Anda di halaman 1dari 8

HARTA

Dosen Pengampu Dr. Septiawadi, M.Ag

Disusun oleh:

Muhammad Fitrah Ramadhan( 2131030041)

Wahyu Ramadhan (22310330051)

ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pandangan Islam harta merupakan alat untuk mendekatkan diri kepada Allah, sebagai jalan
agar mempunyai sikap dermawan, sebagai cara untuk meninggikan derajat seorang mukmin dan
memelihara kemuliannya. Juga sebagai sarana untuk memajukan masyarakat dan mengangkat
martabat, serta mempertahankan kehormatan dan eksistensinya.1

Manusia menurut tabiatnya adalah makhluk sosial. Ia tidak bisa hidup sendiri, melainkan harus
berinteraksi dengan yang lainya. Ia memerlukan bantuan orang lain dan juga diperlukan oleh yang
lainnya. Dalam melakukan interaksi antara manusia yang satu dengan yang lainnya, salah satu yang
menjadi objek adalah harta (mal).2

Di era kekinian dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, banyak manusia
berlomba-lomba untuk memperoleh harta. Mereka sibuk dengan urusan yang hanya mementingkan
kemewahan dan keindahan duniawi. Sehingga mereka menjadikan harta sebagai sasaran utama dalam
kehidupan. Tidak jarang juga kita temukan dalam masyarakat tindakan mubazir dan membuang-
buang harta. Ada juga tindakan yang gemar menumpuk-numpuk atau menimbun harta sehingga
menjadikan pribadi yang angkuh dan kikir.

Materi atau harta dalam pandangan Islam, bukan merupakan sasaran yang pokok. Materi atau
harta adalah sebagai jalan, bukan satu-satunya tujuan, dan bukan sebagai sebab yang dapat
menjelaskan semua kejadian-kejadian. Akan tapi sebagai jalan untuk menjamin segala kebutuhan
manusia. Maka disana kewajiban itu lebih dipentingkan dari pada materi.3

Harta dalam Islam tidak tercela tetapi dapat pula tercela jika harta itu dijadikan sebagai tujuan
atau sebab. Harta yang tercela adalah harta yang dijadikan sebagai objek tujuan, dan bagi pemilik
harta menjadikan harta sebagai perlindungan terhadap harta yang ditimbunnya atau yang
disembunyikannya. Sehingga akan timbul sifat kikir atau memejamkan mata.4

B. Pengertian Harta

Setiap manusia mempunyai dorongan untuk selalu menjaga kelangsungan hidupnya. Agar
tetap terjaga, sudah pasti manusia harus rajin bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa hidup sendiri dan harus berinteraksi dengan dengan
yang lainnya. Salah satu yang menjadi objek dalam melakukan interaksi dengan sesama manusia
adalah harta (mal). Secara dasar, manusia tidak dapat melepaskan diri dari kebutuhan material
yaitu harta benda.

a. Definisi harta

1
Wahbah az-Zuhaily, Al-Qur‟an dan Paradigma Peradaban, terj. M. Thohir dan Team Titian Ilahi (Yogyakarta: Dinamika,
1996), 173.
2
Ahmad Ardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: AMZAH, 2013), 54.
3
Muhammad Mahmud Bably, Kedudukan Harta Dalam Pandangan Islam, terj. Abdul Fatah Idris (Jakarta: Mulia, 1989), 5
4
Muhammad Mahmud Bably, Kedudukan Harta, 6
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), harta mempunyai dua arti. Pertama, barang-
barang yang menjadi kekayaan. Kedua, kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud yang
bernilai dan yang menurut hukum dimiliki perusahaan. Dalam bahasa arab kata harta yaitu al-
maalu berasal dari kata maala-yamiilu-mailan artinya berpaling dari tengah ke salah satu sisi.
Secara bahasa harta merupakan sesuatu yang dapat dimiliki oleh manusia dengan bekerja baik
berupa materi atau manfaat.

Secara istilah, harta adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan segala sesuatu yang ingin
dimiliki, baik dalam jumlah banyak atau sedikit.

