Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TEORI PORTOFOLIO & ANALISIS INVESTASI

“PENENTUAN HARGA OBLIGASI DAN TEORI TINGKAT BUNGA”

Disusun oleh:
Adistya Aulia Utami 16.0102.0074
Cindi Afita 16.0102.0088
Evi Yulia Annisa 16.0102.0101
Kurnia Rosi Putri 16.0102.0104
Rexi Satriani 16.0102.0117

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
TAHUN 2018/2019
PENENTUAN HARGA OBLIGASI DAN TEORI TINGKAT BUNGA

Sekuritas yang diperdagangkan di bursa efek pada dasarnya bisa dibagi


menjadi dua, yaitu sekuritas yang menunjukkan bukti kepemilikan atas suatu
perusahaan (yaitu dalam bentuk saham), dan yang menunjukkan surat tanda htang
dari emiten yang menerbitkan sekuritas tersebut. Bentuk yang kedua ini disebut
sebagai oblogasi. Jadi, apabila emites tersebut menerbitkan obligasi, maka ini berarti
bahwa emiten tersebut mengakui berhutang kepada pembeli atau pemiliki obligasi
tersebut.

Di Indonesia, obligasi-obligasi ini diterbitkan oleh berbagai perusahaan, baik


yang sahamnya dimiliki oleh swasta seluruhnya, ataupun oleh perusahaan yang
dimiliki oleh negara (PT. persero). Jangka waktu yang ditawarkan oleh perusahaan
yang menerbitkan obligasi bervariasi, tetapi umumnya berjangka waktu 5 tahun.
Pemerintah (baik pusat ataupun daerah) belum menerbitkan oblogasi yang bisa
diperjual belikan di bursa-bursa efek yang ada di Indonesia. Salah satu yang menjadi
pertimbangan adalah kekhawatiran terjadinya persaingan antara sektor pemerintah
dan swasta dalam memperebutkan dana masyarakat. Selain itu, dikhawatirkan juga
akan terjadi pendesakan oleh pemerintah (crowding out) dalam erebutna dana
sehingga memaksa pihak swasta menawarkan harga (yaitu tingkat bunga) yang lebih
tinggi agar bisa memperoleh dana.

Bagi perusahaan, penerbitan obligasi merupakan suatu cara untuk memotong


biaya intermediasi keuangan. Apabila perusahaan meminjam dari bank, perusahaan
mungkin harus membayar bunga 18% per tahun. Apabil perusahaan dapat
menerbitkan obligasi dengan coupon rate hanya sebesar 15% per tahun, dan terjual
dengan harga sama dengan nilai nominal, maka perusahaan dapat menghemat biaya
dana (cost of debt) sebesar 13%. Kalaupun dalam emisi tersebut perusahaan
menanggun biaya emisi sekitar 5%, maka biaya tersebut dapat diamortisasi selama
lima tahun (sesuai usia obligasi), sehingga biaya emisi per tahun hanya sebesar 1%.
Dengan demikian masih dapat dihemat niaya dan (cost of debt) sebesar 2%.

Dalam prakteknya terdapat berbagai jenis obligasi. Jenis obligasi yang


sederhana adalah obligasi yang menawarkan bunga (disebut sebagai coupon) tetap
selama jangka waktu obligasi tersebut (di Indonesia biasanya berjangka waktu lima
tahun). Bunga waktu obligasi yang yang dibayarkan mungkin dilakukan setahun
sekali, tetapi mungkin juga dilakukan setiap semester (dengan demikian pemegang
obligasi akan menerima bunga dua kali dalam satu tahun), atau setiap triwulan
(dengan demikian pemegang obligasi akan menerima bunga empat kali dalam satu
tahun).

Jenis yang kedua adalah obligasi yang menawarkan suku Bungan


mengambang (flating rate). Biasanya ditawarkan sebesar persentase tertentu di atas
suku bunga deposito. Mungkin juga dilakuka kombinasi dengan suku tetap (fixed
rate). Suku bunga mengamban tersebut dikaitkan dengan suku bunga beberapa bank
ditambah dengan persentase tertentu.

Jenis ketiga adalah obligasi dengan tingkat bunga nol (Zero coupon bonds
atau pure discount bonds). Obligasi jenis ini dijual dengan diskon pada awal periode
dan kemudian dilunasi penuh sesuai dengan nilai nominal, pada akhir periode.

