Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

"WAKAF"
(Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah fiqih muamalah)

Dosen pengampu : Mawardi, S.Sy., M.H

di susun oleh:
Haikal Alumam (12030311212)
Esy Sukma Nurmadani (12030327408)

studi agama agama/ loka 3A


fakultas ushuluddin
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau,
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kita banyak nikmat,
nikmat yang tak terhingga banyaknya, Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Wakaf” ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Tak lupa pula penulis haturkan
shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya
mengalir pada kita di hari akhir kelak.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari bapak Mawardi S.Sy., M.H pada mata kuliah
Fiqih Mu’amalah di UIN SUSKA RIAU. Selain itu, penulis juga berharap agar resume ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca tentang Wakaf.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak selaku dosen mata kuliah
Fiqih Mu’amalah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak
yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, masih
terdapat kekurangan dan kesalahan. Baik dalam pengejaan dan juga kesalahan – kesalahan lain.
Mengingat akan pengetahuan penulis yang masih terbatas. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik, saran dan masukan yang bersifat membangun untuk memperbaiki makalah
ini dan makalah – makalah yang akan datang.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I : PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang .....................................

B. Rumusan Masalah .......................................

C. Tujuan ......................................

BAB II : PEMBAHASAN ....................................

A. Pengertian Wakaf .....................................

B. Hukum wakaf ...................................

C. Ketentuan Ketentuan Wakaf................................................

D. Rukun dan syarat syarat wakaf ...............................

E. Macam macam wakaf ........................................

F. Hukum menukar dan menjual harta wakaf. ....................................

G. Hikmah wakaf ............................................

BAB III : PENUTUP ....................................

A. Kesimupulan ..........................................

B. Saran ..................................

DAFTAR KEPUSTAKAAN ........................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Problem sosial yang terjadi pada masyarakat sekarang ini dapat diatasi antara lain dengan hasil
waqaf sebagai institusi sosial yang sangat strategis. Waqaf disamping salah satu aspek ajaran
islam, juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya mewujudkan kemashlahatan
,baikuntukmasyarakat terbatas maupun luas yang berkesinambungan,oleh karena itu pengkajian
ulang terhadap konsep waqaf agar memiliki makna yang lebih releven dengan kondisi riil
masyarakat menjadi sangat penting.

Fiqih waqaf menjelaskanbahwa waqaf adalah suatu pemberian yang pelaksanaannya dilakukan
dengan cara menahan pokoknya dan mendermakan hasilatau manfaanyakepada masyarakat,
yang mana ta’rip ini berasal dari petunjuk Nabi ,sedangkan cara penggunaan dan
pemanfaatannya diorientasikan pada sector-sektor kebajikan dan kemashlahatan sesuai dengan
kehandak pewaqaf yang tertuang dalamikrarnya tanpa mengharap imbalan.

Waqaf juga berperan sangat besar untuk kepentingan masyarakat, baik dalam memfasilitasi
kegiatan keagamaan dan social maupun kegiatan-kegiatan akademik lainnya.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah makalah ini adalah

1. Apakah yang dimaksud dengan wakaf ?

2. Bagaimana Hukum wakaf ?

3. Bagaimana ketentuan Ketentuan Wakaf ?

4. Bagaimana Rukun dan syarat syarat wakaf ?

5. Apa macam macam wakaf ?

6. Bagaimana Hukum menukar dan menjual harta wakaf ?

7. Apa hikmah wakaf ?


C. Tujuan Penulisan Makalah

1. Mengetahui apaitu waqaf

2. Mengetahui hukum hukum wakaf

3. Mengetahui Ketentuan Ketentuan Wakaf

4. Mengetahui rukun dan syarat wakaf

5. Mengetahui macam macam wakaf

6. Mengetahui hukum menukar dan menjual wakaf dan,

7. Mengetahui hikmah wakaf

BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN WAKAF

Menurut bahasa wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah ( terkembalikan ), al-tahbis
( tertahan ), al-tabsil ( tertawan ), dan al-man’u ( mencegah ). Kata waqaf sendiri berasal dari
kata kerja yaitu waqafa ( fi’il madhi ), yaqifu ( fi’il mudhari’ ), waqfan ( isim mashdar ) yang
berarti berhenti atau berdiri dan menahan.[1]

Waqaf pada lughat adalah menahan atau mengekang harta, seperti saya mewaqafkan harta
binatang ternak saya ini, dan pada syarah disisi abu hanifah adalah penetapan atau menahan harta
atas kepemilkan si waqif itu, dan sedangkan yang diambil itu manfaatnya.[2] Sedangkan
menurut istilah syara’ yang dimaksud dengan wakaf sebagai yang didefinisikan oleh para uama
adalah sebagai berikut.

1. Muhammad al-Syarbini al-kitab berpendapat bahwa yang dimaksud dengan waqaf ialah:

‫حبس ما ل يمكن اإلنتفاع به مع بقاء عينه بقَطع التصرف في رقبته على مصرف مباح موجود‬

“Penahana harta yang mungkin untuk dimanfaatkan disertai dengan kekalnya zat benda dengan
memutuskan ( memotong ) tasharruf ( pengelolaan )dalam penjagaannya atas musyrif ( pengelola
) yang dibolehkan adanya”

2. Iman Taqiy al- Din Abi Bakr bin Muhammad al-Husaeni dalam kitab kifayatul al-Akhyar
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah:

ٌ ‫ممنو‬
‫ع من التصرف في عينه و تصرف منا فعه في البر تقربا إلى هللا تعالى‬

“ Penahanan harta yang memunkinkan untuk dimanfaatkan dengan kekalnya benda (zatnya ),
dilarang untuk digolongkan zatnya dan dikelola manfaatnya dalam kebaikan untukmende katkan
diri kepada allah swt.

3. Ahmad Azhar Basyir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah menahan
harta yang dapat diambil manfaatnya tidak musnah seketika, ddan untuk penggunaan yang
dibolehkan, serta dimaksudkan dlam mendekatkan diri kepada allah swt.[3]
Menurut ulama fiqih yang terkenal dimasa dulu sampai sekang yaitu ulama Syafiiyah
mengartikan wakaf sebagai menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal bendanya
dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh wakif untuk diserahkan kepada
nadzir yang dibolehkan oleh syariah. Mazhab ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus
harta yang kekal bendanya, yang berarti harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat
diambil manfaatnya terus-menerus.[4]

Dari definisi-definisi yang telah dijelaskan oleh para ulama diatas, kiranya dapat dipahami
bahwa yang dimaksud dengan waqaf itu adalah menahan sesuautu benda yang kekal zatnya, dan
memungkinkan untuk diambil manfaatnya guna diberikan dijalan kebaikan.

B. DASAR HUKUM WAKAF DAN KEDUDUKAN WAKAF

Para Ulama mengemukakan beberapa ayat Alquran dan Hadits sebagai dasar hukum waqaf

1) Dasar dari Alquran

Diantara ayat Alquran yang dijadikan dasar hokum pelaksanaan waqaf adalah Surat Ali Imran :
92

‫َعلِي ٌم بِ ِه هَّللا َ فَإ ِ َّن َش ْي ٍء ِم ْن تُ ْنفِقُوا َو َما تُ ِحبُّونَ ِم َّما تُ ْنفِقُوا َحتَّى ْالبِ َّر تَنَالُوا لَ ْن‬

Artinya : “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu
menafkahkan sebahagiaan harta yang yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan dari
hal kebajikan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.

Dalam ayat diatas menjelaskan bahwa amalan waqaf termasuk amalan yang amat besar
pahalanya menurut ajaran Islam, hamprr seluruh amalan seseorang akan terhenti atau putus
pahalanya bila orang itutelah meninggal dunia, sedangkan waqf akan tetap mengalir pahalanya
dan tetap diteriama oleh waqif walaupu telah meninggal dunia, selain itu hadits Nabi juga
menjelaskan tentang dasara hukum waqaf sebagai mana di terangkan:

‫ إذ مات اإلنسان انقطع عمله إال من ثالث صدقة جارية‬: ‫عن ابي هريرة رضي هللا عنه انَ رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قا ل‬
‫أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعوله‬

Artinya: Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah bersabda : Apabila manusia meninggal
dunia,putuslah pahala semua semua amalnya, kecuali tiga amal yaitu : sedakah jariyah (waqaf),
ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shaleh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya.
(HR.Bukhari)

Sedekah jariyah disini adalah sedekah harta yang tahan lama atau yang lama dapat diambil
manfaatnya untuk tujuan kebaikan yang di Ridhai oleh Allah SWT,[5] seperti menyedekah kan
tanah untuk mendirikan masjid,rumah sekolah, dan sebagainya, sehingga para ulama sepakat
bahwa yang dimaksud sedekah jariyah disini adalah amalan waqaf[6].

C. KETENTUAN KETENTUAN WAKAF

Menurut Ahmad Azhar Basyir berdasarkan hadist yang berisi tentang wakaf Umar r.a. Maka
diperoleh ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Harta waqaf itu harus tetap ( tidak dapat dipindahkan kepada orang lain ), baik
dijualbelikan, dihebahkan, maupun diwariskan.

2. Harta waqaf terlepas dari pemilikan orang yang mewaqafkannya.

3. Tujuan waqaf itu harus jelas ( terang )dan termasuk dalam perbuatan baik menurut ajaran
agama islam.

4. Harta waqaf dapat dikuasakan kepada pengawas yang memiliki hak ikut serta dalam dalam
harta waqaf sekedar perlu tidak berlebihan.

5. Harta waqaf itu dapat berupa tanah dan sebagainya, yang tahan lama dan tidak mudah
rusak dalam sekali pakai atau digunakan. [7]

D. RUKUN DAN SYARAT SYARAT WAKAF

Pembahasan tentang rukun dan syarat dijelaskan rukunnya kemudian dijelaskan syarat-syaratnya
yang berkaitan dengan rukun tersebut. Karena dalam wakaf ada syrat-syarat yng bersifat umum,
maka akan dijelaskan yarat-syarat umum terlebih dahulu kemudian dijelaskan rukun-rukunya
dan syarat-syaratnya yang berkaitan dengan rukun tersebut.

Syarat syarat wakaf yang bersifat umum adalah sebagai berikut


1. Wakaf tidak dibatasi dengan waktu tertentu sebab perbuatan wakaf berlaku untuk
selamanya, tidak untuk waktu tertentu. Bila seseorang mewaqafkan kebun atau tanah untuk
jangka selama 10 tahun, maka waqaf tersebut dipandang batal.

2. Tujuan wakaf harus jelas seperti mewakafkan sebidang tanah untuk mesjid, mushalla,
pesantren, atau peruburan hokum. Namun, apabila seseorang mewaqafkan sesuatu kepada
hokum tanpa menyebutkan tujuannya, maka hal itu dipandang sah, sebab penggunaan benda
tersebut menjadi wewenag bagi lembaga hokum yang menerima harta-harta waqaf tersebut.

3. Wakaf harus segera dilaksanakan setelah dinyatakan oleh orang yang mewakafkan. Bila
waqaf digantungkan dengan kematian yang memawaqafkan, ini bertalian dengan wasiat dan
tidak bertalian dengan waqaf.

4. Wakaf merupakan perkara yang wajib dilaksanakan tanpa adanya hak khiar (membatalkan
wakaf ) sebab pernyataan wakaf berlaku seketika dan untuk selamanya

5. Hendaklah jelas kepada siapa diwaqafkan. Kalau dia berkata,“ saya waqafkan rumah ini“,
waqaf tersebut tidak sah karena tidak jelas kepada siapa diwaqafkan rumah tersebut.[8]

Rukun- rukun wakaf adalah

a. Orang yang berwakaf ( wakif )

· Berhak berbuat kebaikan

· Kehendak sendiri bukan karena paksaan

b. Harta yang diwakafkan ( maukuf )

· Kekal zatnya,. Berarti bila manfaatnya diambil, zat barang itu tidak rusak.

· Kepunyaannya yang diwakafkannya

c. Tujuan wakaf ( maukuf`alaih )

d. Pernyataan wakaf ( sighat wakaf )


Syarat-syarat yang berkaitan dengan mewaqafkan( waqif ) ialah si waqif mempunyai kecakapan
melakukan tabarru’. Yaitu melepaskan hak milik tanpa ada imbalan material. Orang yang
dikatakan dengan cakap bertindak tabarru’ adalah baligh, beakal sehat dan tidak keterpaksaan
dalam mewaqafkan harta tersebut.

