DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
BUDIANSYAH (1802010106)
M. MUSTAIN HARIS (1802010113)
ADIRA TRYAMANDA (1802010107)
AULIA MARSHA NABILA (1802010114)
AJENG CINTYA RAHMANI (1802010115)
HANIF FEBRIANSYAH (1802010157)
KELAS 3E
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SYEKH-YUSUF TANGERANG
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
Page | i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas seizin-Nya,
penulis dapat mengerjakan tugas mata kuliah yang berupa makalah muamalah
Makalah ini adalah salah satu tugas kelompok dalam mata kuliah
penulis tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari semua pihak. Oleh karena itu
1. Prof. Dr. H.Mustofa Kamil, Dipl., RSL., M.Pd selaku rektor unis tangerang
Penulis menyadari bahwa dalam membuat makalah ini masih banyak sekali
kesalahan yang dibuat oleh penulis. Oleh karena itu penulis meminta maaf dan
penulisan makalah muamalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khusunya
Page | ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bila menganalisis berbagai perintah agama islam dengan seksama, maka
dengan mudah kita dapat memperoleh prinsip yang berkaitan dengan piutang
konsumtif. Adapun prinsip piutang konsumtif adalah Prinsip kemurnian, perjanjian,
pembayaran dan bantuan yang timbul dari kenyataan bahwa mengambil suatu kredit
tanpa suatu sebab yang shahih, ditolak oleh Rasulullah yang diriwayatkan berlindung
dari utang maupun dosa. Aisyah berkata rasulullah SAW biasa berdoa dengan
mengucapkan kata-kata “Yaa Allah, aku berlindung padamu dari dosa dan berutang”.
Seseorang bertanya padanya “Yaa Rasulullah, mengapa begitu sering engkau
berlindung dari berutang?” Jawabnya “Bila orang berutang, dia berdusta, berbohong
dan berjanji. Tetapi memungkiri janjinya” (HR. BUKHARI)
Sedangkan dalam hawalah ini terjadi perpindahan tanggungan atau hak dari
satu orang kepada orang lain. Dan pengalihan penagihan hutang ini dibenarkan oleh
syariah dan telah dipraktekkan oleh kaum Muslimin dari zaman Nabi Muhammad
SAW sampai sekarang. Dalam al-Qur’an kaum Muslimin diperintahkan untuk saling
tolong menolong satu sama lain. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Firman Allah :
(QS.Al-Maidah: 2 )
Akad hawalah merupakan suatu bentuk saling tolong menolong yang
merupakan manifestasi dari semangat ayat tersebut.
Kemudian berdasarkan hadist.
“Barangsiapa yang mempunyai hutang namun dia mempunyai piutang pada
orang lain yang mampu, kemudian dia memindahkan kewajiban membayar
hutangnya kepada orang lain yang mampu itu, maka orang yang mampu tersebut
wajib menerima kewajiban itu.”
Nabi saw bersabda: “Penundaan orang yang mampu (melunasi hutang) itu
adalah zhalim, dan apabila seorang di antara kamu menyerahkan (kewajiban
pembayaran hutangnya) kepada orang kaya, maka terimalah.” (Shahih: Shahihul
Jami’us Shaghir no: 5876).
Page | 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hawalah
Secara bahasa pengalihan hutang dalam hukum islam disebut sebagai hiwalah
yang mempunyai arti lain yaitu Al-intiqal dan Al-tahwil, artinya adalah memindahkan
dan mengalihkan. Penjelasan yang dimaksud adalah memindahkan hutang dari
tanggungan muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal'alaih (orang
yang melakukan pembayaran hutang).
النقل من محل إلى محل: لغة
Sedangkan pengertian Hiwalah secara istilah, para Ulama’ berbeda-beda
dalam mendefinisikannya, antara lain sebagai berikut:
1. Menurut Hanafi, yang dimaksud hiwalah
نقل المطا لبة من دمة المديون إلى دمة الملتزم
“Memidahkan tagihan dari tanggung jawab yang berutang kepada yang lain
yang punya tanggung jawab pula”.
2. Al-jaziri berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Hiwalah adalah:
نقل الدين من دمة إلى دمة
“Pemindahan utang dari tanggung jawab seseorang menjadi tanggung jawab
orang lain”.
3. Syihab al-din al-qalyubi bahwa yang dimaksud dengan Hiwalah adalah:
Page | 4
5. Ibrahim al-bajuri berpendapat bahwa Hiwalah adalah:
نقل الحق من دمة المحيل إلى دمة المحال عليه
“Pemindahan kewajiban dari beban yang memindahkan menjadi beban
yang menerima pemindahan”.
6. Menurut Taqiyuddin, yang dimaksud Hiwalah adalah:
إنتقال الدين من دمة إلى دمة
“Pemindahan utang dari beban seseorang menjadi beban orang lain”.
7. Menurut Sayyid Sabiq, yang dimaksud dengan hawalah ialah pemindahan dari
tanggungan muhil menjadi tanggunggan muhal ‘alaih.
8. Idris Ahmad, Hiwalah adalah “Semacam akad (ijab qobul) pemindahan utang dari
tanggungan seseorang yang berutang kepada orang lain, dimana orang lain itu
mempunyai utang pula kepada yang memindahkan.
Page | 5
2. Ijma’
Para ulama sepakat membolehkan hawalah. Hawalah dibolehkan pada
hutang yang tidak berbentuk barang/ benda, karena hawalah adalah perpindahan
utang, oleh sebab itu harus pada utang atau kewajiban finansial.
C. Rukun Hawalah
Menurut mazhab Hanafi, rukun hiwalah hanya ijab (pernyataan melakukan
hiwalah) dari pihak pertama, dan qabul (penyataan menerima hiwalah) dari pihak
kedua dan pihak ketiga.
Menurut mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali rukun hiwalah ada enam yaitu:
1. Pihak pertama, muhil ()المحيل:
Yakni orang yang berhutang dan sekaligus berpiutang,
2. Pihak kedua, muhal atau muhtal ()المحال او المحتال:
Yakni orang berpiutang kepada muhil.
3. Pihak ketiga muhal ‘alaih ()المحال عليه:
Yakni orang yang berhutang kepada muhil dan wajib membayar hutang
kepada muhtal.
4. Ada hutang pihak pertama pada pihak kedua, muhal bih ()المحال به:
Yakni hutang muhil kepada muhtal.
5. Ada hutang pihak ketiga kepada pihak pertama
Utang muhal ‘alaih kepada muhil.
6. Ada sighoh (pernyataan hiwalah).
D. Syarat-Syarat Hawalah
Persyaratan hawalah ini berkaitan dengan Muhil, Muhal, Muhal Alaih dan
Muhal Bih.
Persyaratan yang berkaitan dengan Muhil, ia disyaratkan harus, pertama,
berkemampuan untuk melakukan akad (kontrak). Hal ini hanya dapat dimiliki jika ia
berakal dan baligh. Hawalah tidak sah dilakukan oleh orang gila dan anak kecil karena
tidak bisa atau belum dapat dipandang sebagai orang yang bertanggung secara
hukum. Kedua, kerelaan Muhil. Ini disebabkan karena hawalah mengandung pengertian
kepemilikan sehingga tidak sah jika ia dipaksakan. Di samping itu persyaratan ini
Page | 6
diwajibkan para fukoha terutama untuk meredam rasa kekecewaan atau
ketersinggungan yang mungkin dirasakan oleh Muhil ketika diadakan akad hawalah.
Persyaratan yang berkaitan dengan Muhal. Pertama, Ia harus memiliki
kemampuan untuk melaksanakan kontrak. Ini sama dengan syarat yang harus dipenuhi
oleh Muhil. Kedua, kerelaan dari Muhal karena tidak sah jika hal itu dipaksakan.
Ketiga, ia bersedia menerima akad hawalah.
Persyaratan yang berkaitan dengan Muhal Alaih. Pertama, sama dengan syarat
pertama bagi Muhil dan Muhal yaitu berakal dan balig. Kedua, kerelaan dari hatinya
karena tidak boleh dipaksakan. Ketiga, ia menerima akad hawalah dalam majlis atau di
luar majlis.
Persyaratan yang berkaitan dengan Muhal Bih. Pertama, ia harus berupa hutang
dan hutang itu merupakan tanggungan dari Muhil kepada Muhal. Kedua, hutang
tersebut harus berbentuk hutang lazim artinya bahwa hutang tersebut hanya bisa
dihapuskan dengan pelunasan atau penghapusan.
E. Jenis-Jenis Hawalah
Ada dua jenis hawalah yaitu hawalah muthlaqoh dan hawalah Muqoyyadah.
a. Hawalah Muthlaqoh terjadi jika orang yang berhutang (orang pertama) kepada
orang lain ( orang kedua) mengalihkan hak penagihannya kepada pihak ketiga
tanpa didasari pihak ketiga ini berhutang kepada orang pertama. Jika A berhutang
kepada B dan A mengalihkan hak penagihan B kepada C, sementara C tidak punya
hubungan hutang pituang kepada B, maka hawalah ini disebut Muthlaqoh. Ini
hanya dalam madzhab Hanafi dan Syi’ah sedangkan jumhur ulama
mengklasifikasikan jenis hawalah ini sebagai kafalah.
b. Hawalah Muqoyyadah terjadi jika Muhil mengalihkan hak penagihan Muhal
kepada Muhal Alaih karena yang terakhir punya hutang kepada Muhal. Inilah
hawalah yang boleh (jaiz) berdasarkan kesepakatan para ulama.
Ketiga madzhab selain madzhab hanafi berpendapat bahwa hanya membolehkan
hawalah muqayyadah dan menyariatkan pada hawalah muqayyadah agar utang
muhal kepada muhil dan utang muhal alaih kepada muhil harus sama, baik sifat
maupun jumlahnya. Jika sudah sama jenis dan jumlahny, maka sahlah hawalahnya.
Tetapi jika salah satunya berbeda, maka hawalah tidak sah.
Page | 7
c. Hawalah Haq
Hawalah ini adalah pemindahan piutang dari satu piutang kepada piutang
yang lain dalam bentuk uang bukan dalam bentuk barang. Dalam hal ini yang
bertindak sebagai Muhil adalah pemberi utang dan ia mengalihkan haknya kepada
pemberi hutang yang lain sedangkan orang yang berhutang tidak berubah atau
berganti, yang berganti adalah piutang. Ini terjadi jika piutang A mempunyai
hutang kepada piutang B.
d. Hawalah Dayn
Hawalah ini adalah pemindahan hutang kepada orang lain yang
mempunyai hutang kepadanya. Ini berbeda dari hawalah Haq. Pada hakekatnya
hawalah dayn sama pengertiannya dengan hawalah yang telah diterangkan di
depan.
F. Hakikat Hawalah
Kalangan Hanafiah dan Malikiah berpendapat bahwa hawalah adalah
pengecualian dalam transaksi jual beli, yakni menjual hutang dengan hutang. Hal ini
karena manusia sangat membutuhkannya. Hal ini juga merupakan pendapat yang paling
dianggap sahih di kalangan Syafi’iah dan juga menurut salah satu riwayat di kalangan
Hanabilah. Dasarnya adalah Hadist yang artinya : jika salah seorang dari kamu
sekalian dipindahkan hutangnya kepada orang kaya, maka terimalah (HR.Bukhari dan
Muslim).
Yang sahih menurut Hanabilah bahwa hawalah adalah murni transaksi irfaq
(memberi manfaat) bukan yang lainnya.
Ibnu al-Qayyim berkata, “Kaidah-kaidah syara’ mendukung dibolehkannya
hawalah, dan ini sesuai dengan qiyas.
Page | 9
Menurut madzhab Maliki, bila muhil telah menipu muhal, ternyata muhal ‘alaih
orang fakir yang tidak memiliki sesuatu apapun untuk membayar, maka muhal boleh
kembali lagi kepada muhil. Menurut imam Malik, orang yang menghawalahkan hutang
kepada orang lain, kemudian muhal ‘alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal
dunia dan ia belum membayar kewajiban, maka muhal tidak boleh kembali kepada
muhil.
Abu Hanifah, Syarih dan Ustman berpendapat bahwa dalam keadaan muhal
‘alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia, maka orang yang
menghutangkan (muhal) kembali lagi kepada muhil untuk menagihnya.
Page | 10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan dalam tulisan maupun penyusunannya, karena selain kami masih dalam
tahap belajar, kami juga manusia biasa yang tidak akan lepas dari salah dan dosa.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran konstruktif pembaca demi
perbaikan makalah kami selanjutmya
Page | 11
DAFTAR PUSTAKA
Ath Thayyar, Abdullah bin Muhammad, 2004, Ensiklopedi Fiqh Mu’amalah Dalam
Pandangan 4 Madzhab, cet I, Yogyakarta: Maktabah Al Hanif.
Sabiq, Sayyid, 1987, Fikih Sunnah, Bandung : PT Al-ma'rif.
Suhendi, Hendi, 2008, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
http://pengalihan-hutang-dalam-islam-hawalah.html/
http//syariahlife.wordpress.com/2007/hawalah/
http//ekonomisyariah.net/2009/hawalah-pemindahan-utang-piutang-dalam-perspektif-islam-
dan-konvensional/
Abdul Rahman ghazaly dkk, fiqh muamalat, Jakarta, PRENADA MEDIA, 2010,
Moh Rifai , konsep perbankan syariah, semarang, wicaksana, 2002,
http://makalahoke.blogspot.co.id/2013/06/makalah-al-hiwalah.html
http://mindafantastic.blogspot.co.id/2011/09/fiqh-muamalah-hawalah-pemindahan-
utang.html
Page | 12