Anda di halaman 1dari 9

Mata Kuliah Dosen pengampu

Ad-Dahkhil Fi At-Tafsir Lukmanul Hakim, S.Ud., M.IRKH., Ph.D

AD-DAKHIL DALAM PERKARA EKONOMI

Disusun Oleh;

AHMAD MUHAIMIN 11930215422

AKMAL HAKIM 11930215443

ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM

PEKANBARU 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, berkat hidayah dan rahmat-Nya penulis
dapat menyusun makalah yang berjudul “AD-DAKHIL DALAM PERKARA
EKONOMI”. Makalah ini disusun berdasarkan silabus fakultas Ushuluddin UIN SUSKA
Riau dalam mata kuliah Ad-Dakhil Fi Tafsir. Sholawat dan salam, penulis haturkan kepada
Nabi Muhammad Saw. beserta keluarga dan para pengikutnya, semoga kita selaku
pengikutnya senantiasa beriman dan memiliki ilmu yang bermanfaat dan diangkat derajatnya
oleh Allah SWT beberapa derajat atas ilmu yang dimiliki. Terima kasih yang sebesar-
besarnya tak lupa kami ucapkan kepada bapak Lukmanul Hakim, S.Ud., M.IRKH., Ph.D
selaku dosen pembimbing yang sudah membantu penulis dalam menyusun makalah ini.

Makalah “Ad-Dakhil dalam perkara ekonomi” ini diharapkan memberikan alternatif


penuntun belajar yang diterapkan dan dikembangkan untuk meningkatkan kompetensi,
kreativitas, kemandirian, dan integritas prestasibel mahasiswa. Semoga makalah ini
membawa manfaat dan menambah wawasan mahasiswa dalam mata kuliah Ad-Dakhil Fi
Tafsir. Kritik dan saran yang bersifat positif sangat kami harapkan dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga Allah SWT memberi petunjuk kepada penulis.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................i

DAFTAR ISI .............................................................................................................................ii

BAB I .........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN .....................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ...............................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................................1

BAB II ........................................................................................................................................2

PEMBAHASAN.........................................................................................................................2

2.1 Ad-Dkahil Dalam Perkara Ekonomi……………………………………………………2

2.2 Contoh Ad-dkahil Dalam Perkara Ekonomi…………………………………………....2

BAB III ......................................................................................................................................5

PENUTUP..................................................................................................................................5

Kesimpulan.....................................................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................6

ii
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Al Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang merupakan firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril. Al-Qur’an selamat dari penyelewengan,
perubahan, terputusnya sanad dan campur tangan orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya,
sepertiTaurat dan Injil. Karena memang Allah tidak menjamin Taurat dan Injil untuk
menjaganya. Bahkan Allah menyerahkan kepada rahib dan pendeta untuk menghafalnya sendiri.
Meskipun demikian dalam memahami al-Qur’an, umat Islam sering menemukan kesulitan. Hal
ini karena ada ayat-ayat tertentu yang sukar dimengerti maksud dan kandungannya. Disinilah
fungsi tafsir sebagai kunci untuk membuka gudang simpanan yang tertimbun dalam al-Qur’an
yang sangat diperlukan. Dan karena fungsinya yang esensial, maka tafsir sudah sepantasnya
sebagi ilmu yang paling tinggi derajatnya.
Mempelajari Ad Dakhil fi Tafsir Dengan tujuan memperdalam dan meningkatkan
keimanan serta ketaqwaan kepada Allah, sehingga terwujudlah mahasiswa yang cerdas, beriman,
bertaqwa berdasarkan nilai-nilai yang terkandung didalam Al Qur’an dan Al Hadits.

RUMUSAN MASALAH

1. Apa ad-Dkahil Dalam Perkara Ekonomi?


2. Apa saja contoh Ad-Dkahil Dalam Perkara Ekonomi?

TUJUAN

1. Apa ad-Dkahil Dalam Perkara Ekonomi?


2. Apa saja contoh Ad-Dkahil Dalam Perkara Ekonomi?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ad-Dkahil Dalam Perkara Ekonomi

Ad-dkahil dalam perkara ekonomi adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang
menyoroti masalah perekonomian. Sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya.
Hanya dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam setiap
aktifitasnya.

Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi Islam sebagai suatu ilmu yang mempelajari
perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat pemenuhan
kebutuhan yang terbatas dalam kerangka syariah. Namun, definisi tersebut mengandung
kelemahan karena menghasilkan konsep yang tidak kompatibel dan tidak universal. Karena
dari definisi tersebut mendorong seseorang terperangkap dalam keputusan yang apriori
(apriory judgement) benar atau salah tetap harus diterima.1
Ad-dkahil dalam perkara ekonomi juga adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang
berupaya untuk memandang, menganalisis, dan akhirnya mengenal permasalahan atau
penyimpangan ekonomi dengan Islami.

B. Contoh Ad-Dakhil Dalam Perkara Ekonomi

• SURAH ALI IMRAN AYAT 130

َ‫ّٰللاَ لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُح ْون‬


‫ضعَافًا ُّمضٰ عَفَةً َّواتَّقُوا ه‬ ِ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََل تَأ ْ ُكلُوا‬
ْ َ‫الر ٰب ٰٓوا ا‬

Arti: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

1
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2011), h. 14.

2
Di dalam surat Ali-Imran ayat 130 tersebut yang menjadi perbincangan oleh para
mufassir Muslim adalah dalam penyebutan kalimat ad’afan muda’afah. Menurut Sayyid
Qutb, al-Sawkani dan al-Qurtubi, serta mufassir lainya kalimat ad’afan muda’afah
bukanlah merupakan persyaratan atau batasan yang digunakan dalam pelarangan riba,
melainkan berfungsi sebagai informasi, dan gambaran praktik yang ada selama
masyarakat Arab pra Islam, yang melakukan praktik riba secara keji terhadap orang-
orang yang lemah.2

Pada kalangan yang lain misalnya para mufassir kontemporer memiliki


pandangan yang berbeda dengan kalangan sebelumnya. Mereka memberikan pandangan
bahwa hanya riba jahiliyah atau riba nasi’ah saja yang haram, sedangkan riba jenis
lainnya tidak diharamkan. Mereka mendasarkan pendapat pada argumen, bahwa kalimat
ad’afan muda’afah merupakan syarat haramnya riba. Apabila ada penambahan dalam
jual beli misalnya, baik itu dibayar ataupun ditangguhkan. Kelompok mufassir yang
mempunyai pendapat seperti ini adalah al-Maraghi, Muhammad Abduh, Rashid Rida Dan
al-Tabari.3

Menurut Muhammad Rofiq, riba merupakan kebiasaan dalam tradisi berekonomi


masyarakat jahiliyah, karena itu pelarangannya pun dilakukan secara bertahap, karena
menjadi kebiasaan yang sudah mendarah daging. Ada beberapa pendapat dalam
menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa
riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pada transaksi
pinjam-meminjam yang dilakukan secara batil atau bertentangan dengan prinsip
muamalah dalam Islam.4

2
Khoirudin Nasution, Riba Dan Poligami, Sebuah Studi Atas Pemikiran Muhammad Abduh (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996), 40-49.
3
Khoirul Hadi, “Riba Dan Bunga Bank Dalam Pandangan Abdullah Saeed,” Rasail, Vol. 1. No. 2 (Yogyakarta:
2014), 209
4
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke praktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), 37.

3
• SURAH AN-NISA’ AYAT 29

َ ُ‫اض ِم ْن ُك ْم َو ََل تَ ْقتُلُ ْٰٓوا اَ ْنف‬


‫س ُك ْم‬ ٍ ‫ع ْن ت ََر‬ َ ‫َِل اَ ْن تَ ُك ْونَ تِ َج‬
َ ً ‫ارة‬ ِ ‫ٰ ٰٓياَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََل تَأ ْ ُكلُ ْٰٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم َب ْينَ ُك ْم ِب ْال َب‬
ٰٓ َّ ‫اط ِل ا‬
‫ّٰللاَ َكانَ ِب ُك ْم َر ِح ْي ًما‬
‫ا َِّن ه‬
Arti: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku
atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.
Ayat ini melarang manusia untuk mengumpulkan harta dengan jalan yang batil
dan sebaliknya memerintahkan kepada manusia untuk mengumpulkan harta dengan jalan
perdagangan yang didasari suka sama suka. Berkaitan dengan ini , Muhammad al-Bahiy
dalam karyanya yang berjudul Al-Fikr al-Islamy wa al-Mujtama‘ al-Islami menyatakan,
ungkapan “ illa an takuna tijaratan ‘an taradin minkum”, menunjukkan wujud
keseimbangan dan kerelaan antara penjual dan pembeli tanpa adanya unsur penindasan
atau paksaan.5
Di dalam ayat di atas terdapat frasa, wala taqtulu anfusakum. Menurut Al-
Syaukani, tafsir ayat ini adalah janganlah ada sebagian kamu membunuh sebagian yang
lain, kecuali dengan sebab-sebab yang dibenarkan oleh syari’at. Makna lain ayat ini
adalah, janganlah kamu membunuh dirimu sendiri dengan cara mendekati kemaksiatan.6
Sedangkan menurut An-Nasafi makna kalimat tersebut adalah janganlah kamu
membunuh dirimu dalam arti siapapun dari jenismu sendiri dari orang-orang mukmin
karena orang mukmin itu seperti satu saudara. Tidak diperbolehkan membunuh saudara
sendiri seperti yang dilakukan orang-orang bodoh. Makna lain dari kata membunuh (al-
qatl) adalah memakan harta harta dengan cara yang zhalim. Samalah artinya ia
menzhalimi diri sendiri atau mencelakai dirinya. Oleh sebab itu, Allah melarang kita
untuk mengikuti hawa nafsu (keserakahan) yang membuat kita terdorong untuk
menzalimi orang lain.7

5
Muhammad al-Bahiy, al-Fikr al-Islami wa al-Mujtama‘ al-Islami (Mesir: dar al-Qaumiyyah, 1963), h. 35-36.
6
Al-Syaukani, Fath Al-Qadir, Juz I h. 372
7
Al-Nasafi, Tafsir An-Nasafi, Juz I....h. 248

4
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Dakhil pada dasarnya sudah ada pada masa turunnya al-Quran meskipun dalam
bentuk yang sederhana. Akan tetapi semakin berkembang sejalan dengan perkembangan
zaman. Pada abad kedua, terjadi pemisahan antara tafsir dengan hadis.
Sebagaimana dijelaskan bahwa Adanya ad-dakhil fi tafsir ini bisa memberikan
dampak buruk, seperti memberikan kesan buruk pada non-muslim dan ilmuan Barat bahwa
agama İslam tidak lain adalah ajaran khurafat dan dongeng yang membuatnya jauh dari
İslam, serta mengurangi kesiqqahan umat Islam terhadap sahabat Nabi yang banyak
disandarkan padanya periwayatan Israiliyyat, seperti İbnu Abbas, Abu Hurairah, Abdullah
bin Amr dan sebagainya.
Oleh itu, Ad-dkahil dalam perkara ekonomi juga adalah suatu cabang ilmu
pengetahuan yang berupaya untuk memandang, menganalisis, dan akhirnya mengenal
permasalahan atau penyimpangan ekonomi Islami.

5
DAFTAR PUSTAKA

Al-Syaukani, Fath al-Qadir, Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2004.

Antonio, Muhammad Syafi‟i. Bank Syariah Dari Teori Kepraktek. Jakarta: Gema Insani
Press, 2003.

Hadi, Khoirul Alumni Fakultas Hukum Islam Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga.
“Riba Dan Bunga Bank Dalam Pandangan Abdullah Saeed,” Dalam Rasail. Vol 1.
No. 2. 2014.

Muhammad al-Bahiy, al-Fikr al-Islami wa al-Mujtama‘ al-Islami (Mesir: dar al-


Qaumiyyah, 1963)

Nasution, Khoirudin. Riba Dan Poligami, Sebuah Studi Atas Pemikiran Muhammad
Abduh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) dan BI, Ekonomi Islam,
Jakarta: Rajawali Pers, 2008

Anda mungkin juga menyukai