Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“TEORI HUBUNGAN ANTARA BUDAYA KELOMPOK ETNIS


DALAM MASYARAKAT”

DOSEN PENGAMPU: ABU BAKAR

DISUSUN OLEH :

DAYANA HUSNA

(12030326373)

MATA KULIAH HUBUNGAN ANTAR ETNIS

FAKULTAS USHULUDDIN

PROGRAM STUDI AGAMA AGAMA

UIN SUSKA RIAU

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah memberikan
kami karunia nikmat dan kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulisan makalah ini merupakan sebuah tugas dari dosen mata kuliah Hubungan Antar
Etnis. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai Teori Hubungan Antara Budaya Kelompok Etnis Dalam Masyarakat.

Dengan tersusunnya makalah ini kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan
kelemahan, demi kesempurnaan makalah ini kami sangat berharap perbaikan, kritik dan saran
yang sifatnya membangun apabila terdapat kesalahan.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi saya
sendiri dan umumnya bagi para pembaca makalah ini.

Terimakasih, Wassalamu’alaikum,

Pekanbaru, 3 Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................2
Daftar Isi.....................................................................................................3

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.......................................................................................4
2. Rumusan Masalah..................................................................................4
3. Tujuan Pembahasan...............................................................................4
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etnik.....................................................................................6
B. Pluralisme Budaya.................................................................................7
PENUTUP
1. Kesimpulan..........................................................................................10
2. Saran.....................................................................................................10
Daftar Pustaka..........................................................................................11

3
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Indonesia merupakan masyarakat yang multikultural yaitu masyarakat yang
terdiri atas kelompok-kelompok yang tinggal bersama dalam suatu wilayah, akan
tetapi terpisah de facto menurut garis kebudayaan masing-masing. Semboyan
Bhinneka Tunggal Ika mencerminkan multi budaya bangsa dalam naungan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah negara yang terbentang luas dari Sabang
sampai Merauke, memiliki sumber daya alam (natural resources) yang melimpah
seperti untaian zamrud di khatulistiwa dan juga sumber daya budaya (cultural
resources) yang beraneka ragam bentuknya.

Multikultural terbentuk dari kemajemukan masyarakat. Di Indonesia


kemajemukan merupakan warisan budaya yang tidak ternilai harganya. Masyarakat
Indonesia yang multikultural tidak terlepas dari keberagaman etnis. Etnis berasal dari
warisan, sejarah, tradisi, nilai, kesamaan perilaku, asal daerah, dan bahasa yang sama.
Etnis kemudian membentuk kelompok yang disebut kelompok etnis. Kelompok etnis
merupakan suatu kelompok manusia yang memiliki jalan kehidupan dan memiliki
sifat serta karakteristik yang menarik.

Menurut Francis, kelompok etnis diklasifikasikan dalam suatu bentuk


gemeinschaft yang ditandai persamaan warisan kebudayaan dan ikatan batin diantara
anggotanya yang menampilkan persamaan bahasa, adat kebiasaan, wilayah, sejarah,
sikap, dan sistem politik. Kelompok etnis tidak semata-mata ditentukan oleh batas
wilayah yang ditempatinya, tetapi yang penting adalah batas dimana kehidupan sosial
itu berlangsung sebagai suatu tatanan perilaku dan hubungan sosial yang kompleks.

Perbedaan suku, agama, ras, dan golongan menimbulkan berbagai relasi atau
hubungan antar kelompok masyarakat yang kemudian dapat melahirkan bentuk-
bentuk dari relasi atau hubungan. Tidak banyak diketahui bagaimana sifat-sifat relasi
antar etnis yang terjadi dank e arah mana relasi akan tercipta.

Proses interaksi berlangsung secara alamiah, tanpa intervensi yang berarti dari
pihak luar, namun berlangsung tarik-menarik antara kultur setempat dengan kultur
pendatang. Oleh karena itu, pergerakan interaksi sosial sering tidak dapat diduga atau
diramalkan apakah kea rah integrasi atau sebaliknya.

