Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Islam adalah agama yang sempurna, datang dengan mengatur hubungan


antara Sang Khaliq (Allah SWT) dan makhluk dalam ibadah untuk membersihkan
jiwa dan mensucikan hati. Dan Islam pun mengatur hubungan di antara sesama
makhluk, sebagian mereka bersama sebagian yang lain, seperti jual beli, nikah,
warisan, had dan yang lainnya agar manusia hidup bersaudara di dalam rasa
damai, adil dan kasih sayang.
Kesempurnaan agama islam dapat dilihat dimana syariat islam diturunkan
dalam bentuk yang umum dan mengglobal permasalahannya

َ ‫ضيتُ لَ ُك ُم اإلس‬
‫ْالم دِينًا‬ َ ُ‫ْأل َي ْو َم أ َ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم دِي َن ُك ْم َوأَتْ َم ْمت‬
ِ ‫علَ ْي ُك ْم ِن ْع َم ِتي َو َر‬
Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi
agama bagimu.” [Al-Maaidah:3]

Dalam masalah muamalah, al-Qur’an memberikan kaidah-kaidah umum


agar manusia dapat mengembangkan berbagai transaksi dalam kehidupan umat
manusia. Diantara pokok pembahasan bidang muammalah yang sangat urgen
adalah mengenai harta, harta merupakan keperluan hidup yang sangat penting.
Sebab harta adalah salah satu bentuk perhiasan kehidupan dunia. Dengan harta,
manusia dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari mulai dari yang primer,
sekunder, bahkan tersier sekalipun. Oleh karena harta pula lah akan terjadi
interaksi sosial atau hubungan horizontal (manusia).
BAB II
PEMBAHASAN
HARTA
A. Pengertian Harta
Dalam bahasa Arab harta disebut dengan sebutan al-
mal. Berasal dari kata ً‫ َم ْيال‬-‫ َي ِم ْي ُل‬-‫ َما َل‬yang mempunyai arti condong, cenderung
dan miring. Al-ma ljuga bisa disebut hal yang menyenangkan manusia, yang
mereka pelihara baik itu dalam bentuk materi, maupun manfaat. Begitu
berharganya sebuah harta sehingga banyak manusia yang cenderung ingin
memiliki dan menguasai harta. 1
Sedangkan menurut istilah syar’i harta diartikan sebagai segala sesuatu
yang dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut hukum syara’ (hukum islam),
seperti jual-beli (al-bay), pinjam-meminjam (‘ariyah), konsumsi dan hibah atau
pemberian. Beradasarkan pengertian tersebut. maka, segala sesuatu yang
digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari disebut
dengan harta. Seperti uang, tanah, rumah, kendaraan, perhiasan, perabotan rumah
tangga, hasil peternakan, perkebunan, dan juga pakaian semuanya termasuk dalam
kategori al-amwal2.
Adapun secara istilah ahli fiqih, harta yaitu:
1. Menurut Ulama Hanafiyah, Segala sesuatu yang mempunyai nilai dan dapat
dikenakan ganti rugi bagi orang yang merusak dan melenyapkannya.
2. Menurut Ulama Madzhab Maliki, Harta adalah hak yang melekat pada
seseorang yang menghalangi orang lain untuk menguasainya dan sesuatu
yang diakui sebagai hak milik secara ‘uruf (adat).
3. Menurut Ulama Madzhab Syafi’i, Harta adalah sesuatu yang bermanfaat bagi
pemiliknya dan bernilai.
4. Menurut Ulama Madzhab Hambali, Harta adalah sesuatu yang mempunyai
nilai ekonomi dan dilindungi undang-undang. 3