Dari beberapa pendapat, TM. Hasbi Ash-Shiddieqy mengambil kesimpulan:

1. Harta adalah sesuatu yang ditetapkan semata-mata untuk kemaslahatan manusia, dapat
disimpan pada suatu tempat dan dapat dikelola dengan jalan ikhtiyar

2. Benda yang dijadikan harta itu dapat dimiliki oleh seluruh manusia maupun oleh sebagian
manusia

3. Harta adalah sesuatu yang dapat diperjual belikan

4. Harta adalah sesuatu yang diperbolehkan untuk dimiliki walaupun tidak dipandang harta,
seperti sebiji beras

5. Harta adalah sesuatu yang berwujud

6. Harta adalah sesuatu yang dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu dan sewaktu-waktu
dapat dipergunakan pada saat dibutuhkan.

Dari paparan diatas, harta adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai dan dapat diambil
manfaatnya ketika dibutuhkan yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok secara legal
menurut hukum syara‟. Harta juga merupakan penopang kehidupan manusia sebagai kebutuhan
yang tidak dapat dipisahkan yang didalamnya membawa unsur kebahagiaan bagi pemiliknya.

C. Proses kepemilikan harta

Setiap manusia memiliki hak untuk memperoleh dan memiliki harta. Kemudian si pemilik
juga berhak untuk menjual, menggadaikan, mewarisi, dan menjaga hartanya. Hal tersebut karena
Islam tidak membatasi mencari dan memperoleh harta dengan cara apapun, selama tidak
melanggar prinsip-prinsip yang telah ditentukan oleh syara‟. Namun, agar manusia terhindar dari
sifat tamak dan z}alim terhadap harta, AlQur‟an juga memberikan batasan dengan melarang
seseorang memperoleh harta dengan cara yang haram (batil).Proses memperoleh harta yang
dimiliki oleh seseorang timbul karena beberapa sebab yaitu:

1.Usaha

Berusaha atau bekerja merupakan salah satu ibadah. Usaha merupakan suatu pekerjaan secara
maksimal yang dilakukan manusia, baik lewat gerak anggota tubuh atau akal untuk menambah
kekayaan, baik dilakukan seseorangan atau kolektif, baik untuk pribadi atau untuk orang lain

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak meyukai orang-orangyang berbuat
kerusakan.” Q.S. alQasas (28): 77

Dalam menjalani kehidupan, seorang mukmin tidak boleh berhenti dalam mengerjakan suatu
amalan yang bermutu. Amal berarti pekerjaan, usaha, perbuatan atau keaktifan hidup. Menurut
kacamata pemikiran modern, ayat ini dengan tegas mendorong agar setiap orang harus produktif.
Termasuk usaha ekonomi yaitu mencari harta yang halal. Allah pasti akan memberikan balasan
terhadap amal perbuatan, baik yang berhubungan dengan prestasi kerja duniawi maupun yang
berhubungan dengan nilai-nilai ukhrawi.

2. Warisan

Salah satu sumber harta yang diizinkan agama adalah harta yang diterima dari orang-orang
yang telah meninggal seperti ayah, ibu, anak, saudara, dan lain-lain yang telah ada dalam hukum
faraid disebut dengan warisan. Syariat Islam bukan saja membahas persoalan ibadah saja,
melainkan mengatur masyarakat dengan jalan yang jelas. Dalam susunan peneriman waris, ada
yang menerima separuh, dua per tiga, sepertiga, seperenam, menerima sepenuhnya, dan lain-lain.
Peraturan waris dalam Islam adalah salah satu alat untuk menumbuhkan sifat adil tanpa
membedakan besar dan kecil

“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, kami
jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan
mereka, maka berilah kepada mereka bagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala
sesuatu”. Q.S. an-Nisa‟ (4) :

Kata waris berasal dari bahasa arab waritsa-yaritsu-irtsan-miratsan. Secara bahasa memiliki
makna berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum
lain. Pengertian ini tidaklah terbatas hanya pada hal-hal yang berkaitan dengan harta tetapi
mencangkup harta benda dan non-benda. Sedangkan makna al-mi>rats menurut istilah yang
dikenal para ulama ialah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli
warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja
yang berupa hak milik legal secara syar'i.5

Al-Qur'an menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan dengan hak
kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun. Setiap manusia memiliki ahli waris dan wali-
wali, maka setiap orang hendaknya memanfaatkan harta peninggalan itu dan jangan
menginginkan harta oran lain.6

3. Pemberian

a. Hibah

Hibah menurut bahasa adalah menyedekahkan atau memberi sesuatu, baik berbentuk harta
maupun selain itu kepada orang lain. Menurut syar‟i, hibah adalah suatu akad yang
mengakibatkan berpindahnya kepemilikan harta dari seseorang kepada orang lain secara sukarela
atas dasar kasih sayang untuk kepentingan seseorang atau kepentingan badan sosial keagamaan

5
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Dalam Islam, terj. AM. Basamalah (Jakarta: Gema Insani
Press, 1995),19.
6
Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad Abi Bakrin al-Qurt}ubi, Al-Ja>mi’ li Ahka>m al-Qur‟a>n, terj. Asmuni,
jilid 5 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008) , 385.
yang dilakukan selama masih hidup.7 Hibah adalah pemindahan hak milik kepada orang yang
diberi. Dengan syarat si pemberi itu dewasa, sehat akal dan tidak karena dipaksa.

Allah berfirman dalam Q.S. al-Baqarah (2): 177

“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, tetapi kebajikan itu
ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang
miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan
hamba sahaya… “ (Q.S. al-Baqarah (2): 177)

b. Hadiah

Secara sederhana hadiah dapat diartikan sebagai pemberian barang dari seseorang kepada
orang lain dengan tidak ada tukarannya dengan maksud memuliakan (ikaraman wa tawaddadan).8

“Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak”.
(Q.S. al-Mudatsir (74): 6)

Sebagaimana tradisi pemberian hadiah antar individu dan sesama, seperti ketika seseorang
ulang tahun, saling memberi sesuatu barang berharga. Memberikan hadiah dianjurkan dalam
Islam karena salah satu hikmahnya adalah dapat menimbulkan rasa kasih sayang dan
menghilangkan penyakit dengki, yakni penyakit yang terdapat dalam hati dan dapat merusak
nilai-nilai keimanan.

Beberapa ulama menegaskan bahwa dalam hadiah tidak murni memberikan tanpa imbalan,
namun ada tujuan tertentu seperti untuk menyambung tali silaturahmi, mendekatkan hubungan,
dan memuliakan. Jika dipahami ada persamaan antara hibah dan hadiah. Perbedaannya jika hibah
murni pemberian tanpa imbalan, sedangkan hadiah bertujuan untuk memuliakan. Karena hadiah
haruslah tamlikan li al-„ain (pemindahan/penyerahan pemilikan atas suatu harta kepada pihak
lain).9

Penguasaan seseorang atas harta harus mendapat pengakuan dari syar‟i (pemerintah) yang pada
hakikatnya adalah menguasai harta dan memberikan kepada manusia menurut aturannya. Ulama Fikih
menyatakan bahwa kepemilikan harta dapat diperoleh melalui empat cara yaitu,10

1. Ihraz al-Mubahat, yaitu melalui penguasaan terhadap harta yang dimiliki oleh seseorang atau badan
hukum lainnya, dalam Islam disebut dengan harta mubah. Contohnya, kayu di hutan yang belum
dimiliki siapapun.

2. Melalui Akad (transaksi) yang dilakukan dengan orang atau suatu badan hukum, seperti jual beli

3. Melalui Khalafiyah (penggantian), baik penggantian dari seseorang ke orang lain (waris), maupun
penggantian sesuatu dari suatu benda yang disebut tadmin atau ta‟wid (ganti rugi)

7
Syiah Khosyi‟ah, Wakaf Hibah Persepektif Ulama Fiqh Dan Perkembangannya di Indonesia (Bandung: CV.
Pustaka Setia, 2010), 239.
8
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 575.
9
MS. Setiawan, “Analisis Hukum Islam Terhadap Penukaran Kupon Air Isi Ulang Di Depo Zha-Za Kalilom Lor
Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya”. (Skripsi S1 Jurusan Hukum Ekomomi Syariah, Fakultas Syariah dan
Hukum Perdata Islam, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2017), 23.
10
Wahbah Zuhaily, al-Fiqh Al-Islami> wa Adilatuhu, juz 4, 68-73.
4. Tawallud min Mamluk, yakni hasil dari harta yang telah dimiliki seseorang.

