Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR TENTANG KEBUDAYAAN

SEMESTER 1

Disusun Oleh:
ZAKIYA ISYA APRILIA (202211030)
ACHMAD SULTON (202211031)
AVA ALEYDA BINNIKMAH (202211032)

KELAS B
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Kebudayaan"
dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Drg. Nety Trisnawaty,PhD. selaku dosen mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan laporan ini, baik dari
segi EBI, kosakata, tata bahasa, etika maupun isi. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca yang kemudian akan penulis jadikan sebagai
evaluasi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan juga untuk penulis sendiri

Jakarta, 28 November 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN ..........................................................................................................
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................................
1.3 Tujuan Malasah.......................................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN..............................................................................................................
2.1 Pengertian Kebudayaan...........................................................................................................
2.2 Unsur – Unsur Kebudayaan ...................................................................................................
2.3 Antropologi.............................................................................................................................
2.4 Cultural Determinisme Kebudayaan.......................................................................................
2.5 Asimilasi dan Akulturasi Kebudayaan....................................................................................
BAB 3 PENUTUP .......................................................................................................................
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................................
3.2 Saran........................................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia dalam hidup kesehariannya tidak akan lepas dari kebudayaan, karena manusia
adalah pencipta dan pengguna kebudayaan itu sendiri. Manusia hidup karena adanya
kebudayaan, sementara itu kebudayaan akan terus hidup dan berkembang manakala manusia
mau melestarikan kebudayaan dan bukan merusaknya. Dengan demikian manusia dan
kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena dalam kehidupannya tak mungkin
tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan, setiap hari manusia melihat dan
menggunakan kebudayaan, bahkan kadangkala disadari atau tidak manusia merusak
kebudayaan. Hubungan yang erat antara manusia (terutama masyarakat) dan kebudayaan
lebih jauh telah diungkapkan oleh Melville J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski, yang
mengemukakan bahwa cultural determinism berarti segala sesuatu yang terdapat di dalam
masyarakat ditentukan adanya oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu. (Selo
Soemardjan,1964: 115). Kemudian Herkovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang
superorganic, karena kebudayaan yang berturun-temurun dari generasi ke generasi tetap
hidup. Walaupun manusia yang menjadi anggota masyarakatnya sudah berganti karena
kelahiran dan kematian. Lebih jauh dapat dilihat dari defenisi yang dikemukakan oleh E.B.
Tylor (1971) dalam bukunya Primitive culture: kebudayaan adalah kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan-
kemampuan serta kebiasaankebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Dengan lain perkataan, kebudayaan mencakup kesemuanya yang didapatkan
atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala
sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normative. Oleh karena itu manusia yang
mempelajari kebudayaan dari masyarakat, bisa membangun kebudayaan (konstruktif) dan
bisa juga merusaknya (destruktif)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud kebudayaan secara umum?
2. Apa unsur-unsur dari kebudayaan?
3. Apa yang dimaksud dari antropologi?
4. Apa itu asimilasi dan akulturasi kebudayaan?
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui yang dimaksud kebudayaan secara umum.
2. Mengetahui unsur-unsur dari kebudayaan.
3. Mengetahui yang dimaksud dari antropologi.
4. Mengetahuu asimilasi dan akulturasi kebudayaan.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kebudayaan
Secara umum, budaya atau kebudayaan merupakan cara hidup yang berkembang dan dimiliki
oleh bersama serta diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Contohnya seperti adat
‘ngunduh mantu’ yang ada di Jawa yang akan dilaksanakan ketika seseorang menikah.
Secara etimologi, kata culture atau budaya berasal dari bahasa latin yaitu colere yang berarti
mengolah atau mengerjakan. Kata culture dalam bahasa inggris juga dapat diartikan sebagai
kultur dalam bahasa Indonesia dan berarti kebudayaan.
Selain secara etimologi, beberapa ahli turut mengemukakan pendapatnya mengenai
pengertian kebudayaan. Berikut pendapat para ahli mengenai pengertian kebudayaan.
1. E.B Taylor 
Menurut Taylor, kebudayaan merupakan hal kompleks yang mencakup beberapa hal di
dalamnya seperti kepercayaan, kesenian, hukum, moral, adat istiadat serta kemampuan yang
dapat diperoleh manusia sebagai bagian dari kelompok masyarakat tersebut.
2. Selo Seomardjan dan Soelaeman Somardi 
Menurut Selo dan Soelaeman, kebudayaan merupakan seluruh hasil karya, rasa, serta cipta
dari masyarakat.
3. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara adalah buah budi dari manusia yang muncul
karena adanya hasil alam serta kodrat masyarakat. Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara
juga bentuk dari kejayaan dari masyarakat yang mampu mengatasi kesulitan-kesulitan serta
menjadi awal dari munculnya tata tertib di masyarakat.
4. Koentjaraningrat 
Kebudayaan merupakan keseluruhan dari perilaku makhluk seperti manusia serta hasil yang
dapat diperoleh makhluk tersebut melalui berbagai macam proses belajar serta tersusun
dengan sistematis dalam kehidupan bermasyarakat.
5. Parsudi Suparlan 
Kebudayaan didefinisikan sebagai pengetahuan manusia sebagai ciri makhluk sosial yang
dapat digunakan untuk dapat memahami dan menginterpretasikan berbagai hal di lingkungan,
sehingga menciptakan sebuah pengalaman. Menurut Parsudi Suparlan, kebudayaan juga
merupakan sebuah landasan serta acuan seseorang dalam bertingkah laku.
6. Harjoso
Harjoso mendefinisikan kebudayaan dalam tujuh poin penting, sebagai berikut.
1. Kebudayaan yang dimiliki oleh setiap berbeda dengan daerah lainnya.
2. Kebudayaan telah hadir sejak dahulu kala, serta dipertahankan dengan cara diajarkan
secara turun temurun kepada generasi berikutnya.
3. Kebudayaan memiliki beberapa komponen di dalamnya yang terdiri dari sosiologis,
biologis serta psikologis keberadaan manusia di berbagai daerah.
4. Kebudayaan dapat disebut sebagai kebudayaan melalui cara serta ketentuan tertentu.
5. Kebudayaan memiliki beberapa aspek biologis di dalamnya.
6. Kebudayaan bersifat dinamis.
7. Selain bersifat dinamis, kebudayaan juga bersifat relatif serta berbeda-beda dari
masyarakat yang satu ke masyarakat lainnya.
Itulah pengertian kebudayaan dari enam ahli, dari pengertian kebudayaan menurut keenam
para ahli tersebut maka dapat disimpulkan, bahwa kebudayaan merupakan perilaku yang
dimiliki oleh manusia sebagai ciri sebagai makhluk sosial yang dapat dijadikan sebagai acuan
dalam bertingkah laku.

2.2 Unsur – Unsur Kebudayaan


Unsur-unsur kebudayaan sering disebut unsur kultural universal yang terdiri dari: sistem
peralatan hidup, mata pencaharian, religi, pengetahuan, organisasi sosial, kesenian, dan
bahasa. Baik budaya maupun kebudayaan, keduanya akan dibahas secara komprehensif pada
artikel ini.
Budaya adalah kesepakatan bersama suatu masyarakat mengenai suatu prinsip atau tata cara
kehidupan secara umum yang tumbuh untuk diikuti, dipertahankan dan atau dikembangkan,
sebetulnya kebudayaan tidak hanya dapat diartikan seperti itu. Bahkan A.L. Kroeber dan C.
Kluckhohn berhasil mengumpulkan 160 definisi budaya dalam buku yang mereka tulis.
Sementara itu, Koentjaraningrat (2015) salah satu tokoh antropologi Indonesia
mendefinisikan kebudayaan sebagai ”keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar.”
Dalam definisi tersebut, kebudayaan bermakna sangat luas dan beragam, sehingga lebih
mewakili definisi umum dari kebudayaan. Penjelasan lengkap mengenai pengertian budaya
dan kebudayaan dapat dibaca pada artikel di bawah ini.
Sementara itu, wujud dari kebudayaan sendiri terdiri dari beberapa sistem yang
membentuknya. Seperti diutarakan oleh Koentjaraningrat (2015, hlm.186) yang membagi
kebudayaan dalam tiga wujud, yaitu: 1) ideas  (sistem ide); 2) activities (sistem aktivitas);
3) artifacts (sistem artifak). Berikut adalah penjabaran dari masing-masing wujud
kebudayaan.
1. Sistem Bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi manusia yang sangat dibutuhkan dalam berbudaya.
Bahkan, Koentjaraningrat (2015) berpendapat bahwa bahasa atau sistem perlambangan
manusia baik secara tertulis maupun lisan yang digunakan adalah salah satu ciri terpenting
dari suatu kebudayaan suku bangsa.