Jenis obligasi lainnya adalah obligasi yang bisa dirubah menjadi saham.
Obligasi ini disebut sebagai obligasi konversi (convertible bonds). Obligasi jenis ini
mungkin saja dikombinasikan dengan tipe zero coupon. Disamping itu ada juga
obligasi yang hanya membayarkan bunga kalua perusahaan yang menerbitkannya
memperoleh laba. Jenis obligasi ini disebut sebagai income bond.

16.1 Pengertian Tingkat Bunga Dalam Penilaian Obligasi


Ada tiga titik waktu dalam memahami perhitungan tingkat bunga obligasi
yaitu (1) kapan pemberi dana dan pihak yang memerlukan dana menentukan tingkat
bunga atas obligasi tersebut (tanggal komitmen), (2) kapan dana akan diserahkan, dan
(3) kapan hutang akan dilunasi.
Spot interest rates merupakan tingkat bunga dari obligasi yang hanya
mempunyai satu arus kas bagi pembeli obligasi tersebut. Obligasi yang hanya
mempunyai satu arus kas bagi pemodal disebut sebagai pure discount bond atau zero
coupon bond. Misalnya pemodal membayar suatu obligasi dengan harga Rp 743.000
saat ini akan menerima pelunasan nilai nominal obligasi tersebut sebesar Rp
1.000.000 dua tahun yang akan datang. Tingkat keuntungan yang diperoleh oleh
pembeli obligasi tersebut adalah spot rate dua tahun. Apabila i02 adalah I spot rate
dua tahun yang dinyatakan dalam bentuk tahunan maka,
Rp 743.000 = [Rp 1.000.000/(1 + i02)2]
Untuk i02 = 16%
Karena tingkat bunga biasa dinyatakan dalam dasar tahunan, maka i 02 merupakan
tingkat bunga tahunan yang diperoleh oleh pemilik obligasi tersebur. Dengan kata
lain
Rp743.000 (1 + 0,16)2 = Rp 1.000.000
Future rates merupakan tingkat bunga atas obligasi dimana terjadinya
komitmen dan kapan uang akan diserahkan ke pihak emiten berbeda. Sebagai missal,
Rp 743.000 akan diserahkan ke penerbit obligasi pada tahun 1 (komitmen tersebut
terjadi pada tahun ke 0) dan
Rp 1.000.000 akan dilunasi pada tahun ke 3. Contoh ini merupakan contoh dari
forward rate dua tahun yang akan dimulai pada tahun 1, perhitungannya adalah
(1 + i1.3) = [ 1.000.000/743.000)
Dengan demikian maka i1.3 = 16%
Contoh perhitungan forward rates untuk berbagai pola arus kas.
Forward rates sering ditaksir atas dasar spot rates. Apabila 15% adalah spot rate dua
tahun dan 14% adalah spor rate satu tahun, maka forward rate satu tahun pada tahun
ke dua adalah
i23 = [(1,15)2/1,14]- 1
= 0,16
Jadi forward rate satu periode untuk suatu obligasi yang dimulai pada tahun pertama
adalah 16%.
Current yield merupakan pembayaran bunga dibagi dengan harga obligasi.
Apabila suatu obligasi membaya bunga per tahun sebesar Rp 150.000 dan harganya
Rp 900.000 maka current yieldnya adalah 16,67%. Current yield merupakan tingkat
bunga yang sering dicantumkan pada surat kabar keuangan, meskipun manfaatnya
tidak terlalu banyak. Karena current yield tidak menunjukan tingkat keuntungan yang
diharapkan selama satu tahun dan juga bukan tingkat keuntungan yang diperoleh
seandainya pemilik obligasi akan menahan obligasi tersebut sampai jatuh tempo
(yield to maturity). Kalau pemodal memilih obligasi berdasarkan atas current yield
mereka akan selalu menolak membeli zero coupon bond.
Misalkan,
suatu obligasi membayarkan bunga sebesar Rp 160.000 per tahun dengan
jangka waktu selama 5 tahun. Apabila obligasi tersebut mempunyai nilai nominal
(pelunasan) Rp 1.000.000 dan saat ini mempunyai harga pasar sebesar Rp 937.000
maka IRR nya bisa dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut
937 = [160/(1 + i)] + [160/(1 + i)2] + … + [(160+ 1.000)/(1 + i)5]
IRR tidak lain merupakan tingkat bunga yang menyamakan sisi kiri
persamaan (yaitu present value kas keluar) dengan sisi kanan persamaan (yaitu
present value kas masuk).
16.2 Harga Obligasi Dan Tingkat Bunga
Apabila obligasi membayarkan bunga yang tetap besarnya setiap periode
(missal tahunan), maka satu-satunya factor yang mempengaruhi harga obligasi
tersebut adalah tingkat bunga yang dipandang relevan oleh para pemodal. Jika risiko
obligasi lebih rendah dari risiko saham maka mungkin tingkat keuntungan akan lebih
rendah dari tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham.
Apabila premi risiko kita pegang konstan, maka apabila risk free rate
meningkat tingkat bunga yang relevan juga akan meningkat. Karena itu dalam
penaksiran harga obligasi, tingkat bunga menjadi factor yang sangat penting untuk
diperhatikan.
Obligasi Harga Arus kas
1 2
A PA 16 116
B PB 18 18