1
Hendi suhendi,fiqh muamalah, jakarta; PT. Raja grafindo persada 2002., hal. 11
2
Ibid., hal. 15
3
Abdul Rahman Ghazaly,dkk, Fiqh Muamalat,jakarta; kencana prenada media
group,2010., hal. 12
B. Kedudukan Harta Bagi Manusia
Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani
kehidupan di dunia ini, sehingga para ulama ushul fiqh memasukkan persoalan
harta dalam salah satu adh-dharuriyat al-khamsah (lima keperluan pokok). Yang
terdiri atas agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Dalam ayat-ayat al-Qur’an, harta memiliki kedudukan antara lain:
1. Harta sebagai amanah (titipan) dari allah SWT, manusia hanyalah pemegang
amanah untuk mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya.
Sedangkan pemilik harta sebenarnya tetap pada Allah SWT. Sebagaimana
firman Allah yang artinya: “Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan
nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan
menafkahkan (sebagian) hartanya mendapatkan pahala yang besar”. (QS. Al-
Hadid : 7)
2. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia menikmatinya
dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. Manusia memiliki kecenderungan
yang kuat untuk memiliki, menguasai dan menikmati. Firman Allah yang
artinya:“Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu: wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas,perak,kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup didunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang
baik”. (QS. Ali Imron : 14)
3. Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara
mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran islam
ataukah tidak, Allah berfirman yang artinya:“Sesungguhnya hartamu dan
anak-anakmu hanyalah cobaan dan di sisi Allahlah pahala yang besar”. (QS.
At-Taghabun : 15)
C. Pembagian Harta
Dalam Islam sistem pembagian harta dibagi menjadi beberapa
kelompok. Pertama, menjelaskan harta dilihat dari segi wujud atau bentuknya
harta. Bentuk harta terbagi menjadi dua, yaitu berupa‘ain (benda atau barang)
dan manaafi’ (manfaat). kedua, berdasarkan boleh tidaknya untuk memanfaatkan
harta dibagi menjadi mutaqawwim dan ghairul mutaqawwim. Sedangkan yang
ketiga, harta dilihat dari sisi ada atau tidaknya persamaan dari harta tersebut di
pasaran, terbagi menjadi mitsli dan qiimi.4
1. ‘Ain dan Manaafi’
Harta secara umum tidak hanya bersifat materi. Sebab menurut jumhur
ulama, manfaat juga merupakan harta. Contohnya, apabila ada seseorang
menempati rumah orang lain tanpa seizin pemiliknya, orang tersebut dapat
dituntut ganti rugi, karena manfaat rumah tersebut mempunyai nilai harta.
Manurut jumhur ulama tersebut, manfaat merupakan unsur terpenting dalam
harta. Karena harta diukur dengan kualitas manfaat dari benda itu sendiri.
Kaitannya dengan ‘ain dan manaafi’, harta ‘ain atau materi ialah harta
yang secara sifat benar-benar berwujud, bisa disentuh, dipegang, diraba,
dilihat, dan sebagainya. menyangkut hal ini, Musthafa Ahmad al-Zarqa’
menyatakan “setiap materi (‘ain) yang mempunyai nilai yang beredar
dikalangan manusia”. Contohnya: rumah, lemari, komputer, HP, sepeda
motor, dan lain-lain.
Harta berwujud (‘ain) jika diklasifikasikan menurut wujud yang
menyertainya, dapat dibagi menjadi: ‘iqaar ](barang tidak bias dipindahkan),
manquul (barang dapat dipindahkan), ‘uruudl (barang dagang), dan atsmaan
(emas dan perak).
a. ‘Iqaar
‘Iqar yaitu harta yang tidak bisa dipindah dari satu tempat ke tempat
lainnya, seperti tanah dan bangunan.
b. Manquul (dipindahkan)
Manqul adalah harta yang memungkinkan untuk dipindah, ditransfer
dari satu tempat ke tempat yang lainnya, baik bentuk fisiknya berubah atau
tidak, dengan adanya perpindahan tersebut. Contoh harta manqul adalah
uang, harta perdagangan, hewan, ataupun komoditas lain yang dapat
ditimbang atau diukur.