Masih senada, Keesing berpendapat bahwa kemampuan manusia dalam membangun tradisi
budaya dan mewariskannya ke generasi penerusnya sangatlah bergantung pada bahasa.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahasa memiliki andil yang sangat signifikan dalam
menjadi salah satu unsur unsur budaya dari kebudayaan manusia
2. Sistem Pendidikan
Sejatinya kebudayaan adalah pengetahuan yang diikuti oleh masyarakat penganutnya.
Sehingga sistem pengetahuan dalam konteks kultural universal sangatlah dibutuhkan.
Misalnya, bagaimana sistem peralatan hidup hingga sistem kalender pertaian tradisional yang
disebut sistem pranatamangsa telah digunakan sejak dahulu oleh nenek moyang kita untuk
menjalankan pertaniannya.
Menurut Marsono, sistem pranatamangsa tersebut telah digunakan oleh masyarakat Jawa
lebih dari 2000 tahun yang lalu. Sistem tersebut digunakan untuk menentukan kaitan tingkat
curah hujan dengan kemarau, sehingga petani akan mengetahui kapan saat yang tepat untuk
mengolah tanah, saat menanam dan masa panen yang baik.
Menurut Koentjaraningrat, sistem pengetahuan pada awalnya belum menjadi pokok
pembahasan dari penelitian antropologi (studi budaya), karena para Ahli berasumsi bahwa
suatu kebudayaan di luar bangsa Eropa tidak mungkin memiliki sistem pendidikan yang lebih
maju. Namun, asumsi tersebut terpatahkan secara lambat laun, karena tidak ada suatu
masyarakat yang sanggup berbudaya atau bahkan bertahan hidup jika tidak memiliki sistem
pengetahuan yang diwariskan kepada penerusny
3. Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Unsur budaya berupa sistem ini merupakan usaha antropologi untuk memahami bagaimana
manusia membentuk masyarakat melalui kelompok sosial. Menurut Koentjaraningrat, setiap
kelompok masyarakat kehidupannya diatur oleh aturan-aturan dan adat istiadat dari kesatuan
yang ada di lingkungan sehari-hari masyarakat tersebut.
Satuan terkecil dari kelompok yang menghasilkan aturan dan adat tersebut adalah keluarga
inti. Kemudian, kesatuan lain yang lebih besar dapat berupa letak geografis, suku, hingga
kerajaan ataupun kebangsaan.
Sistem kekerabatan dan organisasi sosial dapat dilihat melalui beberapa cara mereka
melakukan: jenis perkawinan, prinsip menentukan pasangan (mencari jodoh), adat menetap,
dan jenis keluarga. Berikut adalah pemaparan sistem kekerabatan dan organisasi sosial
sebagai salah satu unsur dari unsur unsur budaya.
a. Jenis perkawinan
Perkawinan dapat memiliki beberapa jenis. Jenis yang dimaksud adalah bagaimana hubungan
perkawinan itu terjalin, apakah hanya menikah dengan satu orang (monogami) atau dengan
beberapa pasangan? berikut pemaparan jenis-jenis perkawinan menurut Marvin Harris.
1. Monogami, menikah dengan satu pasangan/orang saja.
2. Poligami, menikah dengan beberapa orang.
3. Poliandri, seorang perempuan yang menikahi lebih dari satu pria.
4. Poligini, seorang pria yang menikah lebih dari satu perempuan.
5. Perkawinan kelompok, jenis perkawinan yang memperbolehkan pria melakukan
hubungan intim dengan beberapa wanita satu sama lain.
6. Levirat, perkawinan antar janda dengan saudara laki-laki dari suaminya yang telah
meninggal.
7. Sororat, perkawinan antarseorang duda dengan saudara perempuan istrinya yang telah
meninggal.
b. Prinsip Jodoh Ideal
Selain jenisnya, perkawinan juga dapat memiliki prinsip jodoh ideal yang ditetapkan oleh
suatu budaya. Berikut adalah beberapa prinsip jodoh ideal yang diketahui.
1. Prinsip Endogami, prinsip yang memilih jodoh atau calon pasangan perkawinan dari
kerabatnya sendiri. Misalnya masyarakat Jawa Kuno biasanya cenderung memilih
pasangan dari sepupu jauh untuk menjaga kemurnian kebangsawanan atau kasta pada
masyarakat Bali.
2. Prinsip Eksogami, merupakan prinsip yang memilih calon pasangan yang berasal dari
luar kerabat atau klan. Masyarakat Batak menerapkan prinsip ini dengan memilih
marga lain yang disebut dengan konsep dalihan na tolu.
c. Adat Menetap
Setelah perkawinan berlangsung tempat menetap atau tinggal juga menjadi bahasan unsur
kekerabatan. Koentjaraningrat mengatakan bahwa terdapat tujuh macam adat menetap setelah
menikah, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Utrolokal, kebiasaan menetap di sekitar kerabat suami atau istri.
2. Virilokal, adat yang menetapkan pengantin harus menetap di sekitar kediaman kerabat
suami.
3. Uxorilokal, adat yang menetapkan pengantin menetap di sekitar kediaman kerabat
istri.
4. Biolokal, adat yang menetapkan pengantin harus menetap di sekitar kediaman kerabat
suami dan istri secara bergantian.
5. Avunlokal, adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal di sekitar tempat kediaman
saudara laki-laki dari suami ibu.
6. Natolokal, adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal terpisah dan suami tinggal
di rumah kerabatnya.
7. Neolokal, adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal di kediaman baru yang tidak
dekat dengan kedua kerabat pengantin (suami ataupun istri).
d. Jenis Keluarga: Keluarga Batih (Inti), Konjugal, dan Keluarga Luas
Melalui perkawinan terbentuk keluarga batih, yaitu keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu,
dan anak. Keluarga batih/keluarga inti atau nuclear family adalah kelompok terkecil dari
masyarakat yang didasarkan atas hubungan darah dari anggotanya. Berikut ini adalah
beberapa jenis keluarga:
1. Keluarga batih (inti), terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya.
2. Keluarga konjugal, keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) yang terdapat interaksi dengan
kerabat salah satu atau dua pihak orang tua ayah dan ibu dari keluarga inti.
3. Keluarga luas, meliputi hubungan antara paman, bibi, kakek, keluarga kakek, dsb.
4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Sistem peralatan dan teknologi adalah salah satu unsur kebudayaan yang menadi perhatian
awal dari para antropolog dalam memahami kebudayaan manusia. Rasanya jelas alasannya,
karena peralatan hidup dan teknologi yang mereka gunakan akan banyak memberikan
informasi mengenai kehidupan sehari-hari dari masyarakat.
Koentjaraningrat mengatakan bahwa masyarakat tradisional terdapat delapan macam sistem
peralatan dan unsur kebudayaan fisik yang digunakan oleh masyarakat dalam budayanya.
Berikut adalah beberapa sistem peralatan tersebut.
a. Alat-alat produktif
Alat produktif adalah alat untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang menghasilkan sesuatu
yang memiliki nilai guna bagi individu atau masyarakat dan budaya secara umumnya. Dapat
sesederhana batu untuk menumbuk padi, atau alat kompleks untuk menenun kain.
b. Senjata
Sebagai alat produktif, senjata digunakan untuk berburu binatang atau menangkap ikan.
Namun, alat ini juga digunakan untuk melindungi diri dari binatang buas hingga berperang.
c. Wadah
Yakni alat untuk menyimpan, memuat, dan menimbun barang. Awalnya wadah tampak
sepele bagi masyarakat, namun seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi, wadah
menjadi kebutuhan primer dan terus dikembangkan. Misalnya, salah satu wadah yang paling
besar dan permanen adalah lumbung padi.
d. Alat Menyalakan Api
Api merupakan unsur penting dalam kehidupan masyarakat. Sehingga cara menyalakannya
menuntut sistem dan teknologi yang lebih maju. Pada zaman prasejarah, manusia membuat
api dengan cara menggesek-gesek dua buah batu. Cara tersebut terus berkembang menjadi
menggesekkan kayu kering di atas dedaunan kering, minyak hingga penggunaan gas.
e. Kuliner (Makanan, Minuman, Jamu-jamuan, dsb)
Sistem pengetahuan cara memasak setiap kelompok masyarakat berbeda-beda. Dalam
antropologi, jenis dan bahan makanan tertentu dapat memberikan arti dan simbol khusus bagi
masyarakatnya, atau dikaitkan dengan keagamaan tertentu.
Misalnya, babi diyakini haram oleh kaum muslim, sehingga umat Islam tidak akan memiliki
tata cara memasak babi. Sebaliknya, di Papua babi justru menjadi simbol makanan penting
dan biasa dijadikan mahar dalam pesta pernikahan.
f. Pakaian dan Tempat Perhiasan
Pembahasan fungsi pakaian sebagai alat produktif dalam studi antropologi termuat pada
“bagaimana teknik pembuatan dan cara menghias pakaian dan tempat perhiasan?”. Suatu
masyarakat biasanya selalu memiliki tradisi atau adat istiadat dalam pembuatan pakaian adat.
