Anda di halaman 1dari 21

KARAKTERISTIK DAN LAYANAN PENDIDIKAN ANAK

TUNAGARITHA

Makalah

DisusunUntukMemenuhiTugas Mata KuliahPendidikan Anak berkebutuhan


Khusus yang DibimbingOleh Tety Nur Cholifah, M.Pd

Nama kelompok 2 semseter 4A

1. Ardita Rahma Putri (1886206002)


2. Fikri Mardiansyah (1886206005)
3. Sukhufus Suaidah (1886206007)
4. Nia Erlinda Fatmawati (1886206042)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT

2020
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan


rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyajikan Makalah yang
berjudulkarakteristik dan layanan pendidikan anak tunagaritha. Penulis
menyusun makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus yang dibimbing oleh Bu Tety Nur Cholifah, M.Pd.

Sangat disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki


penulis, walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi
masih dirasakan banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran
yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Malang, 07 Mei 2020

Penulis

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i

KATA PENGANTAR....................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan masalah...............................................................................2
1.3 Tujuan masalah...................................................................................2
2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian anak tunagrahita................................................................3
2.2 Klasifikasi anak tunagrahitha.............................................................
2.3 Penyebab anak mengalami tunagrahita..............................................
2.4 Cara pencegahan anak mengalami tunagrahita..................................
2.5 Karakteristik anak tunagrahita............................................................
2.6 Kebutuhan dan layanan pendidikan bagi anak tunagrahita................
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan.........................................................................................
3.2 Saran...................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pemahaman masyarakat umum mengenai anak berkebutuhan khusus
masih sangat minim, kebanyakan mereka menganggap bahwa anak
berkebutuhan khusus merupakan anak yang tidak memiliki kemampuan
apapun. Salah satu dari mereka adalah anak tunagarahita. Anak tunagrahita
adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah ratarata yang ditandai
oleh keterbatasan intelegensi dan ketidak cakapan dalam berinteraksi sosial.
Tidak semua orang tua yang memiliki anak tunagrahita memiliki sikap yang
wajar.
Anak tunagrahita biasanya suka diperlakukan berlebihan, segala
keinginanya dipenuhi, pekerjaanya selalu dibantu, atau ada juga sebaliknya,
anak dibiarkan begitu saja berada diluar jangkauan orang tua atau dikurung
karena merasa malu oleh tetangga. Ada orang tua yang menerimanya sebagai
takdir dan menerima keadaan anaknya dengan sabar sehingga berusaha
mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki oleh anaknya. Namun sebagian
orang tua merasa terpukul dengan keadaan anaknya, selain itu orang tua juga
merasa malu, rendah diri, merasa bersalah dan tidak bisa menerima kenyataan
saat mengetahui anaknya tunagrahita. Terutama seorang Ibu yang melahirkan
anak tersebut akan lebih memiliki perasaan terpukul.
Orang tua sering memperlakukan anak tunagrahita dengan sikap over
protection atau sebaliknya bersikap menolak kehadiran anak tersebut. Ada
orang tua yang menerimanya sebagai takdir dan menerima keadaan anaknya
dengan sabar sehingga berusaha mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki
oleh anaknya. Namun sebagian orang tua merasa terpukul dengan keadaan
anaknya, selain itu orang tua juga merasa malu, rendah diri, merasa bersalah
dan tidak bisa menerima kenyataan saat mengetahui anaknya tuna grahita.
Penerimaan orang tua yaitu suatu efek psikologis dan perilaku dari
orang tua pada anaknya seperti rasa sayang, kelekatan, kepedulian, dukungan
pengasuhan dimana orang tua tersebut bisa merasakan dan mengekspresikan
rasa sayang kepada anaknya. Orang tua terutama ibu yang memiliki anak