Artinya sulit diduga relasi yang akan terjadi dari waktu ke waktu. Arah dan
pola interaksi sosial itu juga berbeda-beda satu sama lain, sesuai dengan sifat-sifat
komunitas etnis yang saling berinteraksi. Kemungkinan relasi yang tercipta antar
kelompok etnis diantaranya proses asimilasi, segregasi, konformitas dan integrasi.

Keberadaan identitas dan sifat kemajemukan menjadi keunikan identitas atau


suatu kebanggaan bagi masyarakat Indonesia. Namun, kondisi yang majemuk dengan

4
keberagaman etnik, suku bangsa, dan kebudayaan sebagai identitas menjadikan
masyarakat rentan dengan konflik. Rentannya konflik merupakan sebab dari
pertentangan kebudayaan antar identitas.

Setiap identitas etnik memiliki kebudayaan masing-masing yaitu pandangan,


prinsip, dan cara menjalani hidup, serta tujuan yang berbeda. Dalam mencapai
tujuannya masing-masing kelompok memiliki cara dan kepentingannya yang berbeda,
namun harus bertemu dalam ruang kompetisi. Konflik dapat terjadi antar kelompok
dengan identitas yang berbeda yang saling berinteraksi dalam wilayah yang sama dan
dari interaksi tersebut, pastinya menimbulkan persepsi terhadap kelompok-kelompok
tertentu, yang terkadang positif dan negatif. Oleh karena itu masyarakat harus mampu
berperilaku rukun serta beradaptasi dengan lingkungan, hal tersebut dilakukan agar
terciptanya integritas dan menghindari konflik.

Secara naluri bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai keinginan


untuk hidup bermasyarakat, artinya setiap manusia punya keinginan untuk berkumpul
dan mengadakan hubungan antar sesame. Dalam suatu kehidupan manusia tidak akan
mungkin bisa bertahan hidup tanpa adanya bantuan dari orang lain, hal ini
mengungkapkan pentingnya hubungan sosial antar manusia untuk mempertahankan
kehidupannya. Hubungan sosial tergambarkan dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Salah satunya dalam aktivitas perdagangan di pasar. Dalam aktivitas
perdagangan terjadi hubungan timbal-balik antara pembeli dan penjual yang tidak
menutup kemungkinan terdiri dari berbagai macam etnis.

2. Rumusan Masalah
a. Apa itu Etnik?
b. Bagaimana konsep pluralisme budaya?
c. Bagaimana hubungan antara budaya kelompok etnis?

3. Tujuan Pembahasan
a. Mengetahui makna etnik
b. Mengetahui konsep pluralisme budaya
c. Mengetahui hubungan antara budaya kelompok etnis

5
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ETNIK
Kata etnik (ethnic) berasal dari bahasa Yunani ethnos yang merujuk pada
pengertian bangsa atau orang. Acap kali ethnos diartikan sebagai setiap kelompok
sosial yang ditentukan oleh rasa, adat istiadat, bahasa, nilai dan norma budaya, dan
lain-lain yang pada gilirannya mengindikasikan adanya kenyataan kelompok yang
minoritas atau mayoritas dalam suatu masyarakat, misalnya kita menyebutkan
Eurocentric untuk menerangkan kebudayaan yang berpusat pada mayoritas etnik dan
ras dari orang-orang Eropa, Chinacentric untuk menyebutkan kebudayaan yang
berosientasi pada Cina, dan Jawacentric untuk menjelaskan kebudayaan yang
berorientasi pada Jawa. Jadi istilah etnik mengacu pada suatu kelompok yang sangat
fanatik dengan idelogi kelompoknya, tidak mau tahu ideology kelompok lain. Dalam
perkembangannya, makna ethnos berubah menjadi etnichos yang secara harfiah
digunakan untuk menerangkan keberadaan sekelompok “penyembah berhala” atau
orang kafir yang hanya berurusan dengan kelompoknya sendiri tanpa peduli
kelompok lain.

Kelompok etnik sering diartikan pula sebagai suatu kelompok dimana para
anggotanya memiliki dan kemudian membagi tradisi kebudayaannya, misalnya nilai
serta bahasa yang sama, dan membedakan diri mereka dengan atau dari kelompok
yang lain (Barth). Dalam situasi keseharian kelompok etnik langsung dilihat sebagai
orang yang berbeda misalnya karena acap kali memakai pakaian yang lain dari
kelompok dominan, atau menampilkan symbol-simbol yang berbeda meskipun
mereka diintegrasikan dalam suatu masyarakat yang lebih luas.

Berdasarkan beberapa definisi etnik diatas, maka dapat dikatakan bahwa etnik
atau kelompok etnik adalah:

Pertama, suatu kelompok sosial yang mempunyai tradisi kebudayaan dan


sejarah yang sama, dan karena kesamaan itulah mereka memiliki suatu identitas
sebagai suatu subkelompok dalam suatu masyarakat yang luas. Para anggota dari
kelompok etnik itu berbeda dengan kebudayaan masyarakat kebanyakan hanya karena
mereka memiliki karakteristik kebudayaan tertentu dari anggota masyarakat yang lain.
Kelompok etnik bisa mempunyai bahasa sendiri, agama sendiri, adat istiadat sendiri
yang berbeda dengan kelompok lain. Yang paling penting adalah para anggota dari
kelompok etnik itu mempunyai perasaan sendiri yang secara tradisional berbeda
dengan kelompok sosial lain. Konsep atau istilah ini yang sering dipakai, meskipun
tidak selalu diterapkan kepada kelompok minoritas. Kelompok etnik sering kali
dipakai secara bergantian dengan kelompok ras karena kelompok ras selain
mempunyai karakteristik yang dimiliki etnik tetapi juga mempunyai karakteristik fisik
yang relative sama (misalnya, Afrika-Amerika).

6
Kedua, suatu kelompok individu yang memiliki kebudayaan yang berbeda, di
antara para anggotanya merasa memiliki semacam subkultur yang smaa. Gagasan
tentang kelompok etnik itu berbeda dengan rasa sebab etnik lebih menggambarkan
nilai, norma, perilaku, dan bahasa, yang acap kali juga terlihat dari tampilan fisik
mereka. Sering kali kelompok etnik dipikirkan sebagai kelompok minoritas dari
kebudayaan orang lain.

Ketiga, etnik merupakan suatu kelompok yang memiliki domain tertentu, yang
kita sebut dengan ethnic domain. Susanne Langer mengatakan bahwa, kerap kali
kelompok etnik itu mempunyai peranan dan bentuk symbol yang sama, memiliki
bentuk kesenian atau art yang sama yang diciptakan dalam ruang dan waktu mereka,
jadi ada imajinasi yang sama atau arsitektur yang sama yang mereka ciptakan secara
virtual. Dengan menciptakan arsitektur itu, maka mereka menggambarkan diri
mereka, hubungan mereka dengan orang lain, membentuk sistem peran, fungsi dan
relasi, serta struktur dan sistem sosial.

B. PLURALISME BUDAYA
Pluralisme budaya adalah istilah yang digunakan ketika kelompok-kelompok
kecil dalam masyarakat yang lebih besar mempertahankan identitas budaya mereka
yang unik, serta nilai dan praktik mereka diterima oleh budaya yang lebih luas asalkan
sesuai dengan hukum dan nilai masyarakat yang lebih luas. Sebagai istilah sosiologis,
definisi dan deskripsi pluralism budaya telah berevolusi dari waktu ke waktu. Ini telah
digambarkan sebagai bukan hanya fakta tapi tujuan masyarakat. Pluralism budaya
berbeda dari multikulturalisme. Multikulturalisme tidak memiliki kebutuhan budaya
dominan. Jika budaya dominan melemah, masyarakat dapat dengan mudah beralih
dari pluralism budaya ke dalam multikulturalisme tanpa langkah-langkah yang
disengaja diambil oleh masyarakat tersebut. Jika masyarakat berfungsi secara terpisah
satu sama lain, atau bersaing satu sama lain, mereka tidak dianggap dalam pluralistic
budaya.

Pluraslisme budaya dapat dipraktikkan pada tingkat yang bervariasi oleh


kelompok atau individu. Contoh pluralisme yang menonjol adalah AS di abad ke-20,
dimana budaya dominan dengan unsur nasionalisme yang kuat, seperti budaya
olahraga dan budaya artistik juga berisi kelompok yang lebih kecil dengan norma
etnis, agama, dan budaya mereka sendiri.

Dalam budaya pluralis, kelompok tidak hanya berdampingan satu sama lain,
tetapi juga mempetimbangkan kualitas kelompok lain sebagai ciri-ciri yang dimiliki
dalam budaya dominan. Masyarakat pluralistik menempatkan harapkan yang kuat
untuk integrasi anggota, daripada harapan asimilasi. Keberadaan institusi dan praktik
semacam itu dimungkinkan jika masyarakat budaya diterima oleh masyarakat luas
dalam budaya pluralis dan terkadang memerlukan perlindungan hukum. Sering kali
penerimaan budaya mungkin mengharuskan budaya baru atau minoritas

7
menghilangkan beberaoa aspek budaya mereka yang tidak sesuai dengan hukum atau
nilai budaya dominan.

Apa yang dimaksudkan dengan pluralisme? Kita dapat mengikuti beberapa


kategori makna pluralisme:
Pertama, makna pluralisme jika dihubungkan dengan konsep lain:
a. Pluralisme (ethnic). Pluralisme etnik adalah koeksistensi atau pengakuan terhadap
kesetaraan sosial dan budaya antara beragam kelompok etnik yang ada dalam
suatu masyarakat
b. Struktur kekuasaan yang pluralistic (pluralistic power structure), merupakan
sebuah sistem yang mengatur pembagian hak kepada semua kelompok yang
beragam dalam suatu masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan
c. Dual pluralist theory, adalah teori yang mengatakan bahwa kekuasaan dalam
sistem sosial didistribusikan diantara beragama kelompok dan individu

Dari beberapa pengertian diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa, secara
teoritik, pluralisme (budaya) merupakan sebuah konsep yang menerangkan ideal
(ideologi) kesetaraan kekuasaan dalam suatu masyarakat multikultur, dimana
kekuasaan itu “terbagi secara merata” diantara kelompok-kelompok etnik yang
bervariasi sehingga mampu mendorong pengaruh timbal balik diantara mereka. Dan
dalam masyarakat multikultur tersebut, kelompok-kelompok etnik itu dapat
menikmati hak-hak mereka yang sama dan seimbang, dapat memelihara dan
melindungi diri mereka sendiri karena mereka menjalankan tradisi kebudayaannya.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari rumusan-rumusan makna pluralisme diatas yaitu:
1. Pluraslisme (budaya) menggambarkan suatu kenyataan bahwa dalam masyarakat
kelompok-kelompok etnik yang tidak terakulturasi ke dalam budaya etniknya.
Pada umumnya, kelompok seperti ini menampilkan perilaku budaya yang berbeda
misalnya berbicara dengan bahasa lain daripada bahasa etniknya, memeluk agama
yang berbeda dengan mayoritas agama yang dipeluk etniknya, dan lain-lain yang
berarti mereka menampilkan sistem nilai yang berbeda daripada nilai etniknya
2. Bahwa terbentuk pula pluralisme structural dalam masyarakat yang
menggambarkan perbedaan budaya di antara kelompok-kelompok etnik namun
perbedaan tersebut hanya terletak pada wilayah struktur sosial semata-mata.
Berarti, meskipun kelompok-kelompok etnik itu mempunyai unsur budaya yang
sama dengan budaya yang dominan, nemun mereka selalu tampil degan budaya
tertentu (subkultur) yang terpisah dari kelompok dominan.

Menurut Suzuki, bagaimanapun juga dalam pluralisme terkandung konsep bahwa


setiap orang tetap memiliki etnik tertentu dan tetap mempraktikkan etnisitas sebagai
sesuatu yang sentral dalam menentukan relasi mereka dengan orang lain dari
kebudayaan dominan. Akhirnya, pluralisme sebagai sebuah ideology berasumsi
bahwa semua “isme” (rasisme, seksisme, kelasisme) merupakan pendekatan bagi
kehidupan yang harmonis satu sama lain. Bagaimanapun juga konsep pluralisme

8
budaya memang sangat bertentangan dengan fokus etnisitas yang tunggal
sebagamana dikatakan oleh Newman, bahwa pluralisme merupakan gerakan yang
berdampak terhadap struktur sosial masyarakat, dimulai dari perubahan struktur sosial
individu dan kelompok.

Sementara itu, John Gray mengatakan bahwa pada dasarnya dengan pluralisme itu
sekaligus mendorong perubahan cara berfikir dari cara berpikir monokultur ke cara
berfikir multukultur. Perubahan cara berfikir ini dianggap penting, malah bersifat
universal, untuk mencegah klaim sebuah kebudayaan bahwa hanya pandangan suatu
kebudayaan yang paling benar. Menurut Gray, semua kebudayaan itu penting
sehingga tidak ada satu kebudayaan pun yang mengklaim bahwa apa yang dikatakan
oleh kebudayaannya itu menjadi rasionalisasi atas semua kebudayaan lain. Inilah
argumentasi paling penting dari pluralisme. Jadi, seorang pluralisme dengan kata lain,
harus dan selalu akan mengatakan bahwa setiap kebudayaan memiliki norma-norma
universal dan norma-norma tersebut dapat diberlakukan kapan dan dimana saja,
namun yang harus diingat bahwa norma-norma yang universal itu tidak lebih dari
validitas kearifan budaya sendiri.

9
PENUTUP

1. Kesimpulan
Etnis atau suku merupakan suatu kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari
kesatuan yang lain berdasarkan akar dan identitas kebudayaan, terutama bahasa.
Etnis ditentukan oleh adanya kesadaran kelompok, pengakuan akan kesatuan
kebudayaan dan juga persamaan asal-usul. Etnis atau suku merupakan suatu kesatuan
sosial yang dapat membedakan kesatuan berdasarkan persamaan asal-usul seseorang
sehingga dapat dikategorikan dalam status kelompok mana ia dimasukkan. Istilah
etnis ini digunakan untuk mengacu pada satu kelompok, atau ketegori sosial yang
perbedaannya terletak pada kriteria kebudayaan.

Secara teoritik, pluralisme (budaya) merupakan sebuah konsep yang


menerangkan ideal (ideologi) kesetaraan kekuasaan dalam suatu masyarakat
multikultur, dimana kekuasaan itu “terbagi secara merata” diantara kelompok-
kelompok etnik yang bervariasi sehingga mampu mendorong pengaruh timbal balik
diantara mereka. Dan dalam masyarakat multikultur tersebut, kelompok-kelompok
etnik itu dapat menikmati hak-hak mereka yang sama dan seimbang, dapat
memelihara dan melindungi diri mereka sendiri karena mereka menjalankan tradisi
kebudayaannya.

2. Saran
Penulis menyadari jika makalah ini masih jauh dari sempurna. Kesalahan
ejaan, metodologi penulisan dan pemilihan kata serta cakupan masalah yang masih
kurang adalah diantara kekurangan dalam makalah ini. Karena itu saran dan kritik
membangun sangat kami butuhkan dalam penyempurnaan makalah ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Liliweri, Alo. Prasangka, Konflik dan Komunikasi Antar Budaya. 2018. Jakarta: Kencana.
http://repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/6517/1/qM91DwAAQBAJ.pdf .
Accessed 3 Okt. 2021

Sibarani, Berlin. Bahasa, Etnisitas dan Potensinya Terhadap Konflik Etnis.


https://media.neliti.com/media/publications/75885-ID-bahasa-etnisitas-dan-
potensinya-terhadap.pdf . Accessed 3 Okt. 2021.

Regar, Philep M, Evelin Kawung, Joanne P.M. Tagkudung. Pola Komunikasi Antar Budaya
dan Identitas Etnik Sangihe. Journal Acta Diurna. III (4). 2014.
https://media.neliti.com/media/publications/94040-ID-pola-komunikasi-antar-budaya-
dan-identit.pdf . Accessed 3 Okt. 2021.

Schermerhon, R.A. Comparative Ethnic Relation. A Frame of theory and research. Random
House, New York. 1970.

Shibutani, T., Kian M.Kwan. Ethnic Stratification. A Competarive Approach, The


MacMillah Company, London. 1969.

http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/563/5/118600169_file5.pdf

11

Anda mungkin juga menyukai