Sehingga setiap negara atau bahkan suku bangsa memiliki ciri khas pakaian kebesarannya
sendiri. Pakaian ini juga dapat berfungsi sebagai simbol-simbol budaya tertentu yang
merepresentasikan adat istiadat, norma dan nilai-nilai suku bangsa tersebut.
g. Tempat Berlindung dan Perumahan
Seperti pakaian, setiap suku bangsa dan negara cenderung memiliki rumah khas yang berbeda
dengan kebudayaan lain. Manusia juga cenderung membangun rumah yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan letak geografis yang ditempatinya.
Masyarakat Jawa membangun rumah dengan jendela yang besar karena suhu udara tropis
yang lembab. Sementara masyarakat eskimo justru memanfaatkan bongkahan es yang
tersedia di sekitarnya karena bahan yang terbatas dan ternyata cara itu berhasil
menghindarkan mereka dari kedinginan.
h. Alat-Alat Transportasi
Manusia selalu memiliki kebutuhan untuk berpindah dan bergerak dari titik 1 ke titik 2.
Kebutuhan mobilitas tersebut semakin tinggi hingga dibutuhkan alat transportasi yang bukan
hanya untuk memindahkan manusia saja, namun untuk memindahkan barang-barang hasil
dari perekonomian yang semakin maju.
Beberapa contoh dari alat transportasi adalah sesederhana sepatu, binatang yang dilatih, alat
seret, kereta beroda, rakit dan perahu. Kini, manusia sudah memanfaatkan alat transportasi
yang lebih canggih seperti kereta api, kapal laut, mobil, hingga kapal terbang.
5. Sistem Ekonomi/Mata Pencaharian Hidup
Sistem ini menjadi fokus kajian penting dari etnografi. Bagaimana masyarakat mencari mata
pencaharian atau bagaimana sistem perekonomian mereka dapat mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan hidup masyarakatnya. Sistem ekonomi pada masyarakat tradisional meliputi: 1)
berburu dan meramu; 2) beternak; 3) bercocok tanam di ladang; 4) menangkap ikan; 5)
bercocok tanam, menetap dengan sistem irigasi.
Namun setelah terpengaruh oleh arus modernisasi dengan patokan utama berkembangnya
sistem industri, pola hidup manusia berubah dan tidak hanya mengandalkan mata pencaharian
tradisional. Di dalam masyarakat modern, individu masyarakat lebih banyak mengandalkan
pendidikan dan keterampilannya dalam mencari pekerjaan untuk mendapatkan upah.
6. Sistem Religi
Koentjaraningrat menyatakan bahwa asal mula permasalahan fungsi religi dalam masyarakat
adalah dua pertanyaan berikut: 1) mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan
gaib atau supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada manusia?, 2) Mengapa manusia
melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan dengan
kekuatan-kekuatan supranatural tersebut?
Usaha menjawab kedua pertanyaan tersebutlah yang menjadi penyebab lahirnya sistem religi.
Selain itu, pendekatan antropologi dalam memahami unsur sistem religi tidak dapat
dipisahkan dari religious emotion atau emosi keagamaan.
Emosi keagamaan adalah perasaan dalam diri manusia yang mendorongnya untuk melakukan
tindakan-tindakan yang bersifat religius. Emosi keagamaan ini pula yang memunculkan
konsep benda-benda sakral dalam kehidupan manusia.
Dalam sistem religi terdapat tiga unsur yang harus dipahami selain emosi keagamaan, yaitu:
1) sistem keyakinan,
2) sistem upacara keagamaan, dan
3) umat yang menganut religi itu.
Sistem religi juga mencakup mengenai dongeng, legenda, atau cerita (teks) yang dianggap
suci mengenai sejarah para dewa-dewa (mitologi). Cerita keagamaan tersebut terhimpun
dalam buku-buku yang dianggap sebagai kesusastraan suci. Selain teks keagamaan, unsur
lain yang menjadi bagian dari sistem religi adalah sebagai berikut.
1. Tempat dilakukannya upacara keagamaan, seperti candi, pura, kuil, surau, masjid,
gereja, wihara atau tempat-tempat lain yang dianggap suci oleh umat beragama.
