PERMASALAHANNYA
Membahas Terminologi Harta Dalam Pandangan
Islam, Kedudukan dan Fungsi Harta, Metode
Memperoleh dan Memanfaatkan Harta, Kepemilikan
Harta, serta Klasifikasi Harta Dalam Fiqh Muamalah
Faedah Pembagian:
a. Pada harta al-qimi tidak mungkin terjadi riba, karena jenis satuannya tidak sama, namun pada
harta al-mitsli bisa berlaku transaksi yang menjurus pada riba.
b. Dalam suatu perserikatan harta yang bersifat al-misli, seorang mitra serikat boleh mengambil
bagiannya ketika mitra dagangnya sedang tidak di tempat. Akan tetapi pada harta yang bersifat
al-qimi, masing-masing pihak tidak boleh mengambil bagiannya selama pihak lainnya tidak
berada di tempat.
c. Apabila harta yang bersifat al-misli dirusak seseorang dengan sengaja, maka wajib diganti
dengan harta sejenis, namun apabila pengrusakan dengan sengaja terhadap harta yang bersifat
al-qimi harus diganti dengan memperhitungkan nilainya.
Istihlak dan Isti’mal
Berdasarkan Segi Pemanfaatannya, harta terbagi kepada:
HARTA ISTIHLAKI, adalah harta yang dapat diambil manfaatnya dengan merusak
zatnya. Misalnya makanan, minuman, kayu bakar, sabun, dan lain-lain. Harta
Istihlaki terbagi dua, yaitu istihlak haqiqi dan istihlak huquqi. Istihlak haqiqi ialah
suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas nyata zatnya habis sekali pakai,
misal kayu bakar, jika dibakar maka akan habis. Istihlak huquqi harta yang sudah
habis nilainya bila telah digunakan, tetapi zatnya masih tetap ada, misal: uang yang
dipakai untuk membayar utang, dipandang habis menurut hukum walaupun uang
tsb masih utuh dan berpindah kepemilikan.
HARTA ISTI’MALI, adalah harta yang dapat diambil manfaatnya dengan tanpa
merusak zatnya (zatnya tetap). Harta jenis ini tidak habis sekali digunakan, tetapi
dapat digunakan lama menurut apa adanya. Contoh: rumah, tempat tidur, pakaian,
buku, dan lain sebagainya.
Manqul dan Ghair Manqul
Berdasarkan Jenisnya, harta terbagi kepada Manqul dan Ghair Manqul (‘Aqar)
a. Menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah: Manqul (harta bergerak) berarti harta yang dapat
dipindahkan dan diubah dari tempat yang satu ke tempat yang lain, baik tetap pada bentuk dan
keadaan semula, ataupun berubah bentuk dan keadaannya disebabkan karena perpindahan dan
perubahan tersebut. Hal ini mencakup uang, barang dagangan, macam-macam hewan yang
halal diperjual-belikan, benda-benda yang ditimbang dan diukur.
‘Aqar artinya adalah harta tetap, yang tidak mungkin diubah dan dipindahkan dari satu tempat ke
tempat yang lainnya, seperti rumah, dan barang-barang lain yang telah membumi.
Menurut ulama Hanafiyah, bangunan dan tanaman tidaklah termasuk ‘aqar, kecuali kalau
keduanya menyatu dengan bumi (tanah). Dengan demikian, jika menjual tanah yang di atasnya
ada bangunan atau tanaman, maka bangunan dan tanaman serta benda-benda lain yang ikut
menempel di tanah tersebut dihukumi ‘aqar. Sebaliknya, apabila hanya menjual bangunan atau
tanamannya saja, maka tidak dihukumi ‘aqar, sebab ‘aqar menurut ulama Hanafiyah hanyalah
tanah (bumi), sedangkan selain itu adalah harta manqul.
b. Menurut ulama Malikiyah. Ulama Malikiyah menyempitkan cakupan manqul memperluas
pengertian ‘aqar, yaitu: Manqul, adalah harta yang dapat dipindahkan dan diubah dari satu
tempat ke tempat yang lain, dengan tidak berubah bentuk dan keadaannya seperti pakaian,
buku, dan sebagainya. ‘Aqar, adalah harta yang tidak dapat dipindahkan dan diubah dari
asalnya, seperti tanah, atau mungkin dapat dipindahkan dan diubah dan terjadi perubahan pada
bentuk dan keadaannya ketika dipindahkan, seperti rumah dan pohon (tanaman). Rumah setelah
diruntuhkan berubah menjadi rusak, dan pohon berubah menjadi kayu. IMPLIKASINYA: Menurut
ulama hanafiyah, tidak sah wakaf kecuali pada harta ‘aqar atau sesuatu yang ikut pada harta
‘aqar. Sebaliknya jumhur berpendapat bahwa harta ‘aqar dan manqul dapat diwakafkan.
‘Ain dan Dayn
Berdasarkan Bentuk dan Nilainya, harta terbagi kepada:
HARTA ‘AIN, yaitu harta yang berbentuk benda, seperti meja, kursi, kendaraan, dll.
Harta ‘Ain ini terbagi dua:
a. Harta ‘ain dzati qimah, adalah benda yang memiliki bentuk dan nilai, yang meliputi:
- benda yang dianggap harta yang boleh diambil manfaatnya atau tidak;
- benda yang dianggap harta yang ada atau tidak ada sebangsanya;
- benda yang dianggap harta yang dapat atau tidak dapat bergerak.
b. Harta ‘ain ghair dzati qimah, adalah benda yang tidak dapat dipandang sebagai harta,
karena tidak memiliki nilai atau harga, seperti sebutir beras.
HARTA DAYN, yaitu sesuatu yang berada dalam tanggung jawab, seperti uang yang
berada dalam tanggung jawab seseorang.
Menurut ulama Hanafiyah, harta tidak dapat dibagi menjadi dua bentuk tersebut, sebab
harta menurut mereka haruslah sesuatu yang berwujud atau berbentuk. Utang menurut
ulama Hanafiyah tidaklah termasuk harta, tetapi bagian dari tanggung jawab (washf fi al-
dzimmah).
Mamluk, Mubah, Mahjur
Berdasarkan Status Harta, harta terbagi kepada:
HARTA MAMLUK, harta yang telah dimiliki, baik secara pribadi, yayasan, pemerintah
maupun badan hukum.
HARTA MUBAH, adalah harta yang tidak dimiliki seseorang, seperti hewan buruan, kayu di
hutan beserta buah-buahannya, dan lain-lain.
HARTA MAHJUR, adalah harta yang dilarang syara’ untuk memilikinya, baik karena harta
itu harta wakaf maupun harta untuk kepentingan umum.
Faedah Pembagian:
a. Harta yang boleh didayagunakan (tasharuf) oleh seseorang adalah harta al-mamluk.
b. Tiap-tiap manusia boleh memiliki harta al-mubah sesuai kemampuan dan usahanya yang
dibenarkan oleh syara’. Dengan demikian, maka harta tersebut akan menjadi miliknya,
seperti orang yang menghidupkan atau memakmurkan tanah yang tidak ada pemiliknya.
Hal ini telah dibenarkan oleh syara’.
Harta Dapat Dibagi dan
Harta Tidak Dapat Dibagi
Berdasarkan Bisa Dibagi Atau Tidaknya.
HARTA YANG DAPAT DIBAGI (qabil li al-qismah), yaitu harta yang tidak menimbulkan
suatu kerugian atau kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagikan, seperti beras, tepung,
dan lain-lain.
HARTA YANG TIDAK DAPAT DIBAGI-BAGI (ghair qabil li al-qismah), yaitu harta yang
menimbulkan kerugian atau kerusakan apabila dibagi-bagi, seperti piring, mesin, kursi,
meja, dan lain-lain.
Harta Pokok dan Hasil
Berdasarkan Berkembang Atau Tidaknya, harta terbagi kepada:
HARTA POKOK (AL-MAL AL-ASHL): harta yang menyebabkan adanya harta yang lain.
HARTA HASIL (TSAMARAH), yaitu harta hasil yang terjadi dari harta yang lain.
Diantara contoh harta pokok adalah sapi, dan harta hasil adalah susu atau daging sapi.
Atau jika dicontohkan bulu yang dihasilkan dari domba, maka domba merupakan harta
pokok, bulunya merupakan harta hasil. Harta pokok ini dapat disebut harta modal.
Implikasi Hukum:
a. Pokok harta wakaf tidak bisa dibagi-bagikan kepada yang berhak menerima wakaf, tetapi
buah atau hasil darinya dapat dibagikan kepada mereka.
b. Harta yang diperuntukkan bagi kepentingan umum asalnya tidak bisa dibagi-bagikan,
tetapi hasilnya bisa dimiliki siapapun.
c. Dalam suatu transaksi yang objeknya manfaat benda, maka pemilik manfaat itu berhak
atas hasilnya. Misalnya, apabila seseorang menyewa sebuah rumah yang secara kebetulan
di pekarangan rumahnya tersebut ada pohon yang sedang berbuah, maka buah tersebut
menjadi milik penyewa rumah dan ia boleh memperjual-belikannya kepada orang lain.
Harta Khash dan ‘Am
Berdasarkan Kepemilikannya.
HARTA KHAS (KHUSUS), adalah harta pribadi yang tidak bersekutu dengan harta lain.
Harta ini tidak dapat diambil manfaatnya atau digunakan seenaknya kecuali atas kehendak
atau seizin pemiliknya.
HARTA ‘AM (UMUM), adalah harta milik umum atau bersama, semua orang boleh
mengambil manfaatnya sesuai dengan ketetapan yang disepakati bersama oleh umum atau
penguasa.
Kepemilikan Harta
• Pemilik Mutlak adalah Allah SWT. Penisbatan kepemilikan kepada Allah
mengandung tujuan sebagai jaminan emosional agar harta diarahkan untuk
kepentingan manusia yang selaras dengan tujuan penciptaan harta itu sendiri.
• Namun demikian, Islam mengakui kepemilikan individu, dengan satu konsep
khusus, yakni konsep khilafah. Bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi
yang diberi kekuasaan dalam mengelola dan memanfaatkan segala isi bumi
dengan syarat sesuai dengan segala aturan dari Pencipta harta itu sendiri.
• Harta dinyatakan sebagai milik manusia, sebagai hasil usahanya. Al-Qur’an
menggunakan istilah al-milku dan al-kasbu (QS 111:2) untuk menunjukkan
kepemilikan individu ini. Dengan pengakuan hak milik perseorangan ini, Islam
juga menjamin keselamatan harta dan perlindungan harta secara hukum.
• Islam juga mengakui kepemilikan bersama (syrkah) dan kepemilikan negara.
Kepemilikan bersama diakui pada bentuk-bentuk kerjasama antar manusia yang
bermanfaat bagi kedua belah pihak dan atas kerelaan bersama. Kepemilikan
Negara diakui pada asset-asset penting (terutama Sumber Daya Alam) yang
pengelolaannya atau pemanfaatannya dapat mempengaruhi kehidupan bangsa
secara keseluruhan.
• Harta yang tidak dapat dimiliki dan dihakmilikkan orang lain
adalah setiap harta milik umum seperti jalanan, jembatan, sungai dll.
dimana harta/barang tersebut untuk keperluan umum.
• Harta yang tidak bisa dimilki kecuali dengan ketentuan syari’ah,
seperti harta wakaf, harta baitul mal dll. Maka harta wakaf tidak bisa dijual
atau dihibahkan kecuali dalam kondisi tertentu seperti mudah rusak
ataupun biaya pengurusannya lebih besar nilai hartanya.
• Harta yang bisa dimiliki dan dihakmilikkan kepada lainnya adalah
selain dari dua jenis harta dalam kategori tsb diatas.
NEXT WEEK
Fiqh Jual Beli: Definisi,
dasar hukum jual beli, rukun
dan syarat jual beli, khiyar,
bentuk jual beli yang dilarang,
manfaat dan hikmah jual beli.