic Perspective, Malaysia:
Lamongan, 1992.
Rahmawaty, Anita. Ekonomi Mikro Islam. Kudus: Nora Media Enterprise, 2011

TEORI KONSUMSI ISLAMI


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Naluri manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup sesuai dengan
keinginannya. Dari kecil, saat baru lahir, manusia sudah menyatakan keinginan
untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara, misalnya dengan menangis
untuk menunjukkan bahwa seorang bayi lapar dan ingin minum susu dari ibunya.
Semakin besar dan akhirnya dewasa, keinginan dan kebutuhan seorang manusia
akan terus meningkat dan mencapai puncaknya pada usia tertentu untuk
seterusnya menurun hingga seseorang meninggal dunia. Teori Perilaku konsumen
(consumer behavior) mempelajari bagaimana manusia memilih di antara berbagai

48
pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan sumberdaya (resources) yang
dimilikinya.
Teori perilaku konsumen rasional dalam paradigma ekonomi konvensional
didasari pada prinsip- prinsip dasar utilitarianisme. Diprakarsai oleh Bentham
yang mengatakan bahwa secara umum tidak seorangpun dapat mengetahui apa
yang baik untuk kepentingan dirinya kecuali orang itu sendiri. Dengan demikian
pembatasan terhadap kebebasan individu, baik oleh individu lain maupun oleh
penguasa, adalah kejahatan dan harus ada alasan kuat untuk melakukannya. Oleh
pengikutnya, John Stuart Mill dalam buku On Liberty yang terbit pada 1859,
paham ini dipertajam dengan mengungkapkan konsep „freedom of action‟ sebagai
pernyataan dari kebebasan-kebebasan dasar manusia. Menurut Mill, campur
tangan negara di dalam masyarakat manapun harus diusahakan seminimum
mungkin dan campur tangan yang merintangi kemajuan manusia merupakan
campir tangan terhadap kebebasan- kebebasan dasar manusia, dan karena itu harus
dihentikan.
Lebih jauh Mill berpendapat bahwa setiap orang di dalam masyarakat
harus bebas untuk mengejar kepentingannya dengan cara yang dipilihnya sendiri,
namun kebebasan seseorang untuk bertindak itu dibatasi oleh kebebasan orang
lain; artinya kebebasan untuk bertindak itu tidak boleh mendatangkan kerugian
bagi orang lain.
Dasar filosofis tersebut melatarbelakangi analisa mengenai perilaku
konsumen dalam teori ekonomi konvensional. Beberapa prinsip dasar dalam
analisa perilaku konsumen adalah:\
1. Kelangkaan dan terbatasnya pendapatan. Adanya kelangkaan dan
terbatasnya pendapatan memaksa orang menentukan pilihan. Agar
pengeluaran senantiasa berada di anggaran yang sudah ditetapkan,
meningkatkan konsumsi suatu barang atau jasa harus disertai
dengan pengurangan konsumsi pada barang atau jasa yang lain.
2. Konsumen mampu membandingkan biaya dengan manfaat. Jika
dua barang memberi manfaat yang sama, konsumen akan memilih
yang biayanya lebih kecil. Di sisi lain, bila untuk memperoleh dua

49
jenis barang dibutuhkan biaya yang sama, maka konsumen akan
memilih barang yang memberi manfaat lebih besar.
3. Tidak selamanya konsumen dapat memperkirakan
manfaat dengan tepat. Saat membeli suatu barang, bisa jadi
manfaat yang diperoleh tidak sesuai dengan harga yang harus
dibayarkan: segelas kopi Starsbuck, misalnya, ternyata terlalu pahit
untuk harga Rp. 40.000,- per cangkir. Lebih nikmat kopi tubruk di
warung kopi yang Rp. 3.000,- per gelasnya. Pengalaman tersebut
akan menjadi informasi bagi konsumen yang akan mempengaruhi
keputusan konsumsinya mengenai kopi di masa yang akan datang.
4. Setiap barang dapat disubstitusi dengan barang lain. Dengan
demikian konsumen dapat memperoleh kepuasan dengan berbagai
cara.
5. Konsumen tunduk kepada hukum Berkurangnya Tambahan
Kepuasan (the Law of Diminishing Marginal Utility). Semakin
banyak jumlah barang dikonsumsi, semakin kecil tambahan
kepuasan yang dihasilkan. Jika untuk setiap tambahan barang
diperlukan biaya sebesar harga barang tersebut (P), maka
konsumen akan berhenti membeli barang tersebut manakala
tambahan manfaat yang diperolehnya (MU) sama besar dengan
tambahan biaya yang harus dikeluarkan. Maka jumlah konsumsi
yang optimal adalah jumlah di mana MU = P.
Teori perilaku konsumen yang dibangun berdasarkan syariah
Islam, memiliki perbedaan yang mendasar dengan teori
konvensional. Perbedaan ini menyagkut nilai dasar yang menjadi
fondasi teori, motif dan tujuan konsumsi, hingga teknik pilihan dan
alokasi anggaran untuk berkonsumsi.
Ada tiga nilai dasar yang menjadi fondasi bagi perilaku konsumsi
masyarakat muslim :
1. Keyakinan akan adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat, prinsip
ini mengarahkan seorang konsumen untuk mengutamakan
konsumsi untuk akhirat daripada dunia. Mengutamakan konsumsi

50
untuk ibadah daripada konsumsi duniawi. Konsumsi untuk ibadah
merupakan future consumption (karena terdapat balasan surga di
akherat), sedangkan konsumsi duniawi adalah present
consumption.
2. Konsep sukses dalam kehidupan seorang muslim diukur dengan
moral agama Islam, dan bukan dengan jumlah kekayaan yang
dimiliki. Semakin tinggi moralitas semakin tinggi pula kesuksesan
yang dicapai. Kebajikan, kebenaran dan ketaqwaan kepada Allah
merupakan kunci moralitas Islam. Kebajikan dan kebenaran dapat
dicapai dengan prilaku yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan
dan menjauhkan diri dari kejahatan.
3. Kedudukan harta merupakan anugrah Allah dan bukan sesuatu
yang dengan sendirinya bersifat buruk (sehingga harus dijauhi
secara berlebihan). Harta merupakan alat untuk mencapai tujuan
hidup, jika diusahakan dan dimanfaatkan dengan benar.(QS.2.265)
Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya Karena
mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun
yang terletak di dataran Tinggi yang disiram oleh hujan lebat, Maka kebun itu
menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika hujan lebat tidak menyiraminya, Maka
hujan gerimis (pun memadai). dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kepuasan dan rasionalitas konsumen muslim?
2. Apa yang dimaksud dengan konsumsi intemporal?
3. Bagaimana fungsi dan peningkatan utilitas?
4. Bagaimana konsep Optimal Solution?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana kepuasan dan rasionalitas konsumen muslim.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan konsumsi intemporal.
3. Untuk menjelaskan fungsi dan peningkatan utilitas.
4. Untuk menjelaskan konsep Optimal Solution.

51
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kepuasan dan Rasionalitas Konsumen Muslim
Konsumsi merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia karena
untuk bisa bertahan hidup. Manusia harus makan untuk hidup, berpakaian untuk
melindungi tubuhnya dari berbagai perubahan suhu, mempunyai rumah untyuk
berteduh, berkumpul dengan keluarga dan berlindung dari hal yang menganggu
dirinya. Dan juga kebutuhan lain untuk melengkapi atau factor pendukung
memenuhi kebutuhannya. Menurut Islam konsumsi ialah suatu aktivitas ekonomi
yang memenuhi kebutuhan manusia dengan tujuan ibadah dan meningkatkan
ketakwaan kepada Allah Swt dalam rangka mendapatkan kemaslahatan dunia
dan akhirat.23
Teori kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa
merupakan teori pokok dalam analisis mikro ekonomi. Kepuasan konsumsi
merupakan bagian dari teori perilaku konsumen. Seorang konsumen akan
23
Idris, Hadits Ekonomi Dalam Perspektif Nabi, (Jakarta: Prenamedia Group, 2015), hal.
97-98.

52
mengkonsumsi barang/jasa untuk memperoleh kepuasan selalu menggunakan
kerangka rasionalitas. Sehingga manusia rasional adalah manusia yang berusaha
mencapai kepuasan maksimum dalam kegiatan konsumsinya. Rasionalitas
konsumsi pada teori mikro ekonomi konvensional dikembangkan berdasarkan
asumsi-asumsi berikut:
1. Setiap orang yang rasional akan memilih barang yang disenangi
karena barang yang lebih diminati menyuguhkan kepuasan yang
lebih besar dari barang yang kurang diminati;
2. Menguasai barang lebih banyak lebih baik daripada barang lebih
sedikit;
3. Orang akan memperoleh kepuasan maksimum apabila seluruh
uangnya/pendapatannya telah habis dibelanjakan.24
Jadi dari asumsi tersebut dapat dijelaskan bahwa dalam mengkonsumsi
suatu barang, konsumen akan mencari titik kepuasan secara rasional. Untuk
mencari titik kepuasan tersebut, dapat diukur dengan pendekatan utilitas yang
menggunakan satuan util (guna) sehingga muncullah formulasi utilitas sebagai
berikut:

U=U(X1,X2,X3,..Xn)
U adalah utilitas
X adalah jumlah tiap-tiap barang yang dikonsumsi.
Di saat mengkonsumsi suatu barang seorang konsumen akan
mendapatkan nilai guna secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya kita
menonton film favorit di bioskop secara langsung kita akan puas bisa
melihatnya. Mendapatkan laba dalam berbisnis karena secara tidak langsung
seorang pebisnis dapat menambahkan modal dari laba tersebut.
Ada beberapa asumsi yang dapat dijadikan pegangan dalam menghitung
besar kecilnya kepuasan yang diperoleh konsumen. Menurut teori mikro
ekonomi konvensional, asumsi-asumsi tersebut adalah:

24
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta,2015), hal. 188.

53
1. Tingkat utilitas total yang dicapai oleh sesorang konsumen merupakan
fungsi dari kuantitas berbagai barang yang dikonsumsi;
2. Konsumen akan memlilh barang-barang yang akan memaksimalkan
utilitasnya sesuai dengan anggaran mereka;
3. Utilitas dapat diukur dengan pendekatan kardinal;
4. Marginal Utility (MU) dari setiap unit tambahan barang yang dikonsumsi
akan menurun. MU adalah perubahan total utility (TU) yang disebabkan
oleh tambahan satu unit barang yang dikonsumsi [ceteris paribus].25
Dari asumsi tersebut kepuasan dalam mengkonsumsi barang ternyata
dilihat dari kuantitas barang yang dikonsumsi dan sesuai dengan pendapatan
yang dimiliki tetapi tetap memenuhi kepuasan konsumen tersebut. Namun dalam
memenuhi kepuasan akan menurun apabila konsumen mengkonsumsi suatu
barang lebih dari satu unit.
Pada umumnya formulasinya dibentuk dengan suatu fungsi sebagaimana
fungsi utilitas. Apabila barang dan jasa yang dibeli dibedakan menjadi konsumsi
(X) dan barang tahan lama yang dikuasai (Y), maka persamaan fungsi tersebut
menjadi.26

U = U(X1, X2, X3, … Xn: Y1, Y2. Y3 … Yn)


Total Utility (TU) akan bertambah ketika utilitas mengalami penambahan.
Namun jika dilihat dari keempat asumsi yang mengukur besar kecilnya
suatu kepuasan, total akan berubah ketika seorang mengkonsumsi barang lebih
dari satu unit, dan Marginal Utility (MU) akan mengalami penurunan.
Sedangkan untuk menggambarkan gabungan dari dua barang yang memberikan
kepuasan sama besar, digunakanlah kurva kepuasan sama (indifference curve).27
Untuk menjelaskan kurva ini dapat dimisalkan sebagai berikut seseorang
Muslim mengkonsumsi sate dan tongseng. Ia mempunyai kebebasan untuk
menentukan kombinasi makanan yang akan ia konsumsi. Misalnya ada lima

25
Ibid, hal. 189.
26
Ibid, hal. 190.
27
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar,(Yogyakarta: EKONISIA, 2007), hal.
173.

54
pilihan kombinasi dari kedua makanan yang akan dikonsumsi.

Tabel 3.1 Konsumsi


Kelompok Tongseng Sate (tusuk)
barang (piring)
A 1 20
B 2 15
C 3 12
D 4 10
E 5 6

Gambar 3.1 Kurva Indiferens (a)

Menurut Rotney Wilson Islam memang lebih menonnjolkan kesejahteraan


social dari pada individual, yang menimbulkan kesetiaan social dengan dagang
berlangganan tanpa persaingan yang keras seperti di dunia Barat. Antara pembeli
dan penjual saling mengenal dan saling mengetahui taktik tawar menawar yang
menghasilkan kepuasan konsumen tersendiri, serta keuntungan pedagang tidak
berlangsung sekali saja.
Prinsip Ekonomi Islam yang dikemukakan oleh Drs. H. Syukri Iska,
M.Ag. Ph.D ada tiga yaitu Ilahiyah dan tauhid, nubuwwah dan halal. Prinsip
Ilahiah dalam kontek ekonomi adalah pelaku ekonommi harus menyadari bahwa
semua yang ada pada manusia adalah milik Allah yang diperuntukkan bagi
mereka sebagai rezki. Maka pemanfaatannya harus sesuai dengan garisan Allah
dan Rasulnya, serta kehalalan yang dilihat dari garis tersebut.
Selain pembbatasan karena pertimbangan nilai Ilahiyah, konsumen muslim

55
juga dibatasi oleh kekurangan ilmu dan sikap serakah yang dirang oleh Islam.
Dari uraian tersebut tergambar bahwa kepuasan konsumen muslim bukan saja
terpenuhinya kepuasan lahir sesuai pendapatannya, tetapi juga kepuasan batin.
Dan pemenuhan kebutuhan konsumen muslim bukan saja dibatasi oleh
anggarannya, tetapi ada pertimbangan social, nilai manfaat, nilai kehalalan,
keserakahan serta pertimbangan akhirat. Maka kalau konsumen membelanjakan
seluruh pendapatannya untuk kepentingannya sendiri, demi kepuasan dunia saja
tanpa menghiraukan sekelilingnya akan merusak tatanan social. Ketamakan dalam
mengumpulkan dan pemanfaatan harta akan menimbulkan kecemburuan social,
yang pada akhirnya menyuburkan pencurian yang berakhir kepada
ketidaktenangan pemilik harta itu sendiri. Dan juga tidak sejalan dengan kepuasan
hidup yang seutuhnya yang terdiri dari lahir dan batin.

Rasionalitas Konsumen Muslim


Seorang konsumen dikatakan rasional apabila yang bersangkutan
berusaha memaksimumkan fungsi utilitasnya yang ditentukan oleh banyaknya
barang yang dikonsumsi dan banyaknya barang tahan lama yang dikuasai pada
tingkat pendapatan tertentu. Inilah yang disebut sebagai Fungsi Tujuan
Konsumen Rasional.28 Seorang konsumen yang mempertimbangkan dengan
matang maka ia akan melakukan utilitas secara maksimum yang akan
memberikan kepuasan secara maksimum pula. Dengan keadaan pendapatan telah
terbelanjakan habis untuk barang-barang yang dikonsumsi dan barang yang yang
tahan lama.29 Setiap orang harus mempergunakan barang sesuai dengan
kebutuhan. Dan sesuai dengan pendapatan yang dimiliki. Dengan banyaknya
barang yang telah diperoleh dan tahan lama, maka hendaknya pelaku konsumen
muslim tidak lupa untuk melakukan zakat. Sebagai seorang konsumen muslim
kita hendaknya lebih menghargai sumber daya yang telah difatilitasi oleh allah
dengan semaksimal mungkin namun tidak mengeksploitasinnya secara
berlebihan.selain itu juga dalam pembelanjaannya kepada hal-hal yang baik dan
memerangi kebakhilan serta kekikiran; yaitu dengan cara:

28
Muhammad , Ekonomi Mikro Dalam…. hal. 201.
29
Ibid, 201

56
1. Pembelanjaan terhadap barang yang baik secara hemat,
memproduksi barang-barang yang baik adalah suatu tututan
sedangkan memilki harta adalah sesuatu yang dibolehkan dalam
islam.30
2. Fungsi tujuan konsumen muslim rasional mencapai maksimum
tidak hanya dengan mengkonsumsi sejumlah barang dan
menguasai sejumlah barang tahan lama, melainkan juga bahkan
lebih diharapkan adalah membelanjakan pendapatannya untuk
amalan shaleh sesuai yang dikehendaki Allah Swt.31 Apabila
pengeluaran konsumen di luar belanja barang-barang konsumsi
dan penguasaan barang-barang tahan lama di kelompokkan ke
dalam zakat, infak, sedekah, maka fungsi tujuan konsumsi muslim
merupakan fungsi dari jumlah barang yang dikonsumsi, jumlah
barang yang tahan lama yang dikuasai dan jumlah zakat, infak,
sedekah (ZIS) serta harta milik (barang) yang harus diberikan
kepada saudaranya yang sangat membutuhkan.32
3. Jadi hendaknya bagi pelaku konsumen muslim
mempertimbangkan setiap barang yang akan dikonsumsi, namun
juga tidak lupa untuk tetap memenuhi kewajibannya sebagai
seorang muslim.
Konsep rasionalitas dalam teori ekonomi Islam, seorang konsumen harus
mempertimbanghan nilai moral yang menurut ekonomi konvensional berada di
luar ekonomi. Konsumen muslim dengan penghasilan tersebut di atas wajib
bayar zakat, maka yang dipikirkan konsumen muslim juga pertimbangan akhirat
dan kepeduliannya terhadap masyarakat di lingkungannya.
Kepedulian ini juga akan memberikan kesempatan kepada orang lain
mendapatkan kepuasan dengan menambah pendapatannya. Bila dilihat dari kaca
mata konvensional membayar zakat bukan urusan ekonomi, tetapi menurut
ekonomi Islam kepuasan batin setelah menunaikan zakat termasuk kebutuhan

30
Yusuf Qordhawi, Peran Nilai Dan Moral Dalam Perekonomian Islam(Jakarta,
Robbani Press, 2001), hal. 211.
31
Ibid, hal. 204
32
Ibid,hal. 214

57
hidup. Dan zakat itu sendiri dilihat dari segi tujuannya sebagai sarana
pemberantasan kemiskinan merupakan tulang pungggung ekonomi Islam dalam
pemerataan kesejahteraan.
Di Indonesia zakat diatur oleh Undang-undang dengan harapan dapat
menjadi solusi pemerataan kesejahteraan, maka dalam hal ini pemerintah
meninggalkan teori ekonomi konvensional.

B. Fungsi dan Peningkatan Utilitas


Penerapan ilmu ekonomi, tingkat kepuasan (utility function)
digambarkan oleh kurva indiferen (indifference curve). Dalam fungsi
utilitas yang biasa digambarkan adalah utility function antara dua barang
(atau jasa) yang diminati oleh konsumen.
Dalam membangun teori utility function, digunakan tiga aksioma pilihan
rasional:
1. Completeness (Lengkap)
Dalam aksioma ini dijelaskan bahwa setiap individu akan menentukan
sebuah keadaan yang lebih diminatinya diantar dua keadaan. Apabila A dan
B adalah dua keadaan yang berbeda, maka individu akan menentukan secara
tepat satu diantara tiga kemungkinan ini:
a) A lebih disukai daripada B
b) B lebih disukai daripada A
c) A dan B sama menariknya.

2. Transivity (Konsisten)
Pada aksioma ini mengatakan bahwa apabila seorang individu
mengatakan “A lebih diminati daripada B,” dan “B lebih diminati daripada
C,” maka ia pasti akan mengatakan bahwa “A lebih diminati daripada C.”
Sebenarnya aksioma ini hanya memastikan konsisten internal seorang
individu dalam mengambil keputusan.

3. Continuity (Keberlanjutan)
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan “A

58
lebih diminati daripada B,” maka keadaan yang mendekati A pasti juga lebih
diminati daripada B.33
Berdasarkan ketiga aksioma diatas, penjelasan tersebut berkaitan
dengan kurva indiferen. Kurva indifferen adalah kurva yang menggambarkan
gabungan dari dua barang yang akan memberikan kepuasan sama besar.

Dari kurva indiferen di atas kombinasi titik memiliki tingkat kepuasan


yang sama. Titik A,B,C memiliki tingkat kepuasan yang sama sedangkan titik
D dan E memiliki tingkat kepuasan yang sama yang lebih tinggi dari titik A,B,
dan C.
Semakin tinggi kurva indiferen maka semakin banyak barang yang
dikonsumsi, sehingga semakin tinggi kepuasan konsumen. Utilitas dikatakan
tinggi apabila utility function berada di sebelah kanan atas. Semakin ke kanan
atas utility function semakin baik. Misalnya, kepuasan yang diperoleh dari
mengkonsumsi dua atau tiga tusuk sate lebih tinggi rasa kepuasannya dari pada
mengkonsumsi setusuk sate.
Dalam Islam cara pikir ini juga ditemukan Rasulullah Saw. Bersabda,
“Orang beriman yang kuat lebih baik dan lebih dicintai dari pada orang beriman
yang lemah.” Dalam hadis lain bermakna, iri hati itu dilarang kecuali terhadap
dua jenis orang: yaitu orang berilmu yang mengamalkan dan mengajarkan
ilmunya, dan orang yang kaya yang membelanjakan hartanya dijalan Allah.”
Nilai guna maksimum adalah bersumber dari harga-harga suatu barang.

33
Adiwarman A. Karim, ,Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007), hal. 64-65.

59
Di mana harga tiap barang tersebut akan mencapai tingkat yang
memaksimumkan apabila nilai guna marjinal dari setiap barang tersebut sama.
Pada kenyataan yang sebenarnya harga berbagai jenis barang adalah berbeda
dikarenakan pada perbedaan harga tersebut nilai guna pemaksimuman tidak
akan tercapai jika digunakan syarat pemaksimuman kepuasan.
Syarat yang harus dipenuhi dalam pemaksimuman nilai guna adalah
setiap rupiah yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan berbagai jenis
barang yang akan memberikan nilai guna marjinal sama besar.34
Kepuasan maksimum seseorang akan terpenuhi ketika seseorang
tersebut memenuhi kepuasannya secara penuh dengan pendapatan yang
dimilikinya, dimana nilai utilitas marginal dapat terpenuhi ketika suatu barang
tertentu di konsumsi sama dengan nilai marginal utilitas barang lain. Sehingga
dapat diformulasikan:

𝑀𝑈𝐴
= 𝑀𝑈𝐵 = 𝑀𝑈𝐶 = MU per rupiah pendapatan
PA PB PC

Dalam mengukur kepuasan komsumsi seorang konsumen, pendekatan


utilitas memiliki suatau kelemahan, maka Nicholson (1991) menawarkan
pendekatan indifference. Kelemahan pada pendekatan utilitas adalah “tidak
adanya alat yang bisa digunakan untuk mengukur utilitas tersebut dan adanya
kesulitan menerapkan asumsi ceteris paribus dalam analisis”. Untuk itu,
kepuasan dapat diukur dengan menggunakan skala preferensi. Berdasarkan
pendekatan ini, Samuelson (1995) menawarkan ukuran kepuasan dengan kurva
indifference. Kurva indifference adalah kurva yang menunjukkan konsumsi atau
pembelian barang-barang yang menghasilkan tingkat kepuasan yang sama pada
setiap titiknya.
Hal ini menunjukkan bahwasanya seseorang tidak puas dalam
mengkonsumsi hanya pada satu barang, melainkan dia akan merasa puas jika

34
Sadono Sukirno, Mikroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga, (Jakarta: Rajawali
Pers,2009), hal. 157.

60
mengkonsumsi barang yang jumlahnya lebih dari satu meskipun barang tersebut
tidak berkualitas. Pendekatan kurva tersebut menggunakan asumsi-asumsi yang
kedua asumsinya sama dengan asumsi utilitas, dan kedua asumsi lainnya adalah
konsumen memiliki preferensi dan Marginal Rate of Substitution (MRS)
menurun untuk tingkat utilitas tertentu.

C. Konsumsi Intertemporal
Manusia diberi kebebasan dalam melakukan kegiatan konsumsi sesuai
dengan aturan-aturan yang ada dalam ajaran Islam. Dalam Islam tidak hanya
mengatur tentang ibadah dan cara mendekatkan diri kepada pencipta-Nya,
namun juga kegiatan perekonomian. Perbedaan antara ilmu ekonomi modern
dengan ilmu ekonomi Islam dalam hal konsumsi terletak pada cara
pendekatannya dalam memenuhi kebutuhan setiap orang. Islam tidak mengakui
kegemaran materialistis semata-mata dari pola konsumsi.
Dalam konsep islam konsumsi intertemporal dimaknai bawasanya
pendapatan yang dimiliki tidak hanya dimiliki tidak hanya di belanjakan untuk
hal-hal yang sifatnya konsumtif namun ada pendapatan yang di belanjakkan
untuk perjuangan di jalan Allah atau lebih di kenal dengan infak, sehingga
persamaan dapat ditulis sebagai berikut:35
Y= (C + Infak) + S
Namun untuk mempermudah dalam melakukan analisis grafis maka
persamaan dia tas di sederhanakan menjadi:
Y= (C + Infak) + S
Y= FS + S
Dimana FS (final spending) adalah konsumsi yang dibelanjakan untuk
keperluan konsumtif ditambah dengan pembelanjaan untuk infak, sehengga final
spending pembelanjaan ahir seorang konsumen muslim.
Menurut Monzer Kahf, teori konsumsi dalam Islam yakni konsumsi
agregat merupakan salah satu variabel kunci dalam ilmu ekonomi konvensional.
Konsumsi agregat terdiri dari konsumsi barang kebutuhan dasar serta konsumsi

35
M. Nur Rianto Al Arif, Euis Amalia, Teori Mikroekonomi, (Jakarta, Kencana Pranada
Media Group, 2010), 136

61
barang mewah. Barang-barang kebutuhan dasar (termasuk untuk keperluan hidup
dan kenyamanan) dapat didefinisikan sebagai barang dan jasa yang mampu
memenuhi suatu kebutuhan atau mengurangi kesulitan hidup sehingga
memberikan perbedaan yang riil dalam kehidupan konsumen. Barang-barang
mewah sendiri dapat didefinisikan sebagai semua barang dan jasa yang
diinginkan baik untuk kebanggaan diri maupun untuk sesuatu yang sebenarnya
tidak memberikan perubahan berarti bagi kehidupan konsumen Semua kegiatan,
tindakan serta proses psikologi yang mendorong tindakan tersebut sebelum
membeli merupakan perilaku konsumsi. Salah satu faktor yang mempengaruhi
perilaku konsumsi yakni tentang gaya hidup. Gaya hidup ditunjukkan oleh
perilaku tertentu sekelompok orang atau masyarakat yang menganut nilai-nilai
dan tata hidup yang hampir sama. Konsumen dari dalam inner directed
merupakan gaya hidup konsumen yang membeli suatu produk untuk memenuhi
keinginan dari dalam dirinya untuk memiliki sesuatu dan tidak terlalu
memikirkan norma-norma budaya yang berkembang.
Islam melihat pada dasarnya perilaku konsumsi dibangun atas dua hal,
yaitu kebutuhan (hajat) dan kegunaan atau kepuasan (manfaat). dalam perspektif
ekonomi Islam, dua unsur ini mempunyai kaitan yang sangat erat
(interdependensi) dengan konsumsi. Ketika konsumsi dalam Islam diartikan
sebagai penggunaan terhadap komoditas yang baik dan jauh dari sesuatu yang
diharamkan, maka sudah barang tentu motivasi yang mendorong seseorang untuk
melakukan aktifitas juga harus sesuai dengan prinsip ekonomi Islam.
Islam melihat aktivitas ekonomi adalah salah satu cara untuk
menciptakan maslahah menuju falah (kebahagiaan dunia dan akhirat). Motif
berkonsumsi dalam Islam pada dasarnya adalah maslahah. Dalam alokasi
anggaran konsumsi seseorang akan mempengaruhi keputusannya dalam
menabung. Seseorang akan menabung sebagian dari pendapatannya dengan
beragam motif, diantaranya: untuk berjaga-jaga terhadap ketidakpastian yang
akan datang, untuk persiapan pembelian suatu barang konsumsi di masa akan
datang, untuk mengakumulasikan kekayaanya.
Monzer Kahf berusaha mengembangkan pemikiran konsumsi intertemporal
islami, dengan memulai membuat asumsi sebagai berikut :

62
1. Islami dilaksanakan oleh masyarakat.
2. Zakat hukumnya wajib.
3. Tidak ada riba dalam perekonomian.
4. Mudharabah merupakan wujud perekonomian.
5. Pelaku ekonomi mempunyai perilaku memaksimalkan.