2. Waktu dilakukannya upacara keagamaan, yaitu hari-hari yang dianggap keramat atau
suci atau hari yang telah ditentukan untuk melaksanakan acara religi tersebut.
3. Benda-benda dan alat-alat yang digunakan dalam upacara keagamaan, yaitu patung-
patung, alat bunyi-bunyian, kalung sesajen, tasbih, rosario, dsb.
4. Orang yang memimpin suatu upacara keagamaan, yaitu orang yang dianggap
memiliki kekuatan religi yang lebih tinggi dibandingkan anggota kelompok
keagamaan lainnya. Misalnya, ustad, pastor, dan biksu. Dalam masyarakat yang
tingkat religinya masih relatif sederhana pemimpin keagamaan adalah dukun, saman
atau tetua adat.
7. Kesenian
Perhatian antropologi terhadap seni bermula dari penelitian etnografi mengenai aktivitas
kesenian suatu masyarakat tradisional. Data yang dikumpulkan berupa deskripsi mengenai
benda-benda atau artifak yang memuat unsur seni seperti: patung, ukiran, dan hiasan.
Awalnya, teknis pembuatan adalah hal yang paling diperhatikan.
Namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan, penelitian mendalam mengenai teks, simbol
dan kepercayaan yang menyelubungi seni dalam berbagai wujudnya mulai dari seni rupa, tari,
drama, dikaji dan diteliti pula.

2.3 Antropologi
Antropologi merupakan salah satu bidang ilmu yang menjadi akar atau landasan lahirnya
ilmu komunikasi. Pada perkembangan selanjutnya para ahli budaya menyadari akan
pentingnya komunikasi dalam bidang budaya.
Definisi yang pertama dikemukakan didalam buku “Intercultural Communication: A Reader”
dimana dinyatakan bahwa komunikasi antar budaya (intercultural communication) terjadi
apabila sebuah pesan (message) yang harus dimengerti dihasilkan oleh anggota dari budaya
tertentu untuk konsumsi anggota dari budaya yang lain (Samovar & Porter, 1994, p. 19).
Alo Liliweri (2003, p. 13) mendefinisikan proses komunikasi antar budaya sebagai interaksi
antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki
latar belakang kebudayaan yang berbeda. Apapun definisi yang ada mengenai komunikasi
antar budaya (intercultural communication) menyatakan bahwa komunikasi antar budaya
terjadi apabila terdapat 2 (dua) budaya yang berbeda dan kedua budaya tersebut sedang
melaksanakan proses komunikasi.
Secara spesifik menurut Linton (1945: 32), budaya merupakan konfigurasi prilaku manusia
dari elemen-elemen yang ditransformasikan oleh anggota masyarakat. Secara umum budaya
telah dianggap sebagai milik manusia dan digunakan sebagai alat komunikasi sosial yang
didalamnya terdapat proses imitasi (peniruan).
Antropologi dikatakan sebagai salah satu akar atau landasan lahirnya ilmu komunikasi.
Seiring dengan perkembangan antropolgi tersebutlah akhirnya para ahli budaya melihat jika
dalam budaya juga sangat tergantung pada komunikasi. komunikasi dari antroplogi. Namun
untuk lebih jelasnya mengenai keterkaitan tersebut sebaiknya kita terlebih dahulu melihat
menganai antopologi dan komunikasi itu sendiri.
Antropologi Sosial Budaya adalah Kuntjaraningrat dalam bukunya ”Pengantar
Antropologi1”(1996) menjelaskan bahwa secara akademis, antropologi adalah sebuah ilmu
tentang manusia pada umumnya dengan titik fokus kajian pada bentuk fisik, masyarakat dan
kebudayaan manusia. Sedangkan secara praktis , antropologi merupakan sebuah ilmu yang
mempelajari manusia dalam beragam masyarakat suku bangsa, guna membangun masyarakat
suku bangsa tersebut (Agusyanto dkk, 2007: 1.4)
Dalam antropologi sosial budaya, manusia merupakan komponen penting bagi dirinya dan
bagi alam lingkungannya. Ada hubungan yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi
antara manusia dan alam lingkungannya.
Manusia sebagai makhluk sosial harus selalu hidup bersama. Manusia selalu hidup bersama
secara kolektif dalam kesatuan-kesatuan sosial yang besar maupun kecil. Dalam kesatuan
sosial inilah manusia hidup saling berinteraksi, bekerja sama, dan bertukar pengetahuan
untuk dapat mencapai tujuan hidupnya.
Alam semesta ini akan selalu berputar sesuai dengan hukum alam (sunatullah), maka tidak
akan ada satu makhlukpun yang bisa terhindar dari hukum alam, termasuk manusia juga akan
terkena hukum alam. Manusia adalah makhluk pilihan karena mempunyai kelebihan akal.
Maka dalam perjalanan hidupnya manusia akan selalu belajar untuk mendapatkan hasil kreasi
cipta, karsa, dan rasa yang kemudian disebut dengan budaya. Budaya adalah hasil rekayasa
manusia sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidupnya.
Hasil kreasi budaya manusia menjadi landasan norma dan nilai untuk mengatur dan menata
kehidupan manusia dlam upaya mencapai perkembangan hidup yang beradab. Klukhohn
(1953) merumuskan 7 unsur kebudayaan yaitu:
(1) Sistem teknologi, yaitu peralatan dan perlengkapan hidup menusia (pakaian, perumahan,
alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi transport dan sebagainya.
(2) Sistem mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekomoni (pertanian, peternakan, sistem
produksi, sistem distribusi dan lainnya).
(3) Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hokum dan sistem
perkawinan).
(4) Bahasa (lisan dan tulisan).
(5) Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya).
(6) Sistem pengetahuan dan
(7) sistem kepercayaan. (Burhan Bungin, 2006: 53).
Nilai budaya dan struktur sosial merupakan substansi dari aspek sosial manusia. Manusia
hidup di alam semesta ini mengikuti alur perkembangan sosial beserta gejalagejalanya.
Dalam kehidupan manusia diantarkan oleh suatu sistem sosial yang terdiri dari struktur-
struktur sosial. Dalam struktur sosial tersebut terjalin hubungan anatar individuindividu dan
kelompok-kelompok. Disitu ada dua hubungan diadik, yaitu hubungan individu atau
kelompok kesatu dengan pihak kedua, akan tetapi berbeda antara satu pihak dengan pihak
yang lain. Bentuk dan struktur sosial biasanya tetap, terkadang juga berubah, akan tetapi
perubahan itu berjalan lamban, sedangkan individu dan kelompok yang ada dalam struktur
sosial selalu berubah (Koentjaraningrat, 1987: 180)
Di dalam kelompok-kelompok sosial ada beberapa nilai dan norma yang disepakati bersama,
gunanya adalah untuk mengatur status dan peranan manusia dalam struktur sosial. Nilai
merupakan sebuah kepercayaan yang didasarkan pada kode etik yang berlaku dalam
masyarakat. Nilai dan norma memberikan arahan kepada manusia mengenai apa yang benar
dan salah, baik dan buruk, memberikan pedoman hidup untuk masa sekarang dan akan
datang. Dimensi dari nilai adalah satuan interelasi dari beberapa nilai yang ada dalam sebuah
kelompok kepentingan. Hubungan manusia dalam kehidupan sosial budayanya dijelaskan
dalam sistem relasional. Nilai merupakan sebuah unsur penting dalam kebudayaan, karena
menentukan tentang sesuatu itu boleh atau tidak boleh dilakukan.
2.4 Cultural Determinisme Kebudayaan
Determinisme budaya adalah teori yang menyatakan bahwa budaya menentukan
kepribadian, persepsi, keyakinan, dan pemahaman individu dalam budaya tersebut.
Determinisme budaya adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan konsep bahwa
budaya menentukan tatanan ekonomi dan politik. Ini adalah ide yang berulang di banyak
budaya selama sejarah manusia, dari peradaban kuno hingga saat ini.
Ada sejumlah teori perkembangan sosial yang menggambarkan budaya
sebagai faktor penentu semuanya. Salah satu yang paling terkenal adalah teori
determinisme ekonomi Marx, yaitu bahwa peran individu atau kelas dalam alat produksi
menentukan cara pandang dan peran budaya. Ide determinisme budaya sangat umum:
banyak masyarakat percaya bahwa kebiasaan, gagasan, dan adat istiadat mereka adalah yang
menentukan bentuk tatanan politik dan ekonomi mereka, dan merupakan sumber keunikan
mereka di atas segalanya. Hal ini dapat dilihat dari ketaatan pada epos nasional, adat istiadat
keagamaan tertentu, dan fokus pada pentingnya bahasa sebagai penentu identitas bangsa.
Determinisme budaya tidak terbatas pada satu bagian dari spektrum politik atau pada salah
satu ilmu sosial, melainkan paradigma yang digunakan oleh berbagai penulis dan pemikir.

