Anda di halaman 1dari 18

Kelompok 8

PERILAKU BISNIS YANG TERLARANG (BAG 2)


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah : Etika dan Bisnis Islam
Dosen Pengampu : Dr. Itsla Yunisva Aviva, M.E Sy.

Disusu Oleh :

Nova Urbah
NIM.2114110243

Raudatul Jannah
NIM.2114110272

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
TAHUN 2023 M/1444 H
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

Puji syukur atas rahmat Allah Subhanahu Wa Ta'ala berkat rahmat serta
karunia-Nya sehingga makalah dengan berjudul “Perilaku Bisnis Yang Terlarang
(Bag 2)” Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas Mata Kuliah Etika dan
Bisnis Islam.

Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada


pembaca tentang “Perilaku Bisnis Yang Terlarang (Bag 2)”. Saya menyampaikan
ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Itsla Yunisva Aviva, M.E.Sy, selaku dosen mata
kuliah Etika dan Bisnis Islam. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah
wawasan kami berkaitan dengan topik yang diberikan.

Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada semua


pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Kami juga
menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu kami memohon maaf atas kesalahan dan
ketidaaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini. Kami juga
mengharapkan adanya kritik serta saran dari pembaca apabila menemukan
kesalahan dalam makalah.

Palangkaraya, 20 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3

A. Pengertian Tathfif ....................................................................................................... 3

B. Dasar hukum larangan melakukan Tathfif .................................................................. 5

C. Pengertian Ghaban Fahisy .......................................................................................... 8

D. Dasar Hukum Larangan Melakukan Ghaban Fahisy ................................................ 11

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 13

A. Kesimpulan ............................................................................................................... 13

B. Saran ......................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jual beli sudah menjadi suatu hal yang penting dalam kehidupan. Dengan
adanya jual beli, masyarakat mampu untuk memenuhi kebutuhan. Islam juga telah
mengatur secara rinci tentang aturan jual beli agar sesuai dengan syariat Islam dan
terhindar dari perbuatan yang dapat merugikan orang lain. Dalam jual beli, kejujuran
dan kebenaran merupakan nilai yang terpenting. Islam mengharamkan penipuan dalam
semua aktifitas manusia, termasuk dalam kegiatan bisnis dan jual beli, memberikan
penjelasan dan informasi yang tidak benar, mencampur barang yang baik dengan yang
buruk, menunjukkan contoh barang yang baik dan menyembunyikan yang tidak baik,
dan juga mengurangi takaran atau timbangan termasuk dalam kategori penipuan dan
merupakan tindakan dosa besar.
Namun kecurangan dalam hal jual beli masih ada ditemui pedagang yang
memeperlibatkan yang bagus dan menyembunyikan yang cacat, hal ini dapat
mendatangkan mudharat bagi setiap barang yang dijual berbeda kualitasnya, sejatinya
seorang muslim sudah mengetahui bahwa perbuatan ini merupakan perbuatan yang
dilarang oleh agama.
Dahulu jual beli di masa Nabi SAW dilakukan secara langsung berhadapan orang
perorang atau sistem barter (tukar menukar benda dengan benda), pada saat sekarang
ini dengan semakin berkembangnya teknologi seseorang bisa jual beli kebutuhan
sehari-hari seperti tas, baju, sepatu dan kebutuhan lainnya dengan menggunakan
teknologi canggih yang telah berkembang ditengah-tengah masyarakat saat ini.
Sehingga kecurangan dalam hal komposisi dan komponen berpotensi terjadi.
Kecurangan dalam hal komposisi yang mana bahan pembuatan yang tidak sesuai
dengan sebenarnya, begitupun dari segi komponen lainnya. Seperti telur sintetis, sulit
bagi masyarakat membedakannya sebab bentuk telur biasanya sehingga sulit bagi
masyarakat membedakannya.
Timbangan dan takaran adalah jenis alat pengukuran barang yang paling umum
dalam perdagangan dan jual beli. Bahkan, beberapa barang yang biasanya dimeter atau
dihitung satuannya juga diperjualbelikan dengan timbangan atau takaran, misalnya kain
kiloan, telor kiloan, ayam kiloan, dan lain sebagainya. Namun dalam kenyataan tidak
semua pedagang berlaku jujur dalam menimbang, menakar atau mengukur.