Dalam fiqih islam dikenal dengan baligh dan Ryasid , baigh,dititik beratkan pada umur dan
ryasid dititk beratkan pada kematangan pertimbangan akal, maka akan dipandang tepat bila
dalam cakap bertabrau disyariatkan rasyid, yang dapat ditentukan dengan penyelidikan.

Syarat orang yang berwaqaf itu harus benar-benar keyakinannya dan tidak ada keragu-raguan
dalan melaksanakan waqaf tersebut. Benda yang diwaqafkan itu yang bisa diambil manfaatnya
selama benda tersebut tidak berubah dan hancur. Dan tidak dikatakan waqaf jika benda tersebut
cepat habis atau cepat rusak seperti nasi, wangi-wangian sebab keduanya manfaatnya cepat
habis, maka kedua ini dinamakan shadaqah saja bukan shadaqah jariah (waqaf). Akan tetapi sah
mewaqafkan tanah atau kebun, rumah, bumi menurut para pendapat yang shahih dan ijma para
ulama terdahulu.[9]

Syarat-syarat yang berkaiatan dengan harta yang ingin diwaqafkan ialah bahwa harta waqaf
( mauquf ) merupakan harta yang bernilai, milik yang mewaqafkan ( waqif ), dan tahan lama
untuk digunakan atau manfaatnya dapat diambil dalam jangka panjang.[10] Harta waqaf dapat
juga berupa uang, yang dimodalkan,berupa saham bagi perusahaan, dan berupa apa saja yang
lainnya. Hal yang penting pada harta yang berupa modal adalah dikelola dengan baik dan
sedemikian rupa ( semaksimal mungkin ), sehingga mendatangkan kemaslahatan dan keuntungan
untuk ditasharruf kan pada jalan kebikan dengan kebaikan bersama.[11]

E. MACAM MACAM WAKAF

1. Wakaf Ahli

wakaf ahli yaitu wakaf yang ditunjukksn kepada orang-orang tertentu, seorang atau lebih,
keluarga si wakaf atau bukan. Wakaf ini juga disebut wakaf Dzurri. Apabila ada seseorang
mewakafkan sebidang tanah kepada anaknya, lalu kepada cucunya, wakafnya sah dan yang
berhak mengambil manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.Wakaf
jenis ini (wakaf ahli/dzurri) kadang-kadang juga disebut wakaf ‘alal aulad, yaitu wakaf yang
diperuntukkan bagi kepentingan dan jaminan social dalam lingkungan keluarga (famili),
lingkungan kerabat sendiri.[12]

Wakaf untuk keluarga ini secara hukum islam dibenarkan berdasarkan Hadits Nabi yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik tentang adanya wakaf keluarga Abu
Thalhah kepada kaum kerabatnya. Di ujung Hadits tersebut dinyatakan sebagai berikut:

Artinya: Aku telah mendengar ucapanmu tentang hal tersebut. Saya berpendapat sebaiknya kamu
memberikannya kepada keluarga terdekat.Maka Abu Thalhah membagikannya untuk para
keluarga dan anak-anak pamannya.

Dalam satu segi, wakaf ahli ini baik sekali, karena si wakaf akan mendapat dua kebaikan, yaitu
kebaikan dari amal ibadah wakafnya, juga kebaikan dari silaturahmi terhadap keluarga yang
diberikan harta wakaf. Akan tetapi, pada sisi lain wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah,
seperti: bagaimana kalau anak cucu yang ditunjuk sudah tidak ada lagi (punah) ?siapa yang
berhak mengambil manfaat benda (harta wakaf) itu? Atau sebaliknya, bagaimana jika anak cucu
si wakif yang menjadi tujuan wakaf itu berkembang sedemikian rupa, sehingga menyulitkan
bagaimana cara meratakan pembagian hasil harta wakaf?

Untuk mengantisipasi punahnya anak cucu (keluarga penerima harta wakaf) agar harta wakaf
kelak tetap bias dimanfaatkan dengan baik dan berstatus hukum yangjelas, maka sebaiknya
dalam ikrar wakaf ahli ini disebutkan bahwa wakaf ini untuk anak, cucu, kemudian kepada fakir
miskin. Sehingga bila suatu ketika ahli kerabat ( penerima wakaf) tidak ada lagi (punah), maka
wakaf itu bisa langsung diberikan kepada fakir miskin.[13]

2. Wakaf Khairi

Wakaf khairi adalah wakaf secara tegas untuk kepentingan agama atau kemasyarakatan
(kebajikan umum). Seperti wakaf yang diserahkan untuk keperluan pembangunan mesjis,
sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatim dan lain sebagainya.

Jenis wakaf ini seperti yang dijelaskan dalam Hadits Nabi Muhammad SAW yang menceritakan
tentang wakaf Sahabat Umar bin Khatab. Beliau memberikan hasil kebunnya kepada fakir
miskin, ibnu sabil, sabilillah, para tamu, dan hamba sahaya yang berusaha menebus
dirinya.Wakaf ini ditunjukkan kepada umum dengan tidak terbatas penggunaannya yang
mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia pada
umumnya.Kepentingan umum tersebut bisa untuk jaminan social, pendidikan, kesehatan,
pertahananan, keamanan, dan lain-lain.

Dalam tinjauan penggunaannya, wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya dibandingkan
dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang ingin mengambil
manfaat.Dan jenis wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan perwakafan itu
sendiri secara umum. Dalam jenis wakaf ini juga, si wakif ( orang yang mewakafkan harta)
dapat mengambil manfaat dari harta yang di wakafkan itu, seperti wakaf mesjid maka si wakif
boleh saja di sana, atau mewakafkan sumur, maka siwakif boleh mengambil air dari sumur
tersebut sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi dan Sahabat Ustman bin Affan.

Secara substansinya, wakaf inilah yang merupakan salah satu segi dari cara membelanjakan
(memanfaatkan) harta dijalan Allah SWT. Dan tentunya kalau dilihat dari manfaat kegunaannya
merupakan salah satu sarana pembangunan, baik di bidang keagamaan, khususnya peribadatan,
perekonomian, kebudayaan, kesehatan, keamanan dan sebagainya.Dengan demikian, benda
wakaf tersebut benar-benar terasa manfaatnya untuk kepentingan kemanusiaan (umum), tidak
hanya untuk keluarga atau kerabat yang terbatas.

Wakaf khairi inilah yang bener-benar sejalan dengan amalan wakaf yang amat digembirakan
dalam ajaran islam, yang dinyatakan pahalanya akan terus mengalir hingga wakif meninggal
dunia, selama harta masih dapat diambil manfaatnya.[14]

F. HUKUM MENUKAR DAN MENJUAL HARTA WAKAF

Hukum menukar dan menjual harta wakaf menurut pendapat para ulama banyak perbedaan
pendapat. Sebagian membolehkan dan sebagian yang lain melarang nya. Sebagian ulama
Syafi'iyah ( ulama bermazhab Syafi'i) dan malikiyah ( ulama bermazhab Maliki) berpendapat,
bahwa benda wakaf yang sudah tidak berfungsi, tetap tidak boleh di jual, di tukar atau di ganti
dan di pindahkan. Karena dasar wakaf Itu sendiri bersifat abadi, sehingga kondisi apapun benda
wakaf tersebut harus di biarkan sedemikian rupa. Dasar yang di gunakan oleh mereka adalah
hadits nabi yang di riwayat kan oleh Ibnu Umar, dimana di katakan bahwa benda wakaf tidak
boleh di jual, tidak boleh di hibahkan dan tidak boleh di wariskan.

Namun di lain pihak, bahwa benda wakaf yang sudah atau kurang berfungsi lagi di mana sudah
tidak sesuai dengan peruntukan yang di maksud si wakif, maka imam Ahmad Ibnu hanbal, abu
tsaur dan Ibnu Taimiyah berpendapat tentang boleh nya menjual, mengubah, Menganti atau
memindahkan benda wakaf tersebut. Kebolehan itu, baik dengan alasan supaya benda wakaf
tersebut bisa berfungsi atau mendatangkan maslahat sesuai dengan tujuan wakaf, atau untuk
mendapatkan maslahat yang lebih besar bagi kepentingan umum, khusus nya kaum muslimin.

Sedangkan pendapat Ibnu Taimiyah membolehkan untuk mengubah atau mengalihkan wakaf
dengan dua syarat : Pertama; penggantian karena kebutuhan mendesak, seperti kuda yang di
Wakaf kan untuk perang, bila tidak mungkin lagi di manfaatkan dalam peperangan, bisa di jual
dan harga nya di pergunakan untuk membeli apa apa yang dapat menggantikannya. Bila masih
rusak dan tidak mungkin lagi di gunakan atau di ramaikan, maka tanahnya dapat di jual dan
harganya dapat di pergunakan untuk membeli apa apa yang dapat menggantikan nya. Semua ini
diperbolehkan, karena bila yang pokok (asli) tidak mencapai maksud, maka di gantikan oleh
yang lainnya. Kedua; penggantian karena kepentingan dan maslahat yang lebih kuat. Misalnya,
ada masjid yang sudah tidak layak guna bagi kaum muslimin setempat, maka boleh di jual dan di
gunakan untuk membangun masjid yang baru, sehingga kaum muslimin dapat menggunakan dan
memakmurkannya dengan maksimal.

Dan pendapat Ibnu Qudamah, salah seorang pengikut madzhab Hambali dalam kitabnya Al-
mugni mengatakan, apabila harta wakaf mengalami kerusakan hingga tidak dapat bermanfaat
sesuai dengan tujuannya, hendaknya di jual saja kemudian harta penjualannya di belikan barang
lain yang akan mendatangkan kemanfaatan sesuai dengan tujuan wakaf, dan barang yang di beli
itu berkedudukan sebagaimana harta wakaf seperti semula.[15]

G. HIKMAH WAKAF
Adapun hikmah dari wakaf antara lain:

Untuk mencari keridhaan Allah SWT. Termasuk didalamnya segala macam usaha untuk
menegakkan agama Islam, seperti mendirikan tempat-tempat ibadah kaum muslim, kegiatan
dakwah, pendidikan agama Islam, penelitian ilmu-ilmu agama Islam dan sebagainya. Untuk
kepentingan, seperti untuk membantu fakir miskin, membantu orang terlantar, karib kerabat,
mendirikan sekolah, mendirikan asrama anak yatim dan sebagainya.[16]

Wakaf memiliki hikmah yang sangat besar, dan pahala yang diterima oleh mereka yang
melakukannya adalah amat besar pula. Sebagian orang miskin tidak mampu untuk mencari
nafkah dikarenakan lemahnya kekuatan yang mereka miliki, yang disebabkan karena sakit atau
yang lainnya, seperti halnya para wanita yang tidak memiliki kekuatan untuk melakukan
pekerjaan sebagaimana para lelaki. Sebagian lagi mereka karena telah berusia lanjut. Atau orang
yang tertimpa kefakiran. Merekalah orang-orang yang sangat membutuhkan belas kasihan.
Apabila diwakafkan kepada mereka sejumlah harta, maka hal itu akan sangat membantu mereka
untuk bisa terlepas dari belenggu kemiskinan, sehingga beban kehidupan bagi mereka akan lebih
ringan. Orang kaya yang dikaruniai harta yang melimpah dan kekayaan yang banyak oleh Allah
SWT. dan merasa khawatir bahwa keturunannya akan menyalahgunakan kekayaan tersebut,
demi menjaga kemaslahatan diri dan keturunan serta kerabatnya yang ia tinggalkan setelah ia
meninggal, ia mewakafkan hartanya yang ia tinggalkan setelah ia meninggal. Ketika ia
mewakafkan hartanya, ia akan merasa tenang, yaitu dengan terjaganya sumber kekayaan dari
keterbengkalaian dan mencegah sesuatu yang tidak diinginkan. Dengan demikian, manfaat dari
harta akan terus berlanjut tanpa henti. Dan bagi orang yang mewakafkannya akan mendapat dua
balasan. Yaitu, terjaganya harta kekayaannya dan terjaganya keturunannya dari kemiskinan.[17]
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

waqaf adalah menahan perpindahan miliksuatu harta yang bermanfaat dan tahan lama,sehingga
manfaat harta itu dapat digunakan untukmencarikeridhaan Allah SWT.

Rukun- rukun wakaf adalah

. Orang yang berwakaf ( wakif )

· Berhak berbuat kebaikan

· Kehendak sendiri bukan karena paksaan

. Harta yang diwakafkan ( maukuf )

· Kekal zatnya,. Berarti bila manfaatnya diambil, zat barang itu tidak rusak.

· Kepunyaannya yang diwakafkannya

. Tujuan wakaf ( maukuf`alaih )

. Pernyataan wakaf ( sighat wakaf )

Macam-macam wakaf

1. Wakaf Ahli

2. Wakaf Khairi

Ketentuan-ketentuan Wakaf
1. Harta waqaf itu harus tetap ( tidak dapat dipindahkan kepada orang lain ), baik
dijualbelikan, dihebahkan, maupun diwariskan.

2. Harta waqaf terlepas dari pemilikan orang yang mewaqafkannya.

3. Tujuan waqaf itu harus jelas ( terang )dan termasuk dalam perbuatan baik menurut ajaran
agama islam.

4. Harta waqaf dapat dikuasakan kepada pengawas yang memiliki hak ikut serta dalam dalam
harta waqaf sekedar perlu tidak berlebihan.

B. SARAN

Sebagai seorang manusia tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh sebab itu, dalam
memandang segala sesuatu penulis sarankan agar dengan hati yang jernih sehingga mudah bagi
kita menerima kebenaran, karena segala sesuatu mempunyai manfaat. Dan juga, penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna seperti kata pepatah tak ada gading
yang tak retak, oleh sebab itu penulis masih memerlukan banyak masukan yang sifatnya
membangun untuk kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Alabij.Adijani. Perwaqapan Tanah di Indonesia. Jakarta, PT. Rajawali Pers, 1989.

Direktorat Pemberdayaan Waqaf, Fiqih Waqaf, Jakarta,Departemen Agama Ri.2007

Direktorat Pemberdayaan Waqaf, Pedoman Pengelolaan Waqaf, Jakarta, Direktorat Bimbingan


Masyarakat Islam. 2007.

Karim.Helmi, Fiqih Muamalah, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1993

Muzarie.Mukhlisin. Hukum perwaqafan, Jakarta, Kementrian Agama RI, 2010

Rasjid.Sulaiman. Al-Fiqhu Al-Islamu, Bandung, Sinar Baru Algensido, 2010 .

Sabiq.Sayyid. Fiqhu as-Sunnah, Lebanon, Dar al-‘Arabi, 1971.

Soemitra.Andre, Lembaga Keuangan Bukan Bank, Jakarta, Kencana, 2009.

Suhendi.Hendi . Fiqih Muamalah, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002.


[1] Adijani Al-Alabij, Perwaqapan Tanah di Indonesia. (PT. Rajawali Pers: Jakarta 1989). H 23

[2] Syaih Al-Islamu Burhanuddin Ali Bin Abi Bakri Al Murginani. Fathu Al-Qadir.
( Darulkitab Al-Ilmi’ah: Libanon 1995). H 189-190

[3] Ahmad Azhar Basyir, Wakaf; Izarah dan Syirkah. (PT. Al Ma’rifat : Bandung 1987). H.5

[4] Su’ad wa ‘Abdul Hamid , Taisiiru Ar-Rahman Fi Tajwidu AL-Qur’an , ( Daru At-Taqwa,
Mesir :2001 ). H

[5] Ahmad Qoqri Anwar. Islamic Jurisprudence In The Modern Work,(New Delhi, Taj
Company), H.455

[6] Heli Karim, Fiqih Muamalah. (Raja Grafindo Persada, Jakarta : 1993). H.93

[7] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah. ( Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2002 ). H 242

[8] Sulaiman Rasjid, Al-Fiqhu Al-Islamu ( Sinar Baru Algensido, Bandung: 2010 ). H 343

[9] Syaih Jaubali Asy-Syafi’I, Mughni Al-Muhtaj. ( Darul Al-Fikru, Turki :2009 ). Juz 2. H.510-
512

[10] Andri Soemitra, Lembaga Keuangan Bukan Bank. (Kencana, Jakarta : 2009), H.439

[11] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah. (PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2002). H 242-243

[12] Sayyid Sabiq, Fiqhu as-Sunnah, (Lebanon : Dar al-‘Arabi), 1971, hal.387

[13] Ibid

[14] Dr.H. Hendi Suhendi. M.Si, Fiqih Muamalah, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo ), hal. 246

[15] Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan haji 2003, fiqih wakaf, (Jakarta
2003), hal. 76-78
[16] Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, ilmu fiqih 3, (Jakarta 1986),
cet. Kel.1, hal. 215

[17] Syekh Ali Ahmad Al-jarwi, Indahnya syariat Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2006), cet. Ke.1,
hal.498

Anda mungkin juga menyukai