Anda di halaman 1dari 11

“PEMBERIAN KEPERCAYAAN”

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok pada Mata Kuliah Fiqh Muamalah 1

DOSEN PENGAMPU: Dr. H. Mahfud, M.M.

DI SUSUN OLEH:

Kelompok 6:

1. Mira Rahmawati (201130127)


2. Aulia Dina Ilahi (201130150)
3. M. Fauzan Hilmani (201130157)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA


HASANUDDINBANTEN

TAHUN AKADEMIK 2021


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji marilah senantiasa kita ucapkan atas limpahan
dan rahmat dan nikmatnya sehingga kita dapat menyelesaikan tugas makalah yang
diberikan kepada kami.

Sholawat bersamaan dengan salam juga mari hadiahkan kepada baginda nabi kita
Muhammad SAW. Semoga kita, orangtua kita, nenek dan kakek kita, guru-guru dan
orang terdekat kita mendapatkan syafaat Beliau di Yaumil Mahsyar kelak.Aamiin ya
Rabbal’Alamin.

Adapun tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Fiqh Muamalat dan judul makalah ini adalah “Pemberian Kepercayaan”.

Kami ucapkan terimakasih kepada bapak Dr. H. Mahfud, M.M. selaku dosen
pembimbing, dan kepada semua pihak yang sudah membantu dalam penulisan makalah
dari awal hingga selesai.

Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah, dan kami
juga sangat mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca untuk bahan pertimbangan
perbaikan makalah.

Serang, 7 November 2021

Penulis

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................1
C. Tujuan Masalah.................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................2
A. Pengertian Hiwalah...........................................................................................................2
B. Rukun dan Syarat Hiwalah...............................................................................................3
C. Pengertian Ijarah...............................................................................................................3
D. Dasar Hukum Ijarah.........................................................................................................3
E. Rukun dan Syarat Ijarah...................................................................................................5
BAB III.........................................................................................................................................9
A. Kesimpulan........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaedah-kaedah dasar
dan aturan dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga
muamalah .setiap orang pasti butuh berinteraksi dengan lainnya untuk saling
menutupi kebutuhan dan saling tolong menolong diantara mereka.
Hidup dimuka bumi ini pasti selalu melakukan yang namanya kegiatan ekonomi
dalam kehidupan sehari-hari.Tidak dapat dipungkiri realita yang ada, suburnya usaha-
usaha pengadaian baik dikelola pemerintah atau swasta menjadi bukti terjadinya gadai
menggadai ini. Ironisnya banyak kaum muslimin yang belum mengenal aturan indah
dan adil islam mengenai hal ini. Padahal karena perkara ini bukanlah perkara baru
dalam kehidupan mereka, sudah sejak lama mereka mengenal jenis transaksi seperti
ini.Sebagai akibatnya terjadi kezoliman dan saling memakan harta saudaranya dengan
batil. Bertransaksi sana sini untuk menjalankan kehidupan dan tanpa kita sadari pula
kita melakukan yang namanya Hiwalah dan Ijarah. Karenanya, dalam makalah ini
dibahas suatu kejian yang mendalam agar dapat memahami tata aturan islam tentang
hubungan manusia yang sesungguhnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hiwalah dan Ijarah?
2. Apa saja rukun dan syarat Hiwalah?
3. Apa saja rukun dan syarat Ijarah?
4. Bagaimana dasar hukum ijarah?
C. Tujuan Masalah
1. Dapat mengetahui pengertian Hiwalah dan Ijarah
2. Dapat mengetahui rukun dan syarat Hiwalah
3. Dapat mengetahui rukun dan syarat Ijarah
4. Dapat mengetahui dasar hukum Ijara

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hiwalah

Menurut bahasa yang dimaksud dengan hiwalah ialah al-intiqal dan al-tahwi, artinya
memindahkan atau mengoperkan. Maka Abdurrahman al-Jaziri berpendapat bahwa yang di
maksud dengan hiwalah menurut bahasa ialah pemindahan dari satu tempat ke tempat yang
lain.

