Anda di halaman 1dari 13

AYAT DAN HADITS YANG BERKAITAN DENGAN

KONSUMSI
Diajukan untuk memenuhi tugas struktur Mata Kuliah Ayat dan Hadist Ekonomi

Dosen pengampu : Mohammad Yahdi, S.Hi, M.Sh

Disusun oleh :

Laela Wulan (2108205161)

Raihan Fadhlur Rachman (2108205168)

Feliah (2108205173)

AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH EKONOMI ISLAM

IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Ayat Dan Hadits yang
berkaitan dengan Konsumsi ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan dari makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Ayat Dan Hadits Ekonomi. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Ayat Dan Hadits yang
berkaitan dengan Konsumsi bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Mohammad Yahdi, S.Hi, M.Sh selaku
dosen mata kuliah Ayat Dan Hadits Ekonomi yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.

Selasa, 04 April 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.................................................................................................................................3
A. Latar Belakang...........................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................3
C. Tujuan........................................................................................................................................3
BAB II...................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN....................................................................................................................................4
1. Ayat tentang Konsumsi .............................................................................................................4
2. Pengertian Konsumsi.................................................................................................................7
3. Etika dalam Konsumsi Islam.....................................................................................................9
4. Etika dalam Konsumsi Islam.......................................................................................................9
5. Etika dalam Konsumsi Islam.......................................................................................................9
6. Etika dalam Konsumsi Islam.......................................................................................................9
7. Etika dalam Konsumsi Islam.......................................................................................................9
BAB III................................................................................................................................................11
PENUTUP...........................................................................................................................................11
1. Kesimpulan..............................................................................................................................11
REFRENSI..........................................................................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekonomi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting bagi umat manusia, di
sanalah umat manusia melakukan sebagian besar aktifitasnya. Banyak sekali contoh
dalam kegiatan ekonomi seperti berjualan, membuka usaha, bekerja sebagai pegawai,
membeli barang kebutuhan dan banyak hal lainnya yang berkaitan dengan ekonomi

Banyak sekali elemen yang ada pada ekonomi, baik itu masyarakat, perusahaan,
ataupun pemerintah, semua elemen berperan penting dalam suatu pertumbuhan ekonomi.
Dalam islam banyak sekali nilai-nilai ekonomi yang dapat di terapkan dalam kehidupan
sehari-hari.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaiman nilai-nilai ekonomi dalam perspektif islam ?


2. Bagaimana hukum perdagangan dengan landasan prinsip jujur?
3. Bagaimana etika berbisnis dalam islam ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai ekonomi dalam perfektif islam


2. Untuk mengetahui seperti apa perdagangan dengan landsasan prinsip jujur
3. Untuk mengetahui seperti apa etika berbisnis dlam islam
BAB II

PEMBAHASAN

1. Nilai-Nilai Ekonomi dalam Perspektif Islam

Menurut kamus besar bahasa Indonesia nilai berarti harga. Dalam konteks yang
berbeda, nilai memiliki makna yang berbeda yaitu kadar, misalnya nilai gizi pada setiap
makanan itu berbeda. Apabila dilihat dari segi akademik nilai berarti angka kepandaian,
nilai yang diperoleh dari rata-rata mata pelajaran. Pengertian ini tidak secara eksplisit
menyebutkan ciri-ciri spesifik seperti norma, keyakinan, cara sifat, dan ciri-ciri yang lain.

Namun defenisi tersebut menawarkan pertimbangan nilai bagi yang akan


menganutnya. Seseorang dapat memilih suatu nilai sebagai dasar untuk berperilaku
berdasarkan keyakinan yang seseorang miliki, guna memperoleh pengertian mengenai
nilai-nilai Islam, selanjutnya penulis akan mendefenisikan tentang agama, karena Islam
merupakan salah satu agama. Dalam bahasa latin agama diucapkan dengan kata religios,
sedangkan dalam bahasa Belanda dikenal dengan kata religie. kata ini berasal dari “re”
dan “eligare”, yang berarti memilih kembali, yakni memilih kembali ke jalan Tuhan
setelah sebelumnya berada dijalan yang sesat.

Nilai-nilai Islam merupakan konsep dan keyakinan yang dijunjung tinggi oleh
manusia tentang masalah utama yang ada kaitannya dengan Islam agar dapat dijadikan
sebagai landasan dalam bertingkah laku, baik nilai yang bersumber dari Allah SWT
maupun hasil dari integrasi manusia tanpa bertentangan dengan syariat. Nilai yang
dikandung Agama Islam memiliki cakupan pembahasan yang sangat luas karena Agama
Islam membahas tentang keseluruhan hidup manusia dari berbagai aspek kehidupan atau
universal, sehingga seluruh kehidupan manusia dan aktivitas manusia harus sesuai dengan
agama, agar supaya manusia mampu mendapatkan keselamatan dan juga kebahagiaan
dunia akhirat. Agama juga merupakan pembentuk system nilai dalam diri individu.

Di bawah ini akan dijelaskan mengenai nilai-nilai ekonomi dalam perspektif Islam,
yaitu:

a. Tauhid (Keesaan Tuhan)


Tauhid adalah landasan yang paling utama dalam ajaran Islam. Tauhid membentuk
tiga landasan utama filsafat Ekonomi Islam, seperti:
Pertama, menurut QS. Al-Maidah: 20 dan QS. Al-Baqarah: 6 yang artinya
“dunia dan segala isinya adalah milik Allah SWT dan berjalan menurut kehendakNya.
Manusia diciptakan oleh Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi untuk menjaga
bumi dan tidak merusaknya. Selain menjadi khalifah, manusia juga diamanahkan
untuk mengelola bumi dan harus tunduk dalam menjalankan amanah tersebut sesuai
dengan hukum-Nya. Manusia tidak boleh menganggap amanah tersebut sebagai
kepemilikan secara mutlak karena apabila itu terjadi maka manusia dianggap telah
ingkar kepada hukum Allah. Kedua,
Berdasarkan QS. Al-An’am: 142-145, QS. An-Nahl: 10-16, QS. Faathir: 27-
29, QS. Az-Zumar: 21 Allah SWT berfirman yang artinya “Allah SWT adalah
pencipta semua makhluk dan semua makhluk tunduk kepada-Nya”. Dalam pandangan
Islam, kehidupan dunia ini hanyalah sementara yang di dalamnya terdapat ujian.
Allah akan memberikan banyak ujian berupa dan kenikmatan terhadap siapa saja yang
dikehendaki-Nya dengan tujuan agar mereka yang diberikan kelebihan kenikmatan
senantiasa bersyukur kepada Allah sang pemberi rejeki sedangkan ketidakmerataan
nikmat ini diberikan untuk menguji manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia
ini. Sehingga tumbuh beberapa aktivitas ekonomi yang merata secara egaliter.
Ketiga, mengimani hari akhir (kiamat) secara horizontal akan berdampak pada
perilaku manusia dalam melakukan aktivitas ekonomi. Seperti apabila seorang
muslim ingin melakukan aktivitas ekonomi secara tertentu, maka akan dipikirkan
akibatnya terlebih dahulu sebelum dikerjakannya. Hal tersebut dimaksudkan agar
setiap muslim dalam melakukan kegiatan ekonomi harus memikirkan baik buruknya
setiap akan melakukan segala sesuatu agar tidak tertipu oleh tipuan duniawi.
b. Adl (Keadilan)
Allah merupakan Sang Maha Pencipta terhadap segala sesuatu yang ada di
dunia ini. Salah satu sifat Allah yaitu ‘adl (keadilan) menganggap bahwa semua
manusia itu sama di hadapan-Nya dan memiliki kesempatan yang sama untuk
melakukan suatu kebajikan, dan yang membedakan manusia hanyalah tingkat
ketaqwaannya kepada Allah SWT. Penerapan keadilan Allah dalam ekonomi Islam
adalah pemenuhan kebutuhan pokok terhadap manusia, distribusi pendapatan yang
secara merata, sumber pendapatan yang terhormat, pertumbuhan dan stabilitas
ekonomi (Karim, 2003: 8-9).
Hal tersebut tersirat dalam QS. Al-An’am yaitu Allah memerintahkan kepada
manusia untuk bertindak adil terhadap segala hal, terkhusus kepada mereka yang
diamanahkan dalam mengemban kekuasaan dan mereka yang senantiasa terkait
dengan transaksional bermu’amalah atau berniaga (Nuruddin, 1994: 233). Adil ialah
prinsip dasar dalam setiap mu’amalah. Adil menurut Islam berasal dari kata ‘adl yang
secara harfiah berarti suatu gabungan nilai-nilai moral dan sosial yang menunjukkan
kejujuran, kesederhanaan dan keterbukaan. Islam mengorientasikan manusia agar
memiliki sikap yang seimbang dan adil dalam konteks hubungan antara manusia baik
dengsan diri sendiri maupun dengan orang lain, yang mampu dengan lingkungan dan
setiap konsumen. Prinsip keadilan yang dimaksud dalam ekonomi Islam adalah
pemenuhan kebutuhan pokok yang merata bagi setiap masyarakat, sehingga ekonomi
dapat tumbuh dengan stabil (Karim, 2003: 8-9).
c. Nubuwwah (Kenabian)
Berdasarkan kecintaan, kasih, sayang, dan kebijaksanaan Allah terhadap
seluruh manusia sehingga tidak dibiarkan hidup dengan seenaknya di dunia ini tanpa
bimbingan dan petunjuk dari Allah. Oleh karena itu, diutuslah paraNabi beserta
Rasul-Nya sebagai pedoman yang harus diikuti oleh manusia agar selamat dalam
mengarungi kehidupan dunia dan senantiasa mendapat ridho dari Allah. Rasul
mempunyai banyak tugas dari Allah, salah satunya adalah menjadi panutan terbaik
untuk manusia agar manusia memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Hal ini
sesuai dengan sabda Rasulullah yang artinya “Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia” (Shahih Bukhari).
Selanjutnya Allah menegaskan dalam QS. Al-Qalam: 4 yang artinya “Dan
sesungguhnya kamu kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”,
dalam QS. AlAhzab: 21 yang artinya “sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyembah Allah.
Dari hadis dan ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku ekonomi dan
bisnis haruslah manusia mencontohi Nabi Muhammad. Nabi Muhammad merupakan
nabi penutup dan penyempurna dalam ajaran Islam, sehingga Nabi Muhammad
memiliki empat sifat yang harus dicontohi oleh manusia yang lainnya yakni segala
tindakan maupun perilaku yang dilakukan dalam kehidupan sehari-harinya termasuk
aktivitas ekonomi dan bisnis serta kepemimpinan.
Beliau juga sangat berpengalaman dalam berdagang, di bawah ini akan
dijelaskan empat sifat Nabi Muhammad dalam aktivitas ekonomi dan bisnis yaitu:
Pertama Shiddiq artinya jujur dengan kata lain merupakan perilaku yang didasarkan
pada upaya menjadi seorang entrepreneur yang dapat di percaya. Dengan kata lain,
jujur adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan kebenaran. Jujur adalah lawan
kata dari kidzb (bohong atau dusta). Dengan demikian, jujur berarti keselarasan antara
berita dengan kenyataan yang ada. Sifat jujur merupakan sifat para nabi dan rasul
yang diturunkan oleh Allah SWT dengan membawa cahaya penerang bagi umat di
zamannya masing-masing. Nabi dan rasul datang dengan metode (syariah) yang
bermacam-macam, tetapi sama-sama menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran.
Kejujuran tidak hanya pada ucapan, tetapi juga pada perbuatan. Sebagaimana
seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada
batinnya. Seseorang yang berbuat riya‟ tidaklah dikatakan sebagai orang yang jujur
karena dia telah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dia
sembunyikan (di dalam batinnya).

2. Hukum Perdagangan Landasan dengan Prinsip Jujur

Hal yang mendasari setiap perbuatan itu dilandaskan pada sumber-sumber hukum
yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Dengan demikian perdagangan dalam Islam
juga berdasar dari landasan hukum tersebut. Al-Qur‟an memberi motivasi untuk berbisnis
pada ayat berikut:

Yang artinya “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan)
dari Tuhanmu.” (QS Al-Baqarah [2]: 198).
Selanjutnya dari QS Al-Jumu’ah [62]: 10

yang artinya.” Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di


muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyakbanyaknya supaya
kamu beruntung.” (QS AlJumu‟ah [62]: 10).
Dalam melakukan transaksi perdagangan, Allah memerintahkan agar manusia
melakukan dengan jujur dan adil. Tata tertib perniagaan ini dijelaskan oleh Allah seperti
tercantum dalam QS Al-Syu‟ara (26): 181-183, QS Huud (11): 84-85, demikian pula
dalam QS Al-An‟am (6): 152, yang mengatur tentang takaran dan timbangan dalam
perniagaan. QS Al-Syu’ara (26): 181-183 yang berbunyi:

Kedua amanah merupakan kepercayaan atau seseorang yang dapat dipercaya apabila
diberikan amanah dalam melakukan kegiatan ekonomi dan bisnis, seseorang haruslah
dapat dipercaya agar aktivitas ekonomi dan bisnis dapat berjalan dengan baik.
Ketiga Fathanah merupakan kecerdasan, profesionalitas, intelektualitas, dan
kebijaksanaan. Sifat ini dapat dijadikan sebagai strategi hidup agar dapat mengoptimalkan
segala potensi yang Allah berikan kepada manusia. Apabila dalam berbisnis manusia
menggunakan akal pikirannya atau kecerdasannya dengan baik maka ia akan mampu
menjalankan sikap profesionalitas dan mencapai tujuannya dengan baik.
Keempat tabligh yaitu komunikatif, marketable atau transparansi harus dimiliki oleh
manusia dalam menjalankan aktivitas ekonomi dan bisnisnya. Komunikasi merupakan hal
yang paling penting dalam berprilaku ekonomi. Seorang pelaku ekonomi harus mampu
menggerakkan, mempengaruhi, melarang, bahkan menghukum agar karyawan sesuai
dengan prosedur dan tidak boleh juga seenaknya menghukum karyawan agar bekerja
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya agar mendapatkan ridha dari
Allah SWT. Pedagang syariah harus bersikap khidmah yakni melayani dengan baik.
Kegiatan melayani dan membantu pelanggan dalam Islam berorientasi pada sikap
ta’awun (tolong menolong) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis, pada dasarnya,
berbisnis bukan hanya mencari keuntungan material semata, tetapi juga didasari
kesadaran untuk memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.

3. Etika Islam Dalam Praktek Bisnis

Dalam perkembangan kontemporer ini, dunia Islam sedang melewati salah satu fase
sejarah dunia yaitu masa krisis global. Di tengah krisis global dengan sistem kontemporer
yang bebas nilai dan hampa nilai, dominasi pusaran faham kapitalis dan sosialis, maka
Islam sebagai suatu sistem yang mampu memberikan daya tawar positif, dengan
menanamkan prinsip tauhid dan menghaditkan nilai- nilai efika dan moral yang lengkap
serta mengajarkan semua dimensi kehidupan. Dalam Islam diajarkan nilai-nilai dasar
ekonomi yang bersumber pada ajaran tauhid.

Islam lebih dari sekedar nilai-nilai dasar etika ekonomi, seperti: keseimbangan,
kesatuan, tanggung jawab dan keadilan, tetapi juga memuat keseluruhan nilai-nilai yang
fundamental serta norma-norma yang substansial agar dapat diterapkan dalam operasional
lembaga ekonomi Islam di masyarakat. Pembangunan ekonomi Islam dibangun
berdasarkan prinsip tauhid dan etika serta mengacu pada tujuan syari’at (maqashidal-
syari’ah) yaitu memelihara iman (faith), hidup (life), nalar (intellect), keturunan
(posterity) dan kekayaan (wealth). Konsep ini menjelaskan bahwa sistem ekonomi
hendaknya dibangun berawal dari suatu keyakinan (iman) dan berakhir dengan kekayaan
(property).

Sistem ekonomi Islam mengutamakan aspek hukum dan etika yakni adanya keharusan
menerapkan prinsip-prinsip hukum dan etika bisnis yang Islami, antara lain: Prinsip
ibadah (al-tauhid), persamaan (al-musawat), kebebasan (al-hurrijat), keadilan (al-’adl),
tolong-menolong (alta’awun) dan toleransi (al-tasamuh). Prinsip-prinsip tersebut
merupakan pijakan dasar dalam sistem ekonomi Islam, sedangkan etika bisnis mengatur
aspek hukum kepemilikan, pengelolaan dan pendistribusian harta, yakni menolak
monopoli, eksploitasi dan diskriminasi serta menuntut keseimbangan antara hak dan
kewajiban. Untuk memperoleh keberkahan dalam jual beli, Islam mengajarkan
prinsipprinsip etis sebagai berikut:
a. menjual barang yang halal. Dalam salah satu hadits Nabi menyatakan bahwa Allah
mengharamkan sesuatu barang, maka haram pula harganya (diperjualbelikan).
b. Menjual barang yang baik mutunya. Dalam berbagai hadits Rasulullah melarang
menjual buah-buahan hingga jelas baiknya.
c. Jangan menyembunyikan cacat barang. Salah satu sumber hilangnya keberkahan jual
beli, jika seseorang menjual barang yang cacat yang disembunyikan cacatnya.
d. Jangan main sumpah. Ada kebiasaan pedagang untuk meyakinkan pembelinya dengan
jalan main sumpah agar dagangannya laris. Dalam hal ini Rasul memperingatkan:
“Sumpah itu melariskan dagangan, tetapi menghapuskan keberkahan”. (HR Bukhari).
e. Longgar dan bermurah hati. Sabda Rasulallah: “Allah mengasihi orang yang
bermurah hati waktu menjual, waktu membeli dan waktu menagih hutang”. (H.R.
Bukhari). Kemudian dalam hadits lain Abu Hurairah memberitakan bahwa Rasulullah
bersabda: “ada seorang pedagang yang mempiutangi orang banyak. Apabila
dilihatnya orang yang ditagih itu dalam dalam kesem-pitan, dia perintahkan kepada
pembantu-pembantunya.”
f. Jangan menyaingi kawan. Rasulullah telah bersabda: “Janganlah kamu menjual
dengan menyaingi dagangan saudaranya”.
g. Mencatat hutang piutang. Dalam dunia bisnis lazim terjadi pinjam-meminjam.
h. Larangan riba sebagaimana Allah telah berfirman: “Allah menghapuskan riba dan
menyempurnakan kebaikan shadaqah. Dan Allah tidak suka kepada orang yang tetap
membangkang dalam bergelimang dosa”.
i. Anjuran berzakat, yakni menghitung dan mengeluarkan zakat barang dagangan setiap
tahun sebanyak 2,5% sebagai salah satu cara untuk membersihkan harta yang
diperoleh dari hasil usaha
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Nilai – nilai ekonomi dalam pandangan islam memiliki tujuan agar terjadi
keseimbangan dalam kehidupan manusia, ekonomi silam mempunyai norma dan nilai –
nilai islam bukan hanya untuk muslim saja akan tetapi di perlukan bagi seluruh makhluk
yang hidup dimuka bumi. Esensi ekonomi islam agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan
manusia yang berlandaskan syariah atau al-qur’an untuk mendapatakan kebahagian di
dunia dan akhirat.

Etika bisnis dalam islam diterapkan sebagai cara terbaik untuk memperoleh harta.
Olehnya, semua aktivitas bisnis dilakukan dengan cara – cara yang baik seperti tidak
melakukan riba, tidak curang, tidak menipu, dan tidak melakukan kezaliman lainnya.
Ketika di hadapkan dengan suatu masalah maka pelaku usaha harus memiliki keasadaran
akan etika bisnis berdasarakan perspektif islam.
REFRENSI

Latif Abdul. NILAI NILAI DASAR DALAM MEMBANGUN EKONOMI ISLAM.

Handayani Lilies. NILAI – NILAI EKONOMI DAN ETIKA DALAM PERSPEKTIF ISLAM. ISSUE. Vol. 2 No. 1
TAHUN 2018

Nizar Muhammad. PRINSIP KEJUJURAN DALAM PERDAGANGAN VERSI ISLAM. Jurnal ilmu al-qur’an
dan tafsir. Vol 2, No. 2 tahun 2017

Anda mungkin juga menyukai