Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

FAKTOR PENYEBAB ANAK BERKEBUTUHAN


KHUSUS DAN DAMPAKNYA

Dosen Pengampu: Nurkhaerat Alimuddin, M.Pd.

Disusun oleh kelompok 2 :

Anggun Fahroyani (E1E02310066)

Arka Rifatunnisa (E1E02310070)

Clara Wati Wulan .D (E1E02310084)

Haeru Asro Zaidan (E1E02310096)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami juga ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan memberikan inspirasi dalam proses
penulisan makalah ini.

Makalah ini merupakan tugas yang diberikan oleh ibu Nurkhaerat Alimuddin, M.Pd. Sebagai
tugas kuliah pada . Melalui makalah ini, kami berusaha memberikan atau menambah wawasan
pembaca tentang " Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus dan dampaknya " Kami berharap
makalah ini dapat menambah wawasan dan juga berguna bagi pembaca.

Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu/bapak dosen, teman-teman, dan
semua yang telah memberikan dukungan moral dan semangat kepada kami selama proses
penulisan ini. Tanpa kalian, makalah ini tidak akan selesai tanpa saran dan koreksi semua yang
membantu. Kami berharap pembaca dapat memahami isi makalah ini dan juga mendapatkan ilmu
untuk dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Terima kasih atas waktu dan perhatiannya.

Mataram,15 Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii

BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG ................................................................................................. 1


B. RUMUSAN MASALAH ..............................................................................................2
C. TUJUAN ..................................................................................................................... 2

BAB 2. TINJAUAN TEORI ..................................................................................................... 3

A. SUB MATERI 1 FAKTOR PENYEBAB ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS YANG


TERJADI PADA PRA KELAHIRAN ......................................................................... 3

B. SUB MATERI 2 FAKTOR PENYEBAB ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


SELAMA PROSES KELAHIRAN .............................................................................. 4

C. SUB MATERI 3 FAKTOR PENYEBAB ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS YANG


TERJADI SETELAH PROSES KELAHIRAN ............................................................ 5

D. SUB MATERI 4 DAMPAK GANGGUAN PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ... 6

BAB 3 KESIMPULAN .............................................................................................................. 9

EVALUASI ........................................................................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. .11

