Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENGERTIAN DAN MACAM-MACAM SISTEM EKONOMI

Dosen Pengampu:
Dian Febriyani, M.E.Sy.

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Alfianti Rossy Rostiani / 201130142
Dinda Safitri / 201130163
M. Fauzan Hilmani / 201130167
Tri Mulia Watie / 201130147

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN


FAKULTAS SYARIAH
HUKUM EKONOMI SYARIAH
2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat Kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Pengertian dan Macam-Macam Sistem Ekonomi”. Kemudian shalawat
beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang seperti saat ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Ekonomi Islam.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada Ibu Dian
Febriyani, M.E.Sy. selaku dosen pembimbing mata kuliah Dasar Ekonomi Islam, dan kepada
teman-teman yang telah memberikan masukan.
Penulis menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pada pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Tengerang, 21 September 2021

Penulis

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................ 1
C. Tujuan Makalah……...……………………….………………………........………... 1

BAB 2 PEMBAHASAN
A. Sistem Ekonomi..........................................…………………..................................... 2
B. Macam-Macam Sistem Ekonomi..……………………............................................... 9

BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 11
B. Saran .......................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem ekonomi islam, semakin populer bukan hanya di negara-negara islam bahkan juga
di negara-negara barat. Terbukti dengan ditandai semakin banyaknya bank-bank yang beroperasi
menerapkan konsep Islam. Ini membuktikan bahwa nilai-nilai islam yang diterapkan dalam
perekonomian bisa diterima diberbagai kalangan, karena sifatnya yang universal dan tidak
eksklusif. Dasar-dasar ekonomi islam sudah ada sejak lama, yaitu sejak zaman Nabi Muhammad
SAW yang menerapkan etika dalam berdagang. Perkembangannya terhenti karena menguatnya
kelompok sosialis dan kapitalis di Eropa.
Untuk mewujudkan sistem keuangan yang adil dan efisien, maka setiap tipe dan lapisan
masyarakat harus terwadahi keinginannya dalam berinvestasi dan berusaha, sesuai dengan
kemampuan dan keinginan mereka. Sistem keuangan Islam harus memfasilitasi hal tersebut.Hal
demikian sesuaidengan ajaran Islam yang memang diperuntukkan sekalian alam. Institusi
keuangan belum dikenal secara jelas dalam sejarah Islam1.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian sistem ekonomi
2. Macam-macam sistem ekonomi
3. Prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui perkembangan ekonomi Islam
2. Memahami tentang prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam
3. Mengetahui arti dari sistem ekonomi

BAB II

1
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta, Ekonmisia, 2004), h. 7

1
PEMBAHASAN
A. Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan yang berdampak
pada kehidupan masyarakat baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
Dari definisi diatas memiliki beberapa sifat penting yaitu; (1) suatu proses, yang
merupakan perubahan yang terjadi secara terus menerus; (2) sesuatu yang dapat merubah
tingkat penghidupan masyarakat. Pendapat lain juga menegaskan bahwa sistem ekonomi
adalah cara suatu bangsa atau negara dalam menjalankan perekonomianya.
Beberapa pendapat para ahli yang terkait dengan sistem ekonomi antara lain:
1) Chester A Bemand, mengatakan bahwa:
”Sistem ekonomi adalah suatu kesatuan yang terpadu yang secara kolestik yang di
dalamnya ada bagian-bagian dan masing-masing bagian itu memiliki ciri dan batas
tersendiri”
2) Dumatry (1996), mengatakan bahwa:
“Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin
hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu
ketahanan”.
3) Gregory Grossman and M. Manu, mengatakan bahwa:
“Sistem ekonomi adalah sekumpulan komponen-komponen atau unsur-unsur yang
terdiri dari atas unit-unit dan agen-agen ekonomi, serta lembaga-lembaga
ekonomi yang bukan saja saling berhubungan dan berinteraksi melainkan juga sampai
tingkat tertentu yang saling menopang dan mempengaruhi.”
4) M. Hatta, mengatakan bahwa:
“Sistem ekonomi yang baik untuk diterapkan di Indonesia harus
berdasarkan atas asas kekeluargaan”
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat, simpulkan bahwa sistem
ekonomi bukan hanya sebagai sekumpulan komponen atau unit perekonomian tetapi
merupakan sebuah penerapan yang dikembangkan oleh seperangkat masyarakat yang
masing-masing memiliki ciri dan batas-batas tersendiri.

