Anda di halaman 1dari 13

KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEBUTUHAN


KHUSUS

Kelompok 6 :

1. Eka Putri Rambu Ludja 6. Resni B. Emba


2. Djunanto M. Hamaduna 7. Restika A. Astari
3. Esron T. Haluwalu 8. Rambu Babang Moti
4. Petronela T. Lunga 9. Reni P. Jiara
5. Raymond Kevin I. Ludji

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

PRODI KEPERAWATAN WAINGAPU

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Kebutuhan Khusus.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen Umbu Njakatara S.Kep., Ns., M.Kep pada mata kuliah Keperawatan Anak.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Konsep
Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Kebutuhan Khusus bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Umbu Njakatara S.Kep.,
Ns., M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Anak yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.
Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Waingapu, 22 Mei 2021

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

JUDUL....................................................................................................................1

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I.......................................................................................................................4

PENDAHULUAN...................................................................................................4

1.1 Latar Belakang..........................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................5

1.3 Tujuan........................................................................................................6

BAB II.....................................................................................................................7

TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................7

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Kebutuhan Khusus..........7

2.2 Praktik anamneses Riwayat Penyakit.............................................................9

2.3 Prosedur pemeriksaan fisik pada anak dengan kebutuhan khusus.................9

BAB III..................................................................................................................12

PENUTUP.............................................................................................................12

3.1 Kesimpulan.................................................................................................12

REFERENSI.........................................................................................................13

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan anak yang mengalami kondisi
fisik, perkembangan serta perilaku ataupun emosional yang memerlukan layanan
kesehatan terkait dalam jenis atau jumlah lebih dari yang dibutuhkan anak lain
pada umumnya (Wong, 2008). ABK dapat digolongkan menjadi beberapa
kelompok antara lain: tunanetra, tunarungu atau tunawicara, tunagrahita,
tunadaksa, tunalaras, attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD),
autisme, dan tunaganda (Kemenkes, 2011).

Undang-undang No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, hak untuk


mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis,
jalur, dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus. Adapun pendidikan yang
dimaksud disediakan dalam 3 macam lembaga pendidikan yaitu Sekolah Luar
Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dan Pendidikan Terpadu
(Geniofam, 2010). SLB menampung ABK dengan jenis kelainan yang sama,
sehingga terdapat berbagai macam SLB, sebagai berikut: 1) SLB A, merupakan
sekolah luar biasa kategori A diperuntukan bagi anak tunanetra, 2) SLB B,
merupakan sekolah luar biasa kategori B diperuntukan bagi anak tunarungu, 3)
SLB C, merupakan sekolah luar biasa kategori C diperuntukan bagi anak
tunagrahita, 4) SLB D, merupakan sekolah luar biasa kategori D diperuntukan
bagi tunadaksa, 5) SLB E, merupakan sekolah luar biasa kategori E diperuntukan
bagi tunalaras, 6) SLB G, merupakan sekolah luar biasa kategori G diperuntukan
bagi penyandang cacat ganda (Pratiwi, 2013).

Tunagrahita (retardasi mental) disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau


sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental, merupakan kondisi dengan intelegensi
yang kurang sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak)
(Maramis, 2009). Ciri-ciri anak tunagrahita secara fisik antara lain; 1) penampilan
fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu besar/kecil; 2) pada masa
pertumbuhannya tidak mampu mengurus dirinya sendiri; 3) terlambat dalam

4
perkembangan bicara dan bahasa; 4) tidak perhatian terhadap lingkungan; 5)
koordinasi gerakan kurang; 6) hipersalivasi (Aqila Smart, 2014).

Kondisi tersebut akan berakibat pada rendahnya kemampuan merawat diri


pada anak tunagrahita dan menyebabkan ketergantungan terhadap orang lain
terlebih pada keluarga (Delphie, 2006). Hal ini didukung oleh hasil penelitian oleh
Ratna Sari, F (2010) tentang hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat
kemandirian pemenuhan ADL pada anak tunagrahita ringan di SLB N Pembina
Yogyakarta didapatkan 45,7% anak tidak mandiri dalam hal toileting, berpakaian,
dan makan.

Belum ada angka yang jelas tentang anak dengan kecacatan di Indonesia, oleh
karena penelitian tentang anak dengan kecacatan masih sangat kurang. (WHO,
2003 dalam Kemenkes RI, 2014) memperkirakan jumlah anak berkebutuhan
khusus di Indonesia sekitar 7-10% dari total jumlah anak. Hasil Riskesdas (2010)
menyebutkan bahwa persentase kecacatan pada anak usia 24-59 bulan
menunjukkan proporsi terbesar adalah tuna daksa (cacat tubuh) sebesar 0,17%,
tuna wicara sebesar 0,15% dan tunagrahita sebesar 0,14%. Sedangkan di Jawa
Timur, prevelensi anak penderita tunagrahita sebanyak 125.190 jiwa. Lembaga
Pengabdian Kepada Masyarakat (LBKM), mengatakan bahwa jumlah anak
penyandang tunagrahita di Surabaya mencapai 10% sampai 20% pada kelas
rendah di Sekolah Luar Biasa (SLB). Jumlah ini terbilang tinggi, mengingat kota
Surabaya merupakan salah satu kota besar di Indonesia (Kementrian Sosial RI,
2012).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Konsep Askep pada anak dengan kebutuhan Khusus ?
2. Bagaimana Praktik anamneses Riwayat Penyakit ?
3. Bagaimana Prosedur pemeriksaan fisik pada anak dengan kebutuhan
khusus?

5
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Konsep Askep pada anak dengan kebutuhan
Khusus
2. Untuk mengetahui Praktik anamneses Riwayat Penyakit
3. Untuk mengetahui Prosedur pemeriksaan fisik pada anak dengan
kebutuhan khusus

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Kebutuhan Khusus


2.1.1 Pengertian Retardasi Mental

Retardasi mental (RM) adalah tingkat fungsi intelektual yang secara


signifikan berada di bawah rata-rata sebagaimana diukur oleh tes intelegensi yang
dilaksanakan secara individual (Yustinus, 2006). Istilah lain dari retardasi mental
yang sering digunakan di Indonesia yaitu tunagrahita. Menurut Apriyanto dalam
Utami (2016) tunagrahita merupakan kata lain dari retardasi mental (mental
retardation). Tuna berarti merugi, grahita berarti pikiran. Retardasi mental (mental
retardation atau mentally retarded) berarti keterbelakangan mental.

Menurut Schwart dalam Arfandi (2012) retardasi mental merupakan suatu


kondisi dimana anak mengalami hambatan pada perkembangan mental, tingkat
intelegensi, bahasa, sosial, dan motorik. Retardasi mental memiliki keterbatasan
pada fungsi intelektual dan kemampuan adaptasi. Keterbatasan kemampuan
adaptasi meliputi komunikasi, keterampilan sosial, akademik, kesehatan,
keamanan, dan merawat diri.

2.1.2 Karakteristik

Anak retardasi mental memiliki karakteristik yang berbeda dari anak


normal lainnya. Mengacu pada fungsi intelektual yang secara jelas berada di
bawah rata-rata atau normal, sehingga menyebabkan perkembangan kecerdasan
dimiliki banyak hambatan, untuk itu diperlukan layanan khusus guna membantu
mengoptimalkan kemampuan dan potensinya, hal ini terutama yang berkaitan
dengan perawatan diri. Sehingga pada kehidupannya kelak dapat mandiri dan
tidak selalu tergantung pada orang lain (Apriyanto, 2012).

Menurut Delphie dalam Yusuf (2015) karakteristik retardasi mental adalah


sebagai berikut:

7
a. Pada umumnya, anak dengan gangguan perkembangan mempunyai
pola perkembangan perilaku yang tidak sesuai dengan kemampuan
potensialnya.
b. Anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kelainan
perilaku maladaptif, yang berkaitan dengan sifat agresif secara
verbal atau fisik, perilaku yang suka menyakiti diri sendiri,
perilaku suka menghindarkan diri dari orang lain, suka menyendiri,
suka mengucapkan kata atau kalimat yang tidak masuk akal atau
sulit dimengerti maknanya, rasa takut yang tidak menentu sebab
akibatnya, selalu ketakutan, serta sikap suka bermusuhan
c. Pribadi anak dengan gangguan perkembangan mempunyai
kecenderungan yang sangat tinggi untuk melakukan tindakan yang
salah
d. Masalah yang berkaitan dengan kesehatan khusus seperti
terhambatnya perkembangan gerak, tingkat pertumbuhan yang
tidak normal, kecacatan sensori, khususnya pada persepsi
penglihatan dan pendengaran sering tampak pada anak dengan
gangguan perkembangan.

2.1.3 Tanda dan Gejala

Menurut Yusuf (2015) gejala anak retardasi mental, antara lain sebagai
berikut.

a. Lamban dalam mempelajari hal baru, mempunyai kesulitan dalam


mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu
cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus-menerus.
b. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang
baru.
c. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak RM berat.
d. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari
anak retardasi mental berat sangat sulit untuk mengurus diri
sendiri, seperti berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri.

8
Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari
kemampuan dasar.
e. Tingkah laku kurang wajar yang terus-menerus. Banyak anak
retardasi mental berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas.
Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya memutar-mutar jari di
depan wajahnya dan melakukan halhal yang membahayakan diri
sendiri, misalnya menggigit diri sendiri, membentur-beturkan
kepala, dan lain-lain

2.2 Praktik anamneses Riwayat Penyakit


Cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada
pasien ( Auto anamnese ) atau pada orang tua atau sumber lain ( Allo anamnese ).
80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnese.

Prosedur pemeriksaan fisik pada anak dengan kebutuhan khusus


1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum
 Kesan sakit
 Kesadaran
 Kesan status gizi
b. Tanda vital
 Tekanan darah, Pengukuran seperti pada dewasa, tetapi memakai
manset khusus untuk anak, yang ukurannya lebih kecil dari manset
dewasa. Besar manset antara setengah sampai dua per tiga lengan
atas. Tekanan darah waktu lahir 60 – 90 mmHg sistolik, dan 20 –
60 mmHg diastolik. Setiap tahun biasanya naik 2 – 3 mmHg untuk
keduaduanya dan sesudah pubertas mencapai tekanan darah
dewasa.
 Nadi, Perlu diperhatikan, frekuensi/laju nadai (N: 60-100 x/menit),
irama, isi/kualitas nadi dan ekualitas (perabaan nadi pada keempat
ekstrimitas
 Nafas Perlu diperhatikan laju nafas, irama, kedalaman dan pola
pernafasan.

9
c. Data Antropometrik
 Berat badan merupakan parameter yang paling sederhana dan
merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat.
 Tinggi badan
d. Kulit, Pada pemeriksaan kulit yang harus diperhatikan adalah : warna
kulit, edema, tanda perdarahan, luka parut (sikatrik), pelebaran pembuluh
darah, hemangioma, nevus, bercak ‘café au kait’, pigmentasi, tonus,
turgor, pertumbuhan rambut, pengelupasan kulit, dan stria
e. Kelenjar limfe yang perlu diraba adalah : submaksila, belakang telinga,
leher, ketiak, bawah lidah, dan sub oksipital. Apabila teraba tentukan
lokasinya, ukurannya, mobil atau tidak.
f. Pada pemeriksaan kepala perlu diperhatikan : besar, ukuran, lingkar
kepala, asimetri, sefalhematom, maulase, kraniotabes, sutura, ubun-ubun,
pelebaran pembuluh darah, rambut, tengkorak dan muka. Kepala diukur
pada lingkaran yang paling besar, yaitu melalui dahi dan daerah yang
paling menonjol daripada oksipital posterior.
g. Pada pemeriksaan muka perhatikan : simetri tidaknya, paralisis, jarak
antara hidung dan mulut, jembatan hidung, mandibula, pembengkakan,
tanda chovstek, dan nyeri pada sinus.
h. Pada pemeriksaan mata perhatikan : fotofobia, ketajaman melihat,
nistagmus, ptosis, eksoftalmus, endoftalmus, kelenjar lakrimalis,
konjungtiva, kornea, pupil, katarak, dan kelainan fundus. Strabismus
ringan dapat ditemukan pada bayi normal di bawah 6 bulan.
i. Untuk pemeriksaan hidung, perhatikan : bentuknya, gerakan cuping
hidung, mukosa, sekresi, perdarahan, keadaan septum, perkusi sinus.
j. Tenggorok, Pemeriksaan tenggorok dilakukan dengan menggunakan alat
skalpel, anak disuruh mengeluarkan lidah dan mengatakan ‘ah’ yang keras,
selanjutnya spaltel diletakkan pada lidah sedikit ditekan kebawah.
Perhatikan : uvula, epiglotis, tonsil besarnya, warna, paradangan, eksudat,
kripte)

10
k. Pada pemeriksaan telinga, perhatikan : letak telinga, warna dan bau sekresi
telinga, nyeri/tidak (tragus,antitragus), liang telinga, membrana timpani.
Pemeriksaan menggunakan heat lamp dan spekulum telinga.
l. Pada leher perhatikanlah : panjang/pendeknya, kelenjar leher, letak
trakhea, pembesaran kelenjar tiroid, pelebaran vena, pulsasi karotis, dan
gerakan leher.
m. Ekstremitas Perhatikan : kelainan bawaan, panjang dan bentuknya,
clubbing finger, dan pembengkakan tulang. Persendian Periksa : suhu,
nyeri tekan, pembengkakan, cairan, kemerahan, dan gerakan. Otot

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Retardasi mental (RM) adalah tingkat fungsi intelektual yang secara
signifikan berada di bawah rata-rata sebagaimana diukur oleh tes intelegensi yang
dilaksanakan secara individual (Yustinus, 2006). Istilah lain dari retardasi mental
yang sering digunakan di Indonesia yaitu tunagrahita. Menurut Apriyanto dalam
Utami (2016) tunagrahita merupakan kata lain dari retardasi mental (mental
retardation). Tuna berarti merugi, grahita berarti pikiran. Retardasi mental (mental
retardation atau mentally retarded) berarti keterbelakangan mental.

Menurut Schwart dalam Arfandi (2012) retardasi mental merupakan suatu


kondisi dimana anak mengalami hambatan pada perkembangan mental, tingkat
intelegensi, bahasa, sosial, dan motorik. Retardasi mental memiliki keterbatasan
pada fungsi intelektual dan kemampuan adaptasi. Keterbatasan kemampuan
adaptasi meliputi komunikasi, keterampilan sosial, akademik, kesehatan,
keamanan, dan merawat diri.

12
REFERENSI
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/HABIBI.pdf Diakses tanggal
22 Mei 2021
http://repository.wima.ac.id/15074/1/BAB%201.pdf Diakses tanggal 22
Mei 2021
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/08/Kepera
watan-Anak-Komprehensif.pdf Diakses tanggal 22 Mei 2021

13

Anda mungkin juga menyukai