Disusun oleh :
Sebuah kebutuhan lahir untuk membuat alternati metode yang mana disamping
karakteristik yang sederhana dan rasional juga menyertakan nilai waktu terhadap uang.
Metode yang diperkenalkan dinamakan “Investible Surplus”. Sebagai contoh sebuah
proyek dengan umur 5 tahun berbiaya 12.000 akan balik modal dalam 2 tahun dan
akan mendatangkan sekitar 2.000 untuk tiap tahun di tiga tahun kemudian.
𝑛 (𝐵𝑡 − 𝐶𝑡)(𝑁 − 𝑡)
𝐼𝑆𝑛 = ∑
𝑇=1 (𝐵𝑡 − 𝐶𝑡) > 0
Sama dengan itu, biaya dari proyek itu dapat kita bandingkan dengan Investible surplus untuk
menghitung Rate dari Investible surplus adalah sebagai berikut:
𝐼𝑆𝑛
𝐼𝑆𝑅 = ∑𝑛 =0(𝐶𝑡)(𝑏−𝑡1)×100 ……………………(2)
𝑡1
Formula 1 dan 2 diatas dapat digunakan hanya jika kebijakan cashflow dilakukan pada awal
periode.
ARTIKEL :
Sebagai salah satu lembaga keuangan syariah, bank syariah perlu menjaga kinerjanya
agar dapat beroperasi secara optimal. Terlebih peran pemilik bank juga menjadi sangat
penting dalam konstribusi penentuan manajemen yang baik serta diharapkan dapat berdampak
positif terhadap kinerja bank. Penelitian ini bertujuan untuk melihat trend kinerja keuangan
antara bank syariah pemerintah dan swasta selama lima tahun terakhir kemudian mengukur
dan membandingkan kinerja keduanya. Jenis penelitian komparatif dengan pendekatan
kualitatif.
Data yang digunakan berupa data bank yang mempublikasikan laporan keuangan
tahunan yaitu bank syariah pemerintah (BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah,
BJB Syariah) dan bank syariah swasta (Bank Muamalat Indonesia, Bank Mega Syariah, BCA
Syariah, Bank Syariah Bukopin, Bank Panin Syariah, Bank Victoria Syariah dan Maybank
Syariah) dari tahun 2012 s.d 2016. Teknik analisis yang digunakan dengan mengacu pada
metode Grounded Theory. Hasil penelitian ini menemukan bahwa tidak ada perbedaan kinerja
pada rasio CAR, FDR, ROA, ZPR, dan Islamic Income vs Non-Islamic Income.
Bank Syariah Pemerintah memiliki kinerja yang lebih baik pada rasio NPF dan Bank
Syariah Swasta memiliki kinerja lebih baik pada rasio PSR. Dapat disimpulkan bahwa kinerja
Bank Umum Syariah antara pemerintah dan swasta memiliki kinerja yang sama baik dari segi
keuangan dan penerapan prinsip syariah tetapi hanya pada beberapa aspek penilaian terdapat
perbedaan kinerja.
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari artikel ini adalah:
1. Trend kinerja keuangan pada kedua bank syariah cenderung fluktuatif yang mana rasio
keuangan menunjukkan angka tidak stabil, tidak selalu mengalami kenaikan atau penurunan
kinerja.
2. Kinerja Bank Umum Syariah antara pemerintah dan swasta memiliki kinerja yang sama
baik dari segi keuangan dan penerapan prinsip syariah tetapi hanya pada beberapa aspek
penilaian terdapat perbedaan kinerja. Perbandingan kinerja keduanya ialah sebagai berikut:
a. Pada aspek permodalan dengan rasio CAR, tidak ada perbedaan kinerja Bank Syariah
Pemerintah dan Swasta dalam memenuhi kecukupan modal dengan rasio CAR Bank
Syariah Swasta lebih baik dibandingkan Bank Syariah Pemerintah tetapi tingkat modal
keduanya secara signifikan berada lebih tinggi dari ketentuan yang berlaku. Hal itu
disebabkan keduanya memiliki struktur pemegang saham yang sangat kuat yaitu Bank
Syariah Pemerintah merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Bank Syariah
Swasta dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar. Dalam segi rasio, CAR Bank Syariah
Swasta lebih tinggi dibandingkan Bank Syariah Pemerintah karena pada umunya sebagian
besar nasabah Bank Syariah Swasta merupakan kalangan perusahaan, pengusaha, dan
masyarakat menengah ke atas sedangkan nasabah Bank Syariah Pemerintah rata-rata di
kalangan pegawai dan masyarakat menengah ke bawah.
b. Pada aspek kualitas aset dengan rasio NPF, kinerja Bank Syariah Pemerintah lebih baik
dibandingkan Bank Syariah Swasta dalam menjaga kualitas asset terhadap risiko
pembiayaan bermasalah. Hal itu disebabkan pembiayaan bermasalah Bank Syariah Swasta
pada dua tahun terakhir dalam kondisi kurang baik sehingga hal tersebut terjadi dapat juga
disebabkan oleh manajemen risiko Bank Syariah Swasta yang kurang baik dalam
mengantisipasi pembiayaan bermasalah.
c. Pada aspek likuiditas dengan rasio FDR, tidak ada perbedaan kinerja dalam memelihara
likuiditas dalam menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat antara Bank Syariah
Pemerintah dan Bank Syariah Swasta dengan rasio FDR Bank Syariah Pemerintah lebih
baik dibandingkan Bank Syariah Swasta. Hal itu disebabkan strategi keduanya dalam
mencapai rencana penghimpunan dan penyaluran selalu dilakukan dengan baik.
d. Pada aspek rentabilitas dengan rasio ROA, tidak ada perbedaan kinerja dalam aspek
rentabilitas antara Bank Syariah Pemerintah dan Bank Syariah Swasta dengan rasio ROA
Bank Syariah Pemerintah sedikit lebih unggul dapat dilihat bahwa rasio ROA Bank Syariah
Pemerintah sedikit lebih banyak menghasilkan keuntungan dibandingkan Bank Syariah
Swasta tetapi kondisi kinerja keduanya di bawah kondisi baik untuk mendukung kegiatan
operasional dan permodalan. Hal ini disebabkan pada jangka dua tahun terakhir keduanya
mengalami kerugian. Pada jangka waktu tersebut NPF keduanya juga dalam kondisi kurang
baik dan mengakibatkan pembengkakan biaya atas risiko pembiayaan bermasalah sehingga
keuntungan yang dihasilkan untuk menutupi biaya tersebut.
e. Pada aspek penerapan prinsip bagi hasil dengan rasio PSR, kinerja Bank Syariah Swasta
dalam menyalurkan pembiayaan dengan akad bagi hasil lebih baik dibandingkan Bank
Syariah Pemerintah. Hal itu disebabkan perbedaan rasio CAR Bank Syariah Swasta yang
lebih tinggi dibandingkan Bank Syariah Pemerintah. Kinerja dalam aspek permodalan
keduanya yang mana memiliki kategori penilaian yang sama namun dalam ukuran rasio
Bank Syariah Swasta lebih tinggi 8,09%. Hal tersebut berarti semakin tinggi modal atau
dana yang dihimpun oleh bank maka semakin banyak juga dana yang akan disalurkan
kepada masyarakat.
f. Pada aspek pembayaran zakat dengan rasio rasio ZPR, tidak ada perbedaan kinerja dalam
melaksanakan pembayaran zakat hanya saja dalam ukuran rasio Bank Syariah Pemerintah
tergolong lebih baik karena jumlah zakat yang dibayarkan lebih banyak dibandingkan Bank
Syariah Swasta tetapi kinerja Bank Syariah Pemerintah dan swasta dalam menyalurkan
zakat belum memuaskan. Hal itu disebabkan tidak ada peraturan bagi Bank Umum Syariah
yang diwajibkan untuk mengeluarkan zakat sehingga keduanya tidak terlalu
memperhatikan baik dari pengukuran maupun pengoptimalan pembayaran zakat sesuai
dengan ketentuan syariah.
g. Pada aspek penerimaan pendapatan dari sumber yang halal dengan rasio Islamic Income vs
Non-Islamic Income, tidak ada perbedaan kinerja Bank Syariah Pemerintah dan Swasta
dalam menghasilkan pendapatan dari sumber yang halal namun dalam ukuran rasio porsi
pendapatan halal Bank Syariah Pemerintah sedikit lebih banyak yaitu sebesar 0,01%
dibandingkan Bank Syariah Swasta. Namun kinerja dalam menghasilkan pendapatan dari
transaksi halal kedua bank telah dilakukan dengan optimal. Kedua bank syariah berusaha
memberikan kepercayaan kepada nasabah dalam mengelola dana sehingga kedua bank
meminimalkan pendapatan dari transaksi non halal dan mengoptimalkan pengeluaran
pendapatan non halal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr Veithzal Rivai, SE, MM, MBA, Islamic Financial Management, Ghalia Indonesia
Hasan, I. Q., Fahmi, M. Y., & Anjaswari, G. (2017). Studi Atas Kinerja Keuangan pada Bank
Syariah Pemerintah dan Bank Syariah Swasta.