D. Optimal Solution
Sesuai dengan asumsi rasionalitas, maka konsumsi seorang muslim akan
selalu bertindak rasional. Oleh sebab itu, pengambilan keputusan dari seorang
konsumen senantiasa didasarkan pada perbandingan antarberbagai preferensi,
peluang, dan manfaat serta madharat yang ada. Konsumen yang rasional selalu
berusaha menggapai preferensi tertinggi dari segenap peluang dan manfaat yang
tersedia.
Konsumen yang rasional berarti konsumen yang memilih satu kombinasi
komoditas yang akan memberikan tingkat utilitas paling besar. Untuk mencapai
tingkat optimalisasi konsumen, seorang konsumen dibatasi oleh garis anggaran
dari pendapatannya atau berbagai komoditas yang dapat dibelinya. Secara
matematis optimalisasi konsumen dapat diformulasikan sebagai berikut:

𝑈𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑆𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛𝑎𝑙 𝑥 𝑈𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛𝑎𝑙 𝑦


=
ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑥 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑦
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛𝑎𝑙 𝑥 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑥
=

𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛𝑎𝑙 𝑦 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑦


𝑀𝑈𝑥 𝑃𝑋
=

𝑀𝑈𝑦 𝑃𝑌

Dengan demikian, kepuasan maksimum seorang konsumen terjadi pada


titik dimana terjadi persinggungan antara kurva indiferen dengan budget line.

63
Konsumen akan memaksimalkan pilihannya dengan dua cara :36
1. Memaksimalisasi utility function pada budget line tertentu.

Kombina Jumlah Jumlah Pengeluara


si barang barang X barang Y n total
yang yang
dikonsum dikonsum
si si
A 10 30 $50
B 20 20 $60
C 30 40 $70
Berdasarkan tabel di atas pengeluaran total yaitu
$70, maka kombinasi barang C lebih baik dari pada kombinasi A dan B.
Kombinasi A lebih baik daripada B karena A mengkonsumsi barang Y yang
lebih banyak dari B.

2. Meminimalkan budget line pada utility function tertentu


Kombina Jumlah Jumlah Pengeluara
si barang barang X barang Y n total
yang yang
dikonsum dikonsum
si si
P 50 20 $70
Q 50 20 $60

Untuk mengkonsumsi 50X dan 20Y dibutuhkan uang $60. Oleh karena
itu, kombinasi Q lebih baik dari pada kombinasi P karena untuk memperoleh P
ia harus membayar lebih mahal pada jumlah yang sama.

36
Adiwarman A. Karim,Ekonomi ….,hal. 99.

64
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Islam melihat aktivitas ekonomi adalah salah satu cara untuk
menciptakan maslahah menuju falah (kebahagiaan dunia dan akhirat). Motif
berkonsumsi dalam Islam pada dasarnya adalah maslahah. Dalam alokasi
anggaran konsumsi seseorang akan mempengaruhi keputusannya dalam
menabung. Seseorang akan menabung sebagian dari pendapatannya dengan
beragam motif, diantaranya: untuk berjaga-jaga terhadap ketidakpastian yang
akan datang, untuk persiapan pembelian suatu barang konsumsi di masa akan
datang, untuk mengakumulasikan kekayaanya.

65
DAFTAR PUSTAKA

66
TEORI PERMINTAAN ISLAMI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suatu kegiatan ekonomi baik itu skala kegiatan ekonomi mikro
maupun makro, selalu diawali dengan adanya interaksi antara produsen
dengan konsumen. Adapun interaksi antara produsen dengan konsumen
dalam kegiatan ekonomi mikro diwujudkan dalam permintaan dan
penawaran. Dalam teori ekonomi mikro, dikenal teori permintaan dan
penawaran. Teori permintaan berusaha menjelaskan sifat permintaan para
pembeli terhadap suatu barang sedangkan teori penawaran menjelaskan
sifat penawaran para penjual atau produsen.
Pada kajian ekonomi mikro, pada dasarnya harga dan permintaan
(demand) maupun penawaran (supply) bergantung pada individu dalam
suatu perekonomian. Permintaan yang berarti dari pihak konsumen dan
penawan dari pihak produsen. Kedua hal ini adalah pokok dalam suatu
permasalahan ekonomi, karena dua hal tersebut yang membuat
perekonomian pasar bekerja. Oleh karena itu sebelum melihat apakah
kebijakan atau peristiwa mampu mempengaruhi perekonomian kita harus
lebih dulu melihat pengaruhnya kepada permintaan dan penawaran.
Pandangan ekonomi islam mengenai permintaan relatif sama
dengan ekonomi konvensional, namun terdapat batasan-batasan dari
individu untuk berperilaku ekonomi yang sesuai dengan aturan syariah.
Dalam ekonomi islam norma dan moral “islami” yang merupakan prinsip
islam dalam melakukan kegiatan ekonomi, merupakan faktor yang
menentukan suatu individu maupun masyarakat dalam melakukan kegiatan
ekonominya sehingga teori ekonomi yang terjadi menjadi berbeda dengan
teori pada ekonomi konvensional. Dalam makalah ini, penulis akan
memaparkan tentang teori permintaan Islam dan apa saja yang terkait
dalam pembahasan teori permintaan Islam tersebut.

67
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Teori Permintaan Islam?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi Teori Permintaan Islam?
3. Apa saja perbedaan Teori Permintaan Konvensional dan Teori
Permintaan Islam ?
4. Apa saja kurva permintaan barang halal ?
5. Apa yang dimaksud Konsumsi Inter- Temporal ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Teori Permintaan Islam .
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi Teori Permintaan Islam.
3. Untuk mengetahui perbedaan Teori Permintaan Konvensional dan
Teori Permintaan Islam.
4. Untuk mengetahui kurva permintaan barang halal.
5. Untuk mengetahui Konsumsi Inter-Temporal.

68
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Permintaan Islam


Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada
suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan
tertentu dalam periode tertentu dan dalam periode tertentu.37
Permintaan dapat dibagi menjadi dua macam:
1. Permintaan absolut (absolut demand)
Permintaan absolut adalah seluruh permintaan terhadap barang dan
jasa baik yang bertenaga beli/berkemampuan membeli, maupun yang
tidak bertenaga beli.
2. Permintaan efektif (effective demand)
Permintaan efektif adalah permintaan terhadap barang dan jasa yang
disertai kemampuan membeli.
Adapun permintaan menurut ekonomi Islam, misalnya Ibnu
Taimiyah, permintaan adalah hasrat atau keinginan terhadap suatu barang
(raghbah fi al-syai).

B. Hukum permintaan
Menurut Muhammad, hukum permintaan adalah bila harga suatu barang
naik, maka permintaan barang tersebut akan turun, sebaliknya bila harga barang
tersebut turun maka permintaan akan naik.38 Atau dengan kata lain hukum
permintaan adalah makin rendah suatu barang maka makin banyak permintaan
terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang maka
makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut.
Dari pengertian diatas dijelaskan bahwa permintaan itu sangat dipengaruhi
oleh harga barang itu sendiri hal tersebut bisa terjadi karena kenaikan harga
menyebabkan tinggi rendahnya permintaan. Pengaruh yang di timbulakan
berdasarkan hukum permintaan di atas Yang pertama Kenaikan terhadap harga

37
Muhammad. Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. (Yogyakarta: BPFE,2004), hlm.
113.
38
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, …. , hal. 114.

69
barang menyebabkan konsumen mencari barang lain yang dapat digunakan
sebagai pengganti terhadap barang yang mengalami kenaikan, Yang kedua,
kenikan harga menyebabkan pendapatan pembeli terhadap pendapatan riil
berkurang.
Hal tersebut membuat para pembeli memilih barang lain yang tidak
mengalami kenaikan harga atau mengurangi pembelian barang yang mengalami
kenaikan harga. Didalam Islam pemikiran ekonomi pserilaku ekonomi ini pernah
dirumuskan oleh para pemikir ekonomi islam masa silam, yaitu Abu yusuf, Ibn
taimiyah, Al ghozali dan Ibn khaldun.39
1. Teori permintaan
Menurut muhamad teori permintaan adalah perbandingan lurus
antara permintaan terhadap harganya, yaitu apabila permintaan naik,
maka harga relative akan naik, sebaliknya bila permintaan turun,
maka harga relative akan turun. Menurut sadono sukirno teori
permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah
permintaan dan harga . Jadi teori yang menerangkan adanya
hubungan antara permintaan terhadap harga ini merupakan
pernyataan positif, yang biasanya kita kenal dengan teori
permintaan.
Teori permintaan itu ialah perbandingan lurus antara
permintaan terhadap harganya, apabila permintaan itu naik, maka
harga itu juga relatif akan naik, begitupun sebaliknya, apabila
permintaan itu turun, maka harga itu relatif juga akan turun. Jadi
dalam permintaan kita harus menyesuaikan dengan kebutuhan kita
bukan hanya sekedar menuruti segala keinginan kita, karena semakin
besar permintaan kita terhadap suatu produk, otomatis sumber
dayanya pun bisa mengakibatkan kelangkaan bahan produksi.

C. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Suatu Barang

39
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, …., hal. 115.

70
Ibnu Taimiyyah (1263-1328 M) dalam kitab Majmu‟ Fatawa
menjelaskan, bahwa hal-hal yang mempengaruhi terhadap permintaan
suatu barang antara lain:
1. Keinginan atau selera masyarakat (Raghbah) terhadap berbagai jenis
barang yang berbeda dan selalu berubah-ubah. Di mana ketika
masyarakat telah memiliki selera terhadap suatu barang maka hal ini
akan mempengaruhi jumlah permintaan terhadap barang tersebut.
2. Jumlah para peminat (Tullab) terhadap suatu barang. Jika jumlah
masyarakat yang menginginkan suatu barang semakin banyak, maka
harga barang tersebut akan semakin meningkat. Dalam hal ini dapat
disamakan dengan jumlah penduduk, di mana semakin banyak jumlah
penduduk maka semakin banyak jumlah para peminat terhadap suatu
barang.
3. Kualitas pembeli (Al-Mu‟awid). Di mana tingkat pendapatan
merupakan salah satu ciri kualitas pembeli yang baik. Semakin besar
tingkat pendapatan masyarakat, maka kualitas masyarakat untuk
membeli suatu barang akan naik.
4. Lemah atau kuatnya kebutuhan terhadap suatu barang. Apabila
kebutuhan terhadap suatu barang tinggi, maka permintaan terhadap
barang tersebut tinggi.
5. Cara pembayaran yang dilakukan, tunai atau angsuran. Apabila
pembayaran dilakukan dengan tunai, maka permintaan tinggi
6. Besarnya biaya transaksi. Apabila biaya transaksi dari suatu barang
rendah, maka besar permintaan meningkat.

D. Perbedaan Teori Permintaan Konvensional dengan Permintaan


Islami

Definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap


permintaan, antara permintaan konvensional dan islam mempunyai
kesamaan. Ini dikarenakan bahwa keduanya merupakan hasil dari
penelitian kenyataan dilapangan (empiris) dari tiap-tiap unit ekonomi.
Namun terdapat perbedaan yang mendasar di antara keduanya,

71
diantaranya , perbedaan utama antara kedua teori tersebut tentunya adalah
mengenai sumber hukum dan adanya batasan syariah dalam teori
permintaan Islami.40 Permintaan Islam berprinsip pada entitas utamanya
yaitu Islam sebagai pedoman hidup yang langsung dibimbing oleh Allah
SWT. Permintaan Islam secara jelas mengakui bahwa sumber ilmu tidak
hanya berasal dari pengalaman berupa data-data yang kemudian
mengkristal menjadi teori-teori, tapi juga berasal dari firman-firman Tuhan
(revelation), yang menggambarkan bahwa ekonomi Islam didominasi oleh
variabel keyakinan religi dalam mekanisme sistemnya. Sementara itu
dalam ekonomi konvensional filosofi dasarnya terfokus pada tujuan
keuntungan dan materialme. Hal ini wajar saja karena sumber inspirasi
ekonomi konvensional adalah akal manusia yang tergambar pada daya
kreatifitas, daya olah informasi dan imajinasi manusia. Padahal akal
manusia merupakan ciptaan Tuhan, dan memiliki keterbatasan bila
dibandingkan dengan kemampuan.

Dalam permintaan islam, tingkat permintaan konsumen memiliki


batasan-batasan, sebagaimana masalah pokok ekonomi islam yaitu
kebutuhan manusia terbatas sedangkan sumber daya manusia tidak
terbatas. Batasan-batasan ini dalam kurva digambarkan dengan
menggunakan budget line atau garis anggaran berdasarkan budget
constrain yang mampu dijangkau oleh pembeli atau konsumen. Budget
Constrain adalah batasan ketersediaan dana dan kemampuan pembeli
untuk memaksimalkan kepuasan dan permintaannya. Indiference Curve
adalah kurva yang menggambarkan tingkat kepuasan maksimal konsumen
ketika dihadapkan pada dua pilihan barang yang harus dikonsumsi. Dalam
teori ekonomi mikro islam, konsumen dihadapkan pada dua pilihan barang
dengan varian Halal-Halal, Halal-Haram, haram-halal, dan haram-haram.

E. Kurva Permintaan Barang Halal


Kurva permintaan diturunkan dari titik persinggungan antara kurva
indifference curve dengan garis anggaran. Katakanlah seorang konsumen

40
Ibid, 117.

72
memiliki pendaptan I = 1 juta per bulan dan menghadapi pilihan untuk
mengkonsumsi barang X dan barang Y, yang keduanya adalah barang
halal. Misalnya harga barang X Px = Rp.100 ribu dan harga barang Y Py
= Rp.200 ribu. Titik A, A‟, A” menunjukan konsumsi seluruhnya
dialokasikan pada barang X dan titik B menunjukkan konsumsi seluruhnya
dialokasikan pada barang Y.41

Dengan data ini, dapat dibuat garis anggaran dengan menarik garis
lurus antara dua titik.

Kombin X= Y=I/P X at
Income Px Py
asi I/Px y tangency
A 1.000.000 100.000 200.000 10 0 3
B 1.000.000 100.000 200.000 0 5 3
Bila terjadi penurunan harga X sebesar Rp.50 ribu, maka kaki garis
anggaran pada sumbu X akan bertambah panjang. Titik perpotongan
sumbu Y tidak berubah, sedangkan titik perpotongan dengan sumbu X
berubah.
X= X at
Kombinasi Income Px Py Y=I/Py
I/Px tangency
A‟ 1.000.000 50.000 200.000 20 0 4
B 1.000.000 50.000 200.000 0 5 4
Bila harga X menjadi Px = Rp.25.000 maka kaki garis anggaran
pada sumbu X akan bertambah panjang. Titik perpotongan sumbu Y tidak
berubah, sedangkan titik perpotongan sumbu X berubah.
X= X at
Kombinasi Income Px Py Y=I/Py
I/Px tangency
A” 1.000.000 25.000 200.000 40 0 5
B 1.000.000 25.000 200.000 0 5 5

41
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, III(T Indonesia:Jakarta, 2002), hlm.105.

73
Dengan simulasi harga barang X, akan didapatkan kurva yang
menggambarkan antara harga dengan jumlah barang X yang diminta.
Harga X Jumlah X (X pada saat tangency/jumlah optimal X)
100.000 3
50.000 4
25.000 5
Semakin tinggi harga, semakin sedikit jumlah barang yang diminta.
Dengan demikian didapatkan kemiringan kurva permintaan yang negatif
untuk barang halal, sebagaimana lazimnya kurva permintaan yang
dipelajari dalam ekonomi konvensional.42

1. Kurva Permintaan Barang Halal dalam Pilihan Halal-Haram


Dalam hal pilihan yang dihadapi adalah antara barang halal
dengan barang haram, maka solusi optimalnya adalah corner
solution.43 Katakanlah seorang konsumen mempunyai pendapatan I =
Rp 1 juta per bulan dan menghadapi pilihan untuk mengkonsumsi
barang halal X dan barang haram Y. Katakan pula harga barang X Px
= Rp 100 ribu dan harga barang Y = Rp.200 ribu. Titik A, A‟, A”.
menunjukkan konsumsi seluruhnya dialokasikan pada barang X, dan
titik B menunjukkan konsumsi seluruhnya dialokasikan pada barang
Y. Simulasi penurunan harga juga dilakukan dari Rp 100 ribu ke
tingkat Px = Rp 50 ribu dan Px = 25 ribu:

42
Ibid, hal.106
43
Ibid, hal. 107.

74
X= Y=I/P X at
Kombinasi Income Px halal Py haram
I/Px y tangency
A 1.000.000 100.000 200.000 10 0 10
B 1.000.000 100.000 200.000 0 5 10
Px = Rp 50 ribu
X= Y=I/P X at
Kombinasi Income Px Py
I/Px y tangency
A‟ 1.000.000 50.000 200.000 20 0 20
B 1.000.000 50.000 200.000 0 5 20
Px = 25 ribu
X= X at
Kombinasi Income Px Py Y=I/Py
I/Px tangency
A” 1.000.000 25.000 200.000 40 0 40
B 1.000.000 25.000 200.000 0 5 40

Dengan mengansumsikan perubahan hanya barang X, maka kita


sekarang memiliki tiga tipe garis anggaran yang berbeda. Pada harga x
sama dengan Rp 100 ribu budget line berada pada BL1, sedang pada harga
X sebesar 50ribu budget line berada pada BL2 demikian juga ketika harga
X berada pada level Rp 25 ribu maka budget line menjadi BL3. Dengan
menggunakan simulasi penurunan barang X yang halal ini maka kita dapat
memformulasikan kurva permintaan barang halal X dalam pilihan halal-
haram.44

44
Ibid, hal.108.

75
Gambar. Penurunan kurva permintaan, barang X halal dan barang Y haram
Pada gambar tesebut kita mendapat kesimpulan bahwa optimal
solution untuk komoditas halal dan haram berada pada titik dimana barang
haram yang dikonsumsi berada pada level 0 (nol).
Pilihan halal X dan Pilihan halal X dan
haram Y halal Y
Jumlah X (X pada Harga X Jumlah X (X pada saat
Harga
corner solution/atau tangency/atau jumlah
X
jumlah optimal X) optimal X)
100.000 10 100.000 3
50.000 20 50.000 4
25.000 40 25.000 5
Semakin tinggi harga, semakin sedikit jumlah barang yang diminta.
Dengan demikian kita juga mendapatkan kemiringan kurva permintaan
yang negatif untuk barang halal dalam pilihan halal X dan haram Y.
Perbedaannya terletak pada kecuraman kurva atau dalam istilah
ekonominya pada elastisitas harga. Penurunan harga dari Rp.100 ribu ke
Rp.50 ribu meningkatkan permintaan barang X dari 10 ke 20 (bandingkan
dengan pilihan halal X – halal Y yang hanya dari 3 ke 4). Penurunan dari
Rp.50 ribu ke Rp.25 ribu meningkatkan permintaan barang X dari 20 ke
40 (bandingkan dengan pilihan halal X – halal Y yang hanya naik dari 4 ke
5)45.

2. Keadaan Darurat Tidak Optimal

Dalam konsep islam, yang haram telah jelas dan begitu pula
yang halal telas jelas. Secara logika ekonomi kita telah menjelaskan
bahwa bila kita dihadapkan kepada dua pilihan, yaitu barang halal dan
barang haram, optimal solution adalah corner solution, yaitu
mengalokasikan seluruh pendapatan kita untuk mengkonsumsi barang
halal. Tidakan mengkonsumsi barang haram berarti meningkatkan

45
Ibid., hal. 109

76
disutility, sebaliknya tindakan mengurangi konsumsi barang haram
berarti mengurangi disutility. Corner solution merupakan optimal
solution karena mengkonsumsi barang haram sejumlah nihil berarti
menghilangkan disutility, selain itu mengalokasikan seluruh
pendapatan untuk mengkonsumsi barang halal berarti meningkatkan
utility.

Sekarang bayangkanlah keadaan hipotesis yang diambil dari


kisah nyata di tahun 1970 an. Seluruh pesawat terbang yang penuh
penumpang jatuh di tengah gunung salju. Setelah bertahan beberapa
hari tanpa persediaan makanan yang cukup, tidak adanya hewan atau
tumbuhan yang di makan, dan dingin nya cuaca, beberapa diantara
penumpang meninggal. Bagi mereka yang hidup pilihan nya tidak
banyak, yaitu terus bertahan sambil mengharapkan agar tim
penyelamat agar segera tiba di tempat, atau memakang daging
penumpang yang meninggal. Memakan bangkai manusia jelas haram,
namun bila pilihannya antra memakan yang haram atau kita akan
binasa, maka islam memberikan kelonggaran untuk dapat
mengkonsumsi baram haram sekedarnya untuk bertahan hidup.46
Secara grafis keadaan ini ditunjukkan dengan terbatasnya supply
barang halal X sejumlah QxF, atau dapat juga kita katakan jumlah
maksimal barang X yang tersedia pada keadaan full capacity adalah
sebesar QxF. Dengan asumsi meximizing behavior, maka tingkat utility
U3 lebih baik di banding U1. Perhatikanlah bahwa tingkat utility U1 dan
U3,optimal solutionnya adalah corner solution pada garis horizontal
sumbu X. Kedua corner solution itu menunjukkan berapa jumlah
barang X yang diminta, sebut saja Qx (U1) untuk tingkat utility U1 dan
Qx (U3) untuk tingkat utility U3. Perhatikan pula bahwa Qx (U1) < QxF
< Qx (U3). Oleh karena QxF adalah jumlah maksimal barang X, dan
Qx (U3) lebih besar dari QxF, maka dapat kita simpulkan bahwa
tingkat utility U3 tidak tercapai.

46
Ibid.,hal. 110

77
Untuk tingkat utility U1, QxF akan memotong U1 pada titik DP
(darurat point). Pada titik DP terdapat sejumlah pendapatan yang
sebenarnya dapat digunanakan mengkonsumsi barang X sejumlah
Qx(U3), namun karena terbatasnya barang X sejumlah QxF, maka akan
ada jumlah pendapatan yang dialokasikan untuk mengkonsumsi barang
haram Y. Perhatikanlah bahwa titik DP bukanlah titik optimal. Titik
DP tidak terjadi pada saat persinggungan antara indefference curve
dengan budget line atau dengan kata lainMRS pada titik DP tidak sama
dengan slop budget line.
Oleh karena itu, dalam pilihan barang halal haram, optimal
solution selalu terjadi corener solution, yaitu mengkonsumsi barang
halal seluruhnya, maka setiap keadaan darurat yaitu keadaan yang
secara terpaksa harus mengonsumsi barang haram, pastilah bukan
corner solution dan oleh karenanya pasti bukan optimal solution.
Keadaan darurat bukan selalu keadaan optimal.
Sub-optimality keadaan darurat dengan jelas terlihat bila kita
membandingkan titik DP dengan titik Qx(U2). Optimal solution untuk
tingkat utility U2 adalah corner solution pada tingkat QxF. Oleh karena
tingkat utility U2 lebih baik di bandingkan tingkat utility U1, jelaskan
titik DP sub-optimal dibanding Qx(U2).

Gambar Suboptimal Solution, Barang Halal X dan Barang Haram Y

78
Supply barang X terbatas dimana kondisi jumlah maksimum pada QxF
(Qx pada full capacity), sehingga kurva U3 tidak dapat dicapai. Pada
darurat point (DP) terdapat barang Y. Jelas di sini bahwa darurat point
(DP) bukanlah solusi yang optimal karena titik DP bukan merupakan
titik persinggungan. DP selalu tidak optimal. Apabila U2 > U1, maka
U2 optimal. Pada U2, tidak ada permintaan terhadap barang haram Y.
3. Permintaan Barang Haram dalam Keadaan Darurat
Darurat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang keselamatan
jiwa-jiwa oleh karena itu sendiri adalah sementara maka permintaan
barang haram pun hanya bersifat isindentil. Secaramatematis keadaan
ini digambarkan dengan fungsi yang discrete, bukan fungsi kontinyu.

Demand terhadap barang haram Y pada darurat point bukan


merupakan fungsi dari harga Y. Ini adalah point demand [Dy].
Penggunaan konsep darurat adalah terbatas dan harus sesuai dengan
syariah.pada titik DP jumlah permintaan barang haram Y adalah
sejumlah Qy*. Dengan bantuan garis 45 sebagai cermin kita dapat
menurunkan permintaan barang haram Y yaitu pada titik koordinat
[Qy*,Py*] . Jadi permintaan barang Y berbentuk titik permintaan
[demandpoint] Dy.47
Permintaan barang haram Y merupakan permainan fungsi dari
harga Y sebuah kurva adalah kumpulan dari titik-titik ,atau garis yang
menghubungkan antara untuk setiap keadaan darurat yang muncul.
Misalnya keadaan darurat seperti kisah jatuhnya pesawat terbang,
maka permintaan akan daging bangkai kepada manusia hanya berlaku
dalam keadaan darurat itu saja. Tidak dapat dikatakan bahwa bila telah

47
Ibid., hal.112

79
lima hari tidak makan, maka permintaan akan daging bangkai manusia
sejumlah satu kilogram, sedangkan bila empat hari tidak makan maka
permintaan sejumlah tiga-perempat kilogram. Kita pun tidak bisa
mengatakan bahwa bila tujuh hari tidak makan, maka permintaan
daging bangkai manusia sejumlah satu setengah kilogram.
Dalam ilmu ekonomi, hal ini berarti tidak memenuhi satu dari
tiga aksioma atau postulat yang menjadi dasar teori utility fuction.
Dalam hal permintaan barang haram Y, aksioma pertama dan kedua
terpenuhi. Namun, aksioma ketiga tidak terpenuhi. Itu sebabnya kita
pun tidak dapat mengatakan bahwa fungsi permintaan barang Y
berbentuk garis vertikal pada titik Qy*, atau dalam istilah ekonomi
disebut perfectly inelastic. Permintaan barang haram Y bukan
merupakan fungsi dari barang Y, bukan merupakan fungsi yang
kontinyu, bukan pula berbentuk kurva. Ia adalah Demand Point ( Titik
permintaan).

F. Konsumsi Inter - Tempolar Konvensional

Pada bab IV kita telah membahas teori konsumsi dalam islam.


Namun dalam bab tersebt hanya baru membahs masalah konsumsi dalam
satu waktu saja. Padahal secara nyata perilaku konsumsi kita bergantung
juga dengan ekspektasi tau harapan dan kebutuhan konsumsi di masa
depan. Yang di maksut dengan konsumsi inter-temporal adalah konsumsi
yang di lakukan dalam dua waktu, yaitu masa sekarang ( periode pertama )
dan masa yang akan datang ( periode kedua ). Dalam ekonomi
konvensional, pendapatan adalah penjumlahan konsumsi dan tabungan.
Atau secara matematis di tulis :

Y =C + S

Di mana Y = pendapatan

C =konsumsi

80
S = tabungan

Misalkan pendapatan, konsumsi, saving pada periode pertama


adalah y1 ,c1, s1 pendapatan, konsumsi, dan saving pada periode kedua
adalah Y2, C2, S2, maka persamaan di atas dapat di tuliskan sebagai
berikut:

Pendapatan pada periode pertama adalah

Y1 = C1 + S1

Pendapatan pada periode kedua adalah :

Y1 = C2 + S2

Apabila konsumsi di periode pertama lebih kecil daripada


pendapatan, maka akan terjadi saving dan konsumsi di periode kedua
semakin besar .

Y1 = C1 + S1 , dan C1 < Y1

Y2 = C2 + S2

= ( C 2 + S1 ) + S2

Bila kita mengasumsikan konsumsi periode satu ( C1 ) dan dua (


C2) di tentukan oleh besarnya nominal uang (m) yang ada di tangan maka
( C1 ) di penuhi oleh ( m1) dan (C2) di penuhi oleh ( m2).maka apabila kita
asumsikan sejumlah uang yang tersdia pada periode pertama dan kedua di
alokasikan sepenuhnya untuk konsumsi pada periode satu dan dua serta
tidak ada bunga atau value added dari volume uang untuk periode kedua
(m2) maka budget constraint untuk mengonsumsi pada periode satu dan
dua dapat kita lihat pada gambar 5.5. di bawah ini .

81
Apabila pendapatan dari sejumlah nominal uang kita definisikan
ke dalam dua kelompok; konsumsi dan saving. Maka berdasar persamaan
di atas dapat di ketahui bahwa semakin besar konsumsi pada periode

pertama C1 , akan semakin kecil savingnya S1 dan konsumsi di periode

kedua C2 . apabila tidak ada perubahan konsumsi dan tidak ada
peminjaman atau bunga dan keuntungan investasi maka baik periode satu
maupun periode dua, maka jumlah konsumsi yang terjadi pada periode
satu adalah C1=m1 dan periode dua adalah C2=m2. Namun apabila ada
pinjaman yang di lakukan pada periode 1 dan pinjaman tersebut di
gunakan untuk menambah konsumsi C1, maka jumlah barang yang di
konsumsi pada periode C1 = m1+ ∆ (m2 – C2 ).

Gambar. Hubungan konsumsi periode 1 dengan periode 2

Pada gambar di atas menunjukan bahwa besarnya konsumsi juga di


pengaruhi oleh posisi konsumen, apakah mengeluarkan pengeluaran yang
berbeda di antara periode atau tidak. Pada prinsipnya perilaku konsumen

82
di mana terjadi selisih antara pendapatan dengan jumlah uang yang di
gunakan untuk konsumsi, dapat di bagi menjadi 3 :

1. Lender , di mana jumlah konsumsi lebih kecil daripada pendapatan.


2. Borrower, di mana jumlah konsumsi lebih besar daripda pendapatan.
3. Polonius point, di mana jumlah konsumsi sama dengan jumlah
pendapatan.

Ketiga tipe konsumen seperti yang di sebut di atas dapat kita


ilustrasikan seperti yang tampak pada gambar di bawah ini.

Gambar . Tipe- tipe konsumsi

Titik optimal untuk konsumen berada pada perpotongan kurva


indifference dengan budget line yang tersedia. Bagaiman posisi dan letak
dari kurva indifference sangat tergantung dari dari perspektif dan tingkat
kebutuhan dari konsumen. Pada gambar A,di mana konsumen berperilaku
sebagai borrower, perpotongan kurva indifference menyebabkan konsumsi
pada masa kini C1 lebih tinggi daripada konsumsi untuk masa depan C2,
karena jumlah uang yang tersedia pada saat ini hanya m1 di mana m1 < C1,
maka ada sebagian dari uang yang di sediakan untu konsumsi di masa
datang m2 di gunakan untuk untuk mengkonsumsi pada masa sekarang.
Sehingga untuk mencapai tingkat konsumsi C1 > C2, maka konsumen akan

83
meminjam uang dari pihak lain dengan jaminan sebagai dari m2 akan di
gunakan untuk membayar utang tersebut.48

Penjelasan di atas juga dapat kita gunakan untuk menerangkan


bagaimana perilaku konsumen ketika betindak sebagai lender. Dengan
mengasumsikan lender tidak memungut bunga ataupun bagi hasil, maka
sebagian jumlah nominal uang pada masa kini m1, tidak akan di gunakan
untuk mengonsumsi barang. Akan tetapi, pengorbanan m1 ini akan di
nikmati di masa datang sehingga C2 = m2 + ꜡∆ ( m1 – C1 )

Tentu akan berbeda dampak C2 apabila m1 yang di simpan


memberikan tambahan nominal uang pada periode 2. Misalnya m1 yang di
tangguhkan atau di tabung S1 di simpan dengan pemberlakuan sistem
bunga, maka saving yang terjadi pada periode pertama akan memberikan
nilai lebih sebesar bunga, sehingga persamaan konsumsi pada periode
kedua menjadi :

C2 = Y2 + S1 +r ( S1)

= Y2 + (y1 – C1 ) + r ( y1 –C1)

=Y2 + ( 1 + r ) ( y1- c1 )

48
Ibid., hlm. 116

84
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah dipaparkan dalam makalah ini maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Teori permintaan islam adalah banyaknya jumlah barang yang diminta
pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat
pendapatan tertentu dalam periode tertentu dan dalam periode tertentu.
2. Hal-hal yang mempengaruhi terhadap permintaan suatu barang antara
lain yakni : a)Keinginan atau selera masyarakat (Raghbah) terhadap
berbagai jenis barang yang berbeda dan selalu berubah-ubah b) Jumlah
para peminat (Tullab) terhadap suatu barang. c) Kualitas pembeli (Al-
Mu‟awid). d)Lemah atau kuatnya kebutuhan terhadap suatu barang.
e)Cara pembayaran yang dilakukan, tunai atau angsuran, dan f)
Besarnya biaya transaksi.
3. Perbedaan yang mendasar di antara teori permintaan konvensional
dengan teori permintaan islam adalah mengenai sumber hukum dan
adanya batasan syariah dalam teori permintaan Islami. Permintaan
Islam berprinsip pada entitas utamanya yaitu Islam sebagai pedoman
hidup yang langsung dibimbing oleh Allah SWT. Sementara itu dalam
ekonomi konvensional filosofi dasarnya terfokus pada tujuan
keuntungan dan materialme.
4. Kurva permintaan barang halal diantaranya yakni a) kurva permintaan
barang halal dalam pilihan halal-haram, b) keadaan darurat tidak
optimal, c) permintaan barang haram dalam keadaan darurat.
5. Konsumsi inter-temporal adalah konsumsi yang di lakukan dalam
dua waktu, yaitu masa sekarang ( periode pertama ) dan masa yang
akan datang ( periode kedua ). Dalam ekonomi konvensional,
pendapatan adalah penjumlahan konsumsi dan tabungan

85
DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman Karim . 2002 . Ekonomi Mikro Islam III. T Indonesia:Jakarta

Muhammad. 2014. Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: BPFE

86
TEORI KONSUMSI ISLAMI
BAB I
PENDAHULUAN
D. Latar Belakang
Naluri manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup sesuai dengan
keinginannya. Dari kecil, saat baru lahir, manusia sudah menyatakan keinginan
untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara, misalnya dengan menangis
untuk menunjukkan bahwa seorang bayi lapar dan ingin minum susu dari ibunya.
Semakin besar dan akhirnya dewasa, keinginan dan kebutuhan seorang manusia
akan terus meningkat dan mencapai puncaknya pada usia tertentu untuk
seterusnya menurun hingga seseorang meninggal dunia. Teori Perilaku konsumen
(consumer behavior) mempelajari bagaimana manusia memilih di antara berbagai
pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan sumberdaya (resources) yang
dimilikinya.
Teori perilaku konsumen rasional dalam paradigma ekonomi konvensional
didasari pada prinsip- prinsip dasar utilitarianisme. Diprakarsai oleh Bentham
yang mengatakan bahwa secara umum tidak seorangpun dapat mengetahui apa
yang baik untuk kepentingan dirinya kecuali orang itu sendiri. Dengan demikian
pembatasan terhadap kebebasan individu, baik oleh individu lain maupun oleh
penguasa, adalah kejahatan dan harus ada alasan kuat untuk melakukannya. Oleh
pengikutnya, John Stuart Mill dalam buku On Liberty yang terbit pada 1859,
paham ini dipertajam dengan mengungkapkan konsep „freedom of action‟ sebagai
pernyataan dari kebebasan-kebebasan dasar manusia. Menurut Mill, campur
tangan negara di dalam masyarakat manapun harus diusahakan seminimum
mungkin dan campur tangan yang merintangi kemajuan manusia merupakan
campir tangan terhadap kebebasan- kebebasan dasar manusia, dan karena itu harus
dihentikan.
Lebih jauh Mill berpendapat bahwa setiap orang di dalam masyarakat
harus bebas untuk mengejar kepentingannya dengan cara yang dipilihnya sendiri,
namun kebebasan seseorang untuk bertindak itu dibatasi oleh kebebasan orang
lain; artinya kebebasan untuk bertindak itu tidak boleh mendatangkan kerugian
bagi orang lain.

87
Dasar filosofis tersebut melatarbelakangi analisa mengenai perilaku
konsumen dalam teori ekonomi konvensional. Beberapa prinsip dasar dalam
analisa perilaku konsumen adalah:
1. Kelangkaan dan terbatasnya pendapatan. Adanya kelangkaan dan
terbatasnya pendapatan memaksa orang menentukan pilihan. Agar
pengeluaran senantiasa berada di anggaran yang sudah ditetapkan,
meningkatkan konsumsi suatu barang atau jasa harus disertai dengan
pengurangan konsumsi pada barang atau jasa yang lain.
2. Konsumen mampu membandingkan biaya dengan manfaat. Jika dua
barang memberi manfaat yang sama, konsumen akan memilih yang
biayanya lebih kecil. Di sisi lain, bila untuk memperoleh dua jenis barang
dibutuhkan biaya yang sama, maka konsumen akan memilih barang yang
memberi manfaat lebih besar.
3. Tidak selamanya konsumen dapat memperkirakan manfaat
dengan tepat. Saat membeli suatu barang, bisa jadi manfaat yang diperoleh
tidak sesuai dengan harga yang harus dibayarkan: segelas kopi Starsbuck,
misalnya, ternyata terlalu pahit untuk harga Rp. 40.000,- per cangkir.
Lebih nikmat kopi tubruk di warung kopi yang Rp. 3.000,- per gelasnya.
Pengalaman tersebut akan menjadi informasi bagi konsumen yang akan
mempengaruhi keputusan konsumsinya mengenai kopi di masa yang akan
datang.
4. Setiap barang dapat disubstitusi dengan barang lain. Dengan demikian
konsumen dapat memperoleh kepuasan dengan berbagai cara.
5. Konsumen tunduk kepada hukum Berkurangnya Tambahan Kepuasan (the
Law of Diminishing Marginal Utility). Semakin banyak jumlah barang
dikonsumsi, semakin kecil tambahan kepuasan yang dihasilkan. Jika untuk
setiap tambahan barang diperlukan biaya sebesar harga barang tersebut
(P), maka konsumen akan berhenti membeli barang tersebut manakala
tambahan manfaat yang diperolehnya (MU) sama besar dengan tambahan
biaya yang harus dikeluarkan. Maka jumlah konsumsi yang optimal adalah
jumlah di mana MU = P.

88
Teori perilaku konsumen yang dibangun berdasarkan syariah
Islam, memiliki perbedaan yang mendasar dengan teori
konvensional. Perbedaan ini menyagkut nilai dasar yang menjadi
fondasi teori, motif dan tujuan konsumsi, hingga teknik pilihan dan
alokasi anggaran untuk berkonsumsi.
Ada tiga nilai dasar yang menjadi fondasi bagi perilaku konsumsi
masyarakat muslim :
1. Keyakinan akan adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat, prinsip ini
mengarahkan seorang konsumen untuk mengutamakan konsumsi untuk
akhirat daripada dunia. Mengutamakan konsumsi untuk ibadah
daripada konsumsi duniawi. Konsumsi untuk ibadah merupakan future
consumption (karena terdapat balasan surga di akherat), sedangkan
konsumsi duniawi adalah present consumption.
2. Konsep sukses dalam kehidupan seorang muslim diukur dengan moral
agama Islam, dan bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki.
Semakin tinggi moralitas semakin tinggi pula kesuksesan yang dicapai.
Kebajikan, kebenaran dan ketaqwaan kepada Allah merupakan kunci
moralitas Islam. Kebajikan dan kebenaran dapat dicapai dengan
prilaku yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan dan menjauhkan diri
dari kejahatan.
3. Kedudukan harta merupakan anugrah Allah dan bukan sesuatu yang
dengan sendirinya bersifat buruk (sehingga harus dijauhi secara
berlebihan). Harta merupakan alat untuk mencapai tujuan hidup, jika
diusahakan dan dimanfaatkan dengan benar.(QS.2.265)
Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya Karena
mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti
sebuah kebun yang terletak di dataran Tinggi yang disiram oleh hujan
lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika hujan
lebat tidak menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun memadai). dan
Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat.

B. Rumusan Masalah

89
1. Bagaimana Kepuasan dan rasionalitas konsumen muslim?
2. Apa yang dimaksud dengan konsumsi intemporal?
3. Bagaimana fungsi dan peningkatan utilitas?
4. Bagaimana konsep Optimal Solution?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana kepuasan dan rasionalitas konsumen
muslim.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan konsumsi intemporal.
3. Untuk menjelaskan fungsi dan peningkatan utilitas.
4. Untuk menjelaskan konsep Optimal Solution.

90
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kepuasan dan Rasionalitas Konsumen Muslim
Konsumsi merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia karena
untuk bisa bertahan hidup. Manusia harus makan untuk hidup, berpakaian untuk
melindungi tubuhnya dari berbagai perubahan suhu, mempunyai rumah untyuk
berteduh, berkumpul dengan keluarga dan berlindung dari hal yang menganggu
dirinya. Dan juga kebutuhan lain untuk melengkapi atau factor pendukung
memenuhi kebutuhannya. Menurut Islam konsumsi ialah suatu aktivitas ekonomi
yang memenuhi kebutuhan manusia dengan tujuan ibadah dan meningkatkan
ketakwaan kepada Allah Swt dalam rangka mendapatkan kemaslahatan dunia
dan akhirat.49
Teori kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa
merupakan teori pokok dalam analisis mikro ekonomi. Kepuasan konsumsi
merupakan bagian dari teori perilaku konsumen. Seorang konsumen akan
mengkonsumsi barang/jasa untuk memperoleh kepuasan selalu menggunakan
kerangka rasionalitas. Sehingga manusia rasional adalah manusia yang berusaha
mencapai kepuasan maksimum dalam kegiatan konsumsinya. Rasionalitas
konsumsi pada teori mikro ekonomi konvensional dikembangkan berdasarkan
asumsi-asumsi berikut:
4. Setiap orang yang rasional akan memilih barang yang disenangi
karena barang yang lebih diminati menyuguhkan kepuasan yang
lebih besar dari barang yang kurang diminati;
5. Menguasai barang lebih banyak lebih baik daripada barang lebih
sedikit;
6. Orang akan memperoleh kepuasan maksimum apabila seluruh
uangnya/pendapatannya telah habis dibelanjakan.50
Jadi dari asumsi tersebut dapat dijelaskan bahwa dalam mengkonsumsi

49
Idris, Hadits Ekonomi Dalam Perspektif Nabi, (Jakarta: Prenamedia Group, 2015), hal.
97-98.
50
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta,2015), hal. 188.

91
suatu barang, konsumen akan mencari titik kepuasan secara rasional. Untuk
mencari titik kepuasan tersebut, dapat diukur dengan pendekatan utilitas yang
menggunakan satuan util (guna) sehingga muncullah formulasi utilitas sebagai
berikut:

U=U(X1,X2,X3,..Xn)
U adalah utilitas
X adalah jumlah tiap-tiap barang yang dikonsumsi.
Di saat mengkonsumsi suatu barang seorang konsumen akan
mendapatkan nilai guna secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya kita
menonton film favorit di bioskop secara langsung kita akan puas bisa
melihatnya. Mendapatkan laba dalam berbisnis karena secara tidak langsung
seorang pebisnis dapat menambahkan modal dari laba tersebut.
Ada beberapa asumsi yang dapat dijadikan pegangan dalam menghitung
besar kecilnya kepuasan yang diperoleh konsumen. Menurut teori mikro
ekonomi konvensional, asumsi-asumsi tersebut adalah:
5. Tingkat utilitas total yang dicapai oleh sesorang konsumen merupakan
fungsi dari kuantitas berbagai barang yang dikonsumsi;
6. Konsumen akan memlilh barang-barang yang akan memaksimalkan
utilitasnya sesuai dengan anggaran mereka;
7. Utilitas dapat diukur dengan pendekatan kardinal;
8. Marginal Utility (MU) dari setiap unit tambahan barang yang dikonsumsi
akan menurun. MU adalah perubahan total utility (TU) yang disebabkan
oleh tambahan satu unit barang yang dikonsumsi [ceteris paribus].51
Dari asumsi tersebut kepuasan dalam mengkonsumsi barang ternyata
dilihat dari kuantitas barang yang dikonsumsi dan sesuai dengan pendapatan
yang dimiliki tetapi tetap memenuhi kepuasan konsumen tersebut. Namun dalam
memenuhi kepuasan akan menurun apabila konsumen mengkonsumsi suatu
barang lebih dari satu unit.
Pada umumnya formulasinya dibentuk dengan suatu fungsi sebagaimana
fungsi utilitas. Apabila barang dan jasa yang dibeli dibedakan menjadi konsumsi

51
Ibid, hal. 189.

92
(X) dan barang tahan lama yang dikuasai (Y), maka persamaan fungsi tersebut
menjadi.52

U = U(X1, X2, X3, … Xn: Y1, Y2. Y3 … Yn)


Total Utility (TU) akan bertambah ketika utilitas mengalami penambahan.
Namun jika dilihat dari keempat asumsi yang mengukur besar kecilnya
suatu kepuasan, total akan berubah ketika seorang mengkonsumsi barang lebih
dari satu unit, dan Marginal Utility (MU) akan mengalami penurunan.
Sedangkan untuk menggambarkan gabungan dari dua barang yang memberikan
kepuasan sama besar, digunakanlah kurva kepuasan sama (indifference curve).53
Untuk menjelaskan kurva ini dapat dimisalkan sebagai berikut seseorang
Muslim mengkonsumsi sate dan tongseng. Ia mempunyai kebebasan untuk
menentukan kombinasi makanan yang akan ia konsumsi. Misalnya ada lima
pilihan kombinasi dari kedua makanan yang akan dikonsumsi.

Tabel 3.1 Konsumsi


Kelompok Tongseng Sate (tusuk)
barang (piring)
A 1 20
B 2 15
C 3 12
D 4 10
E 5 6

Gambar 3.1 Kurva Indiferens (a)

52
Ibid, hal. 190.
53
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar,(Yogyakarta: EKONISIA, 2007), hal.
173.

93
Menurut Rotney Wilson Islam memang lebih menonnjolkan kesejahteraan
social dari pada individual, yang menimbulkan kesetiaan social dengan dagang
berlangganan tanpa persaingan yang keras seperti di dunia Barat. Antara pembeli
dan penjual saling mengenal dan saling mengetahui taktik tawar menawar yang
menghasilkan kepuasan konsumen tersendiri, serta keuntungan pedagang tidak
berlangsung sekali saja.
Prinsip Ekonomi Islam yang dikemukakan oleh Drs. H. Syukri Iska,
M.Ag. Ph.D ada tiga yaitu Ilahiyah dan tauhid, nubuwwah dan halal. Prinsip
Ilahiah dalam kontek ekonomi adalah pelaku ekonommi harus menyadari bahwa
semua yang ada pada manusia adalah milik Allah yang diperuntukkan bagi
mereka sebagai rezki. Maka pemanfaatannya harus sesuai dengan garisan Allah
dan Rasulnya, serta kehalalan yang dilihat dari garis tersebut.
Selain pembbatasan karena pertimbangan nilai Ilahiyah, konsumen muslim
juga dibatasi oleh kekurangan ilmu dan sikap serakah yang dirang oleh Islam.
Dari uraian tersebut tergambar bahwa kepuasan konsumen muslim bukan saja
terpenuhinya kepuasan lahir sesuai pendapatannya, tetapi juga kepuasan batin.
Dan pemenuhan kebutuhan konsumen muslim bukan saja dibatasi oleh
anggarannya, tetapi ada pertimbangan social, nilai manfaat, nilai kehalalan,
keserakahan serta pertimbangan akhirat. Maka kalau konsumen membelanjakan
seluruh pendapatannya untuk kepentingannya sendiri, demi kepuasan dunia saja
tanpa menghiraukan sekelilingnya akan merusak tatanan social. Ketamakan dalam
mengumpulkan dan pemanfaatan harta akan menimbulkan kecemburuan social,
yang pada akhirnya menyuburkan pencurian yang berakhir kepada
ketidaktenangan pemilik harta itu sendiri. Dan juga tidak sejalan dengan kepuasan
hidup yang seutuhnya yang terdiri dari lahir dan batin.

94
Rasionalitas Konsumen Muslim
Seorang konsumen dikatakan rasional apabila yang bersangkutan
berusaha memaksimumkan fungsi utilitasnya yang ditentukan oleh banyaknya
barang yang dikonsumsi dan banyaknya barang tahan lama yang dikuasai pada
tingkat pendapatan tertentu. Inilah yang disebut sebagai Fungsi Tujuan
Konsumen Rasional.54 Seorang konsumen yang mempertimbangkan dengan
matang maka ia akan melakukan utilitas secara maksimum yang akan
memberikan kepuasan secara maksimum pula. Dengan keadaan pendapatan telah
terbelanjakan habis untuk barang-barang yang dikonsumsi dan barang yang yang
tahan lama.55 Setiap orang harus mempergunakan barang sesuai dengan
kebutuhan. Dan sesuai dengan pendapatan yang dimiliki. Dengan banyaknya
barang yang telah diperoleh dan tahan lama, maka hendaknya pelaku konsumen
muslim tidak lupa untuk melakukan zakat. Sebagai seorang konsumen muslim
kita hendaknya lebih menghargai sumber daya yang telah difatilitasi oleh allah
dengan semaksimal mungkin namun tidak mengeksploitasinnya secara
berlebihan.selain itu juga dalam pembelanjaannya kepada hal-hal yang baik dan
memerangi kebakhilan serta kekikiran; yaitu dengan cara:
4. Pembelanjaan terhadap barang yang baik secara hemat,
memproduksi barang-barang yang baik adalah suatu tututan
sedangkan memilki harta adalah sesuatu yang dibolehkan dalam
islam.56
5. Fungsi tujuan konsumen muslim rasional mencapai maksimum
tidak hanya dengan mengkonsumsi sejumlah barang dan
menguasai sejumlah barang tahan lama, melainkan juga bahkan
lebih diharapkan adalah membelanjakan pendapatannya untuk
amalan shaleh sesuai yang dikehendaki Allah Swt.57 Apabila
pengeluaran konsumen di luar belanja barang-barang konsumsi

54
Muhammad , Ekonomi Mikro Dalam…. hal. 201.
55
Ibid, 201
56
Yusuf Qordhawi, Peran Nilai Dan Moral Dalam Perekonomian Islam(Jakarta,
Robbani Press, 2001), hal. 211.
57
Ibid, hal. 204

95
dan penguasaan barang-barang tahan lama di kelompokkan ke
dalam zakat, infak, sedekah, maka fungsi tujuan konsumsi muslim
merupakan fungsi dari jumlah barang yang dikonsumsi, jumlah
barang yang tahan lama yang dikuasai dan jumlah zakat, infak,
sedekah (ZIS) serta harta milik (barang) yang harus diberikan
kepada saudaranya yang sangat membutuhkan.58
6. Jadi hendaknya bagi pelaku konsumen muslim
mempertimbangkan setiap barang yang akan dikonsumsi, namun
juga tidak lupa untuk tetap memenuhi kewajibannya sebagai
seorang muslim.
Konsep rasionalitas dalam teori ekonomi Islam, seorang konsumen harus
mempertimbanghan nilai moral yang menurut ekonomi konvensional berada di
luar ekonomi. Konsumen muslim dengan penghasilan tersebut di atas wajib
bayar zakat, maka yang dipikirkan konsumen muslim juga pertimbangan akhirat
dan kepeduliannya terhadap masyarakat di lingkungannya.
Kepedulian ini juga akan memberikan kesempatan kepada orang lain
mendapatkan kepuasan dengan menambah pendapatannya. Bila dilihat dari kaca
mata konvensional membayar zakat bukan urusan ekonomi, tetapi menurut
ekonomi Islam kepuasan batin setelah menunaikan zakat termasuk kebutuhan
hidup. Dan zakat itu sendiri dilihat dari segi tujuannya sebagai sarana
pemberantasan kemiskinan merupakan tulang pungggung ekonomi Islam dalam
pemerataan kesejahteraan.
Di Indonesia zakat diatur oleh Undang-undang dengan harapan dapat
menjadi solusi pemerataan kesejahteraan, maka dalam hal ini pemerintah
meninggalkan teori ekonomi konvensional.

B. Fungsi dan Peningkatan Utilitas


Penerapan ilmu ekonomi, tingkat kepuasan (utility function)
digambarkan oleh kurva indiferen (indifference curve). Dalam fungsi
utilitas yang biasa digambarkan adalah utility function antara dua barang
(atau jasa) yang diminati oleh konsumen.

58
Ibid,hal. 214

96
Dalam membangun teori utility function, digunakan tiga aksioma pilihan
rasional:
4. Completeness (Lengkap)
Dalam aksioma ini dijelaskan bahwa setiap individu akan menentukan
sebuah keadaan yang lebih diminatinya diantar dua keadaan. Apabila A dan
B adalah dua keadaan yang berbeda, maka individu akan menentukan secara
tepat satu diantara tiga kemungkinan ini:
a) A lebih disukai daripada B
b) B lebih disukai daripada A
c) A dan B sama menariknya.

5. Transivity (Konsisten)
Pada aksioma ini mengatakan bahwa apabila seorang individu
mengatakan “A lebih diminati daripada B,” dan “B lebih diminati daripada
C,” maka ia pasti akan mengatakan bahwa “A lebih diminati daripada C.”
Sebenarnya aksioma ini hanya memastikan konsisten internal seorang
individu dalam mengambil keputusan.

6. Continuity (Keberlanjutan)
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan “A
lebih diminati daripada B,” maka keadaan yang mendekati A pasti juga lebih
diminati daripada B.59
Berdasarkan ketiga aksioma diatas, penjelasan tersebut berkaitan
dengan kurva indiferen. Kurva indifferen adalah kurva yang menggambarkan
gabungan dari dua barang yang akan memberikan kepuasan sama besar.

59
Adiwarman A. Karim, ,Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007), hal. 64-65.

97
Dari kurva indiferen di atas kombinasi titik memiliki tingkat kepuasan
yang sama. Titik A,B,C memiliki tingkat kepuasan yang sama sedangkan titik
D dan E memiliki tingkat kepuasan yang sama yang lebih tinggi dari titik A,B,
dan C.
Semakin tinggi kurva indiferen maka semakin banyak barang yang
dikonsumsi, sehingga semakin tinggi kepuasan konsumen. Utilitas dikatakan
tinggi apabila utility function berada di sebelah kanan atas. Semakin ke kanan
atas utility function semakin baik. Misalnya, kepuasan yang diperoleh dari
mengkonsumsi dua atau tiga tusuk sate lebih tinggi rasa kepuasannya dari pada
mengkonsumsi setusuk sate.
Dalam Islam cara pikir ini juga ditemukan Rasulullah Saw. Bersabda,
“Orang beriman yang kuat lebih baik dan lebih dicintai dari pada orang beriman
yang lemah.” Dalam hadis lain bermakna, iri hati itu dilarang kecuali terhadap
dua jenis orang: yaitu orang berilmu yang mengamalkan dan mengajarkan
ilmunya, dan orang yang kaya yang membelanjakan hartanya dijalan Allah.”
Nilai guna maksimum adalah bersumber dari harga-harga suatu barang.
Di mana harga tiap barang tersebut akan mencapai tingkat yang
memaksimumkan apabila nilai guna marjinal dari setiap barang tersebut sama.
Pada kenyataan yang sebenarnya harga berbagai jenis barang adalah berbeda
dikarenakan pada perbedaan harga tersebut nilai guna pemaksimuman tidak
akan tercapai jika digunakan syarat pemaksimuman kepuasan.
Syarat yang harus dipenuhi dalam pemaksimuman nilai guna adalah
setiap rupiah yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan berbagai jenis

98
barang yang akan memberikan nilai guna marjinal sama besar.60
Kepuasan maksimum seseorang akan terpenuhi ketika seseorang
tersebut memenuhi kepuasannya secara penuh dengan pendapatan yang
dimilikinya, dimana nilai utilitas marginal dapat terpenuhi ketika suatu barang
tertentu di konsumsi sama dengan nilai marginal utilitas barang lain. Sehingga
dapat diformulasikan:

𝑀𝑈𝐴
= 𝑀𝑈𝐵 = 𝑀𝑈𝐶 = MU per rupiah pendapatan
PA PB PC

Dalam mengukur kepuasan komsumsi seorang konsumen, pendekatan


utilitas memiliki suatau kelemahan, maka Nicholson (1991) menawarkan
pendekatan indifference. Kelemahan pada pendekatan utilitas adalah “tidak
adanya alat yang bisa digunakan untuk mengukur utilitas tersebut dan adanya
kesulitan menerapkan asumsi ceteris paribus dalam analisis”. Untuk itu,
kepuasan dapat diukur dengan menggunakan skala preferensi. Berdasarkan
pendekatan ini, Samuelson (1995) menawarkan ukuran kepuasan dengan kurva
indifference. Kurva indifference adalah kurva yang menunjukkan konsumsi atau
pembelian barang-barang yang menghasilkan tingkat kepuasan yang sama pada
setiap titiknya.
Hal ini menunjukkan bahwasanya seseorang tidak puas dalam
mengkonsumsi hanya pada satu barang, melainkan dia akan merasa puas jika
mengkonsumsi barang yang jumlahnya lebih dari satu meskipun barang tersebut
tidak berkualitas. Pendekatan kurva tersebut menggunakan asumsi-asumsi yang
kedua asumsinya sama dengan asumsi utilitas, dan kedua asumsi lainnya adalah
konsumen memiliki preferensi dan Marginal Rate of Substitution (MRS)
menurun untuk tingkat utilitas tertentu.

C. Konsumsi Intertemporal

60
Sadono Sukirno, Mikroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga, (Jakarta: Rajawali
Pers,2009), hal. 157.

99
Manusia diberi kebebasan dalam melakukan kegiatan konsumsi sesuai
dengan aturan-aturan yang ada dalam ajaran Islam. Dalam Islam tidak hanya
mengatur tentang ibadah dan cara mendekatkan diri kepada pencipta-Nya,
namun juga kegiatan perekonomian. Perbedaan antara ilmu ekonomi modern
dengan ilmu ekonomi Islam dalam hal konsumsi terletak pada cara
pendekatannya dalam memenuhi kebutuhan setiap orang. Islam tidak mengakui
kegemaran materialistis semata-mata dari pola konsumsi.
Dalam konsep islam konsumsi intertemporal dimaknai bawasanya
pendapatan yang dimiliki tidak hanya dimiliki tidak hanya di belanjakan untuk
hal-hal yang sifatnya konsumtif namun ada pendapatan yang di belanjakkan
untuk perjuangan di jalan Allah atau lebih di kenal dengan infak, sehingga
persamaan dapat ditulis sebagai berikut:61
Y= (C + Infak) + S
Namun untuk mempermudah dalam melakukan analisis grafis maka
persamaan dia tas di sederhanakan menjadi:
Y= (C + Infak) + S
Y= FS + S
Dimana FS (final spending) adalah konsumsi yang dibelanjakan untuk
keperluan konsumtif ditambah dengan pembelanjaan untuk infak, sehengga final
spending pembelanjaan ahir seorang konsumen muslim.
Menurut Monzer Kahf, teori konsumsi dalam Islam yakni konsumsi
agregat merupakan salah satu variabel kunci dalam ilmu ekonomi konvensional.
Konsumsi agregat terdiri dari konsumsi barang kebutuhan dasar serta konsumsi
barang mewah. Barang-barang kebutuhan dasar (termasuk untuk keperluan hidup
dan kenyamanan) dapat didefinisikan sebagai barang dan jasa yang mampu
memenuhi suatu kebutuhan atau mengurangi kesulitan hidup sehingga
memberikan perbedaan yang riil dalam kehidupan konsumen. Barang-barang
mewah sendiri dapat didefinisikan sebagai semua barang dan jasa yang
diinginkan baik untuk kebanggaan diri maupun untuk sesuatu yang sebenarnya
tidak memberikan perubahan berarti bagi kehidupan konsumen Semua kegiatan,

61
M. Nur Rianto Al Arif, Euis Amalia, Teori Mikroekonomi, (Jakarta, Kencana Pranada
Media Group, 2010), 136

100
tindakan serta proses psikologi yang mendorong tindakan tersebut sebelum
membeli merupakan perilaku konsumsi. Salah satu faktor yang mempengaruhi
perilaku konsumsi yakni tentang gaya hidup. Gaya hidup ditunjukkan oleh
perilaku tertentu sekelompok orang atau masyarakat yang menganut nilai-nilai
dan tata hidup yang hampir sama. Konsumen dari dalam inner directed
merupakan gaya hidup konsumen yang membeli suatu produk untuk memenuhi
keinginan dari dalam dirinya untuk memiliki sesuatu dan tidak terlalu
memikirkan norma-norma budaya yang berkembang.
Islam melihat pada dasarnya perilaku konsumsi dibangun atas dua hal,
yaitu kebutuhan (hajat) dan kegunaan atau kepuasan (manfaat). dalam perspektif
ekonomi Islam, dua unsur ini mempunyai kaitan yang sangat erat
(interdependensi) dengan konsumsi. Ketika konsumsi dalam Islam diartikan
sebagai penggunaan terhadap komoditas yang baik dan jauh dari sesuatu yang
diharamkan, maka sudah barang tentu motivasi yang mendorong seseorang untuk
melakukan aktifitas juga harus sesuai dengan prinsip ekonomi Islam.
Islam melihat aktivitas ekonomi adalah salah satu cara untuk
menciptakan maslahah menuju falah (kebahagiaan dunia dan akhirat). Motif
berkonsumsi dalam Islam pada dasarnya adalah maslahah. Dalam alokasi
anggaran konsumsi seseorang akan mempengaruhi keputusannya dalam
menabung. Seseorang akan menabung sebagian dari pendapatannya dengan
beragam motif, diantaranya: untuk berjaga-jaga terhadap ketidakpastian yang
akan datang, untuk persiapan pembelian suatu barang konsumsi di masa akan
datang, untuk mengakumulasikan kekayaanya.
Monzer Kahf berusaha mengembangkan pemikiran konsumsi intertemporal
islami, dengan memulai membuat asumsi sebagai berikut :
6. Islami dilaksanakan oleh masyarakat.
7. Zakat hukumnya wajib.
8. Tidak ada riba dalam perekonomian.
9. Mudharabah merupakan wujud perekonomian.
10. Pelaku ekonomi mempunyai perilaku memaksimalkan.
11.

101
D. Optimal Solution
Sesuai dengan asumsi rasionalitas, maka konsumsi seorang muslim akan
selalu bertindak rasional. Oleh sebab itu, pengambilan keputusan dari seorang
konsumen senantiasa didasarkan pada perbandingan antarberbagai preferensi,
peluang, dan manfaat serta madharat yang ada. Konsumen yang rasional selalu
berusaha menggapai preferensi tertinggi dari segenap peluang dan manfaat yang
tersedia.
Konsumen yang rasional berarti konsumen yang memilih satu kombinasi
komoditas yang akan memberikan tingkat utilitas paling besar. Untuk mencapai
tingkat optimalisasi konsumen, seorang konsumen dibatasi oleh garis anggaran
dari pendapatannya atau berbagai komoditas yang dapat dibelinya. Secara
matematis optimalisasi konsumen dapat diformulasikan sebagai berikut:

𝑈𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑆𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛𝑎𝑙 𝑥 𝑈𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛𝑎𝑙 𝑦


=
ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑥 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑦
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛𝑎𝑙 𝑥 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑥
=

𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛𝑎𝑙 𝑦 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑦


𝑀𝑈𝑥 𝑃𝑋
=

𝑀𝑈𝑦 𝑃𝑌

Dengan demikian, kepuasan maksimum seorang konsumen terjadi pada


titik dimana terjadi persinggungan antara kurva indiferen dengan budget line.
Konsumen akan memaksimalkan pilihannya dengan dua cara :62
3. Memaksimalisasi utility function pada budget line tertentu.

62
Adiwarman A. Karim,Ekonomi ….,hal. 99.

102
Kombina Jumlah Jumlah Pengeluara
si barang barang X barang Y n total
yang yang
dikonsum dikonsum
si si
A 10 30 $50
B 20 20 $60
C 30 40 $70
Berdasarkan tabel di atas pengeluaran total yaitu
$70, maka kombinasi barang C lebih baik dari pada kombinasi A dan B.
Kombinasi A lebih baik daripada B karena A mengkonsumsi barang Y yang
lebih banyak dari B.

4. Meminimalkan budget line pada utility function tertentu


Kombina Jumlah Jumlah Pengeluara
si barang barang X barang Y n total
yang yang
dikonsum dikonsum
si si
P 50 20 $70
Q 50 20 $60

Untuk mengkonsumsi 50X dan 20Y dibutuhkan uang $60. Oleh karena
itu, kombinasi Q lebih baik dari pada kombinasi P karena untuk memperoleh P
ia harus membayar lebih mahal pada jumlah yang sama.

103
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Islam melihat aktivitas ekonomi adalah salah satu cara untuk
menciptakan maslahah menuju falah (kebahagiaan dunia dan akhirat). Motif
berkonsumsi dalam Islam pada dasarnya adalah maslahah. Dalam alokasi
anggaran konsumsi seseorang akan mempengaruhi keputusannya dalam
menabung. Seseorang akan menabung sebagian dari pendapatannya dengan
beragam motif, diantaranya: untuk berjaga-jaga terhadap ketidakpastian yang
akan datang, untuk persiapan pembelian suatu barang konsumsi di masa akan
datang, untuk mengakumulasikan kekayaanya.

104
105
TEORI PPRODUKSI ISLAMI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Produksi adalah sebuah proses yang telah terlahir di muka bumi ini
semenjak manusia menghuni planet ini. Sesungguhnya produksi lahir dan
tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam. Kegiatan produksi
merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah
yang menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para
konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula
sebaliknya. Untuk menghasilkan barang dan jasa kegiatan
produksimelibatkan banyak faktor produksi.
Produksi, distribusi dan konsumsi sesungguhnya merupakan satu
rangkaian kegiatan ekonomi yang tak bisa dipisahkan. Ketiganya memang
saling mempengaruhi, namun harus di akui bahwa produksi merupakan titk
pangkal dari kegiatan tersebut. Tidak akan ada distribusi tanpa produksi. Dari
teori mikro kita memperoleh informasi, kemajuan ekonomi pada tingkat
individu maupun bangsa lebih dapat di atur dengan tingkat produktivitasnya,
daripada kemewahan konsumtif mereka. Atau dengan kemampuan ekspornya
ketimbang agregat impornya.
Dari sisi pandang konvensional, biasanya produksi di lihat dari tiga
hal, yaitu: apa yang di produksi, bagaimana memproduksinya, dan untuk
siapa barang /jasa diproduksi. Cara pandang ini untuk memastikan bahwa
kegiatan produksi cukup layak untuk mencapai skala ekonomi. Dalam
berproduksi itu tadi, ekonomi konvensional menempatkan tenaga kerja
sebagai salah satu dari emapat faktor produksi; tiga faktor produksi lainya
adalah sumber alam, modal dan keahlian. Dalam memandang faktor tenaga
kerja inilah terdapat sejumlah perbedaan.
Pada prinsipnya islam lebih menekankan berproduksi demi untuk
memenuhi kebutuhan orang banyak, bukan hanya sekedar memenuhi
segelintir orang yang memiliki uang, sehingga memiliki dayabeli yang lebih

106
baik. Karena itu bagi islam, produksi yang surplus dan berkembang baik
secara kuantitatif maupun kualitatif tidak dengan sendirinya mengindikasikan
kesejahteraan bagi masyarakat.
Fungsi produksi menggambarkan hubungan antar jumlah input dengan
output yang dapat dihasilkan dalam satu waktu periode tertentu.Dalam teori
produksi memberikan penjelasan tentang perilaku produsen tentang perilaku
produsen dalam memaksimalkan keuntungannya maupun mengoptimalkan
efisiensi produksinya. Dimana Islam mengakui pemilikian pribadi dalam
batas-batas tertentutermasuk pemilikan alat produksi, akan tetapi hak tersebut
tidak mutlak.
Istilah biaya bisa diartikan dengan sebagai cara dan pengertian yang
tepat akan berubah-ubah, tergantung pada bagaimana penggunaan biaya
tersebut. Biasanya, biaya berkaitan dengan tingkat harga suatu barang yang
harus dibayar. Jika kita membeli sebuah produk secara tunai dan kemudian
segera menggunakan produk tersebut, maka tidak akan ada masalah yang
timbul dalam pendefinisian dan pengukuran biaya produk tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana produksi yang diharamkan dalam islam?
2. Apa yang dimaksud produktivitas dalam islam?
3. Bagaimana bentuk fungsi produksi?
4. Apa saja Alternative tipe fungsi produksi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana produksi yang diharamkan dalam islam.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud produktivitas dalam islam.
3. Untuk mengetahui bentuk fungsi produksi.
4. Untuk mengetahui apa saja alternative tipe fungsi produksi

107
BAB II
PEMBAHASAN

A. Produksi yang Diharamkan dalam Islam


Dalam pengertian sederhana, produksi berarti menghasilkan barang/
jasa. Menurut Ilmu Ekonomi, produksi adalah kegiatan menghasilkan barang
maupun jasa atau kegiatan menambah nilai kegunaan/manfaat suatu barang.63
Pengertian produksi dalam perspektif Islam yang dikemukakan oleh Qutub
Abdus Salam Duaib adalah usaha mengeksploitasi sumber-sumber daya agar
dapat menghasilkan manfaat ekonomi.Produksi dalam ekonomi Islam
bertujuan untuk kemaslahatan individu dan kemaslahatan masyarakat secara
berimbang. Manfaat produksi dalam ekonomi Islam yaitu tidak mengandung
unsur mudharat bagi orang lain, dan melakukan ekonomi yang memiliki
manfaat di dunia dan akhirat.64
Dari pengertian di atas, kegiatan produksi mempunyai tujuan:
1. Menghasilkan barang atau jasa
2. Meningkatkan nilai guna barang atau jasa
3. Meningkatkan kemakmuran masyarakat
4. Meningkatkan keuntungan
5. Memperluas lapangan usaha
6. Menjaga kesinambungan usaha perusahaan

Faktor-faktorProduksi65
Faktor produksi yaitu unsur-unsur yang digunakan dalam proses
produksi. Faktor produksi yang bisa digunakan dalam proses produksi terdiri
dari:
1) Faktor Produksi Alam

63
EkoSuprayitno, EkonomiMikroPerspektif Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2008),
cet. 1, hal. 157.
64
RokhmatSubagiyo, EkonomiMikro Islam, (Jakarta: Alim‟s Publishing, 2016), cet. 1, hal.
63.
65
EkoSuprayitno,EkonomiMikroPerspektif Islam, hal. 161-165.

108
Sumber-sumber alam merupakan dasar untuk kegiatan di sektor
pertambangan. Sektor-sektor itu lazim disebut produksi primer (industri
pabrik dipandang sebagai produksi sekunder).
2) Tenaga Kerja (Sumber daya manusia)
Yang termasuk tenaga kerja yaitu semua yang bersedia dan
sanggup bekerja. Golongan ini meliputi yang bekerja untuk kepentingan
sendiri maupun anggota keluarga. Atau mereka yang bekerja untuk gaji
dan upah. Juga yang menganggur, tetapi yang sebenarnya bersedia dan
mampu untuk bekerja.
3) Modal
Modal adalah barang-barang yang dihasilkan untuk dipergunakan
selanjutnya dalam produksi barang-barang lain. Barang-barang modal
terutama terdiri atas peralatan yang sangat berguna dalam proses
produksi. Peralatan modal tersebut meliputi mesin-mesin, alat-alat besar,
gedung, bahan baku, dsb.
4) Pengelolaan/kewirausahaan
Pengusaha berperan mengatur dan mengkombinasikan faktor-
faktor produksi dalam rangka meningkatkan kegunaan barang atau jasa
secara efektif dan efisien.
Produksi yang diharamkan dalam Islam adalah apabila tidak
memenuhi prinsip-prinsip yang ada dalam ekonomi Islam. Prinsip-prinsipnya
antara lain:66
1. Keadilan dan kesamaan dalam produksi Islami
Islam memiliki prinsip produksi yang adil dan wajar dalam
sebuah bisnis dimana mereka dapat memperoleh kekayaan tanpa
mengeksploitasi individu-individu lainnya atau merusak kemaslahatan.
Sedangkan usaha yang tidak adil dan salah, sangat dicela. Usaha
semacam ini dapat menimbulkan ketidakpuasan pada masyarakat dan
akhirnya menyebabkan kehancuran. Oleh karena itu, sistem ekonomi
Islam bebas dari kesewenang-wenangan dan tidak ada eksploitasi model
kapitalisme dan komunisme.

66
Rokhmat Subagiyo, EkonomiMikro........, hal. 63.

109
2. Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran
Dalam produksi, barang pun tidak hanyamenghasilkan barang
tetapi harus sesuai dengan perbandingan antara harga barang yang
ditawarkan dengan kuantitas yang diberikan. Takaran tersebut harus
mencapai tingkat maslahah produksi yang sesuai, tidak melebih-lebihkan
atau menguranginya. Karena hal tersebut dapat merugikan diri sendiri
dan orang lain. Dalam Islam, hal tersebut harus ada pengawasan melalui
kesadaran diri sendiri dan kepedulian terhadap orang yang
membutuhkan, bukanhasratuntukmenginginkansesuatu yang lebih.
3. Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam Islam
Tidak mendekati hal-hal yang dalam ketentuan islam sudah pasti
bahwa itu diharamkan baik pengelolaan, pembentukan, dan
pelaksanaannya. Islam sudah memberikan batasan-batasan yang sesuai
menyangkut berbagai hal, seperti pencampuran barang haram ke dalam
barang produksi dan menggantikan bahan produksi halal dengan yang
haram karena berbagai faktor pendukungnya. Semua itu dapat terjadi
apabila pelaku-pelaku produksi barang tidak menempatkan dengan hati-
hati.
Dalam Islam, akhlak juga merupakan hal yang paling penting
untuk melakukan produksi. Meskipun ruang lingkup yang halal itu sangat
luas, akan tetapi sebagian besar manusia sering dikalahkan oleh
ketamakan dan kerakusan. Mereka tidak merasa cukup dengan yang
banyak karena mereka mementingkan kebutuhan dan hawa nafsu tanpa
melihat adanya suatu akibat yang akan merusak atau merugikan orang
lain. Seorang produsen muslim harus memproduksi yang halal dan tidak
merugikan diri sendiri maupun masyarakat dan tetap dalam akhlak yang
mulia.

B. Produktivitas Dalam Islam


Produktivitas adalah kegiatan produksi sebagai perbandingan input
dengan output. Menurut Herjanto, produktivitas merupakan suatu ukuran
yang menyatakan bagaimana baiknya sumber daya diatur dan dimanfaatkan

110
untuk mencapai hasil yang optimal.67 Dalam Islam prinsip fundamental yang
harus diperhatikan dalam produksi adalah prinsip kesejahteraan ekonomi.
Mannan menyatakan “Dalam sistem produksi Islam konsep
kesejahteraan ekonomi digunakan dengan cara yang lebih luas, konsep
kesejahteraan Islam terdiri dari bertambahnya pendapatan yang diakibatkan
oleh meningkatnya produksi dari hanya barang-barang berfaedah melalui
pemanfaatan sumber-sumber daya secara maksimum baik manusia maupun
benda demikian juga melalui ikut sertanya jumlah maksimum baik manusia
maupun benda demikian juga melalui ikut sertanya jumlah maksimum orang
dalam proses produksi”. Dari pernyataan Mannan di atas jelas
menggambarkan aturan main produksi dalam Islam yakni selain produsen
dapat mendapatkan laba yang diinginkan juga ada sebuah aturan bahwa
barang yang diproduksi adalah barang yang benar-benar berfaedah dan sesuai
dengan kebutuhan manusia sesuai dengan zamannya.68
Dalam Islam bekerja dinilai sebagai kebaikan dan dianggap sebagai
ibadah, dan kemalasan dinilai sebagai keburukan. Bekerja mendapat tempat
yang terhormat di dalam Islam. Sebuah hadits menyebutkan bahwa bekerja
adalah jihad fi sabilillah. SabdaNabi SAW, “Siapa yang bekerja keras untuk
mencari nafkah keluarganya, maka ia adalah mujahid fi Sabilillah”.
(Ahmad). Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata
“produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah
dimaknai dengan ijadusil‟atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau
khidmatu mu‟ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min‟anashir al-
intajdhaminai tharuzamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan
menuntut adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi yang
terbingkai dalam waktu yang terbatas).
Sedangkan Dr. Abdurrahman Yusro Ahmad dalam bukunya
Muqaddimah fi‟Ilm al-Iqtishad al-Islamy menjelaskan bahwa dalam
melakukan proses produksi yang dijadikan ukuran utamanya adalah nilai
manfaat (utility) yang diambil dari hasil produksi tersebut. Produksi dalam

67
RokhmatSubagiyo, EkonomiMikro........, hal. 65.
68
EkoSuprayitno,EkonomiMikroPerspektif......., hal. 178-179.

111
pandangannya harus mengacu pada nilai utility dan masih dalam bingkai nilai
„halal‟ serta tidak membahayakan bagi diri seseorang ataupun sekelompok
masyarakat.
Dasar pemikiran yang dibangun dalam paradigm berfikir aliran
konvensional dalam berproduksi adalah memaksimumkan keuntungan
(maximizing of profit) dan meminimumkan biaya (minimizing of cost) yang
pada dasarnya tidak melihat realita ekonomi yang prakteknya berdasarkan
pada kecukupan akan kebutuhan dan market imperfection yang berasosiasi
dengan imperfect information. Hasil dari pencapaian produksi yang dilakukan
oleh perusahaan konvensional adalah keinginan untuk mendapatkan profit
(keuntungan) yang maksimal dengan cost (biaya) yang sedikit.
Aspek produksi yang didasarkan pada ajaran Islam melihat bahwa
proses produksi dapat menjangkau makna yang lebih luas, tidak hanya
pencapaian aspek yang bersifat materi-keduniaan tetapi juga yang bersifat
ruhani-keakhiratan. Dalam Al Qur‟an juga diterangkan tentang konsep
produksi. Al-Qur‟an menekankan manfaat dari barang yang diproduksi.
Memproduksi suatu barang harus mempunyai hubungan dengan kebutuhan
hidup manusia. Barang itu harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan
manusia, dan bukannya untuk memproduksi barang mewah secara berlebihan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya tenaga kerja yang
dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif.
Hal ini ditegaskan Al-Qur-an yang tidak memperbolehkan produksi barang-
barang mewah yang berlebihan dalam keadaan apapun.
Di dalam QS. Al-Ma‟arij: 19, sifat-sifat alami manusia yang menjadi
asas semua kegiatan ekonomi diterangkan: “Sesungguhnya manusia
diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir”. Sifat loba manusia menjadikan
keluh kesah, tidak sabar, dan gelisah dalam perjuangan mendapatkan
kekayaan sehingga memacu manusia untuk melakukan berbagai aktifitas
produktif. Manusia akan semakin giat untuk memuaskan kehendaknya yang
terus bertambah, sehingga akibatnya manusia cenderung melakukan
kerusakan di bidang produksi.

112
Mengacu pada pemikiran As-Syatibi, bahwa kebutuhan dasar manusia
harus mencakup lima hal, yaitu terjaganya kehidupan beragama (ad-din),
terpeliharanya jiwa (an-nafs), terjaminnya berkreasi dan berfikir (al-„aql),
terpenuhinya kebutuhan materi (al-mal), dan keberlangsungan meneruskan
keturunan (an-nasl).

C. Fungsi Produksi
Fungsi produksi adalah hubungan antara input dengan output yang
dihasilkan dalam satu periode atau suatu gambaran bagaimana produsen
berperilaku dalam memproduksi barang atau jasa.69 Dengan kata lain, fungsi
produksi adalah hubungan antara nilai produksi (output) dengan nilai faktor
produksi (input) dalam proses produksi. Hubungan tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:

INPUT PROSES OUTPUT


(Faktor Produksi) PRODUKSI (Produksi)

Fungsi produksi untuk memproduksi barang Q dapat diformulasikan


menjadi Q = f (K,L) yang menunjukkan berapa jumlah maksimal barang Q
yang dapat diproduksi dengan menggunakan berbagai alternatif kombinasi
input modal (K) dan tenaga kerja (L).70
K

3 Q3
A G

2
Q2
B
1
C Q1

69
Rokhmat Subagiyo, Ekonomi Mikro........,hal.66.
70
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2007), hal. 104

113
0 1 2 3 L
Pada gambar di atas, input modal digambarkan pada sumbu vertikal
dengan simbol K. Sedangkan input tenaga kerja digambarkan dengan simbol
L. Titik-titik kombinasi input K dan L yang menghasilkan tingkat output yang
sama dapat saling dihubungkan sehingga membentuk suatu kurva. Kurva ini
disebut kurva isoquant.
Pada gambar di atas, telah dipetakan tiga buah kurva isoquant, yakni
kurva isoquant 1 (Q1), kurva isoquant 2 (Q2), dan kurva isoquant 3 (Q3).
Semakin kurva isoquant menjauhi titik 0, maka jumlah input semakin besar,
dan jumlah output semakin besar pula. 71
Dalam teori ekonomi, fungsi produksi diasumsikan tunduk pada
hukum yang disebut The Law of Diminishing Returns (Hukum Kenaikan
Hasil Berkurang). Hukum ini menyatakan, apabila penggunaan satu macam
input ditambah, sedangkan input lain tetap, tambahan output yang dihasilkan
dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan mula-mula naik,
kemudian menurun jika input terus ditambahkan.72
1. Produk Total (Total Product)
Produk Total adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh
sejumlah tenaga kerja pada waktu tertentu. Perubahan produk total dapat
berubah berdasarkan banyak sedikitnya faktor produksi variabel yang
73
digunakan. Dalam produk total, apabila tenaga kerja terus bertambah,
produksi total tetap akan bertambah.
Misalnya, sebuah usaha rumah tangga yang memproduksi batu
bata dengan menggunakan tenaga kerja sebanyak 2 orang hanya mampu
menghasilkan batu bata sebanyak 20 buah setiap hari. Apabila tenaga
kerja bertambah menjadi 5 orang maka batu bata yang dihasilkan pun
juga akan bertambah menjadi 105 buah batu bata. Jadi, semakin banyak
jumlah tenaga kerja dalam produksi maka, akan meningkatkan jumlah
batu bata yang dapat dicetak.

71
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro........,hal. 104
72
Sukarno Wibowo, Ekonomi Mikro Islam, (Bandung, CV Pustaka Setia, 2013), hal. 254
73
Rokhmat Subagiyo, Ekonomi Mikro.........,hal. 67

114
2. Produk Marjinal (Marjinal Product)
Produk Marjinal adalah tambahan produksi yang diakibatkan oleh
pertambahan satu tenaga kerja yang digunakan. ∆TP adalah pertambahan
produksi total, maka produksi marjinal (MP) dapat dihitung dengan MP

= .74 Setiap penambahan satu unit input dapat berdampak kepada

peningkatan produksi, sehingga apabila setiap tambahan satu unit


mempunyai dampak yang lebih kecil maka berlakulah hukum “hasil yang
semakin menurun” (The Low of Diminishing Returns).
Misalnya, tenaga kerja bertambah dari 2 orang menjadi 5 orang,
hasil produksi bertambah dari 20 menjadi 105, yaitu pertambahan

sebanyak 85. Maka produksi marjinal = 85. Jika, tenaga kerja

bertambah dari 5 menjadi 7, hasil produksi dari 105 menjadi 126,


pertambahan sebanyak 21, maka produksi marjinal menjadi = 21.

Sehingga mengakibatkan produksi marjinal semakin berkurang.


3. Produk Rata-rata (Average Product)
Produk rata-rata adalah produksi yang secara rata-rata dihasilkan
oleh setiap pekerja. Produksi total (TP), jumlah tenaga kerja (L), maka
produk rata-rata (AP), dan dapat dihitung dengan AP = . 75

Misalnya, ketika tenaga kerja yang digunakan sebanyak 5 orang,


produksi total adalah 105. Dengan demikian produksi rata-rata adalah

= 21. Jika, tenaga kerja yang digunakan 8 orang, produksi total adalah
120. Produksi rata-rata adalah = 15. Sehingga pertambahan tenaga

kerja tidak akan menambah produksi total, dan produksi rata-rata


semakin lama semakin kecil jumlahnya.

74
Rokhmat Subagiyo, Ekonomi Mikro.........,hal. 67-68
75
Ibid., hal.68

115
Dari fungsi produksi di atas dapat dibuat tabel sebagai berikut:
Hubungan jumlah tenaga kerja dan jumlah produksi
Buruh Produksi Produk Produk
(Orang) Mesin Total Marginal Rata-rata Tahap
(TP) (MP) (AP)
1 1 5 5 5
2 1 20 15 10
3 1 45 25 15 Pertama
4 1 80 35 20
5 1 105 25 21
6 1 120 15 20
Kedua
7 1 126 6 18
8 1 120 -6 15
9 1 108 -12 12 Ketiga
10 1 90 -18 9

Dari hubungan jumlah tenaga kerja dan jumlah produksi dapat dibuat
kurva yang menghubungkan ketiga fungsi produksi, yaitu produk total,
produk marginal, dan produk rata-rata.
Hubungan Grafis antara TP dengan AP dan MP

140

120

100
Produksi Total
80 (MP)

60 Produksi
Marginal (MP)
40
Produksi Rata-
20
Rata (AP
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
-20

-40

116
D. Alternatif Tipe Fungsi Produksi
1. Constant Return to Variable Input
Constan return merupakan hubungan yang menunjukkan jumlah
hasil produksi meningkat dengan jumlah yang sama untuk setiap kesatuan
tambahan input.76 Kondisi ini terjadi bila tambahan output yang dihasilkan
sama dengan tambahan inputnya. Hubungan input dan output dalam
kondisi semacam ini dapat dirumuskan dengan:
Q = a + bX
Q : jumlah output
X : jumlah input
a dan b : konstanta
Karena fungsi produksi dimulai dari titik origin sehingga nilai
konstanta a adalah nol. Oleh karena itu, faktor produksi dapat ditulis Q =
bX. Dalam constant return to variable input, AP dan MP membentuk satu
garis lurus yang konstan (b). Karena AP = MP = b.
MP, AP

(+) MP = AP = b

0 Unit of Variable Input

(-)
2. Decreasing Return to Variable Input
Decreasing return merupakan hubungan yang mana kesatuan-
kesatuan tambahan input menghasilkan suatu kenaikan hasil produksi
yang lebih kecil dari kesatuan-kesatuan sebelumnya.77 Kondisi ini terjadi

76
Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif ......, hal. 172
77
Ibid., hal. 173

117
bila tambahan output yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan tambahan
inputnya.
Hubungan input dan output dalam kondisi ini dapat dirumuskan
dengan:
Q = a + bX – cX2
Bila kita mengasumsikan fungsi dimulai dari titik oriin maka, formula di
atas dapat ditulis sebagai berikut:
Q = bX – cX2
Q : jumlah output
b : konstanta
c : nilai yang negatif karena bX – cX2

` Pada kondisi ini, kurva MP berada di bawah AP, karena AP = =

= b – cX. Sedangkan , MP = = b – 2cX. Dari rumus tersebut, slope

kedua kurva berbeda, AP (-c) sedang MP (-2c).

MP, AP

(+) MP = b - cX

0
(-)
MP = b – 2cX

3. Increasing Return to Variable Input


Increasing return merupakan hubungan di mana kesatuan
tambahan input menghasilkan suatu tambahan hasil produksi yang lebih
besar dari kesatuan-kesatuan sebelumnya.78 Kondisi ini terjadi bila

78
Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro .......,hal. 172

118
tambahan output yang dihasilkan lebih besar dibandingkan tambahan
inputnya.
Hubungan dalam kondisi ini dapat dirumuskan Q = a + bX +cX2.
Karena a adalah 0, maka Q = bX +cX2. Pada kondisi ini, kurva MP berada

di atas kurva AP. Karena AP = = = b + cX, sedangkan MP = =

b + 2cX. Dari rumus tersebut, slope kedua kurva tentu berbeda, slope
untuk kurva AP adalah (+c) sedang slope untuk kurva MP adalah (+2c).

MP, AP
MP = b + 2cX

(+)
MP = b + cX

0
(-)

119
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam pengertian sederhana, produksi berarti menghasilkan barang/
jasa. Menurut Ilmu Ekonomi, produksi adalah kegiatan menghasilkan barang
maupun jasa atau kegiatan menambah nilai kegunaan/manfaat suatu barang.
Manfaat produksi dalam ekonomi Islam yaitu tidak mengandung unsur
mudharat bagi orang lain, dan melakukan ekonomi yang memiliki manfaat di
dunia dan akhirat
Produksi yang diharamkan dalam Islam adalah apabila tidak
memenuhi prinsip-prinsip yang ada dalam ekonomi Islam. Yaitu, keadilan
dan kesamaan dalam produksi Islami, memenuhi takaran, ketepatan,
kelugasan, dan kebenaran, menghindari jenis dan proses produksi yang
diharamkan dalam Islam. Dalam Islam, akhlak juga merupakan hal yang
paling penting untuk melakukan produksi.
Produktivitas adalah kegiatan produksi sebagai perbandingan input
dengan output. Menurut Herjanto, produktivitas merupakan suatu ukuran
yang menyatakan bagaimana baiknya sumber daya diatur dan dimanfaatkan
untuk mencapai hasil yang optimal. Dalam Islam prinsip fundamental yang
harus diperhatikan dalam produksi adalah prinsip kesejahteraan ekonomi.
Fungsi produksi adalah hubungan antara input dengan output yang
dihasilkan dalam satu periode atau suatu gambaran bagaimana produsen
berperilaku dalam memproduksi barang atau jasa. Dengan kata lain, fungsi

120
produksi adalah hubungan antara nilai produksi (output) dengan nilai faktor
produksi (input) dalam proses produksi.
Dalam teori ekonomi ada 3 fungsi ekonomi, yaitu produk total, produk
marginal dan produk rata-rata. Produk Total adalah jumlah produksi yang
dihasilkan oleh sejumlah tenaga kerja pada waktu tertentu. Produk Marjinal
adalah tambahan produksi yang diakibatkan oleh pertambahan satu tenaga
kerja yang digunakan. Sedangkan, produk rata-rata adalah produksi yang
secara rata-rata dihasilkan oleh setiap pekerja.
Dalam alternatif tipe fungsi produksi ada 3 keadaan, yaitu:
Constant Return to Variable Input, Decreasing Return to Variable Input,
dan Decreasing Return to Variable Input. Constan return terjadi bila
tambahan output yang dihasilkan sama dengan tambahan inputnya.
Decreasing return terjadi bila tambahan output yang dihasilkan lebih kecil
dibandingkan tambahan inputnya. Sedangkan increasing return terjadi bila
tambahan output yang dihasilkan lebih besar dibandingkan tambahan
inputnya.

121
DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman Azwar. 2007. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: PT


RajaGrafindo Persada.
Subagiyo, Rokhmat. 2016. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: Alim‟s Publishing
Jakarta.
Suprayitno, Eko. 2008. Ekonomi Mikro Perspektif Islam. Malang: UIN-Malang
Press.
Wibowo, Sukarno. 2013. Ekonomi Mikro Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.

122
TEORI BIAYA ISLAMI
TEORI PENAWARAN ISLAMI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori mikro ekonomi selalu didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi sebagai
suatu bidang studi dalam ilmu ekonomi yang menerangkan tentang kegiatan
dalam bagian-bagian kecil dari keseluruhan perekonomian, salah satunya teori
penawaran.
Penawaran (supply), dalam ilmu ekonomi adalah banyaknya barang atau
jasa yang tersedia dan dapat ditawarkan oleh produsen kepada konsumen pada
setiap tingkat harga selama periode waktu tertentu. Teori penawaran yaitu teori
yang menerangkan sifat penjual dalam menawarkan barang yang akan dijual.
Pada dasarnya terdapat garis harga yang tak terbatas jumlahnya di atas titik
perpotongan antara kurva biaya variabel rata-rata, dan dari sinilah kita dapat
menemukan kuantitas yang dapat ditawarkan pada setiap tingkat harga. Hukum
penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang sifat hubungan
antara harga suatu jumlah barang dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan
pada penjual. Gerakan sepanjang dan pergeseran kurva penawaran, perubahan di
dalam jumlah yang ditawarkan dapat berlaku sebagai akibat dari pergeseran kurva
penawaran. Satu aspek penting yang memberikan suatu perbedaan dalam
pespektif ini kemungkinan besar berasal dari landasan filosofi dan moralitas yang
didasarkan pada premis nilai-nilai Islam. Penawaran dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain harga barang, tingkat teknologi, jumlah produsen di pasar,
harga bahan baku serta harapan dan spekulasi.
Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana konsep dari penawaran,
hukum penawaran, teori penawaran dalam Islam, serta kurva penawaran.

123
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Konsep dari Penawaran?
2. Bagaimanakah Teori Penawaran yang Islami?
3. Bagaimanakah Pengaruh Zakat Terhadap Penawaran?
4. BagaimanakahMarginal Cost dan Kurva Penawaran?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana Konsep dari Penawaran.
2. Untuk mengetahui bagaimana Teori Penawaran yang Islami.
3. Untuk mengetahui bagaimana Pengaruh Zakat Terhadap Penawaran.
4. Untuk mengetahui bagaimana Marginal Cost dan Kurva Penawaran?

124
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Penawaran


Ibnu Taimiyah menyatakan alasan harga itu naik dapat disebabkan karena
turunnya penawaran atau kenaikkan populasi jumlah pembeli yang berarti ada
kenaikkan jumlah dalam permintaan pasar. Oleh karena itu sebuah harga dapat
saja naik, karena penawaran turun pergeseran kurva ke kiri, atau permintaan naik
pergeseran kurva ke kanan yang diekspresikan sebagai "tindakan Allah",
sebenarnya melambangkan sebuah fenomena alamiah yang berkait dengan
fluktuasi harga. Tetapi sebagaimana yang tercermin dari pernyataan di atas, naik
turunnya harga juga terjadi, karena tindakan-tindakan curang dalam pasar seperti
aksi penimbunan yang dilakukan oleh spekulan.79
Imam Ghazali juga membicarakan tentang penawaran dan permintaan,
bahwa harga berlaku seperti yang ditentukan dalam praktik pasar, sebuah konsep
yang kemudian dikenal sebagai as-tsaman al-adil (harga yang adil). Kemudian
diungkapkan secara konsepsional pengertian penawaran adalah banyaknya barang
yang ditawarkan oleh penjual pada suatu pasar tertentu, pada periode tertentu dan
pada tingkat harga tertentu. Atau dengan kata lain penawaran adalah jumlah
barang dan jasa yang tersedia untuk dijual pada berbagai tingkat harga dan situasi.
Sebagaimana juga halnya dengan permintaan, maka pada teori penawaran juga
dikenal apa yang dinamakan jumlah barang yang ditawarkan dan penawaran.
Penawaran adalah gabungan seluruh jumlah barang yang ditawarkan oleh penjual

79
Ismail Nawawi, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Dwiputra Pustaka
Jaya, 2010), hal. 33

125
pada pasar tertentu, periode tertentu, dan pada berbagai macam tingkat harga
tertentu.
Berbagai faktor yang mempengaruhi produsen dalam menawarkan
produknya pada suatu pasar diantaranya sebagai berikut:
a) Harga barang itu sendiri.
b) Harga barang-barang lain.
c) Ongkos dan biaya produksi.
d) Tujuan produksi dari perusahaan.
e) Teknologi yang digunakan.
Apabila faktor-faktor pada point 2 dan seterusnya dianggap tetap, jumlah
penduduk relatif konstan (zero growt), selera tidak berubah, perkiraan masa yang
akan datang tidak berubah, harga barang substitusi relatif tetap, dan lain-lain
faktor yang mempengaruhi dianggap tidak ada atau tidak berubah, maka
permintaan hanya ditentukan oleh harga. Artinya besar kecilnya perubahan di
determinasi/ditentukan oleh besar kecilnya perubahan harga. Dalam hal ini
berlaku perbandingan terbalik anara harga dan permintaan dan berbanding lurus
dengan penawaran. Sebagaimana konsep asli dari penemunya, yaitu Alfred
Marshall, maka perbandingan terbalik antara harga terhadap permintaan disebut
sebagai hukum permintaan.

2.2 Hukum Penawaran


Apabila beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat penawaran di atas
dianggap tetap selain harga barang itu sendiri (harga barang substitusi tetap,
ongkos dan biaya produksi relatif tidak berubah, tujuan perusahaan tetap pada
orientasinya, teknologi yang digunakan tidak berkembang, dan lainnya dianggap
tidak berubah), maka penawaran hanya ditentukan oleh harga. Artinya, besar
kecilnya perubahan penawaran di determinasi/ditentukan oleh besar kecilnya
perubahan harga. Dalam hal ini berlaku perbandingan lurus antara harga terhadap
penawaran. Sebagaimana konsep asli dari penemunya (Alfred Marshall), maka
perbandingan lurus antara harga terhadap penawaran disebut hukum penawaran.80

80
Ibid. hal 35

126
Hukum penawaran adalah kuantitas barang dan jasa yang bersedia untuk
dijualnya pada berbagai tingkat harga dalam periode waktu tertentu. Dengan
demikian, hukum penawaran adalah "perbandingan lurus antara harga terhadap
jumlah barang yang ditawarkan, yaitu apabila harga naik, maka penawaran akan
meningkat, sebaliknya apabila harga turun penawaran akan turun."
Manakala pada suatu pasar terdapat penawaran suatu produk yang relatif
sangat banyak, maka:
1) Barang yang tersedia di pasar dapat memenuhi semua permintaan, sehingga untuk
mempercepat penjualan produsen akan menurunkan harga jual produk tersebut;
2) Penjual akan berusaha untuk meningkatkan dan memperbesar keuntungannya
dengan cara secepat mungkin memperbanyak jumlah penjualan produknya
(mengandalkan turn over yang tinggi).
Sebaliknya, manakala pada suatu pasar penawaran suatu produk relatif
sedikit, maka, yang terjadi adalah harga akan naik. Keadaan ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Barang yang tersedia pada produsen/penjual relatif sedikit sehingga manakala
jumlah permintaan stabil, maka produsen akan berusaha menjual produknya
dengan menaikkan harga jualnya.
2) Produsen/penjual hanya akan meningkatkan keuntungannya dari menaikkan
harga.

2.3 Teori Penawaran Islami


Teori yang menerangkan hubungan antara permintaan terhadap harga adalah
merupakan pernyataan positif yang disebut teori penawaran (penggunaan kata
teori penawaran hanya untuk membedakannya dengan hukum penawaran).
Dengan demikian, teori penawaran adalah "perbandingan terbalik antara
penawaran terhadap harga, yaitu apabila penawaran naik, maka harga relatif akan
turun, sebaliknya bila penawaran turun, maka harga relatif akan naik".81
Dalam menguraikan teori penawaran dalam perspektif ekonomi Islam
mengikuti penjelasan Nasution yang menguraikan dan membicarakan teori

81
Mustaka Edwin Nasution, Ekonomi Islam, (Jakarta:kencana 2006) , hal. 93

127
penawaran dalam Islam harus memperhatikan bahwa bumi ini dijadikan oleh
Allah diperuntukkan pada manusia, sebagaimana firman Allah:
‫هللا انزٖ خهق انغًٕخ ٔاَّلسض ٔاَضل يٍ انغًاء ياء فأخشج تّ > يٍ انثًشخ سصقا نكى ٔعخش‬54
‫ٍ ٔعخش نكى‬ٛ‫ ٔعخش نكى انشًظ ٔنقًش دائث‬55 ‫ انثحش تأيشِ ٔعخش نكى اَّلَٓاس‬ٙ‫نكى انفهك نرجش٘ ف‬
‫ ٔاذكى يٍ كم يا عأنرًِٕ ٔاٌ ذعذٔا َعًد هللا َّل ذحصْٕا اٌ اَّل َغاٌ نظهٕو كفاس‬56 ‫م ٔانُٓاس‬ٛ‫ان‬
Artinya:
32. Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan
dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-
buahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu
supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah
menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. 33. dan Dia telah menundukkan
(pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya);
dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. 34. dan Dia telah memberikan
kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan
jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu membanggakannya.
Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).
Firman yang lain:
ٍ‫كى َعًّ ظاْشج ٔتاطُح ٔ ي‬ٛ‫ اَّلسض ٔ أعثغ عه‬ٙ‫انى ذشٔ أٌ هللا ٔعخش نكى يا فٗ انغًٕاخ ٔيا ف‬
.42‫ش‬ُٛ‫ش عهى َّٔل ْذٖ َّٔل كرة ي‬ٛ‫ هللا تغ‬ٙ‫جذل ف‬ٚ ٍ‫انُاط ي‬
Artinya:
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk
(kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan
untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan diantara manusia ada yang membantah
tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab
yang memberi penerangan. (Lukman:20)
Dalam firman-Nya dalam Surat Al-Jasiyah : 13
35ٌٔ‫رفكش‬ٚ ‫د نقٕو‬ٚ‫ رنك ْل‬ٙ‫عا َّٔ اٌ ف‬ًٛ‫ اَّلسض ج‬ٙ‫ٔعخش نكى يا فٗ انغًٕاخ ٔيا ف‬
Artinya:
dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi
semuanya, (sebagai rahmat) dari pada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir
(Al-Jasiyah:13)

128
Dalam memanfaatkan alam yang telah disediakan Allah bagi keperluan
manusia, larangan yang harus dipatuhi adalah: "Janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi". Larangan ini tersebar di banyak tempat dalam Al-
Qur'an dan betapa Allah sangat membenci mereka yang berbuat kerusakan di
muka bumi. Meskipun definisi kerusakan tersebut sangat luas, akan tetapi dalam
kaitannya dengan produksi, larangan tersebut memberi arahan nilai dan panduan
moral. Produksi Islami bukan hanya dilarang mengakibatkan kerusakan dalam
memanfaatkan alam dan lingkungan, artinya ia tidak boleh mengakibatkan hutan
menjadi gundul dan berubah menjadi lahan kritis yang mengakibatkan banjir dan
longsor, menimbulkan polusi yang di atas ambang batas yang aman bagi
kesehatan. Produksi Islami juga haram menghasilkan produk-produk yang apabila
dikonsumsi akan menimbulkan kerusakan, baik itu rusaknya kesehatan, apalagi
rusaknya moral dan kepribadian. Contoh, jika telah terbukti secara ilmiah bahwa
rokok menimbulkan begitu banyak mudarat dibandingkan manfaat yang
dihasilkannya, maka memproduksi rokok adalah hal yang tidak Islami. Sudah
barang tentu, Islam melarang produksi barang-barang yang diharamkan seperti
minuman keras, obat bius, dan sebagainya. Demikian pula barang dan jasa yang
merusak akhlak seperti hiburan-hiburan yang tidak mendidik.
Aturan etika dan moral yang membatasi kegiatan produksi tersebut tentu
saja berpengaruh terhadap fungsi penawaran barang dan jasa. Sebagai contoh,
apabila suatu proses produksi menghasilkan polusi, maka biaya lingkungan dan
sosial tersebut harus dihitung dalam ongkos produksi sehingga ongkos meningkat
dan penawaran akan berkurang. Dampaknya, kurva penawaran akan bergeser ke
kiri. Di negara Barat, hal tersebut telah dilakukan dengan mengenakan pajak
polusi atau dikenal dengan istilah Pigouvian Tax yang tujuannya agar perusahaan
memperhitungkan biaya eksternal yang timbul akibat kegiatan produksinya
sehingga memengaruhi keputusan produksi dan penjualannya.

2.4 Faktor-Faktor Penawaran dalam Islam


Dalam khasanah pemikiran ekonomi Islam klasik, penawaran telah dikenali
sebagai kekuatan penting di dalam pasar. Penawaran sebagai ketersediaan barang
di pasar. Penawaran barang atau jasa dapat berasal dari hasil impor (barang dari

129
luar) dan produksi lokal. Kegiatan ini dilakukan oleh produsen maupun
penjual. Nilai tawar dalam islam didasarkan pada82:

1. Mashlahah
Pengaruh mashlahah terhadap penawaran pada dasarnya akan tergantung
pada tingkat keimanan dari produsen jika jumlah mashlahah yang terkandung
dalam barang yang diproduksi semakin meningkat maka produsen muslim akan
memperbanyak jumlah produksinya cateris paribus.

2. Keuntungan
Keuntungan meupakan bagian dari mashlahah karena ia dapat
mengakumulasi modal yang pada akhirnya dapat digunakan untuk berbagai
aktivitas lainnya. Dengan kata lain, keuntungan akan menjadi tambahan modal
guna memperoleh mashlahah lebih besar lagi untuk mencapai falah. faktor-faktor
yang mempengaruhi keuntungan adalah anatra lain :
a. Harga Barang
Jika harga turun, maka produsen akan cenderung mengurangi
penawarannya, sebab tingkat keuntungan yang diperoleh juga akan turun.
b. Biaya Produksi
Jika biaya turun, maka keuntungan produsen pada penjualan akan meningkat
yang seterusnya akan mendorongnya untuk meningkatkan jumlah pasokan pasar.
Dalam ekonomi Islam diketahui bahwa ada 4 hal yang dilarang dalam
menjalankan aktivitas ekonomi, yaitu: Mafsadah, Gharar, Maisir, dan
Transaksi Riba.
Mafsadah, gharar dan maisir sebagai tindakan yang menyebabkan kerusakan
(negative externalities) sebagai akibat yang melekat dari suatu aktivitas produksi
yang hanya memperhatikan keuntungan semata, walaupun sudah dikemukakan,
namun tidak tercerminkan dengan baik di dalam konsep dan model dalam
ekonomi Islam, sehingga sisi ini akan mendapat perhatian lebih banyak.
Sedangkan pelarangan terhadap transaksi riba tidak akan begitu mewarnai

82
Ibid, hal 102

130
pembahasan tentang konsep biaya produksi dalam Islam, karena sudah dijelaskan
dengan lebih detail pada buku ataupun paper makalah dan jurnal lainnya.

2.5 Pengaruh Zakat Terhadap Penawaran


Pengaruh zakat terhadap penawaran dapat dilihat dari dua sisi. Yang pertama
adalah melihat pengaruh kewajiban membayar zakat terhadap perilaku penawaran.
Dalam hal ini dicontohkan zakat perniagaan. Di sisi lain adalah pengaruh zakat
produktif, yakni alokasi zakat kegiatan produktif dari mustahik terhadap kurva
penawaran.83
Zakat yang dikenakan pada hasil produksi adalah zakat perniagaan, yang
baru dikenakan apabila hasil produksi dijual dan hasil penjualan telah memenuhi
nisab (batas minimal harta yang menjadi objek zakat yaitu setara 96 gram emas)
dan haul (batas minimal waktu harta tersebut dimiliki yaitu satu tahun). Bila nisab
dan haul telah terpenuhi, maka wajiblah dikeluarkan zakatnya sebesar 2.5%.
Objek zakat perniagaan adalah barang yang diperjualbelikan. Dalam ilmu
ekonomi, ini berarti yang menjadi objek zakat perniagaan adalah revenue minus
cost. Ulama berbeda pendapat mengenai komponen biaya. Sebagian berpendapat
bahwa biaya tetap boleh diperhitungkan, sedang sebagian lainnya berpendapat
bahwa hanya biaya variabel saja yang boleh diperhitungkan. Dalam ilmu ekonomi
pendapat pertama berarti yang menjadi objek zakat adalah economic rent,
sedangkan pendapat kedua berarti yang menjadi objek zakat adalah quasi rent atau
producer surplus.
Pendapat mana pun yang digunakan atas objek zakat ini sama sekali tidak
memberikan pengaruh terhadap ATC, yang berarti pula tidak ada pengaruh
terhadap profit yang dihasilkan. Pengenaan zakat perniagaan juga sama sekali
tidak memberikan pengaruh terhadap MC, yang berarti pula tidak memberikan
pengaruh terhadap kurva penawaran. Upaya memaksimalkan profit berarti pula
memaksimalkan producer surplus, dan sekaligus berarti memaksimalkan zakat
yang harus dibayar. Jadi dengan adanya pengenaan zakat perniagaan perilaku
memaksimalkan profit berjalan sejalan dengan perilaku memaksimalkan zakat.

83
Ibid, 107

131
2.6 Skedul dan Kurva Penawaran
Menurut Al-Ghazali dalam Karim menunjukkan kepada kurva penawaran
yang ber-slope positif, ketika menyatakan bahwa jika petani tidak mendapatkan
pembeli bagi produk-produknya, ia akan menjual pada harga yang sangat rendah.
Menurut Putong dalam menguraikan skedul dan kurva penawaran bahwa besar
kecilnya jumlah barang ditawarkan pada masing-masing tingkat harga atau
sebaliknya pada periode tertentu dapat dilihat pada skedul penawaran, yaitu suatu
tabel yang memuat daftar harga terhadap jumlah barang yang ditawarkan atau
banyaknya jumlah barang yang ditawarkan terhadap harganya. Sedangkan yang
dimaksud dengan kurva penawaran adalah hubungan antara harga dan jumlah
penawaran atau penjualan.
Selanjutnya Putong memberikan contoh berbagai Skedul dan Kurva
Penawaran berdasarkan Hukum Penawaran di bawah ini.
Tabel 1.1
Jumlah Barang yang Ditawarkan pada Berbagai Macam Tingkat
Harga
Harga Jumlah yang Periode/titik
ditawarkan
2000 600 A
1200 500 B
700 300 C

Bila data pada Tabel 1.1 diatas digambarkan, grafiknya adalah sebagai
berikut:
Pada gambar diatas, tampak bahwa kurva penawaran bergerak dari kiri
bawah ke kanan atas atau sebaliknya dari kanan atas ke kiri bawah. Berdasarkan
kondisi ini, maka kurva penawaran memiliki kemiringan/slope positif, sehingga:
"Bila Q naik maka P naik dan Bila P turun maka Q turun"
Fungsi penawaran secara matematis bila dinotasikan adalah sebagai berikut.
Qs = K + XP -» berdasarkan data pada tabel diatas adalah Qs = 179,46 + 0,22 P
K = Konstanta (K dapat bernilai negatif, positif atau 0)

132
X = Koefisien pengarah (gradien/slope)
P = Harga
Penawaran sebagaimana yang dapat dilihat pada gambar diatas dapat
diketahui sebagai berikut:
1) Jumlah barang yang ditawarkan adalah masing-masing tingkat harga yaitu A + B
+ C.
2) Penawaran adalah keseluruhan jumlah barang ditawarkan yang terdapat pada
kurva penawaran tersebut yaitu A + B + C.

Kurva Penawaran Jangka Pendek


Pada gambar 1.2 di bawah ini tampak bahwa MC, MR, dan kurva biaya
variabel rata-rata (AVC: Average Variable Cost). Pada setiap harga yang berada
di atas P1, maka berapapun penjualan yang dilakukan oleh produsen, harga selalu
melebihi AVC sehingga produsen masih mendapatkan laba ekonomis
positif.84[7]
Apabila harga berada pada saat MC sama dengan AVC, maka titik
perpotongan ini disebut titik impas jangka pendek (short-run break-event point).
Di mana pada harga ini produsen tidak mendapatkan laba ekonomis, namun hanya
mencapai tingkat BEP saja. Dengan demikian, titik impas tersebut hanya akan
beroperasi pada saat harga di atas AVC. Untuk mendapatkan tingkat keuntungan
optimal produsen akan berproduksi ketika MC=MR, apabila kita asumsikan pasar
bersifat persaingan sempurna maka harga (p) juga berfungsi sebagai MR. dengan
demikian, MC=P=MR, pada gambar 1.2 di atas bila harga yang berlaku di pasar
dalam jangka pendek adalah P* maka produsen akan memperoleh keuntungan
ekonomis sebesar P*E*QS. Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa
kurva MC yang berada di atas kurva AVC adalah garis yang menerangkan
produsen bersedia berproduksi.

Gambar 7.1
Hubungan antara Kesediaan untuk Berproduksi dengan Kurva Penawaran

133
Untuk kurva penawaran jangka pendek dari sektor industri secara
keseluruhan dapat di rumuskan lewat penjumlahan horizontal seluruh kurva
penawaran jangka pendek masing-masing perusahaan. Lebih jelasnya untuk
mengilustrasikan penjumlahan horizontal kurva penawaran dapat dilihat di
gambar 7.2. Kurva marginal untuk dua perusahan di lambnagkan dengan MCa
pada panel (a) dan Mb pada panel (b). Dua kurva biaya marginal akan berlaku
bila harga-harga lebih besar dari pada harga variable rata-rata minimum dari
masing- masing produsen.
Di panel (a), perusahaan hanya memproduksi q1, jika harga yang berlaku
adalah P1. Dan bila harganya P2 perusahaan akan memproduksi sebesar q2. Ini

berlaku untuk produsen kedua yang berproduksi pada q1b apabila harga yang
berlaku P1, begitu juga dengan bila harga berada di P2 maka produsen kedua
akan memproduksi q2b. Jika di asumsikan industri yang sama hanya produsen a
dan b jadi penambahan secara horizontal merupakan penawaran industry atau ∑
MC.

Gambar 7.2
Perumusan Kurva Penawaran Sektor Industri

Total Cost dan Marginal Cost


Fungsi total cost menunjukan, untuk setiap kombinasi input dan untuk setiap
tingkat output, minimum total cost yang muncul adalah TC=TC(r,w,q). Meskipun
fungsi total cost menggambarkan secara menyeluruh biaya yang harus
dikeluarkan, namun akan lebih memudahkan dalam kaitannya dengan kurva
permintaan, bila analisis biaya dilakukan pada biaya per unit. Ada dua konsep
biaya per unit yang dikenal :

134
a) Average Cost
Fungsi average total cost atau average cost adalah biaya per unit atau dihitung
dengan rumus total cost dibagi dengan jumlah output yang dihasilkan. Secara
matematis ditulis:
ATC = ATC (r,w,q) = TC (r,w,q) / q
b) Marginal Cost
Fungsi marginal cost adalah tambahan biaya yang muncul untuk setiap tambahan
output yang dihasilkan atau dihitung dengan rumus perubahan total biaya dibagi
perubahan output. Secara matematis ditulis :
MC = MC (r,w,q) = δTC (r,w,q)/ δq
Jadi fungsi total cost diturunkan dari fungsi total produksi, dan fungsi marginal
cost diturunkan dari fungsi total cost. Begitu pula dengan fungsi average cost
diturunkan dari fungsi total cost.

Kurva marginal cost akan memotong dari bawah kurva average total cost
pada titik minimalnya. Titik Q2 adalah jumlah output pada saat VC mencapai titik
minimalnya yang juga adalah persinggungan kurva VC dengan rental cost per
unit (r). Titik Q3 adalah jumlah output pada saat ATC mencapai titik minimalnya
yang juga titik dimana kurva MC memotong dari bawah kurva ATC. Titik Q1
adalah jumlah output dimana kurva MC mencapai titik minimalnya, yaitu pada
saat perubahan return to scale kurva variable cost yang juga perubahan returns to
scale kurva total cost.

Marginal Cost dan Kurva Penawaran


Dalam jangka pendek perusahaan akan memaksimalkan labanya dengan
memilih jumlah output di mana harga sama dengan marginal cost, selama tingkat
harga tersebut lebih besar daripada nilai minimal biaya variabel rata-rata (average
variabel cost, AVC). Jika kedua keadaan tersebut terpenuhi, maka itulah kurva
penawaran.
Perhatikanlah kurva penawaran, yaitu kurva marginal cost yang dicetak
tebal. Selisih antara kurva ATC dan kurva AVC yang digambarkan dengan celah
di antara kedua kurva tersebut, menggambarkan dengan celah di antara kedua

135
kurva tersebut, menggambarkan AFC (Average Fixed Cost). Sekarang
perhatikanlah kurva penawaran yang berada diantara kurva ATC dan AVC. Untuk
setiap tingkat harga di AVC, namun di bawah ATC (yaitu antara output Q2 dan
Q3), berarti perusahaan mengalami setiap output yang dijual kerena harga lebih
kecil dibanding kerugian ATC.

Meskipun harga lebih kecil dibanding ATC, bagi perusahaan lebih baik
untuk tetap menjual outputnya karena pada tingkat harga tersebut perusahaan
telah mampu membayar AVC nya. Kerugian yang masih terjadi adalah sebesar
AFC nya. Ingatlah bahwa FC adalah biaya tetap yang harus dibayar perusahaan
apakah perusahaan berproduksi atau tidak berproduksi. Nah karena AFC akan
tetap muncul berapapun jumlah output yang berproduksi, maka lebih baik bagi
perusahaan untuk memproduksi output sejumlah Q2 sampai dengan Q3. Dengan
demikian, perusahaan berharap memantapkan keberadaan produknya di pasar.
Bila kemudian tingkat harga melampui ATC, perusahaan ini akan melakukan
laba.
Bagaimana bila perusahaan memilih untuk tidak berproduksi bila harga di
bawah ATC? Kerugian perusahaan akan bertambah besar:
1) Perusahaan harus tetap menanggung AFC.
2) Perusahaan tidak mempunyai kegiatan operasi yang berarti apabila para
pelaksana perusahaan tidak mempunyai pendapatan. Jadi sebagai pemilik
perusahaan, ia memang tidak bagi hasil dari modal penyertaannya (atau dividen),

136
namun sebagai pelaksana perusahaan ia tetap mendapat pendapatan berupa upah
kerja bila tetap berproduksi. Sebaliknya jika perusahaan tidak berproduksi, maka
ia akan kehilangan bagi hasil sebagai pemilik dan juga kehilangan upah kerja
sebagai pelaksana.

2.7 Penawaran Input Menurut Islam


Penawaran input ini dipengaruhi oleh kondisi permintaan dan penawaran
output. Input yang disebut disini adalah manusia dan non-manusia,
sedangkan penentuan harga input pada umumnya sangat dipengaruhi oleh
mekanisme pasar. Dan menurut Islam input pada kegiatan ini adalah manusia dan
benda yang diperjual belikan.
1) Pandangan Islam Tentang Input Kerja
Input utama yang dimaksud disini adalah sumber daya alam, keahlian, modal
maupun tenaga kerja. Islam memandang kunci pemanfaatan terbesar terhadap
input ini adalah dengan cara bekerja (amal) yang mempunyai makna lebih luas
dari pada sekedar mencari upah, bukan sekedar yang besifat manusiawi tetapi
memiliki nilai transendensi. Ibnu Khaldun juga berpendapat tentang masalah
bekerja, menurut beliau kerja merupakan implementasi fungsi ke khalifahan
manusia yang diwujudkan untuk menghasilkan suatu nilai tertentu yang
dihasilkan dari bekerja.
2) Fungsi Penawaran Input
Implikasi dari pandangan Islam tentang kerja, maka kerja adalah wajib. Orang
muslim memanfaatkan waktunya dengan bekerja berarti memanfaatkan waktu
untuk mendapatkan mashlahah. Dan bisa juga dia mengalokasikan waktunya
untuk menikmati hidup yaitu yang disebut dengan leisure, selama hal itu tidak
mendatangkan mudharat. Seorang muslim harus mendapatkan mashlahah
maksimum bagi hidupnya. Oleh karena itu ada tiga alternatif penggunaan waktu
bagi seorang Muslim.
a. Alokasi waktu untuk bekerja guna mendapatkan upah (Work For Pay).
b. Alokasi waktu untuk diri sendiri (work For Self).
c. Alokasi waktu minimal untuk mencukupi kemashlahatan minimum serta
melaksanakan ibadah wajib, misalkan waktu untuk shalat dan lain-lain.

137
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penawaran adalah banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual pada
suatu pasar tertentu, pada periode tertentu dan pada tingkat harga tertentu.
Berbagai faktor yang mempengaruhi produsen dalam menawarkan produknya
pada suatu pasar diantaranya adalah harga barang itu sendiri, harga barang-barang
lain, ongkos dan biaya produksi, tujuan produksi dari perusahaan serta teknologi
yang digunakan.
Hukum penawaran adalah "perbandingan lurus antara harga terhadap jumlah
barang yang ditawarkan, yaitu apabila harga naik, maka penawaran akan
meningkat, sebaliknya apabila harga turun penawaran akan turun". Sedangkan
teori penawaran adalah "perbandingan terbalik antara penawaran terhadap harga,
yaitu apabila penawaran naik, maka harga relatif akan turun, sebaliknya bila
penawaran turun, maka harga relatif akan naik".
Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dalam Islam yaitu Mashlahah
dan Keuntungan. Dalam ekonomi Islam diketahui bahwa ada 4 hal yang dilarang
dalam menjalankan aktivitas ekonomi, yaitu: Mafsadah, Gharar, Maisir, dan
Transaksi Riba.

138
DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman. 2015. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: Rajawali Pers.


Nawawi, Ismail. 2010. Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. Jakarta: Dwiputra Pustaka
Jaya.
Edwin Nasution, Mustaka. 2006. Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana

MAKSIMALISASI LABA

139
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perusahaan merupakan suatu tempat terjadinya kegiatan produksi dan
berkumpulnya semua faktor produksi. Produksi adalah suatu kegiatan yang
dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu barang atau menciptakan benda baru
sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pada kegiatan
produksi, kita dituntut untuk dapat menggunakan faktor produksi dengan optimal
hingga dapat menghasilkan barang atau jasa yang bernilai tinggi dan juga
dibutuhkan masyarakat.
Barang hasil produksi atau output selanjutnya akan dibutuhkan masyarakat
dalam jumlah tertentu sehingga dapat mempengaruhi tingkat keuntungan yang di
dapat oleh produsen. Tingkat permintaan yang terjadi di masyarakat akan
mempengaruhi jumlah barang yang ditawarkan oleh produsen. Apabila
permintaan banyak, maka produsen akan meningkatkan produksinya sehingga
produsen dapat memaksimalkan laba yang ingin didapat. Setiap perusahaan dalam
berproduksi pasti akan selalu berusaha untuk memaksimalkan labanya. Agar
tujuan perusahaan dalam memaksimalkan laba dapat tercapai, perusahaan harus
dapat bersaing dengan perusahaan lain dalam suatu pasar.
Ada masalah ketika setiap perusahaan ingin memaksimalkan labanya.
Yaitu berapa jumlah barang yang harus diproduksi sehingga laba ekonomi dapat
diperoleh secara optimum. Laba yang optimum dapat diperoleh apabila dalam
berproduksi menggunakan kualitas kerja yang baik dan tertata sempurna. Laba
dalam kegiatan ekonomi dapat menjadi pendorong bagi para pengusaha untuk
melakukan usaha. Laba dalam pandangan sistem ekonomi konvensional berbeda
dengan pandangan dari sistem ekonomi Islam. Perbedaan itu muncul karena
adanya perbedaan pendekatan yang dilakukan. Oleh karena itu, untuk mengetahui
perbedaan tersebut, maka di bawah ini kami akan mencoba membahas mengenai
sub pokok pembahasan maksimalisasi laba dalam pandangan sekuler, posisi laba
secara Islami, serta maksimalisasi laba dan efek sosialnya.

140
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah maksimalisasi Laba dalam pandangan sekuler?
2. Bagaimanakah posisi Laba Secara Islami?
3. Bagaimanakah maksimalisasi laba dan efek sosialnya?

C. Tujuan
1. Bagaimanakah maksimalisasi Laba dalam pandangan sekuler.
2. Bagaimanakah posisi Laba Secara Islami.
3. Bagaimanakah maksimalisasi laba dan efek sosialnya?

141
BAB II
PEMBAHASAN

A. Maksimalisasi Laba dalam Pandangan Sekuler


Dalam ilmu teori Islam, memaksimalisasi tersebut mengkaji tentang
apa, bagaimana, dan untuk siapa adanya maksimalisasi laba. Hasil produksi atau
output merupakan hasil kerja sama antara beberapa faktor ekonomi, yaitu modal
dengan tenaga kerja serta input-input lain yang dibutuhkan. Dalam teori ekonomi
kapitalisme/ sekuler dalam hal ini biasanya menggunakan pendekatan impersonal
dalam kegiatan distribusinya. Pendekatan ini terutama berlandaskan pada
kekuatan-kekuatan pasar, sebagaimana yang diatur oleh kompetisi untuk menjadi
suatu pembagian „adil‟ produk bagi faktor-faktor produksi. Bagian pekerja
biasanya masuk dalam biaya-biaya produksi, sehingga dapat mengurangi bagian
pekerja tersebut.85
“Profit maximizing condition for a competitive firm: MC = MR = P. If
marginal revenue des not equal marginal Coast, a firm cam increase profit Bay
changing output.”86
Sedangkan pada teori ekonomi Islam, maksimalisasi laba diperlakukan
sebagai produk keseluruhan dikurangi depresiasi dan gaji minimum sebagai laba
antara pekerja dan pemilik modal atas dasar keadilan. Oleh karena itu, maka
bunga tidak akan mendapatkan tempat dalam perolehan laba tersebut. Dalam
bidang ekonomi, orang dapat menyatakan bahwa keadilan menuntut penggunaan
sumber daya dengan cara yang merata sehingga tujuan kemanusiaan yang dihargai
secara universal yaitu pemenuhan kebutuhan umum, pertumbuhan yang optimal,
lapangan kerja yang lengkap, pemerataan pendapatan dan kekayaan, dan
kestabilan ekonomi terwujud.87
Dalam pandangan ekonomi sekuler, maksimalisasi laba sebagai kondisi
rasional yang tidak berhubungan dengan kesejahteraan antar individu-individu.
Para usahawan justru akan bersaing untuk memperoleh laba pribadi sehingga

85
Rohmat Subagiyo, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: Alim’s Publishing, 2016), hlm.107.
86
David C Colander, Microeconomics, (New York: McGraw-Hill Companies, 2004),
hlm.247.
87
Rohmat Subagiyo, Ekonomi Mikro Islam..., hlm.107—108.

142
menyampingkan kesejahteraan sosial. Argumen inilah yang menyampingkan laba
sebagai sifat dasar terpenting dari perusahaan tersebut. Yaitu bahwa harga pasar
produk perusahaan pasti memiliki margin walaupun kecil yang mana proses
penggandaan ini seharusnya bergantung pada posisi atau kondisi persaingan
sempurna pasar dengan usahanya tersebut. Jika beberapa ahli sekuler maupun
Islam masih menganggap laba adalah reward atas usahanya berarti mereka hanya
menunjukkan pola pikir yang salah, dan bahwa sebenarnya mereka harus
beranggapan bahwa return dari usahanya merupakan suatu sewa atau upah, bukan
profit. Sekali lagi perusahaan akan memperoleh kekuatan harga maksimalisasi
laba biasanya sering menimbulkan konflik. Namun konflik tersebut dapat
diminimalkan jika konsep laba tersebut dilakukan dengan cara berbagi hasil
“sharing”.88
Economic profit is The main energizer of The capitalistic economy. It
influences both The level of Economic output and The allocation of Resources
among alternative uses. Economic profit has Three sources: The bearing of
uninsurable risk, The uncertainty of innovation, and monopoly Power.89

B. Penentuan Posisi Laba secara Islami


Di dalam kondisi ketidakpastian yang dinamis, maksimalisasi laba
menunjukkan upaya perusahaan untuk menciptakan, memperbesar, dan terus
membuka selebar mungkin ruang tambahan laba.90
Dalam konsep islam penentuan posisi laba, perilaku rasional dalam
maksimalisasi laba dipengaruhi oleh tiga faktor, di antaranya:91

1. Bisnis adalah suatu fardu kifayah


Bisnis islami adalah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya
yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan hartanya termasuk profitnya, namun
dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaannya karena aturan halal

88
Ibid.
89
Campbell R. McConnell, Microeconomics: principles, problem, and policies, (New York:
McGraw-Hill Companies, 2002),hlm.325.
90
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta,
2004), hlm.276.
91
Rohmat Subagiyo, Ekonomi Mikro Islam...hlm.108—109.

143
haram. Aturan halal haram tersebut sangat diperlukan untuk setiap individu yang
berhubungan dengan ekonomi. Dalam dunia bisnis terdapat beberapa istilah
untung-rugi. Islam menempatkan bisnis di tempat yang paling mulia. Namun di
sisi lain bisnis ditempatkan sebagai kewajiban sosial individu untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Para ahli hukum islam mengklasifikasikan bisnis sebagai
fardhu kifayah. Dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 111 dijelaskan tentang janji
Allah sebagai berikut :
‫ه‬ ْ َ َ ْ ُ َ ُ َ ََّ ْ ُ ُ َ ََّ ْ ُ َ َ ْ َ َ ْ ُ َ ُ ْ َ َ ْ ْ ُ ْ َ ٰ َ ْ َ ‫َّ ه‬
‫اّٰلل‬
ِ ‫ل‬ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫س‬ ‫ي‬ْ ‫ف‬
ِ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫ل‬‫اث‬
ِ ‫ق‬ ‫ي‬ ‫ة‬
َۗ ‫ن‬ ‫ج‬ ‫ال‬ ‫م‬‫ى‬‫ل‬ ‫ن‬‫ا‬‫ب‬ ‫م‬‫ى‬‫ال‬‫ي‬ ‫م‬ ‫ا‬‫و‬ ‫م‬ ‫ى‬‫س‬ ‫ف‬ ‫ن‬ ‫ا‬ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫ن‬
ِ ‫م‬ِ ‫ؤ‬ ‫م‬‫ال‬ ‫ن‬ ‫م‬ِ ‫ى‬‫ر‬ ‫۞ ِان اّٰلل اشت‬
ِ ِ ِ

َ ٰ َ ٰ ُْ ْ ْ َّ ًّ َ ََ ً ْ َ َُ ْ َ ُُ ْ َ
‫ف َيقجل ْين َو ُيقجل ْين َوعدا عل ْي ِه حقا ِفى الج ْي ٰر ِىة َوال ِا ِنج ْي ِل َوالق ْرا ِنَۗ َو َم ْن ا ْوفى ِبع ْى ِد ٖه ِم َن‬

َّ ُ َ
َْ ُ ْ َْ َ ُ َ ٰ َ ْ ُ َْ َ ْ َ ْ َ ‫ه‬
‫است ْب ِش ُر ْوا ِبب ْي ِعك ُم ال ِذي بايعجم ِب ٖهَۗ وذ ِلك وي الفيز الع ِظيم‬
ْ ‫اّٰلل ف‬
ِ

Artinya : “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang yang mukmin harta


dan jiwa mereka dan sebagai imbalannya mereka memperoleh surga. Siapakah
yang lebih menepati janjinya (selain) Allah maka bergembiralah dengan jual-beli
yang kamu lakukan itu. Itulah kemenangan yang besar.”92

Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa orang-orang yang melakukan aktivitas


dengan mengharapkan keuntungan dilayani Allah dengan menawarkan satu bursa
yang tidak mengenal kerugian maupun penipuan. Dalam ayat lain dijelaskan pula
bahwa seorang muslim tidak diperkenankan untuk menganggur sepanjang saat.
Prinsip dasar hidup yang ditekankan dalam Al-Qur‟an adalah kerja dan kerja
keras. Bekerja di sini bukanlah bekerja asal bekerja, namun bekerja yang serius
sehingga melahirkan keletihan. Dalam islam terdapat prinsip dalam kesulitan
selalu ada kemudahan agar tidak ada keputusasaan dalam bekerja dan dapat
bekerja secara maksimal. Dalam islam dijelaskan bahwa setiap amal tidak akan

92
Departemen Agama Republik Indonesia, Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya: Al-
Hidayah, 2007),hlm.274.

144
berarti jika tanpa disertai iman. Dalam Al-Quran surat Al Jumu‟ah ayat 9-10
dijelaskan sebagai berikut :93

ُ َ َ ‫ه‬ ْ ٰ
ْ َ ْ َ َ ُُْ ْ َّ ْ ٰ َّ َ ْ ُ َ ْ ُ َ ٰ َ ْ َّ َ َ ٰٓ
ُّ
‫اّٰلل وذروا‬ ِ ‫يايىا ال ِذين امنيْٓا ِاذا ني ِدي ِللصل‬
ِ ‫ية ِمن يي ِم الجمع ِة فاسعيا ِالى ِذك ِر‬

ْ َْ ْ ُ َ ْ َ ُ ٰ َّ َ ُ َ َ َ ْ ُ َ ْ َ ْ ُ ْ ُ ْ ْ ُ َّ ٌ ْ َ ْ ُ ٰ َ ْ َ ْ
‫البيعَۗ ذ ِلكم خير لكم ِان كنجم ثعلمين ف ِاذا ق ِضي ِت الصلية فانت ِشروا ِفى الار ِض‬

َ ْ ُ ْ ُ ْ ُ َّ َ َّ ً ْ َ َ ‫ه‬ ُ ْ ‫ه‬ ْ َ ْ ْ َُْ


‫اّٰلل َواذكروا اّٰلل ك ِثيرا لعلكم ثف ِلحين‬
ُ ِ ‫َوابجغيا ِمن فض ِل‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan


sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah
dan tinggalkan jual-beli. Yang demikian lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah di muka bumi, dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung.”94

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa berbisnis dilakukan dengan tidak


mengesampingkan kewajiban beribadah sholat agar dapat mencapai tujuan yang
hakiki yaitu keuntungan yang dijanjikan Allah. Dalam bisnis islami yang
terpenting adalah berupaya untuk menemukan nilai ibadah yang berdampak pada
perwujudan konsep rahmatan lil „alamin. Dalam islam diajarkan pula bahwa
dalam berbisnis selain mengejar keuntungan kita juga harus berorientasi pada
masa depan. Dengan demikian visi masa depan merupakan etika pertama dan
utama yang digariskan oleh Al-Quran. Sehingga kita dapat mengetahui apa yang
akan terjadi pada masa yang akan datang. Dan kita bisa menjadi manusia yang
lebih baik lagi di masa depan.95

93
Rohmat Subagiyo, Ekonomi Mikro Islam... hlm.110—111.
94
Departemen Agama Republik Indonesia, Qur’an dan Terjemahannya,...hlm.809
95
Rohmat Subagiyo, Ekonomi Mikro Islam... hlm.112.

145
Islam tidak mengizinkan kelambanan, pasifitas, dan stagnasi dalam semua
wilayah kehidupan manusia. Islam menegaskan bahwa setiap individu hendaknya
berjuang keras untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.96

2. Perlindungan Konsumen
Perlindungan terhadap konsumen merupakan tindakan yang berhubungan
atas berbagai kemungkinan terjadi penyalahgunaan kelemahan yang dimiliki oleh
konsumen. Penyalahgunaan dapat terjadi sebelum transaksi berlangsung, pada
saat transaksi sedang berlaku berupa tipu muslihat dan dapat pula terjadi setelah
transaksi berlangsung. Dalam islam diharamkan melakukan tindak penipuan
terhadap konsumen. Oleh karena itu dalam islam dibuat aturan berupa
perlindungan terhadap konsumen untuk melindungi konsumen dari kemungkinan
penipuan ataupun kelalaian dari penjual dalam memasarkan produk.97
Perlindungan tersebut antara lain :98
a) Perlindungan terhadap pemalsuan dan informasi yang tidak benar. Dalam islam
kebenaran dan keakuratan saat promosi harus sesuai dengan keadaan produk.
Selain itu informasi tentang halal haramnya juga harus dicantumkan.
b) Perlindungan terhadap hak pilih dan nilai tukar tidak wajar. Hal ini berkaitan
dengan perlindungan terhadap pemaksaan dalam memilih suatu barang akibat
mekanisme pasar yang monopolistik, oleh karena itu dalam islam tidak
diperkenankan melakukan monopoli.
c) Perlindungan terhadap keamanan produk dan lingkungan sehat. Hal ini berkaitan
dengan risiko yang timbul akibat penggunaan produk yang ditawarkan. Selain itu
perlindungan atas pencemaran lingkungan yang terjadi akibat proses produksi.
d) Perlindungan atas pemakaian alat ukur yang tidak tepat. Hal ini berkaitan dengan
ketepatan kualifikasi barang yang diminta. Mulai dari ukuran berat, isi, kandungan
isi dan semua yang tertulis pada label kemasan.
e) Hak mendapat advokasi dan penyelesaian sengketa. Hal ini berkaitan dengan
adanya kemungkinan terjadi pelanggaran dan tidak dapat diselesaikan dengan
jalan damai, maka jalan terakhir adalah melalui peradilan.

96
Tahta Jabir al-Alwani, Bisnis Islam, (Yogyakarta: AK Group, 2005), hlm.142.
97
Rohmat Subagiyo, Ekonomi Mikro Islam...hlm.112.
98
Ibid, hlm.112—113.

146
f) Perlindungan atas penyalahgunaan keadaan. Hal ini dapat terjadi karena keadaan
terjepit, keunggulan informasi produk, keadaan terpelajar yang dimiliki oleh
seorang pedagang. Sehingga ini dapat menyebabkan kerugian bagi konsumen.
g) Hak mendapatkan ganti rugi. Hal ini berkaitan dengan adanya cacat barang atau
kerugian yang disebabkan atas pemakaian produk, karena kebanyakan pelaku
usaha tidak mau tahu atas kerugian yang diderita.
3. Bagi Hasil Di antara Faktor Yang Mendukung
Dalam masa yang akan datang diperkirakan sistem bagi hasil akan menjadi
pola yang dominan dalam organisasi bisnis. Karena dalam sistem bagi hasil
berpotensi untuk meningkatkan efisiensi, keadilan dan stabilitas dalam produksi.
Namun hal ini sangat sangat bergantung kepada masyarakat islam sendiri dalam
pelaksanaannya. Apabila mereka menggunakan fatwa agama dan memasukkan
mekanisme bagi hasil dalam setiap kegiatan maka memaksimalisasi laba akan
berjalan dengan baik. Selain itu hal ini dapat menghindarkan pebisnis dari
perilaku eksploitasi maupun perilaku yang dapat menimbulkan kerugian bagi
pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Sehingga bagi hasil menjadi lebih baik,
karena kedua belah pihak sama-sama untung dan tidak merugikan satu sama
lain.99

Semua faktor itu akan mempengaruhi tingkat kurva penerimaan dan biaya untuk
menentukan profit space sedemikian rupasehingga usaha maksimalisasi laba tidak
melanggar norma-norma perilaku Islam. Bahkan hal ini cenderung mendorong
pertumbuhan yang adil dan beruaha mengharmoniskan kepentingan-kepentingan
individu dan sosial.100

C. Maksimalisasi Laba dan Efek Sosialnya


Dalam sistem Islam, keseimbangan output adalah lebih besar, harga
lebih rendah, dan profit lebih besar daripada sistem sekuler. Untuk itu kita
temukan sebagai berikut:101

X1 – X* = [ ]

99
Ibid, hlm.114.
100
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam... hlm.276.
101
Rohmat Subagiyo, Ekonomi Mikro Islam...hlm.114.

147
P1 – P* = a- [ ]

Dan π1 – π* = [ ]

Perbedaan antara sistem sekuler dan sistem Islam dapat dijelaskan lebih
lanjut dengan bantuan gambar sederhana sebagai berikut:102

Perusahaan Islami beroperasi dengan menggunakan sistem bagi hasil.


Dalam sistem bagi hasil terdapat pembagian hasil dan risiko. Hubungan antara
profit dan risiko dalam perusahaan Islam dapat digambarkan sebagai berikut:103

102
Ibid, hlm.115.
103
Ibid, hlm.116.

148
Gambar di atas melukiskan bahwa dalam perusahaan sekuler, bunga
bersih yang dibayar atas pinjaman ditunjuk dengan kurva AA1 dengan tangen dari
kurva indifferen pada titik I1. Kurva AA1 merupakan kurva cembung terhadap
sumbu laba, hal ini menunjukkan bahwa jika ada penambahan laba perusahaan
yang diharapkan, maka risiko akan bertambah setingkat penambahannya.
Sedangkan dalam perusahaan Islam yang menghilangkan bunga dan
menggantinya dengan bagi hasil, kurva akan cenderung bergeser ke arah kanan
yaitu ke posisi BB1. BB1 adalah tangen dari kurva indifferent I1 pada titik T2.
Dalam perusahaan Islami bisa memungkinkan perusahaan memiliki lebih banyak
laba untuk risiko sama, atau laba yang sama untuk risiko yang lebih rendah.104

104
Ibid,.

149
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka kami dapat memberikan beberapa
kesimpulan yaitu,
1. Dalam pandangan ekonomi sekuler, maksimalisasi laba sebagai kondisi rasional
yang tidak berhubungan dengan kesejahteraan antar individu-individu. Para
usahawan justru akan bersaing untuk memperoleh laba pribadi sehingga
menyampingkan kesejahteraan sosial.
2. Penentuan posisi laba dalam Islam yaitu mencakup pandangan Islam tentang
bisnis, perlindungan kepada konsumen, dan bagi hasil di antara faktor-faktor yang
mendukung.
3. Perusahaan Islami beroperasi dengan menggunakan sistem bagi hasil. Dalam
sistem bagi hasil terdapat pembagian hasil dan risiko.

B. Saran
Dalam pembahasan makalah yang kami buat, kami menyadari bahwa
masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Para pembaca diharapkan
untuk bisa mencari referensi yang lebih lengkap agar pengetahuan mengenai judul
makalah kami dapat lebih luas. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan selanjutnya. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

150
DAFTAR PUSTAKA

Al-Alwani, Tahta Jabir. 2005. Bisnis Islam. Yogyakarta: AK Group.


Colander, David C. 2004. Microeconomics. New York: McGraw-Hill Companies.
McConnell, Campbell R. 2002. Microeconomics: principles, problem, and policies. New
York: McGraw-Hill Companies.
Muhammad. 2004. Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Subagiyo, Rokhmat. 2016. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: Alim‟s Publishing.

EFISIENSI ALOKASI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN


STRUKTUR PASAR DALAM ISLAM
BAB I

151
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dunia ekonomi dalam era modern ini sangatlah pesat, dilain
hal memberikan dampak yang baik untuk umat manusia di belahan dunia, namun
di sisi lain terkadang memberikan dampak yang buruk bagi umat yang lain.
Semua itu dikarenakan karena kurangnya ilmu pengetahuan tentang ekonomi
islam yang seharusnya baik diterapkan dalam kehidupan kita, karena di dalamnya
terkandung nilai yang bukan hanya duniawi saja, melainkan nilai-nilai untuk bekal
akhirat juga diperhitungkan dalam ekonomi islam ini. Di dalam ekonomi Islam
pula diajarkan untuk berbisnis yang baik, yang tidak merugikan antara pihak yag
satu dan yang lainnya yang terlibat dalam akad jual beli atau proses ekonomi
tersebut. Sebenarnya bukan karena keinginan masyarakat sendiri yang tidak mau
mempelajari ilmu ekonomi Islam, namun memang di Indonesia sendiri sebagian
besar menerapkan sistem ekonomi konvensional. Sehingga ekonomi Islam
seringnya dinomor duakan.
Mengapa kita perlu mempelajari ilmu ekonomi islam? Karena kita hidup
di antara kaum yang tidak hanya beragama islam, dan kita patut menjunjung
tinggi keberadapan islam dari segi apapun, termasuk ekonomi. Islam mengajarkan
tentang berbagi, tentang zakat, tentang perhitungan warisan, semua lengkap dan
sudah diterangkan melalui firman-firman Allah di daam Al-Qur‟an. Hal itu sudah
Allah perhitungan sejak beribu tahun lamanya dan sampai sekarangpun masih dan
akan terus berlaku dalam kehidupan kita. Subhanallah, begitu tepat segala
perhitungan Allah SWT.
Pembahasan makalah ini tidak akan menyinggung ekonomi islam secara
terperinci, melainkan akan membahas tentang struktur pasar di dalam islam,
bagaimana sebenarnya struktur pasar yang baik menurut islam, dan hal-hal yang
terkait dengannya. Tidak hanya itu, dalam makalah ini pula akan dijelaskan
struktur ekonomi dalam konvensional dan pandangan islam akan hal itu.
Kehidupan kita tidak terlepas dari perilaku ekonomi, hampir setiap hari
kita melakukan proses ekonomi, seperti contohnya berbelanja, berarti kita sudah

152
menerapkan ilmu ekonomi yaitu jual beli, atau kita memproduksi sesuatu untuk
dijual agar mendapatkan keuntungan juga termasuk proses atau perilaku ekonomi.
Ekonomi Islam membahas tentang bagaimana menjalankan perilaku
ekonomi dengan baik dan memperhatikan faktor akhirat, tentang bagaimana
membuat kesepakatan antara penjual dan pembeli tanpa adanya ketidakadilan
serta kecurangan di antara keduanya. Di dalam ekonomi Islam juga menekankan
tentang dilarangnya riba .

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pasar ?
2. Bagaimana penjelasan mengenai struktur pasar?
3. Bagaimana pandangan Islam tentang struktur ekonomi konvensional?
4. Apa sajakah macam-macam pasar dipandang dari strukturnya ?

C. Tujuan
Dalam pembuatan makalah ini diharapkan pembaca mampu memahami
tentang apa yang dimaksud dengan pasar, dan struktur pasar serta pandangan
Islam mengenai hal itu, lalu apa saja macam-macam pasar dan pandangan Islam
tentang hal itu.

153
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pasar
Pasar secara sederhana merupakan tempat pertemuan antara penjual dan
pembeli untuk melakukan transaksi jual-beli barang dan jasa. Adapun pasar
menurut kajian Ilmu Ekonomi memiliki pengertian; pasar adalah suatu tempat
atau proses interaksi antara permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) dari
suatu barang/jasa tertentu, sehingga akhirnya dapat menetapkan harga
keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang diperdagangkan.

Jadi setiap proses yang mempertemukan antara pembeli dan penjual,


maka akan membentuk harga yang disepakati antara pembeli dan penjual.
Syarat Pasar

a. Ada penjual

b. Ada Pembeli

c. Ada Uang

d. Ada Barang

e. Ada Tempat

B. Struktur Pasar
Struktrur pasar dibedakan berdasarkan banyaknya penjual dan pembeli.
Secara mudah dikatakan pasar yang terdiri dari banyak penjual dengan barang
yang relatif homogen disebut pasar bersaing sempurna (perfect competition).
Sedangkan pasar yang terdiri dari banyak penjual dan barangnya berbeda satu
dengan yang lainnya (terdiferensiasi) maka disebut pasar bersaing
monopolistic(monopolistic competition).
Dalam penerapannya sering kali timbul pertanyaan seberapa banyak
penjual sehingga suatu pasar disebut pasar bersaing sempurna, seberapa

154
terdeferensiasinya barang yang dijual sehingga disebut pasar bersaing
mopololistik. Secara teknis, alat ukur yang dipakai untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan tersebut adalah rasio penguasaan pangsa pasar atu sering disebut
concentration ratio (CR).
Semakin homogeny barang yang dijual berarti pembeli semakin tidak
memiliki insentif mencari barang di penjual lain. Hal inilah yang mendorong
penjual untuk menjual barangnya sama dengan harga yang berlaku di pasar. Tidak
ada alasan bagi pembeli untuk membayar lebih untuk barang yang sama.
Semakin banyak kelebihan kapasitas produksi berarti setiap kenaikan
permintaan dapat diepenuh tanpa membuat harga-harga naik. Hal inilah yang
menahan penjual untuk tidak menaikkan harganya meskipun ada kenaikan
permintaan. Bila ia menaikkan harga, maka pembeli akan membelinya dari
penjual lain yang juga memiliki kelebihan kapasitas.
Struktur pasar sangat penting, karena terkait dengan harga yang akan
diterima oleh konsumen. Struktur pasar akan mempengaruhi tingkat efisiensi, jadi
semakin tinggi jumlah pelaku dalam pasar, maka tingkat persaingan akan semakin
tinggi. Struktur pasar menggambarkan jumlah pelaku dalam suatu pasar dan
menggambarkan tingkat kompetisi yang terjadi di pasar tersebut.
Struktur Pasar yang Islami adalah pasar yang menciptakan tingkat harga
yang adil. Adil dalam hal ini adalah tidak merugikan konsumen maupun
produsen, terkait dengan surplus produsen dan surplus konsumen. Struktur Pasar
dalam Islam didasarkan atas prinsip kebebasan, termasuk dalam melakukan
kegiatan ekonomi.

1. Pasar Bersaing Sempurna


Pasar pesaingan sempurna merupakan struktur pasar yang paling ideal,
karena dianggap sistem pasar ini adalah struktur yang akan menjamin
terwujudnya kegiatan memproduksi barang atau jasa yang tinggi (optimal)
efisiensinya.105 Jadi pasar persaingan sempurna ini adalah pasar yang di mana

105
Sadono Sukirno, MIKROEKONOMI Teori Pengantar edisi ke- 3,(Jakarta: PT.
Grafindo Persada,2013), hal.231.

155
antara penjual dan pembeli tidak dapat mempengaruhi harga, atau hanya sebagai
price taker dan harga yang ada di pasar itu merupakan hasil kesepakatan dan
interaksi antara permintaan dan penawaran.
Dikatakan sebagai pasar persaingan sempurna apabila jumlah penjual
produk yang identik banyak, barang yang diperjualbelikan homogen, seorang
penjual secara individual tidak dapat mempengaruhi pasar.106 Semakin banyak
penjual berarti semakin banyak pilihan pembeli. Jadi apabila penjual mematok
harga tinggi melebihi harga pasar maka pembeli akan memilih ke penjual lain
yang lebih murah. Dan apabila penjual mematok harga rendah di bawah harga
pasar maka akan terjadi kerugian.
Apabila industri mendapat keuntungan yang besar, maka banyak
perusahaan baru yang akan masuk ke pasar. Dan apabila terjadi kerugian maka
beberapa perusahaan akan meninggalkan pasar. Karena dalam pasar persaingan
sempurna setiap penjual dan pembeli mengetahui informasi yang sempurna
tentang pasar, keputusan yang salah dapat dengan mudah dihindari. Penjual dan
pembeli bebas mengambil keputusan tanpa adanya pengaruh luar, termasuk
pemerintah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan ciri-ciri pasar persaingan sempurna
yaitu :
1) Pada pasar persaingan sempurna terdapat banyak pembeli dan penjual
namun mereka tidak mampu mempengaruhi harga.
2) Barang dan jasa yang dijual bersifat homogen dan tidak dapat dibedakan.
3) Adanya kebebasan perusahaan untuk masuk dan keluar pasar.
4) Setiap pihak dapat mengetahui keadaan pasar dengan mudah (perfect
information)
5) Adanya kebebasan untuk mengambil keputusan.
Ciri-ciri pasar persaingan sempurna yang pertama adalah terdapat banyak
penjual yang bertindak sebagai price taker. Perusahaan tidak mempunyai
kekuasaan untuk menentukan harga. Berarti berapapun barang yang diproduksi

106
Sri Adiningsih dan Kadarusman, Teori Ekonomi Mikro edisi ke-2, (Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta, 2008), hal.102.

156
dan dijual oleh produsen tidak akan mengubah harga yang ditentukan pasar.
Karena harga tetap ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran.
Sifat permintaan seperti ini dapat digambarkan dalam grafik berikut:
Permintaan yang dihadapi perusahaan dan pasar

P P

D
S

3000 D

200.000
Sumber: Sadono Sukirno, Mikroekonomi : Teori Pengantar
edisi ke 3. Hal.234

Dari gambar di atas kita misalkan penjualan hasi pertanian, dapat dilihat
bahwa harga pasar tercapai pada harga 3000 dan jumlah barang 200.000. Kurva
dd yang sejajar dan horizontal itu menunjukkan bahwa hasil produksi perusahaan
tersebut sama dengan hasil produksi perusahaan lain dalam industri itu. Jadi
apabila perusahaan tersebut menaikkan harga maka hasil produksinya tidak akan
terjual. Karena konsumen akan lebih memilih harga yang murah sehingga lebih
memilih membeli barang tersebut dari perusahaan lain.

Dalam analisis penentuan harga pasar penting untuk memutuskan jangka


waktu yang diperlukan

157
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman,A.Ekonomi Mikro Islam.2007.Jakarta:PT RAJAGRAFINDO
PERSADA.
Sadono,Sukirno.pengantar Teori Mikroekonomi.2002.Jakarta:Raja Grafindo
Perkasa.
D.Besanko(et.al).Economics of Strategy.New Jersey:John
Wiley&Sons.2004,edisi ketiga.

158
STRUKTUR PASAR DALAM ISLAM (PASAR
MONOPOLI DAN OLIGOPOLI)

A. Pendahuluan
Pasar merupakan tulang punggung perekonomian masyarakat,
baik dari kalangan yang ada di kelas bawah maupun atas. Sistem
ekonomi yang ada saat ini tidak dapat dipungkiri telah mampu
membawa kehidupan masyarakat ketingkat kecukupan material yang
belum pernah dibayangkan pada masa sebelumnya. Dalam masa
modern ini telah berkembang pasar persaingan sempurna dan pasar
persaingan tidak sempurna.Islam juga telah menanamkan kerangka
kerja yang luas berdasarkan kesempatan berekonomi yang sama dan
adil bagi penganutnya untuk mengarahkan mereka ke arah kehidupan
ekonomi yang seimbang.
Islam adalah cara hidup yang imbang dan koheren, dirancang
untuk kebahagiaan manusia dengan cara menciptakan keharmonisan
antara kebutuhan moral, material manusia dan aktualisasi keadilan

159
sosio- ekonomi serta persaudaraan antar umat manusia. Berbagai aspek
kehidupan dalam kehidupan sehari-hari tercermin dalam syariah dan
muamalah, sehingga mengikutinya merupakan perjalanan yang harus
ditempuh untuk menjadi Muslim sejati. Islam merupakan satu-satunya
agama yang mengemukakan prinsip-prinsip yang meliputi semua segi
kehidupan manusia, tidak hanya membicarakan tentang nilai-nilai
ekonomi.
Sebagai agama yang komprehensif tentunya aktivitas ekonomi
sebagai kegiatan vital kemanusiaan tidak luput dari perhatian.

Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan


mengharamkan riba” (QS Al-Baqarah: 275)

Pembahasan mengenai struktur pasar menjadi penting dalam


ekonomi Islam, karena dalam konsep ekonomi Islam, penentuan harga
didasarkan atas kekuatan-kekuatan pasar yaitu kekuatan permintaan
dan kekuatan penawaran. Sebagaimana Rasulullah SAW sangat
menghargai harga yang dibentuk oleh pasar sebagai harga yang adil,
sehingga beliau menolak adanya suatu intervensi pasar apabila
perubahan harga yang terjadi karena mekanisme harga yang wajar.

Pembahasan pada bab ini tentang pasar monopoli dan pasar


oligopoli dan tentunya akan membahas mengenai pengaruhnya tehadap
kegiatan ekonomi. Telah kita ketahui bahwa pasar membawa pengaruh
yang sangat besar bagi perubahan zaman yang sudah mencapai puncak
kepesatannya seiring dengan waktu dan perubahan dunia pasar juga
ikut berubah terbawa arus perubahan dunia yang semakin maju. Hal ini
dapat kita lihat dengan perkembangan tekonologi yang sudah sangat
maju. Struktur pasar ini memberikan dorongan terbesar dalm
mengembangkan teknologi dan inovasi.

B. Pasar Monopoli
1. Definisi Pasar Monopoli

160
Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani
„Monos‟ yang berarti sendiri dan „Polein‟ yang berarti penjual. Dari
akar kata tersebut secara sederhana banyak orang yang memberi
pengertian monopoli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu
penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu.
Jadi Pasar monopoli adalah suatu bentuk pasar yang hanya
terdapat satu penjual atau hanya ada satu perusahaan yang menjual
produk atau komoditas tertentu, adanya banyak pembelinya dan
barang yang dihasilkan tidak mempunyai pengganti yang mirip.
Menurut Tati Suhartati dan Fathorrozi dalam buku Teori
Ekonomi Mikro, pasar monopoli adalah suatu model pasar yang
mempunyai ciri hanya terdapat satu penjual di pasar, output yang
dihasilkan oleh produsen bersifat lain daripada yang lain (unique),
tidak mempunyai barang pengganti yang sangat dekat dan di pasar
ada rintangan bagi produsen lain untuk memasukinya (barriers to
entry)149 . Dengan demikan, pasar monopoli adalah pasar yang
memiliki satu penjual dan mengahasilkan barang yang tidak
mempunyai barang pengganti yang sangat dekat.
Monopoli di dalam bahasa Arabnya dikenal dengan istilah
“al-Ihtikar“, yaitu secara bahasa adalah menyimpan makanan,
adapun secara istilah adalah : “ Seseorang membeli makanan
ketika harganya tinggi untuk diperjualbelikan, tetapi dia tidak
menjualnya pada waktu itu, justru malah ditimbunnya agar
menjualnya dengan harga yang lebih tinggi.( Imam Nawawi dalam
Syarh Shahih Muslim
: 10/ 219 )

Pada tanggal 5 Maret 1999 Pemerintah Republik Indonesia


mengeluarkan Undang-undang No. 5 tahun 1999, tentang larangan
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan pada pasal 1
disebutkan bahwa Monopoli adalah : “Penguasaan atas produksi
dan atau pemasaran barang atau atas penggunaan jasa tertentu
oleh suatu pelaku atau suatu kelompok pelaku usaha”.

161
Monopoli hukumnya haram berdasarkan dalil-dalil
sebagai berikut :

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan


menghalangi manusia dari jalan Allah dan
Masjidilharam yang telah Kami jadikan untuk
semua manusia, baik yang bermukim di situ
maupun di padang pasir dan siapa yang
bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan
secara zalim, niscaya akan Kami rasakan
kepadanya sebahagian siksa yang pedih.” ( Qs al-
Hajj: 25)

(9/131 ) : “Yang dimaksud melakukan kejahatan di


dalamnya adalah melakukan monopoli makanan di
Mekkah. “

2. Ciri-Ciri Pasar Monopoli


Menurut Sadono Sukirno dalam buku Mikro Ekonomi
Teori Pengatar, ciri-ciri pasar monopoli sebagai berikut152 :
1. Pasar monopoli adalah industri satu perusahaan

Hanya ada satu saja perusahaan dalam industri tersebut.


Dengan demikian barang atau jasa yang dihasilkannya tidak
dapat dibeli dari tempat lain. Para pembeli tidak mempunyai
pilihan lain dan tidak berbuat suatu apapun di dalam
menentukan syarat jual beli.
2. Tidak mempunyai barang pengganti yang mirip
Barang yang di hasilkan perusahaan tidak monopoli tidak
dapat digantikan oleh barang lain yang ada di dalam pasar.
Barang tersebut merupakan satu-satunya jenis barang yang
seperti itu dan tidak terdapat barang mirip (close substitle) yang
dapat menggantikan barang tersebut.

162
3. Tidak terdapat kemungkinan untuk masuk ke dalam industri
Ada beberapa bentuk hambatan kemasukan ke dalam pasar
monopoli.Ada yang bersifat legal, yaitu di batasi oleh undang-
undang.Ada yang bersifat teknologi, yaitu teknologi yang di
gunakan sangat canggih dan tidak mudah di contoh.Dan ada
pula yang bersifat keuangan, yaitu modal yang diperlukan
sangat bersifat.
4. Dapat mempengaruhi penentuan harga
Oleh karena perusahaan monopoli merupakan satu-satunya
penjual di dalam pasar, maka penetuan harga dapat
dikuasainya.Oleh sebab itu perusahaan monopoli dipandang
sebagai penentu harga atau price setter.
5. Promosi iklan kurang diperlukan
Oleh karena perusahaan monopoli adalah satu- satunya
perusahaan di dalam industri, ia tidak perlu mempromosikan
barangnya dengan menggunakan iklan. Iklan tersebut bukanlah
bertujuan untuk menarik pembeli, tetapi unutk memelihara
hubungan baik dengan masyarakat.
Sebab-sebab terjadinya monopoli menurut Masyhuri dalam
buku Ekonomi Mikro, dan menurut Sadono Sukirno dalam buku
Mikro Ekonomi Teori Pengantar yaitu sebagai berikut :
1. Adanya hak paten
2. Adanya hak yang diberikan pemerintah (peraturan), misalnya
perusahaan listrik, telepon dan sebagainya153.
3. Perusahaan monopoli mempunyai suatu sumber daya tertentu
yang unik dan tidak dimiliki oleh perusahaan lain.
4. Perusahaan monopoli umumnya dapat menikmati skala
ekonomi (economies of scale) hingga ke tingkat produksi yang
sangat tinggi154.

Titik optimal penjual terjadi ketika MC = MR. karena bentuk


kurva permintaan D berupa garis slope negatif (dari kanan atas ke kiri

163
bawah), maka kurva permintaan D tidak terhimpit dengan kurva
marginal revenue MR. Jauh berbeda, dengan persaingan monopolistik
yang slope-nya landai.Dalam pasar monopoli kurva permintaan D
bentuknya curam. Secara matematis bisa dilihat bahwa :

Permintaan D 𝑃 = 𝑎 − 𝑏𝑄 → 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 = −𝑏

Total Revenue : 𝑇𝑅 = 𝑎𝑄 − 𝑏𝑄2


Average Revenue : 𝐴𝑅 = 𝑎 − 𝑏𝑄 → 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 = −𝑏 Marginal
Revenue : 𝑀𝑅 = 𝑎 − 2𝑏𝑄 → 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 = −2𝑏 Jadi,
bisa dikatakan bahwa kurva permintaan D
berhimpit dengan kurva Average Revenue AR. Untuk lebih jelasnya,
katakan kurva permintaan D: P = 6 − Q. Harga, kuantitas, total
revenue, marginal revenue adalah sebagai berikut :156

Tabel 11.1
Harga, Jumlah, Total Pendapatan, Marginal
Pendapatan dan Rata-rata Pendapatan

Harga Total Marginal Average


Kuantitas
(P) Revenue Revenue Revenue
(Q)
Rupiah (TR) (MR) (AR)
6000 0 0 - -
5000 1 5000 5000 5000
4000 2 8000 3000 4000
3000 3 9000 1000 3000
2000 4 8000 -1000 2000
1000 5 5000 -3000 1000

Dari tabel bisa dilihat bahwa pada saat total revenue TR

164
mengalami peningkatan terjadi penurunan pada marginal revenue MR,
sedangkan pada saat jarang ditemukan barang yang mirip atau bahkan
tidak ada, hal inilah yang memberikan kekuatan bagi seorang penjual
untuk menentukan harga.TR mengalami penurunan maka nilai MR
menunjukkan nilai negatif. Dalam pasar monopoli.

C. Pasar Monopoli dalam Pandangan Ekonomi Islam


Sesunguhnya islam tidak pernah mengharamkan adanya monopoli,
setiap orang di perbolehkan melakukan usaha bisnis baik dia
merupakan penjual tunggal atau tidak. Selama tidak melanggar syariat
dan tidak mendzalimi pihak lain. Sesungguhnya yang di larang oleh
islam ialah perbuatan ihtikarnya. Ihtikar merupakan menjual barang
ketika harga telah melonjak naik guna mengambil kentungan yang
banyak. Ihtikar

165
dalam ilmu ekenomi di sebut sebagai monopoly‟s rent seeking behaviour.
Menurut Imam Qardhawi monopoli ialah menahan barang untuk tidak
beredar di pasar supaya harganya naik. Ihtikar ini bisa saja di samakan
dengan menimbun barang. Para ulama‟ sepakat menimbun barang di
katakan haram apabila telah mencakup syarat berikut :
a. Barang yang di timbun merupakan barang pokok untuk memenuhi
hajat hidup orang banyak.
b. Barang di jual ketika harga telah melambung tinggi.
c. Barang yang di simpan telah melebihi kebutuhan masa depan
untuk satu tahun.

Menimbun di haramkan atas dasar perintah Allah dalam


QS.Al-Hasyr : 7 yang berbunyi

Artinya:"...agar harta itu jangan hanya berputar di kalangan orang-


orang kaya di antara kamu (Al- Hasyr: 7)157

sekalian..." Dan di dasarkan atas hadis nabi barang siapa yang


telah

menimbun maka ia telah melakukan dosa besar. Dari ayat di atas dapat di
ambil kesimpulan bahwa islam mengajarkan hal dalam pemerataan
pendapatan.

Meskipun islam tidak melarang adanya monopoli akan tetapi apabila


terjadi ketimpangan pendapatan dan menimbulkan kerugian salah satu
pihak maka negara wajib melakukan intervensi dan koreksi. Negara
bertanggung jawab penuh untuk menciptakan keadilan ekonomi, dengan
memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk berpartisipasi
dalam kegiatan tersebut.

166
D. Pasar Oligopoli
1. Pengertian Pasar Oligopoli
Pengertian secara bahasa oligopoli berarti ada beberapa
penjual di pasar. Dapat dikatakan pasar oligopoli merupakan
pertengahan dari pasar pasar monopoli dan pasar pasar monopolistic
competition. Dalam pasar monopoli penjual dapat menentukan harga
tanpa harus khawatir reaksi penjual lain. Sedangkan pasar monoplistic
competition penjual hanya dapat menentukan harga pada kisaran
tertentu, karena jika penjual lain menjual barang yang mirip atau sama
maka penjual lain bisa merebut pelanggannya.Suatu pasar dikatakan
oligopoli apabila ada dua atau beberapa penjual produk yang sama di
pasar, jika hanya ada dua perusahaaan yang menghasilkan produk
yang identik dikatakan sebagai duopoli. Macam-macam oligopoli
dapat dibedakan dari barang yang dijual di pasar, yaitu:
1. Oligopoli dengan deferensiasi produk, yaitu produk yang dijual
oleh perusahaan yang satu dengan yang lain dapat dibedakan.
Misalnya

industri mobil, perawatan wajah dan lain sebagainya.


2. Oligopoli tanpa diferensiasi produk, yaitu produk yang dijual
adalah homogen, sehingga konsumen akan indeferen antara barang
yang satu dengan yang lainnya. Misalnya industri kimia, baja dan
lain sebagainya.
Pasar oligopoli memiliki ciri-ciri sebagai berikut158
:
a. Hanya terdapat sedikit penjual, sehingga keputusan dari salah satu
penjual akan mempengaruhi penjual lainnya.
b. Produk-produknya berstandart.
c. Kemungkinan ada penjual lain untuk masuk pasar masih terbuka.

167
d. Peran iklan sangat besar dalam penjualan produk perusahaan.

2. Syarat-Syarat Pasar Oligopoli


Dalam pasar oligopoli biasanya terdapat dua kondisi usaha,
yaitu yang pertama karena adanya perbedaan penetapan harga dan
jumlah produksi dari masing-masing perusahaan dan yang kedua
adalah karena adanya kesepakatan mengenai jumlah produksi yang
dapat dilakukan oleh masing-masing perusahaan dengan harga yang
sama.Di pasar oligopoli dimana ada sedikit penjual yang menjual
barang yang sama, maka penjual harus memerhatikan reaksi dari
penjual lain. Ada dua tindakan yang dapat diambil seorang penjual,
yaitu:

a. Menentukan berapa kuantitas yang akan diproduksinya. Model


yang menelaskan hal ini adalah model Cournot Quantity
Competation159
Model ini dikembangkan Augustin Cournot (ekonom Prancis)
menyatakan hanya ada dua penjual barang yang sama. Dasar
pengembangan model ini adalah keseimbangan duopolis tercapai
bila biaya marginal adalah nol (MC=0). Misalnya di pasar hanya
ada dua perusahaan penjual air mineral. Merk Aqua (Q1)dan merek
Club (Q2). Mereka memiliki produk yang identik, sehingga
mendorong mereka untuk menawarkan harga yang sama. Dalam
model ini, pilihan Q1 dan Q2 adalah menentukan berapa banyak
kuantitas yang akan diproduksi Q1 dan Q2. Setelah menentukan
berapa banyak Q1 dan Q2, maka mereka dapat mentuikan harga
yang diterima pasar dan seluruh prosuksi Q1 dan Q2 habis diserap
pasar.
b. Menentukan berapa harga yang akan ditawarkan. Model yang
menjelaskan hal ini adalah model Bertrand Price Competation.
Model ini menyatakan penjual menentukan harga untuk

168
memperoleh keuntungan maksimal, dengan memperhatikan harga
yang ia duga akan ditetapkan oleh pesaingnya.

E. Pasar Oligopoli Dalam Pandangan Ekonomi Islam


Pada pandangan ekonomi konvesional, jika di lihat lebih
mendalam, dalam pasar oligopoli, harga

cenderung lebih tinggi sehingga produsen akan memperoleh keuntungan yang


besar. Kondisi ini akan berakibat pada tidak meratanya distribusi pendapatan.
Selain itu, biaya promosi yang dibutuhkan sangat besar yang berakibat pada
membengkaknya biaya produksi. Contoh: kasus oligopoli pada perusahaan
telekomunikasi Persaingan antar perusahaan telekomunikasi seluler yang tidak
mempunyai etika dalam mempromosikan produknya. Baik di media cetak
maupun elektronik. Mereka secara tidak langsung menyindir pesaingnya dengan
iming-iming tarif telepon yang lebih murah, padahal harga murah belum tentu
kualitasnya juga bagus karena banyak perusahaan telekomunikasi seluler yang
mempromosikan tarif murah namun kualitasnya juga murahan. Itulah contoh
dari ketidakmampuan perusahaan telekomunikasi seluler dalam menghadapi
pasar persaingan oligopoli. Mereka lebih cenderung berorientasi pada laba tanpa
melihat etika dalam berbisnis yang baik.
Berhubungan dengan masalah oligopoli dalam spirit islam,
berdasarkan analisis M. A. Mannan (1992) bahwa pasar oligopoli
keadaannya menunjukkan persaingan tidak sempurna antara beberapa
persahaan. Secara garis besar, ekonomi Islam membedakan tiga bentuk
distorsi pasar, yaitu distorsi pada penawaran dan permintaan, penipuan
(tadlis), dan ketidakpastian (taghrir). Namun, asumsi yang ada dalam
benak orang awam adalah berupa kesadaran yang tidak ada teori
perkembangan tunggal tentang pasar oligopoli, walaupun ukuran industri
telah maju, utamanya industri di negara maju.Namun, bila hal tersebut
adalah terlalu mudah bagi perusahaan untuk mencapai persetujuan tidak
terulis untuk mewujudkan penggabungan sehingga maksimisasi laba pada

169
tingkat harga yang tinggi, output dan pekerja yang rendah, maka ini jelas
tidak islami. Tetapi, ketika pelaku oligopoli tidak melakukan kolusi secara
aktual akan berhadapan atau menemui kurva permintaan yang berorientasi
islami. Secara umum, pola struktur oligopoli yang tidak diperkenankan
dalam ekonomi islam adalah kemungkinan munculnya moral harard di
dalamnya. Berikut macam-macam pasar beserta ciri-cirinya:

Tabel 11.2
Macam-Macam Pasar Persaingan
MACAM-MACAM PASAR PERSAINGAN
Ciri-ciri SEMPURN MONOPOL MONO OLIGOPO
A I P LI
OLISTI
K
Jumlah Sangat Satu/corporate Banyak Sedikit
perusahaa banyak standart
n Standart/Ident /
i identik
k
Jenis produksi Homogen Unik/Exclusif Berbeda Berbeda
corak
Kekuasaan Tidak ada Sangat besar Sedikit Sedikit
tanpa kerja
sama atau
banyak
dengan
kerjasama
Kemungkina Sangat mudah Dari luar Cukup Hambatan
n keluar atau tidak mudah relatif

170
masuk mungkin cukup
masuk kuat
Persaingan Tidak ada Iklan Iklan Iklan bisa
diluar harga koltif

MEKANISME PASAR

MEKANISME PASAR DALAM ISLAM

A. Pendahuluan
Pasar merupakan wadah yang disediakan untuk transaksi antar penuual dan
pembeli. Dalam pasar persaingan sempurna penjual dan pembeli bebas keluar
masuk pasar. System pasar dalam islam itu sendiri menerapkan system pasar yang
harganya ditentukan oleh pembeli dan penjual. Jika terjadi ketidakadilan barulah
pemerintah ikut campur tangan. Untuk dapat melakukan kegiatan pasar yang sesuai
dengan aturan islam maka diperlukan penerapan moral dari pelaku pasar itu
sendiri. Selain penerapan moral dalam pasar juga diperlukan pengawasan dalam
kegiatannya untuk mengontrol segala kegiatan tersebut.
Pada zaman rasulullah SAW, telah mengikuti mekanisme pasar tanpa ada
rasa takut intervensi dari Negara, sebab harga merupakan titik keseimbangan
antara penawaran dan permintaan. Mekanisme pasar Islami merupakan sebuah
mekanisme pasar yang bersumber dari Nabi Muhammad saw, yang mana
mekanisme pasar ini sudah diterapkan pada zaman Nabi Muhammad saw. Dalam
pasar Islami ini setiap transaksi tentunya selalu didasarkan pada moral dan akhlak,
sehingga dalam melakukan kegiatan ekonomi tidak ada pihak yang dirugikan dan
kemaslahatan bersama bisa terwujud.
Negara akan melakukan intervensi pasar, ketika harga-harga melambung

171
tinggi dan dikawatirkan akan menyebabkan kesejahteraan hajat hidup orang
banyak. Oleh karena itu, pada bab ini akan dibahas mengenai Islam dan Sistem
Pasar; Harga dan Pasar Persaingan Sempurna dalam Pasar Islami, Moral Sebagai
Faktor Endogen dalam Persaingan di Pasar, Pengawasan Pasar dan Mekanisme
Pasar dalam Perspektif Sejarah Islam.

B. Islam Dan Sistem Pasar


Pasar merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli. Berdagang
adalah aktivitas yang dominan dilakukan di pasar. Islam sangat mendukung
aktivitas perdagangan ini. Dalam penerapannya Islam juga memberikan
pencerahan berupa adanya aturan atau rambu-rambu yang harus dijalankan oleh
umat Islam. Aturan atau rambu-rambu tersebut dengan tujuan demi kelancaran
mekanisme pasar. Pasar sangat menentukan tingkat kemaslahatan suatu masyarakat
terutama dalam rangka memenuhi kegiatan ekonominya.

