Anda di halaman 1dari 12

BUDAYA KESEHATAN KELUARGA DI INDONESIA

Disusun oleh :

Kelompok 2

1. Eka Putri R. Ludja


2. Petronela R. D. Ounga
3. Atland U. C. Langgambani
4. Delki Panggalaka
5. Tobin H. Kilimandang

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkatNyalah
kami sekelompok dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Budaya Kesehatan Keluarga
di Indonesia ” tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu setiap pihak diharapkan dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran yang
bersifat membangun.

Waingapu, 21 September 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................2
Daftar Isi......................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................4
C. Tujuan.........................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian budaya hidup sehat..................................................................................5
B. Pengertian kesehatan keluarga...................................................................................5
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan keluarga..............................................7
D. Interaksi keluarga dalam rentang sakit.......................................................................8
E. Keluarga sebagai unit peayanan yang dirawat............................................................9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 11
B. Saran ....................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 12

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini perkembangan di bidang kesehatan sudah begitu pesat, serta sudah menjadi
sebuah hal yang sangat diutamakan dibandingkan dengan kebutuhan lainnya. Melihat kondisi
yang demikian, sudah seharusnya bukan hanya tenaga kesehatan saja yang menjadi
penanggung jawab kesehatan, tetapi kesehatan merupakan tanggung jawab semua
masyarakat. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Ini berarti keluarga
merupakan kelompok yang secara langsung berhadapan dengan anggota keluarga selama 24
jam penuh. Menurut Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2007) peran keluarga adalah mampu
mengenal masalah kesehatan, mampu membuat keputusan tindakan, mampu melakukan
perawatan pada anggota keluarga yang sakit, mampu memodifikasi lingkungan rumah, dan
mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa
kesehatan segala sesuatu tidak berarti dan karena kesehatanlah seluruh kekuatan sumber daya
dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan sehat dan perubahan-perubahan
yang dialami anggota keluarganya. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga
secara tidak langsung akan menjadi perhatian dari orang tua atau pengambil keputusan dalam
keluarga (suprajitno, 2004). Dalam mengenal masalah kesehatan keluarga haruslah mampu
mengetahui tentang sakit yang dialami pasien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan budaya hidup sehat?
2. Apakah yang dimaksud kesehatan keluarga?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kesehatan keluarga?
4. Bagaimana interaksi keluarga dalam rentang sehat sakit?
5. Bagaimana keluarga sebagai unit pelayanan yang dirawat?
C.Tujuan
1. Mengetahui pengertian budaya kesehatan
2. Mengetahui pengertian kesehatan keluarga.
3. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kesehatan keluarga.
4. Memahami interaksi keluarga dalam rentang sehat sakit.
5. Memahami keluarga sebagai unit pelayanan yang dirawat.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Budaya Hidup Sehat


Budaya hidup sehat adalah sebuah konsep kehidupan dengan mengutamakan berbagai
kegiatan hidup yang berbasis pada tindakan-tindakan sehat. Definisi dari budaya hidup sehat adalah
konsep hidup yang mengedepankan upaya-upaya dan kegiatan-kegiatan yang sehat. Dengan
penerapan konsep ini, maka kita akan memperkecil resiko dan terhindar dari berbagai penyakit yang
dapat menyerang tubuh kita. Faktor kebiasaan yang dapat mempengaruhi kesehatan tubuh antara
lain:

1. Hidup sehat.

2. Hidup bersih.

3. Minum air bersih.

4. Makan makanan yang cukup gizi.

5. Seimbang antara aktifitas dan istirahat.

6. Olahraga secara rutin.

Orang sehat terbagi menjadi 3 kelompok dasar, yaitu :

1. Orang sehat karena memiliki kondisi tubuh yang prima sejak lahir, sehingga tidak perlu
melakukan berbagai treatment kesehatan.

2. Orang yang rutin melakukan kegiatan fisik yang menyehatkan sehingga secara tidak
disengaja menjadi sehat.

3. Orang yang sehat karena ia memang sengaja melakukan berbagai aktifitas untuk menjadi
sehat.

B. Pengertian Kesehatan Keluarga


Pengertian kesehatan keluarga adalah pengetahuan tentang keadaan sehat fisik,
jasmani dan sosial dari individu-individu yang terdapat dalam satu keluarga. Antara individu
yang satu dengan lainnya saling mempengaruhi dalam lingkaran siklus keluarga untuk
mencapai derajat kesehatan keluarga yang optimal. Keluarga yang sehat adalah salah satu
kekayaan yang tak terhingga. Tapi tak sedikit dari kita yang masih mencari formulasi yang

5
tepat untuk mengajak seluruh anggota keluarga memiliki kebiasaan hidup sehat. Mehmet C
Oz, MD, dokter yang dibesarkan oleh Oprah Winfrey, memberikan tip praktisnya untuk kita.
“Jadikan trik ini seperti waktu bersenang-senang untuk seluruh keluarga!”
1. Jangan keluar rumah dalam keadaan lapar. Ini adalah salah satu cara agar seluruh
anggota keluarga bebas dari risiko obesitas. Jika kita keluar rumah dalam keadaan perut
terisi, kita tidak akan kelaparan saat di perjalanan menuju tempat aktivitas. Terutama jika
jarak rumah dan tempat tujuan cukup jauh, atau harus berhadapan dengan kemacetan.
Rasa lapar akan memicu hormon ghrelin sehingga kita akan makan berlebihan setibanya
di tempat tujuan. “Plus tubuh membutuhkan 30 menit untuk mengembalikan ghrelin
kembali ke level normal. Selama menunggu 30 menit itu, kita akan memakan apa saja
untuk memenuhi panggilan rasa lapar. Jadi sebaiknya pergilah dengan keadaan perut
terisi,” Oz memaparkan. Tapi jika terpaksa, sediakan sekantong kacang almon sebagai
camilan sehat di perjalanan.
2. Olahraga bersama setiap hari, minimal 20 menit buat apa olahraga di tempat lain jika kita
sekeluarga bisa melakukannya di rumah. Terlebih jika kita kesulitan untuk menemukan
jadwal untuk berolahraga bersama. Oz menyarankan, sebelum sarapan bersama,
bangunkan seluruh anggota keluarga untuk sekadar jalan pagi atau berolahraga dengan
musik kesukaan bersama. “Tahu apa yang terjadi ketika kita mencobanya hanya 20
menit? Setelah itu semua anggota akan ketagihan karena sebenarnya 20 menit adalah
waktu yang singkat,” ucap Oz sambil mengingatkan kita agar membuatnya menjadi
seperti waktu bersenang-senang bagi seluruh anggota keluarga.
3. Jadilah “food decider” untuk keluarga kita “Jangan langsung membayangkan kita akan
berperan seperti pemimpin yang otoriter, tapi buatlah seluruh anggota keluarga menyukai
pilihan makanan yang kita berikan,” Oz mengingatkan. Caranya? “Jadilah koki untuk
keluarga kita.” Ini adalah trik merayu sebenarnya. Sebab tanpa sadar, anggota keluarga
akan lebih memilih menikmati makanan yang kita buat ketimbang makan di luar. Ketika
mereka menyukai makanan rumah, itu artinya segala bahan yang kita pilih benar-benar
lulus sensor untuk memenuhi standar kebersihan serta kesehatan. “Bagi yang punya
anak -anak kecil, kita bisa menjadikan ini cara agar mereka suka buah dan sayur ”
4. Makan malamlah bersama. Sebenarnya duduk dan menikmati makan malam bersama
bukanlah sekadar menghabiskan makanan yang disajikan. Lebih dari itu, ujar Oz, makan
malam bersama akan menciptakan ikatan emosi kepada seluruh anggota keluarga. Ini
adalah modal kesehatan emosi dan membentuk rasa percaya diri pada anggota keluarga,

6
khususnya anak-anak. Ciptakan suasana yang hangat dan terbuka sehingga ritual makan
malam bersama menjadi salah satu cara untuk memiliki waktu berkualitas bersama
5. Cerita sebelum tidur. Bagi kita yang memiliki anak-anak yang masih kecil, membacakan
dongeng adalah salah satu cara untuk membuat anak rileks menjelang tidur. Hal ini akan
menjadi modal anak untuk mendapatkan kualitas tidur terbaik. Biasakan anak memiliki
jam dan kualitas tidur yang baik karena jam dan kualitas tidur bisa sangat berpengaruh
untuk kesehatan tubuh. “Bahkan ketika kita tidak dapat tidur dengan nyenyak, risiko
serangan jantung dan stroke akan membayangi kita,” ujar Oz.
6. Jadikan anak sebagai “polisi” makan sehatKetika kita mengajak anak untuk menerapkan
pola makan sehat, kita harus melibatkan mereka. Caranya, jadikan mereka “polisi”
makanan. Jika salah satu anggota keluarga, termasuk orang tua, kedapatan menikmati
junk food, maka anak-anak sebagai polisi makanan berhak memberikan sanksi kepada
kita. Menurut Oz, ini tak hanya membuat anak bagian dari proses kebiasaan sehat, tetapi
secara langsung bisa memilih makanan-makanan apa saja yang masuk kategori makanan
sehat dan tidak. Dengan demikan, secara sadar mereka akan menerapkan pola makan
sehat tanpa merasa dipaksa.

C. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesehatan Keluarga


1. Faktor Fisik Ross, Mirowsaky, dan Goldstein tahun 1990 (dikutip dalam Setiawati.
2013: 21) memberikan gambaran bahwa ada hubungan positif antara perkawinan
dengan kesehatan fisik. Contoh dari hubungan tersebut antara lain : seorang suami
sebelum menikah terlihat kurus maka beberapa bulan kemudian setelah menikah akan
terlihat lebih gemuk, beberapa alasan dikemukakan bahwa dengan menikah suami ada
yang memperhatikan dan pola makan lebih teratur begitu sebaliknya dengan istri
(Setiawati, 2008 : 21).
2. Faktor Psikis Terbentuknya keluarga akan menimbulkan dampak psikologis yang
besar, perasaan nyaman karena saling memperhatikan, saling memberikan penguatan
atau dukungan. Suami akan merasa tentram dan terarah setelah beristri, begitupun
sebaliknya (Setiawati, 2008 : 22). Berdasarkan riset ternyata tingkat kecemaasan istri
lebih tinggi dibanding dengan suami, hal ini dimungkinkan karena bertambahnya
beban yang dialami istri setelah bersuami.
3. Faktor Sosial Status sosial memiliki dampak yang signifikan terhadap fungsi
kesehatan sebuah keluarga. Dalam sebuah keluarga ada kecenderungan semakin

7
tinggi tingkat pendapatan yang diterima semakin baik taraf kehidupannya. Tingginya
pendapatan yang diterima akan berdampak pada pemahaman tentang pentingnya
kesehatan, jenis pelayanan kesehatan yang dipilih, dan bagaimana berespon terhadap
masalah kesehatan yang ditemukan dalam keluarga (Setiawati, 2008 : 22). Status
sosial ekonomi yang rendah memaksa keluarga untuk memarginalkan fungsi
kesehatan keluarganya, dengan alasan keluarganya akan mendahulukan kebutuhan
dasarnya.
4. Faktor budaya Faktor budaya terdiri dari (Setiawati, 2008 : 22-23) :
a). Keyakinan dan praktek kesehatan
b). Nilai-nilai keluarga
c). Peran dan pola komunikasi keluarga.

D. Interaksi Keluarga dalam Rentang Sehat Sakit


Status sehat/sakit pada anggota keluarga dan keluarga saling mempengaruhi satu
dengan yang lainnya. Menurut Gilliss dkk. (1989) keluarga cenderung menjadi reaktor
terhadap masalah kesehatan dan menjadi faktor dalam menentukan masalah kesehatan
anggota keluarga. Menurut Suchulan tahun 1965 dan Doberty & Canphell tahun 1988
(dikutip dalam Ali, Z. 2010) yang disederhanakan oleh Marilyn M. Friedman, ada 6 tahap
interaksi antara sehat/sakit dan keluarga :
1. Tahap pencegahan sakit dan penurunan resiko Keluarga dapat memainkan peran vital
dalam upaya peningkatan kesehatan dan penurunan resiko, misalnya mengubah gaya
hidup dari kurang sehat ke arah lebih sehat (berhenti merokok, latihan yang teratur,
mengatur pola makan yang sehat), perawatan pra dan pasca- partum, iunisasi, dan
lain-lain.
2. Tahap gejala penyakit yang dialami oleh keluarga Setelah gejala diketahui,
diinterpretasikan keparahannya, penyebabnya, dan urgensinya, beberapa masalah
dapat ditentukan. Dalam berbagai studi Litman tahun 1974 (dikutip dalam Ali, Z.
2010) disimpulkan bahwa keputusan tentang kesehatan keluarga dan tindakan
penanggulanangannya banyak ditentukan oleh ibu, yaitu 67%, sedangkan ayah hanya
15,7%. Tidak sedikit masalah kesehatan yang ditemukan pada keluarga yang
kacau/tertekan.
3. Tahap mencari perawatan Apabila keluarga telah menyatakan anggota keluarganya
sakit dan membutuhkan pertolongan, setiap orang mulai mencari informasi tentang

8
penyembuhan, kesehatan, dan validasi profesional lainnya. Setelah informasi
terkumpul keluarga melakukan perundingan untuk mencari penyembuhan/perawatan
di klinik, rumah sakit, di rumah, dan lain-lain.
4. Tahap kontak keluarga dengan institusi kesehatan Setelah ada keputusan untuk
mencari perawatan, dilakukan kontak dengan institusi kesehatan baik profesional atau
nonprofesional sesuai dengan tingkat kemampuan, misalnya kontak langsung dengan
peskesmas, rumah sakit, praktik dokter swasta, paranormal/dukun, dan lain-lain.
5. Tahap respons sakit terhadap keluarga dan pasien Setelah pasien menerima perawatan
kesehatan dari praktisi, sudah tentu ia menyerahkan beberapa hak istimewanya dan
keputusannya kepada orang lain dan menerima peran baru sebagai pasien ia harus
mengikuti aturan atau nasehat dari tenaga profesional yang merawatnya dengan
harapan agar cepat sembuh. Oleh karena itu terjadi respons dari pihak keluarga dan
pasien terhadap perubahan tersebut.
6. Tahap adaptasi terhadap penyakit dan pemulihan Adanya suatu penyakit yang serius
dan kronis pada diri seorang anggota keluarga biasanya memiliki pengaruh yang
mendalam pada sistem keluarga, khususnya pada sektor perannya dan pelaksana
fungsi keluarga. Untuk mengatsi hal tersebut, pasien/ keluarga harus mengadakan
penyesuaian atau adaptasi. Besarnya daya adaptasi yang diperlukan dipengaruhi oleh
keseriusan penyakitnya dan sentralitas pasien dalam unit keluarga. Apabila keadaan
serius (sangat tidak mampu/semakin buruk) atau pasien tersebut orang penting dalam
keluarga, pengaruh kondisinya pada keluarga semakin besar. (Ali Zaidin, 2010).

E. Keluarga Sebagai Unit Pelayanan yang Dirawat


Alasan keluarga sebagai unit pelayanan (Rust B Freeman, 1981):
1. Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan lambaga yang menyangkut
kehidupan masyarakat.
2. Keluarga sebagai suatu kelompok yang dapat menimbulkan, mencegah, mengambil
atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan dalam kelompoknya.
3. Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga memang saling berkaitan, apabila salah
satu anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan maka akan berpengaruh
terhadap anggota keluarga lainnya.

9
4. Dalam memelihara kesehatan setiap anggota keluarga sebagai individu (pasien),
keluarga tetap berperan sebagai pengambilan keputusan dalam memelihara kesehatan
para anggotanya .
5. Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk berbagi upaya
kesehatan masyarakat Dalam melihat keluarga sebagai pasien. ada beberapa
karakteristik yang perlu diperhatikan oleh perawat, diantaranya adalah :
1. Setiap keluarga mempunyai cara yang unik dalam menghadapi masalah kesehatan
para anggotanya.
2. Memperhatikan perbedaan dari tiap-tiap keluarga, dari berbagai segi :
a) Pola komunikasi
b) Pengambilan keputusan
c) Sikap dan nalai-nilai dalam keluarga
d) Kebudayaan
e) Gaya hidup
3. Keluarga daerah perkotaan akan sangat berbeda dengan keluarga daerah pedesaan.
4. Kemandirian dari tiap-tiap keluarga.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan keluarga itu adalah pengetahuan tentang keadaan sehat fisik, jasmani dan
sosial dari individu-individu yang terdapat dalam satu keluarga. Adapun faktor-faktor yang
memengaruhi kesehatan keluarga, yaitu: fakor fisik, psikis, sosial, dan buaya. Tahap interaksi
antara sehat/sakit dan keluaga, yaitu: tahap pencegahan sakit dan penurunan risiko, tahap
gejala penyakit yang dialami keluarga, tahap mencari perawatan, tahap kontak keluarga
dengan institusi kesehatan, tahap respon sakit dari keluarga dan pasien, dan tahap adaptasi
terhadap penyakit dan pemulihan. Alasan keluarga sebagai unit pelayanan, yaitu: keluarga
merupakan lembaga masyarakat, keluarga dapat menimbulkan dan mencegah masalah
kesehatan dalam kelompoknya, masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan, keluarga
berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara kesehatan anggotanya, keluarga
merupakan peantara untuk berbagi upaya kesehatan masyarakat.

B. Saran
Semoga makalah ini memberikan informasi terkait kesehatan keluarga. Saran dan
kritikannya sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/37801063/KESEHATAN_KELUARGA_Disusun_untuk_memen
uhi_tugas_mata_kuliah_Bahasa_Indonesia_PROGRAM_STUDI_S1_KEPERAWATAN_SE
KOLAH_TINGGI_ILMU_KESEHATAN. diakses tanggal 21 september 2019.

http://blog.unnes.ac.id/anisaauliaazmi/2015/11/12/hubungan-kebudayaan-dengan-kesehatan-
dan-pengobatan-penyakit/. Diakses tanggal 21 sepetember 2019.

https://www.kompasiana.com/ratihputri/54f474c67455137b2b6c8b5f/pengertian-budaya-
hidup-sehat. diakses tanggal 21 september 2019.

12

Anda mungkin juga menyukai