Anda di halaman 1dari 9

HARTA

1. Pengertian Harta (Amwal)


Dalam bahasa Arab harta disebut dengan sebutan al-mal.
Berasal dari kata yang mempunyai arti condong, cenderung dan
miring. Al-ma ljuga bisa disebut hal yang menyenangkan manusia,
yang mereka pelihara baik itu dalam bentuk materi, maupun manfaat.
Begitu berharganya sebuah harta sehingga banyak manusia yang
cenderung ingin memiliki dan menguasai harta.
Sedangkan menurut istilah syar’i harta diartikan sebagai segala
sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut hukum
syara’ (hukum islam), seperti jual-beli (al-bay), pinjam-meminjam
(‘ariyah), konsumsi dan hibah atau pemberian. Beradasarkan
pengertian tersebut. maka, segala sesuatu yang digunakan dan
dimanfaatkan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari disebut
dengan harta. Seperti uang, tanah, rumah, kendaraan, perhiasan,
perabotan rumah tangga, hasil peternakan, perkebunan, dan juga
pakaian semuanya termasuk dalam kategori al-amwal. Adapun secara
istilah ahli fiqih, harta yaitu:
a. Menurut Ulama Hanafiyah, Segala sesuatu yang mempunyai
nilai dan dapat
b. dikenakan ganti rugi bagi orang yang merusak dan
melenyapkannya.
c. Menurut Ulama Madzhab Maliki, Harta adalah hak yang melekat
pada

Al-Amwal (Harta) 1
d. seseorang yang menghalangi orang lain untuk menguasainya dan
sesuatu yang
e. diakui sebagai hak milik secara ‘uruf (adat).
f. Menurut Ulama Madzhab Syafi’i, Harta adalah sesuatu yang
bermanfaat bagi
g. pemiliknya dan bernilai.
h. Menurut Ulama Madzhab Hambali, Harta adalah sesuatu yang
mempunyai
i. nilai ekonomi dan dilindungi undang-undang.

2. Kedudukan Harta Bagi Manusia


Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam
menjalani kehidupan di dunia ini, sehingga para ulama ushul fiqh
memasukkan persoalan harta dalam salah satu adh-dharuriyat al-
khamsah (lima keperluan pokok). Yang terdiri atas agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta. Dalam ayat-ayat al-Qur’an, harta memiliki
kedudukan antara lain:
a. Harta sebagai amanah (titipan) dari allah SWT, manusia
hanyalah pemegang amanah untuk mengelola dan memanfaatkan
sesuai dengan ketentuan-Nya. Sedangkan pemilik harta
sebenarnya tetap pada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah
yang artinya: “Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya
dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah
menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang

Al-Amwal (Harta) 2
beriman diantara kamu dan menafkahkan (sebagian) hartanya
mendapatkan pahala yang besar”. (QS. Al-Hadid : 7)
b. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia
menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. Manusia
memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai
dan menikmati. Firman Allah yang artinya:“Dijadikan indah
pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu: wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas,perak,kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup didunia dan di sisi Allahlah tempat
kembali yang baik”. (QS. Ali Imron : 14)
c. Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal
cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan
ajaran islam ataukah tidak, Allah berfirman yang
artinya:“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah
cobaan dan di sisi Allahlah pahala yang besar”. (QS. At-
Taghabun : 15)

3. Pembagian Harta
Dalam Islam sistem pembagian harta dibagi menjadi
beberapa kelompok.
1) Menjelaskan harta dilihat dari segi wujud atau bentuknya harta.
Bentuk harta terbagi menjadi dua, yaitu berupa„ ain (benda atau
barang) dan manaafi‟ (manfaat).

Al-Amwal (Harta) 3
2) Berdasarkan boleh tidaknya untuk memanfaatkan harta dibagi
menjadi mutaqawwim dan ghairul mutaqawwim.
3) Harta dilihat dari sisi ada atau tidaknya persamaan dari harta
tersebut di pasaran, terbagi menjadi mitsli dan qiimi.

A. ‘Ain dan Manaafi’


Harta secara umum tidak hanya bersifat materi. Sebab menurut
jumhur ulama, manfaat juga merupakan harta. Contohnya, apabila ada
seseorang menempati rumah orang lain tanpa seizin pemiliknya, orang
tersebut dapat dituntut ganti rugi, karena manfaat rumah tersebut
mempunyai nilai harta. Manurut jumhur ulama tersebut, manfaat
merupakan unsur terpenting dalam harta. Karena harta diukur dengan
kualitas manfaat dari benda itu sendiri. Kaitannya dengan „ain dan
manaafi‟, harta „ain atau materi ialah harta yang secara sifat benar-
benar berwujud, bisa disentuh, dipegang, diraba, dilihat, dan
sebagainya. menyangkut hal ini, Musthafa Ahmad al-Zarqa’
menyatakan “setiap materi („ain) yang mempunyai nilai yang
beredar dikalangan manusia”. Contohnya: rumah, lemari, komputer,
HP, sepeda motor, dan lain-lain. Harta berwujud („ain) jika
diklasifikasikan menurut wujud yang menyertainya, dapat dibagi
menjadi:
1. Iqaar
Iqar yaitu harta yang tidak bisa dipindah dari satu tempat ke
tempat lainnya, seperti tanah dan bangunan.
2. Manquul (dipindahkan)

Al-Amwal (Harta) 4
Manqul adalah harta yang memungkinkan untuk dipindah,
ditransfer dari satu tempat ke tempat yang lainnya, baik bentuk
fisiknya berubah atau tidak, dengan adanya perpindahan tersebut.
Contoh harta manqul adalah uang, harta perdagangan, hewan,
ataupun komoditas lain yang dapat ditimbang atau diukur.
Pembedaan harta seperti ‘iqaar dan manquul, dapat
mengakibatkan beberapa konsekuensi hukum, antara lain:
 adanya hak syuf‟ah, (hak istimewa yang dimiliki seseorang
terhadap rumah tetangganya yang akan dijual, agar rumah itu
terlebih dahulu ditawarkan kepadanya).
 Harta yang boleh diwakafkan. Menurut ulama mazhab Hanafi,
harta yang boleh diwakafkan hanya benda tidak berpindah
tempat atau benda yang dapat dipindahkan yang sulit
dipisahkan dari benda tidak berpindah. Akan tetapi, jumhur
ulama berpendirian bahwa kedua jenis harta ini bisa
diwakafkan.
 Seorang wasi (orang yang diberi wasiat) yang berkewajiban
memelihara harta anak kecil (belum cakap bertindak hukum)
tidak dibenarkan menjual harta tidak berpindah milik anak
tersebut, kecuali dalam hal-hal yang sangat mendesak.
 Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Abu Yusuf, gasab
tidak mungkindilakukan pada harta tidak berpindah, karena
harta tersebut tidak dapat dipindahkan. Salah satu syarat gasab
adalah barang yang digasab tersebut dikuasai dan dipindahkan
oleh orang yang menggasabnya. Disamping itu, menurut

Al-Amwal (Harta) 5
mereka jika sekedar memanfaatkan benda tidak berpindah
tidak dinamakan gasab, karena manfaat tidak termasuk harta.
Akan tetapi jumhur ulama dan Muhammad bin Hasan asy-
Syaibani berpendirian bahwa gasab bisa terjadi pada benda
yang dapat dipindahkan dan benda tidak berpindah, karena
bagi mereka manfaat tidak termasuk harta.
3. Uruudl (barang dagang)
Barang dagang dalam Islam termasuk kategori harta. Sebab
sesuatu yang diperdagangkan tersebut merupakan hal yang
sangat berharga bagi pemiliknya. Barang-barang itu menjadi
sumber penghasilan dalam hidupnya. Rasulullah SAW pernah
menggantungkan hidupnya dari perdagangan. Dan yang
diperdagangkan adalah barang dagang. Hasil yang ditimbulkan
dari pemanfaatan barang dagang dapat dibagi menjadi dua, yaitu
Qinyah dan Tijaarah:
a. Qinyah
Esensi dari qinyah adalah tidak diprofitkan, atau dengan kata
lain harta barang dagang yang dimanfaatkan untuk
kepentingan konsumtif. Jadi dari harta tersebut tidak akan
dilakukan penjualan untuk pencarian laba. Qinyah dalam
pemanfaatannya terbagi menjadi dua macam:
 Habis jika dipakai (al-istihlaki)
Contoh : makanan, minuman, dan lain-lain.
 Tidak habis jika dipakai (al-isti‟mali)
Contoh : kendaraan, pakaian, tempat tidur, dan lain-lain.

Al-Amwal (Harta) 6
b. Tijaarah
Tijaarah, merupakan harta barang dagang yang diprofitkan.
Artinya jika dilihat dari segi pemiliknya, harta barang
dagang ini akan dugunakan untuk kepentingan mencari
keuntungan. Sesuai dengan pemanfaatan harta barang
dagang tijaarah tersebut, dibagi menjadi dua, yaitu:
 Habis jika dipakai (al-istihlaki)
Contoh: Warung makan, katering, pulsa, bahan bakar,
dan lain-lain.
 Tidak habis jika dipakai (al-isti‟mali)
Contoh: rumah kontrakan, kost-kostan, komputer,
handphone, dan lain-lain.
4. Atsmaan (perhiasan)
Seperti yang sering dijumpai, perhiasan juga termasuk harta
berbentuk („ain). Bahkan untuk mendapatkannya, seseorang
harus berupaya sekeras- kerasnya. Sebab perhiasan jika dilihat
dari segi nilai, dapat dikatakan bahwa nilai dari perhiasan sangat
tinggi dan nilainya juga stabil di pasaran. Contoh harta ini adalah
seperti : emas, perak, mutiara, berlian, intan, dan lain-lain.

B. Mutaqawwim dan Ghairul Mutaqawwim


Harta mutaqawwim ialah harta yang halal (menurut syara’)
untuk diambil manfaatnya. Sedangkan ghairul mutaqawwim adalah
harta yang tidak halal dimanfaatkan (menurut syara’). Pembedaan
pembagian harta Mutaqawwim dan Ghairul Mutaqawwimakan terlihat

Al-Amwal (Harta) 7
jelas dalam hal keabsahan pemanfaatan harta tersebut menurut syara’.
Bangkai, babi dan khamr dalam Islam bukanlah harta yang halal
dimanfaatkan (menurut syara’). Oleh sebab itu, tidak sah dilakukan
akad terhadap benda-benda tersebut. Dari segi ganti rugi, jika
melenyapkan dengan sengaja harta Ghairul Mutaqawwim yang
dimiliki oleh seorang muslim, tidak dikenakan ganti rugi, karena harta
tersebut tidak halal bagi umat Islam. Berbeda halnya dengan khamr
dan babi milik kafir dzimmi, menurut ulama mazhab Hanafi, jika
dilenyapkan oleh seorang muslim, wajib dibayar ganti rugi, sebab
menurut kafir dzimmi, kedua bentuk harta tersebut termasuk
mutaqawwim.

C. Mitsli dan Qiimi


1. Mitsli
Al-maal al-mitsli adalah harta yang terdapat padanannya di
pasaran, tanpa adanya perbedaan atas bentuk fisik atau bagian-
bagiannya, atau kasatuannya. Ada yang berbentuk barang takaran,
barang timbangan,barang bilangan, yang masing- masing tidak
memiliki perbedaan nilai. Contohnya seperti sembako, kain, dan
lain sebagainya. Harta mitsli dapat dikategorikan menjadi empat
bagian:
a. Al-makiilat (sesuatu yang dapat ditakar) seperti; gandum,
terigu, beras.
b. Al-mauzunaat (sesuatu yang dapat ditimbang) seperti kapas,
besi, tembaga.

Al-Amwal (Harta) 8
c. Al-„adadiyaat (sesuatu yang dapat dihitung dan memiliki
kemiripan bentuk fisik) seperti; pisang, telor, apel, begitu juga
dengan hasil-hasil industri, seperti; mobil yang satu tipe, buku-
buku baru, perabotan rumah, dan lainnya.
d. Adz-dzira‟iyaat (sesuatu yang dapat diukur dan memiliki
persamaan atas bagian-bagiannya) seperti; kain, kertas, tapi
jika terdapat perbedaan atas juz-nya (bagian), maka
dikategorikan sebagai harta qimi, seperti tanah.
2. Qiimi
Al-maal al-qimi adalah harta yang tidak terdapat padanannya di
pasaran, atau terdapat padanannya, akan tetapi nilai tiap satuannya
berbeda. Al-maal al- qimi juga biasa disebut barang bernilai tinggi.
Seperti domba, tanah, kayu, dan lain-lainnya. Walaupun sama jika
dilihat dari fisiknya, akan tetapi setiap satu domba memiliki nilai yang
berbeda antara satu dan lainnya. Juga termasuk dalam harta qimi
adalah durian, semangka yang memiliki kualitas dan bentuk fisik yang
berbeda

Al-Amwal (Harta) 9

Anda mungkin juga menyukai