1. Mekanisme Pasar Dalam Sistem Ekonomi Konvensonal


Dalam ekonomi konvensional atau ekonomi kapitalimes dikenal tiga
sistem ekonomi yaitu ekonomi pasar bebas, ekonomi komunisme, dan Islam.

a. Sistem ekonomi pasar bebas


Permulaan abad ke-18, kebanyakan ahli ekonomi berkeyakinan,
bahwa sistem ekonomi dapat mewujudkan kegiatan ekonomi yang paling
efisien demi mewujudkan kemakmuran masyarakat yang paling optimum
adalah sistem pasar bebas. Keyakinan ini dipelopori oleh Adam Smith
yang dikemukakan dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Cause
of the Wealth of Nations yang diluncurkan tahun 1776. Dalam buku ini
Adam Smith banyak mengemukakan beberapa pendapatnya.
Adam Smith mengemukakan, suatu perekonomian tidak perlu
adanya ikut campur dari pemerintah. Dengan adanya ikut campur dari
pemerintah maka suatu perekonomian menjadi tidak efisien. Namun
menurut Adam Smith pemerintah juga mempunyai peranan yang penting

172
dalam kegiatan perekonomian. Akan tetapi peran pemerintah yaitu sebatas
sebagai penyedia dan pengembangan infrastruktur dalam menjalankan
administrasi pemerintahan.
Menurut Adam Smith, perekonomian dengan sendirinya mengatur
dan membuat penyesuaian dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi.
Pengaturan yang bebas dari campur tangan pemerintah akan mewujudkan
kegiatan ekonomi yang efisien.161 Kelebihan sistem pasar ini adalah
penggunaan faktor-faktor produksi yang efisien. Dalam sistem ekonomi
ini, pasar sangat berperan penting dalam mengendalikan perekonomian,
termasuk jenis dan jumlah komoditi barang yang akan diproduksi.
b. Sistem perekonomian Komunis
Dalam sistem perekonomian perencanaan pusat, peran pemerintah
sangat dominan. Jenis dan jumlah komoditi barang ditentukan dan diatur
oleh pemerintah. Suatu sistem pengaturn kagiatan ekonomi dimn tanah,
unit produksi dan seluruh peralatan produksi dimiliki oleh pemerintah.
Oleh sebab itu, sebagian besar kegiatan ekonomi dikarenakan dan diatur
oleh pemerintah, dengan demikian pemerintah memegang peran penting
dalam menyelesaikan persoalan ekonomi yang pokok.
c. Sistem ekonomi Islam
Dalam pelaksanaannya, sebenarnya sistem ekonomi tidak ada yang
secara mutlak tidak ada campur tangan pemerintah. Dalam mekanisme
pasar bebas, peran pasar memang sangat dominan, tetapi secara langsung
maupun tidak langsung tentu saja ada campur tangan pemerintah.
Kebanyakan negara menggunakan sistem ekonomi campuran. Karena
sistem ekonomi campuran dirasa sesuai. Tujuan adanya campur tangan
pemerintah dalam sistem perekonomian adalah:
1.) Mengurangi akibat buruk yang ditimbulkan oleh meknisme pasar
bebas

2.) Menyediakan kebutuhan yang cukup untuk masyarakat sehingga


mudah untuk mendapatkannya

173
3.) Untuk mengawasi kegiatan-kegiatan perusahaan
4.) Menjamin adanya keadilan dalam masyarakat
5.) Untuk memastikan bahwa perumbuhan eonomi dapat dilakukan
dengan efisien.

2. Mekanisme Pasar Dalam Islam


Dalam sistem ekonomi Islam, pada dasarnya yang diutamakan adalah
kebebasan. Masyarakat diberikan kebebasan untuk melakukan transaksi
barang dan jasa. Akan tetapi, kebebasan yang ada dalam Ekonomi Islam
bukanlah kebebasan mutlak seperti yang ada dalam ekonomi kapitalis.
Dalam Ekonomi Islam kebebasan itu juga dibatasi oleh aturan-aturan, aturan-
aturan tersebut diantaranya adalah tidak merugikan pihak lain dalam
bertransaksi, dan mengutamakan kemaslahatan bersama dalam kegiatan
ekonomi.
Mekanisme pasar dalam Islam sudah menjadi perhatian para ulama
klasik. Al-Ghazali menjelaskan proses evolusi pasar. Secara alami, manusia
selalu membutuhkan orang lain. Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia
juga memerlukan tempat penyimpanan dan pendistribusian semua kebutuhan
mereka, kemudian dari sinilah terbentuk pasar.Menurut Abu Yusuf, tidak ada
batasan tentang ketentuan mahal dan murahnya suatu harga pasar. Murah dan
mahalnya harga pasar merupakan ketentuan Allah.
Harga juga ditentukan oleh permintaan (supply) dan penawaran
(demand). Menurut Ibn Taimiyah, mekanisme pasar dalam Islam adalah
pasar bebas, harga ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan.
Kenaikan harga tidak selalu disebabkan oleh ketidakadilan dari para
pedagang, harga merupakan hasil interaksi antara permintaan dan penawaran
yang terbentuk karena faktor yang komplek. 162 Sistem ekonomi Islam
menganut prinsip pasar bebas dan pasar persaingan sempurna.
Dalam sistem ekonomi Islam, negara tidak ikut campur dalam kegiatan

174
ekonomi. Namun, negara berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap
mekanisme pasar, mencegah dan manindaklanjuti perilaku kecurangan, dan
spekulasi. Dalam sejarah ekonomi Islam ketika terjadi kenaikan harga barang
pada masa Rasulullah saw, para sahabat datang kepada beliau dan meminta
untuk menetapkan harga-harga pasar. Namun, beliau menolak dan menjawab
bahwa Allah adalah penetap harga dan pemberi rezeki.
Dengan mengacu pada kehidupan pasar pada masa Rasulullah saw.,
dan sikap yang diambil Rasulullah saw. dalam menghadapi kenaikan harga-
harga pasar merupakan bentuk dari mekanisme pasar Islami. Dan mekanisme
pasar Islami ini merupakan mekanisme pasar yang mengutamakan
kemaslahatan bersama dengan mengutamakan keadilan dan tidak merugikan
salah satu pihak. Selain itu mekanisme pasar Islami juga memiliki berbagai
ciri-ciri. Diantara ciri khas mekanisme pasar Islami adalah:
a. Kebebasan orang untuk keluar masuk pasar
b. Adanya informasi yang cukup tentang kekuatan- kekuatan pasar dan
barang dagangan.
c. Dilenyapkannya monopolistik dan dihapuskannya
kolusi diantara penjual dan pembeli.
d. Kenaikan dan penurunan harga disebabkan oleh permintaan dan
penawaran.
e. Adanya homogenitas dan standardisasi produk agar terhindar dari
pemalsuan dan penipuan produk.
f. Terhindar dari penyimpangan kebebasan ekonomi yang jujur seperti
sumpah palsu, kecurangan dalam takaran, timbangan maupun ukuran.

C. Harga Dan Pasar Persaingan Sempurna Dalam Pasar Islami


Salah satu faktor penunjang perekonomian negara adalah kesehatan pasar,
baik pasar barang dan jasa, pasar uang, maupun pasar tenaga kerja. Kesehatan
pasar tersebut sangat tergantung pada mekanisme pasar yang mampu menciptakan

175
keseimbangan harga. Harga yang seimbang adalah harga yang diciptakan oleh
permintaan dan penawaran yang sehat.Akan tetapi jika penawaran dan permintaan
yang dilakukan tidak sehat maka pada akhirnya akan mengganggu kesejahteraan
rakyat.
Dalam bahsa Arab, harga berasal dari kata tsaman atau si‟ru yakni nilai
sesuatu dan harga yang terjadi atas dasar suka sama suka ( an-taradin). Si‟ru
adalah harga yang ditetapkan untuk barang dagangan. Harga merupakan nilai yang
diberikan pada apa yang dipertukarkan. Harga bisa juga berarti kekuatan membeli
untuk mencapai kepuasan dan manfaat. Semakin tinggi manfaat yang dirasakan
seseorang dari barang atau jasa tertentu, semakin tinggi nilai tukar barang dari
barang atau jasa tersebut.
Dalam teori ekonomi Islam, harga ditentukan oleh keseimbangan
permintaan dan penawaran. Harga terjadi apabila ada kerelaan antara penjual dan
pembeli. Kerelaan tersebut ditentukan oleh penjual dan pembeli dalam
mempertahankan kepentingannya tas barang tersebut. jadi, harga ditentukan oleh
kemampuan penjual untuk menyediakan barang yang ditawarkan kepada pembeli
dan kemampuan pembeli untuk mendapatkan barang tersebut dari penjual.
Ibnu Taimiyyah menjelaskan tsaman mitsli merupakan harga yang
terbentuk dari kekuatan permintaan dan penawaran. Menurutnya, jika penduduk
menjual barangnya dengan harga yang normal (wajh al- maruf) tanpa ada cara-cara
yang tidak adil, harga bisa meningkat karena kekurangan pasokan komoditas dan
juga karena tingginya permintaan. Menurut Ibnu Timiyah, harga akan naik apabila
terjadi penurunan jumlah barang atau peningkatan jumlah konsumen.
Disaat penawaran menurun dan permintaan mengalami kenaikan maka
terjadi kenaikan harga. Menurut Ibnu Timiyah keadaan ini disebut dengan
makanisme pasar Islami.Dalam pasar persaingan sempurna, perusahaan tidak dapat
menentukan harga produknya. Yang menentukan harga semua produk adalah
pasar. Produsen hanya mengambil harga yag ditetapkan oleh pasar, dan masing-
masing produsen bertindak sebagai price taker. Maksudnya adalah bahwa
produsen tidak mempunyai kekuatan pasar.

176
D. Moral Sebagai Faktor Endogen Dalam Persaingan Di Pasar
Moral merupakan faktor penting yang dapat memengaruhi sikap dalam
persaingan di pasar. Keberlangsungan kegiatan perdagangan di pasar ditentukan
oleh hal ini. Dalam kegiatan perdagangan khususnya di pasar, demi terjaminnya
keberlangsungan kegiatan perdagangan yang terhindar dari hal-hal negatif dan
untuk kepentingan kemaslahatan bersama maka Islam juga mengatur setiap
tindakan khususnya dalam hal perdagangan dan persaingan di pasar. Berikut
aturan-aturannya adalah:
1. Spiritualisme transaksi perdagangan
Dalam Islam, selalu diperhatikan pentingnya spiritualisme yang
harus dimiliki oleh setiap individu. Dalam melakukan transaksi
perdagangan, masyarakat tidak bisa sepenuhnya memiliki kebebasan tanpa
aturan. Dalam ekonomi Islam, pada prinsipnya semua barang adalah milik
Allah, dan semua yang kita miliki adalah titipan Allah. selain itu dalam
Islam juga dilarang memperoleh harta dan memakan harta orang lain secara
bathil.
Ajaran Islam melarang aktivitas pasar pada saat shalat Jumat. Hal
ini seperti yang telah ditegaskan dalam surat Al-Jumuah ayat 9-10 yang
menjelaskan tentang kewajiban bekerja namun juga harus mementingkan
ibadah kepada Allah swt. Seharusnya kegiatan perdagangan atau transaksi
yang dilakukan itu bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah atau
dengan tujuan ibadah, bukan malah menjauhkan diri kita dengan Allah swt.
2. Aspek hukum dalam mekanisme transaksi perdagangan
Dalam prinsip ekonomi Islam, sebuah transaksi dilakukan atas dasar
suka sama suka atau saling rela. Oleh karena itu setiap transaksi yang
dilakukan harus bebas dari unsur pemaksaan dan tidak boleh memaksakan
hak orang lain dalam bertransaksi. Dalam perdagangan pun juga harus
memperhatikan barang yang diperdagangkan. Dalam ekonomi Islam
tentunya barang yang diperjualbelikan adalah barang yang halal dan sesuai

177
dengan syariat Islam.
Kewajiban atas penggunaan barang-barang yang halal dan
pelarangan penggunaan barang haram ini dilakukan agar dapat mencapai
keridhaan di sisi Allah sehingga perdagangan pun mendapatkan barokah
dari Allah swt. Dengan begitu maka kemaslahatan umat juga dapat tercapai.
Dalam Islam selalu diutamakan adanya keadilan, dan segala bentuk
ketidakadilan dilarang. Larangan-larangan dalam transaksi Islami
diantaranya adalah:
a. Pelarangan riba, gharar, dan maysir dan membolehkan adanya sistem
bagi hasil.
b. Talaqqi rukban dilarang karena pedagang yang menyongsong di pinggir
kota mendapat keuntungan dari ketidaktahuan penjual dari kampung
akan harga yang berlaku di kota. mencegah masuknya pedagang desa ke
kota ini (entry barrier) akan menimbulkan pasar yang tidak kompetitif.
164
c. Adanya pengurangan timbangan.
d. Penukaran kurma kering dengan kurma basah
e. Penukaran satu takar kurma basah dengan dua takar kurma kering.
f. Ikhtikar, yaitu mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan
menjual lebih sedikit barang dengan harga yang tinggi.
g. Adanya transaksi An-Najasy yakni adanya kesepakatan dengan pihak
ketiga untuk melakukan penawaran palsu sehingga dapat memengaruhi
pembeli.
h. Transaksi Al-Ghaban yaitu suatu transaksi jual beli yang dilakukan di
bawah atau di atas harga yang sebenarnya.
i. Transaksi Al-Ma‟dun yaitu jenis transaksi yang barangnya tidak dimiliki
langsung oleh penjual.

E. Pengawasan Pasar
Pengawasan pasar dilakukan dalam rangka untuk melancarkan mekanisme

178
pasar yang ada. Dengan adanya pengawasan maka kegiatan perdagangan itu tidak
dilakukan dengan kebebasan yang mutlak. Ajaran Islam tidak hanya memberikan
sejumlah perintah dan larangan, melainkan juga melakukan adanya pengawasan
demi terwujudnya keberlangsungan mekanisme pasar yang sesuai dengan
keinginan masyarakat. Pengawasan pasar ada dua, yaitu pengawasan internal dan
pengawasan eksternal.
1. Pengawasan internal
Pengawasan ini berlaku personal pada setiap diri pribadi muslim. Sistem
pengawasan ini akan bergantung sepenuhnya kepada adanya pendidikan Islami
dengan melandaskan nilai kepada rasa takut kepada Allah. untuk aktivitas
perdagangan di pasar, individulah yang penting dan bukan komuntas pasar
secara keseluruhan ataupun bangsa secara umum. 165 Jadi pengawasan
internal ini adalah pengawasan yang tergantung pada individu masing-masing.

2. Pengawasan eksternal
Pengawasan eksternal ini dilakukan oleh Hisbah, Menurut Rafiq Yunus
al-Mishri, hisbah adalah petugas yang bertugas mengawasi pasar serta tingkah
laku masyarakat. Dalam kamus al-Hadi ila lughah al-Arab, Hisbahadalah
tugas yang dilakukan oleh negara untuk memastikan bahwa rakyat melakukan
perintah dan menjauhi larangan syara berkaitan dengan takaran dan timbangan
yang benar dan mengawasi jalannya jual beli untuk menghilangkan tipuan dan
sejenisnya. 166

Tugas Al-hisbah ini ada dua macam yaitu:


a. Melakukan pengawasan yang umum yang berkaitan dengan
pelaksanaan dan kebijakan.
b. Khusus berkaitan dengan kagiatan pasar, lembaga pengawasan secara
umum.
Pengawasan ini dilakukan atas berbagai hal seperti perindustrian dan
perdagangan yang berkaitan dengan administrasi dan pemeliharaan kualitas dan

179
standar produk. Lembaga ini juga secara rutin melakukan pengecekan atas ukuran,
takaran , timbangan, kualitas barang, menjaga jual beli yang jujur dan menjaga
agar harga selalu stabil karena ini dapat menyelesaikan perselisihan diantara
manusia dan dapat menyejahterakan hidup mereka.
Dalam perjalanan sejarah, institusi hibah terus mengalami perubahan dan
modifikasi sesuai dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Tugas al-
Hisbah ini juga menyangkut masalah moral keagamaan masyarakat.. Melalui al-
hisbah, negara menggunakan lembaga ini untuk mengontrol kondisi sosial
ekonomi secara komprehensif atas kegiatan perdagangan dan praktik-praktik
ekonomi. Dan yang lebih penting adalah mengawasi industri, jasa
profesional, standardiasi produk, mengecek penimbunan barang dan
praktik riba. Institusi al –hisbah memiliki beberapa fungsi
yaitu:
a.) Fungsi Ekonomi
Dalam ekonomi ini al hisbah berfungsi melakukan pengawasan
terhadap kegiatan ekonomi di pasar, seperti mengawasi harga, takaran dan
timbangan, praktik jual beli terlarang. Juga berfungsi meningkatkan
produktivitas dan pendapatan. Secara kkhusus Ibn Thaimiyah menjelaskan
fungsi ekonomi mustahib sebagai berikut:
 Memastikan tercukupinya kebutuhan bahan pokok
 Pengawasan terhadap industri.
 Pengawasan terhadap jasa.
 Pengawasan atas perdagangan.

Tugas Muhtasib dalam mengawasi aktivitas pasar:


 Pengawasan harga, ukuran, takaran, dan timbangan.
 Mengawasi jual beli terlarang.
 Pengawasan Praktik riba, maysir, dan gharar.
 Mengawasi standar kehalalan, kesehatan, dan kebersihan suatu
komoditas.

180
 Pengaturan pasar.

 Mengatasi persengketaan atara sesama pedagang dan antara


pedagang dan pembeli.
 Melakukan intervensi pasar
 Melakukan intervensi pasar dan harga. b.) Fungsi Sosial
Al-hisbah berfungsi untuk mewujudkan keadilan sosial dan keadilan
distributif dalam masyarakat. Dan lewat tugasnya memberikan informasi
kepada para pedagang dan konsumen, memberikan kesempatan yang sama
kepada setiap orang yang menghilangkan penguasaan sepihak terhadap jalur
produksi dan jalur distribusi di pasar. Kemudian menghilangkan distorsi
pasar dan melakukan intervensi pasar dan melakukan intervensi pasar dalam
keadaan-keadaan tertentu, sehingga dapat memperkecil ketimpangan
distribusi di pasar dengan menciptakan harga yang adil.
c.) Fungsi Moral
Al-hisbah yaitu mewujudkan perekonmian yang bermoral dan
berlandaskan pada Al-Qur‟an dan Sunnah. Tugas dari al-hisbah adalah amar
ma‟ruf nahy munkar. Dan di sini muhtasib boleh menjatuhkan terhadap
berbagai pelanggaran kejahatan yang terjadi di pasar. Hukuman yang
dijatuhkan yaitu hukuman Ta‟zir. Dan disini muhtasib bebas memilih
hukuman yang akan dijatuhkan kepada pelaku pelanggaran tetapi mustahib
juga melihat berapa besar pelanggaran yang dilakukan.

F. Mekanisme Pasar Dalam Perspektif Sejarah Islam


1. Masa Rasulullah SAW
Rasulullah SAW tidak memperkenankan Negara atau individual
ikut campur dalam proses penentuan harga. Penentuan harga ditentukan
melalui mekanisme pasar. Selain itu, terdapat larangan yang diberlakukan
Rasulullah dengan tujuan tidak ada seorang pun yang bisa melambungkan
harga seenaknya. Beberapa larangannya adalah:

181
a. Larangan Najasy
Najasy adalah kegiatan dagang dimana seorang penjual menyuruh
orang lain untuk memuji barang dagangannya dan menawar dengan
harga yang tinggi agar calon pembeli tertarik untuk membeli barang
dagangannya.
b. Larangan Bay‟ Ba‟dh „Ala Ba‟dh
Kegiatan bisnis ini adalah melakukan lompatan harga atau penurunan
harga dimana pelaku transaksi masih dalam tahap negoisasi.
c. Larangan Tallaqi Ar-Rukban
Membeli barang seseorang dari desa yang belum tiba di pasar dengan
cara mencegat.
d. Larangan Ihtinaz dan ihtikar
Ihtinaz adalah praktek penimbunan harta. Sedangkan ihtikar adalah
praktek penimbunan barang-barang kebutuhan dasar, seperti
makanan.167
2. Masa Khulafa‟urrasyidin
Khalifah pertama pengganti Rasulullah adalah Abu Bakar As-Siddiq. Tidak
banyak diketahui kebijakan-kebijakan Abu Bakar tentang harga. Akan tetapi,
khalifah yang berprofesi sebagai pedagang ini selalu menjalankan praktek
perdagangan secara syari‟ah.

Setelah Abu Bakar wafat, pemerintahan dipegang oleh Umar bin


Khattab. Dalam kegiatan ekonomi khalifah Umar benar-benar menerapkan
nilai-nilai syari‟ah yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadits. Beliau tidak
memperbolehkan kaum muslimin membeli barang sebanyak-banyaknya
untuk ditimbun. Selain itu, khalifah Umar menjalankan hisbah yang telah
ada sejak zaman Rasulullah. Beliau juga melakukan operasi pasar saat
terjadi kelaparan dahsyat di Madinah.
Khalifah ketiga adalah Utsman bin Affan. Dalam hal penentuan
harga, beliau tidak menyerahkan kewenangan ke tangan pengusaha. Akan

182
tetapi, beliau berusaha mendapatkan informasi tentang keadaan harga,
sekalipun harga barang yang sulit dijangkau. Selain itu, beliau melarang
praktek penimbunan dan permainan harga serta berusaha untuk
menghancurkannya. Semua hal tersebut dilakukan khalifah dengan tujuan
mengontrol harga agar tidak membebani masyarakat dan menghindari
terjadinya distorsi harga.
Khalifah keempat adalah Ali bin Abi Thalib. Pada masa ini secara
resmi kaum muslimin mencetak uang sendiri dengan nama pemerintahan
Islam. Kaum muslimin hanya mengontrol kualitas uang impor, ketika mata
uang masih diimpor. Akan tetapi, setelah mencetak uang sendiri, kaum
muslimin secara langsung mengawasi penawaran yang ada.
3. Masa Umayyah
Salah satu fuqaha yang memberikan kontribusi bagi sistem ekonomi
Islam pada masa ini adalah Abu Yusuf (113-182H/ 731-798 M). Abu Yusuf
tercatat sebagai ulama terawal yang menyinggung mekanisme pasar.
Misalnya, beliau memerhatikan peningkatan dan penurunan produksi dalam
kaitannya dengan perubahan harga. Pada masa Abu Yusuf pemahaman
masyarakat tentang hubungan antara harga dan kuantitas hanya
memperhatikan kurva permintaan saja. Dimana pada saat barang yang
tersedia sedikit maka harga cenderung tinggi, sedangkan saat barang yang
tersedia banyak maka harga akan cenderung lebih turun.
Pemahaman masyarakat tersebut kemudian dibantah oleh Abu
Yusuf, Beliau menyatakan:
“ tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat
dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa
diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga
mahal tidak disebabkan oleh kelangkaan makanan. Murah dan mahal
merupakan ketentuan Allah.”169
Pemikiran eonomi Abu Yusuf yang lain adalah masalah
pengendalian harga (tas‟ir). Beliau menentang bila pengusaha yang

183
menetapkan harga. Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah SAW.,
“Pada masa Rasulullah SAW., harga-harga melambung tinggi. Para
sahabat mengadu kepada Rasulullah dan memintanya agar melakukan
penetapan harga. Rasulullah SAW. bersabda,
„Tinggi rendahnya harga barang merupakan bagian dari ketentuan Allah,
kita tidak bisa mencampuri urusan dan ketetapan-Nya‟.”170
4. Dinasti Abbasiyah I
a. Ahmad bin Hambal
Ahmad bin Hambal melarang pembelian dari seseorang penjual
yang menurunkan harga barang untuk mencegah orang membeli barang
yang sama dari saingannya. Jika penurunan harga tersebut dibiarkan,
maka penjual tersebut berada pada posisi monopoli yang bisa
menentukan harga semaunya. Beliau menghendaki adanya campur
tangan dalam hal ini untuk mencegah adanya monopoli.171
b. Imam Al-Ghazali (450-505 H/ 1058-1111 M)
Al-Ghazali hidup pada masa khalifah Qa‟im(422 H/ 1031 M) sampai
khalifah Al- Mustazhhir (487 H/ 1094 M). Al-Ghazali melarang
penimbunan barang dengan alasan penimbunan barang merupakan
kezaliman yang besar, dan para pelakunya harus di kutuk.
Sumbangan Al-Ghazali terhadap ilmu ekonomi adalah beliau telah
berhasil menyajikan penjabaran yang rinci tentang peranan aktivitas
perdagangan dan timbulnya pasar yang harganya bergerak sesuai
dengan kekuatan permintaan dan penawaran. Bagi Al- Ghazali, pasar
merupakan “hukum alam”. Secara rinci ia juga menerangkan
bagaimana evolusi terciptanya pasar, yaitu:
Petani bisa saja hidup di tempat yang tidak tersedia alat-alat
pertanian. Sebaliknya, pandai besi dan tukang kayu hidup di tempat
yang tidak memiliki lahan pertanian. Namun, secara alamiah mereka
akan saling memenuhi kebutuhan masing-masing, dapat pula terjadi
tukang kayu membutuhkan makanan, tetapi petani tidak membutuhkan

184
alat-alat tersebut atau sebaliknya. Keadaan ini menimbulkan masalah.
Oleh karena itu, secara alami pula orang akan terdorong untuk
menyediakan tempat penyimpanan alat-alat disatu pihak dan tempat
penyimpanan hasil pertanian dipihak lain. Tempat inilah kemudian
didatangi oleh pembeli sesuai kebutuhannya

masing-masing sehingga terbentuklah pasar. Petani, tukang kayu, dan


pandai besi yang tidak dapat langsung melakukan barter, juga terdorong
untuk pergi ke pasar ini. Jika di pasar juga tidak ditemukan orang yang
mau melakukan barter, ia akan menjual pada pedagang dengan harga
yang relative murah untuk kemudian disimpan sebagai persediaan
perdagangan. Pedagang kemudian menjualnya dengan suatu tingkat
keuntungan. Hal ini berlaku untuk setiap jenis barang.172
Al-Ghazali tidak menyangkat bahwa labalah yang menjadi motif
perdagangan. Akan tetapi laba umumnya harus dicari dari barang-
barang yang bukan merupakan kebutuhan dasar, karena laba merupakan
„kelebihan‟. Selain itu, beliau menyatakan bahwa pasar harus
beroperasi dengan bebas dan bersih dari segala bentuk penipuan.
Walaupun Al-Ghazali tidak menjelaskan permintaan dan penawaran
dalam terminologi modern, namun dalam beberapa paragraf tulisannya
menunjukkan bentuk kurva penawaran dan permintaan. Kurva
penawaran yang berslope positif menyatakan bahwa jika petani tidak
mendapatkan pembeli bagi produk-produknya, maka ia akan
menjualnya pada harga yang sangat rendah. 173
5. Dinasti Abbasiyah II

a. Ibnu Taimiyah (661-728 H/ 1263-1328 M)


Ibnu Taimiyah hidup semasa Daulah Abbasiyah II yang
berkedudukan di Kairo mulai dari khalifah Al-Hakim I (660 H/ 1262
M) sampai khalifah Al-Mustakfi (701 H/ 1302 M). Ibnu Taimiyah lebih
banyak memberi perhatian kepada masalah-masalah

185
kemasyarakatan seperti perjanjian dan upaya mentaatinya, harga-harga,
pengawasan pasar dan lain sebagainya.
Pada masa Ibnu Taimiyah masyarakat beranggapan bahwa
peningkatan harga merupakan merupakan ketidakadilan dan tindakan
melanggar hukum dari pihak penjual atau akibat manipulasi harga.
Pendapat ini di bantah oleh Ibnu Taimiyah, beliau cenderung
mendukung ilmu ekonomi positif, dimana harga ditentukan berdasarkan
permintaan dan penawaran. 174 Kemungkinan penyebab naik turunnya
harga adalah penawaran yang menurun, penurunan jumlah permintaan
impor barang-barang, dan tekanan pasar. Jadi, jika permintaan
meningkat, sedangkan penawaran menurun maka harga akan naik.
Penawaran bisa datang dari produksi domestik dan impor.
Sedangkan permintaan ditentukan oleh selera dan pendapatan.
Kenaikan harga tergantung besarnya perubahan penawaran atau
permintaan. Bila seluruh transaksi telah sesuai aturan, maka kenaikan
harga merupakan kehendak Allah.
b. Ibnu Khaldun (732-808 H/ 1332-1404 M)
Ibnu Khaldun hidup pada masa khalifah Al-Mustakfi sampai
khalifah Al- Musta‟in. dalam kitabnya Ibnu Khaldun menjelaskan
mekanisme permintaan dan penawaran dalam menentukan harga
keseimbangan. Beliau menjabarkan pengaruh persaingan antar
konsumen untuk mendapatkan barang pada sisi permintaan. Selanjutnya
beliau menjelaskan pengaruh meningkatnya biaya produksi karena
pajak dan pungutan-pungutan lain pada sisi penawaran tersebut.
Pada bagian lain dari bukunya, Ibnu Khaldun menjelaskan
pengaruh naik dan turunnya penawarn terhadap harga. Ketika barang-
barang yang tersedia sedikit, maka harga-harga dari barang tersebut
akan naik. Akan tetapi, bila jarak antar kota dekat, maka akan banyak
barang yang diimpor membuat ketersediaan barang melimpah sehingga
harga-harga pun akan turun.

186
Dalam masalah laba, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa
keuntungan yang wajar akan mendorong perdagangan. Sebaliknya,
dengan keuntungan yang rendah akan membuat pedagang kehilangan
motivasi. Begitu pula dengan keuntungan yang tinggi akan
melemahkan perdagangan karena sedikitnya permintaan
konsumen.

187
188

Anda mungkin juga menyukai