2.5 Asimilasi dan Akulturasi Kebudayaan


Asimilasi terjadi ditandai dengan adanya pengurangan perbedaan di tengah-tengah
masyarakat. Seperti seseorang dengan latar belakang berbeda saling berkumpul dalam satu
elompok, maka kebudayaan masing-masing akan melebur atau menyatu.  Dalam buku
Pemberdayaan Masyarakat (2019) oleh Dedeh Maryani, pengertian asimilai adalah proses
sosial yang muncul dari masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. 
Agar lebih jelas, simak contoh asimilasi berikut ini: 
- Masuknya musik dangdut karena adanya pengaruh musik Melayu dan India.
- Perubahan gaya brpakaian saat ini yang mengikuti tren K-Pop atau negara Barat.
- Penggunaan bahasa Inggris dalam bahasa gaul untuk berkomunikasi
- Penggunaan baju koko. Awalnya baju koko identik dengan pakaian pria warga China,
namun kini digunakan sebagai baju muslim untuk pria. 

Proses akulturasi di masing-masing lingkungan selalu berbeda. Hal ini tergantung dari
kaakteristik masyarakatnya dan bagaiman mereka menyikapi kebudayaan asing yang masuk.
Pengrtian akulturasi adalah proses sosial yang muncul dalam kelompok masyarakat dengan
latar budaya tertentu yang dihadapkan pada unsur kebudayaan asing.
Contoh dari proses akulturasi adalah:
- Adanya kesenian Gambang Kromong menjadi salah sabentuk akulturasi kebudayaan
Indonesia dan Tiongkok yang melebur jadi satu.
- Pertunjukan wayang yang mengisahkan Mahabharata yang menjadi bentuk akulturasi
budaya Jawa dengan India Kuno. Di mana wayang berasal dari Jawa dan cerita
Mahabharata berasal dari India kuno.
- Masjid Menara Kudus yang tidak menghilangkan akulturasi kebudayaan Islam
dengan Hindu. Secara fungsinya, masjid menjadi tempat ibadah umat Islam, namun
secara arsitektur bangunannya berasal dari Hindu.
- Gereja Hati Kudus Yesus Pugeran, Yogyarakat menjadi akulturasi kebudayaan Jawa
dan Eropa. Di mana secara asitektur gereja ini masih kental dengan budaya Jawa.
Perbedaan Asimilasi dan Akulturasi Kebudayan
Perbedaan asimilasi dan akulturasu terletak pada hilang atau tidaknya kebudayaan asli
dikelompok masyarakat. 
Asimilasi merupakan peleburan dua kebudayaan atau lebih sehingga menghasilkan
kebudayaan baru. Sedangkan akulturasi adalah percampuran kebudayaan tanpa
menghilangkan kebudayaan aslinya.
Dapat dikatakan asimilasi membentuk budaya baru atau budaya aslinya perlahan luntur dan
digantikan dengan budaya baru. Berbeda dengan akulturasi, di mana mencampurkan
kebudayaan tanpa menghilangkan ciri khas budaya aslinya. 
Baik asimilasi dan akulturasi tidak bisa dipandang negatif, karena semuanya memiliki
dampak tersendiri bagi masyarakat. Hal ini juga bergantung pada bagaimana masyarakat bisa
menerima proses asimilasi dan akulturasi.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebudayaan adalah sistem pengetahuan yang meliputi ide-ide atau gagasan yang terdapat
dalam pikiran, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, perwujudan itu bersifat abstrak.
Sedngkan perwujudan kebudyaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
mahluk yang berbudaya.

3.2 Saran
Diharapkan pembaca dapat mengetahui dan memehami unsur-unsur kebudayaan serta dapat
diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. (2015). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Tasmuji, Dkk, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya: IAIN
Sunan Ampel Press, 2011), 160-165. Lihat pula Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya
Indonesia; Suatu Pengantar (Bogor : Ghalia Indonesia, 2006) 20 – 23
The Cambridge Dictionary of Psychology (2009)
Culturan determinism. wikia.org. https://psychology.wikia.org/wiki/Cultural_determinism ,
diakses 26 Maret 2021
D. Hendropuspito. 1989. Sosiologi Semantik. Yogyakarta: Kanisius. Hal: 233.
Muchtar, Khoiruddin, Iwan Koswara, and Agus Setiaman. "Komunikasi antar budaya dalam
perspektif antropologi." Jurnal Manajemen Komunikasi 1.1 (2016).

Anda mungkin juga menyukai