1
tunagrahita emiliki beban berat dalam mengurus anak, karena anak
tunagrahita memiliki kelemahan-kelemahan tersendiri dan harus mendapat
perhatian lebih yang berbeda dengan anak normal lainnya.
1.2 Rumusan masalah
a. Apa yang dimaksud anak tunagrahita ?
b. Sebutkan klasifikasi anak tunagrahita ?
c. Apa saja penyebab anak mengalami tunagrahita ?
d. Bagaimana cara pencegahan agar anak tidak mengalami tunagrahita ?
e. Apa saja karakteristik anak tunagrahita
f. Apa saja kebutuhan dan layanan pendidikan bagi anak tunagrahita ?
1.3 Tujuan masalah
a. Mengetahui tentang pengertian anak tunagrahita
b. Mengetahui tentang klasifikasi anak tunagrahita
c. Mengetahui penyebab anak mengalami tunagrahita
d. Mengetahui tentang cara pencegahan agar anak tidak mengalami
tunagrahita
e. Mengetahui tentang karakteristik anak tunagrahita
f. Mengetahui kebutuhan dan layanan pendidikan bagi anak tunagrahita.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian anak tunagrahita


Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam kepustakaan
bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retasdation, mentally retarded,
mental deficiency, mental defective, dan lain-lain. Istilah tersebut
sesungguhnya mempunyai arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak
yang kecerdasanya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan
intelegensi dan ketidak cakapan dalam interaksi sosial. Anak tungrahita atau
dikenal juga dengan istilah keterbelakangan mental karena keterbatasan
kecerdasanya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program
penddikan disekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang
mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan
dengan kemampuan anak tersebut.
American Association on Mental Deficiency/ AAMD (Moh. Amin,
2005), mendefinisikan tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi
intelektual umum di bawah rata-rata, yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes
dan muncul ssebelum usia 16 tahun.
Endang Rochyadi dan Zainal Alimin (2005) menyebutkan bahwa
“tunagrahita berkaitan erat dengan masalah perkembangan kemampuan
kecerdasan yang rendah dan merupakan sebuah kondisi”. Hal ini ditunjang
dengan pernyataan menurut Kirk (Muhammad Effendi, 2006) yaitu “Mental
Retarded is not a disease but acondition”. Jadi berdasarkan pernyataan di atas
dapat dipertegas bahwasannya tunagrahita merupakan suatu kondisi yang
tidak bisa disembuhkan dengan obat apapun.
Menurut WHO (World Health Organization) anak tunagrahita adalah
anak yang memiliki dua komponen esensial, yaitu fungsi intelektual secara
nyata berada dibawah rata-rata dan adanya ketidakmampuan dalam
menyesuaikan dengan norma yang berlaku di masyarakat (Amin, 1995).
Sedangakan menurut Efendi dalam (Apriyanto, 2012), anak tunagrahita
adalah “anak yang mengalami taraf kecerdasan yang rendah sehingga untuk

3
meniti tugas perkembangan ia sangat membutuhkan layanan pendidikan
bimbingan secara khusus”. Anak Tunagrahita dengan kategori ringan dapat
dilatih dan dididik setara pendidikan dasar, diantaranya yaitu membaca,
menulis, berhitung dan keterampilan sehar-hari.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat ditegaskan bahwa
anak tunagrahita ringan adalah anak yang memiliki intelegensi yang
signifikan di bawah rata-rata, kemampuan berfikirnya rendah, perhatian dan
ingatannya lemah, tetapi masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan
dalam bidang akademis yang sederhana seperti membaca, menulis, dan
menghitung tetapi mereka sangat membutuhkan layanan pendidikanan
bimbingan secara khusus.
2.2 Klasifikasi anak tunagrahita
Menurut Wikasanti, (2014) Klasifikasi anak tunagrahita adalah tunagrahita
ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat. Berdasarkan klasifikasinya,
setiap anak tunagrahita membutuhkan perlakuan dan dukungan yang
berbedabeda sesuai dengan yang dibutuhkannya untuk dapat bertahan hidup
dilingkungan sosialnya.
a. Anak Tunagrahita Ringan (IQ 50-70)
Anak tunagrahita yang tergolong ringan, memiliki kemampuan
untuk dididik sebagaimana anak-anak normal, mereka mampu mandiri,
mempelajarai berbagai keterampilan dan life skills, serta mampu belajar
sejumlah teori yang ringan dan bermanfaat bagi kehidupan keseharian.
Misalnya mempelajarai bahasa dan berkomunikasi yang tepat,
matematika perhitungan sederhana, ilmu alam, dan ekonomi. Namun
untuk dapat membuat mereka paham dibutuhkan waktu yang cukup lama
dan guru/ pendidik yang sabar serta fokus pada beberapa anak saja. Oleh
karenanya apabila masuk kedalam kelas inklusi harus ada guru yang akan
mengawasi perkembangan dan pembelajaran anak tunagrahita jenis ringan
ini. Apabila diberi pembelajaran dan pendidikan secara konsisten, maka
anak tunagrahita ringan bisa mencapai usia perkembangan mental setara
dengan anak usia 12 tahun.
b. Anak Tunagrahita Sedang (IQ 30-50)

4
Anak tunagrahita yang tergolong pada klasifikasi sedang
merupakan anakanak yang masih mampu dilatih mandiri,memenuhi, dan
melakukan kebutuhannya sendiri. Misalnya mandi sendiri, makan sendiri,
berpakaian dan berhias serta melakukan keterampilan sederhana seperti
menyiram bunga, memberi makan hewan ternak dan membersihkan
kandangnya. Anak tunagrahita kondisi sedang ini disebut juga golongan
imbesil. Mereka masih dimungkinkan untuk mampu mandiri dengan tetap
dalam pengawaan orang lain yang siap membantu apabila mereka
membutuhkan bantuan. Apabila dilatih secara konsisten dan tepat, maka
golongan imbesil ini bisa mencapai kecerdasan mental anak-anak usia 7
tahun.
c. Anak Tunagrahita Berat (IQ < 30)
Anak tunagrahita yang digolongkan dalam klasifikasi berat
memiliki tingkat intelegensi dibawah 30. Dengan tingkat intelegensi
sekian, anak-anak biasa disebut dengan idiot ini sulit sekali untuk dilatih
apalagi dididik untuk belajar berbagai teori akademis. Perawatan khusus
dan keikhlasan dari keluargan sangat dibutuhkan oleh mereka. Biasanya
keadaan idiot ini diikuti dengan berbagai kelainan dan kelemahan dalam
fungsi tubuh lainnya. Mereka perlu perawatan khusus dan dibantu dalam
setiap aktifitasnya. Untuk bertahan hidup saja rasanya membutuhkan
banyak bantuan. Kecerdasan optimal yang dimiliki hanya setara dengan
anak usia 3 tahun. Jika mereka bisa berjalan dan membersihkan diri
sendiri tergolong cukup baik bagi pencapaian stimulasi yang bisa
dilakukan.

Menurut Aproditta (2012) berdasarkan pada tingkat IQ anak


tunagrahita dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Tunagrahita ringan (IQ: 51 - 70),
Tingkat kecerdasannya IQ mereka berkisar 50 – 70 mempunyai
kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik,
penyesuaian sosial dan kemampuan bekerja, mampu menyesuaikan

5
lingkungan yang lebih luas, dapat mandiri dalam masyaraakat, mampu
melakukan pekerjaan semi trampil dan pekerjaan sederhana.
b. Tunagrahita sedang (IQ: 36 - 51),
Tingkat kecerdasan IQ berkisar 30–50 dapat belajar keterampilan sekolah
untuk tujuan fungsional, mampu melakukan keterampilan mengurus
dirinya sendiri (self-help), mampu mengadakan adaptasi sosial
dilingkungan terdekat, mampu mengerjakan pekerjaan rutin yang perlu
pengawasan.
c. Tunagrahita berat (IQ: 20 - 35),
Tingkat kecerdasan IQ mereka kurang dari 30 hampir memiliki
kemampuan yang sama dengan kategori tunagrahita sedang. Umumnya
menderita gangguan fisik motorik ( gerakan ) mencolok.
d. Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).
Tingkat kecerdasan IQ mereka kurang dari 20 hampir tidak
memiliki kemampuan untuk dilatih mengurus diri sendiri.Ada yang masih
mampu dilatih mengurus diri sendiri, berkomunikasi secara sederhanaa
dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sangat terbatas.
2.3 Penyebab anak mengalami tunagrahita
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan seseorang menjadi
tunagrahita. Para ahli dari berbagai ilmu telah membagi faktor-faktor
penyebab menjadi beberapa kelompok. Straus mengelompokkan faktor-faktor
tersebut menjadi dua gugus yaitu endogen dan eksogen. Berikut ini akan
dibahas beberapa penyebab ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik dari
faktor keturunan, maupun dari faktor lingkungan.
a. Faktor Keturunan
Terjadi karena adanya kelainan kromosorn (inversi, delesi, duplikasi) dan
kelainan gen ( kekuatan kelainan, lokus gen).
b. Gangguan Metabolisme Gizi
Kegagalan dalam metabolisme dan kegagalan dalam pemenuhan
kebutuhan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik maupun
mental pada individu. Berikut kelainan yang disebabkan oleh kegagalan
metabolisme dan kekurangan gizi pada penderitanya yang diadabtasi dari

6
Hanbook of care and Training of Developmental Abilities dalam
Apriyanto (2012) adalah Gangguan metabolisme asam amino
(phenylketonuria), gangguan metabolisme saccharide (gargolism),
kelainan hypothyroidism (cretinism).
c. Infeksi dan Keracunan Diantara penyebab terjadinya ketunagrahitaan
adalah adanya infeksi dan keracunan yang mana terjadi selama janin
masih berada dalam kandungan ibunya. Infeksi dan keracunan ini tidak
lansung, tetapi lewat penyakit-penyakit yang dialami ibunya, diantaranya
adalah penyakit rubella, syphilis bawaan, syndrome gravidity yang
beracun.
d. Trauma dan Zat Radioaktif Ketunagrahitaan dapat juga disebabkan
karena terjadinya trauma pada beberapa bagian tubuh khususnya pada
otak ketika bayi dilahirkan dan terkena zat radioaktif selama hamil.
Trauma otak terjadi pada kepala dapat menimbulkan pendarahan
intracranial yang mengakibatkan terjadinya kecacatan pada otak.
Sedangkan pada zat radioaktif, ketidaktepatan penyinaran atau radiasi
sinar x selama bayi dalam kandungan mengakibatkan tunagrahita
microcephaly. Janin yang terkena zat radioaktif pada usia tiga sampai
enam minggu pertama kehamilan sering menyebabkan kelainan pada
berbagai organ. Karena pada masa ini embrio mudah sekali terpengaruh.
e. Masalah pada Kelahiran Kelainan dapat juga disebabkan oleh masalah-
masalah yang terjadi pada waktu kelahiran (perinatal), misalnya
kelahiran yang disertai hyposia dapat dipastikan bahwa bayi yang
dilahirkan menderita kerusakan otak, menderita kejang dan nafas yang
pendek. Kerusakan otak pada prenatal dapat disebabkan oleh trauma
mekanis terutama pada kelahiran yang sulit.
f. Faktor Lingkungan (Sosial Budaya) Menurut Paton dan Polloway dalam
Apriyanto (2012) bahwa bermacammacam pengalaman negatif atau
kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode
perkembangan menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan. Anak
tunagrahita banyak ditemukan pada daerah yang memiliki tingkat sosial

7
ekonomi rendah, hal ini disebabkan ketidakmampuan lingkungan
memberikan stimulus yang diperlukan selama masa perkembangannya.
2.4 Cara pencegahan anak mengalami tunagrahita

1. Usaha Pencegahan Ketunagrahitaan


Dengan ditemukannya berbagai penyebab ketunagrahitaan sebagai hasil
penyelidikan oleh para ahli, seyogianya diikuti dengan berbagai upaya
pencegahannya.
Berbagai alternatif upaya pencegahan yang disarankan, antara lain berikut
ini.
a. Penyuluhan genetik, yaitu suatu usaha mengomunikasikan berbagai
informasi mengenai masalah genetika. Penyuluhan ini dapat
dilakukan melalui media cetak dan elektronik atau secara langsung
melalui posyandu dan klinik.
b. Diagnostik prenatal, yaitu usaha pemeriksaan kehamilan sehingga
dapat diketahui lebih dini apakah janin mengalami kelainan.
c. Imunisasi, dilakukan terhadap ibu hamil maupun anak balita.
Dengan imunisasi ini dapat dicegah penyakit yang mengganggu
perkembangan bayi/anak.
d. Tes darah, dilakukan terhadap pasangan yang akan menikah untuk
menghindari kemungkinan menurunkan benih-benih kelainan.
e. Melalui program keluarga berencana, pasangan suami istri dapat
mengatur kehamilan dan menciptakan keluarga yang sejahtera baik
fisik dan psikis.
f. Tindakan operasi, hal ini dibutuhkan apabila ada kelahiran dengan
risiko tinggi, misalnya kekurangan oksigen dan adanya trauma pada
masa perinatal (proses kelahiran).
g. Sanitasi lingkungan, yaitu mengupayakan terciptanya lingkungan
yang baik sehingga tidak menghambat perkembangan bayi/anak.
h. Pemeliharaan kesehatan, terutama pada ibu hamil yang menyangkut
pemeriksaan kesehatan selama hamil, penyediaan vitamin,
menghindari radiasi, dan sebagainya.
i. Intervensi dini, dibutuhkan oleh para orang tua agar dapat

8
membantu perkembangan anaknya secara dini.

Selain cara-cara tersebut di atas terdapat pula cara umum, yaitu


dengan meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui peningkatan
sosial-ekonomi, penyuluhan kepada masyarakat mengenai pendidikan
dini.
2.5 Karakteristik anak tunagrahita
Anak tunagrahita atau keterbelakangan mental merupakan kondisi
dimana perkembangan kecerdasan anak mengalami hambatan sehingga tidak
mencapai tahap perkembangan yang optimal.
Menurut Dra. Hj. T. Sutjihati Somantri, M.Si. Psi (2001) dalam buku
Psikologi Anak Luar Biasa menjelaskan ada beberapa karakteristik umum
anak tunagrahita antara lain:
a. Keterbatasan Intelegensi
Intelegensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat
diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan
keterampilan-keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah
dan situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari masa lalu, berfikir abstrak,
kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahankesalahan,
mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa
depan. Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut.
Kapasitas belajar Anak Tunagrahita bersifat abstrak seperti beajar dan
berhitung, menulis, dan membaca juga terbatas, kemampuan belajarnya
cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
b. Keterbatasan Sosial
Disamping memiliki keterbatasan intelegensi, anak tunagrahita
juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat,
oleh karena itu mereka memerlukan bantuan.
Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih
muda dari usianya, ketergantungan kepada orang tua sangat besar,
sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Selain itu mereka
mempunyai kepribadian yang kurang dinamis, mudah goyah, kurang

9
menawan, dan tidak berpandangan luas. Mereka juga mudah dipengaruhi
dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya. Namun,
dibalik itu semua mereka menunjukkan ketekunan dan rasa empati yang
baik asalkan mereka mendapatkan layanan atau perlakuan dan lingkungan
yang kondusif.
c. Keterbatasan Fungsi–Fungsi Mental lainnya
Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa.
Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat
pengolahan (perbendarahan kata) yang kurang berfungsi sebagaimana
mestinya. Selain it, anak tunagrahita kurang mampu untuk
mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara yang baik dan yang
buruk, dan membedakan yang benar dan yang salah.
 Anak tunagrahita memiliki keterbatasan waktu yang lama untuk
melaksanakan reaksi pada situasi yang baru dikenal.
 Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa.
 Anak tunagrahita kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu,
membedakan antara baik dan yang buruk, dan membedakan yang
benar dengan yang salah.
 Anak tunagrahita pelupa dan mengalami kesulitan untuk
mengungkapkan kembali suatu ingatan.

Sedangkan menurut Wardani karakteristik anak tunagrahita ringan


menurut tingkat ketunagrahitaanya sebagai berikut: Dari segi fisik, anak
tunagrahita nampak seperti anak normal pada umumnya, hanya sedikit ada
kelambatan dalam kemampuan sensomotoriknya saja dan meskipun tidak
sama dengan anak normal seusiannya, mereka masih dapat belajar membaca,
menulis, dan berhitung sederhana. Kecerdasannya bekembang dengan
kecepatan anatara setengah dan tiga perempat kecepatan anak normal dan
berhenti pada usia muda. Mereka dapat bergaul dan mempelajari pekerjaan
yang hanya memerlukan semi skilled. Pada usia dewasa kecerdasannya
mencapai tingkat usia anak normal 9 dan 12 tahun.
2.6 Kebutuhan dan layanan pendidikan anak tunagrahita

10
1. Landasan untuk Memenuhi Kebutuhan Pendidikan

Landasan mengapa anak tunagrahita membutuhkan pendidikan dapat


dikelompokkan sebagai berikut.
a. Landasan sebagai alasan adanya kebutuhan pendidikan bagi anak
tunagrahita.
Alasan ini terdapat dalam diri anak tunagrahita itu sendiri. Anak
tunagrahita sebagaimana manusia lainnya, bahwa mereka dapat dididik
(homo educable) dan dapat mendidik (homo educandum). Anak
tunagrahita ringan dapat mendidik diri sendiri dalam hal-hal sederhana,
misalnya cara makan-minum dan anak tunagrahita sedang, berat, dan
sangat berat dapat dididik dengan mengaktualisasikan potensi yang mereka
miliki, seperti pekerjaan mengamplas, menggulung benang, mengikat
plastikin.
b. Landasan sebagai alasan perlunya pencapaian kebutuhan pendidikan bagi
anak tunagrahita
Landasan ini, meliputi (1) Landasan agama dan peri kemanusiaan
yang mengakui bahwa tiap insan wajib bertakwa kepada Tuhan dan
memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan; (2) Landasan
falsafah bangsa (Pancasila dan UUD 1945 yang menjamin hak setiap
warga negara dalam memperoleh pendidikan; (3) Landasan hukum positif,
seperti UUSPN No. 2 Tahun 1989, PP. No. 72 Tahun 1991, dan Deklarasi
PBB tentang hak-hak anak yang kesemuanya itu menjabarkan tentang hak
dan aturan-aturan yang penting diperhatikan dalam mengimplementasikan
pendidikan khususnya bagi anak tunagrahita; (4) Landasan sosial ekonomi
yang mengisyaratkan, jika anak tunagrahita diberi pendidikan mereka
dapat mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya walaupun pada tahap yang primer yang menandakan
bahwa mereka dapat berproduksi, melalui pendidikan anak, diharapkan
tunagrahita tidak menjadi manusia konsumtif semata; (5) Martabat bangsa
yang menggambarkan bahwa kemajuan suatu bangsa ditandai dengan
tingginya perhatian bangsa itu terhadap penyandang cacat khususnya
tunagrahita.

11
c. Landasan sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
Cara memenuhi kebutuhan pendidikan ini meliputi (1) persamaan
hak dengan anak normal bahwa anak tunagrahita membutuhkan
persyaratan layanan pendidikan umum yang sama dengan anak normal.
Hal-hal yang berlaku pada anak normal diberlakukan pula pada pendidikan
anak tunagrahita setelah mengalami modifikasi. Oleh karena itu,
pandanglah lebih dahulu persamaannya dengan anak normal, (2)
perbedaan individual bahwa dalam memenuhi kebutuhan pendidikan harus
didasarkan pada karakteristik dan kebutuhan anak itu secara khusus. Oleh
karena itu, kedalaman dan keluasan materi pelajaran berbeda antara anak
normal dengan anak tunagrahita, (3) didasarkan pada keterampilan praktis
bahwa pendidikan bagi anak tunagrahita lebih diarahkan pada
keterampilan praktis mengingat keterbatasan kecerdasan intelektualnya.
Mereka dapat diarahkan pada penguasaan salah satu atau aspek yang
paling kecil dari jenis keterampilan sehingga ia dapat mengantarkan anak
itu untuk bekerja sebagai bekal hidupnya, (4) Didasarkan pada sikap
rasional dan wajar bahwa dalam memberi layanan, anak tunagrahita
khususnya tidak boleh dimanjakan atau sebaliknya dibiarkan.
2. Jenis layanan bagi anak tunagrahita
a. Tempat khusus atau sistem segregasi

Tempat/sistem ini telah lama dikenal di Indonesia dan berkembang


pesat. Sistem segregasi hanya menyelenggarakan pendidikan untuk
anak luar biasanya saja, dalam hal ini tunagrahita. Biasanya di tempat
ini telah disediakan tim ahli (dokter, psikolog, ahli terapi bicara, dan
lain-lain). Sampai saat ini, tempat pendidikan ini telah memiliki
kurikulum sendiri. Dari kurikulum itu, guru membuat program khusus
yang disesuaikan dengan kebutuhan anak. Tempat pendidikan yang
termasuk sistem segregasi, adalah sebagai berikut.
1) Sekolah khusus

Sekolah khusus untuk anak tunagrahita disebut Sekolah Luar


Biasa C (SLB-C) dan Sekolah Pendidikan Luar Biasa C (SPLB-C).
Murid yang ditampung di tempat ini khusus satu jenis kelainan atau

12
ada juga khusus melihat berat dan ringannya kelainan, seperti
sekolah untuk tunagrahita ringan.

2) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)

Berbeda dengan SDLB yang ada di lingkup SLB. SDLB di sini


berdiri sendiri dan hanya menampung anak tunagrahita usia sekolah
dasar. Model ini dibentuk agar mempercepat pemerataan kesempatan
belajar bagi anak luar biasa sehingga berdiri pada tiap ibu kota
kabupaten di Indonesia.

3) Kelas jauh

Kelas jauh adalah kelas yang dibentuk jauh dari sekolah induk
karena di daerah tersebut banyak anak luar biasa. Biasanya anak
yang tinggal jauh dari kota tidak dapat mengunjungi sekolah khusus
karena sekolah khusus umumnya hanya ada di kota-kota besar.

4) Guru kunjung

Di antara anak tunagrahita terdapat yang mengalami kelainan


berat sehingga tidak memungkinkan untuk berkunjung ke sekolah
khusus. Oleh karena itu, guru berkunjung ke tempat anak tersebut
dan memberi pelajaran sesuai dengan kebutuhan anak.

5) Lembaga Perawatan (Institusi Khusus)

Disediakan khusus anak tunagrahita yang tergolong berat dan


sangat berat. Di sana mereka mendapat layanan pendidikan dan
perawatan sebab tidak jarang anak tunagrahita berat dan sangat berat
menderita penyakit di samping ketunagrahitaan.

b. Di sekolah umum dengan sistem integrasi (terpadu)


Sistem integrasi memberikan kesempatan kepada anak
tunagrahita belajar, bermain atau bekerja bersama dengan anak
normal. Pelaksanaan sistem terpadu bervariasi sesuai dengan taraf
ketunagrahitaan. Berikut ini beberapa tempat pendidikan yang
termasuk sistem integrasi, (adaptasi dari Moh. Amin 1995).

13
1. Di kelas biasa tanpa kekhususan baik bahan pelajaran maupun
guru.
2. Di kelas biasa dengan guru konsultan
3. Di kelas biasa dengan guru kunjung
4. Di kelas biasa dengan ruang sumber
5. Di kelas khusus sebagian waktu
6. Kelas khusus

3. Ciri Khas Pelayanan


a. Ciri-ciri khusus
1. Bahasa yang digunakan Bahasa yang digunakan dalam
berinteraksi dengan anak tunagrahita adalah bahasa sederhana,
tidak berbelit, jelas, dan gunakan kata-kata yang sering didengar
oleh anak.
2. Penempatan anak tunagrahita di kelas Anak tunagrahita
ditempatkan di bagian depan kelas dan berdekatan dengan anak
yang kira-kira hampir sama kemampuannya.
3. Ketersediaan program khusus
Di samping ada program umum yang diperkirakan semua
anak di kelas itu dapat mempelajarinya perlu disediakan program
khusus untuk anak tunagrahita yang kemungkinan mengalami
kesulitan.
4. Strategi dan media
A. Strategi
Strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunagrahita
pada prinsipnya tidak berbeda dengan pendidikan pada umumnya. Pada
prinsipnya menentukan strategi pembelajaran harus memperhatikan
tujuan pelajaran, karakteristik murid dan ketersediaan sumber (fasilitas).
Strategi yang efektif pada anak tunagrahita belum tentu akan baik bagi
anak normal dan anak berinteligensia tinggi.
1. Strategi pengajaran yang diindividualisasikan
Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan berbeda

14
maknanya dengan pengajaran individual. Pengajaran individual adalah
pengajaran yang diberikan kepada seorang demi seorang dalam waktu
tertentu dan ruang tertentu pula, sedangkan pengajaran yang
diindividualisasikan diberikan kepada tiap murid meskipun mereka
belajar bersama dengan bidang studi yang sama, tetapi kedalaman dan
keluasan materi pelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan
kebutuhan tiap anak. Strategi ini tidak menolak sistem klasikal atau
kelompok. Strategi ini memelihara individualitas.
2. Strategi kooperatif
Strategi ini merupakan strategi yang paling efektif diterapkan
pada kelompok murid yang memiliki kemampuan heterogen, misalnya
dalam pendidikan yang mengintegrasikan anak tunagrahita belajar
bersama dengan anak normal. Strategi ini relevan dengan kebutuhan
anak tunagrahita di mana kecepatan belajarnya tertinggal dari anak
normal. Strategi ini bertitik tolak pada semangat kerja di mana mereka
yang lebih pandai dapat membantu temannya yang lemah (mengalami
kesulitan) dalam suasana kekeluargaan dan keakraban.

3. Strategi modifikasi tingkah laku


Strategi ini digunakan apabila menghadapi anak tunagrahita
sedang ke bawah atau anak tunagrahita dengan gangguan lain.
Tujuan strategi ini adalah mengubah, menghilangkan atau
mengurangi tingkah laku yang tidak baik ke tingkah laku yang baik.
B. Media
Media pembelajaran yang digunakan pada pendidikan anak
tunagrahita tidak berbeda dengan media yang digunakan pada
pendidikan anak biasa. Hanya saja pendidikan anak tunagrahita
membutuhkan media seperti alat bantu belajar yang lebih banyak
mengingat keterbatasan kecerdasan intelektualnya.
Alat-alat khusus yang ada diantaranya adalah alat latihan
kematangan motorik berupa form board, puzzle; latihan
kematangan indra, seperti latihan perabaan, penciuman; alat latihan
untuk mengurus diri sendiri, seperti latihan memasang kancing,

15
memasang retsluiting; alat latihan konsentrasi, seperti papan
keseimbangan, alat latihan membaca, berhitung, dan lain-lain.
C. Evaluasi
Evaluasi belajar pada anak tunagrahita membutuhkan rumusan
ketentuan-ketentuan mengingat berat dan ringannya
ketunagrahitaan. Memang pada dasarnya tujuan evaluasi adalah
sama dengan evaluasi pada pendidikan anak biasa, yakni untuk
mengetahui kemampuan dan ketidakmampuan anak sehingga dapat
menentukan tindakan selanjutnya.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam kepustakaan
bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retasdation, mentally retarded,
mental deficiency, mental defective, dan lain-lain. Istilah tersebut
sesungguhnya mempunyai arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak
yang kecerdasanya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan
intelegensi dan ketidak cakapan dalam interaksi sosial. Anak tungrahita atau
dikenal juga dengan istilah keterbelakangan mental karena keterbatasan
kecerdasanya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program
penddikan disekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang
mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan
dengan kemampuan anak tersebut. Klasifikasi anak tunagrahita yaitu;
Anak Tunagrahita Ringan (IQ 50-70), Tunagrahita sedang (IQ: 36 - 51),
Tunagrahita berat (IQ: 20 - 35),Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).
3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah ini,kami selaku penyusun tentunya
mengalami banyak kekeliruan dan kesalahan kesalahan baik dalam
ejaan,pilihan kata,sistematika penulisan maupun penggunaan bahasa yang
kurang dipahami.untuk itu kami mohon maaf yang sebesar
besarnya,dikarenakan kami masih taraf pembelajaran.

17
DAFTAR PUSTAKA

Amin. moh.(2005). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Jilid I.


Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi (LPSP3), Depok. Online. 02 Mei 2020.
Amin. moh.(2005). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Jilid
Ke dua. Jakarta: LPSP3 UI. Online. 02 Mei 2020.
Aproditta (2012). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting
Pendidikan Inklusif. Kaltenn: PT. Intan sejati. Online. 03 Mei 2020.
Apriyanto (2012). Tunagrahita. Surakarta: Depdikbud UNS. Online. 01 Mei 2020.
Dra. Hj. T. Sutjihati Somantri, M.Si (2001). Psi dalam buku Psikologi Anak Luar
Biasa.Jakarta ; BPK Gunung Mulia. Online. 01 Mei 2020.
Endang Rochyadi dan Zainal Alimin (2005). Pengantar Pendidikan Luar Biasa.
Jakarta: PT New Aqua Press. Online. 02 Mei 2020.
Efendi dalam (Apriyanto, 2012),. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
Ed Revisi VI, Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta. Online. 01 Mei 2020.
Kirk (Muhammad Effendi, 2006). Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung: Rafika
Aditama. Online. 02 Mei 2020.
Wikasanti, (2014). Pengertian-pengertian Dasar dalam Pendidikan Luar Biasa,
Jakarta: Depdikbud. Online. 02 Mei 2020.

18

Anda mungkin juga menyukai