Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia memiliki naluri untuk bergaul dengan sesamanya semenjak dilahirkan dan
disosialisasikan dalam kehidupan masyarakat. Hubungan dengan sesamanya merupakan
suatu kebutuhan bagi setiap manusia (Sunaryo, 2014). Keadaan sosial ekonomi masyarakat
merupakan pangkal utama adanya suatu perbedaan sosial yang melatarbelakangi sosial
tersebut. Dari berbagai struktur sosial ekonomi, nilai sosial dan budaya serta pemerataan
sumber tidak mungkin dapat dubah dalam satu generasi saja. Dalam hal ini, masalah
kesehatan harus ditanggulangi dari segi adanya hubungan sosial sebagai bentuk dari
implementasi sosial dalam praktik keperawatan yang melatarbelakangi sosial.
Keadaan sosial ekonomi pasien merupakan pangkal utama adanya perbedaan sosial.
Struktur sosial ekonomi, berbagai nilai sosial budaya, dan pemerataan sumber tidak
mungkin dapat dirubah dalam satu generasi. Karena itu, masalah kesehatan ini haruslah
ditanggulangi dari segi adanya sumber yang terbatas.
Kesakitan dan ketidakmampuan merupakan sebab utama kebergantungan seseorang dan
status sosial ekonomi. Dan secara klasik pula, lapisan masyarakat berpenghasilan rendah
memiliki kesempatan terbatas untuk menerima pelayanan kesehatan.
Masyarakat berpenghasilan rendah memiliki kebutuhan khusus dan permasalahan khusus
yang harus diperhitungkan, yang tidak dimiliki kelompok lain. Terutama dituntut perhatian
dan kesabaran dari pihak tim medis. Karenanya, suatu program seharusnya disusun yang
berorientasi pada mereka.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui ciri-ciri kelompok sosial.
2 Tujuan Khusus
a Untuk dapat menjelaskan pengertian mengenai kelompok sosial.
b Untuk dapat menjelaskan ciri-ciri kelompok sosial.
c Untuk dapat menjelaskan pengelompokan sosial besertamacam-macam bentuk
kelompok.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang hendak diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1 Manfaat Teoretis
a Manfaat teoretis yang dimaksudkan agar makalah ini dapat dijadikan sebagai
tambahan bahan bacaan serta sebagai dokumentasi bagi pembaca.
b Makalah ini dibuat sebagai pengaya wawasan yang menjadi motivasi bagi
penulis untuk melakukan penulisan makalah yang berbasis keilmuan guna
meningkatkan kualitas pendidikan khususnya tentang pengertian,ciri-ciri
kelompok sosial, pengelompokan sosial beserta macam-macam bentuk
kelompok.
2 Manfaat Praktis
a Manfaat bagi mahasiswa yaitu dapat mengetahui pengertian, ciri-ciri kelompok
sosial, pengelompokan sosial beserta macam-macam bentuk kelompok.
b Manfaat bagi institusi/kampus, diharapkan penulisan makalah ini dapat
dijadikan sebagai salah satu acuan di dalam menyusun materi khususnya
mengenai pengertian, ciri-ciri kelompok sosial, pengelompokan sosial beserta
macam-macam bentuk kelompok.
c Manfaat bagi dosen, diharapkan penulisan makalah ini dapat dijadikan sebagai
bahan acuan di dalam mengajar sehingga dapat meningkatkan pengetahuan
mahasiswa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Sosial Budaya dan Asuhan Keperawatan
A. Teori Sosial Budaya
Teori sosial budaya adalah sebuah teori yang muncul dalam psikologi yang terlihat
pada kontribusi penting bahwa masyarakat membuat untuk perkembangan individu. Teori ini
menekankan interaksi antara orang-orang mengembangkan dan budaya di mana mereka
tinggal. Kebudayaan : suatu sistem gagasan, tindakan, hasil karya manusia yang diperoleh
dengancara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat,
1986). Kebudayaan itu ada tiga wujudnya, yaitu :
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai , norma-
norma, peraturan dsb.
Merupakan wujud dari ide kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba
atau difoto. Letaknya ada di dalm pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan
bersan gkutan itu hidup. Dikenal den gan adat istiadat atau sering berada dalam
karangan dan buku-bukuu hasil karya para penulis warga masyarakat bersangkutan.
Saat ini kebudayaan ideal lebih banyak tersimpan dalam disk, arsip, koleksi
microfilm dan microfish, kartu komputer, silinder dan pita komputer.
2. Wujud Kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas tindakan berpola dari manusia
dari masyarakat,disebut juga sistem sosial.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yanbg
berinteraksi, berhub ungan, bergaul yang berdasarkan adat tata kelaku an. Sistem
sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobserv asi,
difoto dan didokumentasi.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia, disebut kebudayaan
fisik, dan tak memerlukan banyak penjelasan.
Merupakan seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan d an karya
semua manusia dalam masyarakat. Sifatnya paling konkret, atau berupa benda-benda
atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto. Hasil karya manusia seperti candi,
komputer, dapat diraba, dilihat, dan difoto. Hasil karya manusia seperti candi,
komputer, pabrik baja, kapal, batik sampai kancing baju dsb.
B. Teori Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada


praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.
Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi
yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan / mempertahankan budaya,
mengakomodasi / negoasiasi budaya dan mengubah / mengganti budaya klien.
a) Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan
kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan
nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat
meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya
berolahraga setiap pagi.
b) Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan
untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatankesehatan, misalnya
klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan
dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
c) Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien
yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan


keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise
Model).Model ini menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat
sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien. Pengelolaan
asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi


masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger
and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang
ada pada "Sunrise Model" yaitu :
a. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien
tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini.

b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)


Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang
sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di
atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat
adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien
terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.

c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)


Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan
hubungan klien dengan kepala keluarga.

d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan
membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya. Pada tahap ini hal-hal yang dikaji meliputi : peraturan
dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang
boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.

f. Faktor ekonomi (economical factors)


Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor
atau patungan antar anggota keluarga.

g. Faktor pendidikan (educational factors)


Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti
ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis
pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri
tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang
dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and
Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan
dalam asuhan keperawatan transkulturalyaitu: gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan
disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan
sistem nilai yang diyakini
3. Intervensi dan Implementasi
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah
suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalamkeperawatan transkultural yaitu :
mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan
dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien
kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya
yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a. Cultural care preservation/maintenance.
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang
proses melahirkan dan perawatan bayi
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural care accomodation/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik.
c. Cultual care repartening/reconstruction
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan
yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua

5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan


Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya
masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya
budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan
timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat
dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari
efektifitas keberhasilanmenciptakan hubungan perawat dan klien yang
bersifat terapeutik.
4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien
tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya
klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang
mungkin sangat bertentangan denganbudaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi
dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

Aspek Sosial Budaya yang Mempengaruhi Status Kesehatan dan Perilaku Kesehatan
a. Perilaku sadar yang menguntungkan kesehatan.
Mencakup perilaku-perilaku yang secara sadar oleh seseorang yang
berdampak menguntungkan kesehatan. Golongan perilaku ini langsung berhubungan
dengan kegiatan-kegiatan pencegahan penyakit serta penyembuhan dari penyakit
yang dijalankan dengan sengaja atas dasar pengetahuan dan kepercayaan bagi diri
yang bersangkutan, atau orang-orang lain, atau suatu kelompok sosial. Sehubungan
dengan ini, kebutuhan-kebutuhan pelayanan dan perawatan medis dipenuhi melalui
fasilitas - fasilitas yang tersedia yang mencakup; (1) sistem perawatan rumah tangga,
(2) sistem perawatan tradisional yang diberikan oleh Prametra (pemraktek atau
praktisi medis tradisional), dan (3) sistem perawatan formal (biomedis atau
kedokteran).

b. Perilaku sadar yang merugikan kesehatan


Perilaku sadar yang dijalankan secara sadar atau diketahui tetapi tidak
menguntungkan kesehatan terdapat pula di kalangan orang berpendidikan atau
profesional, atau secara umum pada masyarakat-masyarakat yang sudah maju.
Kebiasaan merokok (termasuk kalangan ibu hamil), pengabaian pola makanan sehat
sesuai dengan kondisi biomedis, ketidakteraturan dalam pemeriksanaan kondisi
kehamilan, alkoholisme, pencemaran lingkungan, suisida, infantisida, pengguguran
kandungan, perkelahian, peperangan dan sebagainya.
c. Perilaku tidak sadar yang merugikan kesehatan
Golongan masalah ini paling banyak dipelajari, terutama karena penanggulangannya
merupakan salah satu tujuan utama berbagai program pembangunan kesehatan
masyarakat, misalnya pencegahan penyakit dan promosi kesehatan kalangan
pasangan usia subur, pada ibu hamil, dan anak-anak Balita pada berbagai masyarakat
pedesaan dan lapisan sosial bawah di kota-kota.
d. Perilaku tidak sadar yang menguntungkan kesehatan.
Golongan perilaku ini menunjukkan bahwa tanpa dasar pengetahuan manfaat
biomedis umum yang terkait, seseorang atau sekelompok orang dapat menjalankan
kegiatan-kegiatan tertentu yang secara langsung atau tidak langsung memberi
dampak positif terhadap derajat kesehatan mereka.

Dalam berbagai model penyakit, faktor sosial berperan menghasilkan unsur


penyebab peyakit atau memperbesar peluang orang untuk kontak dengan kuman (agen)
penyakit. Faktor sosial dapat mempengaruhi konsumsi alkohol, kebiasaan merokok dan
perilaku seksual. Namun faktor sosial tersebut tidak berperan dalam etiologi penyakit karena
timbulnya penyakit pada seseorang ada mekanismenya tersendiri. Stres atau ketegangan
sosial mengakibatkan reaksi tubuh tidak dapat menyesuaikan sehingga menimbulkan
penyakit.
Bagi orang yang berpendidikan rendah maka peningkatan penghasilan bekaitan
dengan kemungkinan menderita rematik arthritis. Akan tetapi angka rematik lebih tinggi
pada mereka yang berpenghasilan rendah di antara mereka yang berpendidikan tinggi (King
dan Cobb,1958:474)
Status perkawinan memberi penjelasan tentang angka kematian. Tingginya angka
bunuh diri pada bujangan , janda dan duda dibandingkan dengan orang yang sedang
menikah menunjukkan bahwa mereka lebih rawan untuk melakukan perbuatan tersebut, dan
bila angka bunuh diri pada kedua kelompok jenis kelamin dijadikan standar maka pria
bujangan atau duda lebih rawan dibandingkan dengan para gadis dan janda
(Durkheim,1952:197-198).
Status sosial ekonomi merupakan ukuran yang penting. Dengan melihat pekerjaan
orang tua maka proporsi orang yang mendapat gangguan jiwa mulai dari status teringgi
hingga terendah adalah 17,5%; 16,4%; 20,9%; 24,5%; 29,4% dan 32,7% (Srolle dkk.,1962).
Disintegrasi sosial memiliki 10 indikator yaitu: kesulitan ekonomi, kekacauan budaya,
sekularisasi, lemahnya asosiasi, lemahnya kepemimpinan, sedikitnya pola rekreasi,
tingginya angka kejahatan dan pelanggaran, tingginya angka perceraian, tingginya
permusuhan dan lemahnya jaringan komunikasi

2.2 Implementasi Antropologi dalam Praktek Keperawatan


A. Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan
Sebelum mengetahui lebih lanjut keperawatan transkultural, perlu kita ketahui apa arti
kebudayaan terlebih dahulu. Kebudayaan adalah suatu system gagasan, tindakan, hasil karya
manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat.
(koentjoroningrat, 1986)

Wujud-wujud kebudayaan antara lain :


a. Kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma dan peraturan
b. Kompleks aktivitas atau tindakan
c. Benda-benda hasil karya manusia

Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang dapat


dikembangkan dan diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Teori transkultural dari
keperawatan berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks
keperawatan. Teori ini menjabarkan konteks atau konsep keperawatan yang didasari oleh
pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai cultural yang melekat dalam masyarakat.
Menurut Leinenger, sangat penting memperhatikan keragaman budaya dan nilai-nilai dalam
penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu
kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya.
Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang humanis yang difokuskan
pada perilaku individu/kelompok serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan
perilaku sehat atau sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya.
Sedangkan menurut Leinenger (1978), keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan
keperawatan yang berfokus pada analisa dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya.
Tujuan dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti dan
menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural dalam meningkatkan
kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori caring,
caring adalah esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan
keperawatan. Perilaku caring diberikan kepada manusia sejak lahir hingga meninggal dunia.
Human caring merupakan fenomena universal dimana,ekspresi, struktur polanya bervariasi
diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.
B. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural
Konsep dalam transcultural nursing adalah :
1) Budaya
Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dibagi serta
memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.
2) Nilai budaya
Keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau suatu tindakan yang
dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan
3) Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan
Merupakan bentuk yang optimal dalam pemberian asuhan keperawatan
4) Etnosentris
Budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain adalah persepsi yang dimiliki
individu menganggap budayanya adalah yang terbaik
5) Etnis
Berkaitan dengan manusia ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan
menurut cirri-ciri dan kebiasaan yang lazim
6) Ras
Perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal
manusia. Jenis ras umum dikenal kaukasoid, negroid,mongoloid.
7) Etnografi: Ilmu budaya
Pendekatan metodologi padapenelitian etnografi memungkinkan perawat untuk
mengembangkan kesadaran yang tinggi pada pemberdayaan budaya setiap
individu.
8) Care
Fenomena yang berhubungan dengan bimbingan bantuan, dukungan perilaku pada
individu, keluarga dan kelompok dengan adanya kejadian untuk
memenuhikebutuhan baik actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi
dan kualitas kehidupan manusia
9) Caring
Tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan
mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau
antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia
10) Culture care
Kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi
digunakan untuk membimbing, mendukung atau member kesempatan individu,
keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat dan berkembang
bertahan hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai
11) Cultural imposition
Kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktek dan
nilai karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi dari
kelompok lain.

Paradigma transcultural nursing, adalah cara pandang, keyakinan, nilai-nilai,


konsep-konsep dalam asuhan keperawatan yang sesuai latar belakang budaya,
terhadap 4 konsep sentral keperawatan yaitu :
1) Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilaidan
norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan danmelakukan
pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memilikikecenderungan untuk
mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapundia berada.
2) Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam
mengisikehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan
suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan
untukmenjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat
diobservasidalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang
samayaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit
yangadaptif
3) Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai
suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi.
Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan
fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah
katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah
Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang
tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan
dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang
lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan
aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah
keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok
merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang
digunakan.
4) Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktikkeperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan
budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah
perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan
mengubah/mengganti budaya klien.

C. Asuhan Keperawatan Transkultural


1) Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya
Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara sistem
perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan melalui
asuhan keperawatan.
Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan
keperawatan yaitu:
Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan
sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien
dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya
budaya berolahraga setiap pagi.
Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan,
misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis,
maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan
status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang
biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang
dianut.

Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan


keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit
(Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan
oleh perawat sebagai landasan berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien
(Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai
tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar,
1995).
Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada padaSunrise Model
yaitu:
1) Faktor teknologi (technological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu
mengkaji: Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah
kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan
alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi
untuk mengatasi permasalahan kesehatan ini.
2) Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors )
Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis
bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk
mendapatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri.
Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status
pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan
kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
3) Faktos sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors )
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga dan hubungan klien dengan kepala
keluarga.
4) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways )
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut
budaya yang di anggap baik atau buruk. Norma norma budaya adalah suatu
kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait.
Yang perlu di kaji pada factor ini adalah posisi dan jabatan yang dipegang oleh
kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang
dipantang dalam kondisi sakit, perseosi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-
hari dan kebiasaan membersihkan diri.
5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors )
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya
(Andrew and Boyle, 1995 ). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan
kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang
boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
6) Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang
harus dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan,
tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi,
penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
7) Faktor pendidikan ( educational factors )
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien
biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut
dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan
klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri
tentang pengalaman sedikitnya sehingga tidak terulang kembali.

Anda mungkin juga menyukai