Anda di halaman 1dari 18

TUGAS ANTROPOLOGI KESEHATAN

KARAKTERISTIK BUDAYA DAN BUDAYA KESEHATAN KELUARGA


DI INDONESIA

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
1. Ardila
2. Chintya Apriana Simanjuntak
3. Maryanto
4. Nabilla Azzahwa
5. Ria Agustina
6. Septi Memorisa
7. Vanisya Ikran

Kelas : 2B Keperawatan

DOSEN PEMBIMBING: Artia Diarina,SKM.,MKM

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES TANJUNGPINANG
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga dapat
menyelesaikan tugas makalah mengenai “Karakteristik budaya dan budaya dalam
keluarga di Indonesia ” dengan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Antropologi Kesehatan . Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Karakteristik budaya dan budaya dalam keluarga di
Indonesia . Dalam penulisan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat selesai dengan
baik.
Penulis menyadari sepenuhnya atas keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua
pihak, sehingga pembuatan makalah ini menjadi lebih baik. Penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca yang
membaca makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan juga teknologi
yang membawa banyak perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam
hal perubahan pola hidup maupun tatanan sosial termasuk juga dalam bidang
kesehatan yang sering berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang
dianut oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.Budaya
atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budiatau akal) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitandengan budi dandihadapkan dalam suatu hal yang berkaitan
dengan Budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan menurut Koentjaraningrat: kebudayaan adalah seluruh kelakuan
dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus
didapatkanya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan
masyarakat Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan
penting dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggitingginya.
Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda
bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu
perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa
memberikan dampak positif maupun negatif.
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangat erat, sebagai salah satu contoh
suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara
pengobatan
tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat
membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam
segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya.Karena itulah penting bagi
tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga
membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan
bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya
dengan kesehatan.
1.2 Rumusan masalah
2. Apa yang dimaksud dengan budaya kesehatan?
3. Apa saja karakteristik budaya?
4. Apa saha wujud, komponen, dan unsur budaya?
5. Bagaimana budaya kesehatan di Indonesia?
6. Apa yang dimaksud dengan Keperawatan Tanskultural?
7. Apa peran perawat dalam menghadapi aneka budaya?

1 Tujuan Penulisan
1. untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan budaya kesehatan
2. untuk mengetahui apa saja karakteristik budaya
3. untuk mengetahui apa saja wujud, komponen, dan unsur budaya
4. untuk mengetahui bagaimana budaya kesehatan di Indonesia
5. untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Keperawatan Tanskultural
6. untuk mengetahui apa peran perawat dalam menghadapi aneka budaya
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Budaya kesehatan


Budaya atau kebudayaan berasal dari Bahasa Sangsekerta yaitu
Buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan degna budi dan akal manusia. Dalam
Bahasa inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin
Colete, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
“kultur” dalam Bahasa Indonesia. Kebudayaan sangat erat hubungan dengan
masyarakat.
Menurut Edwar Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
komplek, yang didalamnya terkandung pengetahuuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hokum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat.
(Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski) mengemukakan bahwa
segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan
yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah
Cultural-Determinism. Menurut (Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi),
kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

2.2 Karakteristik Budaya


Menurut konsep budaya Leinenger, karakteristik budaya dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Budaya merupakan pengalaman yang bersifat universal sehingga tidak ada
dua budaya yang sama persis.
2. Budaya bersifat stabil, tetapi juga dinamis karena budaya itu diturunkan
kepada generasi berikutnya sehingga mengalami perubahan.
3. Budaya diisi dan ditentukan oleh kehidupan manusianya sendiri tanpa
disadari.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan
yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain,
yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.

2.3 Wujud dan Komponen Budaya


A. Wujud Budaya
Menurut D. Oneil (2006), wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga:
gagasan, aktivitas, dan artefak.
1) Gagasan (Wujud Ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk
kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan
sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh.
Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam
pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan
gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan
ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis
warga masyarakat tersebut.
Contoh: Konsep manusia perlu berpakaian. Didasarkan pada rasa
susila yaitu anusia malu jika telanjang. Dari konsep diatas, didapatkan
fungsi pakaian yaitu untuk melindungi tubuh dari cuaca panas, dingin
dan tantangan alam, untukmempercantik diri serta memenuhi norma
agama dan etika.
2) Aktivitas (Tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut
dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul
dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan
adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-
hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Contoh: Sebagai aplikasi dari gagasan yang dikemukakan,
manifestasi pelaksanaanya dilakukan kegiatan pabrik tekstil, penjahit,
toko pakaian, peragaan busana, mencuci pakaian dan sebagainya
3) Artefak (Karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari
aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat
berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan
didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud
kebudayaan.
Contoh: Benda hasil budayanya berupa baju seragam, baju olahraga,
baju pesta dan sebagainya
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan
yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain.
Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah
kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
B. Komponen Budaya
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua
komponen:
1) Kebudayaan Material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat
yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah
temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi:
mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan
material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat
terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin
cuci.
2) Kebudayaan Nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang
diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita
rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
C. Unsur-unsur Budaya
1) Peralatan dan perlengkapan hidup (Teknologi)
Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.Teknologi
menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta
memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul
dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-
cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-
hasil kesenian.Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau
masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal
delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan
unsur kebudayaan fisik), yaitu: alat-alat produktif, senjata, wadah, alat-
alat menyalakan api, makanan, pakaian, tempat berlindung dan
perumahan, alat-alat transportasi
2) Sistem mata pencaharian hidup
Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus
pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:
berburu dan meramu, beternak, bercocok tanam di ladang, menangkap
ikan
3) Sistem kekerabatan dan organisasi sosial
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam
struktur sosial. M. Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan
suatu masyarakat dapatdipergunakan untuk menggambarkan struktur
sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit
sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan
darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas
ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek
dan seterusnya.
Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam
kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar
seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di
masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain
seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga
unilateral.Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial
yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun
yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi
masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk
yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai
sendiri.
4) Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan
manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat
tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan
menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau
orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan
adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah
membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Bahasa
memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan
fungsi khusus.
Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi,
berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi
sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk
mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni
(sastra), mempelajari naskah-naskah kuna, dan untuk mengeksploitasi
ilmu pengetahuan dan teknologi.
5) Kesenian
Karya seni dari peradaban Mesir kuno.Kesenian mengacu pada
nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia
akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai
makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan
berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan
kesenian yang kompleks.
6) Sistem kepercayaan
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik
manusia dalam menguasai dalam menguasai dan mengungkap rahasia-
rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan
adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga
mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya.
Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup
bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem
kepercayaan kepada penguasa alam semesta.

