Kelompok 4:
Syukur Alhamdulillaah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok unuk mata kuliah Ekonomi Syariah, dengan judul: PRAKTIK
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlpas dari bantua banyak
pihak yang dengaan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
menngharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................6
C. Tujuan Penelitian..................................................................................................................6
BAB II.............................................................................................................................................7
PEMBAHASAN..............................................................................................................................7
BAB III..........................................................................................................................................24
PENUTUP.....................................................................................................................................24
A. Kesimpulan.........................................................................................................................24
B. Saran...................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................26
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melakukan kegiatan ekonomi adalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia. Kebutuhan adalah senilai dengan keinginan konsep kepuasan dalam
kebutuhan dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari kajian perilaku konsumen dari
kerangka maqasid syariah (tujuan syariah) harus dapat menentukan tujuan perilaku dalam
Islam. Tujuan syariah dalam Islam adalah mencapai kesejahteraan umat manusia
(maslahat al-ibid).1
Oleh sebab itu, dalam melakukan transaksi perdagangan yang harus diperhatikan adalah
mencari barang yang halal untuk diperjual belikan atau diperdagangkan dengan cara yang
hambanya karena semua manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa sandang,
pangan dan lain-lainnya. Kebutuhan seperti ini tidak pernah terputus dari kehidupan
Disamping itu, juga merupakan anjuran yang memiliki dimensi ibadah. Hal itu
dapat dibuktikan dalam firman Allah Swt dalam QS. Al-A’raf /7 : 102. Kegiatan ekonomi
1
Ruslan Abdullah dan Fasiha, Pengantar Islamic Ekonomic Mengenal Konsep dan Praktek Ekonomi Islam,
(Makassar ; Lumbung Informasi Pendidikan (LIPA), 2013), h. 50
4
dalam pandangan Islam terutama dalam bermu’amalah (jual beli) merupakan tuntunan
kehidupan yang sangat penting, disamping itu juga merupakan anjuran yang memiliki
dimensi ibadah. Sering orang menanamkan jual beli itu dengan nama mu’amalah.
Demikian juga jual beli itu terjadi karena adanya hubungan antara pembeli dan penjual.
Dalam kaitan manusia sebagai makhluk sosial, umat Islam tidak bisa
menghindarkan diri dari proses ekonomi global seperti pada masa sekarang ini, karena ia
merupakan salah satu tolak ukur bagi kesuksesan manusia itu sendiri. Betapa banyak
orang berekonomi lemah di dunia ini yang tersisa dari percaturan kehidupan, bahkan
ditindas dan hampirhampir saja diperbudak oleh yang berekonomi kuat. Ini merupakan
salah satu indikasi yang bisa dijadikan sandaran analisis selanjutnya bagi penyamaan
peran serta umat Islam dalam bidang ekonomi. Mengingat pentingnya ekonomi di dalam
bersabda,”Aku berlindung kepadaMu (ya Allah) dari (malapetaka) kufur dan kefakiran”.
yang bernama perdagangan. Dalam al-Qur’an kata perdagangan juga dapat ditemukan
dalam tiga bentuk. Bentuk kata tersebut, yaitu tijarah (perdagangan), bay’ (menjual) dan
syira’ (membeli). Selain istilah tersebut masih banyak lagi term-term lain yang berkaitan
dengan perdagangan, seperti dayn, amwal, rizq, syirkah, dharb, dan sejumlah perintah
dilaksanakan, demi mencari rezeki yang telah Tuhan berikan kepada manusia, namun
untuk mendapatkan rezeki tersebut harus didukung oleh usaha yang serius dan
5
pengetahuan yang baik, agar rezeki yang dinikmatinya menjadi sesuatu yang baik pula
dalam kehidupannya, di mana hal tersebut termasuk dalam kategori rezeki halalan
thaiyyiban atau yang boleh dan baik untuk digunakan dan bermanfaat oleh manusia.
Namun ada pula beberapa alasan yang dapat mengakibatkan perdagangan itu menjadi
terlarang, jika seandainya hal tersebut hanya akan menyebabkan dampak yang tidak baik
kepada manusia. Oleh karena itu disini penulis mencoba menjelaskan apa saja praktik –
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari praktik perdagangan yang dilarang dalam sistem syariah?
2. apa dasar hukum praktik perdagangan yang dilarang dalam sistem syariah?
3. Apa saja jenis praktik perdagangan yang dilarang dalam sistem syariah?
4. Bagaimana contoh kasus terhadap praktik perdagangan yang dilarang dalam sistem
syariah?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini sebagai berikut:
1. Mengetahui maksud dari praktik perdagangan yang dilarang dalam sistem syariah.
3. Memahami jenis – jenis praktik perdagangan yang dilarang dalam sistem syariah
4. Mengatahui analisa kasus dari praktik perdagangan yang dilarang dalam sistem
syariah
6
BAB II
PEMBAHASAN
Perdagangan yang dilarang dalam sistem syariah adalah perdagangan yang objek
(barang dan/atau jasa) yang ditransaksikan merupakan objek yang haram dan
melanggar hukum juga norma agama Islam.
"Haram" yang berarti tidak diizinkan atau tidak halal dalam Islam, seperti haram
dalam segi zatnya maupun dalam cara transaksinya. Diantaranya termasuk larangan
terhadap prostitusi, penjualan khamr, daging babi, narkoba, transaksi dengan riba
(bunga), gharar (ketidakpastian), maysir (perjudian), dan makan riba (keuntungan
yang diperoleh dari sumber-sumber yang haram).
Sistem syariah mengharamkan perdagangan yang haram karena didasarkan pada
prinsip-prinsip agama yang diturunkan melalui Al-Quran dan Sunnah Nabi. Praktik
perdagangan yang diharamkan dianggap bertentangan dengan nilai-nilai dan ajaran
Islam yang mengedepankan keadilan, kemaslahatan umat, kesucian, dan moralittas,
system syariah sebagai kerangka hukum dan moral islam berusaha menciptakan
tatanan social dan ekonomi yang adil, berkelanjutan dan beretika. Dengan
mengharamkan perdagangan yang haram, system syariah berusaha melindungi
individu, masyarakat, dan nilai-nilai Islam yang dijunjung tinggi. Hal ini juga
merupakan wujud dari kepedulian islam terhadap kesejahteraan lahir dan batin umat
manusia.
Pada prinsipnya, sistem ekonomi dalam berdagang itu bekerja untuk menciptakan
keadilan dan menghilangkan kecurangan dalam berdagang, sebab transaksi dalam
berdagang harus berlandaskan perolehan keuntungan menurut Hukum Islam. Tujuan
dari berdagang menurut hukum Islam adalah untuk menciptakan kemakmuran dan
keadilan dalam kehidupan manusia guna memperoleh kesejahteraan mereka, dan
menghapuskan kesenjangan dalam masyarakat Islam melalui perindustrian kekayaan
7
secara berkesinambungan mengingat bahwa adanya kesenjangan itu sebagai hasil
proses sosial ekonomi yang penting untuk diperbaiki.
Demikian pula dalam tulisan Ibn al-Qayyim yang mengatakan bahwa "Dasar
syariah adalah kebijaksanaan dan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.
Kemaslahatan ini terletak pada keadilan, belas kasihan, kesejahteraan dan
kebijaksanaan yang sempurna. Apa pun yang menyimpang dari keadilan pada
penindasan, dari belas kasihan pada kekerasan, dari kesejahteraan pada kemiskinan,
dan dari kebijaksanaan pada kebodohan adalah sama sekali tidak ada kaitannya
dengan syari'ah"
1. Riba, adalah sesuatu yang lebih, bertambah dan berkembang. Dalam bisnis riba
berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.
8
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. (QS. Al-Baqarah : 278)
“Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang
menzinai ibu kandungnya sendiri.” (HR. Al-Hakim no. 2259).
Majelis Ulama Indonesia melalui Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga
(Interest/Fa'idah) menetapkan praktik pinjaman berbasis bunga hukumnya haram.
2. Maysir
:“Barang siapa yang menyatakan kepada saudaranya , 'mari aku bertaruh denganmu'
maka hendaklah dia bersedekah”. (HR Bukhari-Muslim).
9
Fatwa MUI No. 9 Tahun 2008 tentang larangan tentang judi yang berkedok
perdagangan.
3. Gharar
Gharar adalah transaksi yang mengandung tipuan atau ketidakjelasan dari salah
satu pihak sehingga pihak lain dirugikan. Dalam transaksi keuangan syariah, tidak
boleh ada unsur ketidakjelasan atau ketidakpastian yang berlebihan antara lain terkait
akad, obyek akad, cara penyerahan, maupun cara pembayaran.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu.(QS. An nisa : 5) 2
Hadis Nomor: 2185. Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhriz bin Salamah
Al 'Adani berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari
ubaidullah dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu hurairah ia berkata, “Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam melarang jual beli gharar dan jual beli hashah.”
Fatwa MUI No 1 Tahun 2022 yang mengharamkan penjualan online mystery box di
marketplece yang masuk ke dalam kategori penipuan dalam praktik perdagangan.
Kemudian ada pula yang membahas tentang maqashid al syariah untuk melihat
bagaimana tujuan luhur (maqashid al-syariah) diterapkannya sistem perdagangan
dalam Islam, maka dapat dilihat dari tiga kategori transaksi yang diharamkan dalam
Islam yaitu:
2
SUWARDI/Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Penipuan Belanja
Online/https://www.qureta.com/post/pandangan-hukum-islam-dan-hukum-positif-terhadap-penipuan-belanja-
online/2juni 2023,15.00
10
1. Dilihat dari perdagangan yang terlarang meliputi jenis barang atau zatnya.
Allah dalam hal ini memberikan penekanan untuk menjaga jiwa dan kehidupan
manusia agar tidak memakan makanan yang terlarang (haram), disebabkan dalam
makanan yang masuk kategori haram tersebut, ada tersimpan kemudharatan yang
besar, sehingga dapat merusak jiwanya dan akal, yang dalam jangka panjang boleh
jadi akan merusak agama dan keimanannya, sebagaimana yang tertera dalam Q.S.
surah An-Nahl (16):115.
Memakan makanan yang haram dalam doktrin Islam, apabila dikonsumsi akan
berdampak atau berpengaruh kepada sikap mental seseorang, Secara tegas dikatakan
bahwa makanan yang haram dapat membuat kejelekan budi pekerti seseorang. Secara
medis makanan yang diharamkan dalam Islam ternyata mengandung beberapa
penyakit yang dapat menyebabkan bahaya kepada manusia, misalkan pengharaman
atas babi, terbukti dapat membuat manusia terjangkiti oleh penyakit yang ada pada
Babi tersebut diantaranya yang disebabkan oleh cacing pita.
Dengan melihat hal tersebut, tujuan (maqashid) yang dapat diambil maknanya
adalah ternyata syariat Islam ingin melindungi manusia dari bahaya secara fisik dan
mental manusia, agar tidak rusak karena menyantap makanan yang dapat
menyebabkannya terancam bahaya.
2. Dilihat dari yang terlarang meliputi segala usaha atau objek dagangnya dan
terlarang meliputi cara-cara dagang atau jual beli terlarang.
Manfaat atau hikmah yang dapat ditarik dari pengharaman dalam proses jual beli,
yaitu Islam ingin melindungi umat manusia agar tidak terjerembab kepada kejahatan
sosial, misalnya dalam hal melakukan transaksi dengan cara penipuan dan adanya
unsur riba. Dari segi sosiologi ini dapat dikatakan sebuah patologi di masyarakat, di
mana di satu pihak ada anggota masyarakat yang mengambil dan mendapatkan
keuntungan dengan kelebihan-kelebihan yang sesungguhnya tidak diinginkan oleh
pihak yang lainnya.
Di samping itu pula, bahwa dengan cara-cara yang terlarang perdagangan dapat
mengakibatkan terhambatnya sistem ekonomi menjadi tidak lancar, yang dipicu dari
11
jeranya satu pihak untuk bertransaksi dikemudian hari dengan pihak yang telah
menipu atau menarik keuntungan yang besar tanpa adanya kerelaan dari pihak
lainnya. Oleh karena itu, Islam menginginkan adanya fair play dalam segala bidang
dan sendi kehidupan manusia, tujuannya yaitu agar iman (keyakinan), jiwa (badan),
akal, keturunan dan harta (property) dapat terjaga dan terpelihara, dan inilah yang
paling luhur dari diselenggarakannya syariat Islam.
Dalam perdagangan, kesepakatan dan kerelaan (adanya unsur suka sama suka)
sangat ditekankan untuk dilaksanakan atau yang dikenal dengan sebutan antaradhin
minkum sebagaimana yang tercantum dalam Q.S. An-Nisa’(4): 29 :
ٰ ٓياَيها الَّذيْنَ ٰامنُوا اَل تَْأ ُكلُ ٓوا اَموالَ ُكم بينَ ُكم با ْلباطل آاَّل اَنْ تَ ُكونَ تجارةً عَنْ تَراض م ْن ُكم ۗ واَل تَ ْقتُلُ ٓوا اَ ْنفُس ُكم ۗ انَّ هّٰللا
َ ِ ْ َ ْ َ ْ ِّ ٍ َ َ َِ ْ ِ ِ ِ َ ِ ْ َْ ْ َ ْ ْ ْ َ ِ َ ُّ
َكانَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
diantara kamu” (Q.S. An-Nisa’ (4): 29)
12
Namun demikian, hanya dengan kesepakatan dan kerelaan yang berpangkal dari
suka sama suka saja, tidak menjamin transaksi dapat dinyatakan sah dalam Islam
yang mengatur adanya praktik perdagangan yang dibolehkan dan tidak dibolehkan.3
Adapun jika digolongkan, maka jenis praktik perdagangan yang dilarang dalam
sistem syariah yakni sebagai berikut :4
a. Tadlis, yaitu sebuah situasi di mana salah satu dari pihak yang bertransaksi berusaha
untuk menyembunyikan informasi dari pihak yang lain (unknown to one party) dengan
maksud untuk menipu pihak tersebut atas ketidaktahuan akan informasi objek yang
diperjualbelikan. Hal ini bisa penipuan berbentuk kuantitas (quantity), kualitas (quality),
harga (price), ataupun waktu penyerahan (time of delivery) atas objek yang
ditransaksikan. Sebagai contoh : apabila kita menjual hp second dengan kondisi baterai
yang sudah sangat lemah, ketika kita menjual hp tersebut tanpa memberitahukan
(menutupi) kepada pihak pembeli, maka transaksi yang kita lakukan menjadi haram
hukumnya.
13
tajam di pasar. Ketika harga telah naik, produsen tersebut akan menjual barang tersebut
dengan mengambil keuntungan yang berlimpah. Sebagai contoh: ketika akan dirumorkan
oleh pemerintah bahwa tarif bbm akan dinaikan, maka marak terjadinya penimbunan bbm
oleh para penjual nakal. Hal ini mereka lakukan agar dapat menjual bbm dengan tarif
yang sudah dinaikkan, sehingga mereka mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
d. Taghrir (Gharar), yaitu menurut mahzab Imam Safi`e seperti dalam kitab Qalyubi wa
Umairah: Al-ghararu manthawwats `annaa `aaqibatuhu awmaataroddada baina amroini
aghlabuhuma wa akhwafuhumaa. Artinya: “gharar itu adalah apa-apa yang akibatnya
tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling mungkin muncul adalah yang
paling kita takuti”. Wahbah al-Zuhaili memberi pengertian tentang gharar sebagai al-
khatar dan altaghrir, yang artinya penampilan yang menimbulkan kerusakan (harta) atau
sesuatu yang tampaknya menyenangkan tetapi hakekatnya menimbulkan kebencian, oleh
karena itu dikatakan: al-dunya mata`ul ghuruur artinya dunia itu adalah kesenangan yang
menipu. Dengan demikian menurut bahasa, arti gharar adalah al-khida` (penipuan),
suatu tindakan yang didalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.
Gharar dari segi fiqih berarti penipuan dan tidak mengetahui barang yang
diperjualbelikan dan tidak dapat diserahkan. Gharar terjadi apabila, kedua belah pihak
saling tidak mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan menimpa, apakah
minggu depan, tahun depan, dan sebagainya. Ini adalah suatu kontrak yang dibuat
berasaskan andaian (ihtimal) semata. Inilah yang disebut gharar (ketidak jelasan) yang
14
dilarang dalam Islam, kehebatan sistem Islam dalam bisnis sangat menekankan hal ini,
agar kedua belah pihak tidak didzalimi atau terdzalimi. Karena itu Islam mensyaratkan
beberapa syarat sahnya jual beli, yang tanpanya jual beli dan kontrak menjadi rusak,
diantara syarat-syarat tersebut adalah: Timbangan yang jelas (diketahui dengan jelas berat
jenis yang ditimbang) Barang dan harga yang jelas dan dimaklumi (tidak boleh harga
yang majhul (tidak diketahui ketika beli). Mempunyai tempo tangguh yang dimaklumi
Ridha kedua belah pihak terhadap bisnis yang dijalankan. Imam an-Nawawi menyatakan,
larangan gharar dalam bisnis Islam mempunyai perananan yang begitu hebat dalam
menjamin keadilan, jika kedua belah pihak saling meridhai, kontrak tadi secara dztnya
tetap termasuk dalam kategori bay’ al-gharar yang diharamkkan. Secara umum, bentuk
Gharar dapat dibagi menjadi 4 :
3) Gharar dalam harga, misalnya Tn. A menjual motornya kepada Tn. B dengan
harga Rp 8.000.000 jika dibayar lunas dan Rp 10.000.000 jika dicicil selama 10
bulan. Pada kasus ini, tidak ada kejelasan mengenai harga mana yang dipakai.
Bagaimana jika Tn. B dapat melunasi motornya dalam waktu kurang dari 10
bulan? Harga mana yang akan dipakai? Hal inilah yang menjadi suatu
ketidakpastian dalam transaksi.
15
di pasaran. Suatu saat, handphone tersebut hilang. Miro menawarkan Basti untuk
membeli handphone tersebut seharga Rp 1.500.000 dan barang akan segera
diserahkan begitu ditemukan. Dalam kasus ini, tidak ada kepastian mengenai
kapan handphone tersebut akan ditemukan, dan bahkan mungkin tidak akan
ditemukan. Hal ini menimbulkan gharar dalam waktu penyerahan barang
transaksi.
e. Bai’ Al Mudtarr, yaitu jual beli dan pertukaran dimana salah satu pihak dalam keadaan
sangat memerlukan (in the state of emergency) sehingga sangat mungkin terjadi
eksploitasi oleh pihak yang kuat sehingga terjadi transaksi yang hanya menguntungkan
sebelah pihak dan merugikan pihak lainnya.
f. Ikrah, yaitu segala bentuk tekanan dan pemaksaan dari salah satu pihak untuk
melakukan suatu akad tertentu sehingga menghapus komponen mutual free consent. Jenis
pemaksaan dapat berupa acaman fisik atau memanfaatkan keadaan seseorang yang
sedang butuh atau the state of emergency. Imam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa
dalam keadaan darurat (state of emergency) seseorang yang memilik stock barang yang
dibutuhkan orang banyak harus diperintahkan untuk menjualnya dengan harga pasar, jika
dia enggan melakukannya pihak berkuasa dapat memaksanya untuk melakukan hal
tersebut demi menyelamatkan nyawa orang banyak.
g. Ghish, yaitu menyembunyikan fakta-fakta yang seharusnya diketahui oleh pihak yang
terkait dalam akad sehingga mereka dapat melakukan kehati-hatian (prudent) dalam
melindungi kepentingannya sebelum terjadi transaksi yang mengikat. Dalam Common
Law akad seperti ini dikenal dengan sebutan Akad Uberrime Fidae Contract dimana
semua jenis informasi yang seharusnya diketahui oleh pelanggan sama sekali tidak boleh
disembunyikan. Jika ada salah satu informasi berkenaan dengan subject matter akad tidak
disampaikan, maka pihak pembeli dapat memilih opsi membatalkan transaksi tersebut.
h. Ghabn, yaitu dimana si penjual memberikan tawaran harga diatas rata-rata harga pasar
(market price) tanpa disadari oleh pihak pembeli. Terdapat ada dua jenis Ghabn yakni:
16
1) Ghabn Qalil, adalah jenis perbedaan harga barang yang tidak terlalu jauh
antara harga pasar dan harga penawaran dan masih dalam kategori yang dapat
dimaklumi oleh pihak pembeli.
2) Ghabn Fahish, adalah perbedaan harga penawaran dan harga pasar yang
cukup jauh bedanya.
j. Riba, yaitu tambahan yang disyaratkan dalam tarnsaksi bisnis tanpa adanya pengganti
(iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Dalam pengertian lain, secara
linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah teknis, riba
berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa
pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang
menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli
maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat
dalam Islam. Al-Quran dan Sunnah telah banyak yang menjelaskan keharaman riba
dalam berbagai bentuknya dan seberapun banyak ia dipungut, seperti pada Q.S Al
Baqarah (2): 275:
س َذلِ َك ِبَأنَّ ُه ْم قَالُوا ِإنَّ َما ا ْلبَ ْي ُع ِم ْث ُل ال ِّربا َّ الَّ ِذينَ َيْأ ُكلُونَ ال ِّربا ال يَقُو ُمونَ ِإاَّل َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي َيت ََخبَّطُهُ ال
َ ش ْي
ِّ طانُ ِمنَ ا ْل َم
سلَفَ َوَأ ْم ُرهُ ِإلَى هَّللا ِ َو َمنْ عَا َد فَُأولَِئ َك َ َوَأ َح َّل هَّللا ُ ا ْلبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّربا فَ َمنْ َجا َءهُ َم ْو ِعظَةٌ ِمنْ َربِّ ِه فَا ْنتَ َهى فَلَهُ َما
َاب النَّا ِر ُه ْم فِي َها َخالِدُون ْ َأ
ُ ص َح
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat),
17
“Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya
apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (Q.S Al Baqarah (2):
275)
Adapun contoh kasus praktik perdagangan yang dilarang oleh islam. Islam
mengajarkan kepada umatnya agar tolong menolong, salah satu contohnya
adalah dalam bentuk jual beli. Namun jual beli itu jangan sampai merugikan dan
menyengsarakan orang lain. Contoh jual beli yang merugikan adalah sistem riba
yang mengandung unsur kelebihan dan tambahan tanpa ada ada ganti atau imbalan
yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang melakukan transaksi/ akad.
5
Perdagangan atau jual beli dapat terjadi dimana saja, tidak hanya terjadi didalam
pasar tetapi juga pada tempat yang dinilai bisa untuk berjual beli. Pasar merupakan
suatu wadah yang di dalamnya sebagai tempat pertemuan atau interaksi antara
penjual dan pembeli dengan sistem perdagangan. 6 Di sisi lain, kita dihadapkan pada
suatu kenyataan bahwa praktek riba yang merambah ke berbagai negara ini sulit
diberantas, sehingga berbagai penguasa terpaksa dilakukan pengaturan dan
pembatasan terhadap bisnis pembungaan uang. Perdebatan panjang di kalangan ahli
fikih tentang riba belum menemukan titik temu. Sebab mereka masing-masing
5
Ahmad Sarjono, Buku ajar Fiqh. Jakarta :CV.Sindunata, 2008, 45
6
A. Zainuddin, Muhammad Jamhari, Al-Islam 2, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999, hal.11
18
memiliki alasan yang kuat. Akhirnya timbul berbagai pendapat yang bermacam-
macam tentang bunga dan riba.
Jual beli merupakan sebuah transaksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak,
yakni penjual dan pembeli dalam hal pemindahan hak pemilikan suatu benda yang
didahului dengan akad dan penyerahan sejumlah uang yang telah ditentukan. Islam
melarang memakan harta yang diperoleh dengan jalan bathil, serta menyuruh mencari
harta dengan cara yang halal, antara lain dengan cara jual beli.
Jual beli merupakan perwujudan dari hubungan antara sesama manusia sehari-
hari, sebagaimana telah diketahui bahwa agama Islam mensyariatkan jual beli dengan
baik tanpa ada unsur kesamaran, penipuan, riba dan sebagainya. Jual beli dilakukan
atas dasar suka sama suka diantara kedua belah pihak. Islam mengharamkan seluruh
macam penipuan, baik dalam masalah jual beli, maupun dalam seluruh macam
mu’amalah. Seorang muslim dituntut untuk berlaku jujur dalam seluruh urusannya,
sebab keikhlasan dalam beragama nilainya lebih tinggi daripada seluruh usaha
duniawi.
Salah satu macam penipuan ialah mengurangi takaran dan timbangan. Oleh
karena itu setiap muslim harus berusaha sekuat tenaga untuk berlaku adil (jujur),
sebab keadilan yang sebenarnya jarang bisa diwujudkan. Jual beli seperti ini adalah
suatu contoh yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim dalam kehidupannya,
pergaulannya, dan muamalahnya. Mereka tidak diperkenankan menakar dengan dua
takaran atau menimbang dengan dua timbangan. Timbangan pribadi dan timbangan
untuk umum, timbangan yang menguntungkan diri dan orang yang disenanginya, dan
timbangan untuk orang lain. Kalau untuk dirinya sendiri dan pengikutnya dia penuhi
timbangan, tetapi untuk orang lain dia kuranginya. Bagi orang yang berani melakukan
kecurangan dalam menakar atau menimbang akan memperoleh kehinaan kelak di hari
kiamat. Perilaku tersebut sering dijumpai di pasar-pasar tradisional maupun di toko-
toko.
19
menolak segala kerusakan. Islam memberikan prioritas yang tinggi kepada akal
manusia untuk menganalisa hukum-hukum syara’, meneliti perkembangan dengan
berpedoman pada nash-nash yang telah ada supaya hukum Islam bersifat elastis.
Ekonomi Islam yang menjadi pedoman utama adalah petunjuk Allah berupa wahyu
(Al-Qur’an), Al-Sunnah, Ijma’, Qiyas dan Ijtihad serta ayat-ayat Qauniyah yang
beterbangan di jagad raya. Ekonomi Islam yang menjadi pedoman utama adalah
petunjuk Allah berupa wahyu (Al-Qur’an), Al Sunnah, Ijma’, Qiyas dan Ijtihad serta
ayat-ayat Qauniyah yang beterbangan di jagad raya. 7
Timbangan dan takaran adalah jenis alat pengukuran barang yang paling umum
dalam perdagangan dan jual beli. Bahkan, beberapa barang yang biasanya diameter
atau dihitung satuannya juga diperjualbelikan dengan timbangan atau takaran,
misalnya kain kiloan, telor kiloan, ayam kiloan, dan lain sebagainya. Namun dalam
kenyataan tidak semua pedagang berlaku jujur dalam menimbang, Menakar atau
mengukur.8
7
Akhmad Mudjahidin, Ekonomi Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo, 2007, hal. 10
8
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, Edisi Revisi, Cet.2, hal.145
20
Selanjutnya Allah SWT berfirman seraya memberi ancaman kepada mereka,
“Tidakkah orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan,
pada suatu hari yang besar.” Yakni, apakah orang-orang seperti itu tidak takut akan
hari kebangkitan dan berdiri di hadapan Zat Yang Maha Mengetahui rahasia dan
bisikan hati, untuk dimintai pertanggungjawaban atas setiap aktivitasnya. Pada hari
yang sangat mengerikan itu, banyak hal yang menakutkan, dan semua permasalahan
menjadi terang. Dan, orang yang malang di hari itu akan masuk neraka yang panas.9
Perilaku pedagang mengenai timbangan di pasar Bandar ini merupakan salah satu
kecurangan/kenakalan dari pedagang yang ingin mendapatkan keuntungan lebih
dalam berjual beli dagangannya. Yaitu dengan memberi sebuah ganjalan di bawah
timbangan yanggunanya untuk mengurangi berat barang. Kecurangan-kecurangan
pedagang dalam jual beli di pasar Bandar ini sudah lama terjadi dan hal tersebut
membuat pembeli menjadi resah. Dari hasil observasi langsung kepada pedagang
untuk mengetahui seberapa tepatkah timbangan yang sebenarnya maka penulis
mengambil sebuah sampel yaitu dengan cara membeli beberapa macam barang satu
kilogram kemudian barang yang dibeli tadi dicek atau ditimbang kembali.
9
Muhammad Nasib Ar Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, terj.Syihabuddin (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 931-
932.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
` Kegiatan berdagang dan jual beli telah dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW
dan diperbolehkan juga di dalam Al – Qur’an. Dalam al-Qur’an kata perdagangan juga
dapat ditemukan dalam tiga bentuk. Bentuk kata tersebut, yaitu tijarah (perdagangan),
bay’ (menjual) dan syira’ (membeli). Selain istilah tersebut masih banyak lagi term-term
lain yang berkaitan dengan perdagangan, seperti dayn, amwal, rizq, syirkah, dharb, dan
sejumlah perintah melakukan perdagangan global (Qs. al-Jum;ah: 9).
Namun islam hanya memperbolehkan kegiatan berdagang yang adil dan halal,
dalam berdagang pun ada ketentuan – ketentuan yang harus dipahami agar sesuai dengan
prinsip – prinsip sistem syariah. Sistem syariah mengharamkan perdagangan yang haram
karena didasarkan pada prinsip-prinsip agama yang diturunkan melalui Al-Quran dan
Sunnah Nabi.
B. Saran
22
Sebagai pedagang sudah seharusnya berlaku jujur dalam berdagang, karena jika
pedagang tidak jujur dengan pembeli maka barang yang dijualnya tidak berkah. Selain
itu, perilaku seperti itu akan membuat kepercayaan pelanggan menurun yang berakibat
pelanggan lain menjadi resah dan sudah seharusnya sebagai umat muslim kita harus
menerapkan prinsip – prinsip syariah dalam perdagangan. Pembeli juga diharuskan untuk
berhati – hati serta teliti agar tidak tertipu dengan pedagang yang curang.
23
DAFTAR PUSTAKA
24