digenggam atau dikuasai manusia secara nyata, baik berupa benda maupun manfaat. • Terminologi : – Hanafiyah : segala yang mungkin dikuasai dan digenggam serta bisa dimanfaatkan. – Jumhur fuqaha : setiap yang memiliki nilai yang jika rusak maka orang yang merusaknya mesti mengganti. • Menurut hanafiyyah : membatasi harta pada sesuatu yang memiliki materi yang dapat dirasakan, adapun manfaat dan hak tidak termasuk harta (itu adalah milik bukan harta) • Selain hanafiyyah : memandangnya sebagai harta, karena yang dituju sesungguhnya dari segala sesuatu adalah manfaatnya bukan zatnya. • manfaat : kegunaan yang dihasilkan barang. • Hak : kewenangan yang diakui syariat untuk seseorang yang memungkinkannya untuk memiliki kekuasaan tertentu atau dibebankan sengan sesuatu. Implikasi dari perbedaan pendapat tersebut : 1. Perampasan 2. Warisan 3. Penyewaan Contoh : Apabila seseorang merampas (al-ghasbu) atau menggunakan kendaraan orang lain tanpa izin. Jumhur : orang tersebut dapat dituntut ganti rugi karena manfaat kendaraan itu mempunyai nilai harta. Hanafiyyah : penggunaan kendaraan orang lain tanpa izin tidak dituntut ganti rugi, karena orang itu tidak mengambil harta, melainkan hanya sekedar memanfaatkan harta. (ulama hanafiyah tidak membenarkan pemanfaatn milik orang lain tanpa izin) Contoh : Apabila seseorang menyewa rumahnya kepada orang lain dan kesepakatan sewa menyewa telah disetujui oleh kedua belah pihak, kemudian pemilik rumah meninggal dunia. Jumhur : kontrak sewa menyewanya tetap berlangsung sampai habis masa kontrak yang telah disepakati, meskipun pemilik rumah telah meninggal dunia, karena manfaat adalah harta yang boleh diwariskan. Hanafiyyah : kontrak sewa menyewa batal karena pemilik rumah telah meninggal dan rumah harus diserahkan kepada ahli warisnya, karena manfaat bukanlah harta yang diwariskan. • Ulama Hanafiyyah mutaakhirin (Mustafa Ahmad az-Zarqa’) : harta adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai materi di kalangan masyarakat. (cenderung ke jumhur) • Muhammad salam madkur memisahkan unsur-unsur harta menjadi tiga : – Dapat dimiliki – Dapat diambil manfaatnya – Pemanfaatan itu diperbolehkan syara’ dalam keadaan biasa • Kriteria sesuatu dipandang harta atau bukan tergantung pandangan seluruh atau sebagian manusia : • Narkoba, anjing, babi dan sejenisnya adalah sesuatu yang dapat disimpan dan dipelihara oleh orang yang non muslim, maka bagi mereka harta karena terpenuhi unsur kebendaanya, sedangkan bagi kaum muslim karena dilarang mengambil manfaatnya maka tidak dikatakan harta. • Sesuatu yang telah dipandang sebagai harta akan tetap sebagai harta, kecuali apabila seluruh manusia telah membiarkan dan menelantarkannya. Kedudukan harta : • Persoalan harta masuk ke dalam salah satu adh- dharuriyat al-khamsah (lima kebutuhan pokok) : agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. • Islam memberikan kebebasan kepada seseorang untuk memiliki dan memanfaatkan harta sesuai dengan apa yang dibolehkan syara’. harta dalam ajaran Islam harus senantiasa dalam pengabdian kepada Allah dan dimanfaatkan untuk taqarrub kepada Allah. Fungsi Harta : 1. Harta amanah Allah 2. Harta berfungsi sebagai perhiasan hidup 3. Harta sebagai ujian keimanan 4. Harta sebagai bekal ibadah 5. Harta berfungsi untuk meneruskan kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya Pembagian Harta dan akibat hukumnya : 1. Dari segi boleh dan tidaknya memanfaatkannya: A. Mutaqawwim (bernilai) setiap yang digenggam secara nyata dan dibolehkan oleh syara’ untuk memanfaatkannya seperti, benda bergerak dan tidak bergerak. B. Ghair Mutaqawwim (tidak bernilai) setiap sesuatu yang belum digenggam secara nyata, atau sesuatu yang tidak dibolehkan secara syari’at untuk memanfaatkannya kecuali dalam kondisi terpaksa. Faedah atau manfaat pembagian: 1. Sah dan tidaknya akad dalam hal tersebut • Harta mutaqawwim sah menjadi objek untuk seluruh akad • ghair mutaqawwim tidak sah menjadi objek akad. 2. Mengganti atau kompensasi ketika ada perusakan • Apabila seseorang merusak harta mutaqawwim milik orang lain maka ia wajib mengganti yang sama dengannya, jika harta bersifat mitsli, atau mengganti nilainya jika harta bersifat qimi. • Ghair mutaqawwim tidak wajib mengganti ketika ia merusaknya jika harta itu milik seorang muslim 2. Dari segi boleh menetap dan tidaknya di tempatnya : A. Aqar Sesuatu yang tidak mungkin dipindahkan sama sekali, seperti tanah, atau mungkin dipindahkan tetapi terjadi perubahan bentuk (bangunan jadi puing-puing, pohon menjadi kayu-kayu) B. Manqul Sesuatu yang bisa dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain, tetapi tetap dalam kondisi dan bentuknya semula (pakaian, buku, mobil) Faedah atau manfaat pembagian: 1. Syuf’ah : untuk barang yang dijual berupa ‘aqar dan tidak pada manqul apabila ia dijual terpisah dari ‘aqar, tetapi jika manqul dijual mengikut pada ‘aqar maka syuf’ah berlaku pada keduanya. Demikian juga pada bai’ al-wafa’, ia hanya berlaku pada ‘aqar dan tidak pada manqul. 2. Wakaf : • Hanafiyyah : wakaf tidak sah kecuali pada ‘aqar, jika pada manqul tidak sah kecuali jika mengikut pada ‘aqar. • Jumhur ulama : membolehkan harta bergerak untuk diwakafkan. 3. Seorang washi yang menjual harta qashir Seorang washi tidak berhak untuk menjual ‘aqar milik qashir kecuali dengan alasan syar’i seperti melunasi hutang, menutup kebutuhan yang sangat penting atau mencapai kemaslahatan yang lebih besar. Untuk manqul seorang washi berhak menjual apabila ia melihat ada maslahat di sana 4. Menjual harta madin yang mendapatkan pemberlakuan al-hajr : Untuk melunasi hutangnya, pertama sekali dimulai dengan menjual hartanya yang bersifat manqul, jika harganya tidak mencukupi untuk menutupi utang tersebut maka pindah keharta ‘aqar demi kemaslahatannya. 3. Hak-hak tetangga dan irtifaq berhubungan dengan ‘aqar dan tidak dengan manqul
4. Menurut Abu Hanifah dan Abu Yusuf, tidak
bisa dipersepsikan adanya perampasan terhadap ‘aqar karena ia tidak mungkin untuk dipindahkan. Tetapi menurut jumhur ulama berpendapat bahwa pada harta ‘iqar dan manqul dapat terjadi perampasan. 3. Dari segi sama dan tidaknya unit atau bagian- bagiannya : A. Mitsli Harta yang memiliki padanan di pasar tanpa ada perbedaan yang signifikan pada bagian-bagiannya dalam interaksi (al-makilat, al-mauzunat, al- ’adadiyat, adz-dzariyat) B. Qimi Harta yang tidak memiliki padanan di pasar, atau ia memiliki padanan tetapi terdapat perbedaan yang signifikan antara unit-unit dan kualitasnya yang diperhitungkan dalam berinteraksi. Harta mitsli bisa berubah menjadi harta qimi dalam empat kondisi : • Tidak ada di pasar • Pencampuran, apabila bercampur dua harta mitsli dari dua jenis yang berbeda seperti hinthah dan sya’ir maka berubah menjadi qimi • Resiko bahaya, apabila harta mitsli berisiko mendapat bahaya terbakar atau tenggelam maka ia akan memiliki nilai (qimah) yang tertentu • Terdapat cacat atau telah digunakan, maka ia memiliki nilai tertentu. Faedah atau manfaat pembagian: 1. Dalam hal tanggungan atau jaminan : harta mitsli dapat dijadikan sebagai jaminan atau tanggungan dalam melakukan muamalah, artinya ia bisa menjadi harga dalam suatu jual beli dengan cara menentukan sifat dan jenisnya. Sedangkan harta qimi tidak bisa dijadikan sebagai jaminan atau tanggungan. 2. Dalam hal kerusakan : harta mitsli jika dirusak oleh seseorang, maka haruslah digantinya sesuai jenis dan sifat harta yang dirusaknya tersebut. Sedangkan harta qimi, jika dirusak maka haruslah menggantinya sesuai nilai atau harga yang diperhitungkan 3. Dalam hal riba : harta mitsli dapat menjurus kepada riba yang diharamkan ketika melakukan transaksi, karena dalam bertransaksi mengharuskan samanya dua barang yang sejenis dalam segi kapasitas dan ukuran sehingga kelebihannya merupakan sesuatu yang diharamkan. Sedangkan pada harta qimi tidak mungkin ditemukan kesamaan dan jenis barang 4. Dari segi tetap dan tidaknya barang setelah digunakan : A. Istihlaki Harta yang tidak mungkin dinikmati manfaatnya kecuali dengan menghabiskan zatnya (makanan, minuman, kayu bakar, minyak tanah, perak, uang) tidak mungkin dimanfaatkan kecuali dengan menghabiskan zatnya. B. Isti’mali Harta yang bisa dimanfaatkan dan zatnya juga tetap ada (‘aqar, perabot rumah, pakaian, buku dan sebagaianya) Faedah atau manfaat pembagian: 1. Istihlaki : menerima akad yang tujuannya adalah untuk penghabisan, bukan untuk penggunaan seperti, meminjamkan uang dan makanan. 2. Isti’mali : menerima akad yang tujuannya adalah untuk penggunaan, bukan penghabisan seperti, penyewaan dan peminjaman. jika tujuan akad bukan penggunaan semata atau penghabisan semata, maka ia bisa menerima kedua jenis tersebut, isti’mali dan istihlaki seperti jual beli dan penitipan.