2.4 Budaya Kesehatan Indonesia


Indonesia sebagai Negara agraris, sebagian besar penduduknya bermukim
di daerah pedesaan dengan tingkat pendidikan mayoritas sekolah dasar dan
belum memiliki budaya hidup sehat. Hidup sehat adalah hidup bersih dan
disiplin sedangkan kebersihan dan kedisiplinan itu sendiri belum menjadi
budaya sehari-hari. Budaya memeriksakan secara dini kesehatan anggota
keluarga belum tampak. Hal ini terlihat dari banyaknya klien yang datang ke
pelayanan kesehatan untuk memeriksakan keadaan kesehatan sebagai tindakan
kuratif belum didukung sepenuhnya oleh upaya promotif dan preventif,
misalnya gerakan 3M pada pencegahan demam berdarah belum terdengar
gaungnya jika belum mendekati musim hujan atau sudah ada yang terkena
demam berdarah.
Menanamkan budaya hidup sehat harus sejak dini dengan melibatkan
pranata yang ada di masyarakat, seperti posyandu atau sekolah. Posyandu yang
ada di komunitas seharusnya diberdayakan untuk menanamkan perilaku hidup
bersih, sehat, dan berbudaya pada anak.
Di dalam masyarakat sederhana, kebiasaan hidup dan adatistiadat dibentuk
untuk mempertahankan hidup diri sendiri, dan kelangsungan hidup suku
mereka. Berbagai kebiasaan dikaitkan dengan kehamilan, kelahiran, pemberian
makanan bayi, yang bertujuan supaya reproduksi berhasil, ibu dan bayi
selamat. Dari sudut pandangan modern, tidak semua kebiasaan itu baik. Ada
beberapa yang kenyataannya malah merugikan. Kebiasaan menyusukan bayi
yang lama pada beberapa masyarakat, merupakan contoh baik kebiasaan yang
bertujuan melindungi bayi. Tetapi bila air susu ibu sedikit, atau pada ibu-ibu
lanjut usia, tradisi budaya ini dapat menimbulkan masalah tersendiri. Dia
berusaha menyusui bayinya, dan gagal. Bila mereka tidak mengetahui nutrisi
mana yang dibutuhkan bayi (biasanya demikian), bayi dapat mengalami
malnutrisi dan mudah terserang infeksi.
Menjadi sakit memang tidak diharapkan oleh semua orang apalagi
penyakit-penyakit yang berat dan fatal. Masih banyak masyarakat yang tidak
mengerti bagaimana penyakit itu dapat menyerang seseorang. Ini dapat dilihat
dari sikap mereka terhadap penyakit itu sendiri. Ada kebiasaan dimana setiap
orang sakit diisolasi dan dibiarkan saja. Kebiasaan ini mungkin dapat
mencegah penularan dari penyakit-penyakit infeksi seperti cacar atau TBC.
Bentuk pengobatan yang diberikan biasanya hanya berdasarkan anggapan
mereka sendiri tentang bagaimana penyakit itu timbul. Kalau mereka anggap
penyakit itu disebabkan oleh hal-hal yang supernatural atau magis, maka
digunakan pengobatan secara tradisional. Pengobatan modern dipilih bila
mereka duga penyebabnya faktor alamiah. Ini dapat merupakan sumber konflik
bagi tenaga kesehatan, bila ternyata pengobatan yang mereka pilih berlawanan
dengan pemikiran secara medis. Di dalam masyarakt industri modern,
iatrogenic disease merupakan problema. Budaya modern menuntut merawat
penderita di rumah sakit, padahal rumah sakit itulah tempat ideal bagi
penyebaran kuman-kuman yang telah resisten terhadap antibiotika.

2.5 Keperawatan Transkultural


Keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang
berfokus pada analisa dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya
(Leinenger, 1987). Keperawatan transkultural merupakan ilmu dan kiat yang
humanis, yamh difokuskan pada perilaku individu atau kelompok, serta proses
untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau perilaku sakit
secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya (Leininger, 1984).
Pelayanan keperawatan transkultural diberikan kepada pasien sesuai dengan
latar belakang budayanya.
 Tujuan Keperawatan Transkultural
Tujuan pengguanaan keperawatan transkultural adalah
pengembangan sains dan keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik
keperawatan pada kebudayaan (kultur—culture) yang spesifik dan
universal (Leininger,1978). Kebudayaan yang spesifik adalah kebudayaan
dengan nilai dan norma yang spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok
lain seperti pada suku Osing, Tengger,ataupun Dayak. Sedangkan,
kebudayaan yang universal adalah kebudayaan dengan nilai dan norma
yang diyakini dan dilakukan oleh hamper semua kebudayaan seperti
budaya olahraga untuk mempertahankan kesehatan.
Negosiasi budaya adalah intervensi dan implementasi keperawatan
untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatannya. Perawat membantu klien agar dapat
memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan
status kesehatan. Misalnya, jika klien yang sedang hamil mempunyai
pantangan untuk makan makanan yang berbau amis seperti ikan, maka
klien tersebut dapat mengganti ikan dengan sumber protein nabati yang
lain.
Restrukturisasi budaya perlu dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan klien. Perawat berupaya melakukan
strukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak
merokok. Seluruh perencanaan dan implementasi keperawatan dirancang
sesuai latar belakang budaya sehingga budaya dipandang sebagai rencana
hidup yang lebih baik setiap saat, pola rencana hidup yang dipilih biasanya
yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

2.6 Peran Perawat Dalam Menghadapi Aneka Budaya


Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang
lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu system. Peran
perawat dipengaruhi oleh keadaan social baik dari dalam maupun dari luar
profesi keperawatan dan bersifat konstan.
Doheny (1982) mengudentifikasi beberapa elemen peran perawat professional
meliputi:
1) Care Giver
Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat
memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung
kepada klien, menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi :
melakukan pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan evaluasi yang
benar, menegakkan diagnosis keperawatan berdasarkan hasil analisis data,
merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah
yang muncul dan membuat langkah atau cara pemecahan masalah,
melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ada, dan
melakukan evaluasi berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukannya.
Dalam memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan, perawat
memperhatikan individu sebagai makhluk yang holistic dan unik.Peran
utamanya adalah memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang
meliputi intervensi atau tindakan keperawatan, observasi, pendidikan
kesehatan, dan menjalankan tindakan medis sesuai dengan pendelegasian
yang diberikan.
2) Client Advocate
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antar
klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien,
membela kepentingan klien dan membantu klien memahami semua
informasi dan upeya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan
pendekatan tradisional maupun professional. Peran advokasi sekaligus
mengharuskan perawat bertindak sebagai narasumber dan fasilitator dalam
tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani
oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus dapat
melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan
keperawatan.
Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan melindungi
hak-hak klien, antara lain:
 Hak atas informasi; pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata
tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit/ sarana pelayanan
kesehatan tempat klien menjalani perawatan
 Hak mendapat informasi yang meliputi antara lain; penyakit yang
dideritanya, tindakan medic apa yang hendak dilakukan, alternative lain
beserta resikonya, dll
3) Counsellor
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi
klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya pula interaksi ini merupakan
dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan
adaptasinya. Memberikan konseling/ bimbingan kepada klien, keluarga dan
masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas. Konseling diberikan
kepada individu/keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan
dengan penglaman yang lalu, pemecahan masalah difokuskan pada masalah
keperawatan, mengubah perilaku hidup kearah perilaku hidup sehat.
4) Educator
Sebagai pendidik klien perawat membantu klien meningkatkan
kesehatannya malalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan
keperawatan dan tindakan medic yang diterima sehingga klien/keluarga dapat
menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya. Sebagai
pendidik, perawat juga dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada
kelompok keluarga yang beresiko tinggi, kadar kesehatan, dan lain
sebagainya.
5) Collaborator
Perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam
menentukan rencan maupun pelaksanaan asuhan keperawtan guna memenuhi
kebutuhan kesehatan klien.
6) Change Agent
Sebagai pembaru, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir,
bersikap, bertingkah laku, dan meningkatkan keterampilan klien/keluarga
agar menjadi sehat. Elemen ini mencakup perencanaan, kerjasama, perubahan
yang sistematis dalam berhubungan dengan klien dan cara memberikan
keperawatan kepada klien
7) Consultan
Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien
terhadap informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan peran
ini dapat dikatakan perawat adalah sumber informasi yang berkaitan dengan
kondisi spesifik lain.
Untuk menghadapi berbagai fenomena kebudayaan yang ada di
masyarakat, maka perawat dalam menjalankan perannya harus dapat
memahami tahapan pengembangan kompetensi budaya, yaitu:
 Pertama
- Pahami bahwa budaya bersifat dinamis.
- Hal ini merupakan proses kumulatif dan berkelanjutan
- Hal ini dipelajari dan dibagi dengan orang lain.
- Perilaku dan nilai budaya di tunjukkan oleh masyarakat
- Budaya bersifat kreatif dan sangat bermakana dalam hidup.
- Secara simbolis terlihat dari bahasa dan interaksi
- Budaya menjadi acuan dalam berpikir dan bertindak
 Kedua
- Menjadi peduli dengan budaya sendiri.
- Proses pemikiran yang terjadi pada perawat juga terjadi pada yang
lain, tetapi dalam bentuk atau arti berbeda.
- Bisa dan nilai budaya ditafsirkan secara internal
- Nilai budaya tidak selalu tampak kecuali jika mereka berbagi secara
sosial dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.
 Ketiga
- Menjadi sadar dan peduli dengan budaya orang lain trerutama klien
yang diasuh oleh perawat sendiri
- Budaya menggambarkan keyakinan bahwa banyak ragam budaya
yang ada sudah sesuai dengan budayanya masing-masing
- Penting untuk membangun sikap saling menghargai perbedaan
budaya dan apresiasi keamanan budaya
- Mengembangkan kemampuan untuk bekerja dengan yang lain dalam
konteks budaya, diluar penilaian etnosentris
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan Praktik


Dalam Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika

Setiadi, Elly M, dkk. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana

Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai