Anda di halaman 1dari 13

JENIS-JENIS ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Anak Berkebutuhan
Khusus Ortopedagogik yang diampu oleh Elisabeth Christiana, S. Pd., M. Pd. dan M. Farid
Ilhamuddin, S. Pd., M.Pd.

Disusun oleh:
Kelompok 4, 2019 B
Muhammad Axel Herdy Ananda 19010014042
Anggia Khofifah Pramuningtyas 19010014044
Maulidia Putri Arfiyani 19010014050
Shindy Kurniawati 19010014062

BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Kami ingin mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat serta sehat
yang telah diberikan, baik itu berupa sehat secara fisik maupun mental, sehingga kami
mampu untuk menyelesaikan makalah ini sebagai tugas mata kuliah Bimbingan Anak
Berkebutuhan Khusus Ortopedagogik dengan judul “Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan
Khusus”.
Saran serta kritik dari khalayak umum maupun teman-teman sungguh sangat kami
harapkan karena makalah Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus ini masih jauh dari kata
sempurna. Kami juga menyadari bahwa masih terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Dan apabila terdapat banyak kesalahan serta kekurangan pada makalah ini, kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Tak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen mata kuliah
Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus Ortopedagogik kami yakni Elisabeth Christiana, S.
Pd., M. Pd. dan M. Farid Ilhamuddin, S. Pd., M. Pd. yang telah membimbing kami dalam
pengerjaan makalah Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus ini.
Demikian, semoga makalah Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus ini dapat bermanfaat
bagi kami, teman-teman, dan juga pembaca umum lainnya. Terima kasih.

Surabaya, September 2021

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
I. PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................................4
1.3. Tujuan Masalah...........................................................................................................5
II. PEMBAHASAN................................................................................................................6
2.1. Anak Berkebutuhan Khusus Fisik...............................................................................6
2.1.1. Tunanetra..............................................................................................................6
2.1.2. Tunarungu............................................................................................................7
2.1.3. Tunawicara...........................................................................................................7
2.1.4. Tunadaksa............................................................................................................7
2.2. Anak Berkebutuhan Khusus Mental............................................................................8
2.2.1. Anak dengan kelainan kecerdasan.......................................................................8
2.2.2. Anak autis.............................................................................................................8
2.2.3. Anak lamban belajar.............................................................................................8
2.3. Anak Berkebutuhan Khusus Ganda.............................................................................8
2.3.1. Traumatic Brain Injury (TBI)............................................................................10
2.3.2. Deaf-Blindness...................................................................................................10
III. PENUTUP........................................................................................................................12
3.1. Kesimpulan................................................................................................................12
3.2. Saran..........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................13
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus merupakan amanah yang diberikan Allah SWT dan harus
diperhatikan oleh penyelenggara pendidikan terutama pada satuan pendidik. Dalam hal ini,
peran pendidik sangat diperlukan dalam pengembangan dan pemahaman anak berkebutuhan
khusus dengan memberikan layanan pembelajaran, metode, pendekatan, strategi dan langkah-
langkah pembelajaran yang efektif, produktif dan menyenangkan.
Masyarakat awam seringkali beranggapan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus
terbatas pada anak-anak yang memiliki cacat fisik sehingga dianggap sebagai suatu hal yang
biasa karena mudah untuk dilihat dan dilakukan diagnosis. Pada kenyataannya, anak-anak
berkebutuhan khusus terutama dengan kesulitan sering kali tersembunyi di antara anak-anak
lainnya dan sangat sulit untuk dilakukan diagnosa.
Berdasarkan kenyataan di lapangan tersebut anak berkebutuhan khusus dikategorikan
menjadi anak berkebutuhan khusus fisik, anak berkebutuhan khusus mental, serta anak
berkebutuhan khusus ganda.
Anak berkebutuhan khusus dalam aspek fisik meliputi kelainan dalam indra penglihatan
(tuna netra), kelainan dalam indra pendengaran (tuna rungu), kelainan kemampuan berbicara
(tuna wicara) dan kelainan fungsi anggota tubuh (tuna daksa). Kemudian, anak yang memiliki
kebutuhan khusus dalam aspek mental meliputi anak yang memiliki kemampuan lebih (super
normal) yang dikenal sebagai anak berbakat dan yang memiliki kemampuan mental sangat
rendah (abnormal) yang dikenal sebagai tuna grahita. Sedangkan istilah berkebutuhan khusus
ganda masih belum banyak dikenal dan digunakan pada lingkungan masyarakat Indonesia.
Anak berkebutuhan khusus ganda atau sering disebut keluarbiasaan ganda merupakan suatu
kondisi di mana seorang anak memiliki lebih dari satu kondisi keluarbiasaan.
Oleh karena itu, kelompok penulis akan melakukan pembahasan mengenai jenis-jenis
anak berkebutuhan khusus dalam makalah ini.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, berikut merupakan rumusan
masalahnya:
1. Apa saja jenis-jenis anak berkebutuhan khusus fisik?
2. Apa saja jenis-jenis anak berkebutuhan khusus mental?
3. Apa saja jenis-jenis anak berkebutuhan khusus ganda?
I.3. Tujuan Masalah

Berdasarkan masalah yang sudah dirumuskan di atas, tujuan dari dibuatnya rumusan
masalah yaitu:
1. Untuk mengetahui jenis-jenis anak berkebutuhan khusus fisik.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis anak berkebutuhan khusus mental.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis anak berkebutuhan khusus ganda.
II. PEMBAHASAN

Seperti yang telah banyak dijelaskan, pengertian anak berkebutuhan khusus yaitu anak
yang memiliki keterbatasan atau kelainan baik dalam fisik, mental, sosial, maupun emosi
yang penyebabnya bisa karena faktor gen, obat-obatan yang dikonsumsi ibu, penyakit,
kecelakaan, dan lain sebagainya (Pratiwi, 2011). Secara umum, rentangan anak berkebutuhan
khusus meliputi 2 kategori yaitu permanen dan temporer, dikatakan permanen apabila
keterbatasan yang dimiliki dikarenakan kelainan bawaan sejak lahir dan dikatakan temporer
apabila keterbatasan yang dimiliki dikarenakan oleh kondisi serta situasi lingkungan
(Nur’aeni, 2017). Namun, keterbatasan atau kelainan yang bersifat temporer apabila tidak
segera diberikan penanganan atau perlakuan secara tepat akan beresiko menjadi permanen.
Contoh anak berkebutuhan khusus permanen yaitu tunanetra dan tunarungu, sementara
contoh anak berkebutuhan khusus temporer yaitu anak korban bencana alam dan anak korban
pelecehan (Nur’aeni, 2017).
Meskipun penyebutannya adalah anak ‘berkebutuhan khusus’, sejatinya anak-anak
tersebut memiliki hak yang sama seperti anak pada umumnya (salah satunya yaitu
pendidikan), mereka juga memiliki tahapan perkembangan yang sama, hanya saja mungkin
sedikit terlambat dibandingkan anak lainnya. Selain itu, mereka juga memiliki impian,
memiliki emosi dan juga perasaan. Tiap-tiap anak berkebutuhan khusus memiliki
karakteristik yang berbeda tergantung pada jenis kelainan atau keterbatasan yang dialami, dan
perbedaan karakteristik ini berpengaruh pula pada pemberian perlakuan. Ada beberapa jenis
anak berkebutuhan khusus yang akan dibahas, diantaranya yaitu:

II.1. Anak Berkebutuhan Khusus Fisik

Anak berkebutuhan khusus fisik merupakan sorang anak yang memilii kelainan pada
fisik atau tubuh dan nampak. Penyebab dari hal terbut cukup banyak, mulai dari dalam
kandungan sampai mengalami kecelakaan. Berikut merupakan jenis-jenis kelainan fisik:
II.1.1. Tunanetra
Tunanetra merupakan sebuah ketunaan pada anak yang mengganggu bagian
mata atau penglihatan. Sedangkan menurut Kaufman & Hallahan dalam Nur’aeni
(2017), tuna netra merupakan seseorang yang memiliki kelemahan pada
penglihatan atau akurasi kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak dapat
melihat. Dalam Desiningrum (2017), penyebab dari tunanetra adalah dapat terjadi
pada masa prenatal atau sebelum anak lahir, pada proses dilahirkan, serta
kecelakaan. Adapun kelainan sejak lahir atau dengan istilah congenital blindness.
Disebabkan karena adanya keturunan, infeksi, tertular oleh ibu pada proses
pembentukan di saat kehamilan.
II.1.2. Tunarungu
Tunarungu merupakan sebuah kelainan yang mengganggu bagian
pendengaran. Menurut Nur’aeni (2017), ada beberapa klasifikasi tunarungu
antara lain: tunarungu sangat ringan (27-40 dB), tunarungu ringan (41-55 dB),
tunarungu sedang (56-70 dB), tunarungu berat (71-90 dB), tunanguru ekstrim/tuli
(> 91 dB). Menurut Desiningrum (2017), seseorang mengalami tunarungu dibagi
menjadi 2 berdasarkan waktu dimulainya, antara lain: 1) Prelingual deafness,
kondisi seserang mengalami kesulitan dalam pendengaran atau tunarungu sejak
lahir atau sebelum dimulainya perkembangan bicara dan bahasa; 2) Postingual
deafness, kondisi seseorang mengalami kessulitan pendengaran atau tunarungu
setelah ia menguasai wicara atau bahasa.
II.1.3. Tunawicara
Tunawicara mengalami perbedaan komunikasi dikarenakan kemampuannya
dalam mengucapkan sesuatu atau melakukan komunikasi terganggu sehingga
sulit untuk mengucapkan suatu hal baik secara jelas (Ertian, 2017).
Adapun tanda-tanda anak dengan gangguan komunikasi (Winarsih et al.,
2013), diantaranya yaitu: 1) Belum mulai berbicara di usia sekitar 12 bulan; 2)
Kesulitan dalam mengisap, mengunyah dan menelan saat makan dan minum; 3)
Tidak mampu menyusun kalimat sederhana dan terkadang hanya menyebutkan
suku kata akhirnya saja; 4) Tidak bereaksi ketika mendengar bunyi yang terjadi di
sekitarnya.
II.1.4. Tunadaksa
Tunadaksa merupakan sebuah kelainan pada anggota gerak tubuh manusia.
Sedangkan menurut Nur’aeni (2017), tunadaksa merupakan seseorang yang
memiliki kelainan gerak yang disebabkan kelainan neuro-muskular serta struktur
tulang dari bawaan, sakit atau kecelakaan termasuk celebral palsy, amputasi, olio,
dan lumpuh.
Tingkat gangguan pada tunadaksa, yaitu:
1) Ringan, kesulitan dalam melakukan kegiatan fisik tetapi dapat ditingkatkan
dengan terapi;
2) Sedang, memiliki keterbatasan motorik serta memliki kelainan koordinasi
sensorik;
3) Berat, memilki keterbatasan total dalam hal gerak serta tidak dapat
mengontrol gerak fisik.

II.2. Anak Berkebutuhan Khusus Mental

Menurut Abdullah (2013), anak dengan kelainan mental adalah anak yang memiliki
penyimpangan kemampuan berpikir secara kritis dan logis dalam menanggapi dunia
sekitarnya. Anak berkebutuhan khusus mental ada beberapa jenis, yaitu:
II.2.1. Anak dengan kelainan kecerdasan
1) Tunagrahita (Anak dengan gangguan kecerdasan di bawah rata-rata)
Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut mereka dengan kondisi
kecerdasan yang di bawah rata-rata. Dalam Bahasa Inggris dikenal dengan
istilah mental retardation, mental deficiency, mentally handicapped,
feebleminded, mental subnormality (Moh. Amin, 1995: 20).
2) Gifted dan Genius (Anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata)
3) Talented (Anak yang memiliki keberbakatan khusus)
II.2.2. Anak autis
Autism adalah suatu gangguan perkembangan secara menyeluruh yang
mengakibatkan hambatan dalam kemampuan sosialisasi, komunikasi, dan juga
perilaku. Gejala autis ini umumnya muncul sebelum anak mencapai usia 3 tahun.
Pada umumnya, penyandang autis mengacuhkan suara, penglihatan ataupun
kejadian yang melibatkan mereka, dan mereka menghindari atau tidak merespon
kontak sosial misalnya pandangan mata, sentuhan kasih sayang, atau bermain
dengan anak lainnya (Rahayu, 2014).
II.2.3. Anak lamban belajar
Anak slow learner adalah anak yang mengalami lamban belajar, lamban
terampil, dan lamban mamahami suatu informasi yang diperoleh atau
diterimanya. Akibat kekurangan maupun kelebihan yang dimilikinya, anak
mengalami hambatan dalam belajar, bersosialisasi dengan lingkungan sekitar,
maupun dalam pengelolaan emosi yang mengakibatkan dampak tertentu (Amelia,
2016).

II.3. Anak Berkebutuhan Khusus Ganda

Menurut Johnston dan Magrab, tunaganda adalah kelainan perkembangan yang


mencakup kelompok yang mempunyai hambatan-hambatan neurologis yang disebabkan oleh
satu atau dua kombinasi kelainan dalam kemampuan seperti intelegensi, gerak, bahasa, atau
hubungan pribadi masyarakat (Haq, 2014: 49). Kemudian menurut Desiningrum (2017: 109),
anak tunaganda atau tunamajemuk merupakan anak yang menderita dua atau lebih kelainan
dalam segi jasmani, keindraan, mental, sosial, dan emosi, sehingga untuk mencapai
perkembangan kemampuan yang optimal diperlukan pelayanan khusus dalam pendidikan,
medis, dan psikologis.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus ganda merupakan anak
yang memiliki lebih dari satu kelainan baik dalam fisik, mental, interaksi, ataupun emosi.
Sama dengan anak berkebutuhan khusus pada umumnya, penyebab dari tunaganda ini juga
mungkin terjadi karena gen, bisa juga karena kondisi sebelum dan sesudah lahir (penyakit
yang diderita seperti meningitis dan rubella). Ada beberapa contoh kondisi anak tunaganda
diantaranya yaitu tunanetra-tunarungu, tunanetra-tunadaksa, tunanetra-tunalaras, tunarungu-
tunadaksa, tunarungu-tunagrahita, dan lain sebagainya.
Anak tunaganda umumnya juga menunjukkan gejala atau ciri-ciri yang sama seperti anak
berkebutuhan khusus lainnya diantaranya yaitu mengalami keterlambatan perkembangan fisik
dan motorik, memiliki hambatan dalam berinteraksi, memiliki kemampuan yang sangat
terbatas dalam mengekspresikan diri, tidak dapat mengurus kebutuhan sendiri, serta sulit
melakukan kontrol terhadap emosi dan perilaku (Winarsih et al., 2013). DNIKS dan BP3K
dalam Mangunsong, dkk. (dlm Muninggar, 2008), ada tiga klasifikasi anak tunaganda yaitu
sebagai berikut:
1. Tunaganda ringan, tunaganda yang tergolong ringan masih memungkinkan untuk
diberikan pendidikan dengan kurikulum sekolah reguler dan juga SLB yang
pelaksanaan layanannya atau pengajarannya disesuaikan dengan ketunaan yang
dimiliki.
2. Tunaganda sedang, anak dengan tunaganda sedang dapat diberikan pelayanan
program pendidikan dengan kurikulum SLB yang pengajarannya disesuaikan dengan
ketunaan yang dimiliki.
3. Tunaganda tingkat berat dan sangat berat, anak dengan tunaganda dengan tingkatan
ini tidak memungkinkan untuk diberikan program pelayanan pendidikan
menggunakan kurikulum reguler maupun SLB, namun pelayanan pendiikan dilakukan
dengan menggunakan program pendidikan khusus.
Sebelumnya, telah disebutkan contoh kondisi dari anak tunaganda. Hallahan dalam
mangunsong (dlm Desiningrum, 2017), menjelaskan 2 diantara beberapa kondisi anak
tunaganda, yaitu :
II.3.1. Traumatic Brain Injury (TBI)
Anak Traumatic Brain Injury (TBI) pada mulanya memiliki perkembangan
otak yang normal, namun karena beberapa hal atau suatu kejadian seperti
benturan pada kecelakaan menimbulkan trauma pada otak dan hal ini
menyebabkan kerusakan atau kegagalan fungsi otak dan saraf, serta berkurangnya
kesadaran.
Ada beberapa dampak Traumatic Brain Injury (TBI) dari ringan sampai berat
dan dari sementara sampai menjadi permanen, diantaranya yaitu: 1) Kesulitan
mengingat sesuatu dan menangkap informasi baru; 2) Kesulitan dalam
berkomunikasi; 3) Kesulitan dalam mengontrol emosi, mood, dan memiliki
kecemasan serta ketakutan tanpa alasan; (4) Ketidakstabilan dalam
perkembangan; 5) Kegagalan dalam memahami situasi sosial; dan 6) Dalam
beberapa kasus anak yang memiliki Traumatic Brain Injury (TBI) mengalami
pula kelumpuhan berbicara dan sebagian lainnya tidak menunjukkan ciri yang
menonjol (sama seperti anak lainnya) (Desiningrum, 2017).
II.3.2. Deaf-Blindness
Anak dengan deaf-blindness memiliki keterbatasan dalam pendengaran dan
penglihatan sekaligus yang menimbulkan permasalahan dalam berkomunikasi,
serta mengakses informasi baik dari individu maupun lingkungan. Upaya
pendidikan yang dapat dilakukan pada anak dengan tunanetra-tunarungu ini yang
paling utama yaitu menciptakan suasana nyaman dan perasaan nyaman untuk
belajar dengan penerimaan yang diberikan.
Kemudian, untuk mengatasi kesulitan dalam komunikasi ada beberapa
strategi atau metode yang dapat dilakukan, yaitu:
1) Hand over hand guidance, yaitu dengan meletakkan tangan pada tangan anak
tunaganda lalu mengeksplor suatu objek, akan tetapi hal ini dapat membuat
anak tunaganda deaf-blind menjadi pasif.
2) Hand-under-hand guidance, yaitu dengan meletakkan tangan di bawah anak
tunaganda saat mengeksplor sesuatu, di mana kelebihan dari cara ini adalah
anak tunaganda dapat memiliki kontrol atas dirinya sendiri.
3) Adapted sign, yaitu membiasakan anak tunaganda ini untuk memegang tangan
orang lain untuk memberikan isyarat atau tanda.
4) Touch cues, yaitu membuat atau mengajarkan pada anak tunaganda untuk
memberikan informasi atau pesan secara aktual sesuai konteksnya.
Dengan kondisi keterbatasannya, bukan berarti anak tunaganda tidak dapat diberikan
pendidikan, justru anak tunaganda berhak untuk mendapatkan berbagai pelayanan terbaik
baik dalam pendidikan, sosial, dan psikologis. Disamping kekurangan yang dimiliki, anak
tunaganda juga memiliki kelebihan atau potensi dalam bidang tertentu. Ada beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk mengenali potensi atau kemampuan yang dimiliki oleh anak
tunaganda, diantaranya yaitu dengan melakukan pemeriksaan psikologis baik menggunakan
alat tes baku, non baku, maupun mengadakan observasi terkait fisik, tingkah laku, dan cara
bicara (Desiningrum, 2017).
Hal ini dilakukan untuk memperlancar pelaksanaan program pendidikan sehingga
pelayanan dan program dapat diberikan secara tepat. Tentu saja keberhasilan pelaksanaan
program pendidikan bagi anak tunaganda juga tidak terlepas dari peran orangtua yang terus
mendukung dan memberikan penguatan positif, serta menyediakan fasilitas-fasilitas terbaik,
dan juga membantu memberikan rangsangan juga mengembangkan kekuatan untuk mencapai
kemandirian (Winarsih et al., 2013). Penerimaan dan support dari orangtua akan menjadi
faktor yang amat sangat berpengaruh pada pengembangan potensi anak berkebutuhan khusus,
khususnya tunaganda.
III. PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Masalah anak berkebutuhan khusus merupakan masalah yang cukup kompleks secara
kuantitas maupun kualitas. Mengingat berbagai jenis anak berkebutuhan khusus mempunyai
permasalahan berbeda, maka dibutuhkan penanganan secara khusus. Jika anak berkebutuhan
khusus mendapatkan pelayanan yang tepat, khususnya keterampilan hidup sesuai minat dan
potensinya, maka anak akan lebih mandiri. Berdasarkan kenyataan di lapangan, anak
berkebutuhan khusus dikategorikan menjadi anak berkebutuhan khusus fisik, anak
berkebutuhan khusus mental, serta anak berkebutuhan khusus ganda.
Anak berkebutuhan khusus fisik memiliki beberapa jenis yaitu tunanetra (kelainan
penglihatan), tunarungu (kelainan pendengaran), tunawicara (kelainan kemampuan
berbicara), dan tunadaksa (kelainan anggota gerak tubuh). Pada anak berkebutuhan khusus
mental memiliki jenis kelainan yaitu anak dengan gangguan kecerdasan, autis, anak lamban
belajar. Dan, jenis-jenis kelainan pada anak berkebutuhan khusus ganda yaitu Traumatic
Brain Injury (TBI) dan Deaf-Blindness.

III.2. Saran

Dengan mengetahui jenis-jenis anak berkebutuhan khusus, diharapkan masyarakat di


sekitar lebih memperhatikan keberadaan anak berkebutuhan khusus karena mereka memiliki
keterbatasan sehingga pastinya membutuhkan perhatian yang ekstra, bukan hanya dari pihak
orangtua saja. Selain itu, keberadaan guru pembimbing khusus juga sangat dibutuhkan untuk
memperlancar proses pembelajaran anak berkebutuhan khusus.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, N. (2013). Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus. Magistra, 25(86), 1.

Amelia, W. (2016). Karakteristik dan Jenis Kesulitan Belajar Anak Slow Learner. Jurnal
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, 1(2), Hal-53.

Desiningrum, D. R. (2017). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Psikosain.

Ertian, F. (2017). Pola Komunikasi Anak Tunawicara. Perpustakaan.

Haq, A. W. I. (2014). Konsep Diri Penyandang Tuna Ganda (Studi Kasus di SLB Yapenas
Sleman). Universitas Negeri Yogyakarta.

Muninggar, K. D. (2008). Hubungan Parenting Stress dengan Presepsi terhadap Pelayanan


Family-Centered Care Pada Anak Tunaganda-Netra. Univeritas Indonesia.

Nur’aeni. (2017). Buku Ajar: Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (A. S.
Nugroho (Ed.)). UM Purwokerto Press.

Pratiwi, M. S. (2011). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Semarang University Press.

Rahayu, S. M. (2014). Deteksi dan Intervensi Dini Pada Anak Autis. Jurnal Pendidikan
Anak, 3(1).

Winarsih, S., Jamal, H., Asiah, A., Idris, F. H., Adnan, E., Prasojo, B., & Tan, I. (2013).
Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus Bagi Pendamping (Orangtua,
Keluarga, dan Masyarakat). Kemen PPPA RI.

Anda mungkin juga menyukai