1
Perbuatan mengurangi timbangan itu mengakibatkan kerugian terhadap orang lain
dan termasuk perbuatan seseorang yang curang dan harus di tindak. Oleh karena itu
Allah SWT mengancam pada hambanya yang berbuat demikian dengan azab yang
besar.
Di dalam transaksi perdagangan, baik penjual maupun pembeli harus
memperhatikan dan menjaga nilai-nilai atau aturan hukum Islam yang terkait dengan
etika. Etika adalah sebuah perantara perilaku seseorang atau sekelompok orang yang
tersusun dari suatu system nilai atau norma yang diambil dari gejala-gejala alamiah
masyarakat kelompok tersebut. Etika adalah tata cara sopan santun dalam masyarakat
guna memelihara hubungan baik antara sesama Pelanggaran nilai etika mungkin atau
tidak menimbulkan kerugian seketika atau kerugian yang dapat dilihat oleh pihak-pihak
yang merugikannya. Tetapi pelanggaran nilai etika biasanya akan melibatkan sedikit
banyak kerugian bagi orang lain. Islam menganjurkan agar nilai etika di junjung tinggi
dalam kehidupan terutama dalam dunia perdagangan.
Dengan demikian aspek Ekonomi Islam di selesaikan secara tuntas, guna
menghindari terjadinya pertikaian dan kejanggalan dalam kehidupan social masyarakat
dengan tuntutan syariat Islam, oleh karena itu aspek ekonomi secara Islami sangat
penting bagi kelangsungan kehidupan sehari- hari, karena Ekonomi Islam tidak hanya
mementingkan kepentingan dunia saja, melainkan memikirkan kepentingan akhirat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yangg akan di kaji pada makalah ini
adalah sebagai berikut, diantaranya :
1. Apa yang dimaksud dengan Tathfif ?
2. Apa dasar hukum larangan melakukan tathfif ?
3. Apa yang dimaksud dengan Ghaban Fahisy ?
4. Apa dasar hukum larangan melakukan Ghaban Fahisy ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini adalah untuk :
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi tentang Tathfif.
2. Untuk mengetahui dan memahami dasar hukum tentang Tathfif.
3. Untuk mengetahui dan memahami definisi tentang Ghaban Fahisy.
4. Untuk mengetahui dan memahami dasar hukum Ghaban Fahisy.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tathfif
Dalam kamus besar bahasa indonesia yang ditulis oleh sugono (2008) kecurangan
merupakan kata yang diberi awalan ke dan akhiran yang berasal dari kata curang yang
maksudnya yaitu yaitu ketidakjujuran, kebohongan, ketidakadilan, sedangkan istilah
mencurangi artinya perbuatan tidak jujur terhadap orang lain, penipuan, kebohongan,
perbuatan culas, ketidakadilan. Adapun orang yang curang merupakan seseorang yang
berbuat ketidakjujuran, penipuan, dan tidak adil baik pada hal jual beli maupun hal
lainnya. Kata al ghisy berasal dari kata yang berarti curang atau menipu. Sedangkan
secara istilah segala bentuk penipuan atau kecurangan dalam akad beli, sewa menyewa
,pinjam meminjam ,gadai ,dan muamalah lainnya. Mencampurkan sesuatu yang baik
dengan sesuatu yang jelek dan menyembunyikan cacat barang sehingga menyerupai
bentuk aslinya disebut juga dengan al-ghisy.
Kecurangan dalam jual beli merupakan suatu prilaku sengaja menyembunyikan
rusaknya barang dan barang yang bagus dengan barang yang kurang bagus sehingga
seseorang sulit membedakan mana yang asli dan mana yang palsu. Pada dasarnya
prilaku menyembunyikan cacat barang dengan memperlihatkan barang yang berkualitas
bagus di atas dan barang yang berkualitas kurang bagus di bawah.
Tathfif, yaitu tindakan pedagang yang mengurangi timbangan dan takaran suatu
barang yang dijual1. Praktek kecurangi mengurangi takaran dan timbangan semacam ini
hakikatnya tindakan yang telah merampas hak orang lain dalam bentuk penipuan berupa
ketidakakuratan timbangan dan takaran. Oleh karena itu praktek perdagangan semacam
ini sangat dilarang dalam Al-Quran.
Timbangan Kata wazana mempunyai arti ukuran sesuatu, dikatakan orang ia
menakarnya dengan timbangan atau takaran. Di kalangan masyarakat, berarti apa saja
yang diukur untuk menentukan keadilan atau suatu kebenaran. Sesuai dalam QS. Asy
Syu’ara ayat 182: ”tegakkanlah timbangan dengan lurus”.Ini menunjukkan perhatian
untuk berlaku adil dalam berbagai hal perkataan maupun perbuatan (al-Isfahani, 502
H). Kata al-kail artinya timbangan suatu barang atau makanan. Tentang pengukuran,

1
Jusmaliani, Bisnis Berbasis Syariah (Jakarta: Bumi Aksara, 2008).

3
jika mereka minta ditakar dari orang lain mereka minta dilebihkan, namun jika mereka
menakar untuk orang lain mereka minta menguranginya. Sesuai dalam QS. al-
Muthaffifin ayat 2: “orangorang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka
minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi” (al-Isfahani, 502 H) Yang pertama : kecurangan dalam takaran dan
timbangan

QS. al-Muthaffifin ayat 2-3:

٢:‫علَى ال َّناس َي ْست َْوفُ ْونَ ﴿المطففين‬َ ‫َّالذيْنَ إذَا ا ْكتَالُوا‬


٣ :‫َوإذَا َكالُ ْو ُه ْم أَو َّوزَ نُ ْو ُه ْم ي ُْخس ُر ْونَ ﴿المطففين‬

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka
minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi”.

Timbangan diambil dari kata imbang yang artinya adalah banding. Timbangan
(al-wazn) adalah alat yang dipakai untuk mengukur berat suatu benda. Dalam aktifitas
bisnis timbangan biasanya dipakai untuk mengukur berat benda dengan satuan kilo
gram (kg). Sedangkan takaran (al-kail) biasanya digunakan untuk mengukur isi barang
cair, makanan dan berbagai keperluaan lainnya. Untuk menentukan isi dan jumlah
besarnya biasanya memang menggunakan alat ukur yang disebut takaran. Kata lain
yang umum kita dengar adalah literan atau sukatan. Takaran dan timbangan adalah dua
macam alat ukur yang harus benar-benar dipergunakan secara tepat dan benar dalam
perspektif ekonomi syariah karena timbangan atau takaran ini mencerminkan keadilan
karena hasilnya menyangkut hak seseorang2.

Potongan adalah penggalan atau memenggal sesuatu. Potongan timbangan artinya


memotong, memenggal atau mengurangi berat dari suatu benda yang dilakukan pada
saat proses penimbangan atau setelahnya dengan tujuan mengurangi berat pokok benda
yang ditimbang. Curang dalam timbangan dalam bahasa arab disebut tathfif berarti
berdikit-dikit, berhemat-hemat, pelit. Al-Muthafif artinya orang yang mengurangi
bagian orang lain tatkala dia melakukan timbangan/takaran untuk orang lain. Istilah ini
dipergunakan dalam Al-Quran dengan merujuk secara khusus terhadap praktik

2
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqih Muamalah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010).

4
kecurangan dalam timbangan dan takaran, dimana praktik ini telah merampas hak orang
lain. Sebagaimana disebutkan di atas semua bentuk penipuan adalah dikutuk dan
dilaknat. Maka dari itu kecurangan terhadap orang lain lewat ketidakakuratan
timbangan dan takaran, kecurangan dalam menentukan rate dalam asuransi, dan
kecurangan dalam menentukan bunga di bank, mendapat perhatian yang special karena
ia memiliki efek yang sangat vital dalam transaksi bisnis.

Potongan dalam menimbang telah mendapatkan perhatian khusus di dalam Al-


Quran karena praktik seperti ini telah merampas hak orang lain. Selain itu, praktik
seperti ini juga menimbulkan dampak yang begitu besar karena merugikan salah satu
pihak dan tidak mau adil terhadap sesama dan akan menumbuhkan rasa ketidak
percayaan antara pihak penjual dan pembeli. Para pihak yang terlibat dalam jual beli
haruslah memperhatikan aturan dan kaidah yang berlaku di dalam jual beli salah satunya
adalah dilarang berbuat curang terhadap sesame karena hukumannya sangatlah pedih.
Kecurangan merupakan sebab timbulnya ketidak adilan dan perselisihan dalam
masyarakat3.

B. Dasar hukum larangan melakukan Tathfif


Menipu konsumen atau pembeli dengan mencederai kepentingan mereka dengan
alat ukur palsu amatlah dilaarang dengan tegas oleh Islam. Allah telah menjelaskan di
dalam Al-Qur’an dan Rasulullah saw. juga dengan keras mengutuk peraktik alat ukur
palsu ini diantara bangsa-bangsa masa lalu, terutama bangsa Madyan, tempat Nabi
Syu’aib melaksanakan tugas kenabiannya. Kaum mukminin telah diperingatkan agar
menggunakan alat ukur yang benar dan seimbang untuk menghindari hukuman Allah.
Islam mengajarkan jual beli dengan ukuran yang benar, Sesuai dengan perintah
Allah SWT sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan
bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dengan tujuan agar kedua pihak
sama-sama rela, senang dan tidak ada yang dirugikan. Praktek kecurangan seperti ini.
Islam sangat melarang kecurangan dalam bentuk apapun. Bahkan di dalam al-Qur’an
Ada surat yang bernama al- Muthaffifin yang berarti Orang-orang yang curang.
َ ‫َو ۡي ٌل ل ۡل ُم‬
َ‫طفف ۡين‬
َ ‫الَّذ ۡينَ اذَا ۡاكتَالُ ۡوا‬
َ‫علَى ال َّناس َي ۡست َۡوفُ ۡون‬

3
Hasan Aedi, Teori Dan Aplikasi Etika Bisnis Islam (Bandung: Alfabeta, 2011).

5
َ‫َواذَا َكالُ ۡوه ُۡم ا َ ْو َّوزَ نُ ۡوه ُۡم ي ُۡخس ُر ۡون‬
Artinya :
“Celakalah Bagi orang-Orang yang curang. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan. dan apabila mereka menakar atau
menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.” (QS. Al-Muthaffifin : 1-3)
Al-Muthafifin pada ayat ini merupakan panggilan penghinaan yang diberikan Allah
kepada orang yang melakukan kecurangandalam menakar atau menimbang. Ayat di atas
mengandung pengertian bahwa dalam perdagangan setiap orang harus berlaku adil,
jujur dan tidak melakukan kecurangan terutama dalam masalah takaran dan timbangan.
Semua ketentuan yang diatur dalam Al-Qur’an diserahkan agar manusia tidak
merampas hak orang lain karena curang termasuk perbuatan yang dzalim. Sementara
itu, Ulaman tafsir (imam Ibnu Katsir) menerangkan bahwa Tathfif pada ayat di atas
bermakna kecurangan dalam bertransaksi4.
Berbuat curang dalam jual beli berarti Berbuat Zalim kepada orang lain dalam
urusan hartanya dan memakan harta mereka dengan cara yang bathil. Walaupun hanya
sedikit, harta yang didapat dengan jalan yang berbohong menyembunyikan kecacatan
atau mengurangi timbangan adalah harta yang haram. Sudah seharusnya kuta
menjauhkan diri kita dari harta-harta macam itu5. Mengenai Perdagangan, Tentu saja
Islam mengajarkan Setiap muslim dalam melakukan Kegiatan Produksi maupun
perdagangan untuk bersikap jujur dan adil terhadap sesama, agar tidak ada pihak yang
dirugikan. Sikap Ini akan tertanam dengan adanya keharusan Untuk memenuhi Takaran
dan timbangan6. Prinsip dasar perdagangan menurut Islam adalah adanya unsur
kebebasan dalam melakukan transaksi tukar menukar, tetapi kegiatan tersebut tetap
disertai dengan harapan diperolehnya keridhaan Allah SWT. Dan melarang terjadinya
pemaksaan. Tidak diperbolehkan adanya permintaan atau meminta ganti rugi dari pihak
yang bersangkutan, sebab Rasulullah Saw telah memberikan alternatif dari pihak yang
bersangkutan, yaitu dengan merusak jual beli atau menolaknya7.

4
Admin, “Dilarang Curang Dalam Islam,” Kesan.Id, last modified 2021, accessed March 22, 2023,
https://kesan.id/feed/dilarang-curang-dalam-islam-2712#:~:text=“Kenapa tidak kamu letakkan di,Muslim no.
102).
5
Abu Khalid Resa Gunarsa, “Perbuatan Curang, Faktor Dan Dampaknya,” Muslim.or.Id, last modified 2021,
accessed March 22, 2023, https://muslim.or.id/22590-perbuatan-curang-faktor-dan-dampaknya.html.
6
Rosalinda, “Peranan Pemerintah Dalam Mengawasi Takaran Dan Timbangan: Perspektif Ekonomi Islam,”
Jurnal Turast: Jurnal Pendidikan dan Pengabdian 2, no. 2 (2014).
7
Taqyuddin Naham, Membangun Sistem Alternatif Islam (Surabaya: Risalah Gusti, 1996).

6
Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang menipu, maka tidak termasuk dalam
golonganku”. Menurut Yusuf Al-Qardawi, perkataan “bukan termauk golonganku”
menunjukkan bahwa menipu (curang) adalah dosa yang sangat besar sehingga Nabi
tidak mengakui orang yang melakukan kecurangan bukan sebagian dari ummatnya.
Hadist ini mencakup seluruh sifat curang, seperti curang dalam sewa menyewa, syirkah
dalam berbisnis. Menurut para ulama salaf, memberitahukan cacat barang yang dijual
kepada calon pembeli perlu dilakukan karena hal itu merupakan kejujuran, Jabir bin
Abddul, dalam berdagang ia memperlihatkan cacat barang itu kepada calon pembeli
lalu berkata “jika kamu mau ambillah jika tidak tinggalkanlah”, seorang pembeli
berkomentar jika kamu berbuat demikian, niscaya tidak seorangpun membeli barang
daganganmu. Jabir berkata ‘aku telah berbakti kepada Rasulullah untuk berlaku jujur
kepada setiap Muslim’8.
Untuk mewujudkan keadilan dan kejujuran, perintah untuk menyempurnakan
takaran dan timbangan berulang kali ditemukan dalam al-Qur’an.
1. Surat Al-Isra’ ayat 35 yang berbunyi:

‫س ُن تَأْوي ًْل‬
َ ْ‫طاس ْال ُم ْستَقي ِْۗم ٰذلكَ َخي ٌْر َّواَح‬
َ ‫َوا َ ْوفُوا ْال َك ْي َل اذَا ك ْلت ُ ْم َوزنُ ْوا ب ْالق ْس‬
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan
timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
2. Surat Al-A’raf ayat 85 yang berbunyi:

َ ‫ّٰللا َما لَ ُك ْم م ْن ا ٰل ٍه‬


ٌ‫غي ُْر ِۗه قَ ْد َج ۤا َء ْت ُك ْم َبينَة‬ ُ ‫َوا ٰلى َم ْد َينَ اَخَا ُه ْم‬
َ ‫ش َع ْيب ًِۗا قَا َل ٰيقَ ْوم ا ْعبُدُوا ه‬
‫اس ا َ ْش َي ۤا َء ُه ْم َو ََل ت ُ ْفسد ُْوا فى‬ َ ‫سوا ال َّن‬ ُ ‫م ْن َّرب ُك ْم فَا َ ْوفُوا ْال َك ْي َل َو ْالميْزَ انَ َو ََل تَ ْب َخ‬
‫ص َلح َه ِۗا ٰذل ُك ْم َخي ٌْر لَّ ُك ْم ا ْن ُك ْنت ُ ْم ُّمؤْ مني َْن‬
ْ ‫ْاَلَ ْرض َب ْعدَ ا‬
Dan kepada penduduk Madyan, Kami (utus) Syuaib, saudara mereka sendiri. Dia
berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah. Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu
selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu.
Sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan jangan kamu merugikan orang sedikit
pun. Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik.
Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang beriman.”
3. Surat Hud ayat 84-85 yag berbunyi:

8
N Fauziah, “Analisis Kecurangan Dalam Timbangan Sembako Menurut Perspektif Hukum Islam Di Pasar
Pendidikan Krakatau Medan,” Skripsi. Program Studi Manajemen Bisnis Syariah … (2019).

7
َ ‫علَ ْي ُك ْم‬
َ َ ‫عذ‬
ٍ‫اب َي ْو ٍم ُمحيط‬ ُ ‫صوا ْالم ْك َيا َل َو ْالميزَ انَ إني أ َ َرا ُك ْم ب َخي ٍْر َوإني أَخ‬
َ ‫َاف‬ ُ ُ‫تَ ْنق‬
‫اس أ َ ْش َيا َء ُه ْم َوَل تَ ْعثَ ْوا‬ ُ ‫) َو َيا قَ ْوم أ َ ْوفُوا ْالم ْك َيا َل َو ْالميزَ انَ ب ْالقسْط َوَل تَ ْب َخ‬٨٤(
َ ‫سوا ال َّن‬
)٨٥( َ‫األرض ُم ْفسدين‬
ْ ‫في‬
“84. Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syu'aib. Ia
berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia.
Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat
kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir
terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)."
“85. Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syu'aib. Ia
berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia.
Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat
kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir
terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)."
Seberapa jauh berkembangnya alat ukur yang dipergunakan untuk menakar dan
menimbang sesuai dengan perkembangan teknologi, namun semangatnya tidak boleh
berubah. Oleh karena itu tetap relevan diwaspadai ancaman yang sangat berat terhadap
orang-orang yang “bermain-main” dengan takaran dan timbangan9.

C. Pengertian Ghaban Fahisy


Ghabn berasal dari ghabana–yaghbinu–ghabn[an]. Menurut al-Jawhari dalamAsh-
Shihâhfial-Lughah, ar-Razi dalam Mukhtârash-Shihâh dan Ibn Manzhur di Lisânal-
‘Arab, ghabana secara bahasa artinya khada’a (menipu/memperdaya). Menurut Ibn
Duraid dalam Jumhurah al-Lughah dan Sa’di Abu Habib dalam Al-Qâmûshal-
Fiqhi,ghabana artinya naqasha (mengurangi). Menurut Rawwas Qal’ahJidalam Mu’jam
Lughah al-Fuqaha ghabana artinya ghalabahu wa naqashahu(mengalahkannya dan
menguranginya.
Al-ghabn dapat didefinisikan sebagai kekurangan pada harga sewaktu menjual dan
membeli (akibat manipulasi). Kekurangan ini boleh dialami pihak pembeli dan penjual.
1. Apabila dialami oleh pihak pembeli, maka kekurangan harga ini maksudnya harga
yang dibayar tidak setara atau tidak sesuai dengan nilai barang yang diterima.
Dengan kata lain, harganya terlalu tinggi.

9
Linda Khoirun Nisa, “Analisis Kecurangan Dalam Takaran Dan Timbangan Oleh Pedagang Ditinjau Dari Fiqih
Riba (Studi Kasus Di Pasar Bandar Kediri)” (2019).

8
2. Apabila ditinjau dari pihak penjual, maka maksudnya harga yang diterima tidak
sebanding dengan nilai barangnya yang sebenar.
Ghabn juga ternyata boleh diertikan sebagai harga di bawah normal, hal ini
dikemukakan oleh Ibnu Najim. Ghabn tidak hanya harga yang berada di atas harga
wajar (lebih mahal), tapi juga harga yang berada di bawah harga yang wajar (lebih
murah). Dua hal inilah (harga di atas normal dan harga di bawah normal)28. Meskipun
arti ghabn adalah terlalu mahal atau terlalu murah, tapi kesemuanya tidak selalu negatif.,
bergantung pada jenis ghabn.
Ghabn Fahisy merupakan salah satu bentuk penipuan. Ghaban fahisy juga bisa
diartikan sebagai upaya sengaja untuk mengaburkan informasi sebab penjual
memanfaatkan ketidak tahuan konsumen untuk mencari keuntungan yang tinggi10.
Maka suatu harga dimasukkan ke dalam golongan Ghabn Fahisy hanya jika terdapat
dua hal di bawah ini:
1. Harganya sudah benar-benar melewati batas. Kalau mahal ya sangaaaat mahal.
Kalau murah ya sangaaat murah. Karena ’illat pengharaman ghabn adalah karena
realitanya sebagai penipuan dalam hal harga. Tidak akan disebut penipuan jika
hanya sedikit, yaitu masih masuk dalam rentang harga yang biasa terjadi di pasar.
Sebab, selisih harga yang sedikit itu merupakan kemahiran dalam tawar-menawar.
Ghabn itu disebut penipuan hanya jika fâhisy (zalim/keji), yaitu jika sudah melebihi
kebiasaan, atau harganya berada di luar rentang harga yang biasa di pasar.
2. Pembeli tidak tahu harga pasaran dari barang tersebut. Sebab, jika ia tahu dan tetap
menerima transaksi itu, maka artinya ia tidak tertipu atau dicurangi dan ia
menerima harga yang lebih tinggi atau lebih rendah itu disertai dengan
pengetahuannya; dengan itu artinya ia ridha dengan harga itu disertai pengetahuan
dia.

Contoh ghaban al-fahisy seperti seorang tukang ojek menawarkan harga 3 kali
lipat kepada pelancong, sedangkan penumpangnya tidak mengetahui berapa harga ojek
di pasaran. Terakhir ialah tadlis (penipuan) pada waktu penyerahan, seperti contoh
tukang jahit menyelesaikan baju yang dijahit dan diserahkannya dalam waktu tiga
minggu, padahal baju yang di jahit dapat selesai dalam 1 minggu pekerjaan. Keempat
tadlis tersebut semuanya melanggar prinsip rela sama rela, sedangkan pihak yang ditipu

10
Tri Wahyuni, “Permasalahan Dalam Penerapan Mekanisme Pasar Perspektif Islam,” Ekonomica Sharia:
Jurnal Pemikiran dan Pengembangan Perbankan Syariah 5, no. 1 (2019): 91–100.

9
mengetahui tidak mengetahui bahwa dirinya ditipu, apabila pihak ditipu mengetahui hal
tersebut, maka dianya tidak merasa rela11.

Penentuan kadar ghabn yang termasuk ghabn fâhisy itu mengikuti apa yang
berlaku di pasar, yakni mengikuti penentuan para pelaku pasar atau para pedagang.
Kelebihan atau kekurangan harga ghabn fâhisy dari harga pasar itu tidak ditentukan
dengan kadar sepertiga, seperlima atau lainnya, melainkan tetap dikembalikan menurut
istilah para pedagang, yaitu para pelaku pasar. Jika terjadi perselisihan tentang apakah
terjadi ghabn fâhisy atau tidak, maka hal itu dikembalikan pada penentuan nilai oleh
para ahli pengestimasi (ahlu al-hibrah). Hal itu seperti penentuan harga yang sepadan
(tsaman mitsli) atau upah yang sepadan (ajru al-mitsli).

Jika memenuhi dua ketentuan tersebut, yaitu terjadi ghabn fâhisy dan pihak yang
ditipu tidak mengetahui hal itu pada saat transaksi, maka pihak yang tertipu itu memiliki
khiyar (opsi). Hal itu karena Muhammad bin Yahya bin Habban menuturkan bahwa
kakeknya, yaitu Munqidz bin Amru, sering tertipu dalam jual-beli lalu mengadu kepada
Nabi saw, maka Nabi saw. bersabda: Jika engkau berjual-beli maka katakanlah, “Tidak
ada penipuan.” Kemudian dalam setiap barang yang engkau beli, engkau memiliki
khiyar tiga malam. Jika engkau ridha, pertahankan; jika engkau tidak suka maka
kembalikanlah kepada pemiliknya (HR Ibn Majah, al-Baihaqi dan ad Daraquthni)12.

Kelebihan atau kekurangan harga GHABN FÂHISY dari harga pasar itu tidak
ditentukan dengan kadar sepertiga, seperlima atau lainnya, melainkan tetap
dikembalikan menurut istilah para pelaku pasar. Jika terjadi perselisihan tentang apakah
terjadi GHABN FAHISY atau tidak, maka hal itu dikembalikan pada penentuan nilai
oleh para ahli pengestimasi (ahlu al-hibrah). Hal itu seperti penentuan harga yang
sepadan (tsaman mitsli) atau upah yang sepadan (ajru al-mitsli)13.

Ghabn disebut khida’ (penipuan) jika sudah sampai pada taraf keterlaluan (keji).
Jika ghabn memang telah terbukti maka pihak yang tertipu boleh memilih sesukanya,
antara membatalkan atau meneruskan jual-belinya. Artinya, jika telah tampak adanya

11
Ar Royyan Ramly, “Analisis Jual Beli Modern Dalam Islam” (2020).
12
Ferdiansyah Syaiful Hijrah, “Ekonomi Syariah Yang Sebenarnya Edisi 5 : Ghabn Fahisy (Penipuan Harga),”
Tutorialekonomisyariah.Blogspot.Com, last modified 2017, accessed March 22, 2023,
https://tutorialekonomisyariah.blogspot.com/2017/03/edisi-5-ghabn-fahisy-penipuan-harga.html?m=1.
13
Aries Yantoso, “AL GHABN FAHISY,” Ariesyantoso.Wordpress.Com, last modified 2017, accessed March 22,
2023, https://ariesyantoso.wordpress.com/2017/08/08/al-ghabn-fahisy/.

10
unsur penipuan dalam jual-beli maka pihak yang tertipu boleh mengembalikan harganya
dan meminta kembali barangnya, jika dia seorang penjual; atau boleh mengembalikan
pembeliannya dan mengambil kembali uangnya jika dia seorang pembeli, sama sekali
tidak dibolehkan meminta ganti rugi. Artinya, orang yang bersangkutan tidak boleh
mengambil perbedaan harga barang yang sesungguhnya dengan harga yang sebelumnya
telah digunakan untuk menjualnya.

Ghabn al-fahis (trik yang keji) adalah istilah yang digunakan oleh para pedagang
atau pelaku bisnis karena memang dianggap sebagai trik yang keterlaluan. Dalam hal
ini, ia tidak diukur berdasarkan sepertiga atau seperempat harga, namun dikembalikan
pada istilah para pedagang atau pelaku usaha di negeri tersebut pada saat terjadinya
akad/transaksi jual-beli, karena hal itu memang berbeda-beda sesuai dengan perbedaan
barang dan kondisi pasarnya14.

Ghabn fahisy (kecurangan yang zalim) itu biasanya terjadi kerana adanya
maklumat pasaran, khususnya tentang harga, yang hanya dimiliki oleh salah satu pihak
dan pihak lain tidak mengetahuinya. Jika maklumat itu sama-sama diketahui oleh kedua
pihak, nescaya tidak akan terjadi ghabn fahisy. Kalaupun terjadi transaksi dengan harga
di luar harga pasaran maka itu memang disertai keredhaan dan pengetahuan kedua
pihak.

D. Dasar Hukum Larangan Melakukan Ghaban Fahisy


Ghaban Fahisy hukumnya Haram, Al-Ghabn al-Fahisy (penipuan/kecurangan yang
zalim) haram secara syar’i, karena di dalam hadis sahih ada tuntutan untuk
meninggalkan ghabn dengan tuntutan yang tegas. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar
ra. dan Anas ra. bahwa seorang laki-laki menyatakan kepada Nabi saw. bahwa ia ditipu
(yukhda’u) di dalam jual-beli, lalu Nabi saw. bersabda:
َ‫إذَا َبا َي ْعتَ فَقُ ْل َلَ خلَ َبة‬
“Jika engkau berjual-beli maka katakanlah, “Lâ khilâbah” (tidak ada penipuan) (HR al-
Bukhari, Muslim, Ahmad, Ibn Hibban dari Ibn Umar dan Abu Dawud, an-Nasai, at-
Tirmidzi, Ibn Majah dan al-Hakim)15.
Dalam hadits lain disebutkan bahwa:

14
Muhammad Ala’uddin, “Etika Bisnis Menurut Perspektif Islam,” QIEMA (Qomaruddin Islamic Economy
Magazine) 4, no. 1 (2018): 107.
15
Admin, “Al Ghabn Al Fâhisy,” last modified 2020, accessed March 22, 2023, https://visimuslim.org/al-ghabn-
al-fahisy/#:~:text=Dari sini maka al-ghabn,sebagai penipuan dalam hal harga.

11
َّ ‫ي‬
ُ‫ّٰللا‬ َ ‫ع َم َر َرض‬ ُ َ‫سم ْعتُ ابْن‬َ ‫َار َقا َل‬
ٍ ‫ّٰللا بْن دين‬ َّ ‫عبْد‬ َ ‫ع ْن‬َ ‫ان‬ ُ ‫َحدَّثَنَا أَبُو ُن َعي ٍْم َحدَّثَنَا‬
ُ ‫س ْف َي‬
َ‫سلَّ َم إني أ ُ ْخدَعُ في ْالبُيُوع فَقَا َل إذَا َبا َي ْعت‬
َ ‫علَيْه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّٰللا‬ َ ‫ع ْن ُه َما قَا َل قَا َل َر ُج ٌل لل َّنبي‬ َ
ُ‫الر ُج ُل َيقُولُه‬
َّ َ‫فَقُ ْل ََل خ َل َبةَ فَ َكان‬
“Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim telah menceritakan kepada kami Sufyan
dari 'Abdullah bin Dinar berkata, aku mendengar 'Abdullah bin 'Umar radliallahu
'anhuma berkata; Ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam: "Aku tertipu dalam berjual beli". Maka Beliau bersabda: "Jika kamu berjual
beli katakanlah tidak boleh ada (penipuan dalam jual beli) ". Kemudian orang itu
mengatakannya.”
Imam al-Bukhari menuturkan hadis dari abdullah bin Umar ra bahwa pernah ada
seorang laki-laki mengatakan kepada Nabi Saw. bahwa dia telah melakukan trik dalam
jual-beli. Beliau bersabda:”Apabila kamu menjual maka katakanlah, “tidak ada
khilabah”(HR al Bukhari). Dari hadits telah menuntut agar khilabah atau khadi’ah
(penipuan) ditinggalkan sehingga hukumnya haram. Dari sini maka al-ghabn
(melakukan trik) itu juga haram. Hanya saja, ghabn yang diharamkan adalah ghabn yang
keji. Sebab, „illat pengharaman ghabn adalah karena ghabn itu merupakan penipuan
dalam harga; tidak disebut penipuan kalau hanya sedikit (ringan), karena ghabn adalah
ketangkasan pada saat menawar.
Imam ad-Daruquthni telah menuturkan hadis dari Muhammad bin yahya bin
hibbab, yang mengatakan, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda “ Jika engkau membeli
maka katakanlah, ‘tidak ada penipuan (khilabah)’. kemudian, dalam setiap pembelian,
engkau diberi pilihan hingga tiga malam. Jika engkau ridha maka ambillah. Jika engkau
marah (tidhak ridha) maka kembalikanlah kepada pemiliknya.” (HR ad-Daruquthni)
Hadis ini menunjukkan, bahwa pihak yang tertipu diberi pilihan. Hanya saja,
pilihan ini ditetapkan berdasarkan dua syarat : (a) pada saat terjadinya akad jual-beli
yang bersangkutan tidak tahu; (b)Penambahan atau pengurangan harga yang sangat
mencolok itu memang tidak pernah dilakukan orang lain pada saat terjadinya akad
tersebut16.

16
Ala’uddin, “Etika Bisnis Menurut Perspektif Islam.”

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam kamus besar bahasa indonesia yang ditulis oleh sugono (2008)
kecurangan merupakan kata yang diberi awalan ke dan akhiran yang berasal dari kata
curang yang maksudnya yaitu yaitu ketidakjujuran, kebohongan, ketidakadilan,
sedangkan istilah mencurangi artinya perbuatan tidak jujur terhadap orang lain,
penipuan, kebohongan, perbuatan culas, ketidakadilan.
Berbuat curang dalam jual beli berarti Berbuat Zalim kepada orang lain dalam
urusan hartanya dan memakan harta mereka dengan cara yang bathil. Walaupun hanya
sedikit, harta yang didapat dengan jalan yang berbohong menyembunyikan kecacatan
atau mengurangi timbangan adalah harta yang haram.
Ghabn berasal dari ghabana–yaghbinu–ghabn[an]. Menurut al-Jawhari
dalamAsh-Shihâhfial-Lughah, ar-Razi dalam Mukhtârash-Shihâh dan Ibn Manzhur di
Lisânal-‘Arab, ghabana secara bahasa artinya khada’a (menipu/memperdaya). Menurut
Ibn Duraid dalam Jumhurah al-Lughah dan Sa’di Abu Habib dalam Al-Qâmûshal-
Fiqhi,ghabana artinya naqasha (mengurangi). Menurut Rawwas Qal’ahJidalam
Mu’jam Lughah al-Fuqaha ghabana artinya ghalabahu wa naqashahu(mengalahkannya
dan menguranginya.
Ghaban Fahisy hukumnya Haram, Al-Ghabn al-Fahisy (penipuan/kecurangan
yang zalim) haram secara syar’i, karena di dalam hadis sahih ada tuntutan untuk
meninggalkan ghabn dengan tuntutan yang tegas.

B. Saran
Dengan terseleikan makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua yang ikut adil wawasannya dalam penulisan makalah ini. Tidak lupa kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu saran dan kritik yang membangun selalu kami tunggu dan kami perhatikan. Sebagai
penutup, semoga Allah SWT membalas kerih payah semua pihak lebih-lebih bapak
dosen pengampu yang telah memberikan ilmu dan semangat pada kami dalam
menyelesaikan makalah ini dan bermanfaat bagi kita semua.

13
DAFTAR PUSTAKA

Admin. “Al Ghabn Al Fâhisy.” Last modified 2020. Accessed March 22, 2023.
https://visimuslim.org/al-ghabn-al-fahisy/#:~:text=Dari sini maka al-ghabn,sebagai
penipuan dalam hal harga.

Admin. “Dilarang Curang Dalam Islam.” Kesan.Id. Last modified 2021. Accessed March
22, 2023. https://kesan.id/feed/dilarang-curang-dalam-islam-2712#:~:text=“Kenapa
tidak kamu letakkan di,Muslim no. 102).

Aedi, Hasan. Teori Dan Aplikasi Etika Bisnis Islam. Bandung: Alfabeta, 2011.

Ala’uddin, Muhammad. “Etika Bisnis Menurut Perspektif Islam.” QIEMA (Qomaruddin


Islamic Economy Magazine) 4, no. 1 (2018): 107.

Fauziah, N. “Analisis Kecurangan Dalam Timbangan Sembako Menurut Perspektif Hukum


Islam Di Pasar Pendidikan Krakatau Medan.” Skripsi. Program Studi Manajemen
Bisnis Syariah … (2019).

Ghazaly, Abdul Rahman. Fiqih Muamalah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

Gunarsa, Abu Khalid Resa. “Perbuatan Curang, Faktor Dan Dampaknya.” Muslim.or.Id.
Last modified 2021. Accessed March 22, 2023. https://muslim.or.id/22590-perbuatan-
curang-faktor-dan-dampaknya.html.

Hijrah, Ferdiansyah Syaiful. “Ekonomi Syariah Yang Sebenarnya Edisi 5 : Ghabn Fahisy
(Penipuan Harga).” Tutorialekonomisyariah.Blogspot.Com. Last modified 2017.
Accessed March 22, 2023. https://tutorialekonomisyariah.blogspot.com/2017/03/edisi-
5-ghabn-fahisy-penipuan-harga.html?m=1.

Jusmaliani. Bisnis Berbasis Syariah. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Naham, Taqyuddin. Membangun Sistem Alternatif Islam. Surabaya: Risalah Gusti, 1996.

Nisa, Linda Khoirun. “Analisis Kecurangan Dalam Takaran Dan Timbangan Oleh Pedagang
Ditinjau Dari Fiqih Riba (Studi Kasus Di Pasar Bandar Kediri)” (2019).

Ramly, Ar Royyan. “Analisis Jual Beli Modern Dalam Islam” (2020).

Rosalinda. “Peranan Pemerintah Dalam Mengawasi Takaran Dan Timbangan: Perspektif


Ekonomi Islam.” Jurnal Turast: Jurnal Pendidikan dan Pengabdian 2, no. 2 (2014).

14
Wahyuni, Tri. “Permasalahan Dalam Penerapan Mekanisme Pasar Perspektif Islam.”
Ekonomica Sharia: Jurnal Pemikiran dan Pengembangan Perbankan Syariah 5, no. 1
(2019): 91–100.

Yantoso, Aries. “AL GHABN FAHISY.” Ariesyantoso.Wordpress.Com. Last modified 2017.


Accessed March 22, 2023. https://ariesyantoso.wordpress.com/2017/08/08/al-ghabn-
fahisy/.

15

Anda mungkin juga menyukai