Disusun oleh:
Adistya Aulia Utami 16.0102.0074
Cindi Afita 16.0102.0088
Evi Yulia Annisa 16.0102.0101
Kurnia Rosi Putri 16.0102.0104
Rexi Satriani 16.0102.0117
Jenis ketiga adalah obligasi dengan tingkat bunga nol (Zero coupon bonds
atau pure discount bonds). Obligasi jenis ini dijual dengan diskon pada awal periode
dan kemudian dilunasi penuh sesuai dengan nilai nominal, pada akhir periode.
Jenis obligasi lainnya adalah obligasi yang bisa dirubah menjadi saham.
Obligasi ini disebut sebagai obligasi konversi (convertible bonds). Obligasi jenis ini
mungkin saja dikombinasikan dengan tipe zero coupon. Disamping itu ada juga
obligasi yang hanya membayarkan bunga kalua perusahaan yang menerbitkannya
memperoleh laba. Jenis obligasi ini disebut sebagai income bond.
Apabila risiko kedua obligasi tersebut dianggap sama, maka PB > PA, karena
pemilik obligasi B akan menerima kas masuk yang lebih besar dari pemilik obligasi
A.
Misalkan, i01 = i02 = 16% (ini berarti bahwa spot rate satu tahun sebesar 16%, dan
demikian juga spot rate dua tahun sama besarnya yaitu 16%). Maka,
PA = [16/(1 + 0,16)] + [116/(1 + 0,16)2]
= 100
Sedangkan untuk obligasi B
PB = [18/(1 + 0,16)] + [118/(1 + 0.16)2]
= 103,21
PV = 160/(1+0,18) + 1.160/ (1 + 0,18)2
= Rp. 969.000
Tetapi penjualan tidak terjadi pada saat penjualan obligasi masih akan jatuh
tempo 2 tahun lagi. Pada saat terjadi transaksi maka pembeli obligasi akan menerima
bunga selama 3 tahun lagi , karena itu perlu di tambahkan penerimaan bunga sebesar
Rp. 160.000 pada perhitungan PV di atas, menjadi Rp 969.000 + Rp 160.000 = Rp
1.129.000
Tetapi nilai ini harus dipresent valuekan pada saat terjadi pembelian. Ini berarti
bahwa :
Harga tersebut merupakan harga obligasi pada saat terjadi transaksi . ini
merupakan harga obligasi termasuk accrued interestnya. Accrud interestnya adalah
(4/12) x Rp 160.000 = Rp 53.000
16.3 Duration
Misalkan ada dua kasus obligasi Zero-Coupon yang satu berjangka satu tahun,
yang satunya lagi berjangka 5 tahun. Nilai pelunasan obligasi yang berjangka 1 tahun
adalah Rp. 1.100.000 sedangkan yang berjangka 5 tahun adalah Rp. 1.610.500.
Apabila harga satu tahun dipandang relevan adalah 10%, maka kedua obligasi
tersebut saat ini mempunyai harga yang sama yaitu Rp. 1.000.000.
1.100.000/(1+0,10) = Rp 1.000.000
1.610.500/(1+0,10)5 = Rp 1.000.000
Kasus obligasi dengan jangka waktu sama dengan Coupen Rate berbeda
Misalkan dua obligasi mempunyai waktu yang sama, yaitu lima tahun, dan
nilai nominal yang sama pula, yaitu Rp. 1000.000. Obligasi yang satu menawarkan
coupon rate 10% dan satunya hanya 1%. Apabila tingkat bunga relevan adalah 10%
pertahun, maka harga obligasi tersebut adalah sebagai berikut:
Obligasi dengan coupen rate 10% ( dinyatakan dalam rupiah)
Demikian juga obligasi berjangka waktu lima tahun, dengan coupon rate 1%
merupakan kombinasi dari lima discount bonds. Karena volalitas harga discaount
bonds ditentukan oleh jangka waktunya, maka kita perlu menghitung rata-rata
maturity dari lima discaout bonds yang membentuk satu sitem obligasi coupon rate,
dan berjangka waktu lima tahun. Perhitungan ini akan mengarah ke konsep duration.
Nilai relatif terbesar dari pembayaran tersebut adalah terjadi untuk tahun ke
5 , karena pada tahun itulah dilakukan pelunasan pokok pinjaman.
Besar kecilnya duration tersebut menunjukan berapa besar nilai obligasi akan
turun ( naik ) apabila terjadi kenaikan ( penurunan) suku bunga dengan besaran
tertentu untuk mengetahui hubungan tersebut kita lakukan analisis sebagi berikut.
C
V 0=
(1+i)n
Dalam hal ini C adalah kas yang akan diterima pada tahun ke n, dan I adalah
tingkat bunga yang dipandang relevan.
dV 0 −nC
- . di
di (1+i ) n+1
−nC
dV 0− .d1
( 1+i ) n+1
−dVo di
- −n
Vo (1+i)
ΔVo Δi
= −n
Vo (1+i)
Dengan demikian maka apabila I=10% dan tingkat bunga naik 1 %, maka
untuk aset berjangka waktu 1 tahun akan mengalami penurunan sebesar,
ΔVo 0,01
- −1 = - 0,91%
Vo (1+0,1)
ΔVo Δi
= −D
Vo (1+i )
Jadi kalau ada suatu aset (misalnya obligasi) mempunyai duration = 4,17 tahun pada
saat i=10%, maka apabila I naik 1 % maka nilai obligasi tersebut berubah sebesar,
ΔVo 0,01
= −4,17 =−3,79
Vo ( 1+0,1 )
Dengan kata lain obligasi tersebut akan turun nilainya sebesar 3,79%.
Perubahan nilai aset sebagai akibat perubahan tingkat bunga akan bersifat
tidak linier, dan hal ini disebut sebagai convexity. Keadaan ini dapat menunjukkan
hubungan tidak linier antara nilai aset dengan tingkat bunga. Hubungan yang bersifat
convex tersebut menunjukkan bahwa aproksimasi perubahan harga obligasi dengan
hubungan linier sebagaimana dirumuskan oleh ukuran duration di atas, bekerja cukup
baik apabila perubahan tingkat bunga yang relatif kecil (misal dari 17% menjadi
17,5%), tetapi akan memberikan hasil yang cukup berbeda apabila perubahan suku
bunga yang cukup besar (misal 17% menjadi 25%).
Harga
----
----
convex
Tingkat bunga
Hubungan antara harga obligasi dengan yield
Teori ini didasarkan atas pengamatan bahwa nampaknya banyak pemodal dan
emiten ya ng mempunyai prefensi atas obligasi yang memiliki jangka waktu
pelunasan yang pasti. Disamping itu nampaknya mereka tidak terlalu peka akan adan
ya perbedaan tingkat keuntungan antara obligasi yang memiliki jangka waktu
pelunasan tertentu dengan obligasi dengan jangka waktu yang berbeda. Pada pasar
modal nampakn ya terdaapt pihak-pihak yang menyukai obligasi yang berjangka
waktu lama, tetapi terdaat juga yang menyukai jangka waktu pendek. Dengan kata
lain, pasar modal diasumsikan tersegmentasikan.
b. Teori Pengharapan
Teori ini menjelaskan tentang term structure dalam pengertian spot rate satu
periode yang diharapkan. Penganut teori ini mengatakan bahwa tingkat keuntungan
dari obligasi dua tahun haruslah sama dengan tingkat keuntungan obligasi satu tahun
ditambah dengan tingkat keuntungan yan g diharapkan dari obligasi satu tahun utnuk
tahun yang akan datang. Apabila teori ini benar maka kurva term structure yang
meningkat berarti bahwa diharapkan aka nada kenaikan suku bunga jangka pendek.
Persamaan dalam teori ini adalah sebagai berikut: (1+ io2)2 = (1+101)(1+1i12)
Teori ini dipakai untuk menjelasakna mengapa missal nya suku bunga deposito
jangka waktu 6 bulan ternyata justru lebih tinggi dari ya ng berjangka 12 bulan.
Teori ini mendasarkan diri atas asumsi bahwa pemodal haruslah mendapatkan
imbalan yang lebih besar jika mereka diharuskan memiliki obligasi yang berjangka
waktunya lebih lama dari waktu yang mereka sukai. Teori ini berpendapat bahwa
terdapat kekurangan pemodal yang bersedia membeli obligasi jangka panjang, dan
karenanya perlu ditawarkan tambahan tingkat keuntungan agar obligasi jangka
panjang tersebut ada yang bersedia membelinya.
Teori ini menyatakan bahwa pemodal yang dapat menyesuaikan jangka waktu
investasi dengan kebutuha n danya menanggung risiko yang paling kecil.
Menyesuaikan jangka investasi dengan kapan dana tersebut akan dibutuhkan
merupakan posisi yang dipilih oleh pemodal. Jadi jika dana tersebut akan diperluksn
lima tahun lagi, maka dana tersebut seharusnya dipergunakan juga dalam jangka
waktu lima tahun. Pada saat itu kebutuhan dana dan investasi akan sesuai.
Secara pasti sulit menaksir risiko ini, tetapi dengan menggunakan indikator tertentu
biasanya diperkirakan risiko tersebut. Indikator yang dipergunakan untuk menaksir
kemungkinan default diantaranya adalah proporsi hutang yang dipergunakan oleh
perusahaan yang menerbitkan obligasi tersebut, stabilitas, margin keuntungan dan
sebagainya.
Lembaga pemerigkat efek di Indonesia adalah PT PEFINDO (Pemeringkat
Efek Indonesia) yang dibenruk pada tajun 1994. Tugas PEFINDO adalah menyusun
peringkat obligasi dan commercial paper.