4
Hendi suhendi,fiqh muamalah., Op.,Cit., hal. 16
Pembedaan harta seperti ‘iqaar dan manquul, dapat mengakibatkan
beberapa konsekuensi hukum, antara lain:
1) adanya hak syuf’ah, (hak istimewa yang dimiliki seseorang terhadap
rumah tetangganya yang akan dijual, agar rumah itu terlebih dahulu
ditawarkan kepadanya).
2) Harta yang boleh diwakafkan. Menurut ulama mazhab Hanafi, harta
yang boleh diwakafkan hanya benda tidak berpindah tempat atau benda
yang dapat dipindahkan yang sulit dipisahkan dari benda tidak
berpindah. Akan tetapi, jumhur ulama berpendirian bahwa kedua jenis
harta ini bisa diwakafkan.
3) Seorang wasi (orang yang diberi wasiat) yang berkewajiban memelihara
harta anak kecil (belum cakap bertindak hukum) tidak dibenarkan
menjual harta tidak berpindah milik anak tersebut, kecuali dalam hal-
hal yang sangat mendesak.
4) Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Abu Yusuf, gasab tidak
mungkin dilakukan pada harta tidak berpindah, karena harta tersebut
tidak dapat dipindahkan. Salah satu syarat gasab adalah barang yang
digasab tersebut dikuasai dan dipindahkan oleh orang yang
menggasabnya. Disamping itu, menurut mereka jika sekedar
memanfaatkan benda tidak berpindah tidak dinamakan gasab, karena
manfaat tidak termasuk harta. Akan tetapi jumhur ulama dan
Muhammad bin Hasan asy-Syaibani berpendirian bahwa gasab bisa
terjadi pada benda yang dapat dipindahkan dan benda tidak berpindah,
karena bagi mereka manfaat tidak termasuk harta.5
c. ‘Uruudl (barang dagang)
Barang dagang dalam Islam termasuk kategori harta. Sebab sesuatu
yang diperdagangkan tersebut merupakan hal yang sangat berharga bagi
pemiliknya. Barang-barang itu menjadi sumber penghasilan dalam
hidupnya. Rasulullah SAW pernah menggantungkan hidupnya dari
perdagangan. Dan yang diperdagangkan adalah barang dagang.

5
Ibid., hal. 19
Hasil yang ditimbulkan dari pemanfaatan barang dagang dapat
dibagi menjadi dua, yaitu Qinyah dan Tijaarah.
1) Qinyah
Esensi dari qinyah adalah tidak diprofitkan, atau dengan kata lain
harta barang dagang yang dimanfaatkan untuk kepentingan konsumtif.
Jadi dari harta tersebut tidak akan dilakukan penjualan untuk pencarian
laba.
Qinyah dalam pemanfaatannya terbagi menjadi dua macam:
a) Habis jika dipakai (al-istihlaki)
Contoh : makanan, minuman, dan lain-lain.
b) Tidak habis jika dipakai (al-isti’mali)
Contoh : kendaraan, pakaian, tempat tidur, dan lain-lain.
2) Tijaarah
Tijaarah, merupakan harta barang dagang yang diprofitkan.
Artinya jika dilihat dari segi pemiliknya, harta barang dagang ini akan
dugunakan untuk kepentingan mencari keuntungan.
Sesuai dengan pemanfaatan harta barang dagang tijaarah
tersebut, dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Habis jika dipakai (al-istihlaki)
Contoh : warung makan, katering, pulsa, bahan bakar, dan lain-lain.
b) Tidak habis jika dipakai (al-isti’mali)
Contoh : rumah kontrakan, kost-kostan, komputer, handphone, dan
lain-lain.
d. Atsmaan (perhiasan)
Seperti yang sering dijumpai, perhiasan juga termasuk harta
berbentuk (‘ain). Bahkan untuk mendapatkannya, seseorang harus
berupaya sekeras-kerasnya. Sebab perhiasan jika dilihat dari segi nilai,
dapat dikatakan bahwa nilai dari perhiasan sangat tinggi dan nilainya juga
stabil di pasaran. Contoh harta ini adalah seperti : emas, perak, mutiara,
berlian, intan, dan lain-lain.6
D. Kedudukan Harta Secara Umum
Sebuah hal yang terpenting yang harus diketahui dalam penggunaan harta
adalah keduduakan harta, karena dalam hal ini sangat penting sekali agar nantinya
tidak terjadi sebuah salah dalam penggunaan harta. Karena harta sangat berperan
sekali dalam kehidupan manusia, hal itu terbukti bahwa dizaman yang sangat
multikultural ini sebuah harta mempunyai kedudukan yang sangat tinggi didalam
interaksi dalam kehidupan. Dijelaskan dalam al-qur’an bahwa harta merupakan
perhiasan hidup, hal ini seperti pada firman Allah

‫الما ُل َوال َبنُ ْونَ ِز ْينَةُ ال َح َيا ِة الد ُ ْن َيا‬.