Apabila risiko kedua obligasi tersebut dianggap sama, maka PB > PA, karena
pemilik obligasi B akan menerima kas masuk yang lebih besar dari pemilik obligasi
A.
Misalkan, i01 = i02 = 16% (ini berarti bahwa spot rate satu tahun sebesar 16%, dan
demikian juga spot rate dua tahun sama besarnya yaitu 16%). Maka,
PA = [16/(1 + 0,16)] + [116/(1 + 0,16)2]
= 100
Sedangkan untuk obligasi B
PB = [18/(1 + 0,16)] + [118/(1 + 0.16)2]
= 103,21
PV = 160/(1+0,18) + 1.160/ (1 + 0,18)2

= Rp. 969.000

Tetapi penjualan tidak terjadi pada saat penjualan obligasi masih akan jatuh
tempo 2 tahun lagi. Pada saat terjadi transaksi maka pembeli obligasi akan menerima
bunga selama 3 tahun lagi , karena itu perlu di tambahkan penerimaan bunga sebesar
Rp. 160.000 pada perhitungan PV di atas, menjadi Rp 969.000 + Rp 160.000 = Rp
1.129.000

Tetapi nilai ini harus dipresent valuekan pada saat terjadi pembelian. Ini berarti
bahwa :

PV = 1.129.000/ ( 1 + 0,18 )8/12


= Rp 1.011.000

Harga tersebut merupakan harga obligasi pada saat terjadi transaksi . ini
merupakan harga obligasi termasuk accrued interestnya. Accrud interestnya adalah
(4/12) x Rp 160.000 = Rp 53.000

16.3 Duration

Karena obligasi memberikan penghasilan yang tetap bagi pemiliknya, maka


perubahan harga obligasi tersebut akan lebih banyak dipengaruhi oleh perubahan
tingkat bunga . dengan kata lain pemegang obligasi di hadapkan pada risiko tingkat
bunga.

Kasus Zero-Coupon Bonds

Misalkan ada dua kasus obligasi Zero-Coupon yang satu berjangka satu tahun,
yang satunya lagi berjangka 5 tahun. Nilai pelunasan obligasi yang berjangka 1 tahun
adalah Rp. 1.100.000 sedangkan yang berjangka 5 tahun adalah Rp. 1.610.500.
Apabila harga satu tahun dipandang relevan adalah 10%, maka kedua obligasi
tersebut saat ini mempunyai harga yang sama yaitu Rp. 1.000.000.

Nilai obligasi Zero-Coupon jangka waktu satu tahun :

1.100.000/(1+0,10) = Rp 1.000.000

Nilai Obligasi Zero-Coupon jangkawaktu lima tahun

1.610.500/(1+0,10)5 = Rp 1.000.000

Kasus obligasi dengan jangka waktu sama dengan Coupen Rate berbeda

Misalkan dua obligasi mempunyai waktu yang sama, yaitu lima tahun, dan
nilai nominal yang sama pula, yaitu Rp. 1000.000. Obligasi yang satu menawarkan
coupon rate 10% dan satunya hanya 1%. Apabila tingkat bunga relevan adalah 10%
pertahun, maka harga obligasi tersebut adalah sebagai berikut:
Obligasi dengan coupen rate 10% ( dinyatakan dalam rupiah)

Po = 100/( 1+0,10) + 100/(1+0,10)2 +.....+ 1.100.000/(1+0,10)5 = Rp 1.000

Obligasi dengancoupen rate 1% ( dinyatakan dalam rupiah )