Sedangkan pengertian hiwalah menurut istilah, para ulama berbeda-beda pendapat dalam
mendefinisikannya, diantaranya sebagai berikut:

1. Menurut Hanafiyah yang dimaksud hiwalah adalah memindahkan tagihan dari


tanggung jawab yang berutang kepada yang lain yang punya tanggung jawab
kewajiban pula.
2. Al-Jaziri sendiri berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hiwalah adalah
pernikahan utang dari tanggung jawab seseorang menjadi tanggung jawab orang lain.
3. Syihab Al-Din Al-Qalyubi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hiwalah adalah
akad yang menetapkan pemindahan beban utang dari seseorang kepada yang lain.
4. Ibrahim Al-Bajuri berpendapat bahwa hiwalah adalah pemindahan kewajiban dari
beban yang memindahkan menjadi beban yang menerima pemindahan.
5. Menurut Taqiyuddin yang dimaksud hiwalah adalah pemindahan utang dari beban
seseorang menjadi beban orang lain.
6. Menurut Sayyid Sabiq, hiwalah adalah pemindahan dari tanggungan muhil menjadi
tanggungan muhal alaih.
7. Menurut Idris Ahmad berpendapat bahwa hiwalah adalah semacam akad (ijab kabul)
pemindahan utang dari tanggungan seseorang yang berutang kepada orang lain,
dimana orang lain itu mempunyai utang pula kepada yang memindahkannya.

B. Rukun dan Syarat Hiwalah

Menurut Hanafiyah, rukun hiwalah hanya satu yaitu ijab dan kabul yang dilakukan antara
yang menghiwalahkan dengan yang menerima hiwalah. Syarat-syarat hiwalah menurut
Hanafiyah sebagai berikut:

2
1. Orang yang memindahkan utang (muhif) adalah orang yang berakal, maka batal
hiwalah yang dilakukan muhil dalam jeadaan gila atau masih kecil.
2. Orang yang menerima hiwalah (rah al-dayn) adalah orang yang berakal, maka batallah
hiwalah yang dilakukan oleh orang yang tidak berakal.
3. Orang yang dihiwalahkan (mahal ‘alaih) juga harus orang uang berakal dan
disyaratkan pula dia meridhainya.
4. Adanya utang muhil kepada muhal ‘alaih.

Menurut Syafi’iyah, rukun hiwalah itu ada empat, diantaranya sebagai berikut:

1. Muhil yaitu orang yang menghiwalahkan atau orang yang memindahkan utang.
2. Muhtal yaitu orang yang dihiwalahkan, orang yang mempunyai utang kepada muhil.
3. Muhal ‘alaih yaitu orang yang menerima hiwalah.
4. Shighat hiwalah yaitu ijab dari muhil dengan kata-katanya “aku hiwalahkan utangku
yang hak bagi engkau kepada anu” dan Kabul dari muhtal dengan kata-katanya “aku
terima hiwalah engkau.”

Sementara itu syarat-syarat hiwalah menurut Sayyid Sabiq adalah sebagai berikut:

1. Relanya pihak muhil dan muhal tanpa muhal ‘alaih, jadi yang harus rela itu muhil dan
muhal ‘alaih. Bagi muhal ‘alaih rela tidak rela, tidak akan mempengaruhi kesalahan
hiwalah. Ada juga yang mengatakan bahwa muhal tidak diisyaratkan rela, yang harus
rela adalah muhil, hal ini karena Rasul telah bersabda “Dan jika salah seorang
diantara kamu dihiwalahkan kepada orang yang kaya, maka terimalah.”
2. Samanya kedua hak, baik jenis maupu kadarnya, penyelsaiannya, tempo waktu,
kualitas, dan kuantitasnya.
3. Stabilnya muhal ‘alaih, maka penghiwalahan kepada seorang yang tidak mampu
membayar utang adalah batal.
4. Hak tersebut diketahui secara jelas.