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus karena adanya
gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Pengertian lainnya bersinggungan
dengan istilah tumbuh-kembang normal dan abnormal, pada anak berkebutuhan khususbersifat
abnormal, yaitu terdapat penundaan tumbuh kembang yang biasanya tampak di usia balita seperti
baru bisa berjalan di usia 3 tahun. Hal lain yang menjadi dasar anak tergolong berkebutuhan khusus
yaitu ciri-ciri tumbuh-kembang anak yang tidak muncul (absent) sesuai usia perkembangannya
seperti belum mampu mengucapkan satu katapun di usia 3 tahun, atau terdapat penyimpangan
tumbuh-kembang seperti perilaku echolalia atau membeo pada anak autis. Anak berkebutuhan
khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa
selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Istilah lain bagi anak
berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Anak dengan kebutuhan khusus
(special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau
mangalami gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk berhasil di sekolah sebagaimana anak-
anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan
layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak anak pada umumnya (Desiningrum, 2016, p 2).
Anak-anak dengan kebutuhan khusus adalah anak-anak cacat atau hambatan fisik, mental,
intelektual, sosial, atau emosional, seperti: anak-anak dengan autisme, tuli, buta, retradasi mental,
cacat fisik dan lain-lain dapat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proses pertumbuhan atau
perkembangan dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. Jika kondisi ini tidak ditangani
dengan baik, perkembangan kemampuan anak mengalami kendala dan beban orang tua, keluarga,
masyarakat dan negara (Purba Bagus Sunarya, Muchamad Irvan dan, Dian Puspa Dewi, 2018, p
11).
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang memerlukan penanganan khusus, karena
punya karakteristik yang berbeda dengan anak pada umum nya. Dengan adanya hambatan yang
dimiliki, ABK perlu bentuk layanan pendidikan khusus yang sesuai dengan kemampuan dan potensi
masing-masing anak(Maria,2022,P 3)
Hallahan dan Kauffman (2006) menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah mereka
yang memerlukan pendidikan khusus dan pelayanan terkait, jika mereka menyadari akan potensi
penuh kemanusiaan mereka. Pendidikan khusus diperlukan oleh mereka karena mereka tampak
berbeda dengan anak lain, misalnya mungkin mereka memiliki keterbelakangan mental, kurang
mampu mendengar dan bicara dengan lancar, mengalami cacat fisik hingga tidak mampu
melakukan aktivitas sendiri, gangguan emosi ataupun perilaku, tidak sama dengan anak-anak pada
umumnya.
1
Oleh karena itu, anak-anak tersebut memerlukan bantuan secara intensif agar anak-anak mampu
mandiri dan pendidikan khusus.
Dalam konteks pendidikan khusus di Indonesia, anakanak dengan kebutuhan
khusus dikategorikan dalam hal anak-anak tunanetra, anak anak tuna rungu, anak-
anak dengan kecacatan intelektual, anak-anak penyandang cacat motorik, anakanak
dengan gangguan emosi sosial,dan anak-anak dengan bakat cerdas dan khusus. Setiap
anak dengan kebutuhan khusus memiliki karakteristik berbeda dari satu ke yang
lain.Selain itu, setiap anak dengan kebutuhan khusus juga membutuhkan layanan
khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik mereka. Penting untuk
melaksanakan kegiatan identifikasi dan penilaian untuk mengidentifikasi karakteristik
dan kebutuhan mereka. Hal ini dianggap penting untuk mendapatkan layanan yang
tepat sesuai dengan karakteristik, kebutuhan dan kemampuannya (Asyharinur
Ayuning Putriana Pitaloka, & Safira Aura Fakhiratunnisa, 2022, p 26).

1.1 Rumusan Masalah

1. Bagaimana faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi pada pra kelahiran ?.

2. Bagaimana faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi selama proses

kelahiran ?.

3. Bagaimana faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi setelah proses

kelahiran ?.

4. Dampak gangguan pada anak berkebutuhan khusus ?.

1.2 Tujuan

1. Supaya mengetahui faktor penyebab anak berkebutuhan khusus pasca pra kelairan.
2. Supaya mengetahui faktor penyebab anak berkebutuhan khusus pasca proses kelahiran.
3. Supaya mengetahui faktor penyebab anak berkebutuhan khusus setelah proses kelahiran.
4. Supaya mengetahui dampak gangguan pada anak berkebutuhan khusus.

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI

A. Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus Prenatal (sebelum kelahiran)

Yaitu penyebab pasca sebelum kelahiran. Artinya, pada waktu janin masih berada dalam
kandungan, mungkin sang ibu terserang virus, misalnya virus rubela, mengalami trauma atau salah
minum obat, yang semuanya ini berakibat bagi munculnya kelainan pada bayi (Wardani, 2020, p
21).
Dapat juga terkena virus maternal rubella/morbili/campak Jerman dan virus retrolant
Fibroplasia- RLF.Usia Ibu Hamil (high risk group). Usia ibu hamil yang beresiko menyebabkan
kelainan pada bayi adalah usia yang terlalu muda, yaitu 12-15 tahun dan terlalu tua, yaitu di atas
40 tahun. Usia yang terlalu muda memiliki organ seksual dan kandungan yang pada dasarnya
sudah matang dan siap untuk memiliki janin namun secara psikologis belum siap terutama dari sisi
perkembangan emosional sehingga mudah stres dan depresi. Wanita dengan usia di atas 40,sejalan
dengan perkembanganjaman dan semakin banyaknya polusi zat serta pola hidup yang tidak sehat,
bisa menyebabkan kandungan wanita tersebut tidak sehat dan mudah terinfeksi penyakit. Penyakit
menahun seperti TBC (tuberculosis).
Penyakit TBC ini dapat terjangkit pada individu yang tertular oleh pengidap TBC lain, atau
terjangkit TBC akibat bakteri dari lingkungan (sanitasi) yang kotor. Penyakit TCB ini harus
mendapatkan perawatan khusus dan rutin. Pada ibu hamil yang mengidap TBC, maka dapat
mengganggu metabolisme tubuh ibu dan janin sehingga bayi bisa tumbuh tidak sempurna. Infeksi
karena penyakit kotor. Penyakit kotor yang dimaksud adalah penyakit kelamin/sipilis yang bisa
terjangkit pada ibu. Organ kelamin yang terkena infeksi penyakit sipilis ini dapat menyebabkan
tubuh ibu menjadi lemah dan mudah terkena penyakit lainnya yang dapat membahayakan bagi
janin dan ibu. Toxoplasmosis (yang berasal dari virus binatang seperti bulu kucing), trachoma dan
tumor. Penyakit penyakit tersebut tergolong penyakit yang kronis namun perkembangan ilmu
kedokteran sudah menemukan berbagai obat imunitas, seperti pada ibu yang sudah diketahui
tubuhnya mengandung virus toxoplasma, maka sebelum kehamilan dapat diimunisasi agar virus
tersebut tidak membahayakan janin kelak.
Faktor rhesus (Rh) anoxia prenatal, kekurangan oksigen pada calon bayi. Jenis rhesus darah ibu
cukup menentukan kondisi bayi, terutama jika berbeda dengan bapak. Kelainan lainnya adalah ibu
yang terjangkit virus yang bisa menyebabkan janin kekurangan oksigen sehingga pertumbuhan
otak janin terganggu.

3
Pengalaman traumatic yang menimpa pada ibu. Pengalaman traumatic ini bisa berupa shock
akibat ketegangan saat melahirkan pada kehamilan sebelumnya, syndrome baby blue, yaitu depresi
yang pernah dialami ibu akibat kelahiran bayi, atau trauma akibat benturan pada kandungan saat
kehamilan. Penggunaan sinar X. Radiasi sinar X dari USG yang berlebihan, atau rontgent, atau
terkena sinar alatalat pabrik, dapat menyebabkan kecacatan pada bayi karena merusak
sel kromosom janin (Akhmad Teddy, Diva Alya Maryeni, Yumita, dan Opi Andriani, 2023, p 228-229).

B. Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus Neonatal (selama proses kelahiran)

waktu terjadinya kelainan pada saat proses kelahiran dan menjelang serta sesaat setelah proses
kelahiran. Misalnya kelahiran yang sulit, pertolongan yang salah, persalinan yang tidak spontan,
lahir prematur, berat badan lahir rendah, infeksi karena ibu mengidap Sipilis. Berikut adalah hal-
hal yang dapat mengakibatkan kecacatan bayi saat kelahiran: Proses kelahiran lama, prematur,
kekurangan oksigen (Aranatal noxia). Bayi postmatur atau terlalu lama dalam kandungan seperti
10 bulan atau lebih, dapat menyebabkan bayi lahir cacat. Hal ini dapat terjadi karena cairan
ketuban janin yang terlalu lama jadi mengandung zat-zat kotor yang membahayakan bayi. Bayi
yang prematur atau lahir lebih cepat dari usia kelahiran, seperti 6-8 bulan, bisa berakibat kecacatan.
Apalagi ketika bayi mengalami kekurangan berat badan ketika kelahiran Bayi lahir di usia matang
yaitu kurang lebih 40 minggu jika memang sudah sempurna pertumbuhan organnya, terutama otak.
Otak yang belum tumbuh sempurna, dapat menyebabkan kecacatan pada bayi ketika lahir. Bayi
yang ketika lahir tidak langsung dapat menghirup oksigen, misalnya karena terendam ketuban,
cairan kandungan masuk ke paru-paru dan menutupi jalan pernafasan, atau akibat proses kelahiran
yang tidak sempurna sehingga kepala bayi terlalu lama dalam kandungan sementara tubuhnya
sudah keluar dan bayi menjadi tercekik, maka proses pernafasan bisa tertunda dan bayi kekurangan
oksigen. Kelahiran dengan alat bantu. Alat bantu kelahiran meskipun tidak seluruhnya, dapat
menyebabkan kecacatan otak bayi (brain injury), misalnya menggunakan vacum, tang verlossing.
Pendarahan. Pendarahan pada ibu bisa terjadi akibat placenta previa, yaitu jalan keluar bayi yang
tertutup oleh plasenta, sehingga ketika janin semakin membesar, maka gerakan ibu dapat
membenturkan kepala bayi pada plasenta yang mudah berdarah, bahkan sangat membahayakan
ketika bayi dipaksa lahir normal dalam kondisi tersebut. Pendarahan juga bisa terjadi karena ibu
terjangkit penyakit (sipilis, AIDS/HIV, kista). Kelahiran sungsang.
Bayi normal akan lahir dalam proses kepala keluar terlebih dahulu. Bayi dikatakan sungsang
apabila kaki atau bokong bahkan tangan yang keluar dulu. Ibu bisa melahirkan bayinya secara
sungsang tanpa bantuan alat apapun, namun ini sangat beresiko bayi menjadi cacat karena kepala
yang lebih lama dalam kandungan, bahkan bisa berakibat kematian bayi dan ibu. Ketika posisi
bayi sungsang, biasanya dokter menganjurkan untuk melakukan operasi caesar agar terhindar dari
resiko kecacatan dan kematian bayi.

4
Tulang ibu yang tidak proporsional (Disproporsi sefalopelvik). Ibu yang memiliki kelainan bentuk
tulang pinggul atau tulang pelvik, dapat menekan kepala bayi saat proses kelahiran. Hal ini dapat
terjadi akibat operasi caesar saat melahirkan (Akhmad Teddy, Diva Alya Maryeni, Yumita, dan
Opi Andriani, 2023, p 229-230).

C. Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus Postnatal (setelah proses kelahiran)

Terjadinya kelainan setelah anak dilahirkan sampai dengan sebelum usia perkembangan
selesai (kurang lebih usia 18 tahun). Ini dapat terjadi karena kecelakaan, keracunan, tumor otak,
kejang, diare semasa bayi. Berikut adalah hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan pada anak di
masa bayi:
a. Penyakit infeksi bakteri (TBC), virus (meningitis, enchepalitis), diabetes melitus, penyakit panas
tinggi dan kejang-kejang (stuip), radang telinga (otitis media), malaria tropicana. Penyakit-penyakit
tersebut adalah penyakit-penyakit kronis yang bisa disembuhkan dengan pengobatan yang intensif,
namun jika terkena pada bayi maka dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
mental anak, karena terkait dengan pertumbuhan otak di tahun-tahun pertama kehidupan (golden
age).

b. Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi). Gizi dan nutrisi yang sempurna sangat dibutuhkan bayi
setelah kelahiran. Gizi tersebut dapat diperoleh dari ASI di 6 bulan pertama, dan makanan penunjang
dengan gizi seimbang di usia selanjutnya. Jika bayi kekurangan gizi atau malnutrisi, maka
perkembangan otaknya akan terhambat dan bayi dapat mengalami kecacatan mental.

c. Kecelakaan. Kecelakaan pada bayi terutama pada area kepala dapat mengakibatkan luka pada otak
(brain injury), dan otak sebagai organ utama kehidupan manusia jika mengalami kerusakan maka
dapat merusak pula sistem/fungsi tubuh lainnya.

d. Keracunan. Racun yang masuk dalam tubuh bayi, bisa dari makanan dan minuman yang
dikonsumsi bayi, jika daya tahan tubuh bayi lemah maka dapat meracuni secara permanen. Racun
bisa berasal dari makanan yang kadaluarsa/busuk atau makanan yang mengandung zat psikoaktif.
Racun yang menyebar dalam darah bisa dialirkan pula ke otak dan menyebabkan
kecacatan pada bayi (Desiningrum, 2016, p 6-7).

5
D. Dampak Gangguan Pada Anak Berkebutuhan Khusus
1.Dampak pada penglihatan
Hadi (2005:50) menjelaskan bahwa untuk mengenal apakah anak mengalami gangguan
penglihatan, dapat dilihat dari ciri-ciri fisik perilaku maupun keluhan.salah satunya gangguan
penglihatan memberikan dampak padaperilaku, seperti: sering meraba-raba/tersandung waktu
berjalan, Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya, membaca terlalu dekat,
membaca banyak terlewati, cepat lelah ketika membaca/menulis, sering menggerakkan kepala
ketika membaca, mengernyitkan mata ketika melihat pagan tulis, sering mengusap mata,
mendongakkan kepala saat melihat benda jarak jauh, cenderung melihat dengan memiringkan
kepala, berjalan sering menabrak benda di depannya, salah menyalin dalam jarak dekat.
Gangguan penglihatan memberikan dampak pads perilaku, seperti: sering meraba-
raba/tersandung waktu berjalan, Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,
membaca terlalu dekat, membaca banyak terlewati, cepat lelah ketika membaca/menulis, sering
menggerakkan kepala ketika membaca, mengernyitkan mata ketika melihat pagan tulis, sering
mengusap mata, mendongakkan kepala saat melihat benda jarak
Dampak gangguan penglihatan bermacam-macam. Jika gangguan cukup ringan, mungkin
dengan alat bantu khusus (sepertikaca mata, loop, atau memperbesar huruf, penempatan
tempatduduk) dapat sedikit membantu mengatasi masalah belajar anak. Tetapi, untuk gang guan
yang sangat serius (sudah sampai taraf butatentu mereka tidak dapat mengikuti pendidikan biasa
tanpa bantuanlayanan khusus. Mereka tidak lagi menggunakan. huruf biasa dalambelajar.
Mereka sudah harus menggunakan huruf Braille.
Guru perlu mengenal mereka agar sejak dini anak yang mengalami gangguan penglihatan
dapat terlayani secara optimal, baik secara medis, sosial psikologis. maupun pendidikan,
sehingga tidak menimbulkan kesulitan belajar pada diri anak di kemudian hari. Dalam hal ini
guru perlu kerja sama yang baik dengan orangtua atau ahli lain yang relevan,
seperti dokter mata.
2. Dampak pada gangguan autisme
Widyawati (2002) memberikan penjelasan mengenai dampak khusus gangguan autisme.
a. Dampak dari segi interaksi sosial anak autisme dapat dikenal dengan mengamati interaksi
sosialnya yang ganjil dibandingkan anak pada umurnya seperti :
1) Menolak bila ada yang hendak memeluk
2) Tidak mengangkat kedua lengannya bila diajak
untuk digendong
3) Ada gerakan pandangan mata yang abnormal
4) Gagal menunjukkan suatu objek kepada orang lain
6
5) Sebagian anak autisme acuh dan tidak bereaksi
terhadap pendekatan orangtuanya, sebagian lainnya malahan merasa terlalu cemas bila
berpisah dan melekat pada orangtuanya
6) Gagal dalam mengembangkan permainan bersama teman-teman sebayanya, mereka lebih
suka menyendiri.
7) Keinginan untuk menyendiri sering tampak pada
b. Dampak dari segi komunikasi
Anak-anak ini juga mengalami kesukaran dalam berkomunikasi walaupun mereka dapat
berbicara dengan baik. Misalnya karena ia tidak tahu kapan gilirannya berbicara, bagaimana
memilih topik pembicaraan. Mereka sering terus mengulang-ulang pertanyaan biarpun mereka
telah mengerti jawabannya atau memperpanjang topik pembicaraan yang mereka sukai tanpa
mempedulikan lawan bicaranya. Anak ini berbicara sering monoton, kaku dan menjemu¬kan.
Mereka sukar mengatur volume dan intonasi suaranya, tidak tahu kapan mesti merendahkan
volume suara. Misalnya memb¬icarakan hal yang pribadi dia tetap berbicara dengan keras.
Mereka mengalamikesukaran dalam mengekspresikan perasaan/emosi melalui suara. Dalam
komunikasi non-verbal ia juga mengalami gangguan. Mereka sering tidak menggunakan
gerakan tubuh dalam berkomunikasi untuk mengekspresikan perasaannya dan untuk merasakan
perasaan orang lain. Seperti tindakan menggelengkan kepala, melambaikan tangan,
mengangkat alis.
c. Dampak dari segi aktivitas dan minat
Pada aspek aktivitas dan minat, anak autisme meperlihatkan Obnormalitas dalam bermain,
seperti stereotipi, diulang-ulang, dan tidak kreatif. Beberapa anak mungkin tidak menggunakan
alat mainannya sesuaidengan yang seharusnya. Demikian juga kemampuan
untuk mengantikan satu benda dengan benda lain yang sejenis sering tidak sesuai. Anak autisme
menolak adanya perubahan lingkungan dan rutinitas baru. Misalnya;
mereka akan mengalami kesukaran bila jalan yang biasa ia tempuh ke sekolah diubah atau piring
yang biasa dipakai untuk makan diganti. Mainan baru yang diberikan
kepadanya mungkin akan ditolaknya sampai bermingguminggu, kemudian baru ia bisa
menerima. Mereka juga sering memaksakan rutinitas pada orang lain. Contohnya;
seorang anak autisme menangis bila waktu naik tangga ibunya ticlak menggunakan kaki kanan
terlebih dahulu. Mereka juga sering memaksa orangtuanya untuk mengulang suatu kata
atau potongan kata.

7
3. Dampak pada emosi
Berdampak pada penderita untuk melakukan eksplorasi sehingga ia akan mengalami
hambatan dalam melakukan aktivitas yang mendayagunakan alat sensoris atau motorisnya.
Hambatan yang dialami oleh penderita kelainan dalam melakukan berbagai aktivitas akan
menimbulkan reaksi-reaksi emosional akibat ketidakberdayaannya, dan biasanya dalam tahap
masih merupakan reaksi emosional yang sehat saja. Apabila reaksi-reaksi emosional yang
ditimbulkan akibat hambatan terus menumpuk dan intensitasnya semakin meningkat, maka
reaksi emosional yang muncul justru sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan
kepribadiannya.

Misalnya reaksi emosional yang berupa rendah diri, minder, mudah tersinggung, kurang
percaya diri, frustrasi, menutup diri, dan lain-lain (Abdullah, 2013, p 8).
Dampak gangguan emosi dan perilaku pada seseorang anak juga digambarkan oleh (Yusuf,
2005:70) yaitu : Anak yang mengalami gangguan perilaku, sering berkelahi, memukul,
menyerang, bersifat pemarah, tidak penurut melawan peraturan, suka. merusak baik milik diri
sendiri, maupun orang lain, kasar, tidak sopan, tidak mau kerja sama, penentang. kurang
perhatian pada orang lain, suka mengganggu, suka ribut, mudah marah, suka mendominasi
orang lain, suka mengancam atau menggertak, iri hati, cemburu, suka bertengkar, tidak
bertanggung jawab, ceroboh, mencuri, mengacau, menolak kesalahan. dan menyalahkan orang
lain, murung, cemberut, mementingkan diri sendiri.
Anak berkebutuhan khusus dengan kecacatan yang dialami memiliki dampak dalam
perkembangan psikologis dan sosialnya. Terutama jika hambatan yang dialami anak
berkebutuhan khusus itu berat, maka dampak psikologis yang dialami anak juga berat,
selanjutnya kondisi ini akan berdampak pada perkembangan sosialnya, seperti anak tuna netra
yang karena mendapat perlakuan yang tidak wajar dari keluarga, atau masyarakat, maka secara
psikologis anak akan merasa tidak nyaman, tertekan, minder, murung, dan kurang dapat
berkomunikasi dengan lingkungannya karena ada hal yang dirasa dia berbeda dengan yang
lain. Perbedaan akibat kekurangan yang ada pada dirinya menimbulkan rasa tidak percaya diri
atau rendah diri yang kemudian timbul rasa selalu was- was dan tidak nyaman jiwanya. Kondisi
seperti inilah yang mengakibatkan anak berkebutuhan khusus mengalami hambatan dalam
perkembangan selanjutnya. Akibat hambatan psikologis ini juga membawa pengaruh pada
perkembangan aspek yang lain termasuk perkembangan sosialnya (Sulthon ,page 57: 2020).

8
BAB 3
KESIMPULAN

1.1 Kesimpulan
Penyebab kelainan pada bayi sebelum dan sesudah kelahiran dapat berasal dari berbagai faktor,
termasuk infeksi virus seperti rubela dan TBC, kekurangan oksigen pada janin, penggunaan
obat-obatan yang tidak aman, serta pengalaman traumatic yang menimpa ibu. Selain itu, faktor
seperti usia ibu yang terlalu muda atau terlalu tua, serta faktor genetik seperti faktor rhesus (Rh),
juga dapat mempengaruhi kondisi bayi. Diperlukan pemahaman mendalam dan perawatan yang
tepat guna mencegah atau mengurangi risiko kelainan pada bayi yang disebabkan oleh faktor-
faktor tersebut. Terjadinya kelainan pada anak dari saat lahir hingga sebelum usia
perkembangan selesai, seperti yang dijelaskan dalam poin-poin tersebut, bisa disebabkan oleh
berbagai faktor seperti penyakit infeksi, kekurangan gizi, kecelakaan, dan keracunan. Hal ini
dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental anak, terutama karena
terkait dengan pertumbuhan otak pada masa awal kehidupan. Dengan demikian, perawatan
intensif dan perhatian khusus terhadap kesehatan dan gizi bayi sangat penting untuk mencegah
terjadinya kecacatan pada masa tersebut . Kelainan pada proses kelahiran, seperti persalinan
sulit, prematuritas, kekurangan oksigen, serta penggunaan alat bantu seperti vacuum atau tang
verlossing, dapat menyebabkan kecacatan pada bayi, terutama pada otaknya. Pendarahan pada
ibu dan kelahiran sungsang juga meningkatkan risiko cacat bayi, termasuk kemungkinan
kematian. Operasi caesar sering direkomendasikan untuk menghindari resiko kecacatan dan
kematian bayi, terutama jika ibu memiliki kelainan tulang pinggul. Dampak gangguan
penglihatan dapat menyebabkan kesulitan dalam perilaku sehari-hari dan belajar, seperti
kesulitan membaca, meraba-raba saat berjalan, atau kesulitan mengambil benda kecil.
Gangguan autisme juga memiliki dampak yang signifikan, termasuk dalam interaksi sosial,
komunikasi, dan minat serta aktivitas. Hal ini dapat terlihat dari perilaku yang tidak biasa seperti
menolak pelukan, kesulitan dalam berbicara, dan ketidakmampuan dalam mengikuti perubahan
rutinitas. Selain itu, gangguan emosi dan perilaku juga dapat memengaruhi anak dengan
kebutuhan khusus, seperti perilaku agresif, tidak penurut, atau rendah diri. Dalam keseluruhan,
dampak psikologis dan sosial dari gangguan tersebut dapat menghambat perkembangan anak
secara menyeluruh.

9
EVALUASI

1. Apa saja faktor penyebab anak berkebutuhan khusus prenatal?

Jawabannya : Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus prenatal meliputi infeksi virus seperti
rubela, usia ibu yang terlalu muda atau terlalu tua, penyakit menular seperti TBC, infeksi kotor s s
seperti sipilis, toxoplasmosis, serta faktor rhesus dan kekurangan oksigen pada janin.

2. Bagaimana proses kelahiran yang sulit dapat menyebabkan kecacatan pada


bayi?

Jawabannya : Proses kelahiran yang sulit, lahir prematur, berat badan lahir rendah, dan
kekurangan oksigen dapat menyebabkan kecacatan pada bayi karena cairan ketuban yang terlalu
lama mengandung zat-zat kotor yang membahayakan bayi, serta bayi yang belum matang organ-
organ tubuhnya, terutama otak, dapat mengalami kecacatan.

3. Apa saja dampak gangguan penglihatan pada anak berkebutuhan khusus?

Jawabannya : Dampak gangguan penglihatan pada anak berkebutuhan khusus termasuk kesulitan
dalam aktivitas sehari-hari seperti berjalan, membaca, menulis, dan mengambil benda kecil. Jika
gangguan cukup serius, anak mungkin memerlukan alat bantu khusus seperti kacamata atau huruf
Braille.

4. Bagaimana interaksi sosial dan komunikasi anak autisme dapat terpengaruh?

Jawabannya : Anak autisme dapat menunjukkan interaksi sosial yang ganjil seperti menolak
pelukan, tidak menunjukkan objek kepada orang lain, serta kesulitan dalam berkomunikasi seperti
kesulitan memilih topik pembicaraan, mengatur volume suara, dan mengekspresikan perasaan
melalui suara dan gerakan tubuh.

5. Apa dampak emosional dan perilaku yang dapat terjadi pada anak
berkebutuhan khusus?

Jawabannya : Dampak emosional dan perilaku pada anak berkebutuhan khusus mencakup berbagai
reaksi seperti rendah diri, mudah tersinggung, kurang percaya diri, serta perilaku agresif, merusak,
dan tidak kooperatif. Hal ini dapat memengaruhi perkembangan psikologis dan sosial anak
secara signifikan.
10
DAFTAR PUSTAKA

Desiningrum, D.R. (2016). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.


Yogyakarta: Psikosain.
Wardani, M. Dr. (2020). Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus. Modul Hakikat Pendidikan Khusus.
https://repository.ut.ac.id/4140/2/PDGK4407-M1.pdf
Akhmad Teddy, Diva Alya Maryeni, Yumita, & Opi Andriani. (2023).
Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus Dan Klasifikasi Anak
Berkrbutuhan Khusus Pada Tingkat SD di wilayah Kota Muara
Bungo.Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia. (Vol.1: No.1).hlm.
228-229.
Purba Bagus Sunarya, Muchamad. Irvan, & Dian Puspa Dewi. (2018).
Kajian Penanganan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. Surabaya:
Abadimas Adi Buana.
Abdullah, N., (2013), Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus . Klaten:
Fakultas Psikologi UNWIDHA
Suharsiswi,M.Pd.Dr. (2017). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta:CVPRIMAPRINT.
Sulthon. (2020). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Depok:RajaGrafindo Persada.
Nuryanti Nunung,M.Pd. (2022). Anak Berkebutuhan Khusus.
UNISA Press
Asyharinur Ayuning Putriana Pitaloka, Safira Aura Fakhiratunnisa, &
Tika Kusuma Ningrum.(2022).Konsep Dasar Anak Berkebutuhan
Khusus.(Vol.2: No.1) hlm 26.
Agustin, A .M.,(2022). Mengenal ABK. Human Persona Indonesia.
11

Anda mungkin juga menyukai