Artinya: “Harta dan anak-anak itu merupakan perhiasan kehidupan dunia”. (QS.
Al-Kahfi: 46)
Pada ayat itu diterangkan bahwa kebutuhan manusia atau kesenangan
manusia terhadap harta sama dengan kebutuhan manusia terhadap anak atau
keturunan. Jadi salah satu kebutuhan yang mendasar bagi manusia adalah sebuah
harta.
Berkenaan dengan harta didalam al-Qur’an dijelaskan juga larangan-
larangan yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, dalam hal ini meliputi:
produksi, distribusi dan konsumsi harta:
1. Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia
2. Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian
atau keseluruhan masyarakat, berupa perdagangan yang memakai bunga.
3. Penimbunan harta dengan jalan kikir
4. Aktivitas yang merupakan pemborosan
5. Memproduksi, memeperdagangkan, dan mengkonsumsi barang-barang
terlarang seperti narkotika dan minuman keras.7

6
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta; PT.Raja grapindo
persada,2002., hal. 14
7
Abdul Rahman Ghazaly., Op.,Cit., hal. 16
E. Fungsi Harta
Diantara sekian banyak fungsi harta antara lain sebagai berikut:
1. Berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah),
sebab untuk ibadah memerlukan alat-alat, seperti kain untuk menutup aurat
dalam pelaksanaan shalat dll.
2. Untuk meningkatkan keimanan (ketaqwaan) kepada Allah, sebab kefakiran
cenderung mendekatkan diri kepada kekufuran, maka pemilik harta
dimaksudkan untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah8
3. Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode keperiode
berikutnya (regenerasi). Karena sesuai dengan pesan Al-Qur’an, umat Islam
hendaknya menciptakan generasi yang berkualitas (An-Nisa: 9).
4. Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan
akhirat.
5. Untuk mengembangkan ilmu, karena menuntut ilmu tanpa modal akan sulit.
Seseorang tidak akan dapat melanjutkan kejenjang perguruan tinggi bila dia
tidak memiliki biaya.
6. Harta merupakan sarana penggerak roda ekonomi. Ada orang kaya dan
miskin yang keduanya saling membutuhkan dalam melangsungkan
kehidupannya, sehingga akan tersusunlah kehidupan masyarakat yang
seimbang dan harmonis.
7. Untuk menumbuhkan interaksi antara individu karena adanya perbedaan
dalam kebutuhan.9
F. Mutaqawwim dan Ghairul Mutaqawwim
Harta mutaqawwim ialah harta yang halal (menurut syara’) untuk diambil
manfaatnya. Sedangkan ghairul mutaqawwim adalah harta yang tidak halal
dimanfaatkan (menurut syara’). Pembedaan pembagian harta Mutaqawwim dan
Ghairul Mutaqawwimakan terlihat jelas dalam hal keabsahan pemanfaatan harta
tersebut menurut syara’. Bangkai, babi dan khamr dalam Islam bukanlah harta

8
Ibid., hal. 17
9
Dimyauddin djuawaini, pengantar Fiqh Muamalah,yogyakarta; Pustaka pelajar, 2008.,
hal. 13
yang halal dimanfaatkan (menurut syara’). Oleh sebab itu, tidak sah dilakukan
akad terhadap benda-benda tersebut.
Dari segi ganti rugi, jika melenyapkan dengan sengaja harta Ghairul
Mutaqawwim yang dimiliki oleh seorang muslim, tidak dikenakan ganti rugi,
karena harta tersebut tidak halal bagi umat Islam. Berbeda halnya
dengan khamr dan babi milik kafir dzimmi, menurut ulama mazhab Hanafi, jika
dilenyapkan oleh seorang muslim, wajib dibayar ganti rugi, sebab menurut
kafir dzimmi, kedua bentuk harta tersebut termasuk mutaqawwim.10
G. Mitsli dan Qiimi
1. Mitsli
Al-maal al-mitsli adalah harta yang terdapat padanannya di pasaran,
tanpa adanya perbedaan atas bentuk fisik atau bagian-bagiannya, atau
kasatuannya. Ada yang berbentuk barang takaran, barang timbangan,barang
bilangan, yang masing-masing tidak memiliki perbedaan nilai. Contohnya
seperti sembako, kain, dan lain sebagainya.
Harta mitsli dapat dikategorikan menjadi empat bagian:
a. Al-makiilat (sesuatu yang dapat ditakar) seperti; gandum, terigu, beras.
b. Al-mauzunaat (sesuatu yang dapat ditimbang) seperti kapas, besi,
tembaga.
c. Al-‘adadiyaat (sesuatu yang dapat dihitung dan memiliki kemiripan
bentuk fisik) seperti; pisang, telor, apel, begitu juga dengan hasil-hasil
industri, seperti; mobil yang satu tipe, buku-buku baru, perabotan rumah,
dan lainnya.
d. Adz-dzira’iyaat (sesuatu yang dapat diukur dan memiliki persamaan atas
bagian-bagiannya) seperti; kain, kertas, tapi jika terdapat perbedaan atas
juz-nya (bagian), maka dikategorikan sebagai harta qimi, seperti tanah.11
2. Qiimi
Al-maal al-qimi adalah harta yang tidak terdapat padanannya di
pasaran, atau terdapat padanannya, akan tetapi nilai tiap satuannya

10
Ibid., hal. 15
11
Teungku Muhammad Habsi As-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, PT Pustaka
Rizki Putra: Semarang, 2009., hal. 11
berbeda. Al-maal al-qimi juga biasa disebut barang bernilai tinggi. Seperti
domba, tanah, kayu, dan lain-lainnya. Walaupun sama jika dilihat dari
fisiknya, akan tetapi setiap satu domba memiliki nilai yang berbeda antara
satu dan lainnya. Juga termasuk dalam harta qimi adalah durian, semangka
yang memiliki kualitas dan bentuk fisik yang berbeda. 12

12
Ibid., hal. 17
BAB III
KESIMPULAN

Arti kata harta dalam bahasa Arab ialah al-mal yang maknanya condong,
cenderung dan miring. Sedangkan menurut istilah syar’i harta diartikan sebagai
segala sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut hukum syara’,
seperti jual-beli (al-bay), pinjam-meminjam (‘ariyah), konsumsi dan hibah atau
pemberian.
Harta memiliki kedudukan dalam kehidupan manusia sebagaimana yang
terdapat dalam ayat-ayat Al-qur’an: harta sebagai amanah (titipan) dari allah
SWT, manusia hanyalah pemegang amanah (dalam surat Al-Hadid ayat 7), harta
sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia menikmatinya dengan baik
dan tidak berlebih-lebihan ( dalam surat Ali Imran ayat 14), harta sebagai ujian
keimanan (dalam surat At-Taghabun ayat 15).
Dalam harta pun ada beberapa pembagian harta menurut jenis, bentuk dan
pemanfa’atannya, diantaranya : . Pertama, menjelaskan harta dilihat dari segi
wujud atau bentuknya harta. Bentuk harta terbagi menjadi dua, yaitu
berupa‘ain (benda atau barang) dan manaafi’ (manfaat). kedua, berdasarkan boleh
tidaknya untuk memanfaatkan harta dibagi menjadi mutaqawwim dan ghairul
mutaqawwim. Sedangkan yang ketiga, harta dilihat dari sisi ada atau tidaknya
persamaan dari harta tersebut di pasaran, terbagi menjadi mitsli dan qiimi.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman Ghazaly,dkk, Fiqh Muamalat,jakarta; kencana prenada media


group,2010.

Dimyauddin djuawaini, pengantar Fiqh Muamalah,yogyakarta; Pustaka pelajar,


2008.

Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual,jakarta; PT.Raja grapindo


persada,2002.

Hendi suhendi,fiqh muamalah, jakarta; PT. Raja grafindo persada 2002.

Teungku Muhammad Habsi As-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, PT Pustaka Rizki


Putra: Semarang, 2009

Anda mungkin juga menyukai