C. Pengertian Ijarah

Al-ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya al-iwadh yang arti dalam
bahasa Indonesia adalah ganti dan upah.

Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda-beda mendefinnisikan ijarah,antara lain


sebagai berikut:

3
1. Menurut Hanafiyah bahwa ijarah adalah akad untuk membolehkan pemilikan manfaat
yang diketahui dan sengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.
2. Menurut Malikiyah ijarah adalah nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang
bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan.
3. Menurut Syaikh Syihab Al-Din dan Syaikh Umairah bahwa ijarah adalah akad atas
manfaat yang diketahui dan disengaja untuk memberi dan membolehkan dengan
imanlan yang diketahui ketika itu.
4. Menurut Muhammad Al-Syarbini al-Khatib bahwa ijarah adalah pemilikan manfaat
dengan adanya imbalan dengan syarat-syarat.
5. Menurut Syaid Sabiq bahwa ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat
dengan jalan penggantian.
6. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie bahwa ijarah adalah akad yang objeknya adalah
penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan,
sama dengan menjual manfaat.
7. Menurut Idris Ahmad bahwa upah artinya mengambil manfaat tenaga orang lain
dengan jalan memberi ganti menurut syarat-syarat tertentu.

Berdasarkan definisi-definisi diatas, kiranya dapat dipahami bahwa ijarah adalah menukar
sesuatu dengan ada imbalannya,diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti sewa-
menyewa adalah menjual manfaat, dan upah mengupah adalah menjual tenaga atau kekuatan.

D. Dasar Hukum Ijarah

Dasar-dasar hukum atau rujukan ijarah adalah Al-Qur’an, Al-Sunnah, dan Al-Ijma.

Dasar hukum ijarah dalam Al-Qur’an adalah:

‫َقاَلْتِاْح ٰد ىُهَم آٰيَاَبِتاْسَتْأِج ْر ُۖه ِاَّنَخْيَر َم ِناْسَتْأَج ْر َتاْلَقِوُّياَاْلِم ْيُن‬

Artinya: Salah seorang dari wanita itu berkata “wahai bapakku, ambillah dia sebagai pekerja
kita karena orang yang paling baik untuk dijadikan pekerja adalah orang yang kuat dan dapat
dipercaya. (Q. S. Al-Qashash:26)

‫َفِاْنَاْر َض ْعَنَلُك ْم َفٰا ُتْو ُهَّنُاُجْو َر ُهَّۚن‬

Artinya: “Jika mereka telah menyusukan anakmu, maka berilah upah mereka. (Q. S. Al-
Thalaq:6)

4
Dasar hukum ijarah dari Al-Hadis

‫أعطوااالجيراجرهقبالنيجفعرقه‬

Artinya: “Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya kering” (Riwayat Ibnu
Majah)

)‫حتجمواعطالحماماجره(رواهالبخارىومسلم‬

Artinya: “Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam
itu.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

)‫كنانكرىاالرضبماعلىالسوافىمنالزرعفنهىرسواللَّلِه صمذلكوامرنابذهباوورق (رواهاحمدوابوداود‬

Artinya: “Dahulu kami menyewa tanah dengan jalan membayar dari tanaman yang tumbuh.
Lalu Rasulullah melarang kami cara itu dan memerintahkan kami agar membayar dengan
uang mas atau perak” (Riwayat Ahmad dan Abu Dawud)

Landasan Ijma nya adalah semua umat bersepakat, tidak ada seorang ulama pun yang
membantah kesepakatan (ijma) ini, sekalipun ada beberapa orang diantara mereka yang
berbeda pendapat, tetapi hal itu tidak dianggap.

E. Rukun dan Syarat Ijarah

Rukun-rukun dan Syarat-syarat ijarah adalah sebagai berikut:

1. Mu’jir dan musta’jir yaitu orang yang melakukan akad sewa-menyewa atau upah-
mengupah. Mu’jir adalah orang yang memberikan upah dan yang menyewakan,
musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang
menyewa sesuatu, diisyaratkan pada mu’jir dan musta’jir adalah baligh, berakal,
cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta), dan saling meridhai. Allah SWT
berfriman:

‫َي ا َأ ُّي َه اا َّل ِذ يَنآ َم ُن وا اَل َت ْأ ُك ُل وا َأ ْم َو ا َلُك ْم َب ْيَن ُك ْم ِب ا ْل َب ا ِط ِإِل اَّل َأ ْن َت ُك وَن ِتَج ا َر ًة َع ْن َت َر ا ٍض ِم ْنُك ْم‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan bathil kecuali dengan perniagaan secara suka
sama suka” (Q.S.An-Nisa:29)
Bagi orang yang berakad ijarah juga diisyaratkan mengetahui manfaat
barang yang diakadkan dengan sempurna sehingga dapat mencegah
terjadinya perselisihan.

5
2. Shighat ijab kabul antara mu’jir dan musta’jir, ijab Kabul sewa-meyewa
dan upah-mengupah. Ijab Kabul sewa-menyewa misalnya: “Aku sewakan
mobil ini kepadamu setiap hari Rp.5.000,00”, maka musta’jir
menjawab :”Aku terima sewa mobil mobil tersebut dengan harga demikian
setiap hari”. Ijab Kabul upah-mengupa misalnya seseorang berkata
“Kuserahkan kebun ini kepadamu untuk dicangkuli dengan upah setiap
hari Rp.5.000,00” kemudian musta’jir menjawab “Aku akan kerjakan
pekerjaan itu sesuai dengan apa yang engkau ucapkan”.
3. Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik
dalam sewa-menyewa maupun upah-mengupah.
4. Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam upah-
mengupah disyaratkan pada barang yang disewakan dengan beberapa
syarat sebagai berikut:
a. Hendaklah barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa dan upah-
mengupah dapat dimanfaatkan kegunaannya.
b. Hendaklah benda yang menjadi objek sewa-menyewa dan upah-
mengupah dapat diserahkan kepada penyewa dan pekerja berikut
kegunannya (khusus dalam sewa-menyewa)
c. Manfaat dari benda yang disewakan adalah perkara yang mubah
(boleh) menurut syara’ bukan hal yang dilarang (diharamkan)
d. Benda yang disewakan diisyaratkan kekal ‘ain (zat)-nya hingga waktu
yang ditentukan menurut perjanjian dalam akad

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut Hanafiyah yang dimaksud hiwalah adalah memindahkan tagihan dari tanggung
jawab yang berutang kepada yang lain yang punya tanggung jawab kewajiban pula.

Syihab Al-Din Al-Qalyubi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hiwalah adalah
akad yang menetapkan pemindahan beban utang dari seseorang kepada yang lain.

Menurut Idris Ahmad berpendapat bahwa hiwalah adalah semacam akad (ijab kabul)
pemindahan utang dari tanggungan seseorang yang berutang kepada orang lain, dimana orang
lain itu mempunyai utang pula kepada yang memindahkannya

Menurut Hanafiyah bahwa ijarah adalah akad untuk membolehkan pemilikan manfaat
yang diketahui dan sengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.

Menurut Syaikh Syihab Al-Din dan Syaikh Umairah bahwa ijarah adalah akad atas
manfaat yang diketahui dan disengaja untuk memberi dan membolehkan dengan imanlan
yang diketahui ketika itu.

Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie bahwa ijarah adalah akad yang objeknya adalah penukaran
manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual
manfaat.

B. Saran

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan
dalam tulisan maupun penyusunannya, karena selain kami masih dalam tahap belajar, kami
juga manusia biasa yang tidak akan lepas dari salah dan dosa. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran konstruktif pembaca demi perbaikan makalah kami
selanjutnya.

7
DAFTAR PUSTAKA

Suhendi, Hendi. (2016). Fiqh Muamalah.Jakarta:PT. RajaGrafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai