Anda di halaman 1dari 7

TUGAS FIQIH MUAMALAH TENTANG HARTA

Diajukan oleh : M. Luthfin Herlambang 023101017

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

KEDUDUKAN HARTA DALAM ISLAM Adalah fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara lahiriyah maupun batiniah. Hal ini mendorong manusia untuk senantiasa berupaya memperoleh segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan lahiriyah identik dengan terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs) berupa sandang, pangan dan papan. Tapi manusia tidak berhenti sampai disitu, bahkan cenderung terus berkembang kebutuhankebutuhan lain yang ingin dipenuhi. Segala kebutuhan itu seolah-olah bisa terselesaikan dengan dikumpulkannya Harta sebanyak-banyaknya. Maka apa sebenarnya hakekat harta dan bagaimana pandangannya dalam Islam? A. PENGERTIAN HARTA Istilah HARTA, atau al-mal dalam al-Quran maupun Sunnah tidak dibatasi dalam ruang lingkup makna tertentu, sehingga pengertian al-Mal sangat luas dan selalu berkembang. Kriteria harta menurut para ahli fiqh terdiri atas : pertama,memiliki unsur nilai ekonomis.Kedua, unsur manfaat atau jasa yang diperoleh dari suatu barang. Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan berdasarkan urf (kebiasaan/ adat) yang berlaku di tengah masyarakat.As-Suyuti berpendapat bahwa istilah Mal hanya untuk barang yang memiliki nilai ekonomis, dapat diperjualbelikan, dan dikenakan ganti rugi bagi yang merusak atau melenyapkannya. Dengan demikian tempat bergantungna status al-mal terletak pada nilai ekonomis (al-qimah) suatu barang berdasarkan urf. Besar kecilnya al-qimah dalam harta tergantung pada besar ekcilnya anfaat suatu barng. Faktor manfaat menjadi patokan dalam menetapkan nilai ekonomis suatu barang. Maka manfaat suatu barang menjadi tujuan dari semua jenis harta.

B. PANDANGAN ISLAM MENGENAI HARTA Pandangan Islam mengenai harta dapat diuraikan sebagai berikut: Pertama, Pemiliki Mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah ALLAH SWT. Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya (QS al_Hadiid: 7). Dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah bersabda: Seseorang pada Hari Akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat hal: usianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk apa dipergunakan. Kedua, status harta yang dimiliki manusia adlah sebagai berikut : 1. harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada. 2. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan ( Ali Imran: 14). Sebagai perhiasan hidup harta sering menyebabkan keangkuhan, kesombongan serta kebanggaan diri.(Al-Alaq: 6-7). 3. Harta sebgai ujian keimanan. Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak (al-Anfal: 28)

4. harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksankan perintahNyadan melaksanakan muamalah si antara sesama manusia, melalui zakat, infak, dan sedekah.(at-Taubah :41,60; Ali Imran:133-134). Ketiga, Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (amal) ataua mata pencaharian (Maisyah) yang halal dan sesuai dengan aturanNya. (al-Baqarah:267) Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang bekerja. Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah yang halal untk keluarganya maka sama dengan mujahid di jalan Allah (HR Ahmad). Mencari rezki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain(HR Thabrani) jika telah melakukan sholat subuh janganlah kalian tidur, maka kalian tidak akan sempat mencari rezki (HR Thabrani). Keempat, dilarang mencari harta , berusaha atau bekerja yang melupakan mati (atTakatsur:1-2), melupakan Zikrullah/mengingat ALLAH (al-Munafiqun:9), melupakan sholat dan zakat (an-Nuur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr: 7) Kelima: dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (al-Baqarah: 273-281), perjudian, jual beli barang yang haram (al-maidah :90-91), mencuri merampok (alMaidah :38), curang dalam takaran dan timbangan (al-Muthaffifin: 1-6), melalui cara-cara yang batil dan merugikan (al-Baqarah:188), dan melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad). C. KEPEMILIKAN HARTA Di atas telah disinggung bahwa Pemilik Mutlak adalah Allah SWT. Penisbatan kepemilikan kepada Allah mengandung tujuan sebagai jaminan emosional agar harta diarahkan untuk kepentingan manusia yang selaras dengan tujuan penciptaan harta itu sendiri. Namun demikian, Islam mengakui kepemilikan individu, dengan satu konsep khusus, yakni konsep khilafah. Bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi yang diberi kekuasaan dalam mengelola dan memanfaatkan segala isi bumi dengan syarat sesuai dengan segala aturan dari Pencipta harta itu sendiri. Harta dinyatakan sebagai milik manusia, sebagai hasil usahanya. Al-Quran menggunakan istilah al-milku dan al-kasbu (QS 111:2) untuk menunjukkan kepemilikan individu ini. Dengan pengakuan hak milik perseorangan ini, Islam juga menjamin keselamatan harta dan perlindungan harta secara hukum. Islam juga mengakui kepemilikan bersama (syrkah) dan kepemilikan negara. Kepemilikan bersama diakui pada bentuk-bentuk kerjasama antar manusia yang bermanfaat bagi kedua belah pihak dan atas kerelaan bersama. Kepemilikan Negara diakui pada asset-asset penting (terutama Sumber Daya Alam) yang pengelolaannya atau pemanfaatannya dapat mempengaruhi kehidupan bangsa secara keseluruhan. D. METODE MEMPEROLEH DAN MEMBELANJAKAN HARTA Untuk memperoleh harta dapat ditempuh dengan beberapa cara dengan prinsip sukarela, menarik manfaat dan menghindarkan mudarat bagi kehidupan manusia, memelihara nilai-nilai keadilan dan tolong menolong serta dalam batas-batas yang diizinkan syara(hukum ALLAH) Di antara cara memperoleh harta dapat disebutkan yang terpenting: a. Menguasai benda-benda mubah yang belum menjadi milik seorang pun. b. Perjanjian-perjanjian hak milik seperti jual-beli, hibah (pemberian/.hadiah), dan wasiat c. Warisan sesuai dengan aturan Islam

d. Syufah, hak membeli dengan paksa atas harta persekutuan yang dijual kepada orang lain tanpa izin para anggota persekutuan yang lain. e. Iqtha, pemberian dari pemerintah f. Hak-hak keagamaan seperti bagian zakat, bagi amil, nafkah istri, anak, dan orang tua. Cara memperoleh harta yang dilarang ialah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut di atas, yaitu memperoleh harta dengan cara-cara yang mengandung unsur paksaan dan tipuan yang bertentanga dengan prinsip sukarela, seperti merampas harta orang lain, menjual barang palsu, mengurangi ukuran dan timbangan, dan sebagainya. Kemudian memperoleh hartanya dengan cara yang justru mendatangkan mudharat/keburukan dalam kehidupan masyarakat, seperti jual beli ganja, perjudian, minuman keras, prostitusi,dan lain sebagainya. Atau memperoleh harta dengan jalan yang bertentangan dengan nilai keadilan dan tolong menolong, seperti riba, meminta balas jasa tidak seimbang dengan jasa yang diberikan. Juga menjual barang dengan harga jauh lebih tinggi dari harga yang sebenarnya, atau bisa dikatakan mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Mengenai pembelanjaan harta, Islam mengajarkan agar membelanjakn hartanya mulamula untuk mencukupkan kebutuhan dirinya sendiri, lalu untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggungannya, barulah memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam pemenuhan kebutuhan ini, Islam mengharamkan bermegah-megah dan berlebih-lebihan (Israf dan mubazir). Karena sifat ini cenderung kepada penumpukan harta yang membekukan fungsi ekonomis dari harta tersebut. Untuk itulah pada satu takaran tertentu harta dikenai wajib zakat. Zakat merupakan implementasi pemenuhan hak masyarakat dan upaya memberdayakan harta pada fungsi ekonomisnya. Ringkasnya, aturan dalam memperoleh harta dan membelanjakan harta, didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Prinsip Sirkulasi dan perputaran. Artinya harta memiliki fungsi ekonomis yang harus senantiasa diberdayakan agar aktifitas ekonomi berjalan sehat. Maka harta harus berputar dan bergerak di kalangan masyarakat baik dalam bentuk konsumsi atau investasi.sarana yang diterapkan oleh syariat untuk merealisasikan prinsip ini adalah dengan larangan menumpuk harta, monopoli terutama pada kebutuhan pokok, larangan riba, berjudi, menipu. 2. Prinsip jauhi konflik. Artinya harta jangan sampai menjadi konflik antar sesama manusia. Untuk itu diperintahkan aturan dokumentasi, pencatatan/akuntansi, al-isyhad/saksi, jaminan (rahn/gadai). 3. Prinsip Keadilan. Prinsip keadilan dimaksudkan untuk meminimalisasi kesenjangan sosial yang ada akibat perbedaan kepemilikan harta secara individu. Terdapat dua metode untuk merealisasikan keadilan dalam harta yaitu perintah untuk zakat infak shadaqah, dan larangan terhadap penghamburan (Israf/mubazir). PEMBAGIAN HARTA

Menurut fuqaha, harta dapat ditinjau dari beberapa segi. Harta terdiri dari beberapa bagian ,tiap-tiap bagian memiliki ciri khusus dan hukumanya tersendiri . Pembagian jenis harta ini sebagai berikut: 1. Mal Mutaqawwim dan Ghair Mutaqawwin

a. Harta Mutaqawwin ialah sesuatu yang boleh diambil manfatnya menurut syara. Harta yang termasuk mutaqawwin ini ialah semua harta yang baik jenisnya maupun cara memperoleh dan penggunaanya. b. Harta ghair mutaqawwin ialah sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut syara. Harta ghair mutaqawwin ialah kebalikan dari harta mutaqawwin yakni yang tidak boleh diambil manfaatnya,baik jenisnya,cara memperolehnya maupun cara penggunaanya. 2. Mal Mitsli dan Harta Qimi

a. Mal Mitsli ialah benda-benda yang ada persamaan dalam kesatuan-kesatuannya,dalam arti dapat berdiri sebagiannya ditempat yang lain,tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai. b. Harta Qimi ialah benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuanya,karenanya tidak dapat berdiri sebagian ditempat sebagian yang lainya tanpa ada perbedaan. Dengan perkataan lain, harta yang ada imbangannya (persamaannya) disebut mitsli dan harta yang tidak ada imbangannya secara tepat disebut qimi. 3. Harta Istihlak dan harta Istimal

a. Harta Istihlak ialah suatu yang tidak dapat diambil kegunaanya dan manfaatnya secara biasa ,kecuali dengan menghabiskanya. Harta Istihlah terbagi dua : Harta Istihlak haqiqi ialah suatu benda yang menjadi harta yang jelas (nyata) zatnya habis sekali digunakan. Harta istihlak huquqi ialah harta yang sudah habis nilainya bila telah digunakan, tetapi zatnya masih tetap ada. b. Harta Istimal ialah sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan materinya tetap terpelihara. Perbedaan dua jenis harta ini ,harta istihlak habis satu kali digunakan sedangkan harta istimal tidak habis dalam satu kali pemanfaatanya. 4. Harta manqul dan harta ghair manqul

a. Harta manqul ialah segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak)dari satu tempat ke tempat lain. b. Harta ghair manqul ialah sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain. 5. a. Harta ain dan harta Dayn. Harta ain ialah harta yang berbentuk benda.

Harta ain terbagi menjadi dua:

Harta ain dzati qimah yaitu benda yang memiliki bentuk yang dipandang sebagai harta karena memiliki nilai. Harta ain ghayr dzati qimah yaitu benda yang tidak dapat dipandang sebagai harta karena tidak memiliki hara misalnya sebiji beras. b. Harta dayn ialah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab.

6. a.

Mal al-ain dan mal al-nafi(manfaat) Harta aini ialah benda yang memiliki nilai dan bernentuk (berwujud)

b. Harta nafi ialah aradl yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan masa,oleh karena itu mal al-nafi tidak berwujud ,tidak mungkin untuk disimpan. Syafiiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa harta ain dan harta nafi ada perbedaan dan manfaat yang dianggap sebagai harta mutaqawwimI (harta yang dapat diambil manfaatnya) karena manfaat adalah sesuatu yang dimaksud dari pemilikan harta benda. Hanafiyah berpendapat sebaliknya, bahwa manfaat dianggap bukan harta, karena manfaat tidak berwujudtidak mungkin untuk disimpan, maka manfaat tidak termasuk harta, menurut hanafiyah manfaat ialah milik.

7.

Harta Mamluk, Mubah, dan Mahjur

a. Harta mamluk ialah suatu yang masuk ke bawah milik,milik perorangan maupun milik badan hukum,seperti pemerintahan dan yayasan. arta ini dibagi menjadi dua:harta perorangan(mustaqil) dan harta perkongsian (masyarakat) b. Harta Mubah ialah sesuatu yang pada asalnya bukan milik seseorang,seperti air pada mata air, binatang buruan darat, pohon-pohonan dihutan dan sebagainya. c. Harta mahjur ialah seuatu yang tidak bolehkan dimiliki sendiri dan memberikan kepada orang lainmenurut syariat.adakalanya benda wakaf atau benda yang dikhususkan. 8. Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi.

a. Harta yang dapat dibagi(mal qabil li al-qismah) ialah harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta itu dibagi-bagi. b. Harta yang tidak dapat dibagi(mal ghair qabil li al qismah) ialah harta yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi. 9. a. Harta pokok dan harta hasil(buah) Harta pokok ialah harta yang mungkin darinya terjadi harta yang lain.

b. 10.

Harta hasil ialah harta yang terjadi dari harta yang lain. Harta khas dan harta am

a. Harta khas ialah harta peribadi,tidak bersekutu dengan yang lain,tidak boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya. b. Harta am ialah harta milik umum (bersama)yang boleh diambil manfaatnya.

Harta yang dapat dikuasai(ikhraj)terbagi menjadi dua, yaitu harta yang termasuk milik perseorangan dan harta-harta yang tidak dapat termasuk milik perseorangan. Harta yang dapat masuk menjadi milik perseorangan dibagi menjadi dua: Harta yang bisa menjadi milik perorangan,tetapi belum ada sebab pemilikan. Harta yang bisa menjadi milik perorangan dan sudah ada sebab kepemilikan.

Anda mungkin juga menyukai