Anda di halaman 1dari 24

PRAKTIK PERDAGANGAN YANG DILARANG DALAM SISTEM SYARIAH

Dosen Pengampu: Nurhayati S.H, M.H

Kelompok 4:

Bulan Indah Pratiwi (201010201306)


Dwi Febrianti Suwandari (201010200368)
Kamilia Nur Syaidah (201010200398)
Ratih Pratiwi (201010200974)
Sofia Indriyanti (201010200948)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillaah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna

memenuhi tugas kelompok unuk mata kuliah Ekonomi Syariah, dengan judul: PRAKTIK

PERDAGANGAN YANG DILARANG DALAM SISTEM SYARIAH

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlpas dari bantua banyak

pihak yang dengaan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini dapat

terselesaikan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna

dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami

menngharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai

pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan dunia pendidikan.

Tangerang Selatan, 2 Juni 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2

DAFTAR ISI...................................................................................................................................3

BAB I...............................................................................................................................................4

PENDAHULUAN...........................................................................................................................4

A. Latar Belakang......................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................6

C. Tujuan Penelitian..................................................................................................................6

BAB II.............................................................................................................................................7

PEMBAHASAN..............................................................................................................................7

A. Pengertian Perdagangan dalam Ekonomi Sistem Syariah....................................................7

B. Dasar Hukum Praktik Perdagangan Yang Dilarang Dalam Sistem Syariah........................8

C. Jenis - Jenis Praktik Perdagangan Yang Dilarang Dalam Sistem Syariah........................13

D. Contoh Praktik Perdagangan Yang Dilarang Dalam Sistem Syariah.................................19

BAB III..........................................................................................................................................24

PENUTUP.....................................................................................................................................24

A. Kesimpulan.........................................................................................................................24

B. Saran...................................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................26

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Melakukan kegiatan ekonomi adalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan

hidup manusia. Kebutuhan adalah senilai dengan keinginan konsep kepuasan dalam

perspektif Islam, kebutuhan ditentukan oleh konsep maslahat. Pembahasan konsep

kebutuhan dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari kajian perilaku konsumen dari

kerangka maqasid syariah (tujuan syariah) harus dapat menentukan tujuan perilaku dalam

Islam. Tujuan syariah dalam Islam adalah mencapai kesejahteraan umat manusia

(maslahat al-ibid).1

Islam mengharamkan seluruh macam bentuk penipuan dalam bentuk apapun.

Oleh sebab itu, dalam melakukan transaksi perdagangan yang harus diperhatikan adalah

mencari barang yang halal untuk diperjual belikan atau diperdagangkan dengan cara yang

sejujur-jujurnya. Allah Swt mensyariatkan berdagang sebagai pemberian untuk hamba-

hambanya karena semua manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa sandang,

pangan dan lain-lainnya. Kebutuhan seperti ini tidak pernah terputus dari kehidupan

manusia, kegiatan ekonomi dalam pandangan Islam merupakan tuntunan kehidupan.

Disamping itu, juga merupakan anjuran yang memiliki dimensi ibadah. Hal itu

dapat dibuktikan dalam firman Allah Swt dalam QS. Al-A’raf /7 : 102. Kegiatan ekonomi

1
Ruslan Abdullah dan Fasiha, Pengantar Islamic Ekonomic Mengenal Konsep dan Praktek Ekonomi Islam,
(Makassar ; Lumbung Informasi Pendidikan (LIPA), 2013), h. 50

4
dalam pandangan Islam terutama dalam bermu’amalah (jual beli) merupakan tuntunan

kehidupan yang sangat penting, disamping itu juga merupakan anjuran yang memiliki

dimensi ibadah. Sering orang menanamkan jual beli itu dengan nama mu’amalah.

Demikian juga jual beli itu terjadi karena adanya hubungan antara pembeli dan penjual.

Dalam kaitan manusia sebagai makhluk sosial, umat Islam tidak bisa

menghindarkan diri dari proses ekonomi global seperti pada masa sekarang ini, karena ia

merupakan salah satu tolak ukur bagi kesuksesan manusia itu sendiri. Betapa banyak

orang berekonomi lemah di dunia ini yang tersisa dari percaturan kehidupan, bahkan

ditindas dan hampirhampir saja diperbudak oleh yang berekonomi kuat. Ini merupakan

salah satu indikasi yang bisa dijadikan sandaran analisis selanjutnya bagi penyamaan

peran serta umat Islam dalam bidang ekonomi. Mengingat pentingnya ekonomi di dalam

kehidupan manusia, sampai-sampai Nabi Muhammad dalam suatu kesempatan

bersabda,”Aku berlindung kepadaMu (ya Allah) dari (malapetaka) kufur dan kefakiran”.

Untuk melangsungkan kegiatan ekonomi, maka umat islam melakukan kegiatan

yang bernama perdagangan. Dalam al-Qur’an kata perdagangan juga dapat ditemukan

dalam tiga bentuk. Bentuk kata tersebut, yaitu tijarah (perdagangan), bay’ (menjual) dan

syira’ (membeli). Selain istilah tersebut masih banyak lagi term-term lain yang berkaitan

dengan perdagangan, seperti dayn, amwal, rizq, syirkah, dharb, dan sejumlah perintah

melakukan perdagangan global (Qs. al-Jum;ah: 9).

Asal mula perdagangan merupakan suatu pekerjaan yang dibolehkan untuk

dilaksanakan, demi mencari rezeki yang telah Tuhan berikan kepada manusia, namun

untuk mendapatkan rezeki tersebut harus didukung oleh usaha yang serius dan

5
pengetahuan yang baik, agar rezeki yang dinikmatinya menjadi sesuatu yang baik pula

dalam kehidupannya, di mana hal tersebut termasuk dalam kategori rezeki halalan

thaiyyiban atau yang boleh dan baik untuk digunakan dan bermanfaat oleh manusia.