Pada intinya Islam tidak melarang setiap manusia untuk memperoleh dan memilki harta, namun yang
perlu diingat bahwa harta pada hakikatnya adalah milik Allah sedangkan manusia hanya memegang
amanah ataupun pinjaman dari Allah sebagai pencipta dari segala sumber-sumber produksi.
Kepemilikan manusia atas harta hanyalah kepemilikan untuk memperdayakan harta yang ada, bukan
sebagai pemilik yang hakiki.

D. Fungsi Harta

Jika berbicara tentang harta, maka hal pertama yang harus diingat bahwa pemilik mutlak atas
segala sesuatu yang ada di bumi ini adalah Allah. Kepemilikan harta oleh manusia hanya bersifat
relatif, sebatas melaksanakan amanah dengan mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan
ketentuannya. Sebagai sarana untuk memenuhi segala hajat dan kebutuhan manusia serta sebagai
salah satu objek dalam kehidupan bermuamalah, harta memiliki berbagai fungsi diantaranya:

1. Kebutuhan hidup Harta merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Tanpa harta manusia
akan kesulitan untuk beribadah kepada Allah Swt dan membantu sesama manusia. Selain itu,
tanpa harta manusia akan mengalami kesulitan dalam menjalani kehidupannya terutama untuk
menopang kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu harta memilki fungsi yaitu:11

“Dan janganlah kamu menyerahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta kamu
yang dijadikan Allah untuk kamu sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian dan
ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (Q.S. an-Nisa>‟ (4) : 5)12

Harta merupakan kebutuhan manusia yang harus dipergunakan dengan cara yang wajar serta tidak
saling merugikan. Apabila harta berkurang dalam suatu masyarakat, maka kebutuhan hidup mereka
pasti serba kekurangan. Oleh karena itu segala bentuk harta yang nampak harus dikelola oleh orang
yang bertanggung jawab sehingga harus dipelihara dan tidak boleh diboroskan atau digunakan bukan
pada tempatnya. Kata (amwa>likum) bermakna harta mereka dan harta siapapun pada dasarnya milik
bersama yang dapat beredar dan menghasilkan manfaat.13

2. Sebagai perhiasan hidup Perhiasan pada umumnya bermakna suatu barang yang digunakan untuk
menghias diri dan timbul dari kerinduan terhadap hal yang indah.

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh
adalah lebih bak pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. (Q.S. alKahfi
(18): 46)14

Harta dan anak adalah perhiasan kehidupan dunia karena mengandung keindahan dan manfaat. Pada
anak terdapat kekuatan dan pertahanan nasab seseorang. Keduanya adalah perhiasan kehidupan dunia
yang hina ini, maka jangan sampai mengikuti nafsunya. Perhiasan kehidupan dunia adalah tipuan
yang fana dan tidak akan kekal.15 Sebagaimana tanaman kering yang tertiup oleh angin.

3. Perekat kehidupan

11
Toha Andiko, “Konsep Harta Dan Pengolahannya Dalam Al-Quran”. Jurnal AL-INTAI , vol.2, no.1 (Maret
2016): 65-67.
12
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 77.
13
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2000), 331.
14
Lajnah Pentashihan Al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, 299
15
Imam Qurt}ubi, Al-Ja>mi’ li Ahka>m al-Qur‟a>n, jilid 11, 1049.
Dalam kehidupan di lingkungan masyarakat, manusia harus menyadari kekurangan dirinya
sebagai makhluk sosial. Rasa ta‟awun (tolong menolong) merupakan perekat kehidupan muamalah
yang sangat dibutuhkan. Yusuf al-Qardawi mengatakan salah satu bentuk ta‟awun adalah takaful
yaitu saling menanggung/kesetiakawanan diantara anggota masyarakat baik dalam bidang moral,
materi, ekonomi, politik, militer, sosial, dan budaya. Takaful itu dimulai dengan hubungan kerabatan
mulai dari keluarga, tetangga, dan lingkungan. Islam mengajarkan kepada kita agar hidup dalam
masyarakat dengan senantiasa menjalin hubungan kesetiakawanan

dalam perkara-perkara sosial, muamalah, dan kemasyarakatan. 38 Sehingga ta‟awun ini bisa
dilakukan dengan apa dan siapa saja tanpa ada aturan persyaratan. Semua bisa mengerjakannya, baik
yang masih kecil, remaja dan dewasa, serta tua atau muda, sepanjang dalam mengerjakan kebaikan
dan kebajikan.

Allah berfirman dalam Q.S. al-Nisa‟ (4) : 95,

“Tidaklah sama anatar mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur
dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan
orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat.
Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala baik (surga) dan Allah melebihkan orang-
orang yangberjihad atas orangyang duduk dengan pahal yang luar biasa”.

Pemanfaatan harta harus memperhatikan aspek-aspek sosial kemasyarakatan. Ajaran Islam


juga memelihara keseimbangan terhadap hal-hal yang berlawanan seperti antara pelit dan boros, tidak
hanya dengan mengakui hak milik pribadi, tetapi juga dengan menjamin pembagian kekayaan yang
seluas-luasnya. Pengolahan harta yang baik tidak hanya dari segi konsumsi namun juga upaya
investasi untuk pengembangan harta yang dimiliki.16

D. Kesimpulan

Dalam Al-Quran, konsep harta atau kekayaan ditemukan dalam berbagai ayat yang memberikan
panduan kepada umat Islam tentang bagaimana mengelola dan menggunakan harta dengan benar.
Berikut beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari ayat-ayat Al-Quran terkait harta:

1.Sumber Kekayaan dari Allah:

Al-Quran menekankan bahwa kekayaan dan harta berasal dari Allah. Manusia diingatkan untuk
bersyukur atas nikmat ini dan menggunakannya dengan bijak.

Contoh ayat: "Katakanlah: 'Sesungguhnya Rabbku melapangkan rezeki bagi siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-

16
Toha Andiko, “Konsep Harta dan Pengolahannya Dalam Al-Qur‟an”, 68-69.
Nya). Dan apa saja yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), niscaya Allah akan menggantinya. Dan
Dialah Pemberi rezeki sebaik-baiknya.'" (Q.S. Saba' [34:39])

2. Tanggung Jawab dan Penggunaan yang Benar:

Al-Quran mengajarkan tentang tanggung jawab pemilik harta dan cara menggunakan kekayaan
tersebut dengan cara yang bermanfaat dan adil.

Contoh ayat: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghapuskan sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan
hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu kena
hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (bersih dari tanah), mereka tidak dapat mengadakan apa-
apa pun dari apa yang mereka usahakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang kafir." (Q.S. Al-Baqarah [2:264])

3.Pentingnya Zakat dan Infak:

Al-Quran menekankan pentingnya memberikan zakat dan bersedekah sebagai cara untuk
menyucikan harta dan membantu yang membutuhkan.

Contoh ayat: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menjadi)
penenang jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Q.S. At-
Tawbah [9:103])

4. Peringatan terhadap Keinginan Berlebihan:

Al-Quran memberikan peringatan terhadap hawa nafsu manusia yang tidak terkendali terhadap
harta dan kekayaan.

Contoh ayat: "Dan kebanyakan dari mereka (manusia) tidak akan beriman kepada Allah kecuali
sambil mempersekutukan (Allah)." (Q.S. Yusuf [12:106])

Dengan demikian, kesimpulan yang dapat diambil dari Al-Quran adalah bahwa harta adalah ujian
dari Allah, dan umat Islam dihimbau untuk mengelolanya dengan bijak, memberikan hak Allah
yang telah ditetapkan (seperti zakat), dan menggunakan harta dengan cara yang membawa
manfaat, keadilan, dan kesejahteraan bagi masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai