Anda di halaman 1dari 37

Budaya dan kesehatan

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Larat Belakang

Suatu hal yang tidak dapat di pungkiri dari Negara Indonesia adalah dengan keanekaragaman
budayanya,dimasing masing bagaian daerah di indonesia memiliki budaya budaya yang berbeda,
selain itu sistem norma yang berlakau di masyarakat pun berbeda pula.
Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan mempunyai keunggulan
dibandingkan dengan negara lainnya. Indonesia mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan
bervariasi. Dan tak kalah pentingnya, secara sosial budaya dan politik masyarakat Indonesia
mempunyai jalinan sejarah dinamika interaksi antar kebudayaan yang dirangkai sejak dulu.
Interaksi antar kebudayaan dijalin tidak hanya meliputi antar kelompok sukubangsa yang
berbeda, namun juga meliputi antar peradaban yang ada di dunia. Labuhnya kapal-kapal Portugis
di Banten pada abad pertengahan misalnya telah membuka diri Indonesia pada lingkup pergaulan
dunia internasional pada saat itu. Hubungan antar pedagang gujarat dan pesisir jawa juga
memberikan arti yang penting dalam membangun interaksi antar peradaban yang ada di
Indonesia. Singgungan-singgungan peradaban ini pada dasarnya telah membangun daya elasitas
bangsa Indonesia dalam berinteraksi dengan perbedaan. Disisi yang lain bangsa Indonesia juga
mampu menelisik dan mengembangkan budaya lokal ditengah-tengah singgungan antar
peradaban itu.
Sejarah membuktikan bahwa kebudayaan di Indonesia mampu hidup secara berdampingan, saling
mengisi, dan ataupun berjalan secara paralel. Misalnya kebudayaan kraton atau kerajaan yang
berdiri sejalan secara paralel dengan kebudayaan berburu meramu kelompok masyarakat tertentu.
Dalam konteks kekinian dapat kita temui bagaimana kebudayaan masyarakat urban dapat
berjalan paralel dengan kebudayaan rural atau pedesaan, bahkan dengan kebudayaan berburu
meramu yang hidup jauh terpencil. Hubungan-hubungan antar kebudayaan tersebut dapat
berjalan terjalin dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika , dimana bisa kita maknai bahwa konteks
keanekaragamannya bukan hanya mengacu kepada keanekaragaman kelompok sukubangsa
semata namun kepada konteks kebudayaan

Kami memilih judul Norma dan Nilai Budaya terhadap Kesehatan karena kami ingin mengupas
lebih lanjut tentang topik ini,mengingat berbagai keanekaragaman sosial kultural yang sangat
majemuk di negara indonesia.
Makalah ini merefleksikan tentang suatu keadaan yang mana terjadi keanekaragaman social
budaya, kami juga mengupas tentang penerapan norma norma dan nilai nilai budaya dalam
penerapanya dalam kehidupan bermasyarakat di lingkungan sekitar.
Mengapa Sampai timbul keanekaragaman budaya dan norma? Sebuah pertanyaan yang begitu
kita cermati sangat lah menarik.
Setelah kita menjelaskan tentang Nilai dan Norma, tentu akan timbul pertanyaan apa pengaruh
nilai dan norma terhadap kesehatan?
Disinilah kami akan memaparkan semuanya tentang nilai dan norma serta pengaruhnya bagi
kehidupan masyarakat.
Selain itu kami menulis makalah ini juga untuk mengembangkan intelektualitas kami dalam hal
berfikir kritis dan menjeneralisasi terhadap suatu pokok masalah.
Kebutuhan lain ditulisnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ujian akhir semester mata
kuliah antropologi dan sosiologi keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah

Sebua pertanyaan yang kita sering dengar adalah tentang nilai dan norma yang ada di tengah
tengah mesyarakat, kita sering kali mendengar perkataan Apa hubungan antara nilai dan norma
budaya terhadap kesehatan?
Itu sebenarnya adalah sebuah pertanyaan yang sangat logis, mengingat manusia moderen kini
dituntut untuk berfikir secara rasional instrumental dan terarah, jadi segala sesuatu harus dapat
dibuktikan secara ilmiah dan memiliki tingkat ke akurasian yang sangat tinggi.
Masyarakat moderen identik dengan pengemudi pada mobil, mereka dapat menemukan sebuah
pemahaman pemahaman baru tentang dunia kesehatan. Banyak nya ahli kesehatan membuat
budaya tradisional perlahan lahan mulai ditinggalkan.
Pokok pembahasan mkalah ini adalah tentang Apa dan Bagaimana Pengaruh nilai dan norma
budaya terhadap kesehatan
Selebihnya kami akan berusaha untuk memaparkan itu semua pada Bab II yang berisikan tentang
Tinjauan pustaka dan bagaimana kami akan berusaha untuk menjelaskan apa isinya.
Sebuah pemahaman yang dapat kami jelaskan tentang pandangan dari berbagi sumber yang
kemudian akan kami coba untuk mengembangkannya.

1.3 Tujuan

Makalah yang berjudulkan Norma dan Nilai Budaya Terhadap Kesehatan kami buat untuk
menjelaskan bagaimana hubungan antara nilai dan norma budaya terhadap kesehatan, yang mana
topik ini kami pilih karena untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester ANTROPOS yang
dibina oleh Ibu Esti Widani,Skep,Ns.
Topik ini sangatlah sesuai dengan bidang kesehatan, yang mana dalam sebuah bidang kesehatan
pasti memiliki hubungan yang sangat erat dengan bidang sosio cultural.
Tentunya dalam makalah ini kami berusaha untuk menjelaskan beberapa aspek yang berkaitan
dengan Budaya dan Kesehatan, sebuah topik yang menurut kami sangatlah menarik perhatian dan
memicu hasrat kami untuk mengupasnya secara lebih lanjut.
Semoga makalah yang kami sajika dalam bentuk sederhana ini mampu menjadikan kami semua
lebih mendalami tentang hubungan budaya dengan kesehatan.dan yang terpenting adalah manfaat
mkalah ini bagi kami dalam memenuhi tugas makalah ANTROPOS.

1.4 Manfaat

Makalah yang kami sajikan semoga dapat menjadikan bahan referensi dalam pembuatan karya
karya tulis lanjutan, yang mana dalam sebuah system perlulah pemahaman yang mendalam
tentang sebuah topic.Kami berusaha menjelaskan dengan bahasa awam yang kami peroleh dari
berbagai sumber.
Adapun penyusunan makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi tugas akhir semester ganjil
yang dilaksanakan di Universitas Tribhuana Tunggadewi Malang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadikan tambahan nilai tugas
kami dalam Ujian Akhir Semester.
Sebuah kerja keras tentunya dalam penyusunan makalah ini, tentunya kami berharap semoga
makalah ini dapat dijadikan pertimbangan tentang nilai mata kuliah Antropologi dan Sosiologi
pada Ujian Akhir ini.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1.1.Budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere,
yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit,
termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya
seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang
berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-
perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini
tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari
budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang
dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya
sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya
seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" d Jepang dan
"kepatuhan kolektif" di Cina. Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-
anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan
nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh
rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.

Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain
Dalam wacana kebudayaan dan sosial, sulit untuk mendefinisikan dan memberikan batasan
terhadap budaya lokal atau kearifan lokal, mengingat ini akan terkait teks dan konteks, namun
secara etimologi dan keilmuan, tampaknya para pakar sudah berupaya merumuskan sebuah
definisi terhadap local culture atau local wisdom ini. Sebagai sebuah kajian, kemudian saya pun
mempelajari dan mencoba mengaitkannya pada konteks yang ada. Definisi budaya lokal yang
pertama saya ambil adalah berdasarkan visualisasi kebudayaan ditinjau dari sudut stuktur dan
tingkatannya. Berikut adalah penjelasannya :
Superculture, adalah kebudayaan yang berlaku bagi seluruh masyarakat. Contoh: kebudayaan
nasional;
Culture, lebih khusus, misalnya berdasarkan golongan etnik, profesi, wilayah atau daerah. Contoh
: Budaya Sunda;
Subculture, merupakan kebudyaan khusus dalam sebuah culture, namun kebudyaan ini tidaklah
bertentangan dengan kebudayaan induknya. Contoh : budaya gotong royong
Counter-culture, tingkatannya sama dengan sub-culture yaitu merupakan bagian turunan dari
culture, namun counter-culture ini bertentangan dengan kebudayaan induknya. Contoh : budaya
individualisme

Dilihat dari stuktur dan tingkatannya budaya lokal berada pada tingat culture. Hal ini berdasarkan
sebuah skema sosial budaya yang ada di Indonesia dimana terdiri dari masyarakat yang bersifat
manajemuk dalam stuktur sosial, budaya (multikultural) maupun ekonomi.

Jacobus Ranjabar (2006:150) mengatakan bahwa dilihat dari sifat majemuk masyarakat
Indonesia, maka harus diterima bahwa adanya tiga golongan kebudayaan yang masing-masing
mempunyai coraknya sendiri, ketiga golongan tersebut adalah sebagai berikut:
Kebudayaan suku bangsa (yang lebih dikenal secara umum di Indonesia dengan nama
kebudayaan daerah)
Kebudayaan umum lokal
Kebudayaan nasional

Dalam penjelasannya, kebudayaan suku bangsa adalah sama dengan budaya lokal atau budaya
daerah. Sedangkan kebudayaan umum lokal adalah tergantung pada aspek ruang, biasanya ini
bisa dianalisis pada ruang perkotaan dimana hadir berbagai budaya lokal atau daerah yang
dibawa oleh setiap pendatang, namun ada budaya dominan yang berkembang yaitu misalnya
budaya lokal yang ada dikota atau tempat tersebut. Sedangkan kebudayaan nasional adalah
akumulasi dari budaya-budaya daerah.

Definisi Jakobus itu seirama dengan pandangan Koentjaraningrat (2000). Koentjaraningrat


memandang budaya lokal terkait dengan istilah suku bangsa, dimana menurutnya, suku bangsa
sendiri adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan
kebudayaan. Dalam hal ini unsur bahasa adalah ciri khasnya.

Pandangan yang menyatakan bahwa budaya lokal adalah merupakan bagian dari sebuah skema
dari tingkatan budaya (hierakis bukan berdasarkan baik dan buruk), dikemukakan oleh
antropolog terkemuka di Indonesia yang beretnis Sunda, Judistira K. Garna.

Menurut Judistira (2008:141), kebudayaan lokal adalah melengkapi kebudayaan regional, dan
kebudayaan regional adalah bagian-bagian yang hakiki dalam bentukan kebudayaan nasional.

Lebih lanjut, mengenai budaya lokal dan budaya nasional, Judistira mengatakan bahwa dalam
pembentukannya, kebudayaan nasional memberikan peluang terhadap budaya lokal untuk
mengisinya. Adapun definisi budaya nasional yang mempunyai keterkaitan dengan budaya lokal
adalah sebagai berikut:
Kebudayaan kebangsaan (kebudayaan nasional) berlandaskan kepada puncak-puncak kebudayaan
daerah,
Kebudayaan kebangsaan ialah gabungan kebudayaan daerah dan unsur-unsur kebudayaan asing,
Kebudayaan kebangsaan menurut rekayasa pendukung kebudayaan dominan melalui kekuasaan
politik dan ekonomi: dan
Kebudayaan kebangsaan dibentuk dari unsur-unsur kebudayaan asing yang modern dalam
mengisi kekosongan dan ketidaksepakatan dari berbagai kebudayaan daerah (Judistira, 2008:41)

Pembatasan atau perbedaan antara budaya nasional dan budaya lokal atau budaya daerah diatas
menjadi sebuah penegasan untuk memilah mana yang disebut budaya nasional dan budaya lokal
baik dalam konteks ruang, waktu maupun masyarakat penganutnya.

Dalam pengertian yang luas, Judistira (2008:113) mengatakan bahwa kebudayaan daerah bukan
hanya terungkap dari bentuk dan pernyataan rasa keindahan melalui kesenian belaka; tetapi
termasuk segala bentuk, dan cara-cara berperilaku, bertindak, serta pola pikiran yang berada jauh
dibelakang apa yang tampak tersebut.

Wilayah administratif tertentu, menurut Judistira bisa merupakan wilayah budaya daerah, atau
wilayah budaya daerah itu meliputi beberapa wilayah administratif, ataupun disuatu wilayah
admisnistratif akan terdiri dari bagian-bagian satu budaya daerah.

Wilayah administratif atau demografi pada dasarnya menjadi batasan dari budaya lokal dalam
definisinya, namun pada perkembangannya dewasa ini, dimana arus urbanisasi dan atau
persebaran penduduk yang cenderung tidak merata, menjadi sebuah persoalan yang mengikis
definisi tersebut.
Dalam pengertian budaya lokal atau daerah yang ditinjau dalam faktor demografi dengan
polemik di dalamnya, Kuntowijoyo memandang bahwa wilayah administratif antara desa dan
kota menjadi kajian tersendiri. Dimana menurutnya, kota yang umumnya menjadi sentral dari
bercampurnya berbagai kelompok masyarakat baik lokal maupun pendatang menjadi lokasi yang
sulit didefinisikan. Sedangkan di wilayah desa, sangat memungkinkan untuk dilakukan
pengidentifikasian.

Dikota-kota dan di lapisan atas masyarakat sudah ada yang kebudayaan nasional, sedangkan
kebudayaan daerah dan tradisional menjadi semakin kuat bila semakin jauh dari pusat kota.
Sekalipun inisiatif dan kreatifitas kebudayaan daerah dan tradisional jatuh ke tangan orang kota,
sense of belonging orang desa terhadap tradisi jauh lebih besar. (Kuntowijoyo,2006:42)

Dalam pengkritisan definisi yang berdasarkan pada konteks demografi ini, Irwan Abdullah
memberikan pandangannya :

Etnis selain merupakan konstruksi biologis juga merupakan konstruksi sosial dan budaya yang
mendapatkan artinya dalam serangkaian interaksi sosial budaya. Berbagai etnis yang terdapat
diberbagai tempat tidak lagi berada dalam batas-batas fisik (physical boundaries) yang tegas
karena keberadaan etnis tersebut telah bercampur dengan etnis-etnis lain yang antar mereka telah
membagi wilayah secara saling bersinggungan atau bahkan berhimpitan. (Abdullah, 2006:86)

Walaupun adanya interaksi antara budaya pendatang dan masyarakat lokal, pada hakekatnya
definisi budaya lokal berdasarkan konteks wilayah atau demografis pada hakekatnya tetap masih
relevan walaupun tidak sekuat definisi pada konteks suku bangsa. Hal ini seperti yang dikatakan
Irwan Abdullah selanjutnya :

Keberadaan suatu etnis disuatu tempat memiliki sejarahnya secara tersendiri, khususnya
menyangkut status yang dimiliki suatu etnis dalam hubungannya dengan etnis lain. Sebagai suatu
etnis yang merupakan kelompok etnis pendatang dan berinteraksi dengan etnis asal yang terdapat
disuatu tempat, maka secara alami akan menempatkan pendatang pada posisi yang relatif lemah.
(Abdullah, 2006:84)

Merujuk pada beberapa pandangan sejumlah pakar budaya dan atau antropolog diatas, maka
penulis menyimpulkan bahwa budaya lokal dalam definisinya didasari oleh dua faktor utama
yakni faktor suku bangsa yang menganutnya dan yang kedua adalah faktor demografis atau
wilayah administratif.

Namun, melihat adanya polemik pada faktor demografis seiring dengan persebaran penduduk,
maka penulis akan lebih menekankan definisi budaya lokal sebagai budaya yang dianut suku
bangsa, misalnya Budaya Sunda (budaya lokal) adalah budaya yang dianut oleh Suku Bangsa
Sunda, hal ini bisa ditentukan oleh minimal bahasa yang digunakan.

1.2. Kesehatan dan keanekaragaman budaya


Kesehatan Keragaman budaya atau cultural diversity adalah keniscayaan yang ada di bumi
Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri
keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok
sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat
kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang
ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar
dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis
yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga
perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok sukubangsa dan
masyarakat di Indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga
mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah
ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Kemudian juga berkembang dan meluasnya
agama-agama besar di Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia
sehingga memcerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah
salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi.
Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya
dalam konteks peradaban, tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan.
Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan mempunyai keunggulan
dibandingkan dengan negara lainnya. Indonesia mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan
bervariasi. Dan tak kalah pentingnya, secara sosial budaya dan politik masyarakat Indonesia
mempunyai jalinan sejarah dinamika interaksi antar kebudayaan yang dirangkai sejak dulu.
Interaksi antar kebudayaan dijalin tidak hanya meliputi antar kelompok sukubangsa yang
berbeda, namun juga meliputi antar peradaban yang ada di dunia. Labuhnya kapal-kapal Portugis
di Banten pada abad pertengahan misalnya telah membuka diri Indonesia pada lingkup pergaulan
dunia internasional pada saat itu. Hubungan antar pedagang gujarat dan pesisir jawa juga
memberikan arti yang penting dalam membangun interaksi antar peradaban yang ada di
Indonesia. Singgungan-singgungan peradaban ini pada dasarnya telah membangun daya elasitas
bangsa Indonesia dalam berinteraksi dengan perbedaan. Disisi yang lain bangsa Indonesia juga
mampu menelisik dan mengembangkan budaya lokal ditengah-tengah singgungan antar
peradaban itu.
Sejarah membuktikan bahwa kebudayaan di Indonesia mampu hidup secara berdampingan, saling
mengisi, dan ataupun berjalan secara paralel. Misalnya kebudayaan kraton atau kerajaan yang
berdiri sejalan secara paralel dengan kebudayaan berburu meramu kelompok masyarakat tertentu.
Dalam konteks kekinian dapat kita temui bagaimana kebudayaan masyarakat urban dapat
berjalan paralel dengan kebudayaan rural atau pedesaan, bahkan dengan kebudayaan berburu
meramu yang hidup jauh terpencil. Hubungan-hubungan antar kebudayaan tersebut dapat
berjalan terjalin dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika , dimana bisa kita maknai bahwa konteks
keanekaragamannya bukan hanya mengacu kepada keanekaragaman kelompok sukubangsa
semata namun kepada konteks kebudayaan.
Didasari pula bahwa dengan jumlah kelompok sukubangsa kurang lebih 700an sukubangsa di
seluruh nusantara, dengan berbagai tipe kelompok masyarakat yang beragam, serta keragaman
agamanya, masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang sesungguhnya rapuh. Rapuh
dalam artian dengan keragaman perbedaan yang dimilikinya maka potensi konflik yang
dipunyainya juga akan semakin tajam. Perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat akan
menjadi pendorong untuk memperkuat isu konflik yang muncul di tengah-tengah masyarakat
dimana sebenarnya konflik itu muncul dari isu-isu lain yang tidak berkenaan dengan keragaman
kebudayaan. Seperti kasus-kasus konflik yang muncul di Indonesia dimana dinyatakan sebagai
kasus konflik agama dan sukubangsa. Padahal kenyataannya konflik-konflik tersebut didominsi
oleh isu-isu lain yang lebih bersifat politik dan ekonomi. Memang tidak ada penyebab yang
tunggal dalam kasus konflik yang ada di Indonesia. Namun beberapa kasus konflik yang ada di
Indonesia mulai memunculkan pertanyaan tentang keanekaragaman yang kita miliki dan
bagaimana seharusnya mengelolanya dengan benar.
Bukan oleh beberapa faktor termasuk warisan genetik, perilaku pribadi, akses terhadap pelayanan
kesehatan yang bermutu, dan lingkungan eksternal umum (seperti kualitas udara, air, dan kondisi
perumahan). Selain itu, pertumbuhan badan penelitian telah mendokumentasikan asosiasi antara
dan faktor sosial budaya dan kesehatan ( Berkman dan Kawachi, 2000 , Marmot dan Wilkinson,
2006 ). Untuk beberapa jenis variabel sosial, seperti status sosial ekonomi (SES) atau
kemiskinan, bukti kuat link mereka untuk kesehatan telah ada sejak awal catatan resmi menjaga.
Untuk jenis lain dari variabel-seperti jaringan sosial dan dukungan sosial atau pekerjaan stres-
bukti hubungan mereka untuk kesehatan telah terakumulasi selama 30 tahun terakhir. Tujuan bab
ini adalah untuk memberikan gambaran dari variabel-variabel sosial yang telah diteliti sebagai
masukan untuk kesehatan (faktor penentu sosial apa yang disebut kesehatan), serta untuk
menggambarkan pendekatan untuk pengukuran mereka dan bukti empiris yang menghubungkan
setiap variabel hasil kesehatan.
Harus ditekankan di awal bahwa faktor penentu sosial dari kesehatan dapat dikonseptualisasikan
sebagai mempengaruhi kesehatan di berbagai tingkat sepanjang perjalanan hidup. Jadi, misalnya,
kemiskinan dapat dikonseptualisasikan sebagai eksposur yang mempengaruhi kesehatan individu
pada berbagai tingkat organisasi dalam keluarga atau dalam lingkungan di mana individu berada.
Lebih dari itu, berbagai tingkat pengaruh dapat co-terjadi dan berinteraksi dengan satu sama lain
untuk menghasilkan kesehatan. Sebagai contoh, dampak merugikan kesehatan tumbuh di
keluarga miskin dapat diperkuat jika keluarga yang juga terjadi berada dalam komunitas yang
kurang beruntung (di mana keluarga miskin lainnya) bukan di komunitas kelas menengah.
Selanjutnya, kemiskinan mungkin diferensial dan independen mempengaruhi kesehatan individu
pada tahapan yang berbeda dari kehidupan saja (misalnya, di dalam rahim, masa bayi dan masa
kanak-kanak, selama kehamilan, atau selama usia tua).
Singkatnya, pengaruh dan variabel sosial budaya terhadap kesehatan melibatkan dimensi baik
waktu (tahapan kritis dalam perjalanan hidup dan efek dari pajanan kumulatif) serta tempat
(beberapa tingkat eksposur). Konteks di mana variabel sosial dan budaya beroperasi untuk
mempengaruhi hasil kesehatan disebut, umum, dan lingkungan sosial budaya.
1.3. Konsep Kesehatan
Konsep sehat dan upaya kesehatan yang dianut dunia telah banyak bergeser. Di Indonesia,
pergeseran cara penanganan kesehatan masyarakat tak bisa cepat diikuti karena kekurangan orang
yang mampu menerjemahkan berbagai konsep kesehatan menjadi kebijakan yang bisa diterapkan.
Hal itu mengemuka dalam diskusi "Masalah Kesehatan Nasional" yang diprakarsai Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) dalam rangka ulang tahunnya ke-36,
Senin (1/7). Diskusi diikuti para pakar kesehatan masyarakat dari berbagai universitas, anggota
DPR, organisasi nonpemerintah maupun pejabat instansi terkait dengan kesehatan.
Dekan FKM-UI Prof Dr dr Sudarto Ronoatmodjo menyatakan, sistem kesehatan yang dulu
ditujukan untuk memelihara kesehatan fisik dan mental kini bergeser untuk mencapai derajat
kesehatan setinggi-tingginya (goodness) dengan perbedaan antar-individu dan kelompok sekecil
mungkin (fairness).

Upaya kesehatan, demikian guru besar FKM-UI Prof dr Does Sampoerno MPH menambahkan,
kini tidak lagi sebagai health program for survival tetapi sebagai health program for human
development. "Untuk mempertahankan dan meningkatkan upaya pembangunan diperlukan
sumber daya manusia yang tidak sekadar tidak sakit, tetapi sehat dan produktif. Tahun 1988
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memasukkan unsur sehat/produktif sosial dan ekonomi
dalam definisi sehat," papar Does.
Indikator kemajuan suatu negara yang digunakan internasional adalah Human Development
Index (HDI), terdiri dari kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Tahun 1990 Perserikatan Bangsa-
bangsa (PBB) mencanangkan Decade of Human Development dan tahun 1992 dinyatakan
sebagai The Year of Human Development.
Untuk itu, upaya kesehatan tidak lagi hanya kuratif tetapi juga promotif dan preventif. Upaya
kesehatan untuk pembangunan manusia bukan hanya tanggung jawab sektor kesehatan melainkan
perlu kerja sama lintas sektor. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 menyatakan,
tujuan pembangunan untuk meningkatkan SDM berkualitas. Tetapi kebijakan penyelenggaraan
upaya kesehatan masih belum berubah, masih menekankan upaya kesehatan kuratif.
Perubahan baru dicanangkan secara resmi pada Rapat Kerja Kesehatan Masyarakat 1 Maret 1999.
Presiden (ketika itu) Habibie mencanangkan Gerakan Pembangunan Nasional Berwawasan
Kesehatan. Juga Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional, yaitu Paradigma Sehat dan
Indonesia Sehat 2010.
Sosialisasi tak lancar
Keterbatasan dana menyebabkan upaya penyebarluasan paradigma sehat dan kebijakan program
Indonesia Sehat 2010 tidak lancar. Krisis berkepanjangan dan banjir menguras dana Departemen
Kesehatan. Upaya kesehatan yang semula ditekankan pada upaya "penyelamatan dan reformasi"
terasa lebih banyak pada "penyelamatan" lewat Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan
(JPSBK).

Analisa dan pembahasan kebijakan baru serta upaya sosialisasi makin kabur. Peraturan
pemerintah yang memuat kebijakan kesehatan tingkat pusat dan provinsi tidak pernah dibahas
secara mendalam. Bahkan, saat ini terasa kecenderungan pemerintah kabupaten dan kota
menetapkan sendiri kebijakan yang terkait dengan program-program yang telah
didesentralisasikan.
Menanggapi hal ini, Prof Dr dr Umar Fahmi Achmadi MPH dari FKM-UI yang kini menjabat
sebagai Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan menyatakan, saat ini terasa kurang orang-orang yang mampu
menerjemahkan konsep-konsep menjadi kebijakan yang bisa diterapkan.
Indonesia Sehat 2010 sering keliru dipersepsikan sebagai target untuk menyehatkan seluruh
penduduk Indonesia pada tahun 2010. Padahal, Indonesia Sehat 2010 adalah dokumen program
kesehatan yang dijalankan di Indonesia. Saat ini sedang dilakukan penjabaran pokok-pokok
program menjadi program pokok, standar pelayanan minimal, juga penetapan tolok ukur dan
indikator kemajuan kesehatan.
Umar mengakui kesulitan untuk menerapkan indikator kemajuan kesehatan di daerah karena ada
euforia otonomi daerah. Untuk itu pihaknya melakukan roadshow ke daerah dalam rangka
advokasi dan penyebarluasan program Indonesia Sehat 2010. (atk)
1.4. Masalah Kesehatan di Indonesia

Kesehatan adalah aset jangka panjang, tapi di Indonesia kesehatan bukan menjadi prioritas
pemerintah. Sehingga jangan heran kalau masalah-masalah kesehatan dasar tidak pernah
mengalami kemajuan.

Sebuah penelitian independen yang dilakukan menemukan bagaimana kondisi kesehatan di


Indonesia. Dalam penelitian ini juga diberikan beberapa solusi yang dapat digunakan dalam
mengatasi masalah tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Economist Intelligence Unit (EIU) yang disponsori oleh General
Electric (GE) dan dilaporkan dalam 'Old Problems, fresh solutions: Indonesia's new health
regime'.
"Di Indonesia, kesehatan bukan menjadi prioritas. Secara kebijakan, anggaran kesehatan di
Indonesia selama 40 tahun tidak pernah lebih dari 3 persen dan jumlah ini masih di bawah
anggaran untuk BBM dan listrik yang mencapai 6 kali lipatnya," ujar Prof Hasbullah Thabrany,
selaku Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI dalam acara konferensi
'Healthymagination' di Hotel JW Marriot, Jakarta, Rabu (29/9/2010).
Prof Hasbullah menuturkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sebagian besar warga adalah
yang memiliki kualitas tinggi dengan pengeluaran rendah (high quality-low cost).
Dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap tantangan utama dalam sistem layanan kesehatan
di Indonesia dan sejumlah solusi yang dapat digunakan untuk mengatasinya. Penelitian ini
melibatkan interview dengan pemerintah, profesional medis dan akademisi di Indonesia.
Ada beberapa kunci hasil penelitian yang dilaporkan, yaitu:
1. Memperluas pelayanan kesehatan ke daerah pedesaan adalah tantangan utama
Bentuk geografis dari pulau-pulau di Indonesia menjadikan perluasan pelayanan kesehatan
memiliki tantangan lebih besar dibandingkan dengan negara lain.

Sebagai contoh, pada tahun 2006 di daerah perkotaan 1 dokter untuk 2.763 penduduk, sedangkan
di daerah pedesaan 1 dokter untuk 16.792 penduduk. Sebagai konsekuensinya, tingkat
kesehatannya masih buruk.
2. Anggaran kesehatan rendah, tetapi pengeluarannya tinggi
Pelayanan asuransi masih langka dan biaya kesehatan harus ditanggung langsung oleh pasien, hal
ini karena anggaran pelayanan kesehatan yang dimiliki masih rendah.
Data terakhir menunjukkan hanya sekitar setengahnya yang berasal dari pemerintah, dengan
sepertiga dibayar sendiri oleh masyarakat dan sisanya berasal dari asuransi atau sumber lain.
3. Pemerintah berkomitmen untuk berubah
Meskipun memiliki sejumlah masalah, pemerintah tetap berkomitmen untuk bisa mencapai
MDGs (Millenium Development Goals) dan meningkatkan pengeluaran untuk pelayanan
kesehatan.
Salah satu komitmen pemerintah yang didukung adalah skema asuransi kesehatan yang disebut
dengan Jamkesmas, pemerintah berharap asuransi ini dapat memperluas pelayanan kesehatan di
masyarakat.
4. Bayaran yang lebih baik untuk pelayanan kesehatan yang lebih baik
Salah satu masalah kesehatan yang akut di Indonesia adalah pendistribusian tenaga kesehatan
yang tidak baik. Di daerah pedesaan masih ada yang kekurangan dokter umum dan spesialis
seperti ginekologi, dokter penyakit dalam dan dokter anestesi.
Pemerintah berupaya mengatasinya dengan memberikan bayaran lebih tinggi bagi dokter yang
mau bekerja jauh dari perkotaan. Namun hal ini belum memberikan dampak yang berarti.

5. Mencegah lebih baik daripada mengobati


Investasi infrastruktur dasar seperti penyediaan air bersih yang mencukupi dan sanitasi,
penambahan rumah sakit adalah suatu hal yang vital, tapi para ahli menuturkan pemerintah
daerah tidak selalu bisa menggunakan dengan baik dana yang ada.
Karenanya seringkali fokus pencegahan seperti edukasi mengenai keluarga berencana dan nutrisi
(perubahan gaya hidup yang berhubungan dengan merokok dan penyakit jantung) bisa
memberikan hasil yang lebih baik.
6. Inovasi adalah penyelesaian yang sangat penting untuk masalah pelayanan kesehatan di
Indonesia
Inovasi untuk mengurangi biaya dan memperluas cakupan teknologi kesehatan dapat menjadi
kunci dalam membantu mengatasi permasalah pelayanan kesehatan di Indonesia.
Inovasi ini bisa meliputi desain ulang mesin yang sangat kompleks sehingga tidak hanya lebih
mudah dioperasikan, tapi juga dapat mengurangi biaya produksi.
1.5. Kesehatan Tradisional
Suwe ora jamu, jamu godhong telo mungkin sebagian besar dari kita tidak asing
mendengar lagu tersebut, tapi kita tidak bicara masalah lagu tersebut, akan tetapi tentang jamu.
Di masyarakat indonesia khususnya masyarakat jawa, jamu merupakan obat alternatif yang sudah
ada sejak berabad-abad yang lalu dimana pertama kali jamu dikenalkan di lingkungan keraton
Jogjakarta dan Surakarta.
Jadi jaman dulu jamu merupakan resep rahasia keraton. Seiring dengan perkembangan jaman,
jamu mulai dikenal di masyarakat sampai dengan sekarang dan dianggap sebagai salah satu
warisan leluhur yang harus dilestarikan.

Sejak dulu Indonesia terkenal dengan kekayaan alamnya, tanah yang subuh dengan beraneka
ragam kekayaan hayatinya. Bahan-bahan jamu sendiri diambil dari tumbuh-tumbuhan baik dari
akar, daun, batang, bunga maupun kulit kayu.
Jamu digunakan untuk mendapatkan kesehatan serta menyembuhkan berbagai penyakit serta
digunakan pula sebagai perawatan kecantikan muka dan tubuh.
Di jaman moderen sekarang ini jamu masih tetap mendapat tempat di hati konsumennya, bahkan
sudah berkembang menjadi industri besar dan dengan kemasan yang instan sehingga konsumen
lebih mudah dalam mengkonsumsinya.
1.6. Budaya Hidup Sehat
Budayakan Hidup Sehat - Dijaman seperti sekarang ini kesehatan adalah sesuatu yang amat
sangat berharga, bagaimana tidak?lihat saja sekarang Rumah sakit yang biayanya semakin tidak
terjangkau karena sudah berorientasi pada bisnis semata tanpa mengenal kemanusiaan, yang
berduit yang bisa berobat, yang sakit dan miskin tunggu aja waktunya. Mungkin pameo tersebut
bisa menggambarkan kondisi sekarang ini. Nah lantas bagaimana agar hal tersebut tidak terjadi??
menurut saya adalah budayakan hidup sehat, karena hanya dengan pola hidup sehat akan
mempertipis kemungkinan untuk sakit, mencegah lebih baik daripada mengobati kan??
Membudayakan hidup sehat juga tidak terlalu sulit sebenarnya, yang sulit adalah menata niat
untuk memulainya. Tak perlu repot menghitung kalori atau memilah-milah makanan. Dengan
cermat memilih warna bahan makanan, makan roti gandum dan makan makanan selingan bisa
menjadi solusi hidup sehat. Coba saja cara-cara mudah lainnya!
Terkadang banyak orang beranggapan hidup sehat itu repot. Memulai diet pun jadi hal yang berat
karena sudah membayangkan apa saja makanan yang tidak boleh dimakan dan harus menyiapkan
makanan yang sering tidak disukai. Padahal kalau dicermati lebih baik, diet bisa jadi hal yang
menyenangkan. Hidup sehat pun bisa di dapat tanpa beban.

Berikut ini terdapat lima cara yang bisa Anda lakukan untuk mendapatkan tubuh yang sehat
melalui pola makan, diantaranya:
1. Perhitungkan Warna Makanan
Kebanyakan orang selalu melihat jumlah kalori dalam makanan. Mulai sekarang, coba perhatikan
juga berapa jenis warna yang terdapat dalam satu porsi makanan. Seperti apa saja jenis sayuran
yang dimakan dalam satu hari. Jangan sampai makanan yang dikonsumsi terlalu 'pucat' tidak ada
warna warni sayuran di dalamnya. Semakin banyak warna sayuran yang dikonsumsi akan
semakin baik, karena pertanda antioksidan, vitamin dan serat yang dikonsumsi pun semakin
banyak juga.
2. Makanan Selingan
Selain makan cukup 3 kali sehari, juga perlu makanan selingan. Biasanya makanan selingan ini
bisa dikonsumsi sekitar pukul 10 pagi atau pukul 4 sore. Hal ini guna menghindari perut yang
terlalu kosong dan lapar, sehingga membuat Anda kalap ketika waktu makan tiba. Makanan
selingan ini bisa berupa biskuit gandum atau pun biskuit sayuran yang bis amenjaga peruta tetap
terisi.
3. Perbanyak Serat Saat Sarapan
Serat yang cukup saat sarapan pagi akan membuat perut kenyang sampai waktu makan siang tiba.
Hal ini bisa disiasati dengan mengkonsumsi sereal atau oatmeal yang dipadu dengan potongan
buah seperti pisang dan juga strawberry. Jika tidak bisa mengkonsumsi sereal, roti bisa jadi
penggantinya. Pilih roti yang terbuat dari tepung gandum, dan padukan dengan selai kacang
ataupun selai buah.
4. Makanan Peredam Lapar
Jika Anda termasuk orang yang tidak bisa tahan dengan rasa lapar, pastikan selalu ada camilan di
lemari pendingin Anda. Camilan yang dipilih adalah camilan sehat seperti buah-buahan yang bisa
meredam rasa lapar Anda. Seperti apel, pepaya, pisang, strawberry, peach, dll.
5. Mengontrol Diri
Selain jenis makanan yang dikonsumsi, hal terpenting dalam menjalankannya adalah diri sendiri.
Bagaimana bisa mengontrol setiap makanan yang masuk dan bisa mengerem konsumsi makanan
tersebut jika dirasa sudah berlebihan. Disiplin terhadap diri membuat diet sehat berhasil dijalani.
Macam-macam kesehatan
1. Kesehatan Fisik
Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya
keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal
atau tidak mengalami gangguan.
2. Kesehatan Mental
Kesehatan mental atau kesehatan jiwa mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan
spiritual. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran. Emosional sehat tercermin
dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir,
sedih dan sebagainya.
Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian,
kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha
Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam). Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik
keagamaan seseorang. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang
menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.

3. Kesehatan Sosial
Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau
kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial,
ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
4. Kesehatan Ekonomi
Sehat jika ditinjau dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti
mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya
sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau
mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku
Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni
mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa
atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi
usia lanjut.

1.8 Kesehatan dalam Sosial Budaya

Seperti kita ikuti bersama, akhir-akhir ini diskusi tentang global change banyak diangkat.
Berbagai perubahan sosial, ekonomi, budaya, teknologi dan politik mengharuskan jalinan
hubungan di antara masyarakat manusia di seluruh dunia. Fenomena ini dirangkum dalam
terminologi globalisation. Ditengah riuh rendah globalisasi inilah muncul wacana Dampak
Perubahan Sosial dan Budaya. Dampak dari perubahan sosial dan budaya sendiri diartikan
sebagai perubahan dalam skala besar pada sistem bio-fisik dan ekologi yang disebabkan aktifitas
manusia. Perubahan ini terkait erat dengan sistem penunjang kehidupan planet bumi (life-support
system). Ini terjadi melalui proses historis panjang dan merupakan agregasi pengaruh kehidupan
manusia terhadap lingkungan, yang tergambar misalnya pada angka populasi yang terus
meningkat, aktifitas ekonomi, dan pilihan-pilihan teknologi dalam memacu pertumbuhan
ekonomi. Saat ini pengaruh dan beban terhadap lingkungan hidup sedemikian besar, sehingga
mulai terasa gangguan-gangguan terhadap Sistem Bumi kita.
Perubahan sosial dan budaya yang terjadi seiring tekanan besar yang dilakukan manusia terhadap
sistem alam sekitar, menghadirkan berbagai macam risiko kesehatan dan kesejahteraan bagi
seluruh umat manusia. Sebagai contoh, kita terus mempertinggi konsentrasi gas-gas tertentu yang
menyebabkan meningkatkan efek alami rumah kaca (greenhouse) yang mencegah bumi dari
pendinginan alami (freezing). Selama abad 20 ini, suhu rata-rata permukaan bumi meningkat
sekitar 0,6oC dan sekitar dua-per-tiga pemanasan ini terjadi sejak tahun 1975. Dampak perubahan
sosial dan budaya penting lainnya adalah menipisnya lapisan ozon, hilangnya keaneragaman
hayati (bio-diversity), degradasi kualitas lahan, penangkapan ikan melampaui batas (over-
fishing), terputusnya siklus unsur-unsur penting (misalnya nitrogen, sulfur, fosfor), berkurangnya
suplai air bersih, urbanisasi, dan penyebaran global berbagai polutan organik. Dari kacamata
kesehatan, hal-hal di atas mengindikasikan bahwa kesehatan umat manusia dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang terjadi di luar batas kemampuan daya dukung ruang lingkungan dimana
mereka hidup.
Dalam skala global, selama seperempat abad ke belakang, mulai tumbuh perhatian serius dari
masyarakat ilmiah terhadap penyakit-penyakit yang terkait dengan masalah lingkungan, seperti
kanker yang disebabkan racun tertentu (toxin related cancers), kelainan reproduksi atau gangguan
pernapasan dan paru-paru akibat polusi udara. Secara institusional International Human
Dimensions Programme on Global Environmental Change (IHDP) membangun kerjasama riset
dengan Earth System Science Partnership dalam menyongsong tantangan permasalahan
kesehatan dan Dampak dari perubahan sosial dan budaya.
Pengaruh perubahan iklim global terhadap kesehatan umat manusia bukan pekerjaan mudah.
Dibutuhkan kerja keras dan pendekatan inter-disiplin diantaranya dari studi evolusi, bio-geografi,
ekologi dan ilmu sosial. Di sisi lain kemajuan teknik penginderaan jauh (remote sensing) dan
aplikasi-aplikasi sistem informasi geografis akan memberikan sumbangan berarti dalam
melakukan monitoring lingkungan secara multi-temporal dan multi-spatial resolution. Dua faktor
ini sangat relevan dengan tantangan studi dampak perubahan sosial dan budaya terhadap
kesehatan lingkungan yang memerlukan analisa historis keterkaitan dampak perubahan sosial dan
budaya dan kesehatan serta analisa pengaruh perubahan sosial dan budaya di tingkat lokal,
regional hingga global.
B. Bagaimana Perubahan Sosial dan Budaya Mempengaruhi Kesehatan Manusia?
Ada tiga alur tingkatan pengaruh perubahan sosial dan budaya terhadap kesehatan. Pengaruh ini
dari urutan atas ke bawah menunjukkan peningkatan kompleksitas dan pengaruhnya bersifat
semakin tidak langsung pada kesehatan. Pada alur paling atas, terlihat bagaimana perubahan pada
kondisi mendasar lingkungan fisik (contohnya: suhu ekstrim atau tingkat radiasi ultraviolet) dapat
mempengaruhi biologi manusia dan kesehatan secara langsung (misalnya sejenis kanker kulit).
Alur pada dua tingkatan lain, di tengah dan bawah, mengilustrasikan proses-proses dengan
kompleksitas lebih tinggi, termasuk hubungan antara kondisi lingkungan, fungsi-fungsi
ekosistem, dan kondisi sosial-ekonomi.
Alur tengah dan bawah menunjukkan tidak mudahnya menemukan korelasi langsung antara
perubahan lingkungan dan kondisi kesehatan. Akan tetapi dapat ditarik benang merah bahwa
perubahan-perubahan lingkungan ini secara langsung atau tidak langsung bertanggung jawab atas
faktor-faktor penyangga utama kesehatan dan kehidupan manusia, seperti produksi bahan
makanan, air bersih, kondisi iklim, keamanan fisik, kesejahteraan manusia, dan jaminan
keselamatan dan kualitas sosial. Para praktisi kesehatan dan lingkungan pun akan menemukan
banyak domain permasalahan baru di sini, menambah deretan permasalahan pemunculan toksi-
ekologi lokal, sirkulasi lokal penyebab infeksi, sampai ke pengaruh lingkungan dalam skala besar
yang bekerja pada gangguan kondisi ekologi dan proses penyangga kehidupan ini. Jelaslah bahwa
resiko terbesar dari dampak perubahan sosial dan budaya atas kesehatan dialami mereka yang
paling rentan lokasi geografisnya atau paling rentan tingkat sumber daya sosial dan ekonominya.
C. Aktifitas Penduduk bagi Kesehatan
Sebagaimana disinggung di atas, masyarakat manusia sangat bervariasi dalam tingkat kerentanan
terhadap serangan kesehatan. Kerentanan ini merupakan fungsi dari kemampuan masyarakat
dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim dan lingkungan. Kerentanan juga bergantung pada
beberapa faktor seperti kepadatan penduduk, tingkat ekonomi, ketersediaan makanan, kondisi
lingkungan lokal, kondisi kesehatannya itu sendiri, dan kualitas serta ketersediaan fasilitas
kesehatan publik.
Wabah demam berdarah yang melanda negeri kita menyiratkan betapa rentannya kondisi
kesehatan-lingkungan di Indonesia saat ini, baik dilihat dari sisi antisipasi terhadap wabah,
kesigapan peanggulangannya sampai pada penanganan para penderita yang kurang mampu.
Merebaknya wabah di kawasan urban juga menyiratkan kerentanan kondisi lingkungan dan
kerentanan sosial-ekonomi. Hal ini terkait dengan patron penggunaan lahan, kepadatan
penduduk, urbanisasi, meningkatnya kemiskinan di kawasan urban, selain faktor lain seperti
rendahnya pemberantasan nyamuk vektor penyakit sejak dini, atau resistensi nyamuk sampai
kemungkinan munculnya strain atau jenis virus baru.
Pada dekade lalu penelitian ilmiah yang menghubungkan pengaruh perubahan iklim global
terhadap kesehatan dapat dirangkum dalam tiga katagori besar. Pertama, studi-studi empiris untuk
mencari saling-hubungan antara kecenderungan dan variasi iklim dengan keadaan kesehatan.
Kedua, studi-studi untuk mengumpulkan bukti-bukti munculnya masalah kesehatan sebagai
akibat perubahan iklim. Ketiga, studi-studi pemodelan kondisi kesehatan di masa depan.
Penelitian empiris jenis pertama dan kedua dimanfaatkan untuk mengisi kekosongan pengetahuan
serta memperkirakan kondisi kesehatan sebagai tanggapan terhadap perubahan iklim dan
lingkungan (scenario-based health risk assessment).
Akan tetapi, menimbang variasi kerentanan sosial-ekonomi yang telah kita singgung,
keberhasilan sumbangan ilmiah di atas hanya akan optimal jika didukung paling tidak dua faktor
lain, yaitu faktor administratif-legislatif dan faktor cultural-personal (kebiasaan hidup).
Administrasi-legislasi adalah pembuatan aturan yang memaksa semua orang atau beberapa
kalangan tertentu untuk melakukan tindakan-tindakan preventif dan penanggulangan menghadapi
masalah ini. Cakupan kerja faktor ini adalah dari mulai tingkatan supra-nasional, nasional sampai
tingkat komunitas tertentu. Selanjutnya secara kultural-personal masyarakat didorong secara
sadar dan sukarela untuk melakukan aksi-aksi yang mendukung kesehatan-lingkungan melalui
advokasi, pendidikan atau insentif ekonomi. Faktor ini dikerjakan dari tingkatan supra-nasional
sampai tingkat individu.
D. Upaya yang Dapat Dilakukan
Aktifitas penelitian yang menghubungkan kajian lingkungan dan kesehatan secara integral serta
kerja praktis sistematis dari hasil penelitian ilmiah di atas masih sangat sedikit dilakukan di
Indonesia. Menghadapi tantangan lingkungan dan kesehatan ini diperlukan terobosan-terobosan
institusional baru diantara lembaga terkait lingkungan hidup dan kesehatan, misalnya dilakukan
rintisan kerjasama intensif yang diprakarsai Departemen Kesehatan, Departemen Sosial dan
Kementerian Lingkungan Hidup bersama lembaga penyedia data keruangan seperti Bakosurtanal
(pemetaan) dan LAPAN (analisa melalui citra satelit). Untuk mewujudkan kerjasama di tataran
praktis komunitas atau LSM pemerhati lingkungan hidup mesti berkolaborasi dengan Ikatan
Dokter Indonesia bersama asosiasi profesi seperti Ikatan Surveyor Indonesia (ISI), Masyarakat
Penginderaan Jauh (MAPIN) dalam mewujudkan agenda-agenda penelitian dan program-
program penanganan permasalahan kesehatan dan perubahan lingkungan di tingkat lokal hingga
nasional.
Hadirnya wacana dan penelitian sosial budaya dengan kompleksitas, ketidakpastian konsep-
metodologi, dan perubahan-perubahan besar di masa depan, telah menghadirkan tantangan-
tantangan dan tugas-tugas bagi komunitas ilmiah, masyarakat dan para pengambil keputusan.
Penelitian ilmiah yang cenderung lamban, kini harus berganti dengan usaha-usaha terarah dan
cepat menghadapi urgensi penanganan masalah kesehatan-lingkungan. Kemudian dalam gerak
cepat pula informasi yang dihasilkan dunia ilmiah, walaupun dengan segala ketidaksempurnaan
dan asumsi-asumsi, didorong untuk memasuki arena kebijakan. Masalah kesehatan dan GEC ini
merupakan isu krusial dan bahkan isu sentral dalam diskursus internasional seputar pembangunan
yang berkelanjutan
Aspek Spiritual Budaya Dan Etnik
Dalam Keperawatan
A. Aspek Etnik dan Budaya Dalam Keperawatan
1. Etnik
Etnik adalah rasa identitas diri yang berkaitan dengan kelompok
kultur sosial umum dan warisan budaya.
Seseorang dapat dilahirkan dalam suatu kelompok etnik tertentu
tetapi dapat juga mengadopsi. karakteristik dari kelompok etnik lainnya.
Karakteristik dari suatu kelompok etnik termasuk bahasa dan dialek
yang
sama,status perpindahan,suku bangsa,dan kepercayaan serta praktik
religius.
Masyarakat menggunakan bersama tradisi,nilai,simbol,literatur,cerita
rakyat,musik dan makanan kesukaan.
2. Budaya
Budaya menggambarkan sifat non fisik, seperti nilai,
keyakinan,sikap,atau adat-istiadat yang disepakati oleh kelompok
masyarakat dan diwariskandari satu generasi ke generasi berikutnya.
E.B.Tilor, kebudayaan merupakan suatu yg kompleks, yang
didalamnya mengandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum,
adat - istiadat, kemampuan-kemampuan lain yang dimiliki mayarakat.
3. Konsep Etnik Dan Budaya
klien mempunyai wawasan pandangan dan interprestasi
mengenai penyakit dan kesehatan yang berbeda, di dasarkan pada
keyakinan sosial budaya dan agama klien. Jika klien menyampaikan
kepekaannya pada keunikan keyakinan dalam praktik
kesehatan serta penyakit kepada perewat maka akan terbina
hubungan yang baik.
a. Kultur
Kumpulan dari keyakinan, praktik, kebiasaan, kesukaan,
ketidak sukaan, norma, adat istiadat & ritual yang dipelajari
dari keluarga selama bertahun-tahun.
b. Etnisitas
Rasa identitas diri yang berkaitan dengan kelompok sosial
umum dan budaya.
c. Agama / Religi
Keyakinan dalam suatu kekuatan sifat ketuhanan yang
harus di patuhi dan di ibadat kan sebagai pencipta dan
pengatur alam semesta.
4. Keyakinan tradisional tentang kesehatan dan penyakit
1. Keyakinan tradisional
Keyakinan rakyat didasarkan oleh kultur sering
menentukan definisi kesehatan dan penyakit bagi orang yang
mempunyai keyakinan tradisional.
2. Praktik tradisional
Banyak praktik tradisional digunakan untuk mencegah
mengatasi penyakit,praktik ini termasuk penggunaan
benda,bahan,dan praktek keagamaan yang juga dikenal
sebagai pengobatan rakyat.
B. Kebutuhan Spiritual Dalam Keperawatan
A. Spiritual
I. Pengertian Spiritual
Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang
Maha Kuasa dan Maha Pencipta. (Hamid, 1999)
Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan
tergantung pada budaya, perkembangan, pengalaman hidup,
kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan seseorang. (Potter
& Perry, 1999)
Menurut Burkhardt (1993) dalam Hamid (1999) spiritual meliputi
aspek sebagai berikut :
a. Berhubungan dengan sesuatu yang tidk diketahui
b. Menemukan arti dan tujuan hidup
c. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan
kekuatan dalam diri sendiri.
II. Karakteristik
Hubungan dengan diri sendiri
Hubungan dengan alam
Hubungan dengan orang lain
Hubungan dengan Ketuhanan
III. Perkembangan spiritual
1. Tahapan Perkembangan
A. Bayi dan Todler ( 1 3 tahun )
Tahap awal perkembangan spiritual adalah rasa percaya
dengan yang mengasuh dan sejalan dengan perkembangan rasa
aman, dan dalam hubungan interpersonal, karena sejak awal
kehidupan mengenal dunia melalui hubungan dengan lingkungan
kususnya orangtua. Bayi dan todler belum memiliki rasa bersalah dan
benar, serta keyakinan spiritual. Mereka mulai meniru kegiatan ritual
tanpa tau arti kegiatan tersebut dan ikut ketempat ibadah yang
mempengaruhi citra diri mereka.
B. PraSekolah
Sikap orang tua tentang moral dan agama mengajarkan
pada anak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.anak pra
sekolah belajar dari apa yang mereka lihat bukan pada apa yang
diajarkan. Disini bermasalah jika apa yang terjadi berbeda dengan apa
yang diajarkan.
C. Usia Sekolah
Anak usia sekolah Tuhan akan menjawab doanya, yang
salah akan dihukum dan yang baik akan diberi hadiah. Pada mas
pubertas, anak akan sering kecewa karena mereka mulai menyadari
bahwa doanya tidak selalu dijawab menggunakan cara mereka dan
mulai mencari alasan tanpa mau menerima keyakinan begitu saja.
Pada masa ini anak mulai mengambil keputusan akan meneruskan
atau melepaskan agama yang dianutnya karena ketergantungannya
pada orang tua. Remaja dengan orang tua berbeda agama akan
memutuska memilih pilihan agama yang dianutnya atau tidak memilih
satupun dari agama orangtuanya.
D. Dewasa
Kelompok dewasa muda yang dihadapkan pada pertanyaan
bersifat keagamaan dari anaknya akan menyadari apa yang diajarkan
padanya waktu kecil dan masukan tersebut dipakai untuk mendidik
anakya.
E. Usia Pertengahan
Usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu
untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti nilai agama yang
di yakini oleh generasi muda.
2. Konsep kesehatan spiritual.
a. Spiritualitas
Konsep spiritual memiliki delapan batas tetapi saling tumpang
tindih: Energi, transendensi diri, keterhubungan, kepercayaan,
realitas eksistensial, keyakinan dan nilai, kekuatan batiniah,
harmoni dan batin nurani.
Spiritualitas memberikan individu energi yang dibutuhkan
untuk
menemukan diri mereka, untuk beradaptasi dengan situasi yang
sulit dan untuk memelihara kesehatan.
Transedensi diri (self transedence) adalah kepercayaan yang
merupakan
dorongan dari luar yang lebih besar dari individu.
Spiritualitas memberikan pengertian keterhubungan
intrapersonal
(dengan diri sendiri), interpersonal (dengan orang lain) dan
transpersonal (dengan yang tidak terlihat, Tuhan atau yang
tertinggi) (Potter & Perry, 2009)
Spiritual memberikan kepercayaan setelah berhubungan
dengan Tuhan.
Kepercayaan selalu identik dengan agama sekalipun ada
kepercayaan tanpa agama.
Spritualitas melibatkan realitas eksistensi (arti dan tujuan
hidup).
Keyakinan dan nilai menjadi dasar spiritualitas. Nilai
membantu individu
menentukan apa yang penting bagi mereka dan membantu
individu menghargai keindahan dan harga pemikiran, obysk
dsn prilaku.
(Holins, 2005; Vilagomenza, 2005)
Spiritual memberikan individu kemampuan untuk menemukan
pengertian kekuatan batiniah yang dinamis dan kreatif yang
dibutuhkan saat membuat keputusan sulit (Braks-wallance dan
Park, 2004).
Spiritual memberikan kedamaian dalam menghadapi penyakit
terminal
maupun menjelang ajal. (Potter & Perry, 2009)
Beberapa individu yang tidak mempercayai adanya Tuhan (atheis) atau
percaya bahwa tidak ada kenyataan akhir yang diketahui (Agnostik). Ini bukan
berati bahwa spiritual bukan merupakan konsep penting bagi atheis dan
agnostik, Atheis mencari arti kehidupan melalui pekerjaan mereka dan
hubungan mereka dengan orang lain.agnostik menemukan arti hidup dalam
pekerjaan mereka karena mereka percaya bahwa tidak adanya akhir bagi jalan
hidup mereka.
b. Dimensi Spiritual
Menurut Kozier, Erb, Blais & Wilkinson ( 1995),dimensi spiritual terbagi atas
:
Mempertahankan keharmonisan / keselarasan dengan dunia luar
Berjuang untuk menjawab / mendapatkan kekuatan
Untuk menghadapi : Stres emosional, penyakit fisik dan
menghadapi kematian
c . Konsep Kesejahteraan spiritual (Spiritual Well Being )
Menurut Gray,dan Smith (2006) :
Dimensi vertikal. Hubungan positif individu dengan Tuhan atau beberapa
kekuasaan tertinggi
Dimensi horizontal. Hubungan positif individu dengan orang lain
d. Hubungan antara spiritual kesehatan dan sakit
Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat
mempengaruhi tingkat kesehatan dan prilaku klien. Beberapa pengaruh
yang perlu dipahami :
Menuntun kebiasaan sehari-hari
Praktik tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan mungkin mempunyai makna keagamaan bagi
klien, sebagai contoh: ada agama yang menetapkan diet makanan
yang boleh dan tidak boleh dimakan.
Sumber dukungan
Pada saat stress, individu akan mencari dukungan dari
keyakinan agamanya. sumber kekuatan sangat diperlukan untuk dapat
menerima keadaan sakitnya khususnya jika penyakit tersebut
membutuhkan waktu penyembuhan yang lama.
Sumber konflik
Pada suatu situasi bisa terjasi konflik antara keyakinan
agama dengan praktik kesehatan. Misalnya: ada yang menganggap
penyakitnya adalah cobaan dari Tuhan
e. Manifestasi perubahan fungsi spiritual
Verbalisasi distress
Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual,
biasanya akan meverbalisasikan yang dialaminya untuk
mendalatkan bantuan.
Perubahan perilaku
Perubahan perilaku juga dapat merupakan
manifestasi gangguan fungsi spiritual. Klien yang merasa
cemas dengan hasil pemeriksaan atau menunjukkan
kemarahan setelah mendengar hasil pemeriksaan mungkin
saja sedang menderita distress spiritual. Untuk jelasnya
berikut terdapat tabel ekspresi kebutuhan spiritual.
Ada beberapa item / sub system yang akan di bahas dalam aspek spiritual
dan etnik dalam keperawatan , yaitu :
v Keberagaman Populasi kesehatana
v Pemahaman Konsep budaya
v Konteks Budaya Kesehatan Dan Caring
v Budaya Dan Transisi Kesehatan
v Pengkajian Budaya
v Kepercayaan Dan Praktik Caring
A. Keberagaman Populasi
I. PENDAHULUAN
Populasi minoritas di Amerika Serikat diperkirakan mencapai lebih dari
40% dari total penduduk (Giger & amp; Davidhizer, 1995). Menangani
kebutuhan penduduk yang semakin beragam telah menjadi tantangan besar
untuk semua penyedia layanan kesehatan, terutama pemimpin dalam perawat
dan manajer.
Keragaman budaya \ dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu: merawat baik
secara fisik dan spiritual klien darinberagam populasi dan menyediakan
beragam budaya tenaga kerja dengan pengalaman kerja yang positif (Dreher,
1996).
Artikel ini akan mempelajari konsep dari keragaman budaya, bersama dengan
teori-teori yang digunakan untuk menjelaskan perbedaan budaya.
II. LANDASAN BELAJAR BUDAYA
Di Amerika Serikat telah menempatkan tuntutan baru pada sistem
perawatan kesehatan untuk memberikan perawatan kesehatan denganbuday a
dapat diterima. Untuk mencapai hal ini, praktisi harus meningkatkan
pengetahuan mereka tentang praktek-praktek kesehatan, orang-orang dari
kelompok budaya yang berbeda dan mengenali perbedaan-perbedaan
perspektif antara mereka dan klien (Anderson, 1990).
III. KONSEP BUDAYA
Budaya meliputi nilai-nilai bersama, perilaku, dan keyakinan yang
diperkuat melalui interaksi sosial, bersama oleh anggota kelompok-kelompok
tertentu, dan diteruskan dari generasi yang satu ke berikutnya.
Dochterman dan kennedy-grace ( 2001 ), menggambarkan budaya seperti
menjadi sebuah sistem belajar pola unik untuk anggota kelompok. Spector
( 2000 ) telah ditentukan bahwa satu latar belakang budaya adalah sebuah
komponen dasar dari sesuatu yang merupakan warisan pada suatu etnis dan
seharusnya mendapat dampak yang luas pada jenis perawatan perawatan
yang diberikan ke pasien.
IV. DAMPAK BUDAYA PADA PRAKTIK KEPERAWATAN
Saat ini perawat menyadari bahwa kesadaran perbedaan budaya di
perawatan kesehatan mereka sangat penting untuk praktek mereka. Harapan
peran perawat bahkan mungkin bervariasi dari satu budaya ke budaya.
Pandangan Navajo culture perawat yang umum adalah bahwa mereka
memperlakukan orang secara setara, cenderung pasif, dan mengambil arah
dari dokter. Pasien ini merasa bebas untuk menanyakan pertanyaan-
pertanyaan dari perawat mereka tidak akan meminta pelayanan dari dokter.
V. KOMPETENSI BUDAYA DALAM PRAKTEK
Merawat klien dengan beragam budaya membuat perawat dengan
banyak tantangan. Perawat harus peka terhadap perbedaan seperti bahasa,
interpretasi komunikasi, norma-norma kontak mata, isu-isu gender, sentuhan
dan kontak fisik (Galanti, 1999).
Ketika pasien bertentangan dengan perawat sehubungan dengan agama dan
spiritualitas perawat harus menimbulkan jawaban mereka untuk seperti situasi
di sebuah cara holistik. Efektif keperawatan praktek mengakui bahwa ada
kebutuhan untuk mengadopsi nonjudgmental sikap ke arah pasien, keyakinan
agama dalam rangka untuk menghindari konflik dan bentrokan.
VI. MENGELOLA KERAGAMAN BUDAYA PADA TENAGA KERJA
Hal ini penting untuk manajer dari perawat untuk pendekatan setiap staf
orang sebagai seorang individu ketika mengarahkan beragam penyedia
pelayanan kesehatan tim pekerja. Anggota, staf seperti klien, dapat beragam
dalam nilai-nilai, keyakinan, tingkah laku dan. Tapi yang mereka lakukan
punya banyak hal-hal di umum.
Mereka ingin berhasil dalam pekerjaan mereka dan menjadi manajer
memegang kunci untuk mengekspos potensi penuh dari setiap orang staf dan
harus secara terbuka mendukung kontribusi dan kompetensi anggota staf dari
semua kelompok-kelompok budaya.
Sullivan dan Decker (2001) menggambarkan pentingnya komunikasi dan
bagaimana budaya dari setiap keyakinan, sikap dan perilaku mempengaruhi
komunikasi. Gerakan, nada verbal, gerakan tubuh, dan kedekatan fisik ketika
berkomunikasi adalah bagian dari budaya seseorang. Untuk perawat manajer,
memahami perilaku budaya ini sangat penting dalam mencapai komunikasi
yang efektif dalam populasi tenaga kerja.
B. Pemahaman Konsep Budaya
@. Perkembangan Budaya Indonesia
Perkembangan budaya indonesia saat ini sudah mulai terkikis perlahan-
perlahan seiring dengan perkembangan zaman yang lebih maju dan modern,
saat ini banyak masyarakat secara perlahan meninggalkan budaya local atau
tradisional dan lebih memilih budaya yang lebih modern. Ini terjadi karena
adanya proses perubahan social seperti Akultursi dan Asimilasi.
Akulturasi adalan proses masuknya kebudayaan baru yang secara
lambat laun dapat diterima dan diolah dengan kebudayaan sendiri, tanpa
menghilangkan kebudayaan yang ada.
Asimilasi adalah proses masuknya kebudayaan baru yang berbeda
setelah mereka bergaul secara intensif, sehingga sifat khas dari unsur-unsur
kebudayaan itu masing-masing berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan
campuran.
Sebagai contoh adalah batik hasil dari budaya indonesia, batik tersebut
belakangan ini termasuk bahan-bahan yang diminati oleh masyarakat luar.
Muncul trend ini dikarenakan batik telah diresmikan bahwa batik tersebut telah
ditetapkan oleh UNESCO pada hari jumat tanggal 02 oktober 2009 sebagai
warisan budaya indonesia, dan hari itulah ditetapkannya sebagai hari batik
nasional.
Dampak Positif dan Negatif :
v Dampak Positif :
Dengan adanya Kemajuan dalam bidang teknologi dan peralatan
hidup, masyarakat pada saat ini dapat bekerja secara cepat dan
efisien karena adanya peralatan yamg mendukungnya sehingga
dapat mengembangkan usahanya dengan lebih baik lagi.
v Dampak Negatif :
Dapat menghilangkan kebudayaan asli Indonesia, serta dapat
terjadi proses perubahan social didaerah yang dapat mengakibatkan
permusuhan antar suku sehingga rasa persatuan dan kesatuan
bangsa menjadi goyah.
Apabila budaya asing masuk ke Indonesia, dan tidak ada lagi
kesadaran dari masyarakat untuk mempertahankan dan
melestarikannya, dipastikan lagi masyarakat Indonesia tidak akan
dapat lagi melihat kebudayaan Indonesia kedepan.
Beberapa contoh perkembangan budaya :
1. Cara Berpakaian
2. Alat Musi
3. Permainan Tradisional
@. Perbedaan Antara Kebudayaan Dan Peradaban
X Kebudayaan :
Kebudayaan dan peradaban memang merupakan aspek-
aspek kehidupan sosial manusia yang memiliki sedikit perbedaan tapi
dari perbedaan tersebut dapat diambil jalan tengah yaitu peradaban
dan kebudayaan adalah dua aspek dalam kehidupan manusia, ada
hubungan timbal balik antara keduanya. Sebagaimana hubungan
antara aspek spiritual, mental dan material dalam diri manusia.
Kebudayaan ataupun peradaban, mengandung pengertian yang luas,
meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks, meliputi
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat
(kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota
masyarakat.
Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah
bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Demikian kebudayaan itu
dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal . . Ada
pendirian lain mengenai asal dari kata kebudayaan itu, ialah bahwa kata itu
adalah suatu perkembangan dari majemuk budi-daya, artinya daya dan budi,
kekuatan dari akal. Adapun istilah inggrisnya berasal dari kata Latin :
colereyang berarti mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah atau
bertani . Dari arti ini berkembang arti culture sebagai segala daya dan usaha
manusia untuk merubah alam.
X Peradaban :
Adapun istilah peradaban dapat kita sejajarkan dengan kata asing
civilization . Istilah itu biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur
dari kebudayaan yang halus dan indah, seperti : kesenian, ilmu pengetahuan,
serta sopan-santun dan sistem pergaulan komplex dalam suatu masyarakat
dengan struktur yang komplex. Sering juga istilah peradaban dipakai untuk
menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni
bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan
komplex.
Kesimpulan nya adalah : Kebudayaan adalah sebagai sesuatu
yang sedang menjadi (it becomes), sedangkan peradaban adalah
sebagai sesuatu yang sudah selesai (it has been). Contoh dari
peradaban adalah bangunan-bangunan monumental seperti Borobudur,
Piramida, Tembok Besar Cina, serta berbagai hal monumental lain.
Sementara itu contoh dari kebudayaan antara lain makanan dan
minuman, pakaian, dan berbagai hal yang masih memiliki
kecenderungan untuk terus berkembang .
@. KONSEP NILAI DAN SISTEM NILAI
Konsep Nilai :
Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan
sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip prinsip umum dalam
bertindak dan bertingkah laku. Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai menurut
Theodorson relatif sangat kuat dan bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai
dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri.
Suatu nilai apabila sudah membudaya didalam diri seseorang, maka nilai itu
akan dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk di dalam bertingkahlaku. Hal ini dapat
dilihat dalam kehidupan sehari hari, misalnya budaya gotong royong, budaya malas,
dan lain lain. Jadi, secara universal, nilai itu merupakan pendorong bagi seseorang
dalam mencapai tujuan tertentu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai budaya adalah suatu bentuk konsepsi
umum yang dijadikan pedoman dan petunjuk di dalam bertingkah laku baik secara
individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar
salah, patut atau tidak patut.
Sistem Nilai :
Sistem nilai budaya atau cultural value system adalah konsepsi-konsepsi yang
hidup dalam alam pikiran sebagian dari besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang
harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Nilai budaya biasanya berfungsi
sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem nilai budaya seolah-olah
berada di luar dan di atas diri para individu yang menjadi warga masyarakat yang
bersangkutan.
Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari konsep-konsep abstrak
yang hidup dalam masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting dan berharga,
tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup. Sistem
nilai budaya ini menjado pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam hidup yang
memanifestasi kongkritnya terlihat dalam tata kelakuan. Dari sistem nilai budaya
termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk abstrak tercermin dalam cara berfikir dan
dalam bentuk konkrit terlihat dalam bentuk pola perilaku anggota-anggota suatu
masyarakat
C.Konteks Budaya Kesehatan Dan Caring
1. Pengertian budaya
sansekerta .Buddhayah sebagai bentuk dari
Kebudayaan berasal dari bahasa buddhi, yang berarti budi
atau akal.
Bahasa inggrisnya adalah Culture yang berasal dari kata
latin Colere, yang berarti mengolah, mengerjakan atau sebagai
segala daya dan usaha manusia untuk mengubah alam.
Dalam ensiklopedia umum, budaya diartikan sebagai
keseluruahan warisan social yang dapat dipandang sebagai
hasil karya yang tersusun menurut tata tertib teratur, biasanya
terdiri daripada kebendaan, kemahiran tehnik, pikiran dan
gagasan, kebiasaan dan nilai-nilai tertentu, organisasi social
tertentu, dan sebagainya
2. Paradigma Transcultural Nursing
Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan
transkultural sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-
konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai
dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral
keperawatan yaitu: manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan
(Andrewand Boyle, 1995).
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang
memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna
untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut
Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk
mempertahankan budayanya pada setiap saat dimana pun dia
berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki
klien dalam mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat
sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan
dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan
memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi
dalam aktifitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan
yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam
rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena
yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku
klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan
dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga
bentuk lingkungan yaitu: fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan
fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti
daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim
seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat
karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan
sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan
dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam
masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu
harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di
lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan
bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok
merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan
atribut yang digunakan.
3. Asuhan Praktik Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau
rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan
kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan
keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai dengan
budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan
keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya,
mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti
budaya klien . (Leininger, 1991)
Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan
body of knowledge yang kuat, yang dapat dikembangkan serta
dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan.Perkembangan
teori keperawatan terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu
metha theory, grand theory, middlerange theory dan practice
theory. Salah satu teori yang diungkapkan pada middle range
theory adalah Transcultural Nursing Theory. Teori ini berasal dari
disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks
keperawatan.
Teori ini menjabarkan konsep keperawatan yang
didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai
kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan
bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman
budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan
kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan
dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak
mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan
kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa
ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa mengalami
disorientasi.
Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah
ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau
negara diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa
nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi karena perawat
memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis
pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan,
maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau berteriak,
maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau
memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena
dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya
yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan
kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.
Cara 1: Mempertahankan Budaya.
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien
tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan
dan implementasi keperawatan diberikan sesuai
dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien
sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya
budaya berolahraga setiap pagi.
Cara 2: Negosiasi Budaya. Intervensi dan
implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan
untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya
tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat
membantu klien agar dapat memilih dan menentukan
budaya lain yang lebih mendukung peningkatan
kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai
pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat
diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
Cara 3: Restrukturisasi Budaya. Restrukturisasi
budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya
merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya
merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup
yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan
sesuai dengan keyakinan yang dianut.
4. Prosos Keprawatan Transkultural
v Tahap Pengkajian.
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan
latar belakang budaya klien.
(Giger and Davidhizar, 1995).
Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang
ada pada Sunrise Model yaitu:
a. Faktor eknologi (technological factors).
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and
philosophical factors)
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kindship and
social factors)
d. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural
values and lifeways factors).
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku
(political and legal factors).
f. Faktor ekonomi (economical factors).
g. Faktor pendidikan (educational factors)
v Tahap Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai
latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau
dikurangi melalui intervensi keperawatan (Giger and
Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose keperawatan yang
sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural
yaitu: gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan
disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam
pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
v Tahap Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan
transkultural adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat
dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi
yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang
sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar,
1995).
Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan
transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu: mempertahankan
budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan
dengankesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien
kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila
budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
Cultural care preservation/maintenance
Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat
tentang proses melahirkan dan perawatan bayi;
Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi
dengan klien; Mendiskusikan kesenjangan budaya yang
dimiliki klien dan perawat.
Cultural care accomodation/negotiation
Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien;
Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan, c)
Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi
dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan
biomedis, pandangan klien dan standar etik
Cultual care repartening/reconstruction
Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi
yang diberikan dan melaksanakannya;
Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari
budaya kelompok;
Gunakan pihak ketiga bila perlu
Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa
kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua,
Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan
kesehatan.
v Tahap Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan
terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya
yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang
tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan
budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan
budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui
asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya
klien.
Analisis Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Budaya dan komunikasi tidak
dapat dipisahkan satu sama lain, karena budaya tidak hanya
menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa dan
bagaimana orang menjadi pesan, makna yang ia miliki untuk
pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan
dan menafsirkan pesan. Budaya merupakan landasan komunikasi
sehingga bila budaya beraneka ragam maka beraneka ragam
pula praktik-praktik komunikasi yang berkembang
D. Budaya Dan Transisi Kesehatan
1. Pengertian Transkultural
Bila ditinjau dari makna kata , transkultural berasal dari kata
trans dan culture, Trans berarti aluar perpindahan , jalan lintas atau
penghubung.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; trans berarti
melintang , melintas , menembus , melalui. Sedangkan Cultur berarti
budaya . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Cultur berarti
:kebudayaan , cara pemeliharaan , pembudidayaan. kepercayaan , nilai
nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatu kelompok dan
diteruskan pada generasi berikutnya.
Sedangkan cultural berarti : Sesuatu yang berkaitan dengan
kebudayaan. Budaya sendiri berarti : akal budi , hasil dan adat istiadat.
Dan kebudayaan berarti :
1. Hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia
seperti kepercayaan , kesenian dan adat istiadat.
2. Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk
sosial yang digunakan untuk menjadi pedoman tingkah
lakunya.
Jadi , transkultural dapat diartikan sebagai :
Lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budaya
yang satu
mempengaruhi budaya yang lain.
Pertemuan kedua nilai nilai budaya yang berbeda
melalui proses
Interaksi sosial
Transcultural Nursing merupakan suatu area kajian
ilmiah yang
berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai
nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda , ras , yang
mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan
asuhan keperawatan kepada klien / pasien ). Menurut
Leininger ( 1991 ).
2. Konsep Transkultural
Kazier Barabara ( 1983 ) dalam bukuya yang berjudul
Fundamentals of Nursing Concept and Procedures mengatakan
bahwa konsep keperawatan adalah tindakan perawatan yang
merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni merawat yang
meliputi pengetahuan ilmu humanistic , philosopi perawatan, praktik
klinis keperawatan , komunikasi dan ilmu sosial . Konsep ini ingin
memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi
target pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio psycho
social spiritual . Oleh karenanya , tindakan perawatan harus
didasarkan pada tindakan yang komperhensif sekaligus holistik.
Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk
interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya
yang berupa norma , adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia
dalam kehidupan dengan yang lain . Pola kehidupan yang
berlangsung lama dalam suatu tempat , selalu diulangi , membuat
manusia terikat dalam proses yang dijalaninya . Keberlangsungaan
terus menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari suatu
nilai nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter , pola pikir ,
pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai
pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan ( cultural nursing
approach ).
3. Peran dan Fungsi Keperawatan Transkultural
Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan
individu . Oleh sebab itu , penting bagi perawat mengenal latar
belakang budaya orang yang dirawat
( Pasien ) .Misalnya kebiasaan hidup sehari hari , seperti tidur ,
makan , kebersihan diri , pekerjaan , pergaulan social , praktik
kesehatan , pendidikan anak , ekspresi perasaan , hubungan
kekeluargaaan , peranan masing masing orang menurut umur .
Kultur juga terbagi dalam subkultur. Subkultur adalah kelompok pada
suatu kultur yang tidak seluruhnya mengaanut pandangan kelompok
kultur yang lebih besar atau memberi makna yang berbeda.
Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan cultural.
Nilai nilai budaya Timur , menyebabkan sulitnya wanita yang
hamil mendapat pelayanan dari dokter pria . Dalam beberapa
setting , lebih mudah menerima pelayanan kesehatan pre-natal dari
dokter wanita dan bidan . Hal ini menunjukkan bahwa budaya Timur
masih kental dengan hal hal yang dianggap tabu.
Menurut Dr. Madelini Leininger , studi praktik pelayanan
kesehatan transkultural berfungsi untuk meningkatkan pemahaman
atas tingkah laku manusia dalam kaitan dengan kesehatannya .
Dengan mengidentifikasi praktik kesehatan dalam berbagai budaya
( kultur ) , baik di masa lampau maupun zaman sekarang akan
terkumpul persamaan persamaan . Lininger berpendapat ,
kombinasi pengetahuan tentang pola praktik transkultural dengan
kemajuan teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya
pelayanan perawatan dan kesehatan orang banyak dan berbagai
kultur.
Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga
kini masih dipertahankan dalam komunitas dan masyarakat. Dalam
menghadapi situasi ini, pelayanan kompeten secara budaya diperlukan
bagi seorang perawat untuk menghilangkan perbedaan dalam
pelayanan, bekerja sama dengan budaya berbeda, serta berupaya
mencapai pelayanan yang optimal bagi klien dan keluarga. perawat
harus mampu memahami kondisi kliennya yang memiliki budaya
berbeda. Perawat juga dituntut untuk memiliki keterampilan dalam
pengkajianbudaya yang akurat dan komprehensif sepanjang waktu
berdasarkan warisan etnik dan riwayat etnik, riwayat biokultural,
organisasi sosial, agama dan kepercayaan serta pola komunikasi.
Semua budaya mempunyai dimensi lampau, sekarang dan mendatang.
Untuk itu penting bagi perawat memahami orientasi waktu wanita yang
mengalami transisi kehidupan dan sensitif terhadap warisan budaya
keluarganya.
E.Pengkajian Budaya
1. Pengertian
KeperawatanTranskulturaladalah suatu proses belajar dan
pelayanan keperawatan yang focus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit
di dasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan
ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya
budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).
2 . Tujuan
Tujuan dari transcultural nursing adalah : Untuk
mengidentifikasi, menguji, mengerti dan menggunakan norma
pemahaman keperawatan transkultural dalam meningkatkan
kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah
berdasarkan teori caring, caring adalah esensi dari, membedakan,
mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan.Perilaku
caring diberikan kepada manusia sejak lahir hingga meninggal dunia.
Human caring merupakanfenomena universal dimana,ekspresi, struktur
polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.
Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani
antara sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan
sistem perawatan melalui asuhan keperawatan.
Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan tiga
prinsip asuhan keperawatan yaitu :
1. Mempertahankanbudaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak
bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi
keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah
dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan
status kesehatannya, misalnyabudaya berolahraga setiap pagi.
2. Negosiasibudaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini
dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu
yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar
dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatan kesehatan,
3. Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan.Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana
hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai
dengan keyakinan yang dianut.
Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada
padaSunrise Model yaitu:
1. Faktorteknologi (technological factors)
2. Faktor agama danfalsafahhidup (religious and philosophical
factors)
3. Faktossosialdanketerikatankeluarga (kinshop and Social
factors)
4. Nilai-nilaibudayadangayahidup (cultural value and life ways)
5. Faktorkebijakandanperaturan yang berlaku (political and legal
factors)
6. Faktorekonomi (economical factors)
7. Faktorpendidikan (educational factors)
Asuhan keperawatan transkultural adalahs alahsatu bentuk asuhan
keperawatan profesional yang secarakulturalsensitif, sesuai,
danberkompeten, merupakan penyelenggaraan asuhan keperawatan
lintas budaya dalam konteks pasien beserta lingkungan dimana masalah
kesehatan pasien tersebut timbul (Kozier, Berman & Snyder: 2004).
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan.
Faktorteknologi yang dikaji oleh perawat berbeda pada setiap Negara atau
budaya masyarakat yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing
daerah,dan akan memengaruhi pola atau cara dan praktik keperawatan. Semua
langkah-langkah keperawatan tersebut ditunjukkan untuk pemeliharaan
kesehatan holistik, penyembuhan penyakit ,dan persiapan menghadapi
kematian. Oleh karena itu, factor teknologi tersebut harus dikaji oleh perawat
sebelum memberikan asuhan keperawatan kepada klien sebab masing-masing
factor member pengaruh terhadap eksperesi,pola,dan praktik keperawatan.
Dengan demikian, factor teknologi tersebut besar kontribusinya terhadap
pencapaian kesehatan secara holistic atau kesejahteraa nmanusia,baik pada
level individu,keluarga, kelompok, komunitas, maupuninstitusi, di berbagai
system kesehatan.
Perawat perlu mengkaji dari faktor teknologi, antara lain:
persepsi sehat sakit
Hal yang perlu dikaji ialah terkait pandangan bahwa esehatan itu
penting

dengan melakukan tindakan untuk meningkatkan taraf kesehatannya yaitu


dengan
mencari solusi terkait masalah kesehatannya lewat teknologi seperti
mencari tahu pola
hidup sehat lewat internet.
kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan
Hal yang perlu dikaji ialah bagaimana pasien melakukan
usaha atau
mengambil tindakan untuk menangani masalah kesehatannya dengan
memanfaatkan
teknologi yang ada seperti memanfaatkan komputer atau majalah untuk
mencari
artikel terkait pola hidup sehat, menonton TV yang berkaitan dengan
acara
penanganan sehat secara mandiri dan kebiasaan berobat dengan
memanfaatkan
tehnologi contohya penggunaan inhaler secara mandiri;
alasan mencari bantuan kesehatan
Manusia sebagai individu dalam kehidupannya pasti mengalami
masalah pda
kesehatnnya. Disaat individu mengalami tanda dan
gejala dari masalah kesehatannya muncul, maka individu tersebut
membutuhkan bantuan kesehatan khususnya dengan adanya teknologi
kesehatan yang maju untuk mengatasi masalah kesehatannya,
dengan alasan:
untuk pencegahan dan pemeriksaan kesehatan
Dengan mencari bantuan kesehatan, individu memiliki
persepsi bahwa
dengan segera mencari bantuan kesehatan dapat mencegah
masalah
kesehatannya semakin memburuk dan perlu melakukan
pemeriksaan
kesehatan dengan menggunakan teknologi supaya diagnosa
dapat ditegakkan
dengan cepat dan akurat;
mencari diagnosis dari gejala yang ditimbulkan
seiring dengan majunya teknologi kesehatan, maka
semakin
cepat terdiagnosisnya suatu gejala yang muncul, sehingga
individu
mencari bantuan kesehatan;
untuk mengobati penyakit
Individu mencari bantuan kesehatan bertujuan untuk
mengobati
penyakitnya. Individu dapat menggunakan teknologi kesehatan
yang ada untuk mempercepat proses penyembuhan penyakit.
alasan klien memilih pengobatan alternative
Seiring dengan kemajuan teknologi kesehatan untuk menunjang
diagnosis

suatu penyakit dan dalam hal menyembuhkan penyakit, hal


tersebut juga berdampak pada
biaya yang harus di keluarkan oleh individu juga meningkat. Hal tersebut
menjadai
masalah pada masyarakat yang tidak mampu. Sehingga
masyarakat lebih memilih
menggunakan pengobatan alternatif untuk menyembuhkan
penyakitnya. Pemilihan
pengobatan alternatif dapat dilakukan terkait dengan kepercayaan
dari budaya suatu
masyarakat memiliki persepsi bahwa dengan pengobatan alternatif
suatu penyakit dapat
cepat sembuh;
persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi
untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
Kemajuan teknologi kesehatan semakin pesat. Hal tersebut
menimbulkan
persepsi klien bahwa dengan penggunaan dan
pemanfaatan teknologi dapat dengan cepat untuk mengatasi
permasalahan kesehatan yang dialami. Perawat mengkaji
pandangan, pendapat klien terkait positif dan negatif dari
penggunaan dan pemanfaatan teknolgi kesehatan untuk
mengatasi masalah kesehatan klien.

F. Kepercayaan Dan Praktik Caring


1. PENDAHULUAN
Kepedulian atau caring merupakan isu besar dalam
profesionalisme keperawatan Kepedulian tampaknya telah memainkan
bagian penting yang paling disoroti. Sejak dulu, keperawatan selalu
meliputi empat konsep (yang merupakan paradigma kita): merawat adalah
apa yang kita lakukan; manusia adalah sasaran dari apa yang kita lakukan
(kepada siapa kita melakukannya); kesehatan adalah tujuannya; dan
lingkungan adalah tempat di mana kita merawat. Inti dari semua teori
tentang keperawatan adalah memeriksa dan menguraikan empat konsep
tersebut untuk memberi penjelasan dan panduan dalam hal merawat.
Tetapi sekarang, merawat juga didefinisikan sebagai kepedulian atau
caring, yang sudah menjadi konsep paradigma yang kelima.
Sebagai perawat/ners kita harus memahami konsep
caring dan mampu menanamkan dalam hati, disirami dan dipupuk untuk
mampu memperlihatkan kemampuan soft skillsebagai perawat, yaitu
empati, bertanggung jawab dan tanggung gugat, dan mampu belajar
seumur hidup. Dan itu semua akan berhasil dicapai oleh perawat kalau
mereka mampu memahami apa itu caring.
Caring merupakan suatu sikap rasa peduli, hormat,
menghargai orang lain, artinya memberi perhatian dan mempelajari
kesukaan-kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berpikir dan
bertindak. Karena caring merupakan perpaduan antara pengetahuan
biofisik dengan pengetahuan mengenai perilaku manusia yang berguna
dalam peningkatan derajat kesehatan dalam membantu klien yang sakit.
Caring sangatlah penting untuk keperawatan.
Caringadalah fokus pemersatu untuk praktek keperawatan. Praktek
caring juga sangat penting untuk tumbuh kembang, memperbaiki atau
meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia. Sikap caring juga
digunakan untuk meningkatkan kepercayaan klien terhadap penggunaan
caring dalam keperawatan, maka perawat sendiri harus memahami hal
tersebut untuk memperkuat mekanisme koping. Oleh karena sangat
penting penggunaan caringdalam keperawatan, maka perawat sendiri
harus memahami konsep caring dan mengaplikasikannya dalam praktek
keperawatan.
2. KONSEP CARING
Caring science merupakan suatu orientasi human science
dan kemanusiaan terhadap proses fenomena dan pengalaman human
caring. Caring scence seperti juga science lannya meliputi seni dan
kemanusiaan. Transpersonalcaring mengakui kesatuan dalam hidup dan
hubungan-hubungan yang terdapat dalam lingkaran caring yang kosentrik,
dari individu pada orang lain, pada masyarakat, pada dunia, pada planet
bumi, pada alam semesta (Watson, 2004).
Caring merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan
cara seseorang berpikir, berperasaan dan bersikap ketika berhubungan
dengan orang lain. Caring dalam keperawatan dipelajari dari berbagai
macam filosofi dan perspektif etik .
Human care merupakan hal yang mendasar dalam teori caring.
Menurut Pasquali dan Arnold (1989) serta Watson (1979), human care terdiri
dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan menjaga atau
mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti
dalam sakit, penderitaan, dan keberadaannya serta membantu orang lain
untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri .

Watson (1979) yang terkenal dengan Theory of Human Care,


mempertegas bahwa caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang
diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan
melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi
kesanggupan pasien untuk sembuh .
Lebih lanjut Mayehoff memandang caring sebagai suatu
proses yang berorientasi pada tujuan membantu orang lain bertumbuh
dan mengaktualisasikan diri. Mayehoff juga memperkenalkan sifat-sifat
caring seperti sabar, jujur, rendah hati. Sedangkan Sobel mendefinisikan
caring sebagai suatu rasa peduli, hormat dan menghargai orang lain.
Artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan
seseorang dan bagaimana seseorang berpikir, bertindak dan
berperasaan. Caring sebagai suatu moral imperative (bentuk moral)
sehingga perawat harus terdiri dari orang-orang yang bermoral baik dan
memiliki kepedulian terhadap kesehatan pasien, yang mempertahankan
martabat dan menghargai pasien sebagai seorang manusia, bukan malah
melakukan tindakan amoral pada saat melakukan tugas pendampingan
perawatan. Caring juga sebagai suatu affect yang digambarkan sebagai
suatu emosi, perasaan belas kasih atau empati terhadap pasien yang
mendorong perawat untuk memberikan asuhan keperawatan bagi pasien.
Dengan demikian perasaan tersebut harus ada dalam diri setiap perawat
supaya mereka bisa merawat pasien .
Marriner dan Tomey (1994) menyatakan bahwa caring
merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan
yang bersifat etik dan filosofikal. Caring bukan semata-mata perilaku.
Caring adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi
tindakan. Caring juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan
memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil
meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all, 1999)
Sikap caring diberikan melalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik.
Caring menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik,
psikologis, spiritual, dan sosial. Bersikap caring untuk klien dan bekerja
bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi
keperawatan. Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan
keahlian, kata-kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan,
selalu berada disamping klien, dan bersikap caring sebagai media
pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet, Rehmeyer, Cooper, &
Burroughs, 1999). Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun
tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan dengan menggunakan
spirit caring .
Spirit caring seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri perawat
dan berasal dari hati perawat yang terdalam. Spirit caring bukan hanya
memperlihatkan apa yang dikerjakan perawat yang bersifat tindakan fisik,
tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya, setiap perawat
dapat memperlihatkan cara yang berbeda ketika memberikan asuhan
kepada klien .
3. PROSES KEPERAWATAN DALAM TEORI CARING
Watson (1979) menekankan bahwa proses keperawatan
memiliki langkah-langkah yang sama dengan proses riset ilmiah, karena
kedua proses tersebut mencoba untuk menyelesaikan masalah dan
menemukan solusi yang terbaik. Lebih lanjut Watson menggambarkan
kedua proses tersebut sebagai berikut:
1. Pengkajian
Meliputi observasi, identifikasi dan review masalah,menggunakan
pengetahuan dari literature yang dapat diterapkan,melibatkan pengetahuan
konseptual,untuk pembentukan dan konseptualisasi kerangka kerja yang digunakan
untuk memandangdan mengkaji masalah dan pengkajian juga meliputi
pendefinisian variable yang akan diteliti dalam memecahkan masalah.
2. Perencanaan
Perencanaan membantu untuk menentukan bagaimana variable-
variable akan diteliti atau diukur, meliputi suatu pendekatan konseptual atau design
untuk memecahkan masalah yang mengacu pada asuhan keperawatan serta
meliputi penentuan data apa yang akan dikumpulkan dan pada siapa dan bagaimana
data akan dikumpulkan.
3. Implementasi
Merupakan tindakkan langsung dan implementasi dari rencana serta
meliputi pengumpulan data.
4. Evaluasi
Merupakan metode dan proses untuk menganalisa, juga untuk meneliti
efek dari intervensi berdasarkan data serta meliputi interpretasi hasil, tingkat
dimana suatu tujuan yang positif tercapai, dan apakah hasil tersebut dapat
digeneralisasikan
.

Anda mungkin juga menyukai