Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

            Kegiatan ekonomi yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari bahkan tanpa
kita sadari, pinjam-meminjam sering kita lakukan. Berbicara mengenai pinjaman (‘Ariyah),
maka perlu kita bahas mengenai dasar hukum ariyah.
Apa sebenarnya ariyah itu? Bagaimana dasar hukum serta rukun dan syarat Ariyah? Dan
apakah pembayaran / pengambilan pinjaman itu telah sesuai atau tidak? Untuk itu kita perlu
mengetahui bagaimana pengembalian yang sesuai dengan syara . agar kita bisa menerapkan
dalam kehidupan nyata.

            Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memberi pengetahuan kepada
pembaca umumnya dan saya khususnya tentang hal-hal yang berkaitan dengan ‘ariyah dan
hukumnya, sehinga kita dapat mengaplikasikanya dalam kegiatan kita sehari-hari. Akhirnya,
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan ‘ariyah, al-qardh, dan hiwalah?


2. Apa dasar hukum ‘ariyah, al-qardh, dan hiwalah?
3. Apa rukun dan syarat ‘ariyah, al-qardh, dan hiwalah?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari ‘ariyah, al-qardh, dan hiwalah


2. Untuk mengetahui dasar hukum ‘ariyah, al-qardh, dan hiwalah
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat ‘ariyah, al-qardh, dan hiwalah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian ariyah, al-qardh, dan hiwalah

Ariyah

Ariyah menurut bahasa ialah pinjaman. Sedangkan menurut istilah, pengertian ‘ariyah
di bagi menjadi beberapa pendapat:

1. Menurut Hanafiyah, ariyah ialah kepemilikan atas manfaat secara Cuma-Cuma


2. Menurut Malikiyah, Ariyah ialah memiliki manfaat dalam waktu tertentu dengan
tanpa imbalan.
3. Menurut Syafiiyah , ariyah adalah kebolehan mengambil manfaat dari sesorang yang
membebaskannya, apa yang mungkin untuk dimanfaatkan, serta tetap zat barangnya
supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya.
4. Menurut Hanbaliyah, ariyah adalah kebolehan memanfaatkan suatu zat barang tanpa
imbalan dari peminjam atau yang lainnya.
           

Dari definisi yang diungkapkan oleh para ulama mazhab tersebut dapat disimpulkan
bahwa, ariyah adalah kebolehan mengambil manfaat barang-barang yang diberikan oleh
pemiliknya kepada orang lain dengan tanpa di ganti atau secara Cuma-Cuma (gratis). Bila
diganti dengan sesuatu atau ada imbalannya, hal itu tidak dapat disebut ariyah.

Al- Qardh

Di dalam fiqih Islam, hutang piutang telah dikenal dengan istilah Al-Qardh. Makna
Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u yang berarti memotong. Harta yang
diserahkan kepada orang yang berhutang disebut Al-Qardh, karena merupakan potongan dari
harta orang yang memberikan hutang kepada orang yang menerima utang. Sedangkan
pengertian istilah Qardh menurut ulama:

1. Hanafiyah berpendapat qardh adalah: harta yang diberikan seseorang dari maal


mitsli  untuk kmudian dibayar atau dikembalikan.
2. Safi’iyah berpendapat qardh adalah: sesuatu yang diberikan kepada orang lain , yang
suatu saat harus di kembalikan.
3. Hanbaliyah berpendapat qardh adalah:  memberikan harta kepada orang yang
memanfaatkannya dan kemudian mengembalikan penggantiannya.

Atau dengan kata lain, Hutang Piutang adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak
milik pemberi pinjaman kepada peminjam dengan pengembalian di kemudian hari sesuai
perjanjian dengan jumlah yang sama. Jika peminjam diberi pinjaman Rp. 1.000.000 (satu juta
rupiah) maka di masa depan si peminjam akan mengembalikan uang sejumlah satu juta juga.

Hiwalah
Secara bahasa pengalihan hutang dalam hukum islam disebut sebagai hiwalah yang
mempunyai arti lain yaitu Al-intiqal dan Al-tahwil, artinya adalah memindahkan dan
mengalihkan.Penjelasan yang dimaksud adalah memindahkan hutang dari tanggungan muhil
(orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal'alaih (orang yang melakukan pembayaran
hutang).

Sedangkan pengertian Hiwalah secara istilah, para Ulama’ berbeda-beda dalam


mendefinisikannya, antara lain sebagai berikut:

1. Menurut Hanafi, yang dimaksud hiwalah adalah memindahkan tagihan dari tanggung
jawab yang berutang kepada yang lain yang punya tanggung jawab pula.
2. Al-jaziri berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Hiwalah adalah
pemindahan utang dari tanggung jawab seseorang menjadi tanggung jawab orang lain.
3. Syihab al-din al-qalyubi bahwa yang dimaksud dengan Hiwalah adalah
akad yang menetapkan pemindahan beban utang dari seseorang kepada yang lain.
4. Muhammad Syatha al-dimyati berpendapat bahwa yang dimaksud Hiwalah adalah
akad yang menetapkan pemindahan utang dari beban seseorang menjadi beban orang
lain.
5. Ibrahim al-bajuri berpendapat bahwa Hiwalah adalah pemindahan kewajiban dari
beban yang memindahkan menjadi beban yang menerima pemindahan.

B. Dasar Hukum ‘Ariyah, Al- qardh, dan hiwalah

Ariyah

Menurut Sayyid Sabiq, tolong menolong (‘Ariyah) adalah sunnah. Sedangkan


menurut al-Ruyani, sebagaimana dikutip oleh Taqiy al-Din, bahwa ariyah hukumnya wajib
ketika awal islam. Ada juga yang berpendapat ariyah ini adalah suatu usaha tolong menolong
oleh karena itu hukumnya boleh atau mubah sapanjang yang demikian itu dilakukan sesuai
dengan ketentuannya.

Adapun landasan hukumnya dari nash Alquran ialah:

“.....dan tolong-menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu
tolong-menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan.”(Qs.Al-Maidah(5):2).

Selain dari Al-Quran, landasan hukum yang kedua adalah Al-Hadis, ialah:

“barang peminjaman adalah benda yang wajib dikembalikan”(Riwayat Abu Daud)

“Dari Samurah Ibnu jundab bahwa Rosululloh  SAW bersabda:” tangan bertanggung jawab
terhadap apa yang ia ambil sampai ia mengembalikan”( Riwayat Ahmad danempat imam,
hadis sohih menurut hakim).
“Dari anas bin malik ia berkata; telah terjadi rasa ketakutan (seranngan musuh) dikota
madinah. Lalu nabi meminjam seekor kuda dari abi talhah yang diberi mandub, kemudian
beliau mengendarainya, setelah beliau kembali beliau bersbda: kami tidak melihat apa-apa
yang kami temui hanya lautan . (HR. Muttafaq ‘alaih)

Al- Qardh

1. Dasar dari al-Qur’an adalah firman allah swt:

ً‫ضا ِعقَهُ لَهُ َأضْ َعافًا َكثِ ْي َرة‬


َ ُ‫َم ْن َذا الَّ ِذي يُ ْق َرضُ هللاَ قَرْ ضًا َح َسنًا فَي‬
Artinya:
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada allah pinjaman yang baik (menafkahkan
harta di jalan allah), maka allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat
ganda yang banyak.” (Q.S Al-Baqarah :245)

Sisi pendalilan dari ayat diatas adalah bahwa allah swt menyerupakan amal salih dan
memberi infaq fi sabilillah dengan harta yang dipinjamkan. Dan menyerupakan
pembalasannya yang berlipat ganda dengan pembayaran hutang. Amal kebaikan disebut
pinjaman (hutang) karena orang yang berbuat baik melakukannya untuk mendapatkan
gantinya sehingga menyerupai orang yang menghutangkan sesuatu agar mendapat gantinya.

2. Dasar dari as-sunnah :

َ ‫ َما ِم ْن ُم ْسلِ ٍم يُ ْق ِرضُ ُم ْسلِ ًما قَرْ ضًا َم َّرتَ ْي ِن اِاَّل َكانَ َك‬: ‫صلَى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَ َم قَا َل‬
ً‫ص َد قَ ٍة َم َّرة‬ َ ‫َع ِن ا ْب ِن َم ْسعُوْ ٍد اَ َّن النَّبِ ًّي‬
)‫(رواهابن ماجه وابن حبان‬
  Artinya:
“Dari Ibn Mas’ud bahwa Rasulullah SAW, bersabda, “tidak ada seorang muslim yang
menukarkan kepada seorang muslim qarad dua kali, maka seperti sedekah sekali.” (HR. Ibn
Majah dan Ibn Hibban)

3. Ijma’
Kaum muslimin sepakat bahwa qarad dibolehkan dalam islam. Hukum qarad adalah
dianjurkan (mandhub) bagi muqrid dan mubah bagi muqtarid, berdasarkan hadits diatas.

Hiwalah

Hiwalah sebagai salah satu bentuk transaksi antar sesama manusia dibenarkan oleh
 

Rasulullah SAW melalui sabda beliau:

)‫مطل الغنى ضلم واذا اتبع احدكم على ملى فا ليتبع ( رواه ا لجما عة‬

Artinya: Memperlambat pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang kaya merupakan
perbuatan dholim jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang yang mudah membayar
hutang, maka hendaknya ia berani (H.R al Jama’ah).

Disamping itu terdapat kesepakan oleh ulama’ (ijma’) mengatakan bahwa tindakan
hawalah boleh dilakukan.
C. Rukun dan Syarat ‘ariyah, hiwalah, dan Al- qardh.

‘Ariyah

Menurut Hanafiyah, rukun ‘ariyah satu yaitu ijiab, dan Kabul tidak wajib diucapkan
tetapi cukup dengan menyerahkan pemilik kepada peminjam barang yang dipinjam.
Menurut jumhur ulama termasuk Syafi’iyah berpendapat rukun ariyah adalah sebagai berikut:

1. Kalimat shighat/ ijab qabul


2. Mu’ir yaitu orang yang  yang meminjam
3. Mus’tair yaitu orang yang meminjamkan
4. Mu’ar yaitu barang yang dipinjam

             Syarat bagi mu’ir  dan musta’ir yaitu: Baik peminjam atau yang meminjamkan
disyaratkan keduanya telah berkemampuan untuk bertindak dan berbuat kebajikan dan
mampu membuat perjanjian, yaitu telah dewasa, berakal sehat, cakap atas harta dan berbuat
dengan kesadaran dan pilihan sendiri dan tidak dalam keadaan terpaksa.

           Sedangkan syarat untuk barang yang dipinjamkan adalah dapat dimanfaatkan tanpa
mengurangi wujud barangnya, dapat diserahkan dan dimanfatkan untuk kepentingan yang
tidak bertentangan dengan agama, tidak syah ariyah yang barangnya tidak dapat digunakan,
seperti meminjam karung yang sudah hancur sehingga tidak dapat digunakan untuk
menyimpan padi, maka batal ariyah yang pengambilan manfaat materinya dibatalkan oleh
syara, seperti meminjam benda-benda najis.

Hiwalah

Ulama hanafiyah berpendapat bahwa yang menjadi rukun hiwalah adalah:

a. Ijab (peryataan melakukan hiwalah) dari pihak pertama.


b. Qabul (peryataan menerima hiwalah) dari pihak kedua dan ketiga.

Sedangkan menurut jumhur ulama yang terdiri dari malikiyah, syafiinya dan hanabilah,
rukun hawalah ada 6 yaitu:

1. Pihak pertama
2. Pihak kedua
3. Pihak ketiga
4. Utang pihak pertama kepada pihak kedua
5. Utang pihak ketiga kepada pihak pertama
6. Shigat (peryataan hiwalah)

Syarat-Syarat Hiwalah

Para ulama fiqih dari kalangan hanafi, Malaiki, Syafi’I, dan Hambali. Berpendapat
bahwa  hawalah dapat syah apabila terpenuhinnya syarat-syarat yang berkaitan  dengan pihak
petama pihak kedua dan pihak ketiga, serta yang berkaitan tenang hak itu sendiri,
Syarat-syarat pihak pertama yaitu balig dan berakal, ada peryataan persetujuan.
Syarat-syarat Pihak kedua yaitu: baliq dan berakal, adanya persetujuan pihak kedua terhadap
pihak pertama yang melakukan hiwalah, atas pertimbangan kebiasaan orang dalam
membayar hutang berbeda-beda. Syarat-Syarat Pihak ketiga yaitu balig dan berakal menurut
hanafi mensyaratkan adanya peryataan persetujuan dari pihak ketiga, sedangkan madzhab
lainya tidak mensyaratkan hal itu.

Al- Qardh

Adapun yang menjadi rukun qardh adalah:

a. Muqridh (pemilik barang atau yang memberikan pinjaman),


b. Muqtaridh (peminjam),
c. Qardh (objek atau barang yang dipinjamkan)
d. Serah terima (Ijab qabul).

Sedangkan persyaratan yang harus dipenuhi dalam akad qardh adalah:

1. Orang yang melakukan akad (Muqridh dan muqtaridh) harus baligh, dan berakal.
Akad qardh menjadi tidak sah apabila yang berakad itu anak kecil, orang gila dan
dipaksa oleh seseorang.
2. Qardh (objek) berupa harta yang bisa dimanfaatkan (harta mutaqawwim). Mengenai
jenis harta benda yang dapat menjadi objek utang piutang terdapat perbedaan
pendapat dikalangan fuqaha. Menurut Hanafiah, akad utang piutang hanya berlaku
pada harta benda yang banyak padanannya (mistliyat) yang lazim dihitung melalui
timbangan, takaran dan satuan. Sedangkan yang tidak sah dijadikan objek utang
piutang seperti hasil seni, rumah, tanah, hewan, dll. Namun menurut Malikiyah,
Syafi’iyah, dan Hanabilah setiap harta yang dapat diberlakukan akad salam dapat
dijadikan juga akad utang piutang, baik berupa mistliyat ataupun qimiyat.
3. Dana yang digunakan ada manfaatnya.
4. Aqad hutang piutang tidak boleh dikaitkan dengan suatu persyaratan di luar hutang
piutang itu sendiri yang menguntungkan pihak muqridh.
5. Ada kesepakatan diantara kedua belah pihak (ijab dan qabul).
Qardh dipandang sah apabila dilakukan terhadap barang-barang yang dibolehkan
syara'. Selain itu, qardh pun dipandang sah setelah adanya ijab dan qabul, seperti pada jual-
beli dan hibah.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pengertian

1. ‘Ariyah (pinjaman) adalah memberikan manfaat suatu barang dari seseorang kepada
orang lain secara Cuma-Cuma (gratis). Apabila digantikan dengan sesuatu atau ada
imbalannya, hal itu tidak dapat disebut ¸’Ariyah. 
2. Al qardh atau hutang Piutang adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak milik
pemberi pinjaman kepada peminjam dengan pengembalian di kemudian hari sesuai
perjanjian dengan jumlah yang sama.
3. Hiwalah adalah memindahkan hutang dari tanggungan muhil (orang yang
berhutang) menjadi tanggungan muhal'alaih (orang yang melakukan pembayaran
hutang).

Dasar hukum

1. Ariyah: (Qs.Al-Maidah(5):2)

2. Al Qardh: (Q.S Al-Baqarah :245)

3. Hiwalah : “Memperlambat pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang kaya


merupakan perbuatan dholim jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang yang
mudah membayar hutang, maka hendaknya ia berani” (H.R al Jama’ah).

Rukun dan syarat

1. ‘Ariyah : Kalimat shighat/ ijab qabul, Mu’ir yaitu orang yang  yang meminjam,
Mus’tair yaitu orang yang meminjamkan, Mu’ar yaitu barang yang dipinjam.
2. Al-qardh: Muqridh (pemilik barang atau yang memberikan pinjaman), Muqtaridh
(peminjam), Qardh (objek atau barang yang dipinjamkan), Serah terima (Ijab
qabul).
3. Hiwalah : Pihak pertama, Pihak kedua, Pihak ketiga, Utang pihak pertama kepada
pihak kedua, Utang pihak ketiga kepada pihak pertama, Shigat (peryataan
hiwalah)

B. SARAN

Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan bahkan kesalahan yang ada di Makalah
ini. Maka dari itu, kami dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran dari
pembaca agar makalah ini dapat lebih bagus lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Suhendi, Hedi. 2002. Fiqih muamalat. Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA

Mulyadi, Ahmad. 2006. Fiqih. Bandung: penerbit Titian Ilmu

Abdul Jalil, Ma’ruf. 2006. Al-Wajiz. Jakarta: Pustaka As-Sunah

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2167435-pengertian-al-ariyah-pinjam-
meminjam/#ixzz1pYqZn0fv

Syafei Rahmat.2006. Fiqih Muamalah , Bandung:Pustaka setia

Muslich wardi, ahmad.2010.Fiqih Muamalah.Jakarta:penerbit  AMZAH

.
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas dalam bentuk makalah ini yang
berjudul “ ‘Ariyah, Al-qardh, dan Hiwalah”.

Makalah ini telah kami susun sedemikian rupa dan mendapatkan bantuan dari
beberapa pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
berterima kasih kepada pihak yang telah membantu dan berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami juga menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan maupun kesalahan terutama dalam bagian penyusunan dan tata bahasanya. Oleh
karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritikan dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini dan tentunya menjadi pembelajaran untuk kami
kedepan.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat dan sebagai motivasi untuk
meningkatkan rasa ingin tahu untuk kita.
“‘Ariyah, Al-qardh, dan Hiwalah”

Disusun Oleh:
Reynaldi Mulyadi

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI


MAJENE
JURUSAN TARBIYAH/KEGURUAN
PRODI PAI
2018/2019

Anda mungkin juga menyukai