a. Sistem Ekonomi Islam


Deskripsi paling sederhana dari ekonomi Islam adalah “sistem ekonomi yang didasarkan
pada ajaran dan nilai-nilai Islam, yang keseluruhan nilai tersebut sudah tentu Al-Qur’an, As-
Sunnah, ijma’, dan qiyas”2. Secara umum, lahirnya ide tentang sistem ekonomi Islam didasarkan
pada pemikiran bahwa sebagai agama yang lengkap dan sempurna, Islam tidak hanya
memberikan penganutnya aturan-aturan soal ketuhanan dan iman, tetapi juga jawaban atas
berbagai masalah yang dihadapi oleh manusia, termasuk ekonomi.
Sistem ekonomi Islam akan mencakup kesatuan mekanisme dan lembaga yang
dipergunakan untuk mengoprasionalkan pemikiran dan teori-teori ekonomi Islam dalam kegiatan
2
Nasution dkk., 2006

2
produksi, distribusi, konsumsi, dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam
peraturan perundang-undangan Islam (sunnatullah). Bagian ini memberikan penjelasan secara
garis besar ‘bangunan’ dari sistem ekonomi Islam.
Prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam menurut Umer Chapra (2001), adalah sebagai
berikut.
1. Prinsip Tauhid. Tauhid adalah fondasi keimanan Islam. Ini bermakna bahwa segala
apa yang ada di alam semesta ini didesain dan diciptakan dengan sengaja oleh Allah
SWT, bukan kebetulan dan semuanya pasti memiliki tujuan. Tujuan inilah yang
memberikan signifikansi dan makna pada eksistensi jagat raya, termasuk manusia
yang menjadi salah satu penghuni di dalamnya.
2. Prinsip Khalifah. Manusia merupakan khalifah Allah SWT di muka bumi dengan
dibekali perangkat, baik jasmani maupun rohani untuk berperan secara efektif sebagai
khalifah-Nya. Implikasi prinsip ini adalah: (a) persaudaraan yang universal; (b)
sumber daya adalah amanah; (c) gaya hidup sederhana; (d) kebebasan manusia.
3. Prinsip Keadilan. Keadilan adalah salah satu misi utama ajaran Islam. Implikasi
prinsip ini adalah: (a) pemenuhan kebutuhan pokok manusia; (b) sumber-sumber
pendapatan yang halal dan thayyib; (c) distribusi pendapatan dan kekayaan yang
merata; (d) pertumbuhan dan stabilitas.
Sistem ekonomi Islam mengalami perkembangan sejarah baru pada era modern. Menurut
Khursid Ahmad, ada empat tahapan perkembangan dalam wacana pemikiran ekonomi Islam,
yaitu sebagai berikut.
1. Tahap pertama, dimulai ketika sebagian ulama yang tidak memiliki pendidikan formal dalam
bidang ekonomi, tetapi memiliki pemahaman terhadap persoalan sosio-ekonomi pada masa
itu mencoba untuk menuntaskan persoalan bunga. Mereka berpendapat bahwa bunga bank itu
haram dan kaum Muslim harus meninggalkan hubungan apa pun dengan perbankan
konvensional.
Masa itu dimulai sekitar pertengahan dekade 1930-an dan mengalami puncak kemajuannya
pada akhir dekade 1950-an dan awal dekade 1960-an. Tahapan ini memang masih bersifat
prematur dan trial error sehingga dampaknya masih sangat terbatas. Meskipun demikian,
tahap ini telah membuka pintu lebar bagi perkembangan selanjutnya.
2. Tahap kedua, dimulai pada akhir dasawarsa 1960-an. Pada tahap ini para ekonom Muslim
yang pada umumnya dididik dan dilatih di perguruan tinggi terkemuka di Amerika Serikat
dan Eropa, mulai mencoba mengembangkan aspek-aspek tertentu dari sistem moneter Islam.
Mereka melakukan analisis ekonomi terhadap larangan riba (bunga) dan mengajukan
alternatif perbankan yang tidak berbasis bunga.
Pada tahap kedua ini, muncul ekonom Muslim terkemuka, antara lain Khursid Ahmad, Umer
Chapra, M.A. Mannan, Omar Zubair, dan lainnya. Mereka ekonom Muslim yang dididik di
Barat, tetapi sangat memahami bahwa Islam sebagai way og life yang integral dan
komprehensif memiliki sistem ekonomi tersendiri yang jika diterapkan dengan baik akan
membawa umat Islam pada kedudukan yang berwibawa di mata dunia.

3
3. Tahap ketiga, ditandai dengan upaya-upaya konkret untuk mengembangkan perbankan dan
lembaga-lembaga keungan nonriba dalam sektor swasta dan dalam sektor pemerintah. Tahap
ini merupakan sinergi konkret antara usaha intelektual dan material para ekonom, pakar,
bankir, pengusaha, dan usahawan Muslim yang memiliki kepedulian pada perkembangan
ekonomi Islam. Pada tahap ini mulai didirikan bank-bank Islam dan lembaga investasi
berbasis nonriba dengan konsep yang lebih jelas dan pemahaman ekonomi yang lebih mapan.
Bank Islam yang pertama kali didirikan adalah Islamic Development Bank (IDB) pada tahun
1975 di Jeddah, Saudi Arabia.
4. Tahap keempat, ditandai dengan pengembangan pendekatan yang lebih integratif dan
sophisticated untuk membangun keseluruhan teori dan praktik ekonomi Islam, terutama
lembaga keuangan dan perbankan yang menjadi indikator ekonomi umat.

b. Kepemilikan dalam Islam


Dalam pandangan Islam, pemilik mutlak dari seluruh alam semesta adalah Allah SWT,
sementara manusia hanya mengemban amanah-Nya sendiri. Allah SWT menciptakan alam
semesta bukan untuk diri-Nya sendiri, melainkan untuk kepentingan sarana hidup (wasilah al-
hayah) bagi manusia agar tercapai kemakmuran dan kesejahteraan3.
Dalam ajaran Islam, hak milik dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
a. Hak milik individual (milkiyah fardhiah/private ownership);
b. Hak milik umum atau publik (milkiyah ‘ammah/public ownership);
c. Hak milik negara (milkiyah daulah/state ownership).
Kepemilikan individu merupakan persyaratan yang mendasar bagi tercapainya
kesejahteraan masyarakat, sebab ia akan menciptakan motivasi dan memberikan ruang bagi
seorang individu untuk memanfaatkan sumber daya secara optimal. Seorang individu diberikan
kebebasan tinggi untuk memiliki dan memanfaatkan sumber daya bagi kepentingannya
sepanjang; (a) cara perolehan dan penggunaannya tidak bertentangan dengan syariat Islam; dan
(b) tidak menimbulkan kerugian, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Kepemilikan umum muncul karena suatu benda pemanfaatannya diperuntukkan bagi
masyarakat umum sehingga menjadi kepentingan bersama. Ajaran Islam tidak membatasi kepada
siapa jenis benda tertentu untuk menjadi hak milik umum, sehingga kemungkinan dapat berbeda
dari satu tempat dengan tempat lain. Namun, hak milik umum terdapat dalam benda-benda
dengan karakteristik sebagai berikut4.
a. Merupakan fasilitas umum, di mana kalau benda ini tidak ada di dalam suatu negeri atau
komunitas, maka akan menyebabkan sengketa dalam mencarinya, seperti jalan raya, air
minum, dan sebagainya;
b. Bahan tambang yang relatif tidak terbatas jumlahnya;
c. Sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh orang
secara individual;
d. Harta benda waqf, yaitu harta seseorang yang dihibahkan untuk kepentingan umum.
3
QS Al-Baqarah/2: 29. QS Hud/11: 61. QS Luqman/31: 20.
4
An Nabhani, 1996, Sulaiman, 1985, Sadr, 1992.

4
Hak milik negara pada asalnya dapat berupa hak milik umum atau individu, tetapi hak
pengelolaannya menjadi wewenang pemerintah. Berbeda dengan hak milik umum, hak milik
negara ini dapat dialihkan menjadi hak milik individu jika memang kebijakan negara
menghendaki demikian. Akan tetapi, hak milik umum tidak dapat dialihkan menjadi hak milik
individu, meskipun ia dikelola oleh pemerintah.

c. Mashlahah sebagai Insentif Ekonomi


Islam mengakui adanya insentif material ataupun nonmaterial dalam kegiatan ekonomi.
Hal ini dikarenakan ajaran Islam memberikan peluang setiap individu untuk memenuhi
kepentingan individunya, kepentingan sosial ataupun kepentingan sucinya untuk beribadah
kepada Allah SWT. secara garis besar, insentif kegiatan ekonomi dalam Islam bisa dikategorikan
menjadi dua jenis, yaitu insentif yang akan diterima di dunia dan insentif yang akan diterima di
akhirat. Insentif di dunia mungkin akan diterima oleh individu ataupun masyarakat, baik dalam
kegiatan konsumsi, produksi, ataupun distribusi. Insentif di akhirat adalah berupa imbalan
(ganjaran atau hukuman) yang hanya akan dirasakan di akhirat, seperti yang dijanjikan oleh
Allah SWT.

d. Musyawarah sebagai Prinsip Pengambilan Keputusan


Secara umum, pengambilan keputusan bisa dibedakan antara dua kutub sentralisasi dan
desentralisasi. Sistem sentralisasi menekankan bahwa pengambilan keputusan dilakukan oleh
satu otoritas, pemerintah pusat misalnya, dan pelaku ekonomi hanya berperan sebagai pelaksana
pengambilan keputusan. dalam konteks perekonomian suatu negara, sistem ini akan
menghasilkan suatu perekonomian terencana (planned economy). Sistem ini dilahirkan oleh
paham sosialisme. Sedangkan sistem desentralisme, pengembilan keputusannya cenderung
diserahkan kepada setiap pelaku ekonomi sehingga tidak diperlukan suatu otoritas tunggal dalam
pengambilan keputusan ekonomi. Dan sistem ini dilahirkan oleh paham kapitalisme. Sistem
desentralisasi ini akan menghasilkan suatu pasar persaingan bebas seperti yang diharapkan oleh
kapitalisme.
Secara umum, pengambilan keputusan dalam ekonomi Islam didasarkan atas prinsip
mekanisme pasar, namun dengan tetap memandang nilai-nilai kebaikan bersama dan nilai-nilai
kebenaran. Oleh karena itu, musyawarah (shuratic process) untuk mendapatkan kesepakatan atas
dasar kemashlahatan merupakan prinsip pengambilan keputusan yang sesuai ajaran Islam.

e. Pasar yang Adil sebagai Media Koordinasi


Aspek keempat dalam sistem ekonomi adalah mekanisme pemenuhan insentif. Dalam
paham kapitalisme, mekanisme pasar atau transaksi dianggap sebagai mekanisme yang paling
tepat untuk pemenuhan kehendak setiap individu. Dengan asumsi, bahwa setiap individu sadar
dan termotivasi olh kepentingan individunya, maka setiap individu tidak perlu diatur oleh pihak
lain dalam memenuhi kepentingannya sendiri. Jika setiap individu memiliki pola pikir (role of
thinking) individualistik, maka akan terciptalah suatu mekanisme transaksional; bahwa seorang