Po = 10/(1+0,10) + 10/ ( 1+0,10)2 + ....+ 1.010/(1+0,10)5 = - Rp. 658,8

Kalau kita perhatikan maka obligasi coupen rate sebenarnya merupakan


kombinasi dari obligasi Zero-Coupon. Sebagai misalnya, oligasi berjangka waktu 5
tahun, dengan coupen rate 10% , sebelumnya merupakan kombinasi dari lima
discount bonds, yaitu :

1. Satu discount bonds membayar Rp 100.000 pada akhir tahun ke 1


2. Satu discount bonds membayar Rp 100.000 pada akhir tahun ke 2
3. Satu discount bonds membayar Rp 100.000 pada akhir tahun ke 3
4. Satu discount bonds membayar Rp 100.000 pada akhir tahun ke 4
5. Satu discount bonds membayar Rp 100.000 pada akhir tahun ke 5

Demikian juga obligasi berjangka waktu lima tahun, dengan coupon rate 1%
merupakan kombinasi dari lima discount bonds. Karena volalitas harga discaount
bonds ditentukan oleh jangka waktunya, maka kita perlu menghitung rata-rata
maturity dari lima discaout bonds yang membentuk satu sitem obligasi coupon rate,
dan berjangka waktu lima tahun. Perhitungan ini akan mengarah ke konsep duration.

Untuk menghitung rat-rat matury tersebut, diperlukan tiga langkah. Misalkan


kita gunakan obligasi dengan coupon rate dan berjabgka waktu lima tahun. Untuk itu
perhitunganya adalah sebagi berikut;

1. Hitunglah present value masing-masing pembayaran. Untuk itu kita hitung,

Tahun Pembayaran Present value pembayaran dengan


tingkat bunga 10%
1 Rp. 100.000 Rp. 90.910
2 Rp. 100.000 Rp. 82.640
3 Rp. 100.000 Rp. 75.130
4 Rp. 100.000 Rp. 68.300
5 Rp. 1.100.000 Rp. 683.020
Rp. 1.000.000

2. Nyatakan Pv setiap pembayaran dalam nilai relatif. Total PV pembayaran


adalah Rp. 1.000.000. dengan demikian nilai relatif setiap pembayaran adalah
:

Tahun Pembayaran Presen value Nilai relatif


dengan tingkat
bunga 10%
1 Rp. 100.000 Rp. 90.910 90.910/1000.000 = 0,09091
2 Rp. 100.000 Rp. 82.640 = 0.08264
3 Rp. 100.000 Rp. 75.130 = 0,07513
4 Rp. 100.000 Rp. 68.300 = 0,06830
5 Rp. 1.100.000 Rp. 683.020 = 0,68320
Rp. 1.000.000 1,00

Nilai relatif terbesar dari pembayaran tersebut adalah terjadi untuk tahun ke
5 , karena pada tahun itulah dilakukan pelunasan pokok pinjaman.

3. Bobotlah maturity masing-masing pembayaran dengan nilai relatifnya. Hal i i


kita lakukan dengan cara sebagi berikut:
Rata-rata tertimbang :
Maturity = 1 tahun x 0,09091 + 2 tahun x 0,08264 + 3 tahun x 0,07513
+ 4 tahun x 0,06830 + 5 tahun x 0,68320 = 4,1699 tahun

Rata-rata tertimbang matirity ini disebut sebagai duration. Perhatikan bahwa


duration untuk obligasi berjangka waktu 5 tahun dengan coupon rate 1% adalah
4,8742. Semakin tinggi duration suatu obligasi, semakin besar kepekaanya terhadap
perubahan tingkat bunga.

Besar kecilnya duration tersebut menunjukan berapa besar nilai obligasi akan
turun ( naik ) apabila terjadi kenaikan ( penurunan) suku bunga dengan besaran
tertentu untuk mengetahui hubungan tersebut kita lakukan analisis sebagi berikut.

Kasus Single Payment Assets


Nilai aset dengan pembayaran tunggal adalah,

C
V 0=
(1+i)n

Dalam hal ini C adalah kas yang akan diterima pada tahun ke n, dan I adalah
tingkat bunga yang dipandang relevan.

Apabila persamaan diatas kita derivasikan terhadap i, maka akan diperoleh

dV 0 −nC
- . di
di (1+i ) n+1

Yang juga ditulis menjadi,

−nC
dV 0− .d1
( 1+i ) n+1

Kita bagi kedua sisi persamaan dengan V0 menjadi,

−dVo di
- −n
Vo (1+i)

Apabila kita melakukan derivasi, maka tanda d menunjukkan perubahan yang


sangat kecil. Untuk menyederhanakan, kita ganti d dengan Δ, mak persamaannya
akan berubah menjadi,

ΔVo Δi
= −n
Vo (1+i)

Dengan demikian maka apabila I=10% dan tingkat bunga naik 1 %, maka
untuk aset berjangka waktu 1 tahun akan mengalami penurunan sebesar,

ΔVo 0,01
- −1 = - 0,91%
Vo (1+0,1)

Kasus Multi Payment Assets

Niali aset dengan pembayaran banyak adalah,


n
C1 C2 Cn Ct
V 0=
(1+i)
+
(1+i)2
+………+
(1+i)n
- ∑ (1+i)t
t −1

Ganti dengan Δ, dan dalam tanda kurung besar dengan D, maka

ΔVo Δi
= −D
Vo (1+i )

Jadi kalau ada suatu aset (misalnya obligasi) mempunyai duration = 4,17 tahun pada
saat i=10%, maka apabila I naik 1 % maka nilai obligasi tersebut berubah sebesar,

ΔVo 0,01
= −4,17 =−3,79
Vo ( 1+0,1 )

Dengan kata lain obligasi tersebut akan turun nilainya sebesar 3,79%.

Convexity dan Higher Order Duration

Perubahan nilai aset sebagai akibat perubahan tingkat bunga akan bersifat
tidak linier, dan hal ini disebut sebagai convexity. Keadaan ini dapat menunjukkan
hubungan tidak linier antara nilai aset dengan tingkat bunga. Hubungan yang bersifat
convex tersebut menunjukkan bahwa aproksimasi perubahan harga obligasi dengan
hubungan linier sebagaimana dirumuskan oleh ukuran duration di atas, bekerja cukup
baik apabila perubahan tingkat bunga yang relatif kecil (misal dari 17% menjadi
17,5%), tetapi akan memberikan hasil yang cukup berbeda apabila perubahan suku
bunga yang cukup besar (misal 17% menjadi 25%).
Harga
----

----
convex
Tingkat bunga
Hubungan antara harga obligasi dengan yield

16.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi harga obigasi

Obligasi mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut


mempengaruhi harga obligasi, spot rate, yield to maturity, tingkat keuntungan yang
diharapkan pada periose berikutnya, dan risiko tingkat keuntungan yang akan datang.
Teori obligasi menyangkut penentuan yield to maturity atau harga obligasi. Yield to
maturity suatu obligasi berbeda karena sebab-sebab yang berbeda. Faktor-faktor
tersebut adalah

1. Jangka waktu sebelum obligasi jatuh tempo.


2. Risiko yang tidak menerima bunga maupun pokok pinjaman.
3. Status padak dari pembeli obligasi.
4. Adanya provisi yang memungkinkan penerbit obligasi melunasi obligasi tersebut
sebelum jatuh tempo.
5. Jumlah coupon.

Term to Manurity dan Teori Term Structure

Untuk bisa memahami pengaruh jangka waktu terhadap tingkat keuntungan


atau harga obligasi, kita perlu memahami hubungan antara tingkat keuntungan
(tingkat bunga) dengan waktu. Hubungan ini disebut sebagai term structure. Teori
tentang term structure dari tingkat bunga menunjukkan mengapa pure discount bonds
(yaitu obligasi yang semata-mata menawarkan diskon dan tidak ada bunga yang
dibayarkan) yang berbeda-beda jangka waktu jatuh temponya mempunyai yield to
maturity yang berbeda.

Kalau kita menganalisis tentang hubungan jangka waktu tehadap yield to


manurity, maka faktor-faktor lain harus kita pegang konstan. Karena itu kita harus
mengasumsikan bahwa obligasi-obligasi tersebut mempunyai kesamaan dalam hal
risiko, status pajak, dan kemungkinan dilunasi sebelum jatuh tempo. Yang
membedakan hanyalah faktor jatuh temponya.

a. Teori Pasar Yang Tersegmentasi

Teori ini didasarkan atas pengamatan bahwa nampaknya banyak pemodal dan
emiten ya ng mempunyai prefensi atas obligasi yang memiliki jangka waktu
pelunasan yang pasti. Disamping itu nampaknya mereka tidak terlalu peka akan adan
ya perbedaan tingkat keuntungan antara obligasi yang memiliki jangka waktu
pelunasan tertentu dengan obligasi dengan jangka waktu yang berbeda. Pada pasar
modal nampakn ya terdaapt pihak-pihak yang menyukai obligasi yang berjangka
waktu lama, tetapi terdaat juga yang menyukai jangka waktu pendek. Dengan kata
lain, pasar modal diasumsikan tersegmentasikan.

b. Teori Pengharapan

Teori ini menjelaskan tentang term structure dalam pengertian spot rate satu
periode yang diharapkan. Penganut teori ini mengatakan bahwa tingkat keuntungan
dari obligasi dua tahun haruslah sama dengan tingkat keuntungan obligasi satu tahun
ditambah dengan tingkat keuntungan yan g diharapkan dari obligasi satu tahun utnuk
tahun yang akan datang. Apabila teori ini benar maka kurva term structure yang
meningkat berarti bahwa diharapkan aka nada kenaikan suku bunga jangka pendek.

Persamaan dalam teori ini adalah sebagai berikut: (1+ io2)2 = (1+101)(1+1i12)
Teori ini dipakai untuk menjelasakna mengapa missal nya suku bunga deposito
jangka waktu 6 bulan ternyata justru lebih tinggi dari ya ng berjangka 12 bulan.

c. Teori Premium Likuiditas

Teori ini mendasarkan diri atas asumsi bahwa pemodal haruslah mendapatkan
imbalan yang lebih besar jika mereka diharuskan memiliki obligasi yang berjangka
waktunya lebih lama dari waktu yang mereka sukai. Teori ini berpendapat bahwa
terdapat kekurangan pemodal yang bersedia membeli obligasi jangka panjang, dan
karenanya perlu ditawarkan tambahan tingkat keuntungan agar obligasi jangka
panjang tersebut ada yang bersedia membelinya.

d. Preferred Habitat Theory

Teori ini menyatakan bahwa pemodal yang dapat menyesuaikan jangka waktu
investasi dengan kebutuha n danya menanggung risiko yang paling kecil.
Menyesuaikan jangka investasi dengan kapan dana tersebut akan dibutuhkan
merupakan posisi yang dipilih oleh pemodal. Jadi jika dana tersebut akan diperluksn
lima tahun lagi, maka dana tersebut seharusnya dipergunakan juga dalam jangka
waktu lima tahun. Pada saat itu kebutuhan dana dan investasi akan sesuai.

Risiko Tidak Terbayar

Perusahaan yang membeli obligasi belum tentu bisa membayar kembali


hutang yang mereka buat. Para pemodal pembeli obligasi menanggung risiko kalau
bunga dan pokok bunga pinjaman tersebut tidak terbayar. Analisis investasi pada
obligasi dipisahkan risiko suatu obligasi dengan risiko untuk tidak terbayar. Semakin
besar risiko tidak terbayar (default risk) semakin besar premi tidak terbayar yang
diminta para pemodal.

Secara pasti sulit menaksir risiko ini, tetapi dengan menggunakan indikator tertentu
biasanya diperkirakan risiko tersebut. Indikator yang dipergunakan untuk menaksir
kemungkinan default diantaranya adalah proporsi hutang yang dipergunakan oleh
perusahaan yang menerbitkan obligasi tersebut, stabilitas, margin keuntungan dan
sebagainya.
Lembaga pemerigkat efek di Indonesia adalah PT PEFINDO (Pemeringkat
Efek Indonesia) yang dibenruk pada tajun 1994. Tugas PEFINDO adalah menyusun
peringkat obligasi dan commercial paper.

Di indonesia obligasi perusahaan yang mengalami default sampai dengan


sebelum krisis moneter tahun 1997, nampaknya belum ada. Meskipun demikian pada
tahun 1998 banyak obligasi yang hanya ditawar dengan harga hanya sebesar 20-40%
dari nilai nominal. Hal itu disebabkan karena tingginya suku bunga yang berlaku,
maipun kemungkinan default yang cukup besar dari berbagai perusahaan yang
menerbitkan obligasi. Di Amerika Serikat pada tahun 19978-1988 terdapat sekitar
0,28% obligasi yang default. Angka yang cukup kecil jika dibandingkan dengan
periode 1930-1939 yang mencapai 3,20%.

Obligasi dapat diterbitkan dengan beraneka karakteristik. Faktor yang sangat


penting dalam oenentuan harga obligasi adalah tingkat bunga. Apabila tingkat bunga
umum yang berlaku meningkat, maka harha obligasi akan turun kalau hal lain yang
diasumsikan konstan.
DAFTAR PUSTAKA

Husnan, S. (2001). Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Yogyakarta:


Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN.

Anda mungkin juga menyukai