Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

AYAT EKONOMI TENTANG RIBA

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Ayat-ayat Ekonomi Islam

Dosen Penghampu :

Karmuji, S. Hi., M. Sy

Kelompok 10

Disusun Oleh :

1. Ahmad Syaifulloh
2. Dian Risma Sari
3. Hetti Nur Izzah Khamelia

PROGAM STUDI EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT PESANTREN SUNAN DRAJAT (INSUD)

BANJARWATI PACIRAN LAMONGAN JAWA TIMUR

2022
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat
dan kenikmatan berupa tetapnya iman dan Islam kepada kita semua sehingga
mampu menyelesaikan salah satu dari tugas yang berupa makalah untuk
menempuh mata kuliah ayat ekonomi Islam. Shalawat dan salam semoga selalu
dilimpahkan-Nya kepada Rosulullah Muhammad SAW yang diutus sebagai
rahmat dari semesta alam.

Makalah ini penulis susun atas dasar untuk membantu mempermudah


peserta dalam berdiskusi dalam memahami salah satu dari materi ayat ekonomi
Islam yakni “Ayat tentang riba”.

Terselesaikannya penyusunan makalah ini tidak terlepas dari dukungan orang


terdekat penulis, karena itu dengan tulus penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Dosen pembimbing karya tulis INSUD Banjarwati Paciran Lamongan
yang telah memberi kami gambaran tentang karya tulis ilmiah.
2. Bapak Karmuji, S. Hi., M. Sy selaku dosen pembimbing mata kuliah ayat
ekonomi Islam yang telah mendampingi penulis dalam proses
pemahaman.
3. Para karyawan perpustakaan INSUD Banjarwati Paciran Lamongan yang
telah membantu penulis mencari beberapa referensi.
4. Kawan seperjuangan fakultas ekonomi dan bisnis Islam Program Studi
Ekonomi Syariah INSUD Banjarwati Paciran Lamongan yang telah
memberi penulis semangat dan motivasi positif untuk menyelesaikan
makalah ini.
Hanya kepada Allah kami mohon, harapan penulis semoga penyusunan
makalah ini dapat memberi manfaat dan dapat memperluas ilmu pengetahuan.

Banjarwati,13 Desember 2022

penyusun

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................1
1.3 Tujuan Masalah.............................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................3
2.1 Pengertian riba...............................................................................................3
2.2 Hukum Riba...................................................................................................4
2.3 Jenis jenis riba ..............................................................................................9
2.4 Faktor-faktor diharamkan riba.....................................................................10
2.5 Dampak riba………………………………………………………………11
BAB 3 PENUTUP..................................................................................................13
3.1 Simpulan ....................................................................................................13
3.3 Saran ..........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

III
BAB I

PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

            Al-Qur’an merupakan sumber penggalian dan pengembangan ajaran Islam


dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Untuk melakukan penggalian dan
pengembangan pemahaman Ayat-ayat Al-Qur’an, kemampuan tertentu guna
mengasilakan pemahaman yang baik mengenai berbagai perilaku kehidupan
manusia.

            Dalam bingkai ajaran Islam, aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh


manusia untuk dikembangkan memiliki beberapa kaidah dan etika atau moralitas
dalam syari’at Islam. Allah telah menurunkan rizki ke dunia ini untuk
dimanfaatkan oleh manusia dengan cara yang telah dihalalkan oleh Allah dan
bersih dari segala perbuatan yang mengandung riba.

            Kata riba berasal dari bahasa Arab, secara etimologis berarti tambahan
(azziyadah). Riba adalah tambahan yang berasal dari usaha haram yang
merugikan salah satu pihak dalam suatu transaksi. Pada dasarnya transaksi riba
dapat terjadi dari transaksi hutang piutang, namun bentuk dari sumber tersebut
bisa berupa pinjaman, jual beli dan lain sebagainya. Para ulama menetapkan
dengan tegas dan jelas tentang pelarangan riba, disebabkan riba mengandung
unsur eksploitasi yang dampaknya merugikan orang lain, hal ini mengacu pada
Kitabullah dan Sunnah Rasul serta ijma’ para ulama.

       Bahkan dapat dikatakan tentang pelarangannya sudah menjadi aksioma dalam
ajaran Islam. Dalam makalah ini, penyusun akan memaparkan topik-topik yang
berhubungan dengan riba mulai dari: Pengertian. Ayat Riba.Hukum Riba, Jenis-
jenis Riba, Faktor Penyebab diharamkannya Riba dan Dampak yang timbul dari
riba.

1.2 Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian Riba?

2.      Bagaimana Hukum Riba?

1
3.      Apa saja jenis-jenis dari Riba?

4.      Apa saja Faktor Penyebab memakan dan diharamkan perbuatan Riba?

5.      Bagaimana dampak dari adanya Riba?

1.3 Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui pengertian Riba

2.      Untuk mengetahui Hukum Riba.

3.      Untuk mengetahui jenis-jenis dari Riba.

4.      Untuk mengetahui faktor penyebab memakan dan diharamkan perbuatan


Riba.

5.      Untuk mengetahui dampak dari adanya Riba.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Riba

‫ رباء‬-‫ربا –يربو‬ Di dalam bahasa Indonesia berarti “ bertambah”/ “ Tumbuh”.

            Di dalam bahasa Arab ada beberapa kata yang berakar dari susunan
huruf ‫ر‬-‫ب‬-‫ا‬yang mempunyai arti berbeda akan tetapi menggambarkan arti dasar
yang sama yaitu “ lebih” dan akan di gambarkan oleh 4 buah kata sebagai contoh.

            ‫ابيرا‬Dalam surah Ar Ra’ad : 17 yang artinya ( mengapung )di atas. Kata


“mengapung” menggambarkan lebih tingginya sesuatu di atas permukann air.

             ‫رابيه‬ Dalam surah Al Haqqah:10 yang artinya ( siksaan ) yang amat berat .


Dari kata “ siksaan” menggambarkan berambambahny derita yang tidak
dikehendaki.

            ‫واه‬QQ‫رب‬ Dalam surah Al- Baqarah : 265 yang artinya( dataran tinggi).


“Dataran tinggi menggambarkan lebih tingginya tanah dari dataran tanah yang
lainnya.

            ‫اربي‬ Dalam surah An-Nahl : 92 yang artinya ( lebih banyak )

‫الرب‬  secara etomologi artinya “ tumbuh”, “tambahan”/”membesar”.

            Adapun menurut istilah teknis , riba berarti pengambilan tambahan dari


harta pokok atau modal secara bathil, baik dalam transaksi jual beli maupun
pinjam meminjam atau yang bertentangan dengan prisip muamalah dalam islam.

            Dalam al-Qur’an ditemukan kata riba sebanyak delapan kali dalam empat
surat,diantaranya yaitu 30:39, 4:160, 3:130 dan juga dalam ayat yang lainya. Tiga
diantarannya turun setelah Nabi Hijrah dan satu ayat lagi ketika beliau masih di
Makkah. Yang  di Makkah walaupun menggunakan kata riba 30:39, ulama
sepakat bahwa riba yang dimaksud di sana bukan riba yang haram karena ia
diartikan sebagai pemberian hadiah, yang bermotif memperoleh imbalan banyak
dalam kesempatan yang lain.

            

3
2.2     Hukum Riba

            Adapun hukum “ riba” , ulama sepakat  mengharamkannya sesuai dengan


penjelasan al- Quran . Berikut salah satu dalil keharaman riba dalam surah 

·         Al- Baqarah ayat 275.

َ Qِ‫ ْيطَانُ ِمنَ ْال َمسِّ ٰ َذل‬Q‫الش‬


‫ ُل‬Q‫ ُع ِم ْث‬Q‫ا ْالبَ ْي‬QQ‫الُوا ِإنَّ َم‬QQَ‫َأنَّهُ ْم ق‬Qِ‫ك ب‬ َّ ُ‫الَّ ِذينَ يَْأ ُكلُونَ ال ِّربَا اَل يَقُو ُمونَ ِإاَّل َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَتَخَ بَّطُه‬
‫الرِّ بَا‬               

َ‫ا َد فَُأو ٰلَِئك‬QQ‫ ُرهُ ِإلَى هَّللا ِ َو َم ْن َع‬Q‫لَفَ َوَأ ْم‬Q‫ا َس‬QQ‫هُ َم‬Qَ‫ا ْنتَهَ ٰى فَل‬QQَ‫َوَأ َح َّل هَّللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّربَا فَ َم ْن َجا َءهُ َموْ ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ِه ف‬
‫ار هُ ْم فِيهَا خَ الِدُون‬ ِ َّ‫َأصْ َحابُ الن‬

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”.(QS Al
Baqarah:275)

                        

Penjelasan Ayat

ّ‫الَّ ِذينَيَْأ ُكلُونَال ِّربَااَل يَقُو ُمونَِإاَّل َك َمايَقُو ُمالَّ ِذييَتَ َخبَّطُهُال َّش ْيطَانُ ِمن َْال َمس‬ -

            Dikatakan kepada orang yang menggunakan harta (uang) orang lain:


Akalahu wa Hadhamahu, artinya ia menggunakan uang tersebut dengan leluasa
karena tidak ada harapan uang tersebut bisa dikembalikan lantaran ia telah
memakannya.

4
Yang dimaksud dengan keadaan orang-orang yang memakan riba di dunia ini,
seperti orang yang sengaja melakukan perbuatan lantara mereka gila, karena
mereka dimabukkan oleh kecintaan harta. Dan, setelah harta mampu
memperbudak pikirannya, maka jiwanya menjadi ganas, ingin sekali
mengumpulkan harta sebanyak mungkin, dan harta menjadi tujuan pokok
kehidupannya. Mereka menganggap tidak perlu susah-susah dengan menjalankan
riba, dan meninggalkan usaha lainnya. Sehingga, jiwa mereka keluar dari garis
pertengahan yang banyak dianut orang.

ْ ‫ٰ َذلِ َكبَِأنَّهُ ْمقَالُواِإنَّ َم‬


َ‫االبَ ْي ُع ِم ْثاُل لرِّ بَا َوَأ َحاَّل للَّه ُْالبَ ْي َع َو َح َّر َمالرِّ بَافَ َم ْن َجا َءهُ َموْ ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ِهفَا ْنتَهَ ٰىفَلَهُ َما َسلَف‬

            Jika mereka memakan riba, maka riba akan dianggap sebagai yang
dihalalkan, sama seperti jual beli. Dalam keyakinan si pemakan, hal tersebut sama
bolehnya dengan seseorang menjual barang dagangan yang harganya sepuluh
dirham, misalnya dengan bayaran kontan, atau dua puluh dirham dengan kredit.
Karena anggapan membolehkan tadi, maka dalam keyakinan mereka dibolehkan
pula memberikan sepuluh dirham terhadap orang yang membutuhkannya, dengan
syrat ia akan mengembalikannya menjadi dua puluh dirham setelah setahun.
Sebab dibolehkannya ini (dua mu’amalah ini) menurut keyakinan adalah sama,
yakni perbedaan waktu.

            Demikianlah alasan mereka, menurut apa yang mereka khayalkan. Padahal


menurut analogi mereka sama sekali tidak benar. Karenanya, Allah berfirman
yang menegaskan bahwa riba adalah haram, sedang jual beli adalah halal. Jual
beli dibolehkan karena tidak ada yang dirugikan dan adanya kerelaan antara
penjual dan pembeli. Sedangkan dalam riba diambil secara paksa, bukan
berdasarkan kerelaan.

‫َوَأ ْم ُرهُِإلَىاهَّلل‬

            Allah akan menghukumi masalah tersebut dengan keadilan-Nya. Juga


merupakan suatu keadilan apabila Allah tidak menghukum para pemakan riba
sebelum adanya larangan tersebut, atau belum sampainya nasehat Allah padanya.

5
Dalam ayat ini terkandung isyarat yang menunjukkan bahwa dibolehkannya hal-
hal yang telah lalu dari hasil riba, adalah sebagai rukhshah lantaran darurat, dan
mengambil bunga yang sudah dimakan sebelum adanya larangan ini, adalah teka
yang mulia.

ٰ ‫ُأ‬
ِ َّ‫َ و َم ْن َعادفَ ولَِئ َكَأصْ َحابُالن‬
َ‫ارهُ ْمفِيهَاخَالِ ُدون‬ َ

            siapa saja yang kembali seperti sedia kala, yakni memakan riba setelah
adanya pengharaman, maka orang yang melakukan itu termasuk orang yang tidak
mau mendengar nasehat Allah. Padahal Allah tidak sekali-kali melarang mereka
kecuali lantaran hal yang sangat membahayakan diri mereka. Dan mereka (yang
memakan riba), adalah penghuni neraka, yang tetap didalamnya.

Pendapat Ulma tentang ‘illat Riba

Ulama sepakat menetapkan Riba Fadhl pada tujuh barang seperti terdapat pada
nash, yaitu emas, perak, gandum syair, kurma, garam dan anggur kering. Pada
benda-benda ini, adanya tambahan pada pertukaran sejenis adalah diharamkan.
Adapun pada barang selain itu, para ulama berbeda pendapat:

1.         Zhahiriyah hanya mengharamkan ke tujuh benda tersebut.

2.         Menurut pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad dan Abu Hanifah, riba
fadhl terjadi pada setiap jual beli barang sejenis dan yang ditimbang.

3.         Imam Syafi’i dan sebagian imam Ahmad berpendapat bahwa riba fadhl
dikhususkan pada emas, perak, dan makanan meskipun tidak ditimbang.

4.         Said ibn Musayyah dan sebagian riwayat Ahmad mengkhususkan pada


makanan jika di timbang.

5.         Imam Malik mengkhususkan pada makanan pokok.

 Untuk lebih jelas nya perbedaan pendapat tersebut akan dijelaskan di bawah ini:

1.         Mazhab Hanafi

6
Illat riba fadhl menurut ulama hanafiyah adalah jual beli barang yang ditakar atau
ditimbang serta barang yang sejenis, seperti emas, perak, gandum, syair, kurma,
garam dan anggur kering. Dengan kata lain jika barang-barang yang sejenis
tersebut ditimbang utuk diperjualbelkan dan terdapat tambahan dari salah satunya,
terjadilah riba fadhl.

Ulama Hanafiyah mendasarkan pendapat mereka pada hadis sahih dari Said al-
Khudri dan Ubadah Ibn Shanit r.a bahwa Nabi SAW. Bersabda:

“(jual-beli)emas dengan emas, keduanya sama,tumpang terima, (apabila ada)


tambahan adalah riba, (jual-beli) perak dengan perak keduanya sama, tumpang
terima (apabila ada) tambahan adalah riba, (jual-beli) syair dengan syair,
keduanya sama, tumpang terima (apabila ada) tambahan adalah riba, jual beli
kurma dengan kurma, keduanya sama, tumpang terima (apabila ada) tambahan
adalah riba, (jual-beli) garam dengan garam, keduanya sama, tumpang terima
(apabila ada) tambahan adalah riba.”

 1.        Mazhab Malikiyah

Illat diharamkannya riba menurut ulama Malikiyah pada emas dan perak adalah
harga, sedangkan mengenai illat riba dalam makanan mereka berbeda pendapat
dalam hubungannya dengan riba nasi’ah dan riba fadhl.

Illat diharamkannya riba nasi’ah dalam makanan adalah sekedar makanan saja
(makanan selain untuk mengibati), baik karena pada makanan tersebut terdapat
unsur penguat (makanan pokok) dan kuat disimpan lama atau tidak ada kedua
unsur tersebut.

Illat diharamkannya riba fadh pada makanan adalah makanan tersebut dipandang
sebagai makanan pokok dan kuat disimpan lama.

Alasan ulama Malikiyah menetapkan illat diatas antara lain, apabila dipahami agar
tidak tidak terjadi penipuan di antara manusia dan dapat saling menjaga, makanan
tersebut haruslah dari makanan yang menjadi pokok kehidupan manusia yakni
makanan pokok seperti gandum, padi, jagung dan lain-lain.

 1.        Madzhab Syafi’i

7
Illat riba pada emas dan perak adalah harga yakni kedua barang tersebut
dihargakan atau menilai harga suatu barang. Illat pada makanan adalah sesuatu
yang bisa dimakan dan memenuhi 3 kriteria sbb :

1.         Sesuatu yang biasa ditujukan sebagai makanan atau makanan pokok.

2.         Makanan yang lezat atau dimaksudkan untuk melezatkan makanan, seperti


ditetapkan dalam nash adalah kurma, diqiyaskan padanya, seperti tin dan anggur
kering.

3.         Makanan yang dimaksudkan untuk menyehatkan badan dan memperbaiki


makanan yakni obat. Ulama Syafi’iyah antara lain beralasan bahwa makanan yang
dimaksudkan adalah untuk menyehatkan badan termasuk pula obat untuk
menyehatkan badan.

Dengan demikian riba dapat terjadi pada jual beli makanan yang memenuhi
kriteria di atas. Agar terhindar dari unsur riba, menurut ulama Syafi’iyah, jual beli
harus memenuhi kriteria :

1.Dilakukan waktu akad, tidak mengaitkan pembayarannya pada masa yang akan
datang.

2.Sama ukurannya.

3.Tumpang terima

Menurut ulama Syafi’iyah, jika makanan tersebut berbeda jenisnya seperti


menjual gandum dengan jagung, dobolehkan adanya tambahan, berdasarkan pada
hadits Rasulullah Saw bersabda, “Emas dengan emas, perak dengan perak,
gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam
dengan garam, keduanya sama, tumpang terima. Jika tidak sejenis, juallah
sekehendakmu asalkan tumpang terima”.

Selain itu, dipandang tidak riba walaupun ada tambahan jika asalnya tidak sama
meskipun bentuknya sama, seperti menjual tepung gandum dengan tepung jagung.

 1.        Madzhab Hambali

8
Pada madzhab ini terdapat 3 riwayat tentang illat riba, yang paling masyhur
adalah seperti pendapat ulama Hanafiyah hanya saja ulama Hanabilah
mengharamkan pada setiap jual beli sejenis yang ditimbang dengan satu kurma.

Riwayat kedua adalah sama dengan illat yang dikemukakan oleh ulama
Syafi’iyah. Riwayat ketiga, selain pada emas dan perak adalah pada setiap
makanan yang ditimbang, sedangkan pada makanan yang tidak ditimbang tidak
dikategorikan riba walaupun ada tambahan. Demikian juga pada sesuatu yang
tidak dimakan manusia.

Hal ini sesuai dengan pedapat Saib bin Musayyib yang mendasarkan pendapatnya
pada hadits Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada riba kecuali pada yang
ditimbang atau dari yang dimakan dan diminum”. (HR Daruquthni)

2.3     Jenis-jenis Riba

Jumhur ulama membagi riba dalam 2 bagian yaitu riba fadhl dan riba nasi’ah :

•           Riba al-fadhl (riba pertukaran)

Menurut ulama Hanafiyah, riba fadhl adalah “Tambahan zat harta pada akad jual
beli yang diukur dan sejenis”

            Dengan kata lain, riba fadhl adalah berlebih salah satu dari dua pertukaran
yang diperjualbelikan. Bila yang diperjualbelikan sejenis, berlebih timbangannya
pada barang-barang yang ditimbang, berlebih takarannya pada barang-barang
yang ditakar dan berlebih ukurannya pada barang-barang yang diukur.

            Oleh karena itu, jika melaksanakan akad sharf (penukaran) antar barang
yang sejenis, tidak boleh dilebihkan salah satunya agar terhindar dari unsur riba.
Larangannya adalah menukar atau menjual komoditi yang sama (terkait dengan 6
komoditi yaitu emas, perak, gandum, biji-bijian, garam dan kurma) dengan jumlah
yang berbeda.

•           Riba nasi’ah

Menurut ulama Hanafiyah, riba nasi’ah adalah “Memberikan kelebihan terhadap


pembayaran dari yang ditangguhkan, memberikan kelebihan pada benda

9
dibanding utang pada benda yang ditakar atau ditimbang yang berbeda jenis atau
selain dengan yang ditakar dan ditimbang yang sama jenisnya”.

            Riba nasi’ah adalah melebihkan pembayaran atau barang yang


dipertukarkan, diperjualbelikan atau diutangkan karena adanya tambahan waktu
pembayaran atau penyerahan barang baik yang sejenis ataupun tidak.

            Namun, secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba
utang piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi menjadi riba qordh
dan jahiliyah, sedangkan kelompok kedua ada dua macam, yaitu riba fadl dan
nasi’ah.

1.         Riba qardh adalah suatu manfaat yang disyaratkan terhadap yang


berhutang (muqtaridh).

2.         Riba jahiliyah adalah utang dibayar lebih dari pokoknya karena si


peminjam tidak dapat membayar pada waktu yang ditentukan.

3.         Riba fadl adalah pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau
takaran yang berbeda. Ini haram berdasarkan As-Sunnah dan ijma’ karena
merupakan sarana menuju riba nasi’ah.

4.         Riba nasi’ah adalah melebihkan pembayaran barang yang dipertukarkan,


diperjualbelikan, atau diutangkan karena diakhirkan waktu pembayarannya baik
yang sejenis maupun tidak.

            

2.4.    Faktor Penyebab di Haramkannya Riba

َ‫ ُمْؤ ِمنِين‬ ‫ ُك ْنتُ ْم‬ ‫ِإ ْن‬ ‫الرِّ بَا‬  َ‫ ِمن‬ ‫بَقِ َي‬ ‫ َما‬ ‫ َو َذرُوا‬ َ ‫هَّللا‬ ‫اتَّقُوا‬ ‫آ َمنُوا‬  َ‫الَّ ِذين‬ ‫َأيُّهَا‬ ‫يَا‬

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.

. Sebab Turun Ayat

Ibnu Abbas berkata “Suatu ketika, bani mughirah mengadu kepada gubernur
makkah, Attab bin Usaid bahwa mereka menghutangkan hartanya kepada bani
Amr bin Auf dari penduduk Tsaqif. Kemudin, bani Amr bin Auf meminta

10
penylesaian tagihan riba mereka. Atas konflik ini, Atab mengirim surat laporan
kepada Rasulullah. Sebagai jawaban, turunlah ayat ini”(HR. Abu Ya’la dan Ibnu
Mandah)

c. Penjelasan Ayat

Ayat ini adalah sebuah perintah, tetapi perintahnya


adalah  untuk  meninggalkan.  Di  dalam  ushul  fiqih  larangan terhadap
sesuatu  adalah  berarti  perintah  untuk  berhenti mengerjakan  sesuatu
tersebut.  Dalam  hal  ini  larangan  untuk  mengerjakan  riba  berarti perintah
untuk berhenti mengerjakan riba. Hukum asal setiap larangan adalah untuk
pengharaman.[6]

2.5     Dampak Riba

·         Riba dapat berdampak buruk terhadap:

·         Pribadi seseorang

·         Kehidupan masyarakat

Ekonomi

Dampak riba yang akan terjadi dalam kehidupan sehari-hari:

1.Kekayaan hanya berputar di segelintir orang saja

2.Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin

3.Mustahik (penerima zakat) semakin meningkat dan muzakki (pembayar zakat)


semakin menurun

4.Terjadinya over produksi

5.Monopoli

6.Penimbunan barang

7.Matinya sedekah

8.Pengurangan timbangan

11
9.Makanan semakin tidak berkualitas dan syubhat

10.Cara penawaran barang (iklan) dusta

11.Sumpah palsu

12.Kerusakan harga

13.Upah semakin turun

14.Harga barang terus naik

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Riba secara bahasa bermakna :  Ziyadah / tambahan. dalam pengertian lain


secara linguistik, riba juga berarti Tumbuh dam membesar.

            Dalam al-Qur’an ditemukan kata riba sebanyak delapan kali dalam empat
surat,diantaranya yaitu 30:39, 4:160, 3:130 dan juga dalam ayat yang lainya

•           Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat


pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang
dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan).
Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta
pokok atau modal secara bathil.

•           Riba diharamkan dalam semua agama samawi. Riba dilarang dalam


Yahudi, Nasrani dan Islam.

•           Macam-macam riba yaitu: Riba Jahiliyah, Riba Qardhi, Riba Fadli, dan
Riba Nasi’ah.

•           Dampak Riba pada ekonomi: Riba (bunga) menahan pertumbunhan


ekonomi dan membahayakan kemakmuran nasional serta kesejahteraan
individual. Riba (bunga) menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi (distorsi
ekonomi) seperti resesi, depresi, inflasi dan pengangguran.

3.2 Saran
Makalah kami jauh dari kata sempurna maka dari itu penilaian saran sangat di
perluakan agar mana kita dapat lebih baik dalam membuat makalah berikut nya

13
DAFTAR PUSTAKA.

Diana, Ilfi Nur. 2012. Hadis-hadis Ekonomi. Malang: UIN Maliki Press.

Hadi, Abu Sura’I Abdul. 1993. Bunga Bank Dalam Islam, alih bahasa M.
thalib. Surabaya: al-ikhlas.

Sabiq, Sayyid. 2013. Fiqh Sunnah Jilid 5. PT.Tinta Abadi Gemilang, cet.1

14

Anda mungkin juga menyukai