5
akan mau memberikan suatu miliknya jika ia mendapatkan imbalan yang sesuai dengan
keinginannya. Mekanisme inilah yang kemudian dikenal dengan mekanisme pasar.
Dalam pandangan Islam, insentif individualistik diakomodasi sebatas tidak bertentangan
dengan kepentingan sosial dan kepentingan suci (ibadah). Oleh karena itu, mekanisme pasar
tidak cukup untuk pemenuhan ketiga insentif tersebut. Kebebasan individu yang harmoni dengan
kebutuhan sosial dan moralitas Islam akan terwujud dalam suatu mekanisme pasar yang
mengedepankan aspek moralitas dan kerja sama. Ibn Taimiyah menyebutkan mekanisme ini
dengan istilah ‘pasar yang adil’ atau gabungan antara persaingan dan kerja sama (coopetition).
Mekanisme pasar diberikan ruang gerak untuk penentuan harga, namun masyarakat dan syariah
Islam tetap berperan mengontrol jalannya pasar sehingga masyarakat yang adil dan harmoni bisa
terwujud. Dengan demikian, makanisme pasar murni bukanlah menjadi kendali perilaku pada
pelaku ekonomi, namun pasar juga dikendalikan oleh pemerintah dan masyarakat (citizenship)
dalam upaya mencapai keadilan dan mashlahah maksimum.
Jika dibandingkan dengan sistem ekonomi lainnya, ekonomi Islam tidak berbeda dalam
hal hasil yang tampak, atau mekanisme pasarnya, namun perbedaan ini dilatarbelakangi oleh
adanya perbedaan konsep kepemilikan, insentif dan mekanisme pengambilan keputusan.

f. Pelaku Ekonomi dalam Islam

1) Pasar dalam Ekonomi Islam


Adanya hak milik individu dan kebebasan individu untuk bertransaksi merupakan faktor
dasar bagi eksistensi pasar. Pasar merupakan suatu keadaan terjadinya kesepakatan antara
penjual (produsen) dan pembeli (konsumen) untuk melakukan pertukaran atau perdagangan.
Pertukaran dapat berbentuk jual-beli, sewa atau utang-piutang.
Pelaku pasar pada dasarnya terdiri atas rumah tangga-rumah tangga dan perusahaan-
perusahaan, sementara pasar dapat diklasifikasikan menjadi pasar input dan pasar output. Rumah
tangga dapat terdiri atas perseorangan atau kelompok (misalnya keluarga), sedangkan
perusahaan dapat berupa perseorangan atau lembaga usaha di pasar input, rumah tangga
bertindak sebagai penyedia faktor produksi yang di butuhkan oleh perusahaan, sedangkan di
pasar output rumah tangga adalah konsumen bagi barang dan jasa yang dihasilkan oleh
perusahaan.
Ajaran Islam sangat menghargai pasar sebagai wahana bertransaksi atau perniagaan yang
halal (sah/legal) dan thayyib (baik) sehingga secara umum merupakan mekanisme alokasi dan
distribusi sumber daya ekonomi yang paling ideal. Penghargaan Islam terhadap mekanisme pasar
berangkat dari ketentuan Allah SWT bahwa perniagaan harus dilakukan dengan cara yang baik
berdasarkan prinsip saling ridha (‘an taradin minkum) sehingga terjadi keadilan5. Pasar
merupakan mekanisme perniagaan yang memenuhi kriteria tersebut. Di pasar, seseorang bebas
melakukan transaksi sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Mekanisme pasar merupakan
suatu kekuatan yang bersifat massal (impersonal) dan alamiah (natural) sehingga mencerminkan

5
QS An-Nisa/4: 29. QS Al-Baqarah/2: 275.

6
kondisi ekonomi masyarakat lebih luas. Dalam situasi yang bersaing sempurna (perfect
competition market), tak ada seorang pelaku pun yang secara individual dapat mengendalikan
mekanisme pasar. Allah SWT lah uang mengatur naik turunnya harga6.
Penghargaan yang tinggi ini telah dibuktikan dalam sejarah yang panjang kehidupan
ekonomi masyarakat muslim awal, di mana pasar memegang peranan yang penting.
Perekonomian masyarakat Muslim pada masa Rasulullah SAW adalah perekonomian yang
menjunjung tinggi mekanisme pasar. Pada saat awal perkembangan Islam di Makkah,
masyarakat Muslim mendapat tantangan dan tekanan yang berat dari masyarakat Makkah
(terutama suku Qurasy) sendiri sehingga kegiatan utama Rasulullah SAW adalah berjuang
mempertahankan diri, berdakwah, dan terus berdakwah.
Akan tetapi, Islam menolak konsep pasar dalam bentuk persaingan bebas tanpa batas
sehingga mengabaikan norma dan etika. Pasar yang seperti ini tidak akan mampu merealisasikan
tujuan mencapai falah, bahkan mungkin akan mendistorsinya. Dalam pasar yang Islami, para
pelaku pasar didorong oleh semangat persaingan untuk meraih kebaikan (fastabiqul khairat)
sekaligus kerja sama dan tolong-menolong (ta’awun) dalam bingkai nilai dan moralitas Islam.
Pasar yang Islami adalah sebuah free co-opetition market7. Pasar akan menjadi arena perniagaan
komoditas yang halalan toyyiban saja sehingga yang haram harus ditinggalkan. Transaksi yang
mengandung riba, perjudian, alcohol, daging babi, dan komoditas haram lainnya tidak akan
terdapat dalam pasar. Aktivitas pasar juga harus mencerminkan persaingan yang sehat (fair
play), kejujuran (honesty), keterbukaan (tranparancy), dan keadilan (justice) sehingga harga
yang tercipta adalah harga yang adil (just price). Dengan kata lain, pasar ini tidak mengandung
deviasi dari nilai dan moralitas Islam.

2) Pemerintah dalam Ekonomi Islam


Pemerintah memiliki kedudukan dan peranan penting dalam ekonomi Islam. Eksistensi
peran pemerintah dalam sistem ekonomi Islam bukan semata karena adanya kegagalan pasar dan
ketidaksempurnaan pasar. Pada dasarnya, peranaan pemerintah merupakan derivasi dari konsep
kekhalifahan dan konsekuensi adanya kewajiban kolektif (fard al-kifayah) untuk merealisasikan
falah. Pemerintah adalah pemegang amanah Allah SWT dan Rasul-Nya serta amanah
masyarakat untuk menjalankan tugas-tugas kolektif dalam mewujudkan kesejahteraan dan
keadilan (al-adl wal ihsan) bagi seluruh umat.
Suatu pasar yang Islami akan sulit terwujud apabila tidak ada peran aktif dari pemerintah.
Peran pemerintah dalam pasar ini secar garis besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian,
yaitu: pertama, peran yang berkaitan dengan implementasi nilai dan moral Islam; kedua, peran
yang berkaitan dengan menyempurnakan mekanisme pasar (market imperfection); dan ketiga,
peran yang berkaitan dengan kegagalan pasar (market failures). Implementasi nilai dan moral

6
Harga pasar diatur oleh tangan Tuhan (God Hand), sebagaimana sunnah Nabi, “Allah itu sesungguhnya adalah
penentu harga penahan, pencurah, serta pemberi rezeki. Aku mengharapkan dapat menemui Tuhanku di mana
salah seorang dari kalian tidak menuntutku karena kedzaliman dalam hal darah dan harta” (HR. Tirmidzi dan Ibnu
Majah)
7
Co-epetition merupakan singkatan dari cooperation sekaligus competition.

7
Islam tidak dapat dilakukan hanya dengan membiarkan pasar bekerja secara alamiah, meskipun
para pelaku pasar adalah Muslim sekalipun. Pemerintah juga memiliki peranan penting dalam
menyediakan barang dan fasilitas publik, mengatasi masalah eksternalitas, dan berbagai masalah
ekonomi lain yang memang tidak bisa diselesaikan melalui mekanisme pasar. Dalam
menjalankan tugas-tugas tersebut, pemerintah dapat bertindak sebagai perencana, pengawas,
pengatur, produsen, sekaligus konsumen bagi aktivitas pasar.
Dalam ajaran Islam pemenuhan kebutuhan dasar cerita serta pemerataan distribusi
pendapatan dan kekayaan bukan hanya tugas individual masyarakat, tetapi juga merupakan
kewajiban kolektif seluruh masyarakat. Setiap individu harus berusaha untuk memenuhi
kebutuhan dirinya, keluarganya, kerabatnya, tetangganya, dan seluruh masyarakat sesuai dengan
kemampuannya. Negara memiliki perangkat dan sumber daya -termasuk keuangan- untuk
memberikan jaminan ini.
Pemerintah juga memiliki kelemahan-kelemahan (government failure). Beberapa
kelemahan dari pemerintah antara lain: (1) pemerintah sering kali tidak berhasil mengidentifikasi
dengan tepat kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya sehingga formulasi kebijakannya juga
tidak tepat; (2) pemerintah seringkali juga memiliki banyak masalah struktural yang dapat
menghambat efektivitas dan efesien kebijakan, misalnya masalah bikrokrasi; (3) keterlibatan
pemerintah seringkali menimbulkan pengaturan yang berlebihan terhadap aktivitas
perekonomian sehingga justru menghambat mekanisme pasar; dan (4) intervensi pemerintah
yang berlebihan dapat mengurangi bekerjanya mekanisme penyesuaian otomatis dari pasar
sehingga pasar tidak dapat berjalan dengan alamiah. Berbagai kegagalan pemerintah ini
meneguhkan pentingnya peran aktif dari masyarakat secara langsung.

3) Peran Masyarakat dalam Ekonomi Islam


Kewajiban merealisasikan falah pada dasarnya merupakan tugas seluruh economic
agents, termasuk masyarakat. Terdapat banyak aktivitas ekonomi yang tidak dapat
diselenggarakan dengan baik oleh mekanisme pasar maupun oleh peran pemerintah sehingga
masyarakat harus berperan langsung.
Pasar pada hakikatnya adalah wahana untuk mengekspresikan kebebasan individu dalam
berniaga, yang tertentu saja lebih didorong oleh motif-motif mencari keuntungan individual.
Karenanya, upaya untuk merealisasikan kesejahteraan umat tidak dapat bertumpu pada
mekanisme pasar saja. Pemerintah dan masyarakat pada dasarnya adalah dua institusi yang
memiliki fungsi untuk merealisasikan segala kewajiban kolektif untuk mewujudkan falah. Peran
masyarakat akan menjadi semakin penting manakala pemerintah tidak dapat menjalankan tugas
fard al-kifayah dengan baik. Misalnya, di Indonesia masyarakat harus berperan aktif dalam
pengelolaan zakat, sebab negara tidak secara penuh mengelola zakat masyarakat sebagaimana
konsep pengelolaan zakat yang ideal.
Peran masyarakat juga muncul karena adanya konsep hak milik publik dalam ekonomi
Islam, seperti waqf. Kekayaan waqf adalah kekayaan masyarakat secara keseluruhan dan berlaku
sepanjang masa karenanya waqf merupakan hak milik masyarakat yang tidak tergantung kepada
pemerintah yang berkuasa.
8
Dalam pandangan Islam, masyarakat bisa diartikan secara sempit ataupun luas dan
hierarki ini terkait tanggung jawab dan hak masing-masing. Dalam lingkup yang paling kecil
setelah individu adalah masyarakat keluarga. Keluarga (ahl) diakui sebagai pilar terbentuknya
masyarakat.

B. Macam-Macam Sistem Ekonomi


1. Sistem Perekonomian Kapitalisme
Yaitu sistem ekonomi yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk
melaksanakan kegiatan menjual barang dan sebagainya. Dalam sistem perekonomian
kapitalis, semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba yang sebesar-
besarnya.
2. Sistem Perekonomian Sosialisme
Yaitu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap
orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi, tetapi dengan campur tangan pemerintah.
Pemerintah masuk kedalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan perekonomian
negara serta jenis-jenis perekonomian yang mengusai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara.
3. Sistem Perekonomian Komunisme
Adalah sistem ekonomi dimana peran pemerintah sebagai pengatur seluruh sumber-sumber
kegiatan perekonomian. Setiap orang tak boleh memiliki kekayaan pribadi. Sehingga nasib
seseorang bisa ditentukan oleh pemerintah. Semua unit bisnis, mulai dari yang kecil hingga
yang besar dimiliki oleh pemerintah dengan tujuan pemerataan ekonomi dan kebersamaan.
4. Sistem Perekonomian Fasisme
Yaitu paham yang mengedepankan bangsa sendiri, dan memandang rendah bangsa lain,
dengan kata lain, fasisme merupakan sifat rasionalism yang berlebihan8
5. Sistem Perekonomian Merkantilisme
Yaitu suatu sistem politik ekonomi yang sangat mementingkan perdagangan internasional
dengan tujuan memperbanyak aset dan modal yang dimiliki negara.
Adapun yang dimaksud dengan sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh
suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun
organisasi di negara tersebut9.
Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya
adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya. Dalam beberapa sistem, seorang
individu boleh memiliki semua faktor produksi, sementara dalam sistem lainnya, semua faktor
tersebut di pegang oleh pemerintah. Kebanyakan sistem ekonomi di dunia berada diantara dua
sistem ekstrim tersebut.
Selain faktor produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem tersebut
mengatur produksi dan alokasi. Sebuah perekonomian terencana (planned economies)

8
Winardi, Kapitalisme Versus Sosialisme
9
Dumairy, Perekonomian Indonesia. Penerbit Erlangga, Jakarta, 1996

9
memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi hasil
produksi.
Sementara pada perekonomian pasar (market economic), pasar lah yang mengatur faktor-
faktor produksi dan alokasi barang dan jasa melalui penawaran dan permintaan.
Ada dua bentuk utama perekonomian terencana, yaitu komunisme dan sosialisme.
Sebagai wujud pemikiran Karl Marx, komunisme adalah sistem yang mengharuskan pemerintah
memiliki dan menggunakan seluruh faktor produksi. Namun, lanjutnya, kepemilikan pemerintah
atas faktor-faktor produksi tersebut hanyalah sementara. Ketika perekonomian masyarakat
dianggap telah matang, pemerintah harus memberikan hak atas faktor-faktor produksi itu kepada
para buruh.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Suatu sistem ekonomi tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan falsafah,
pandangan, dan pola hidup masyarakat tempatnya berpijak. Sistem ekonomi yang
ditetapkan di Indonesia atau berlangsung di Indonesia sering menjadi pertanyaan atau
perdebatan dalam masyarakat.
Sistem ekonomi konvensional boleh dikatakan sebagai sistem ekonomi yang
sudah dipraktikan secara meluas dalam sebuah masyarakat. Berdasarkan hal tersebut,
dapat dikatakan bahwa sistem ekonomi konvensional dapat ditentukan oleh manusia
dalam sebuah masyarakat yang tidak mempunyai kepintaran dan boleh berubah
mengikuti ketentuan masyarakat. Sistem ini merupakan sistem manusia yang tidak tetap
dan berbeda dengan sistem Islam yang mempunyai kepiawaian yang tetap, yaitu
bersumber pada wahyu dalam semua bidang termasuk ekonomi.

B. Saran
Dengan kerendahan hati penulis, penulis sadar bahwa dalam makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun
dari pembaca, penulis harapkan demi kesempurnaan makalah-makalah yang akan datang.
Terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA
11
http://repository.uinbanten.ac.id/5629/2/Naskah%20Perbandingan%20Sistem%20Ekonomi.pdf

https://ejournal.almaata.ac.id/index.php/JESI/article/view/132/130

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta atas kerja sama dengan Bank Indonesia, (2015). Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali
Pers.

M. Nur Rianto Al Arif, (2020). Pengantar Ekonomi Syariah Teori dan Praktik. Bandung:
Pustaka Setia.

12

Anda mungkin juga menyukai