Namun ada pula beberapa alasan yang dapat mengakibatkan perdagangan itu menjadi

terlarang, jika seandainya hal tersebut hanya akan menyebabkan dampak yang tidak baik

kepada manusia. Oleh karena itu disini penulis mencoba menjelaskan apa saja praktik –

praktik yang dilarang dalam sistem syariah ini.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari praktik perdagangan yang dilarang dalam sistem syariah?

2. apa dasar hukum praktik perdagangan yang dilarang dalam sistem syariah?

3. Apa saja jenis praktik perdagangan yang dilarang dalam sistem syariah?

4. Bagaimana contoh kasus terhadap praktik perdagangan yang dilarang dalam sistem

syariah?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini sebagai berikut:

1. Mengetahui maksud dari praktik perdagangan yang dilarang dalam sistem syariah.

2. Mengetahui dasar hukum yang menaungi praktik perdagangan yang dilarang

dalam sistem syariah.

3. Memahami jenis – jenis praktik perdagangan yang dilarang dalam sistem syariah

4. Mengatahui analisa kasus dari praktik perdagangan yang dilarang dalam sistem

syariah

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perdagangan dalam Ekonomi Sistem Syariah

Perdagangan yang dilarang dalam sistem syariah adalah perdagangan yang objek
(barang dan/atau jasa) yang ditransaksikan merupakan objek yang haram dan
melanggar hukum juga norma agama Islam.
"Haram" yang berarti tidak diizinkan atau tidak halal dalam Islam, seperti haram
dalam segi zatnya maupun dalam cara transaksinya. Diantaranya termasuk larangan
terhadap prostitusi, penjualan khamr, daging babi, narkoba, transaksi dengan riba
(bunga), gharar (ketidakpastian), maysir (perjudian), dan makan riba (keuntungan
yang diperoleh dari sumber-sumber yang haram).
Sistem syariah mengharamkan perdagangan yang haram karena didasarkan pada
prinsip-prinsip agama yang diturunkan melalui Al-Quran dan Sunnah Nabi. Praktik
perdagangan yang diharamkan dianggap bertentangan dengan nilai-nilai dan ajaran
Islam yang mengedepankan keadilan, kemaslahatan umat, kesucian, dan moralittas,
system syariah sebagai kerangka hukum dan moral islam berusaha menciptakan
tatanan social dan ekonomi yang adil, berkelanjutan dan beretika. Dengan
mengharamkan perdagangan yang haram, system syariah berusaha melindungi
individu, masyarakat, dan nilai-nilai Islam yang dijunjung tinggi. Hal ini juga
merupakan wujud dari kepedulian islam terhadap kesejahteraan lahir dan batin umat
manusia.
Pada prinsipnya, sistem ekonomi dalam berdagang itu bekerja untuk menciptakan
keadilan dan menghilangkan kecurangan dalam berdagang, sebab transaksi dalam
berdagang harus berlandaskan perolehan keuntungan menurut Hukum Islam. Tujuan
dari berdagang menurut hukum Islam adalah untuk menciptakan kemakmuran dan
keadilan dalam kehidupan manusia guna memperoleh kesejahteraan mereka, dan
menghapuskan kesenjangan dalam masyarakat Islam melalui perindustrian kekayaan

7
secara berkesinambungan mengingat bahwa adanya kesenjangan itu sebagai hasil
proses sosial ekonomi yang penting untuk diperbaiki.

B. Dasar Hukum Praktik Perdagangan Yang Dilarang Dalam Sistem Syariah

Dalam Islam, tujuan diberlakukannya syariat Islam adalah untuk memberikan


perlindungan kepada umat manusia dalam lima unsur. Tujuan syariat Islam itu
dikemukakan dengan istilah maqashid al-syariah yang menurut al-Ghazali
sebagaimana dikutip oleh M. Umer Chapra (2001: 124) bahwa tujuan utama
syari'ah adalah: "Meningkatkan kesejahteraan manusia, yang terletak pada
perlindungan iman (agama), hidup, akal, keturunan dan harta. Apa saja yang
memantapkan perlindungan kelima hal ini merupakan kemashlahatan umum dan
dikehendak.

Demikian pula dalam tulisan Ibn al-Qayyim yang mengatakan bahwa "Dasar
syariah adalah kebijaksanaan dan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.
Kemaslahatan ini terletak pada keadilan, belas kasihan, kesejahteraan dan
kebijaksanaan yang sempurna. Apa pun yang menyimpang dari keadilan pada
penindasan, dari belas kasihan pada kekerasan, dari kesejahteraan pada kemiskinan,
dan dari kebijaksanaan pada kebodohan adalah sama sekali tidak ada kaitannya
dengan syari'ah"

Praktik perdagangan yang dilarang dalam system syariah, merupakan praktik


perdagangan yang tentunya melanggar atau tidak sesuai dengan ketentuan hukum
islam, yang pada akhirnya membuat praktik perdagangan tersebut dilarang dan
haram dilakukan dari sudut pandang hukum syariah. Contoh dari praktik perdagangan
yang dilarang oleh hukum syariah :

1. Riba, adalah sesuatu yang lebih, bertambah dan berkembang. Dalam bisnis riba
berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.

 Ayat Tentang Riba :

8
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. (QS. Al-Baqarah : 278)

 Hadits Tentang Riba :

“Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang
menzinai ibu kandungnya sendiri.” (HR. Al-Hakim no. 2259).

 Fatwa Tentang Riba :

Majelis Ulama Indonesia melalui Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga
(Interest/Fa'idah) menetapkan praktik pinjaman berbasis bunga hukumnya haram.

2. Maysir

Secara bahasa maysir berarti memperoleh sesuatu/keuntungan dengan sangat


mudah tanpa kerja keras. Maysir dapat berbentuk aktivitas spekulasi, judi, dan
untung-untungan di dalam suatu transaksi keuangan sehingga memungkinkan
diperolehnya keuntungan dengan adanya salah satu pihak yang dirugikan.

 Ayat Tentang Maysir :

Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban


untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan
termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu
beruntung. (QS. Al- Maidah : 90)

 Hadits Tentang Maysir :

:“Barang siapa yang menyatakan kepada saudaranya , 'mari aku bertaruh denganmu'
maka hendaklah dia bersedekah”. (HR Bukhari-Muslim).

 Fatwa Tentang Maysir :

9
Fatwa MUI No. 9 Tahun 2008 tentang larangan tentang judi yang berkedok
perdagangan.

3. Gharar

Gharar adalah transaksi yang mengandung tipuan atau ketidakjelasan dari salah
satu pihak sehingga pihak lain dirugikan. Dalam transaksi keuangan syariah, tidak
boleh ada unsur ketidakjelasan atau ketidakpastian yang berlebihan antara lain terkait
akad, obyek akad, cara penyerahan, maupun cara pembayaran.

 Ayat Tentang Gharar :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu.(QS. An nisa : 5) 2

 Hadits Tentang Gharar :

Hadis Nomor: 2185. Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhriz bin Salamah
Al 'Adani berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari
ubaidullah dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu hurairah ia berkata, “Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam melarang jual beli gharar dan jual beli hashah.”

 Fatwa Tentang Gharar

Fatwa MUI No 1 Tahun 2022 yang mengharamkan penjualan online mystery box di
marketplece yang masuk ke dalam kategori penipuan dalam praktik perdagangan.

Kemudian ada pula yang membahas tentang maqashid al syariah untuk melihat
bagaimana tujuan luhur (maqashid al-syariah) diterapkannya sistem perdagangan
dalam Islam, maka dapat dilihat dari tiga kategori transaksi yang diharamkan dalam
Islam yaitu:

2
SUWARDI/Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Penipuan Belanja
Online/https://www.qureta.com/post/pandangan-hukum-islam-dan-hukum-positif-terhadap-penipuan-belanja-
online/2juni 2023,15.00

10
1. Dilihat dari perdagangan yang terlarang meliputi jenis barang atau zatnya.

Allah dalam hal ini memberikan penekanan untuk menjaga jiwa dan kehidupan
manusia agar tidak memakan makanan yang terlarang (haram), disebabkan dalam
makanan yang masuk kategori haram tersebut, ada tersimpan kemudharatan yang
besar, sehingga dapat merusak jiwanya dan akal, yang dalam jangka panjang boleh
jadi akan merusak agama dan keimanannya, sebagaimana yang tertera dalam Q.S.
surah An-Nahl (16):115.

Memakan makanan yang haram dalam doktrin Islam, apabila dikonsumsi akan
berdampak atau berpengaruh kepada sikap mental seseorang, Secara tegas dikatakan
bahwa makanan yang haram dapat membuat kejelekan budi pekerti seseorang. Secara
medis makanan yang diharamkan dalam Islam ternyata mengandung beberapa
penyakit yang dapat menyebabkan bahaya kepada manusia, misalkan pengharaman
atas babi, terbukti dapat membuat manusia terjangkiti oleh penyakit yang ada pada
Babi tersebut diantaranya yang disebabkan oleh cacing pita.

Dengan melihat hal tersebut, tujuan (maqashid) yang dapat diambil maknanya
adalah ternyata syariat Islam ingin melindungi manusia dari bahaya secara fisik dan
mental manusia, agar tidak rusak karena menyantap makanan yang dapat
menyebabkannya terancam bahaya.

2. Dilihat dari yang terlarang meliputi segala usaha atau objek dagangnya dan
terlarang meliputi cara-cara dagang atau jual beli terlarang.

Manfaat atau hikmah yang dapat ditarik dari pengharaman dalam proses jual beli,
yaitu Islam ingin melindungi umat manusia agar tidak terjerembab kepada kejahatan
sosial, misalnya dalam hal melakukan transaksi dengan cara penipuan dan adanya
unsur riba. Dari segi sosiologi ini dapat dikatakan sebuah patologi di masyarakat, di
mana di satu pihak ada anggota masyarakat yang mengambil dan mendapatkan
keuntungan dengan kelebihan-kelebihan yang sesungguhnya tidak diinginkan oleh
pihak yang lainnya.

Di samping itu pula, bahwa dengan cara-cara yang terlarang perdagangan dapat
mengakibatkan terhambatnya sistem ekonomi menjadi tidak lancar, yang dipicu dari

11
jeranya satu pihak untuk bertransaksi dikemudian hari dengan pihak yang telah
menipu atau menarik keuntungan yang besar tanpa adanya kerelaan dari pihak
lainnya. Oleh karena itu, Islam menginginkan adanya fair play dalam segala bidang
dan sendi kehidupan manusia, tujuannya yaitu agar iman (keyakinan), jiwa (badan),
akal, keturunan dan harta (property) dapat terjaga dan terpelihara, dan inilah yang
paling luhur dari diselenggarakannya syariat Islam.

Kalaupun dalam sistem kemasyarakatan dimungkinkan adanya interaksi dan


perpindahan hak kepemilikan, baik berupa pokok pikiran apalagi yang menyangkut
harta, maka hal tersebut selayaknya diatur, sehingga tidak akan ada berbagai hal yang
mengakibatkan perselisihan dan bahkan pertumpahan darah, sehingga merugikan
manusia itu sendiri.

Dengan demikian maqashid al-Syariah dimaksudkan, yaitu agar manusia


mematuhi hukum melalui norma dan etika Islam untuk kebaikan dan kemurnian
kehidupan manusia itu sendiri, sehingga secara jasmaniah ia mampu menjaga dirinya
dan masyarakatnya dan secara ruhaniah ia akan menjadi sosok yang jernih, dan
tentunya akan memiliki pengaruh besar dikemudian hari, bagi kehidupannya di
akhirat kelak.

C. Jenis - Jenis Praktik Perdagangan Yang Dilarang Dalam Sistem Syariah

Dalam perdagangan, kesepakatan dan kerelaan (adanya unsur suka sama suka)
sangat ditekankan untuk dilaksanakan atau yang dikenal dengan sebutan antaradhin
minkum sebagaimana yang tercantum dalam Q.S. An-Nisa’(4): 29 :
‫ٰ ٓياَيها الَّذيْنَ ٰامنُوا اَل تَْأ ُكلُ ٓوا اَموالَ ُكم بينَ ُكم با ْلباطل آاَّل اَنْ تَ ُكونَ تجارةً عَنْ تَراض م ْن ُكم ۗ واَل تَ ْقتُلُ ٓوا اَ ْنفُس ُكم ۗ انَّ هّٰللا‬
َ ِ ْ َ ْ َ ْ ِّ ٍ َ َ َِ ْ ِ ِ ِ َ ِ ْ َْ ْ َ ْ ْ ْ َ ِ َ ُّ
‫َكانَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
diantara kamu” (Q.S. An-Nisa’ (4): 29)

12
Namun demikian, hanya dengan kesepakatan dan kerelaan yang berpangkal dari
suka sama suka saja, tidak menjamin transaksi dapat dinyatakan sah dalam Islam
yang mengatur adanya praktik perdagangan yang dibolehkan dan tidak dibolehkan.3
Adapun jika digolongkan, maka jenis praktik perdagangan yang dilarang dalam
sistem syariah yakni sebagai berikut :4

1. Haram zatnya (objek transaksinya)

Perdagangan dilarang karena objek (barang dan/atau jasa) yang ditransaksikan


merupakan objek yang dilarang (haram) dalam syariah Islam. Barang yang
disebutkan keharamannya dari segi zatnya yaitu diantaranya sepert khamr, bangkai,
daging babi, narkoba, organ manusia dan lainnya.

2. Haram selain zatnya (cara bertransaksi-nya)

Jenis ini terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

a. Tadlis, yaitu sebuah situasi di mana salah satu dari pihak yang bertransaksi berusaha
untuk menyembunyikan informasi dari pihak yang lain (unknown to one party) dengan
maksud untuk menipu pihak tersebut atas ketidaktahuan akan informasi objek yang
diperjualbelikan. Hal ini bisa penipuan berbentuk kuantitas (quantity), kualitas (quality),
harga (price), ataupun waktu penyerahan (time of delivery) atas objek yang
ditransaksikan. Sebagai contoh : apabila kita menjual hp second dengan kondisi baterai
yang sudah sangat lemah, ketika kita menjual hp tersebut tanpa memberitahukan
(menutupi) kepada pihak pembeli, maka transaksi yang kita lakukan menjadi haram
hukumnya.

b. Ikhtikar, yaitu sebuah situasi di mana produsen/penjual mengambil keuntungan di atas


keuntungan normal dengan cara mengurangi supply (penawaran) agar harga produk yang
dijualnya naik. Ikhtikar ini biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier (hambatan
masuk pasar), yakni menghambat produsen/penjual lain masuk ke pasar agar ia menjadi
pemain tunggal di pasar (monopoli), kemudian mengupayakan adanya kelangkaan barang
dengan cara menimbun stock (persediaan), sehingga terjadi kenaikan harga yang cukup
3
Syaifullah Ms, Perdagangan Terlarang Menurut Islam Dalam Tinjauan Maqashid Al-Syari’ah, Jurnal
Hunafa Vol. 4 No. 3, 2007, hlm.2.
4 STEBIS@IGM Palembang, Transaksi yang dilarang dalam Islam, diakses melalui pada tanggal 2 Juni 2023, pukul 07.46.

13
tajam di pasar. Ketika harga telah naik, produsen tersebut akan menjual barang tersebut
dengan mengambil keuntungan yang berlimpah. Sebagai contoh: ketika akan dirumorkan
oleh pemerintah bahwa tarif bbm akan dinaikan, maka marak terjadinya penimbunan bbm
oleh para penjual nakal. Hal ini mereka lakukan agar dapat menjual bbm dengan tarif
yang sudah dinaikkan, sehingga mereka mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

c. Bai’ Najasy adalah sebuah situasi di mana konsumen/pembeli menciptakan demand


(permintaan) palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga
harga jual produk itu akan naik. Cara yang bisa ditempuh bermacam-macam, seperti
menyebarkan isu, melakukan order pembelian, dan sebagainya. Ketika harga telah naik
maka yang bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung dengan melepas kembali
barang yang sudah dibeli, sehingga akan mendapatkan keuntungan yang besar. Sebagai
contoh : ini sangat rentan terjadi ketika pelelangan suatu barang. Biasanya yang
mengadakan pelelangan bekerja sama dengan beberapa peserta pelelangan dimana
mereka bertugas untuk berpura-pura melakukan penawaran terhadap barang yang
dilelang, dengan kata lain untuk menaikkan harga barang yang dilelang tersebut.

d. Taghrir (Gharar), yaitu menurut mahzab Imam Safi`e seperti dalam kitab Qalyubi wa
Umairah: Al-ghararu manthawwats `annaa `aaqibatuhu awmaataroddada baina amroini
aghlabuhuma wa akhwafuhumaa. Artinya: “gharar itu adalah   apa-apa   yang akibatnya
tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling mungkin muncul adalah yang
paling kita takuti”. Wahbah al-Zuhaili memberi pengertian tentang gharar sebagai al-
khatar dan altaghrir, yang artinya penampilan yang menimbulkan kerusakan (harta) atau
sesuatu yang tampaknya menyenangkan tetapi hakekatnya menimbulkan kebencian, oleh
karena itu dikatakan: al-dunya mata`ul ghuruur artinya dunia itu adalah kesenangan yang
menipu. Dengan demikian menurut bahasa, arti gharar adalah al-khida` (penipuan),
suatu tindakan yang didalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. 

Gharar dari segi fiqih berarti penipuan dan tidak mengetahui barang yang
diperjualbelikan dan tidak dapat diserahkan. Gharar terjadi apabila, kedua belah pihak
saling tidak mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan menimpa, apakah
minggu depan, tahun depan, dan sebagainya. Ini adalah suatu kontrak yang dibuat
berasaskan andaian (ihtimal) semata. Inilah yang disebut gharar (ketidak jelasan) yang

14
dilarang dalam Islam, kehebatan sistem Islam dalam bisnis sangat menekankan hal ini,
agar kedua belah pihak tidak didzalimi atau terdzalimi. Karena itu Islam mensyaratkan
beberapa syarat sahnya jual beli, yang tanpanya jual beli dan kontrak menjadi rusak,
diantara syarat-syarat tersebut adalah: Timbangan yang jelas (diketahui dengan jelas berat
jenis yang ditimbang) Barang dan harga yang jelas dan dimaklumi (tidak boleh harga
yang majhul (tidak diketahui ketika beli). Mempunyai tempo tangguh yang dimaklumi
Ridha kedua belah pihak terhadap bisnis yang dijalankan. Imam an-Nawawi menyatakan,
larangan gharar dalam bisnis Islam mempunyai perananan yang begitu hebat dalam
menjamin keadilan, jika kedua belah pihak saling meridhai, kontrak tadi secara dztnya
tetap termasuk dalam kategori bay’ al-gharar yang diharamkkan. Secara umum, bentuk
Gharar dapat dibagi menjadi 4 :

1) Gharar dalam kuantitas, misalnya seorang petani tembakau sudah membuat


kesepakatan jual beli dengan pabrik rokok atas tembakau yang bahkan belum
panen. Pada kasus ini, pada kedua belah pihak baik petani tembakau maupun
pabrik rokok mengalami ketidakpastian mengenai berapa pastinya jumlah
tembakau yang akan panen. Sehingga terdapat gharar atas barang yang
ditransaksikan.

2) Gharar dalam kualitas, misalnya seorang pembeli sudah membuat kesepakatan


untuk membeli anak kambing yang masih berada di dalam kandungan. Pada kasus
ini, baik penjual maupun pembeli tidak mengetahui dengan pasti apakah nantinya
anak kambing ini akan lahir dengan sehat, cacat, atau bahkan mati. Sehingga
terdapat ketidakpastian akan barang yang diperjualbelikan.

3) Gharar dalam harga, misalnya Tn. A menjual motornya kepada Tn. B dengan
harga Rp 8.000.000 jika dibayar lunas dan Rp 10.000.000 jika dicicil selama 10
bulan. Pada kasus ini, tidak ada kejelasan mengenai harga mana yang dipakai.
Bagaimana jika Tn. B dapat melunasi motornya dalam waktu kurang dari 10
bulan? Harga mana yang akan dipakai? Hal inilah yang menjadi suatu
ketidakpastian dalam transaksi.

4) Gharar menyangkut waktu penyerahan, misalnya Basti sudah lama


menginginkan handphone milik Miro. Handphone tersebut bernilai Rp 4.000.000

15
di pasaran. Suatu saat, handphone tersebut hilang. Miro menawarkan Basti untuk
membeli handphone tersebut seharga Rp 1.500.000 dan barang akan segera
diserahkan begitu ditemukan. Dalam kasus ini, tidak ada kepastian mengenai
kapan handphone tersebut akan ditemukan, dan bahkan mungkin tidak akan
ditemukan. Hal ini menimbulkan gharar dalam waktu penyerahan barang
transaksi.

e. Bai’ Al Mudtarr, yaitu jual beli dan pertukaran dimana salah satu pihak dalam keadaan
sangat memerlukan (in the state of emergency) sehingga sangat mungkin terjadi
eksploitasi oleh pihak yang kuat sehingga terjadi transaksi yang hanya menguntungkan
sebelah pihak dan merugikan pihak lainnya.

f. Ikrah, yaitu segala bentuk tekanan dan pemaksaan dari salah satu pihak untuk
melakukan suatu akad tertentu sehingga menghapus komponen mutual free consent. Jenis
pemaksaan dapat berupa acaman fisik atau memanfaatkan keadaan seseorang yang
sedang butuh atau the state of emergency. Imam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa
dalam keadaan darurat (state of emergency) seseorang yang memilik stock barang yang
dibutuhkan orang banyak harus diperintahkan untuk menjualnya dengan harga pasar, jika
dia enggan melakukannya pihak berkuasa dapat memaksanya untuk melakukan hal
tersebut demi menyelamatkan nyawa orang banyak.

g. Ghish, yaitu menyembunyikan fakta-fakta yang seharusnya diketahui oleh pihak yang
terkait dalam akad sehingga mereka dapat melakukan kehati-hatian (prudent) dalam
melindungi kepentingannya sebelum terjadi transaksi yang mengikat. Dalam Common
Law akad seperti ini dikenal dengan sebutan Akad Uberrime Fidae Contract dimana
semua jenis informasi yang seharusnya diketahui oleh pelanggan sama sekali tidak boleh
disembunyikan. Jika ada salah satu informasi berkenaan dengan subject matter akad tidak
disampaikan, maka pihak pembeli dapat memilih opsi membatalkan transaksi tersebut.

h. Ghabn, yaitu dimana si penjual memberikan tawaran harga diatas rata-rata harga pasar
(market price) tanpa disadari oleh pihak pembeli. Terdapat ada dua jenis Ghabn yakni:

16
1) Ghabn Qalil, adalah jenis perbedaan harga barang yang tidak terlalu jauh
antara harga pasar dan harga penawaran dan masih dalam kategori yang dapat
dimaklumi oleh pihak pembeli.

2) Ghabn Fahish, adalah perbedaan harga penawaran dan harga pasar yang
cukup jauh bedanya.

i. Bai’ Alma’dum, yaitu tindakan bai’ alma’dum termasuk short-selling, yaitu transaksi


penjual melakukan penawaran atau penjualan atas barang yang belum dimiliki.
Contohnya investor M meminjam saham kepada sekuritas untuk dijual dengan harga
5.000 per lembar, yang mana penjualannya terjadi saat saham tersebut belum dimiliki M.
Setelah terjual, saham tersebut turun per lembarnya menjadi 2.000. Lalu M
melakukan buyback dengan harga 2.000 per lembar dan mengembalikan saham kepada
perusahaan sekuritas. Akhirnya M, mendapatkan keuntungan dari selisih harga awal dan
harga buyback. 

j. Riba, yaitu tambahan yang disyaratkan dalam tarnsaksi bisnis tanpa adanya pengganti
(iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Dalam pengertian lain, secara
linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah teknis, riba
berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa
pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang
menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli
maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat
dalam Islam. Al-Quran dan Sunnah telah banyak yang menjelaskan keharaman riba
dalam berbagai bentuknya dan seberapun banyak ia dipungut, seperti pada Q.S Al
Baqarah (2): 275:

‫س َذلِ َك ِبَأنَّ ُه ْم قَالُوا ِإنَّ َما ا ْلبَ ْي ُع ِم ْث ُل ال ِّربا‬ َّ ‫الَّ ِذينَ َيْأ ُكلُونَ ال ِّربا ال يَقُو ُمونَ ِإاَّل َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي َيت ََخبَّطُهُ ال‬
َ ‫ش ْي‬
ِّ ‫طانُ ِمنَ ا ْل َم‬
‫سلَفَ َوَأ ْم ُرهُ ِإلَى هَّللا ِ َو َمنْ عَا َد فَُأولَِئ َك‬ َ ‫َوَأ َح َّل هَّللا ُ ا ْلبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّربا فَ َمنْ َجا َءهُ َم ْو ِعظَةٌ ِمنْ َربِّ ِه فَا ْنتَ َهى فَلَهُ َما‬
َ‫اب النَّا ِر ُه ْم فِي َها َخالِدُون‬ ْ ‫َأ‬
ُ ‫ص َح‬

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat),

17
“Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya
apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (Q.S Al Baqarah (2):
275)

D. Contoh Praktik Perdagangan Yang Dilarang Dalam Sistem Syariah

Analisis Kecurangan dalam Takaran dan Timbangan oleh Pedagang Ditinjau


dari Fiqih Riba (Studi Kasus di Pasar Bandar Kediri)

Adapun contoh kasus praktik perdagangan yang dilarang oleh islam. Islam
mengajarkan kepada umatnya agar tolong menolong, salah satu contohnya
adalah dalam bentuk jual beli. Namun jual beli itu jangan sampai merugikan dan
menyengsarakan orang lain. Contoh jual beli yang merugikan adalah sistem riba
yang mengandung unsur kelebihan dan tambahan tanpa ada ada ganti atau imbalan
yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang melakukan transaksi/ akad.
5

Perdagangan atau jual beli dapat terjadi dimana saja, tidak hanya terjadi didalam
pasar tetapi juga pada tempat yang dinilai bisa untuk berjual beli. Pasar merupakan
suatu wadah yang di dalamnya sebagai tempat pertemuan atau interaksi antara
penjual dan pembeli dengan sistem perdagangan. 6 Di sisi lain, kita dihadapkan pada
suatu kenyataan bahwa praktek riba yang merambah ke berbagai negara ini sulit
diberantas, sehingga berbagai penguasa terpaksa dilakukan pengaturan dan
pembatasan terhadap bisnis pembungaan uang. Perdebatan panjang di kalangan ahli
fikih tentang riba belum menemukan titik temu. Sebab mereka masing-masing

5
Ahmad Sarjono, Buku ajar Fiqh. Jakarta :CV.Sindunata, 2008, 45
6
A. Zainuddin, Muhammad Jamhari, Al-Islam 2, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999, hal.11

18
memiliki alasan yang kuat. Akhirnya timbul berbagai pendapat yang bermacam-
macam tentang bunga dan riba.

Jual beli merupakan sebuah transaksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak,
yakni penjual dan pembeli dalam hal pemindahan hak pemilikan suatu benda yang
didahului dengan akad dan penyerahan sejumlah uang yang telah ditentukan. Islam
melarang memakan harta yang diperoleh dengan jalan bathil, serta menyuruh mencari
harta dengan cara yang halal, antara lain dengan cara jual beli.

Jual beli merupakan perwujudan dari hubungan antara sesama manusia sehari-
hari, sebagaimana telah diketahui bahwa agama Islam mensyariatkan jual beli dengan
baik tanpa ada unsur kesamaran, penipuan, riba dan sebagainya. Jual beli dilakukan
atas dasar suka sama suka diantara kedua belah pihak. Islam mengharamkan seluruh
macam penipuan, baik dalam masalah jual beli, maupun dalam seluruh macam
mu’amalah. Seorang muslim dituntut untuk berlaku jujur dalam seluruh urusannya,
sebab keikhlasan dalam beragama nilainya lebih tinggi daripada seluruh usaha
duniawi.

Salah satu macam penipuan ialah mengurangi takaran dan timbangan. Oleh
karena itu setiap muslim harus berusaha sekuat tenaga untuk berlaku adil (jujur),
sebab keadilan yang sebenarnya jarang bisa diwujudkan. Jual beli seperti ini adalah
suatu contoh yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim dalam kehidupannya,
pergaulannya, dan muamalahnya. Mereka tidak diperkenankan menakar dengan dua
takaran atau menimbang dengan dua timbangan. Timbangan pribadi dan timbangan
untuk umum, timbangan yang menguntungkan diri dan orang yang disenanginya, dan
timbangan untuk orang lain. Kalau untuk dirinya sendiri dan pengikutnya dia penuhi
timbangan, tetapi untuk orang lain dia kuranginya. Bagi orang yang berani melakukan
kecurangan dalam menakar atau menimbang akan memperoleh kehinaan kelak di hari
kiamat. Perilaku tersebut sering dijumpai di pasar-pasar tradisional maupun di toko-
toko.

Kecurangan pedagang dalam menimbang telah merugikan, meresahkan, dan


mengecewakan pembeli. Hukum Islam berlaku secara universal sesuai dengan
perkembangan umat manusia, bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dan

19
menolak segala kerusakan. Islam memberikan prioritas yang tinggi kepada akal
manusia untuk menganalisa hukum-hukum syara’, meneliti perkembangan dengan
berpedoman pada nash-nash yang telah ada supaya hukum Islam bersifat elastis.
Ekonomi Islam yang menjadi pedoman utama adalah petunjuk Allah berupa wahyu
(Al-Qur’an), Al-Sunnah, Ijma’, Qiyas dan Ijtihad serta ayat-ayat Qauniyah yang
beterbangan di jagad raya. Ekonomi Islam yang menjadi pedoman utama adalah
petunjuk Allah berupa wahyu (Al-Qur’an), Al Sunnah, Ijma’, Qiyas dan Ijtihad serta
ayat-ayat Qauniyah yang beterbangan di jagad raya. 7

Allah memerintahkan kepada kita agar beribadah kepadanya dan


mentauhidkannya. Menyempurnakan takaran dan timbangan dan jangan Mengurangi
hak orang lain. Seseorang tidak di benarkan menakar dengan dua Takaran atau
menimbang dengan dua timbangan, timbangan pribadi dan timbangan untuk umum.
Timbangan yang menguntungkan diri dan orang yang disenanginya, dan timbangan
untuk orang lain. Kalau untuk dirinya sendiri dan pengikutnya dia penuhi
timbangannya tapi untuk orang lain dia kuranginya.

Timbangan dan takaran adalah jenis alat pengukuran barang yang paling umum
dalam perdagangan dan jual beli. Bahkan, beberapa barang yang biasanya diameter
atau dihitung satuannya juga diperjualbelikan dengan timbangan atau takaran,
misalnya kain kiloan, telor kiloan, ayam kiloan, dan lain sebagainya. Namun dalam
kenyataan tidak semua pedagang berlaku jujur dalam menimbang, Menakar atau
mengukur.8

Sesungguhnya, Allah Ta’ala telah memerintahkan agar menimbang dan menakar


dengan sempurna, yaitu firmanNya, “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu
menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar.Itulah yang lebih utama dan lebih
baik akibatnya.” Firman Allah Ta’ala, “Dan tegakkanlah timbangan dengan adil dan
janganlah kamu mengurangi timbangan.” Dan sesungguhnya Allah telah
membinasakan kaum Syu’aib sebab mereka telah berbuat curang kepada orang lain
dalam menimbang dan menakar.

7
Akhmad Mudjahidin, Ekonomi Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo, 2007, hal. 10
8
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, Edisi Revisi, Cet.2, hal.145

20
Selanjutnya Allah SWT berfirman seraya memberi ancaman kepada mereka,
“Tidakkah orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan,
pada suatu hari yang besar.” Yakni, apakah orang-orang seperti itu tidak takut akan
hari kebangkitan dan berdiri di hadapan Zat Yang Maha Mengetahui rahasia dan
bisikan hati, untuk dimintai pertanggungjawaban atas setiap aktivitasnya. Pada hari
yang sangat mengerikan itu, banyak hal yang menakutkan, dan semua permasalahan
menjadi terang. Dan, orang yang malang di hari itu akan masuk neraka yang panas.9

Mengenai perilaku pedagang buah-buahan mengenai ketepatan timbangan di


pasar Bandar Kediri, Riba dengan segala macam bentuknya merupakan suatu
pemaksaan pemindahan hak milik dari orang yang menjadi objek riba oleh orang
yang menjadi subjek dari perbuatan riba itu secara tidak langsung. Karena pada
dasarnya riba adalah pencurian yang mempunyai akad. Al-Qur’an memerintahkan
untuk menyempurnakan takaran dan timbangan sekaligus larangan keras untuk
mengurangi takaran atau timbangan. Pengurangan ukuran dan timbangan adalah
manifestasi dari korupsi yang dilakukan lapisan masyarakat menengah ke bawah dan
hal itu harus dicegah.

Perilaku pedagang mengenai timbangan di pasar Bandar ini merupakan salah satu
kecurangan/kenakalan dari pedagang yang ingin mendapatkan keuntungan lebih
dalam berjual beli dagangannya. Yaitu dengan memberi sebuah ganjalan di bawah
timbangan yanggunanya untuk mengurangi berat barang. Kecurangan-kecurangan
pedagang dalam jual beli di pasar Bandar ini sudah lama terjadi dan hal tersebut
membuat pembeli menjadi resah. Dari hasil observasi langsung kepada pedagang
untuk mengetahui seberapa tepatkah timbangan yang sebenarnya maka penulis
mengambil sebuah sampel yaitu dengan cara membeli beberapa macam barang satu
kilogram kemudian barang yang dibeli tadi dicek atau ditimbang kembali.

9
Muhammad Nasib Ar Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, terj.Syihabuddin (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 931-
932.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
` Kegiatan berdagang dan jual beli telah dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW
dan diperbolehkan juga di dalam Al – Qur’an. Dalam al-Qur’an kata perdagangan juga
dapat ditemukan dalam tiga bentuk. Bentuk kata tersebut, yaitu tijarah (perdagangan),
bay’ (menjual) dan syira’ (membeli). Selain istilah tersebut masih banyak lagi term-term
lain yang berkaitan dengan perdagangan, seperti dayn, amwal, rizq, syirkah, dharb, dan
sejumlah perintah melakukan perdagangan global (Qs. al-Jum;ah: 9).

Namun islam hanya memperbolehkan kegiatan berdagang yang adil dan halal,
dalam berdagang pun ada ketentuan – ketentuan yang harus dipahami agar sesuai dengan
prinsip – prinsip sistem syariah. Sistem syariah mengharamkan perdagangan yang haram
karena didasarkan pada prinsip-prinsip agama yang diturunkan melalui Al-Quran dan
Sunnah Nabi.

Praktik perdagangan yang diharamkan dianggap bertentangan dengan nilai-nilai


dan ajaran Islam yang mengedepankan keadilan, kemaslahatan umat, kesucian, dan
moralittas, system syariah sebagai kerangka hukum dan moral islam berusaha
menciptakan tatanan social dan ekonomi yang adil, berkelanjutan dan beretika. Dengan
mengharamkan perdagangan yang haram, system syariah berusaha melindungi individu,
masyarakat, dan nilai-nilai Islam yang dijunjung tinggi. Hal ini juga merupakan wujud
dari kepedulian islam terhadap kesejahteraan lahir dan batin umat manusia.

B. Saran

22
Sebagai pedagang sudah seharusnya berlaku jujur dalam berdagang, karena jika
pedagang tidak jujur dengan pembeli maka barang yang dijualnya tidak berkah. Selain
itu, perilaku seperti itu akan membuat kepercayaan pelanggan menurun yang berakibat
pelanggan lain menjadi resah dan sudah seharusnya sebagai umat muslim kita harus
menerapkan prinsip – prinsip syariah dalam perdagangan. Pembeli juga diharuskan untuk
berhati – hati serta teliti agar tidak tertipu dengan pedagang yang curang.

23
DAFTAR PUSTAKA

Badroen, Faishal. 2007. Etika Bisnis Dalam Islam. Jakarta: Kencana.


Bugha, Mustafa Al -. 2010. Buku Pintar Transaksi Syariah Terj. Fakhri Ghafur. Jakarta: PT
Mizan Publika.
MS, Syaifullah. 2007. "Perdagangan Terlarang Menurut Islam Dalam Tinjauan Maqashid Al -
Syari`ah." Jurnal Hunafa 2.
Muchlis, Usman. 2002. Kaidah - Kaidah Ushyuliyah dan Fiqhiyah: Pedoman Dasar dalam
Istinbat Hukum Islam. Jakarta: Grafindo Persada.
Mujahidin, Akhmad. 2013. Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
OCBC NISP. 2012. Redaksi OCBC NISP. 12 30.
/https://www.ocbcnisp.com/id/article/2021/12/30/maysir-adalah.
Palembang, STEBIS@IGM. 2023. Transaksi Yang Dilarang Dalam Islam. 06 02.
https://stebisigm.ac.id/berita342-Transaksi-yang-dilarang-dalam-Islam.html,.
PT. Bank Muamalat Tbk. 2016. Hal yang dilarang dalam sistem syariah.
www.bankmuamalat.coid.
Rahmawati M. Ag, Kamisnawati. 2015. "SISTEM PERDAGAGAN DALAM PERPESKTIF
EKONOMI ISLAM PADA PUSAT NIAGA DESA BELAWA BARU KEC
MALANGKE." Jurnal Muamalah 112 - 115.
Rifa'i, Muhammad Nasib Ar. 2000. Ringkasan Tfasir Ibnu Katsir Ter. Syihabuddin. Jakarta:
Gema Insani Press.
Sarjono, Ahmad. 2008. Buku Ajar Fiqh. Jakarta: CV. Sindunata.
Uswah. n.d. Universitas Muhammadiyah Surabaya.
/https://www.um-surabaya.ac.id/homepage/news_article?slug=dosen-fai-um-surabaya-
paparkan-hikmah-mengapa-allah-swt-melarang-praktik-riba.
Wahyuni, Afidah. 2010. "Penimbunan Barang Dalam Perspektif Hukum Islam." Al - Iqtishad
160 - 170.

24

Anda mungkin juga menyukai