Anda di halaman 1dari 16

JENDELA ILMU

Makalah tentang ekonomi islam.

Home

Saturday, February 18, 2017

MAKALAH TAFSIR AYAT DAN HADIST EKONOMI “Konsumsi”

MAKALAH TAFSIR AYAT DAN HADIST EKONOMI

“Konsumsi”

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim,

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala Puji Syukur teruntuk Ilahi Rabbi, shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah atas
Rasulullah SAW. Seluruh keluarga, kerabat, dan sahabatnya. Aamiin.

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena akhirnya kami dapat meyelesaikan
makalah yang berjudul “Konsumsi” di Prodi Ekonomi Islam Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas
Islam Indonesia sebagai tugas dari mata kuliah “Tafsir Ayat dan Hadist Ekonomi” tepat pada
waktunya. Pada kesempatan ini kami ucapkan banyak terima kasih kepada Pak Fajar Fandi Atmaja,
LC, M.S.I selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Ayat dan Hadist Ekonomi yang telah banyak
memberikan bimbingan dan pengarahan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya. Dan kmai berharap makalah yang sederhana ini bermanfaat, terutama bagi
yang membutuhkannya.

Akhirnya, semoga Allah meridhoi kegiatan penyusunan makalah ini dan memberikan manfaat bagi
kita semua yang membacanya.

Yogyakarta, Oktober 2015

Pemakalah
Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................................... 1

Daftar Isi................................................................................................................................ 2

Bab 1 Pendahuluan ............................................................................................................... 3

A. Latar Belakang .................................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 4

C. Tujuan ................................................................................................................. 4

Bab II Pembahasan ............................................................................................................... 5

A. Ayat tentang konsumsi ....................................................................................... 5

B. Pengertian konsumsi ........................................................................................... 9

C. Etika dalam Konsumsi Islam .............................................................................. 10

D. Tujuan Konsumsi Islam .............. ...................................................................... 10

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi Seseorang ..................... 11

F. Ajaran Konsumsi Islam ....................................................................................... 12

Bab III Penutup .................................................................................................................... 15

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 15

B. Saran ................................................................................................................... 15

Daftar Pustaka ...................................................................................................................... 16

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aktivitas ekonomi yang paling utama adalah konsumsi. Setelah adanya konsumsi dan
konsumen baru ada kegiatan lainnya seperti produksi/produsen, distribusi/ditributor dan
lain-lain. Konsumsi dalam ekonomi Islam adalah Upaya memenuhi kebutuhan baik jasmani
maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba
Allah SWT untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah).
Dalam melakukan konsumsi maka prilaku konsumen terutama Muslim selalu dan harus di
dasarkan pada Syariah Islam.

Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi


kebutuhan. Dalam kerangka Islam perlu dibedakan dua tipe pengeluaran yang dilakukan oleh
konsumen muslim yaitu pengeluaran tipe pertama dan pengeluaran tipe kedua. Pengeluaran tipe
pertama adalah pengeluaran yang dilakukan seorang muslim untuk memenuhi kebutuhan
duniawinya dan keluarga (pengeluaran dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dunia namun
memiliki efek pada pahala diakhirat). Pengeluaran tipe kedua adalah pengeluaran yang dikeluarkan
semata – mata bermotif mencari akhirat.

Konsumsi adalah kegiatan ekonomi yang penting, bahkan terkadang dianggap paling penting.
Dalam mata rantai kegiatan ekonomi, yaitu produksi, konsumsi, distribusi, seringkali muncul
pertanyaan manakah yang paling penting dan paling dahulu antara mereka. Jawaban atas
pertanyaan itu jelas tidak mudah, sebab memang ketiganya merupakan mata rantai yang terkait satu
dengan yang lainnya, lebih jelasnya akan dibahas dalam isi makalah

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah :

1. Sebutkan ayat yang membahas tentang konsumsi ?

2. Apa pengertian konsumsi ?

3. Bagaimana Etika dalam Konsumsi Islam ?

4. Apa tujuan konsumsi Islam ?

5. Apa saja faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang ?

6. Bagaimana ajaran konsumsi Islam?


C. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Agar pembaca mengetahui tentang ayat yang membahas tentang konsumsi.

2. Agar pembaca mengetahui pengertian dari konsumsi.

3. Agar pembaca mengetahui etika dalam konsumsi Islam.

4. Agar pembaca mengetahui tujuan konsumsi Islam.

5. Agar pembaca mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang.

6. Agar pembaca mengetahui tentang ajaran konsumsi Islam.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Ayat tentang Konsumsi

1. Q. S An-Nisa ayat 29

٢٩﴿ ً ‫اض ِّمن ُك ْم َوالَتَ ْقتُلُواَْأنفُ َس ُك ْمِإنَّاللّهَكَانَبِ ُك ْم َر ِحيما‬ ِ َ‫واالَتَْأ ُكلُواَْأ ْم َوالَ ُك ْمبَ ْينَ ُك ْمبِ ْالب‬
ٍ ‫اطِإِل الََّأنتَ ُكونَتِ َجا َرةًعَنتَ َر‬ ْ ُ‫﴾يَاَأيُّهَاالَّ ِذينَآ َمن‬

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

2. Tafsir Mufradat

Ü ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ َآ َمنُوا‬

Yang diseru adalah orang-orang beriman karena yang mau sadar, mau tunduk, mau berubah, mau
ikut aturan itu adalah orang beriman. Kalau kita mengaku beriman, tatapi kita masih ragu tentang
kebenaran sistem perekonomian Islam, seperti kita masih ragu keharamannya transaksi dengan riba
dan bank konvensional, maka keimanan kita perlu dipertanyakan. Karena itulah Allah memanggil
orang yang beriman secara tegas, agar mereka sadar untuk mau tunduk.

Ü ‫اَل تَْأ ُكلُوا‬


Kita dilarang oleh Allah, padahal larangan itu menunjukkan haram kecuali ada dalil, sedang untuk
ayat ini tidak ada dalil lain. Jadi haram hukumnya mendapatkan harta dengan cara yang tidak
dibolehkan syara`.

ُ َ‫َأ ْم َوال‬
Ü ‫ك‬

(harta kalian). Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya harta adalah adalah milik umum,
kemudian Allah memberikan hak legal kepada pribadi untuk memiliki dan menguasainya, tetapi
dalam satu waktu Islam menekannya kewajiban membantu orang lain yang membutuhkan. Perlu
diketahui, bahwa kalaupun harta itu sudah menjadi milik pribadi tapi bukan berarti kita
diperbolehkan untuk menggunakannya kalau digunakan dalam hal yang tidak dibenarkan syariat,
maka harta itu juga tidak boleh digunakan. Apalagi kalau kita mendapatkan harta tersebut dari orang
lain dengan cara batil: tidak sesuai aturan syara`.

Ü ً‫ِإاَّل َأ ْن تَ ُكونَ تِ َجا َرة‬

Ini adalah dzikrul juz lilkul. Artinya menyebut sebagian untuk seluruhnya, karena umumnya harta itu
didapatkan dengan transaksi jual beli (perdagangan) yang didalamnya terjadi transaksi timbal balik.
Selama transaksi tersebut dilakukan sesuai aturan syar`I, maka hukumnya halal. Tentu transaksi jual
beli ini, tidaklah satu-satu cara yang halal untuk mendapatkan harta, disana ada hibah, warisan dll.

Ü ‫اض ِم ْن ُك ْم‬
ٍ ‫ع َْن تَ َر‬
(kalian saling ridha): Jual beli itu harus dilandasi dengan keikhlasan dan keridloan. Artinya tidak boleh
ada kedhaliman, penipuan, pemaksaan dan hal-hal lain yang merugikan kedua pihak. Oleh karena
itu, pembeli berhak mengembalikan barang yang dibeli ketika mendapati barangnya tidak sesuai
dengan yang diinginkan.

ُ ‫َواَل تَ ْقتُلُوا َأ ْنفُ َس‬


Ü ‫ك‬

(jangan saling membunuh), apa hubungannya dengan bisnis? Sangat berhubungan. Dalam bisnis
sering terjadi permusuhan. Kata ulama makna ayat ini adalah “jangan saling membunuh”. Adapun
makna dhahirnya “jangan bunuh diri”. Keduanya bisa diterima, karena bisa saja orang berbisnis,
bangkrut, stress, lalu bunuh diri.

Ü ‫ِإ َّن هَّللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬

(sesungguhnya Allah itu Maha Kasih sayang kepada kalian), di antaranya dengan memberikan
penjelasan kepada manusia tentang sistem transaksi harta, agar manusia bisa hidup berdampingan,
jauh dari permusuhan apalagi sampai bunuh-bunuhan hanya karena persaingan dagang.

3. Kandungan isi

Ayat ini menerangkan hukum transaksi secara umum, lebih khusus kepada transaksi perdagangan,
bisnis jual beli. Sebelumnya telah diterangkan transaksi muamalah yang berhubungan dengan harta,
seperti harta anak yatim, mahar, dan sebagainya. Dalam ayat ini Allah mengharamkan orang
beriman untuk memakan, memanfaatkan, menggunakan, (dan segala bentuk transaksi lainnya) harta
orang lain dengan jalan yang batil, yaitu yang tidak dibenarkan oleh syari’at. Kita boleh melakukan
transaksi terhadap harta orang lain dengan jalan perdagangan dengan asas saling ridha, saling ikhlas.
Dan dalam ayat ini Allah juga melarang untuk bunuh diri, baik membunuh diri sendiri maupun saling
membunuh. Dan Allah menerangkan semua ini, sebagai wujud dari kasih sayang-Nya, karena Allah
itu Maha Kasih Sayang kepada kita. Ayat ini melarang mengambil harta orang lain dengan jalan batil
(tidak, benar), kecuali dengan perniagaan yang berlaku atas dasar kerelaan bersama.

4. Q. S. Al-Baqarah ayat 168-169


ْ ‫ض َحالَالًطَيِّبا ً َوالَتَتَّبِع‬
ٌ ِ‫ُوا ُخطُ َواتِال َّش ْيطَانِِإنَّهُلَ ُك ْم َع ُدوٌّ ُّمب‬
﴾١٦٨﴿ ‫ين‬ ِ ْ‫وا ِم َّمافِياَألر‬
ْ ُ‫يَاَأيُّهَاالنَّا ُس ُكل‬
َ َ ّ َ ْ ُ
١٦٩﴿ َ‫َاءو نتَقولوا َعلىالل ِه َماالتَ ْعل ُمون‬ ُ ‫َأ‬ َ ْ ُ ‫ْأ‬
َ ‫﴾ِإن َمايَ ُم ُرك ْمبِالسُّو ِء َوالفحْ ش‬ َّ

168Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagimu.

169. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan
terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.

5. Penjelasan Ayat dan Hadist

Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun mengenai suatu kaum yang terdiri dari Bani Saqif, Bani
Amir bin Sa’sa’ah, Khuza’ah dan Bani Mudid. Mereka mengharamkan menurut kamauan mereka
sendiri, memakan beberapa jenis binatang seperti bahirah yaitu unta betina yang telah beranak lima
kali dan anak kelima itu jantan, lalu dibelah telinganya; dan wasilah yaitu domba yang beranak dua
ekor, satu jantan dan satu betina lalu anak yang jantan tidak boleh dimakan dan harus diserahkan
kepada berhala. Padahal Allah tidak mengaharamkan memakan jenis binatang itu, bahkan telah
menjelaskan apa-apa yang diharamkan memakannya dalam firman-Nya, yang artinya:

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas
nama selain Allah, dan (hewan yang mati) tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan
yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih, dan (diharamkan juga bagimu)
yang disembelih untuk berhala. Dan (diharam juga) mengundi nasib dengan anak panah; itu adalah
suatu kefasikan. (QS. Al-Maidah ayat 174).

Karena itu selain dari yang tersebut dalam ayat ini boleh dimakan, sedangkan bahirah dan wasilah
itu tidak tersebut di dalam ayat ini. Memang ada beberapa ulama berpendapat bahwa disamping
yang tersebut dalam ayat ini, ada lagi yang diharamkan memakannya berdasarkan hadis Rasulullah
SAW seperti memakan binatang yang bertaring tajam atau bercakar kuat, tetapi sebagian ulama
berpendapat bahwa memakan binatang-binatang tersebut hanya makruh saja hukumnya.

Allah menyuruh manusia memakan yang baik sedang makanan yang diharamkan oleh beberapa
kabilah yang ditetapkan menurut kemauan dan peraturan yang mereka buat sendiri halal dimakan,
karena Allah tidak mengharamkan makanan itu. Allah hanya mengharamkan beberapa macam
makanan tertentu sebagaimana tersebut dalam ayat 3 Surat Al-Ma’idah dan dalam ayat 173 surat
kedua ini.

Adapun selain dari yang diharamkan Allah itu dan selain yang tersebut dalam hadis sesuai dengan
pendapat sebagian ulama adalah halal, boleh dimakan. Kabilah-kabilah itu hanya mengharamkan
beberapa jenis tanaman dan binatang berdasarkan hukum yang mereka tetapkan dengan mengikuti
tradisi yang mereka pusakai dari nenek moyang mereka dan karena memperturutkan hawa nafsu
dan kemauan seta belaka. Janganlah kaum muslimin mengikuti langkah-langkah setan itu, karena
setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.
(169) Setan selalu menyuruh manusia supaya melakukan kejahatan dan mengerjakan yang keji dan
yang mungkar. Setan tidak rela dan tidak senang bila melihat seseorang beriman kepada Allah dan
mentaati segala perintah dan peraturan Nya dan dia tidak segan-segan menyuruh membikin
peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang bertentangan dengan hukum Allah sehingga dengan
demikian aka kacau-balaulah peraturan agama dan tidak dapat diketahui lagi mana yang peraturan
agama mana yang tidak.

6. Kandungan ayat

a. Allah menyuruh manusia memakan makanan yang halal lagi baik.

b. Manusia dilarang mengikuti ajaran setan karena setan itu hanya mengajak kepada perbuatan
yang keji dan jahat.

c. Pengikut-pengikut setan tidak mau mengikuti ajaran Allah, karena mereka bertaklid buta saja
kepada apa yang mereka warisi dari nenek moyang mereka walaupun nenek moyangnya tidak
mengetahui apa-apa.

d. Orang kafir itu seolah-olah tuli, bisu, dan buta, tidak mau menerima kebenaran dan ajaran
Allah. Mereka adalah seperti hewan yang mengikuti saja kemauan pengemblanya tanpa mengerti
dan memikirkan maksud pengembalanya itu.[1]

B. Pengertian Konsumsi

Menurut bahasa konsumsi berasal dari bahasa Belanda, consumptie yang berarti suatu kegiatan
yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, barang maupun jasa dalam
rangka memenuhi kebutuhan.

Menurut kamus besar Indonesia, konsumsi yaitu pemakaian barang-barang hasil industry, bahan
makanan dan sebagainya,

Menurut Umar Burhan, konsumsi yakni nilai guna suatu barang adalah yang dapat memberikan
kepuasan disebututility. Tentu saja nilai guna barang yang satu tidak selalu sama dengan nilai guna
barang yang lain. Nilai guna juga bisa berbeda karena waktu atau tempat yang berbeda.

Sir John R. Hicks menjelaskan tentang konsumsi dengan menggunakan parameter kepuasan melalui
konsep kepuasan (utility) yang tergambar dalam kurva indifference (tingkat kepuasan yang sama).
Hicks mengungkapkan bahwa individu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya melalui aktifitas
konsumsi pada tingkat kepuasan yang maksimal menggunakan tingkat pendapatannya (income
sebagai budget constraint).

Secara umum, konsumsi merupakan kegiatan manusia dalam penggunaan barang dan jasa untuk
mengurangi atau menghabiskan daya guna atau manfaat suatu barang dan jasa dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya

Oleh karena itu, keberadaan tingkat pendapatan seseorang cukup menentukan terhadap pola
konsumsinya. Pendapatan yang tinggi memungkinkan tingginya konsumsi. Namun, hubungan antara
pendapatan dan konsumsi tidak selalu sama untuk semua barang dan jasa. Konsumsi dapat berubah-
ubah sesuai kondisi pendapatan. Perubahan pendapatan konsumen pada umumnya berakibat pada
perubahan jumlah barang yang diminta, terutama pada jenis barang “normal” atau “superior”.
Sebaliknya pendapatan konsumen yang berkurang, mendorong berkurangnya konsumsi kedua jenis
barang tersebut. Pendapatan disesuaikan agar tingkat kepuasan konsumen tetap. Efek substitusi
bernilai negatif, karena perubahan harga dan kuantitas selalu berhubungan terbalik. Jika harga suatu
barang tinggi, maka konsumsinya akan berkurang. Sebaliknya jika harga rendah maka konsumsinya
akan bertambah.

D. Etika dalam Konsumsi Islam

Konsumsi berlebih – lebihan, yang merupakan ciri khas masyarakat yang tidak mengenal Tuhan,
dikutuk dalam Islam dan disebut dengan istilah israf (pemborosan) atau tabzir (menghambur –
hamburkan harta tanpa guna). Tabzir berarti menggunakan barang dengan cara yang salah, yakni,
untuk menuju tujuan – tujuan yang terlarang seperti penyuapan, hal – hal yang melanggar hukum
atau dengan cara yang tanpa aturan. Pemborosan berarti penggunaan harta secara berlebih –
lebihan untuk hal – hal yang melanggar hukumdalam hal seperti makanan, pakaian, tempat tinggal,
atau bahkan sedekah. Ajaran – ajaran Islam menganjurkan pada konsumsidan penggunaan harta
secara wajar dan berimbang, yakni pola yang terletak diantara kekikiran dan pemborosan. Konsumsi
diatas dan melampaui tingkat moderat (wajar) dianggap lisraf dan tidak disenangi Islam.

Salah satu ciri penting dalam Islam adalah bahwa ia tidak hanya mengubah nilai – nilai dan kebiasaan
– kebiasaan masyarakat tetapi juga menyajikan kerangka legislatif yang perlu untuk mendukung dan
memperkuat tujuan – tujuan ini dan menghindari penyalahgunaannya. Ciri khas Islam ini juga
memiliki daya aplikatif terhadap kasus orang yang terlibat dalam pemborosan atau tabzil. Dalam
hukum (Fiqh) Islam, orang semacam itu seharusnya dikenai pembatasan – pembatasan dan, bila
dianggap perlu,dilepaskan dan dibebaskan dari tugas mengurus harta miliknya sendiri. Dalam
pandangan Syari’ah dia seharusnya diperlukan sebagai orang yang tidak mampu dan orang lain
seharusnya ditugaskan untuk mengurus hartanyaselaku wakilnya.

E. TUJUAN KONSUMSI ISLAM

Nilai ekonomi tertinggi dalam Islam adalah falah atau kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat yang
meliputi material, spritual, individual dan sosial. Kesejahteraan itu menurut Al Ghazali adalah
mashlaha (kebaikan). Karena itu, falah adalah manfaat yang diperoleh dalam memenuhi kebutuhan
ditambah dengan berkah (falah = manfaat + berkah). Jadi yang menjadi tujuan dari ekonomi Islam
adalah tercapainya atau didapatkannya falah oleh setiap individu dalam suatu masyarakat. Ini
artinya dalam suatu masyarakat seharusnya tidak ada seorangpun yang hidupnya dalam keadaan
miskin.

Dalam upaya mencapai atau mendapatkan falah tersebut, manusia menghadapi banyak
permasalahan. Permasalahan yang dihadapi untuk mendapatkan atau upaya mencapai falah menjadi
masalah dasar dalam ekonomi Islam. Mendapatkan falah dapat dilakukan melalui konsumsi,
produksi dan distribusi berdasarkan syariat Islam. Hal itu berarti bahwa setiap aktivitas yang
berhubungan dengan konsumsi, produksi dan distribusi harus selalu mengacu pada fiqih Islam, mana
yang boleh, mana yang diharamkan dan mana yang dihalalkan. Eksistensi keimanan dalam prilaku
ekonomi Islam manusia menjadi titik krusial termasuk dalam konsumsi, produksi maupun distribusi.

E. Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang.

1. Tingkat Pendapatan

Pendapatan merupakan suatu balas jasa dari seseorang atas tenaga atau pikiran yang telah
disumbangkan, biasanya berupa upah atau gaji. Makin tinggi pendapatan seseorang makin tinggi
pula daya belinya dan semakin beraneka ragam kebutuhan yang harus dipenuhi, dan sebaliknya.

2. Tingkat Pendidikan
Makin tinggi pendidikan seseorang makin tinggi pula kebutuhan yang ingin dipenuhinya.
Contohnya seorang sarjana lebih membutuhkan computer dibandingkan seseorang lulusan sekolah
dasar.

3. Tingkat Kebutuhan

Kebutuhan setiap orang berbbeda-beda. Seseorang yang tinggal di kota daya belinya akan lebih
tinggi jika dibandingkan dengan yang tinggal di desa.

4. Kebiasaan Masyarakat

Di zaman yang serba modern muncul kecenderungan konsumerisme didalam masyarakat.


Penerapan pola hidup ekonomis yaitu dengan membeli barang dan jasa yang benar-benar
dibutuhkan, maka secara tidak langsung telah meningkatkan kesejahteraan hidup.

5. Harga Barang

Jika harga barang naik maka daya beli konsumen cenderung menurun sedangkan jika harga barang
dan jasa turun maka daya beli konsumen akan naik. Hal ini sesuai dengan hokum permintaan.

6. Metode

Barang-barang yang baru menjadi mode dalam masyarakat biasanya akan laku keras di pasar
sehingga konsumsi bertambah. Dengan demikian mode dapat mempengaruhi konsumsi. Manusia
senantiasa berusaha untuk memperoleh kepuasan setinggi-tingginya dan mencapai tingkat
kemakmuran dengan memenuhi berbagai macam kebutuhannya. Usaha itu dilakukan dengan
mengkonsumsi barang dan jasa yang dibutuhkan.

F. Ajaran konsumsi dalam islam

Kebalikan dari adanya kewajiban makan makanan halal dan baik adalah larangan untuk
memakan makanan yang haram. Sesuatu itu diharamkan karna adanya unsure keburukan
kemudharatan. Beberapa makanan yang haram terdapat dalam firman Allah yang berbunyi,

“ Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
ketika disembelih disebut nama selain Allah”

Selain itu, minuman keras juga diharamkan seperti firman Allah

“ Hai orang-orang beriman , sesunguhnya minum-minuman keras, brjudi, berkurban untuk berhala,
megundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji. Sebab itu hendaklah kamu tinggalkan
supaya kamu beruntung “. Dalam salah satu hadist, Rasulullah pernah bersabda ,

“ Ada lima binatang yang haram ( tidak boleh ) dibunuh ( untuk tujuan konsumsi ). Jika setiap darinya
dibunuh oleh seseorang( untuk dikonsumsi dagingnya ), maka ia termasuk orang fasik. Binatang yng
dimaksud adalah burung gagak, burung rajawali, ular, landak, dan juga semua binatang yang suka
menggigigit ( seperti anjing ) “.

Setiap larangan yang dikeluarkan oleh Allah dan Rasulullah mempunyai hikmahnya. Oleh
karena itu kita berkewajiban untuk mengikutinya karena hal ini termasuk bukti keimanan kita
kepada Allah dan Rasulullah.

Tetapi haram dalam pandangan islam bisa menjadi halal jika dalam keadaan terpakasa ,
Haram dalam pandangan islam mempunyai cirri menyeluruh. Akan tetapi islam tidak lupa tergadap
kepentingan hidup manusia serta kelemahan manusia dalam menghadapi kepentingan itu. Sehingga
seorang muslim dalam keadaan memaksa diperkenankan melakukan yang haram karena dorongan
keadaan dan sekedar menjaga diri dari kebinasaan, seperti firman Allah “ Barang siapa dalam
keadaan terpaksa ( mmakannya ) sedang ia tidak menginginkan dan tidak ( pula ) melampui batas,
maka tidak ada dosa baginya. Sesunggunya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.

Menurut M.Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah, keadaan terpaksa adalah keadaan yang
diduga dapat mengakibatkan kematian, sedangkan keadaan yang idak menginginkannya adalah tidak
memakannya dalam kadar yang melebihi kebutuhan menutup rasa lapar dan memelihara jiwanya.
Keadaan terpaksa demikian ditentukan oleh allah karena seungguhnya Allah maha pngampun lagi
maha penyayang.

Sedangkan Al Faqih Al Hanbali Ibnu Qudamah berpendapat bahwa sesuai dengan ijma’ ulama,
diperbolehkan seseorang makan sesuatu yang haram sekedar untuk menutupi kehidupannya yang
sulit dan hanya sekedar untuk menyelamtkan diri dari kematian. Inilah salah satu bukti dari kasih
saying Allah kepada hamba-Nya dan merupakan keringanan dalam menjalankan agama karena islam
tidak akan membebani hamba-Nya lewat dari kemampuannya dan meupakan salah satu kemudahan
yang di berikan Allah. Contohnya jika kita berada di suatu daerah yang benar-benar tidak ada
makanan kecuali yang haram, maka kita harus maka makanan itu daripada kita tidak memakannya
yang akan mengakibatkan kondisi kritis atau kematian kepada kita.

Terdapat empat prinsip utama dalam sistem konsumsi Islam yang diisyaratkan dalam al Qur’an
yakni:

1. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewah (abstain from wasteful and luxurius living), yang
bermakna bahwa, tindakan ekonomi diperuntukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan
hidup(needs) bukan pemuasan keinginan (wants).

2. Implementasi zakat (implementation of zakat) dan mekanismenya pada tataran negara


merupakan obligatory zakat system bukan voluntary zakat system. Selain zakat terdapat pula
instrumen sejenis yang bersifat sukarela (voluntary) yaitu infak, shadaqah, wakaf, dan hadiah.

3. Penghapusan Riba (prohibition of riba); menjadikan system bagi hasil (profit-loss sharing)
dengan instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai pengganti sistem kredit (credit system)
termasuk bunga (interest rate).

4. Menjalankan usaha-usaha yang halal (permissible conduct), jauh dari maisir dan gharar;
meliputi bahan baku, proses produksi, manajemen, out put produksi hingga proses distribusi dan
konsumsi harus dalam kerangka halal.

Namun pada tingkatan praktis, prilaku ekonomi (economic behavior) sangat ditentukan oleh tingkat
keyakinan atau keimanan seseorang atau sekelompok orang yang kemudian membentuk
kecenderungan prilaku konsumsi dan produksi di pasar. Dengan demikian dapat disimpulkan tiga
karakteristik perilaku ekonomi dengan menggunakan tingkat keimanan sebagai asumsi.

Ketika keimanan ada pada tingkat yang cukup baik, maka motif berkonsumsi atau berproduksi akan
didominasi oleh tiga motif utama tadi; mashlahah, kebutuhan dan kewajiban.

Ketika keimanan ada pada tingkat yang kurang baik, maka motifnya tidak didominasi hanya oleh tiga
hal tadi tapi juga kemudian akan dipengaruhi secara signifikan oleh ego, rasionalisme (materialisme)
dan keinginan-keinganan yang bersifat individualistis.

Ketika keimanan ada pada tingkat yang buruk, maka motif berekonomi tentu saja akan didominasi
oleh nilai-nilai individualistis (selfishness); ego, keinginan dan rasionalisme.
Demikian pula dalam konsumsi, Islam memposisikan sebagai bagian dari aktifitas ekonomi yang
bertujuan mengumpulkan pahala menuju falah (kebahagiaan dunia dan akherat). Motif berkonsumsi
dalam Islam pada dasarnya adalah mashlahah (public interest or general human good) atas
kebutuhan dan kewajiban.

Sementara itu Yusuf Qardhawi menyebutkan beberapa variabel moral dalam berkonsumsi, di
antaranya; konsumsi atas alasan dan pada barang-barang yang baik (halal), berhemat, tidak
bermewah-mewah, menjauhi hutang, menjauhi kebakhilan dan kekikiran. Dengan demikian aktifitas
konsumsi merupakan salah satu aktifitas ekonomi manusia yang bertujuan untuk meningkatkan
ibadah dan keimanan kepada Allah SWT dalam rangka mendapatkan kemenangan, kedamaian dan
kesejahteraan akherat (falah), baik dengan membelanjakan uang atau pendapatannya untuk
keperluan dirinya maupun untuk amal shaleh bagi sesamanya. Sedangkan pada perspektif
konvensional, aktifitas konsumsi sangat erat kaitannya dengan maksimalisasi kepuasan (utility).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keseimbangan konsumsi dalam ekonomi Islam didasarkan pada prinsip keadilan distribusi. Jika tuan
A mengalokasikan pendapatannya setahun hanya untuk kebutuhan materi, dia tidak berlaku adil
karena ada pos yang belum dibelanjakan, yaitu konsumsi sosial. Jika demikian, sesungguhnya dia
hanya bertindak untuk jalannya diakhirat nanti. Q.S An-Nisa ayat 29 Ayat ini melarang mengambil
harta orang lain dengan jalan batil (tidak, benar), kecuali dengan perniagaan yang berlaku atas dasar
kerelaan bersama.

Dalam tulisan ini, sekiranya dapat diambil pelajaran bahwa setelah kita sebagai pelaku
ekonomi mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada di sekitar kita. Sebagai media untuk
kehidupan di dunia ini, lalu kita diarahkan untuk melakukan kebaikan-kebaikan kepada saudara kita,
kaum miskin, kaum kerabat dengan cara yang baik tanpa kikir dan boros.

B. Saran

Dengan disusunnya makalah ini, maka pembaca atau mahasiswa dapat mengerti dan memahami
tentang konsumsi dalam tafsir ayat Al-Qur’an.

Semoga makalah ini dapat diterima dan dimengerti serta berguna bagi pembaca atau mahasiswa,
dalam makalah ini kami mohon maaf jika ada tulisan kami atau bahasa kami kurang berkenan,
dengan demikian kami mengharapkan kritik dan saran atas tulisan kami agar bisa membangun dan
memotivasi kami agar membuat tulisan jauh lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Chamid, Nur. 2010. Jejak Langkah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Feriyanto, Nur. 2014. Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Indonesia. Yogyakarta: UPP
STIM YKPN.

Indonesia, Universitas Islam. 1999. Al Qur’an dan Tafsirnya Jilid I Juz 1-2-3. Yogyakarta : PT. Verisia
Yogya Grafika.

Soeratno. 2003. Ekonomi Mikro Pengantar Edisi 2. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta.
[1] Universitas Islam Indonesia, Al Qur’an dan Tafsirnya Jilid I Juz 1-2-3, (Yogyakarta : PT. Verisia
Yogya Grafika), hal 282-285

Daru ulum di 2:25 PM

Share

No comments:

Post a Comment

Home

View web version

About Me

Daru ulum

View my complete profile

Powered by Blogger.

Hadist dan Ayat-ayat Tentang Konsumsi

19 Maret 2017   13:39 Diperbarui: 19 Maret 2017   13:39 21880 1 1

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili
pandangan redaksi Kompas.

Lihat foto

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pengertian konsumsi dalam ekonomi islam adalah memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun
rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk
mendapatkan kebahagiaan atau kesejahteraan didunia maupun akhirat. Pada hakikatnya konsumsi
adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Konsumsi meliputi beberapa
hal yaitu keperluan kesenangan dan kemewahan. Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah
sebagai sarana penolong untuk beribadah dan meningkatkan keimanan kepada Allah dalam rangka
mendapatkan kemenangan, kedamaian, dan kesejahteraan akhirat (falah), baik dengan
membelanjakan uang atau pendapatannya untuk keperluan dirinya maupun untuk amal sholeh bagi
dirinya. Adapun hadisnya yaitu :

– ‫ير َيقُول على المنبر وأهوى بأصبعيه إلى أذنيه سمعت رسول هللا‬ َ ‫ِعت ال ُّن‬
ٍ ِ‫عمان بن بَش‬ ُ ‫عبىَّ قال َسم‬
ِ ‫ش‬ّ ‫بن َأ ِبى َزاِئدَة َع ِن ال‬
ِ ‫َعنْ َز َك ِريَّا‬
‫شبهات استبرأ لدنه‬ّ ‫ الحالل بيّن والحرام بيّن ووبينهما مشتبهات ال يعلمها كثر من ال ّناس فمن ا ّتقى ال‬:‫صلّى هللا عليه وسلّم – يقلول‬
‫شبهات وقع فى الحرام كالرّ اعى حول الحمى يوشك أن يرتع فيه أال وإنّ لك ّل ملك حمى أال وإنّ حمى هللا محا‬ ّ ‫وعرضه ومن وقع فى ال‬
)‫رمه أال وإنّ فى الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كلّه وإذا فسد الجسد كلّه أال القلب (رواه م ّتفق عليه‬

Artinya: Dari Zakaria bin Abi Zaidah dari al-Sya’bi berkata: saya mendengar Nu’man bin basyir
berkata di atas mimbar dan ia mengarahkan jarinya pada telinganya, saya mendengar Rasul SAW
bersabda: halal itu jelas, haram juga jelas, diantara keduanya itu subhat, kebanyakan manusia tidak
mengetauhi, maka barang siapa menjaga diri dari barang subhat, maka ia telah bebas untuk agama
dan kehormatannya, barang siapa yang terjerumus dalam subhat maka ia seperti penggembala
disekitar tanah yang dilarang yang dikhawatikan terjerumus. Ingatlah sesungguhnya bagi setiap
pemimpin daerah larangan. Larangan Allah adalah yang diharamkan oleh Allah, ingatlah bahwa
sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging , jika baik maka baiklah seluruhnya, jika jelek
maka jeleklah seluruh tubuhnya, ingatlah itu adalah hati. (HR. Muttafaqun Alaih).

Yang dimaksud makanan yang halal yaitu makanan yang diperbolehkan oleh agama dari segi
hukumnya. Yang dibolehkan oleh agama misalnya buah-buahan, sayur-sayuran dll. Makanan yang
halal pada hakikatnya makanan yang diperoleh dengan cara yang halal pula(benar).

Sedangkan makanan yang haram sudah jelas yaitu makanan yang dilarang oleh agama untuk
dimakan. Dan Allah menjelaskan sesuatu yang haram ada dua macam yaitu haram dzatnya dan
Haram “Arid”(haram mendatang karena suatu sebab). Makanan yang haram dzatnya seperti daging
babi, darah, bangkai, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah dll. Sedangkan haram
Arid adalah haram dimakan karena cara memperoleh atau mengolahnya, misalnya ayam hasil
mencuri dan sebagainya.

Adapun makanan yang baik makanan yang tidak membahayakan bagi tubuh manusia dilihat dari segi
keseshatan. Makanan yang baik lebih bersifat kondisional maksudnya yaitu makanan yang menurutk
kita baik belum tentu baik untuk orang lain dan sebaliknya, dan makanan yang baik menurut kita
belum tentu halal dan yang halal belum tentu baik untuk tubuh kita.

Dan ada beberapa ayat yang berkaitan dengan hadis diatas yaitu:
QS. AL-BAQARAH (2) : 168

      

Kejadian yang sangat aneh terjadi di sekolah, tepat di dalam kelas

Recommended by

168 ‫ لكم عدوّ مّبين‬,‫شيطن ج إ ّنه‬


ّ ‫يأيّها ال ّناس كلوا ممّا فى األرض حلال طيّبا وال ت ّتبعوا خطوت ال‬

Artinya : “wahai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dibumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagimu.”

Perintah pada ayat al-baqarah 168 ditunjukan bukan hanya kepada orang-orang beriman tetapi
untuk seluruh manusia. Ini menunjukan bahwa bumi disiapkan Allah untuk seluruh manusia,
mukmin, atau kafir. Tidak semua yang ada di dunia otomatis halal dimakan atau digunakan. Allah
menciptakan ular berbisa bukan untuk dimakan, tetapi antara lain untuk digunakan bisanya sebagai
obat. Ada burung-burung yang diciptakan-Nya untuk memakan serangga yang merusak tanaman.
Dengan demikian, tidak semua yang ada dibumi menjadi makanan yang halal, karena bukan semua
yang diciptakan untuk dimakan manusia. Karena itu Allah memerintahkan untuk makan makanan
yang halal.

Dalam ayat ini Allah menyatakan pula bahwa semua makanan yang ada dibumi halal dan baik, lezat
yang tiada bahaya bagi badan atau akal fikiran dan urat saraf, dan melarang manusia mengikuti jejak
bisikan syaitan yang sengaja akan menyesatkan manusia dari tuntunan Allah. Sehingga syaitan
mengharamkan dari apa dihalakan Allah dan menghalalkan apa yang diharamkan. Sebagaimana yang
terdapat dalam hukum adat yang tidak terdapat dalam kitab Allah dan sunnah Rasulullah saw, Allah
menyatakan bahwa syaitan sebagaian musuh yang nyata agar kita waspada.

QS. AL-BAQARAH (2) 173

‫إ ّنما حرّم عليكم الميتة والدّم ولحم الخنزير وما أه ّل به لغير هللا صلىفمن اضط ّر غير باغ وال عاد فال إثم عليه جإنّ هللا غفور رحيم‬
173

Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan
binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka
tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.”

Dalam pemaparan ayat diatas sudah sangat jelas makanan yang diharamkan oleh Allah bagi seluruh
manusia yaitu bangkai ( kecuali hewan air/laut dan belalang), darah, daging babi, dan binatang yang
ketika disembelih menyebut nama selain Allah. Makanan haram yang pertama kali disebutkan dalam
ayat tersebut adalah bangkai yaitu binatang yang mati dengan sendirinya tanpa ada suatu usaha dari
manusia yang memang sengaja disembelih ataupun berburu. Dan Allah mengharamkan memakan
binatang pada saat disembelih menyebut nama selain Allah karena disebabkan ketidaktulusan jiwa
dan tidak adanya bulatan tujuan, maka zat tersebut termasuk golongan yang najis. Karena ada kaitan
akidah dengan segala yang diharamkan.

DAFTAR PUSTAKA

Mahmudah,Ayat-Ayat Ekonomi,Jember: STAIN Jember Press,2013.

Idri,Hadis Ekonomi,Jakarta: Prenadamedia Group,edisi pertama,2016.

Amin Muhammad Suma,Tafsir Ayat Ekonomi,Cetakan Pertama,2013.

HALAMAN :

LIHAT SEMUA

Anda mungkin juga menyukai