Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan sumber penggalian dan pengembangan ajaran Islam


dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Untuk melakukan penggalian dan
pengembangan pemahaman Ayat-ayat Al-Qur’an, kemampuan tertentu guna
mengasilakan pemahaman yang baik mengenai berbagai perilaku kehidupan
manusia,

Sebagai metodologi atau rumusan dalam makalah ini, penulis ingin sedikit
menyampaikan agar dalam penulisannya lebih baik dari sebelumnya untuk lebih
memahami dan lebih fokus pada pembahasannya, maka ada beberapa hal yang
dipaparkan dalam makalah ini yakni : Ayat dan artinya, Asbabul Nuzul, Tafsir
pedapat para ulama’ Tafsir, dan Kesimpulan. Inilah yang nantinya penulis ingin
uraikan sartu persatu demi untuk melatih pemahaman kita tentang ayat-ayat Riba.

B. Rumusan Masalah
1. Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 275-279
2. Tafsir Surah Al-Imran Ayat 130

C. Tujuan
3. Untuk Memahami dan Mengetahui Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 275-279
4. Untuk Memahami dan Mengetahui Tafsir Surah Al-Imran Ayat 130

1
BAB II
PEMBAHASAN
AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG RIBA

A. QS. Al-Baqarah ayat 275-279


1. Lafal dan terjemah

َ‫ان ِمن‬ ُ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬


َّ ‫طهُ ال‬ ُ َّ‫الربَا الَ يَقُو ُمونَ ِإالَّ َك َما يَقُو ُم الَّذِي يَت َ َخب‬ ِ َ‫الَّذِينَ يَأ ْ ُكلُون‬
ِ ‫ْال َم ِس ٰذ ِل َك ِبأَنَّ ُه ْم قَالُواْ ِإنَّ َما ْال َب ْي ُع ِمثْ ُل‬
ِ ‫الر َبا َوأ َ َح َّل ّللاُ ْال َب ْي َع َو َح َّر َم‬
‫الر َبا‬
‫ف َوأ َ ْم ُرهُ ِإلَى ّللاِ َو َم ْن‬ َ َ‫سل‬َ ‫ظةٌ ِمن َّر ِب ِه فَانتَهٰ ى فَلَهُ َما‬ َ ‫فَ َمن َجاءهُ َم ْو ِع‬
‫( يَ ْم َح ُق ّللاُ ْال ِربَا‬٢٧٥) َ‫ار ُه ْم فِي َها خَا ِلدُون‬ ِ َّ‫اب الن‬ ُ ‫ص َح‬ ْ َ ‫َعادَ فَأ ُ ْولَـئِ َك أ‬
ْ‫( إِ َّن الَّذِينَ آ َمنُوا‬٢٧٦) ‫ار أَثِ ٍيم‬ ٍ َّ‫ت َوّللاُ الَ يُ ِحبُّ ُك َّل َكف‬ ِ ‫صدَقَا‬ َّ ‫َويُ ْربِي ال‬
‫الز َكاة َ لَ ُه ْم أ َ ْج ُر ُه ْم ِعندَ َربِ ِه ْم‬ َّ ‫ت َوأ َ َقا ُمواْ ال‬
َّ ْ‫صالَة َ َوآت َ ُوا‬ ِ ‫صا ِل َحا‬ َّ ‫َو َع ِملُواْ ال‬
َ‫( يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ اتَّقُواْ ّللا‬٢٧٧) َ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َوالَ ُه ْم يَ ْحزَ نُون‬ ٌ ‫َوالَ خ َْو‬
ْ‫( فَإِن لَّ ْم ت َ ْف َعلُواْ فَأْذَنُوا‬٢٧٨) َ‫الر َبا ِإن ُكنتُم ُّمؤْ ِمنِين‬ ِ َ‫ي ِمن‬ َ ‫َوذَ ُرواْ َما َب ِق‬
َ‫ظ ِل ُمونَ َوال‬ ْ َ ‫ُوس أ َ ْم َوا ِل ُك ْم الَ ت‬
ُ ‫سو ِل ِه َو ِإن ت ُ ْبت ُ ْم فَلَ ُك ْم ُرؤ‬ ُ ‫ب ِمنَ ّللاِ َو َر‬ ٍ ‫ِب َح ْر‬
)٢٧٩( َ‫ظلَ ُمون‬ ْ ُ‫ت‬
Artiny : orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali
(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya.
Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi

2
Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

2. Asbabun Nuzul
Ayat 278-279 diturunkan sehubungan dengan pengaduan bani mughirah
kepada gubernur kota mekah Atab bin Usaid setelah terbukanya kota mekah
tentang utang-utang yang dilakukan dengan riba sebelum turunnya ayat yang
mengharamkan riba. Bani Mughirah mengutangkan harta kekayaan kepada Bani
Amr bin Auf dari penduduk Tsaqif. Bani Mughirah berkata kepada Atab bin
Usaid: “Kami adalah segolongan yang paling menderita lantaran dihapusnya riba.
Kami ditagih riba oleh orang lain, sedangkan kami tidak mau menerima riba lagi.
Karena taat kepada peraturan Allah Swt yang menghapus riba”. Bani Amr bin Auf
berkata: “Kami minta penyelesaian masalah tagihan riba kami”. Oleh sebab itu
gubernur Mekkah Atab bin Usaid mengirim surat kepada Rasulullah Saw yang
isinya melaporkan kejadian tersebut. Surat itu dijawab Rasulullah Saw setelah
turunnya ayat ke 278 dan 279 ini. Di dalam ayat ini ditegaskan tentang perintah
riba. (HR. Abu Ya’la dalam kitab musnadnya dan Ibnu Mandah dari Kalabi dari
Abi Shalih dan Ibnu Abbas).1

3. Penjelasan
Ayat 275, ‫الر َبا‬
ِ َ‫“ الَّذِينَ َيأ ْ ُكلُون‬orang yang memakan riba” maksudnya
mengambil riba, yaitu kelebihan yang terdapat di dalam praktik muamalah
dengan menggunakan uang dan bahan makanan, baik dalam kadarnya maupun
jatuh temponya, َ‫“ الَ يَقُو ُمون‬tidak dapat berdiri” dari kuburnya َّ‫" ِإال‬melainkan"

1
Ahmad Mudzab Mahali, Asbabun Nuzul, (Jakarta: Rajawali, 1989), h. 134.

3
ُ َّ‫يَتَ َخب‬
berdiri ُ‫طه‬ ‫الَّذِي‬
‫“ َك َما يَقُو ُم‬seperti berdirinya orang yang kemasukan”
kerasukan ‫طانُ ِمنَ ْال َم ِس‬ َ ‫ش ْي‬
َّ ‫“ ال‬setan lantaran penyakit gila”, yakni kegilaan yang
menimpa mereka, berhubungan dengan kata ‫يَقُو ُمون‬.
َ‫“ ٰذلِك‬hal itu” yakni yang menimpa mereka
ِ ‫“ قَالُواْ ِإنَّ َما ْال َب ْي ُع ِمثْ ُل‬mereka berkata jual beli itu
itu ‫" ِبأَنَّ ُه ْم‬disebabkan" karena ‫الر َبا‬
sama dengan riba.” Maksudnya sama-sama boleh. Ini termasuk pembalikan
tasybih (penyerupaan) dalam rangka mubalaghah (mendramatisir keadaan). ‫َوأ َ َح َّل‬
ِ ‫“ ّللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم‬Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
‫الربَا‬
riba. Maka orang-orang yang telah datang kepadanya” sampai
kepadanya. ٌ‫ظة‬ َ ‫" َم ْو ِع‬peringatan" nasihat (tentang larangan memakan riba) ‫ِمن َّر ِب ِه‬
‫“ َفانتَهٰ ى‬dari Tuhannya, lalu berhenti” dari memakan riba”, ‫ف‬ َ ‫س َل‬
َ ‫“ َف َلهُ َما‬ia berhak
memiliki apa yang dia ambil dahulu” sebelum adanya larangan , maksudnya riba
itu tidak ditarik kembali darinya ُ‫“ َوأ َ ْم ُره‬dan urusannya” dalam hal
memaafkannya َ‫“ إِلَى ّللاِ َو َم ْن َعاد‬terserah kepada Allah. Dan barangsiapa yang
kembali” memakan riba dan menyamakannya dengan jual beli dalam hal
ْ َ‫“ فَأ ُ ْولَـئِكَ أ‬mereka adalah penghuni-penghuni
ِ َّ‫ص َحابُ الن‬
kehalalannya َ‫ار ُه ْم فِي َها خَا ِلد ُون‬
neraka. Mereka kekal di dalamnya.”2
Abu Ja’far berkata: “Allah Ta’ala berfirman: Orang-orang yang memakan
riba yang kami jelaskan sifatnya di dunia, pada hari akhir tidak akan bangkit dari
kubur kecuali seperti bangkitnya orang yang kesurupan. Maksudnya: Dia
dijadikan gila oleh syaithan di dunia, dan dialah yang mencekik dan
membantingnya, yakni dari kegilaan3. Ahli tafsir lain yang sependapat,
diantaranya:
Al Mutsanna menceritakan kepadaku, ia berkata: Al Hajjaj bin Al Minhal
menceritakan kami, ia berkata: Rabi’ah bin Kultsum menceritakan kepada kami,
ia berkata: ayahku menceritakan kepadaku dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu
Abbas: ‫طانُ ِمنَ ْال َم ِس‬
َ ‫ش ْي‬ ِ َ‫الَّذِينَ يَأ ْ ُكلُون‬orang-orang yang
ُ َّ‫الربَا الَ يَقُو ُمونَ ِإالَّ َك َما يَقُو ُم الَّذِي يَت َ َخب‬
َّ ‫طهُ ال‬

2
Al-Imam Jalaluddin Muhammad Al-Mahali, Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman As-
Suyuthi, Tafsir Jalalain, (Surabaya: Pustaka Elba, 2010), 201.
3
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Syaikh Mahmud Muhammad Syakir, Tafsir Ath-
Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 725.

4
makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Ia berkata: “itu saat
dibangkitkan dari kuburnya”.4
Ibnu Humaid menceritakan kepada kami, ia berkata: Jarir menceritakan
ِ َ‫الَّذِينَ َيأ ْ ُكلُون‬
kepada kami, dari Asy’ats dari Ja’far dari Sa’id bin Jubair: َ‫الر َبا الَ َيقُو ُمون‬
‫طانُ ِمنَ ْال َم ِس‬
َ ‫ش ْي‬ ُ ‫ ِإالَّ َك َما َيقُو ُم الَّذِي َيتَ َخ َّب‬orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak
َّ ‫طهُ ال‬
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Ia berkata: “Pada hari kiamat, pemakan riba
akan dibangkitkan dalam bentuk orang gila yang dicekik”
Bisyr menceritakan kepadaku, ia berkata: Yazid menceritakan kepada
kami, ia berkata: Sa’id menceritakan kepada kami, dari Qatadah tentang firman
ِ َ‫ الَّذِينَ يَأ ْ ُكلُون‬orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak
Allah: َ‫الربَا الَ َيقُو ُمون‬
dapat berdiri. Itu adalah tanda bagi pemakan riba pada hari kiamat, mereka
dibangkitkan dalam keadaan kesurupan.
Al Hasan bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrazzaq
memberitahukan kepada kami, dari Qatadah tentang firman Allah: ‫الَ يَقُو ُمونَ ِإالَّ َك َما‬
‫طانُ ِمنَ ْال َم ِس‬
َ ‫ش ْي‬ ُ ‫ َيقُو ُم ا َّلذِي َيت َ َخ َّب‬orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak
َّ ‫طهُ ال‬
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Ia berkata: “Yaitu kegilaan yang datang dari
syetan (kesurupan)”.
Diceritakan kepadaku, dari Ammar, ia berkata: Ibnu Abi Ja’far
menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Ar-Rabi’ tentang firman Allah: َ‫ا َّلذِين‬
‫طانُ ِمنَ ْال َم ِس‬
َ ‫ش ْي‬ ِ َ‫ َيأ ْ ُكلُون‬orang-orang yang makan
ُ ‫الر َبا الَ َيقُو ُمونَ ِإالَّ َك َما َيقُو ُم الَّذِي َيتَ َخ َّب‬
َّ ‫طهُ ال‬
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. “ Pada hari kiamat mereka
dibangkitkan dalam keadaan kesurupan syetan”. Pada beberapa qiraat dibaca ‫يَ ْو َم‬
‫ الَ يَقُو ُمون ْال ِقيَا َمة‬.
Al Mutsanna menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Zuhair
menceritakan kepada kami, dari Juwaibir dari Adh-Dhahhak tentang firman

4
Ibid, h. 726

5
Allah: ‫طانُ ِمنَ ْال َم ِس‬
َ ‫ش ْي‬ ِ َ‫ الَّذِينَ يَأ ْ ُكلُون‬orang-orang yang
ُ َّ‫الربَا الَ يَقُو ُمونَ إِالَّ َك َما يَقُو ُم الَّذِي يَت َخَ ب‬
َّ ‫طهُ ال‬
makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Ia berkata: “Siapa yang
mati dalam keadaan memakan riba, dia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam
keadaan seperti orang yang kesurupan syetan.
Musa menceritakan kepadaku, ia berkata: Amr menceritakan kepada kami,
ia berkata: Asbath menceritakan kepada kami, dari As-Suddi tentang firman
Allah: ‫طانُ ِمنَ ْال َم ِس‬
َ ‫ش ْي‬ ِ َ‫ الَّذِينَ يَأ ْ ُكلُون‬orang-orang yang
ُ َّ‫الربَا الَ يَقُو ُمونَ إِالَّ َك َما يَقُو ُم الَّذِي يَت َخَ ب‬
َّ ‫طهُ ال‬
makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Yaitu, sejenis gila.
Yunus menceritakan kepadaku, ia berkata: Ibnu Wahab memberitahukan
ِ َ‫الَّذِينَ يَأ ْ ُكلُون‬
kepada kami, ia berkata: Ibnu Zaid berkata tentang firman Allah: َ‫الربَا ال‬
َ ‫ش ْي‬
َ‫طانُ ِمن‬ ُ ‫ يَقُو ُمونَ إِالَّ َك َما يَقُو ُم الَّذِي يَت َ َخ َّب‬orang-orang yang makan (mengambil) riba
َّ ‫طهُ ال‬
tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Ia berkata: “Inilah perumpamaan mereka pada
hari kiamat. Mereka tidak dibangkitkan pada hari kiamat bersama orang lain
kecuali seperti orang tercekik seakan-akan dia gila.5
ِ ‫ َوأ َ َح َّل ّللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم‬, Abu Ja’far berkata: “Maksud Allah Ta’ala: Allah
‫الربَا‬
Ta’ala menghalalkan laba dalam perniagaan dan jual beli serta mengharamkan
riba yaitu tambahan yang ditambahkan pemilik uang dengan sebab menambah
waktu pada orang yang berhutang padanya dan menunda pembayaran hutangnya.
Allah Ta’ala berfirman: Dua tambahan yang salah satunya karena jual beli dan
yang lain karena menunda pembayaran dan tambahan waktu, dan Aku halalkan
yang lain yaitu tambahan pada modal di mana penjual menjual barang
dagangannya lalu mengambil untung Maka Allah Ta’ala berfirman: Tambahan
karena jual beli tidak sama dengan tambahan karena riba. Perintah ini adalah
perintah-Ku, dan semua makhuk adalah makhluk-Ku. Aku putuskan kepada
mereka apa yang Aku inginkan dan Aku menuntut mereka dengan apa yang Aku

5
Ibid, 728-729.

6
mau. Tidak boleh seorangpun yang menentang hukum-Ku dan melanggar
perintah-Ku, bahkan mereka harus taat dan menerima hukum-Ku.
Kemudian Allah Ta’ala berfirman ‫ظةٌ ِمن َّربِ ِه فَانتَهٰ ى‬
َ ‫ فَ َمن َجاءهُ َم ْو ِع‬orang-
orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti
(dari mengambil riba), Yang dimaksud dengan ٌ‫ظة‬
َ ‫ َم ْو ِع‬adalah peringatan dan
ancaman yang mengingatkan dan mengancam mereka dalam ayat Al-Qur’an serta
mengancam orang yang memakan riba dengan. Allah Ta’ala berfirman: Siapa
yang telah datang peringatan padanya, maka dia harus berhenti memakan riba dan
َ َ‫سل‬
dilarang melakukannya, ‫ف‬ َ ‫“ فَلَهُ َما‬maka baginya apa yang telah diambilnya
dahulu (sebelum datang larangan)” yaitu apa yang dia makan dan ambil sebelum
datangnya peringatan dan pengharaman dari Tuhannya. ِ‫“ َوأ َ ْم ُرهُ ِإلَى ّللا‬Dan
urusannya terserah kepada Allah” yaitu Allah Ta’ala memerintahkan pemakan
riba setelah datangnya peringatan dan pengharaman dari Tuhannya dan setelah
selesai dia memakan riba untuk kembali pada Allah Ta’ala dalam pemeliharaan
dan taufiq-Nya.
Jika Allah Ta’ala mau, Dia akan memeliharanya dari memakan riba dan
memantapkannya untuk berhenti dari melakukannya, dan jika Allah Ta’ala mau
Dia akan membiarkannya melakukan riba. َ‫“ َو َم ْن َعاد‬orang yang kembali
(mengambil riba)” Allah Ta’ala berfirman: Siapa yang kembali memakan riba
setelah diharamkan dan mengatakan apa yang pernah dia katakan sebelum
datangnya peringatan dari Allah dan pengharaman kata-kata: “Jual beli itu seperti
ْ َ ‫“ فَأ ُ ْولَـئِكَ أ‬Maka orang itu adalah penghuni-penghuni
ِ َّ‫ص َحابُ الن‬
riba” َ‫ار ُه ْم فِي َها خَا ِلد ُون‬
neraka, mereka kekal di dalamnya” yaitu: orang yang melakukan dan mengatakan
demikian adalah penghuni neraka, yaitu neraka Jahannam di mana mereka kekal
di dalamny selama-lamanya, tidak mati dan tidak dikeluarkan dari sana.6
Mengapa sampai demikian dia? Sampai sebagai orang dirasuk syaithan?
Sehingga wajahnyapun kelihatan bengis, matanya melotot penuh benci? Tetapi
mulutnya manis membujuk-bujuk orang supaya suka berhutang kepadanya?
Sebelum orang itu jatuh ke dalam perangkapnya yang payah melepaskan

6
Ibid, h. 732-733.

7
diri? Menjadi demikian karena sesungguhnya mereka berkata: Tidak lain
perdagangan itu hanyalah seperti riba juga. “Artinya karena dia hendak membela
pendiriannya menternakan uang, dia mengatakan bahwa pekerjaan orang berniaga
itupun serupa juga dengan pekerjaannnya makan riba, yaitu sama-sama mencari
keuntungan atau sama-sama cari makan, keadaannya jauh berbeda. Berdagang,
ialah saudagar menyediakan barang, kadang-kadang didatangkannya dari tempat
lain, si pembeli ada uang pembeli barang itu. Harganya sepuluh rupiah, dijualnya
sebelas rupiah. Yang menjual mendapat untung yang membelinya mendapat
untung pula. Karena yang diperlukannya telah didapatnya. Keduanya sama-sama
dilepaskan keperluannya. Itu sebabnya dia dihalalkan Tuhan. Bagaimana dia akan
cari keuntungan secara riba? Padahal dengan riba yang berhutang dianiaya,
dihisap kekayaannya, dan yang berpiutang hidup senang-senang, goyang kaki dari
hasil ternak uang?
“Lantaran itu maka barangsiapa yang telah kedatangan pengajaran dari
Tuhannya, lalu dia berhenti,” dari makan riba yang sangat jahat dan kejam
itu, “maka baginya apa yang telah berlalu.” Artinya yang sudah –sudah itu
sudahlah! Kalau dia selama ini menangguk keuntungan dari riba tidaklah perlu
dikembalikannya lagi kepada orang-orang yang telah dianiayanya itu, sama saja
dengan dosa menyembah berhala di zaman musyrik, menjadi habis tidak ada
tuntutan lagi kalau telah Islam. “Dan perkaranya terserahlah kepada
Allah”, sehinggga manusia tidak berhak buat membongkar-bongkar kembali,
sebab yang demikian memang salah satu dari rangkaian kehidupan jahiliyah, yang
tidak senonoh itu. “Akan tetapi barangsiapa yang kembali (lagi), “padahal
keterangan yang jelas ini sudah diterimanya, “maka mereka itu menjadi ahli
neraka, mereka akan kekal di dalamnya.” (ujung ayat 275).7
Ayat 276, ‫“ يَ ْم َح ُق ّللاُ ْال ِربَا‬Allah memusnahkan” menguranginya dan
ِ ‫صدَقَا‬
melenyapkan berkahnya‫ت‬ َّ ‫“ َوي ُْر ِبي ال‬dan menyuburkan sedekah” menambahnya,
ٍ َّ‫“ َوّللاُ الَ ي ُِحبُّ ُك َّل َكف‬Dan
mengembangkannya dan melipatgandakan pahalanya. ‫ار‬
Allah tidak menyukai setiap orang yang mempertahankan kekafiran” dengan

7
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 2001), h. 68-69.

8
menghalalkan riba ‫“ أَثِيم‬dan suka berbuat dosa” melanggar peraturan dengan
memakan (mengambil) riba, maksudnya Allah akan menghukumnya.8
Abu Ja’far berkata: “Maksud firman Allah: ‫” يَ ْم َح ُق ّللاُ ْال ِربَا‬Allah
memusnahkan riba” Allah Ta’ala mengurangi riba dan akan menghilangkannya.
Al Qasim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Husain menceritakan
kepada kami, ia berkata: Hajjaj menceritakan kepadaku, dari Ibnu Abbas
berkata: ‫“ َي ْم َح ُق ّللاُ ْال ِربَا‬Allah memusnahkan riba” artinya mengurangi. Ini sama
seperti hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu Mas’ud dari Nabi Saw beliau
bersabda: ‫الربَى َواِ ْن َكث ُ َر فَ ِا َل قُ ْل‬
ِ “Riba itu sekalipun banyak akan menjadi sedikit”.
Adapun firman Allah ‫ت‬ ِ ‫صدَ َقا‬
َّ ‫“ َوي ُْر ِبي ال‬Dan menyuburkan sedekah” maksudnya
Allah akan melipat gandakan pahala dan menubuhkannya untuk orang yang
bersedekah.
Jika ada yang bertanya kepada kami bagaimana Allah Ta’ala melipat
gandakan sedekah?” Jawabannya: “Dia melipat gandakan pahala bagi orang yang
bersedekah sebagaiman firmanNya: ‫َت َس ْب َع‬ ْ ‫س ِبي ِل ّللاِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة أَن َبت‬
َ ‫َّمث َ ُل الَّذِينَ يُن ِفقُونَ أَ ْم َوالَ ُه ْم فِي‬
‫ف ِل َمن يَشَا ُء َوّللاُ َوا ِس ٌع َع ِلي ٌم‬ َ ُ‫سنبُ َل ٍة ِمئَةُ َحبَّ ٍة َوّللاُ ي‬
ُ ‫ضا ِع‬ ُ ‫سنَا ِب َل فِي ُك ِل‬ َ Perumpamaan (nafkah yang
dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah
serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir
seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.
Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah:
ُ ‫س‬
261). ‫ط َو ِإ َل ْي ِه‬ ُ ‫يرة ً َوّللاُ يَ ْق ِب‬
ُ ‫ض َويَ ْب‬ ْ َ ‫ضا ِعفَهُ لَهُ أ‬
َ ِ‫ض َعافا ً َكث‬ َ ُ‫سنا ً فَي‬ ُ ‫َّمن ذَا الَّذِي يُ ْق ِر‬
َ ‫ض ّللاَ قَ ْرضا ً َح‬
َ‫ ت ُ ْر َجعُون‬Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah
menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan.(Al-Baqarah: 245).9

8
Al-Imam Jalaluddin Muhammad Al-Mahali, Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman As-
Suyuthi, Op.cit, h. 202

9
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Syaikh Mahmud Muhammad Syakir, h. 734-735.

9
Abu Ja’far berkata: Adapun firman Allah Ta’ala: ‫ار أَثِ ٍيم‬
ٍ َّ‫“ َوّللاُ الَ ي ُِحبُّ ُك َّل َكف‬Dan
Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat
dosa” maksudnya adalah : Allah tidak menyukai setiap orang yang melakukan
kekafiran pada TuhanNya, menentangNya, memakan riba, dan memberi makan
dengan harta riba, terus melakukan kejahatan yaitu memakan riba, memakan yang
haram dan melakukan maksiat lain yang dilarang Allah Ta’ala. Dia tidak menahan
diri dari itu, tidak menyesal, serta tidak mengambil pelajaran dari nasehat
Tuhannya dalam kitab suci dan ayat-ayatNya.10
“Allah membasmi riba dan Dia menyuburkan sedekah-sedekah.” (pangkal
ayat 276). Riba mesti dikikis habis, sebab itu terpangkal dari kejahatan musyrik,
kejahatan hidup dan nafsi-nafsi, asal diri beruntung, biar orang lain melarat.
Dengan ini ditegaskan bahwa berkat daripada riba itu tidak ada. Itulah kekayaan
yang membawa sial, membawa dendam dan kebencian. Tetapi Allah
menyuburkan sedekah-sedekah, sebab Dia mempertautkan kasih sayang diantara
hati si pemberi dengan si penerima, yang bersedekah dan yang menerima sedekah.
Masyarakatnya jadi lain, yaitu masyarakat yang bantu membantu, sokong
menyokong, doa mendoakan. Maka jika disebut kalimat “orang kaya”, orang
teringat akan kedermawanan, kesuburan dan doa, moga-moga ditambah Tuhan
rezekinya. “Allah tidaklah, suka kepada orang-orang yang sangat ingkar, lagi
pembuat dosa.” (ujung ayat 276).
Ayat 277, ‫الزكَاة َ لَ ُه ْم أَجْ ُر ُه ْم ِعندَ َر ِب ِه ْم‬ َّ ‫ت َوأَقَا ُمواْ ال‬
َّ ْ‫صالَة َ َوآت َُوا‬ َّ ‫ِإ َّن الَّذِينَ آ َمنُواْ َو َع ِملُواْ ال‬
ِ ‫صا ِل َحا‬
َ‫ف َع َل ْي ِه ْم َوالَ ُه ْم َيحْ زَ نُون‬
ٌ ‫والَ خ َْو‬,
َ Abu Ja’far berkata: “Ini adalah berita dari Allah Ta’ala
bahwa orang-orang yang beriman yaitu orang-orang yang mempercayai Allah dan
Rasul-Nya dan apa yang datang dari Tuhan-Nya berupa pengharaman riba
sekaligus memakannya dan semua syari’at lainnya. Mereka melakukan amal
shalih yang diperintahkan Allah Ta’ala dan juga amal sunnah yang dianjurkan
Allah Ta’ala. Mereka mengerjakan shalat fardhu dengan rukun-rukunnya, juga
menunaikan sunnah-sunnahnya, mereka menunaikan zakat wajib dari harta
mereka.

10
Ibid, h. 738.

10
Sebelumnya diantara mereka ada yang memakan harta riba sebelum
datang nasehat dari Allah Ta’ala, mereka mendapat pahala yaitu pahala dari amal,
iman dan sedekah mereka dari Tuhan mereka pada hari akhir saat mereka
memerlukannya. Pada hari itu tidak ada rasa takut pada mereka terhadap siksa
Allah Ta’ala atas apa yang pernah mereka lakukan di masa jahiliyah dan masa
kafir sebelum datang nasehat dari Allah Ta’ala pada mereka untuk segera
bertaubat karena pernah memakan riba. Taubat mereka pada Allah Ta’ala saat
datang nasehat dariNya, pembenaran mereka terhadap janji dan ancamanNya, َ‫َوال‬
َ‫“ ُه ْم يَحْ زَ نُون‬Dan tidak (pula) mereka bersedih hati” terhadap apa yang mereka
tinggalkan di dunia yakni memakan riba dan melakukannya. Jika mereka melihat
sendiri besarnya pahala dari Allah Ta’ala dan mereka meninggalkan semua yang
dilarang itu di dunia karena mengharap ridhaNya di akhirat, maka mereka sampai
pada apa yang telah dijanjikan pada mereka.11
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi
Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati.” (Ayat 277).
Pada ayat di atas tadi Tuhan telah menerangkan bahwa dalam masyarakat
beriman yang telah ditegakkan Tuhan, yang sangat dianjurkan ialah bersedekah,
bukan makan riba. Di ayat ini kembali lagi diberi penjelasan bahwa masayarakat
yang beriman dan beramal shalih, tidak mungkin menimbulkan riba. Sebab baik
dia kaya atau miskin, mereka keduanya bergabung dalam satu kepercayaan dan
satu ukhuwah (persaudaraan) dan tergabung dalam satu jamaah.
Kalau kita baca ayat ini dengan saksama, yang diakhiri dengan jaminan
Tuhan bahwa mereka tidak akan ditimpa oleh rasa takut dan duka cita dapatlah
kita fahamkan betapa besar pengaruh ayat ini di dalam membasmi riba. Kalau
masyarakat kamu itu telah masyarakat beriman dan beramal shalih, kamu tidak
usah merasa takut akan miskin. Dan kamu tidak usah berdukacita bahwa tidak ada
orang yang membela kamu.

11
Hamka,Op.cit, h. 69.

11
Di dalam masyarakat yang telah didirikan oleh Rasulullah Saw. Di
Madinah itu, dan ayat-ayat inipun diturunkan di Madinah, terdapat orang-orang
yang kaya-raaya Abdurrahman bin Auf dan terdapat pula yang miskin sebagai
Abud-Dardak, Abu Zar,dan lain-lain. Dalam masyarakat yang demikian tidak ada
riba, yang kaya membantu yang miskin, dan yang miskin kalau tidak perlu betul
tidak akan meminta bantu kepada yang kaya. Mereka berpegang kepada salah satu
sabda Rasulullah Saw. Bahwa pergi mencari kayu api dengan membawa seutas
tali pengebat dan sebuah kapak penebang, lebih baik dari pada menadahkan kedua
tangan meminta bantu kepada orang lain.12
Ayat 278, ْ‫“ يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ اتَّقُواْ ّللاَ َوذَ ُروا‬Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah” biarkanlah ‫الر َبا ِإن ُكنت ُم‬ ِ َ‫ي ِمن‬
َ ‫َما َب ِق‬
َ‫“ ُّمؤْ ِمنِين‬apa yang tersisa dari riba jika kamu adalah orang-orang beriman” yang
sungguh-sungguh dalam keimananmu. Karena perilaku orang yang beriman
adalah melaksanakan perintah Allah. Ayat ini turun ketika sebagian sahabat
setelah adanya larangan mengambil riba, menuntut pembayaran riba miliknya
yang terjadi sebelumnya.13
Ayat 278, َ‫الر َبا ِإن ُكنتُم ُّمؤْ ِمنِين‬ َ ‫ َيا أ َ ُّي َها الَّذِينَ آ َمنُواْ اتَّقُواْ ّللاَ َوذَ ُرواْ َما َب ِق‬, Abu Ja’far
ِ َ‫ي ِمن‬
berkata: Maksud Allah Ta’ala dengan ayat tersebut: Wahai orang-orang yang
beriman, percayalah pada Allah dan RasulNya. Bertakwalah kalian pada Allah.
Allah Ta’ala berfirman: Takutlah kalian pada Allah atas diri kalian. Bertakwalah
dengan mentaati perintahNya dan menjauhi laranganNya dan tinggalkan sisa-sisa
riba. Dia berfirman: Tinggalkan meminta sisa riba kalian dari kelebihan pokok
harta kalian yang sebelumnya menjadi milik kalian sebelum diribakan, jika kalian
beriman. Ia berkata: jika kalian merealisasikan iman kalian secara lisan dan
membenarkannya dengan perbuatn kalian”.
Abu Ja’far berkata: “Disebutkan bahwa ayat ini diturunkan pada kaum
yang telah masuk Islam. Mereka memiliki harta yang mereka ribakan pada kaum
lainnya. Sebagian mereka menerima sebagian hartanya dari mereka dan tinggal

12
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Syaikh Mahmud Muhammad Syakir, Op.cit, h. 739.

13
Hamka, Op.cit, h. 70-71.

12
sebagian lagi. Maka Allah Ta’ala memaafkan orang-orang yang menerima riba
sebelum ayat ini turun dan mengharamkan menagih sisanya”.14
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa Riba itu jika kamu orang-orang yang beriman. (Ayat 278).
Menurut riwayat yang dirawikan oleh Ibnu Jarir dan Ibnul Mundzir dan
Ibnu Abi Hatim daripada as-Suddi, ayat ini diturunkan berkenaan dengan diri
paman Nabi Saw. Sendiri yaitu Abbas bin Abdul Muthalib. Beliau di zaman
jahiliyah mendirikan satu perkongsian dengan seorang dari Bani al-Mughirah,
yang mata usaha mereka adalah menternakan uang (makan riba). Mereka pernah
meminjamkan uang kepada seorang dari Bani Tsaqif di Thaif. Kemudian Abbas
masuk Islam. (Beliau hijrah ke Madinah, dan di tengah jalan berselobok dengan
tentara Rasulullah Saw. Yang akan menaklukan Makkah di bawah pimpinan
Rasulullah sendiri, di waktu itulah beliau dengan resmi menyatakan diri telah
Islam – Penulis Tafsir). Setelah datang zaman Islam, datanglah peraturan ini.
Yaitu bahwa sisa-sisa riba jahiliyah ditinggalkan sama sekali. Artinya orang yang
berhutang di Thaif itu tidak perlulagi memberikan bunga riba itu, cukup diberikan
seberapa banyak yang dihutangnya dahulu itu saja.
Kalau kamu telah mengaku termasuk orang beriman, tinggalkan pekerjaan
itu sama sekali. Itulah tanda beriman, sebab cinta kepada harta telah kamu ganti
dengan cinta kepada Allah.15
Ayat 279, ْ‫“ َفإِن لَّ ْم ت َ ْف َعلُوا‬jika kamu tidak melaksanakan” apa yang
diperintahkan kepadamuْ‫" فَأْذَنُوا‬ketahuilah” keyakinan ‫سو ِل ِه‬ُ ‫ب ِمنَ ّللاِ َو َر‬
ٍ ‫“ ِب َح ْر‬bahwa
Allah dan Rasul-Nya menyatakan perang” kepadamu. Ini adalah ancaman yang
keras kepada mereka. Tatkala ayat ini turun, mereka berkata: “Kita tidak berdaya
untuk berperang melawanNya.” ‫“ َوإِن تُ ْبت ُ ْم‬Dan jika kamu bertaubat” meninggalkan
ُ ‫“ فَ َل ُك ْم ُرؤ‬maka kamu berhak mengambil kepala” pokok َ‫أَ ْم َوا ِل ُك ْم ال‬
riba ‫ُوس‬

14
Al-Imam Jalaluddin Muhammad Al-Mahali, Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman As-
Suyuthi, Op.cit, h. 738.
15
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Syaikh Mahmud Muhammad Syakir, Op.cit, h. 738-
740.

13
َ‫“ت َْظ ِل ُمون‬hartamu. Kamu tidak menzhalimi” dengan meminta tambahan َ‫َوال‬
ْ ُ ‫“ ت‬dan tidak pula dizhalimi” dengan pengurangan hartamu.16
َ‫ظلَ ُمون‬
Abu Ja’far berkata: “Maksud Allah Ta’ala dengan firmanNya ‫فَإِن لَّ ْم‬
ْ‫“ ت َ ْف َعلُوا‬Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba)” jika kalian
tidak meninggalkan sisa riba . Para ahli qiraat berbeda pendapat tentang
membaca ‫سو ِل ِه‬ ٍ ‫“ فَأْذَنُواْ ِب َح ْر‬Maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya
ُ ‫ب ِمنَ ّللاِ َو َر‬
akan memerangimu” mayoritas ahli qiraat Madinah membaca ْ‫“ فَأْذَنُوا‬Maka
ketahuiah” dengan memendekkan alif dan memfathahkan huruf dzal, maknanya
mereka tahu dan mendapat izin. Ahli qiraat lainnya, yaitu mayoritas qiraat Kufah
membaca ْ‫ فَآ ِذنُوا‬dengan mmemanjangkan alif dan mengkasrahkan huruf dzal,
maknanya menjadi “maka izinkanlah orang-orang selain kalian, beritahu dan
kabari mereka bahwa kalian harus memerangi mereka”.
Abu Ja’far berkata: “Bacaan yang paling benar adalah ْ‫ فَأْذَنُوا‬dengan
memendekkan alif dan memfathahkan dzal, yang maknanya: Ketahuilah itu dan
yakinlah dan kalian diizinkan oleh Allah Ta’ala untuk itu. Kami memilih bacaan
ini karena Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Saw untuk mengusir orang yang
tetap menyekutukan Allah yang tidak menyatakan kemusyrikannya dan
membunuh oarang yang murtad kecuali mereka kembali masuk Islam, baik orang-
orang musyrik itu mengizinkan Nabi Saw berperang atau tidak mengizinkan,
karena orang yang diperintah dengan itu tidak terlepas dari dua perkara, bisa jadi
dia orang musyrik yang melakukan kemusyrikan yang tidak menyatakan
kemusyrikannya, atau orang islam yang murtad dan diizinkan untuk diperangi.
Apapun keadaannya, Nabi Saw diperintahkan untuk memeranginya, bukan
perintah untuk meminta izin dari mereka jika dia ingin melakukannya karena
perintah ini jika ditujukan padanya dan dia menetapkan pemakan riba menempati
posisinya dan orang-orang Islam tidak diizinkan untuk berperang dan
memeranginya dan tidak diwajibkan bagi orang Islam, itu bukanlah hukum Allah

16
Hamka, Opcit, h. 72-73.

14
pada satu dari dua keadaan ini. Telah diketahui bahwa orang yang diizinkan untuk
diperangi bukanlah orang yang mengizinkannya.17
‫ُوس أَ ْم َوا ِل ُك ْم‬
ُ ‫ َوإِن ت ُ ْبت ُ ْم فَلَ ُك ْم ُرؤ‬, Abu Ja’far berkata: “Maksud Allah Ta’ala: jika
kalian bertaubat dan meninggalkan riba dan kembali pada Allah Ta’ala, maka
kalian berhak atas pokok harta kalian dalam piutang kalian, selain tambahan yang
menjadi riba.18
ْ ُ ‫الَ ت َْظ ِل ُمونَ َوالَ ت‬, Abu Ja’far berkata: “Maksud Allah dengan
َ‫ظلَ ُمون‬
firmanNya َ‫“ “ الَ ت َْظ ِل ُمون‬Kamu tidak menganiaya” dengan kalian mengambil pokok
harta kalian yang kalian memiliki sebelum diribakan pada orang-orang yang
berhutang pada kalian tanpa mengambil keuntungannya yang kalian tambahkan
sebagai riba dari mereka sehingga kalian mengambil dari mereka apa yang bukan
ْ ُ ‫“ َوالَ ت‬Dan tidak
hak kalian, atau yang sebelumnya bukan menjadi hak kalian. َ‫ظ َل ُمون‬
(pula) dianiaya” Allah Ta’ala berfirman: Juga orang yang berhutang pada kalian
beri bukan riba tapi karena penambahan tempo sehingga mengurangi hak kalian
atasnya, lalu kalian menahannya, karena tambahan modal kalian, bukan menjadi
hak kalian, maka kalau dia tidak membayarnya pada kalian, berarti dia telah
berbuat zhalim pada kalian.19
“Tetapi jika tidak kamu kerjakan begitu.” (pangkal ayat 279). Artinya
kamu telah mengaku beriman, padahal makan riba masih diteruskan juga, “maka
terimalah pernyataan perang dari Allah dan RasulNya.” Inilah satu peringatan
yang amat keras, yang dalam bahasa kita zaman sekarang boleh disebut
Ultimatum dari Allah. Menurut penyelidikan kita tidak terdapat dosa lain yang
mendapat peringatan sekeras ancaman terhadap meneruskan riba ini. 20
Jadi, hukum riba adalah haram. Riba tidak sama dengan jual beli, Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Bagi yang mengatakan jual beli

17
Al-Imam Jalaluddin Muhammad Al-Mahali, Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman As-
Suyuthi, Op.cit, 203..

18
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Syaikh Mahmud Muhammad Syakir, Op.cit, h.
743-744
19
Ibid, 746, 747.

20
Ibid, h. 748-749.

15
itu sama dengan riba, maka kebangkitannya pada hari kiamat dari kubur sama
seperti bangkitnya orang yang kesurupan.
Apabila telah datang peringatatan Allah tentang haramnya riba, maka
harus berhenti memakan riba dan dilarang melakukannya. Mengenai riba yang
dilakukan sebelum datangnya peringatan Allah tentang haramnya riba, maka
urusan tersebut terserah Allah Swt. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah dengan melipatgandakan pahalanya. Allah tidak menyukai terhadap
orang yang mempertahankan kekafirannya setelah datangnya petunjuk dari Allah.
Orang-orang yang beriman adalalah mereka yang melakukan amal shalih yang
diperintahkan Allah Ta’ala dan juga amal sunnah yang dianjurkan Allah Ta’ala.
Mereka mengerjakan shalat fardhu dengan rukun-rukunnya, juga menunaikan
sunnah-sunnahnya, mereka menunaikan zakat wajib dari harta
mereka. masayarakat yang beriman dan beramal shalih, tidak mungkin
menimbulkan riba. Allah menyuruh untuk meninggalkan sisa-sisa riba setelah
datangnya petunjuk Allah tentang larangan melakukan riba.

B. QS. Ali Imran Ayat 130-131


1. Lafal dan Terjemah.

‫ضا َعفَةً َواتَّقُواْ ّللاَ لَعَلَّ ُك ْم‬ ِ ْ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ الَ تَأ ْ ُكلُوا‬
ْ َ ‫الربَا أ‬
َ ‫ضعَافا ً ُّم‬
(١٣٠) َ‫ت ُ ْف ِل ُحون‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.
2. Asbabun Nuzul
Pada waktu itu terdapat orang yang melakukan aqad jual beli dengan
jangka waktu (kredit). Apabila waktu pembayaran telah tiba, mereka ingkar, tidak
mau membayar, sehingga dengan demikian bertambah besarlah bunganya.
Dengan menambah bunga berarti mereka bertambah pula jangka waktu untuk
membayar. Sehubungan dengan kebiasaan seperti ini Allah SWT menurunkan

16
ayat ke-130 yang pada pokoknya memberi peringatan dan larangan atas praktik
jual beli yang demikian itu. Dengan bentuk dan jenis seperti apa saja riba tetap
diharamkan. . (HR. Faryabi dari Mujahid).
Di zaman jahiliyah Tsaqif berhutang kepada Bani Nadir. Pada waktu yang
telah dijanjikan untuk membayar hutang itu Tsaqif berkata: “Kami akan
membayar bunganya dan kami meminta agar waktu pembayarannya
ditangguhkan”. Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat 130-131
sebagai peringatan, larangan dan ancaman bagi mereka yang membiasakan
berbuat riba. (HR. Faryabi dari Atha).21
3. Penjelasan
Al-Biqa’i berpendapat bahwa sebab utama dari malapetaka yang terjadi
dalam perang uhud adalah langkah para pemanah meninggalkan posisi mereka di
atas bukit untuk turun mengambil harta rampasan perang, padahal Nabi Saw
sebelumnya telah melarang mereka. Harta yang mereka ambil itu adalah serupa
dengan riba, dari sisi bahwa keduanya adalah sesuatu yang merupakan bagian
yang lebih dari hiasan dunia. Kesamaannya dalam hal sesuatu yang terlarang, atau
sesuatu yang lebih dari yang wajar, itulah yang mengundang ayat ini mengajak
orang-orang beriman agar tidak memakan riba sebagaimana yang sering terjadi
dalam masyarakat jahiliyah ketika itu, yakni yang berlipat ganda. Mereka diajak
untuk menghindari siksa Allah di dunia dan di akhirat dengan perintah-
Nya bertawakalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan di dunia
dan di akhirat. Dan periharalah dirimu dari api neraka, kalau kamu tidak dapat
memeliharanya atas dorongan cinta, syukur kepada Allah. Neraka yang di
sediakan untuk orang-orang yang kafir, antara lain mereka yang menghalalkan
riba, demikian juga untuk orang-orang durhaka yang mengkufuri nikmat Allah
SWT.
Al-Biqa’i menguatkan pendapatnya ini dengan mengutip beberapa riwayat,
antara lain dari Abu Hurairah yang berkesimpulannya adalah bahwa seseorang-
‘Amr Ibn Uqaisy atau Ushairim Ibn’ Abdil Asyhal- melakukan transaksi riba, dan

21
Opcit, Asbabun Nuzul, h. 193.

17
dia enggan masuk Islam sebelum memungut riba itu . Namun, ketika perang Uhud
terjadi, dia menanyakan tentang anak-anak pamannya, atau anak saudaranya dan
beberapa temannya. Setelah disampaikan bahwa mereka berada di Uhud, dia
segera menunggang kudanya dan pergi menemui mereka. Ketika kaum muslimin
melihatnya, mereka menyuruhnya pulang, tetapi dia menyatakan dirinya telah
beriman. Dia ikut aktif terlibat dalam peperangan itu dan mengalami luka berat.
Di rumahnya, dia ditanya tentang sebab keterlibatannya dalam peperangan apakah
karena ingin membela keluarga atau karena Allah. Dia menjawab: “Karena Allah
dan Rasul-Nya. “Tidak lama kemudian, dia gugur karena lukanya. Rasul SAW,
Menyatakan bahwa dia adalah penghuni surga, padahal tidak sekalipun dia shalat.
Peristiwa ini dijadikan oleh sementara ulama sebagai sebab turunya ayat,
dan seperti terlihat ia masih berkaitan dengan perang Uhud, yang menjadi uraian
ayat-ayat yang lalu. Berdasarkan hal tersebut, ayat di atas dapat juga bermakna
“Wahai orang-orang yang berkeinginan untuk beriman, janganlah kamu berbuat
seperti ‘Amr Ibn Uqaisy atau Ushairim Ibn ‘Abdil Asyhal yang nenunda
keislamannya karena ingin memungut riba yang kamu kenal berlaku dalam
masyarakat, tetapi bersegeralah beriman dan bertakwa kepada Allah agar kalian
tidak celaka, tetapi memperoleh keuntungan. Atau, wahai orang-orang yang
menyatakan dirinya sebagai orang yang beriman, lakukanlah seperti apa yang
dilakukan Asyram. Dengan kesungguhan imannya, dia berperang, dan
meninggalkan riba sehingga memperoleh keberuntungan.
Ayat 130 , ً‫ضا َعفَة‬ ِ ْ‫“ َيا أ َ ُّي َها الَّذِينَ آ َمنُواْ الَ تَأ ْ ُكلُوا‬Hai orang-orang yang
ْ َ ‫الر َبا أ‬
َ ‫ض َعافا ً ُّم‬
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” Yakni dengan
seribu atau kurang. Yaitu dengan meminta tambahan harta pada saat jatuh tempo
dan menunda penagihan. َ‫“ َواتَّقُواْ ّللا‬Dan bertakwalah kamu kepada Allah” dengan
meninggalkan praktik riba َ‫“ لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِلحُون‬Agar kamu beruntung” memperoleh
kemenangan.22

22
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentara Hati, 2002), h. 257-258.

18
Firman Allah SWT, Ayat 130, ً‫ضا َعفَة‬ ِ ْ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ الَ تَأ ْ ُكلُوا‬.
ْ َ‫الربَا أ‬
َ ‫ضعَافا ً ُّم‬
Larangan makan riba ini adalah selingan di tengah-tengah kisah Uhud. Ibnu
‘Athiyyah berkata, Tidak ada satupun riwayat yang aku hafal tentang hal ini.”
Aku (Al Qurthubi) katakan: Mujahid berkata, “Mereka biasa menjual
barang dagangan sampai jatuh tempo tertentu. Apabila jatuh tempo itu (dan harga
barang belum dilunasi-penerj.) maka mereka menambah harga barang dagangan
tersebut atas imbalan mereka memberikan tempo lagi. Maka Allah Swt.
Menurunkan ayat, ً‫ضا َعفَة‬ ِ ْ‫“ يَا أ َ ُّي َها ا َّلذِينَ آ َمنُواْ الَ ت َأ ْ ُكلُوا‬Hai orang-orang yang
ْ َ ‫الربَا أ‬
َ ‫ضعَافا ً ُّم‬
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.”
Aku (Al Qurthubi) katakan: Sesungguhnya disebutkan riba secara khusus
diantara berbagai bentuk kemaksiatan lainnya karena terhadap riba, Allah SWT
menyatakan perang atasnya. Allah SWT berfirman, ٍ ‫فَإِن لَّ ْم تَ ْفعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِ َح ْر‬
َ‫ب ِمن‬
‫سو ِل ِه‬
ُ ‫“ ّللاِ َو َر‬Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu.” Kata perang
mengisyaratkan pembunuhan. Maka, seakan-akan Allah SWT berfirman, Jika
kalian tidak menjauhi riba niscaya kalian pasti kalah dan terbunuh. Allah SWT
memerintahkan kepada mereka untuk meninggalkan riba, karena riba dipraktikkan
dalam masyarakat mereka. Wallahua’lam.
Firman Allah ْ َ ‫ أ‬adalah
SWT, ً ‫ضعَافا‬ nashab karena pada posisi hal
(menunjukkan keadaan) dan firman Allah SWT, ً‫ضا َعفَة‬
َ ‫ ُّم‬adalah na’atnya. Ada
yang membaca mudha’afah, yaitu dengan huruf ‘ain bertasydid. Maknanya, riba
dalam bentuk menggandakan hutang yang biasa dilakukan orang arab. Biasanya
penagih hutang berkata, ‘Apakah kamu akan melunasi hutang atau hutangmu akan
dikembangkan (maksudnya nilai pelunasannya ditambah tinggi)?’, Sebagaimana
yang telah dijelaskan dalam surah Al-Baqarah.
Firman Allah SWT, ً‫ضا َعفَة‬
َ ‫ ُّم‬menunjukkan adanya pengulangan
penggandaan tahun pertahun, sebagaimana yang mereka praktekkan. Ungkapan

19
ini menegaskan betapa buruk dan jeleknya perbuatan mereka. Oleh karena itu,
penggandaan ini disebutkan secara khusus.23
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba
berlipat ganda. Dan takwalah kepada Allah, supaya kamu beroleh
kemenangan.” (ayat 130).
Menurut keterangan ahli-ahli tafsir, inilah ayat mengharamkan riba yang
mula-mula turun. Adapun ayat yang ada dalam surat Al-Baqarah yang telah
terlebih dahulu kita tafsirkan itu adalah termasuk ayat yang terakhir turunnya
kepada Nabi.
Menurut keterangan Sayyidina Umar bin Khatab sebelum Rasulullah Saw.
Menerangkan riba yang berbahaya itu secara terperinci, beliaupun wafat. Tetapi
pokoknya sudah nyata dan jelas dalam ayat yang mula-mula turun tentang riba,
yang sedang kita perkatakan ini. Riba adalah suatu pemerasan hebat dari yang
berpiutang kepada yang berhutang, yaitu Adh’afan Mudha’afatan. Adh’afatan
artinya berlipat-lipat, mudha’afatan artinya berlipat lagi, berlipat-lipat, berganda-
ganda.24
Abu Ja’far berkata: Allah SWT menjelaskan, Wahai orang-orang yang
beriman kepada Allah dan RasulNya, janganlah kalian makan barang riba setelah
kalian masuk Islam, seperti yang biasa kalian lakukan pada masa jahiliyah.”
Salah satu kebiasaan mereka pada zaman jahiliyah melipatgandakan riba.
Ketika seseorang memberikan pinjaman dalam tempo tertentu, dan ketika
waktunya telah tiba, ia menagihnya, lalu orang yang berutang berkata kepada
yang berpiutang, “Tangguhkan utang ini, maka aku akan menambahnya. “Itulah
yang dimaksud dengan “riba berlipat ganda.” Allah SWT melarang mereka
melakukan hal itu setelah mereka masuk Islam.25

23
Al-Imam Jalaluddin Muhammad Al-Mahali, Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman As-
Suyuthi, Op.cit, h. 277.

24
Ta’liq: M. Ibrahim Al-Hifnawi, Takhrij: Mahmud Hamid, Tafsir Qurthubi, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2008), h. 499-500.

25
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Syaikh Mahmud Muhammad Syakir, Op.cit, h. 860.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Apabila telah datang peringatatan Allah tentang haramnya riba, maka
harus berhenti memakan riba dan dilarang melakukannya. Mengenai riba yang
dilakukan sebelum datangnya peringatan Allah tentang haramnya riba, maka
urusan tersebut terserah Allah Swt. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah dengan melipatgandakan pahalanya. Allah tidak menyukai terhadap
orang yang mempertahankan kekafirannya setelah datangnya petunjuk dari
Allah.Orang-orang yang beriman adalalah mereka yang melakukan amal shalih
yang diperintahkan Allah Ta’ala dan juga amal sunnah yang dianjurkan Allah
Ta’ala. Mereka mengerjakan shalat fardhu dengan rukun-rukunnya, juga
menunaikan sunnah-sunnahnya, mereka menunaikan zakat wajib dari harta
mereka. masayarakat yang beriman dan beramal shalih, tidak mungkin
menimbulkan riba. Allah menyuruh untuk meninggalkan sisa-sisa riba setelah
datangnya petunjuk Allah tentang larangan melakukan riba.
Allah SWT. memerintahkan untuk bertaqwa kepada-Nya dengan cara
meninggalkan riba. Bagi siapa yang menghalalkan riba termasuk orang-orang
kafir. Pinjaman yang manusia inginkan agar terus bertambah sehingga
peminjaman itu berbunga pada harta orang maka hal itu tidak akan bertambah di
sisi Allah.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mudzab Mahali, Asbabun Nuzul, (Jakarta: Rajawali), 1989.


Al-Imam Jalaluddin Muhammad Al-Mahali, Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman
As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, (Surabaya: Pustaka Elba), 2010.
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Syaikh Mahmud Muhammad Syakir, Tafsir
Ath-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam), 2008.
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas), 2001.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentara Hati), 2002.
Ta’liq: M. Ibrahim Al-Hifnawi, Takhrij: Mahmud Hamid, Tafsir Qurthubi,
(Jakarta: Pustaka Azzam), 2008.
Aidh Al-Qarni, Tafsir Muyassar, (Jakarta: Qisty Press), 2008.
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang, CV. Toha Puteta),
1992.

22

Anda mungkin juga menyukai