Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“Klasifikasi Anak Berkelaianan Akademik (Tuna Grahita, Anak Berbakat/CB, Anak


Kesulitan Belajar”
Untuk Memenuhi Mata Kuliah
“Pendidikan Inklusi”
Dosen Pengampu:
M. Dani Wahyudi, S. PD.I. M. Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 8
Try Suci Septiana 1910125220002
Nizmatullayla 1910125120007
Fatmawati 1910125120037
Muhammad Ihsanul Abidin 1910125210091
Raudatun Inayah 1910125220082

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT serta sholawat
dan salam tak lupa senantiasa kita hanturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
yang mana atas karunia-Nya dan safaat beliau kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Inklusi, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, dengan materi
pembahasan tentang Klasifikasi Anak Berkelaianan Akademik (Tuna Grahita, Anak
Berbakat/CB, Anak Kesulitan Belajar.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak M. Dani Wahyudi, S. PD.I. M. Pd.
selaku dosen pengampu beserta pihak-pihak yang sudah mendukung penulisan makalah ini.
Kami pun sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran sangat kami harapkan guna menjadikan makalah ini menjadi lebih sempurna.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Aamiin Yarobbal
Aalamiin.

Banjarmasin, Agustus 2021

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2
A. Karakteristik Anak Tuna Grahita....................................................................................2
B. Klasifikasi Anak Tuna Grahita........................................................................................6
C. Karakteristik Anak Berbakat...........................................................................................8
D. Klasifikasi Anak Berbakat............................................................................................10
E. Karakteristik Anak Kesulitan Belajar...........................................................................13
F. Klasifikasi Anak Kesulitan Belajar...............................................................................14
BAB III PENUTUP..................................................................................................................19
A. Kesimpulan...................................................................................................................19
B. Saran..............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap manusia memiliki potensi yang berbeda-beda sejak dilahirkan di dunia,
mereka memiliki bakat dan kecerdasan yang berbeda-beda satu sama lain. Ada
beberapa anak yang memiliki kelainan baik secara fisik, psikis maupun akademik,
maka dari itu kita tidak bisa menyamaratakan dan membandingkan anak yang satu
dengan yang lainnya. Anak yang memiliki kelainan fisik, psikis maupun akademik
sering disebut dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Menurut Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kebijakan Penanganan Anak Berkebutuhan
Khusus dijelaskan bahwa Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang mengalami
keterbatasan/keluarbiasaan baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional
yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.

Secara umum Anak Berkebutuhan Khusus, atau yang sering disingkat sebagai
ABKadalah suatu kondisi dimana anak memiliki karakteristik khusus yangberbeda
dengan anak pada umumnya yaitu mengalami keterbatasan/keluarbiasaan baik pada
fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional. Di dalam makalah ini akan
membahas lebih lanjut mengenai karakteristik dan klasifikasi anak yang memiliki
kelainan akademik yaitu tuna grahita, anak berbakat, serta anak kesulitan dalam
belajar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik anak tuna grahita?
2. Apa saja klasifikasi anak tuna grahita?
3. Bagaimana karakteristik anak berbakat?
4. Apa sajakah klasifikasi anak berbakat?
5. Bagaimana karakteristik anak kesulitan belajar?
6. Apa sajakah klasifikasi anak kesulitan belajar?

C. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Bagaimana karakteristik anak tuna grahita?
2. Apa saja klasifikasi anak tuna grahita?
3. Bagaimana karakteristik anak berbakat?
4. Apa sajakah klasifikasi anak berbakat?

1
5. Bagaimana karakteristik anak kesulitan belajar?
6. Apa sajakah klasifikasi anak kesulitan belajar?

D.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Karakteristik Anak Tuna Grahita


Anak tunagrahita adalah individu yang secara signifikan memiliki intelegensi
dibawah intelegensi normal. Menurut American Asociation on Mental Deficiency
mendefinisikan Tunagrahita sebagai suatu kelainan yang fungsi intelektual umumnya di
bawah rata- rata, yaitu IQ 84 ke bawah. Biasanya anak- anak tunagrahita akan
mengalami kesulitan dalam “Adaptive Behavior” atau penyesuaian perilaku. Hal ini
berarti anak tunagrahita tidak dapat mencapai kemandirian yang sesuai dengan ukuran
(standard) kemandirian dan tanggung jawab sosial anak normal yang lainnya dan juga
akan mengalami masalah dalam keterampilan akademik dan berkomunikasi dengan
kelompok usia sebaya.

1. Karakteristik umum
Berikut ini akan dikemukakan karakteristik anak tunagrahita secara umum
berdasarkan adaptasi dari James D. Page (Suhaeri, HN: 1979) sebagai berikut.
1) Akademik
Kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas, lebih-lebih
kapasitasnya mengenai hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar
dengan membeo (rote learning) dari pada dengan pengertian. Dari hari ke hari
mereka membuat kesalahan yang sama. Mereka cenderung menghindar dari
perbuatan berpikir. Mereka mengalami kesukaran memusatkan perhatian, dan
lapang minatnya sedikit. Mereka juga cenderung cepat lupa, sukar membuat
kreasi baru, serta rentang perhatiannya pendek.
2) Sosial/Emosional
Dalam pergaulan, anak tunagrahita tidak dapat mengurus diri, memelihara
dan memimpin diri. Ketika masih muda mereka harus dibantu terus karena
mereka mudah terperosok ke dalam tingkah laku yang kurang baik. Mereka
cenderung bergaul atau bermain bersama dengan anak yang lebih muda darinya.
Kehidupan penghayatannya terbatas. Mereka juga tidak mampu menyatakan
rasa bangga atau kagum. Mereka mempunyai kepribadian yang kurang dinamis,
mudah goyah, kurang menawan, dan tidak berpandangan luas. Mereka juga

3
mudah disugesti atau dipengaruhi sehingga tidak jarang dari mereka mudah
terperosok ke hal-hal yang tidak baik, seperti mencuri, merusak, dan
pelanggaran seksual. Namun, dibalik itu semua mereka menunjukkan ketekunan
dan rasa empati yang baik asalkan mereka mendapatkan layanan atau
perlakukan dan lingkungan yang kondusif.
3) Fisik/Kesehatan
Baik struktur maupun fungsi tubuh pada umumnya anak tunagrahita
kurang dari anak normal. Mereka baru dapat berjalan dan berbicara pada usia
yang lebih tua dari anak normal. Sikap dan gerakannya kurang indah, bahkan
diantaranya banyak yang mengalami cacat bicara. Pendengaran dan
penglihatannya banyak yang kurang sempurna. Kelainan ini bukan pada organ
tetapi pada pusat pengolahan di otak sehingga mereka melihat, tetapi tidak
memahami apa yang dilihatnya, mendengar, tetapi tidak memahami apa yang
didengarnya. Bagi anak tunagrahita yang berat dan sangat berat kurang
merasakan sakit, bau badan tidak enak, badannya tidak segar, tenaganya kurang
mempunyai daya tahan dan banyak yang meninggal pada usia muda. Mereka
mudah terserang penyakit karena keterbatasan dalam memelihara diri, serta
tidak memahami cara hidup sehat.
2. Karakteristik khusus
Berikut ini akan dikemukakan karakteristik anak tunagrahita menurut tingkat
ketunagrahitaannya.
1) Karakteristik Tunagrahita Ringan
Meskipun tidak dapat menyamai anak normal yang seusia dengannya,
mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Pada
usia 16 tahun atau lebih mereka dapat mempelajari bahan yang tingkat
kesukarannya sama dengan kelas 3 dan kelas 5 SD. Kematangan belajar
membaca baru dicapainya pada umur 9 tahun dan 12 tahun sesuai dengan berat
dan ringannya kelainan. Kecerdasannya berkembang dengan kecepatan antara
setengah dan tiga per empat kecepatan anak normal dan berhenti pada usia
muda. Perbendaharaan katanya terbatas, tetapi penguasaan bahasanya memadai
dalam situasi tertentu. Mereka dapat bergaul dan mempelajari pekerjaan yang
hanya memerlukan semi skilled. Sesudah dewasa banyak di antara mereka yang
mampu berdiri sendiri. Pada usia dewasa kecerdasannya mencapai tingkat usia
anak normal 9 dan 12 tahun.
4
2) Karakteristik Tunagrahita Sedang Anak tunagrahita
Sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaranpelajaran akademik.
Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak tunagrahita ringan.
Mereka berkomunikasi dengan beberapa kata. Mereka dapat membaca dan
menulis, seperti namanya sendiri, alamatnya, nama orang tuanya, dan lain-lain.
Mereka mengenal angka-angka tanpa pengertian. Namun demikian, mereka
masih memiliki potensi untuk mengurus diri sendiri. Mereka dapat dilatih untuk
mengerjakan sesuatu secara rutin, dapat dilatih berkawan, mengikuti kegiatan
dan menghargai hak milik orang lain. Sampai batas tertentu mereka selalu
membutuhkan pengawasan, pemeliharaan, dan bantuan orang lain. Tetapi
mereka dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya. Setelah dewasa
kecerdasan mereka tidak lebih dari anak normal usia 6 tahun. Mereka dapat
mengerjakan sesuatu dengan pengawasan.

3) Karakteristik Anak Tunagrahita Berat dan Sangat Berat


Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu
tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat
memelihara diri sendiri (makan, berpakaian, ke WC, dan sebagainya harus
dibantu). Mereka tidak dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya. Ia juga
tidak dapat bicara kalaupun bicara hanya mampu mengucapkan kata-kata atau
tanda sederhana saja. Kecerdasannya walaupun mencapai usia dewasa berkisar,
seperti anak normal usia paling tinggi 4 tahun. Untuk menjaga kestabilan fisik
dan kesehatannya mereka perlu diberikan kegiatan yang bermanfaat, seperti
mengampelas, memindahkan benda, mengisi karung dengan beras sampai
penuh.

4) Karakteristik/ciri-ciri pada masa perkembangan


Pengenalan ciri-ciri pada perkembangan ini penting artinya karena segera
dapat diketahui tanpa mendatangkan ahli terlebih dahulu. Beberapa ciri yang
dapat dijadikan indikator adanya kecurigaan berbeda dengan anak pada
umumnya menurut Triman Prasadio (1982) adalah sebagai berikut.
a. Masa Bayi
Walaupun saat ini sulit untuk segera membedakannya tetapi para ahli
mengemukakan bahwa ciri-ciri bayi tunagrahita adalah tampak mengantuk

5
saja, apatis, tidak pernah sadar, jarang menangis, kalau menangis terus
menerus, terlambat duduk, bicara, dan berjalan.
b. Masa Kanak-kanak
Pada masa ini anak tunagrahita sedang lebih mudah dikenal daripada
tunagrahita ringan. Oleh karena tunagrahita sedang mulai memperlihatkan
ciri-ciri klinis, seperti mongoloid, kepala besar, dan kepala kecil. Tetapi
anak tunagrahita ringan (yang lambat) memperlihatkan ciri-ciri: sukar mulai
dengan sesuatu, sukar untuk melanjutkan sesuatu, mengerjakan sesuatu
berulang-ulang, tetapi tidak ada variasi, tampak penglihatannya kosong,
melamun, ekspresi muka tanpa ada pengertian. Selanjutnya tunagrahita
ringan (yang cepat) memperlihatkan ciri-ciri: mereaksi cepat, tetapi tidak
tepat, tampak aktif sehingga memberi kesan bahwa anak ini pintar,
pemusatan perhatian sedikit, hyperactive, bermain dengan tangannya
sendiri, cepat bergerak tanpa dipikirkan terlebih dahulu.
c. Masa Sekolah
Masa ini merupakan masa yang penting diperhatikan karena biasanya
anak tunagrahita langsung masuk sekolah dan ada di kelas-kelas SD biasa.
Ciri-ciri yang mereka munculkan adalah sebagai berikut.
a) Adanya kesulitan belajar pada hampir semua mata pelajaran (membaca,
menulis, dan berhitung) Ia tidak dapat melihat perbedaan antara dua hal
yang mirip bentuknya ataupun ukurannya. Ia sukar membedakan arah
dan posisi, seperti huruf d dan b, n dan m, ikan dan kain. Ia juga sulit
atas perintah dan melokalisasi suara. Dapat disimpulkan bahwa anak
tunagrahita mengalami kelainan dalam persepsi, asosiasi, mengingat
kembali, kekurangmatangan motorik, dan gangguan koordinasi
sensomotorik.
b) Prestasi yang kurang Hal ini mulai tampak jelas bila ia mulai
menduduki kelas 4 SD karena di kelas tersebut mulai mempelajari
konsep abstrak. Biasanya mereka berprestasi biasa di kelas 1, 2, 3 SD.
c) Kebiasaan kerja yang tidak baik Biasanya kebiasaan ini muncul karena
mereka bingung dengan tugas yang ia rasakan sulit dan banyak. Reaksi
penolakan ini bermacammacam, seperti duduk diam sambil melamun,
mengganggu teman, memainkan alat tulis, sering menghapus
tulisannya, dan sering meninggalkan pekerjaan.
6
d) Perhatian yang mudah beralih Perhatian anak tunagrahita hanya
berlangsung sebentar. Ia mudah merasa lelah, bosan dan akhirnya
mengalihkan perhatiannya ke hal-hal yang lain. Ia mudah terangsang
oleh sesuatu yang ada di sekitarnya sehingga mengganggu anak lain.
e) Kemampuan motorik yang kurang Oleh karena kerusakan otak banyak,
anak tunagrahita mengalami gangguan motorik. Ia tidak dapat bergerak
dengan tepat, kaku, koordinasi motorik tidak baik. Kekurangan ini
dapat terlihat pada cara berjalan, lari, lompat, melempar, menulis,
memotong, dan pekerjaan lainnya.
f) Perkembangan bahasa yang jelek Hal ini terjadi karena perkembangan
bahasa yang miskin dan kekurangan kemampuan berkomunikasi
verbal, kurangnya perbendaharaan kata, dan kelemahan artikulasi.
Kekurangan ini semakin bertambah karena lingkungan tidak
merangsangnya untuk perkembangan bahasa atau adanya gangguan
emosi dari anak itu sendiri.
g) Kesulitan menyesuaikan diri. Manifestasi dari kesulitan tersebut adalah
adanya sikap agresif, acuh tak acuh, menarik diri, menerima secara
pasif atau tidak menaruh perhatian atas nasihat atau merasa tidak
dianggap oleh lingkungan.

d. Masa Puber
Perubahan yang dimiliki remaja tunagrahita sama halnya dengan
remaja biasa. Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi perkembangan
berpikir dan kepribadian berada di bawah usianya. Akibatnya ia mengalami
kesulitan dalam pergaulan dan mengendalikan diri. Setelah tamat sekolah ia
belum siap untuk bekerja, sedangkan ia tidak mungkin untuk melanjutkan
pendidikan. Akibatnya ia hanya tinggal diam di rumah yang pada akhirnya
ia merasa frustrasi. Kalau diterima bekerja, mereka bekerja sangat lamban,
dan tidak terarah. Hal ini tidak memenuhi tuntutan dunia usaha.

B. Klasifikasi Anak Tuna Grahita


Pengklasifikasian anak tunagrahita penting dilakukan untuk mempermudah guru
dalam menyusun program dan melaksanakan layanan pendidikan. Penting bagi Anda
untuk memahami bahwa pada anak tunagrahita terdapat perbedaan individual yang
variasinya sangat besar. Artinya, berada pada level usia (usia kalender dan usia mental)

7
yang hampir sama serta jenjang pendidikan yang sama, kenyataannya kemampuan
individu berbeda satu dengan lainnya. Dengan demikian, sudah barang tentu diperlukan
strategi dan program khusus yang disesuaikan dengan perbedaan individual tersebut.

Pengklasifikasian ini pun bermacam-macam sesuai dengan disiplin ilmu maupun


perubahan pandangan terhadap keberadaan anak tunagrahita. Klasifikasi anak
tunagrahita yang telah lama dikenal adalah debil, imbecile, dan idiot, sedangkan
klasifikasi yang dilakukan oleh kaum pendidik di Amerika adalah educable mentally
retarded (mampu didik), trainable mentally retarded (mampu latih) dan totally/custodial
dependent (mampu rawat). Pengelompokan yang telah disebutkan itu telah jarang
digunakan karena terlampau mempertimbangkan kemampuan akademik seseorang.

Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah yang dikemukakan oleh AAMD


(Hallahan, 1982: 43), sebagai berikut.
1. Mild mental retardation (tunagrahita ringan) IQ-nya 70–55.
2. Moderate mental retardation (tunagrahita sedang) IQ-nya 55–40 Severe mental
retardation (tunagrahita berat) IQ-nya 40 – 25.
3. Profound mental retardation (sangat berat) IQ-nya 25 ke bawah

Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai dengan PP 72 Tahun 1991
adalah sebagai berikut.
1. Tunagrahita ringan IQ-nya 50 - 70,
2. Tunagrahita sedang IQ-nya 30 - 50,
3. Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-nya kurang dari 30.

Berikut ini dilukiskan perkembangan seorang anak tunagrahita ringan dan


tunagrahita sedang (Adaptasi dari Kirk & Gallagher, 1986:121-122) Selain klasifikasi di
atas ada pula pengelompokan berdasarkan kelainan jasmani yang disebut tipe klinis.
Tipe-tipe klinis yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Down Syndrome (Mongoloid)
Anak tunagrahita jenis ini disebut demikian karena memiliki raut muka
menyerupai orang Mongol dengan mata sipit dan miring, lidah tebal suka menjulur
ke luar, telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang baik.

2. Kretin (Cebol)

8
Anak ini memperlihatkan ciri-ciri, seperti badan gemuk dan pendek, kaki dan
tangan pendek dan bengkok, kulit kering, tebal, dan keriput, rambut kering, lidah
dan bibir, kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi terlambat.

3. Hydrocephal
Anak ini memiliki ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan
pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang juling.

4. Microcephal
Anak ini memiliki ukuran kepala yang kecil.

5. Macrocephal
Memiliki ukuran kepala yang besar dari ukuran normal.

C. Karakteristik Anak Berbakat


Anak berbakat secara umum adalah “mereka yang karena memiliki kemampuan-
kemampuan yang unggul mampu memberikan prestasi yang tinggi”. Istilah yang sering
digunakan bagi anak-anak yang memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul atau
anak yang tingkat kecerdasannya di atas rata-rata anak normal, diantaranya adalah;
cerdas, cemerlang, superior, supernormal, berbakat, genius, gifted, gifted and talented,
dan super (Warnandi, 2008).
Biasanya seseorang disebut punya bakat apabila orang tersebut menghasilkan
karya, keterampilan, kemampuan, kapasitas dan sebagainya. Bakat (aptitude) diartikan
sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi (potensial ability) yang masih
perlu dikembangkan atau dilatih. Kemampuan (ability) adalah daya untuk melakukan
suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan menunjukan
bahwa suatu tindakan dapat di laksanakan sekarang, sedangkan bakat memerlukan
latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat di lakukan di masa yang akan datang
(Sutisna, n.d.).
Seorang anak berbakat secara potensial memiliki hal-hal sebagai berikut (Sutisna,
n.d.):
1) Kecakapan intelektual umum (memiliki intelligensi tinggi).
2) Mempunyai kecakapan akademik khusus (memiliki kecakapan dalam bidang bidang
seperti matematika, keilmuan, bahasa asing).

9
3) Kretif dan produktif dalam berpikir (mempunyai kemampuan yang tinggi untuk
menggali penemuan-penemuan baru, mengerjakan setiap pekerjaan dengan teliti dan
sungguh-sungguh atau hanya dengan ide-ide).
4) Cakap dalam kepemimpinan (mempunyai kemampuan yang tinggi untuk
menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan bersama).
Karakteristik anak berbakat menurut Terman yang diacu oleh Syamsuar Mochtar
(1992 : 20) adalah sebagai berikut: anak berbakat menonjol dalam kesiapan mental,
keinginan untuk belajar, daya konsentrasi diri yang besar, daya penalaran yang tinggi,
kemampuan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang baik, menunjukkan minat
yang setinggi- tingginya, mandiri dalam memberikan pertimbangan- pertimbangan, dan
dapat memberi jawaban tepat dan langsung (Berbakat, 1995).
Anak berbakat sebagai kelompok individu cenderung memiliki keunikan
karakteristik dan kebutuhan. Adapun karakteristik dan kebutuhannya di antaranya
sebagai berikut (Wahab & Pengantar, 2005):
1) Memiliki rentangan perhatian lama dikaitkan dengan suatu bidang akademik.
2) Memiliki pemahaman konsep, metode, dan terminologi tingkat lanjut untuk bidang
tertentu.
3) Mampu menerapkan konsep-konsep dari bidang-bidang tertentu ke kegiatan-
kegiatan dalam bidang lainnya.
4) Adanya keinginan mencurahkan sebagian besar waktu dan usahanya untuk mencapai
standar yang tinggi dalam suatu bidang akademik tertentu.
5) Adanya kemampuan kompetitif dalam bidang akademik tertentu dan motivasi untuk
berbuat yang terbia.
6) Kemampuan belajar cepat dalam bidang studi tertentu.
7) Memiliki keajegan dan dikendalikan oleh tujuan dalam bidang tertentu.
Anak yang berbakat juga memiliki karakteristik kognitifnya antara lain sebagai
berikut (Sutisna, n.d.):
1) Membutuhkan informasi yang lebih banyak.
2) Daya ingatnya istimewa.
3) Minat dan rasa ingin tahunya kuat.
4) Tingkat perkembangannya tinggi.
5) Kapasitas yang tinggi dalam melihat hubungan yang tak lazim dan berbeda dengan
menggunakan metafor dan analog.
6) Ide-idenya orisinil.
10
7) Intensitas (maksud/ tujuan) khusus dan terarah (berorientasi pada sasaran).

D. Klasifikasi Anak Berbakat


Dalam buku“Frames of Mind” anak berbakat diklasifikasikan menjadi beberapa
golongan yaitu sebagai berikut :
1. Linguistic Intelligence (Kecerdasan Bahasa)
Linguistic Intelligence adalah kemampuan untuk berpikir dalam bentuk
katakata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna
yang kompleks. Karakteristik yang biasanya dimiliki oleh seseorang dengan
kecerdasan linguistik baik antara lain :
1) Mendengar dan merespon setiap suara, ritme, warna dan berbagai ungkapan
kata,
2) Menirukan suara, bahasa, membaca dan menulis dari orang lain.
3) Belajar melalui menyimak, membaca, menulis dan berdiskusi.
4) Menghafal nama, tempat, dan tanggal dengan baik dan tepat,
5) Mengeja kata-kata dengan mudah dan cepat.
6) Menyukai pantun, puisi, anekdot, permainan kata dan lain-lain.

2. Logical-mathematical Intelligence (Kecerdasan Logika-Matematika)


Logical-mathematical Intelligence adalah kemampuan dalam menghitung,
mengukur, dan mempertimbangkan proposisi dan hipotesis, serta menyelesaikan
operasioperasi matematis. Karakteristik yang umumnya dimiliki seseorang dengan
kecerdasan logika-matematika seperti
1) Merasakan berbagai tujuan dan fungsi dari lingkungan.
2) Mengenal konsep-konsep yang bersifat kuantitas, waktu dan hubungan sebab
akibat.
3) Menghitung di luar kepala secara cepat dan menggunakan teknologi untuk
memecahkan masalah matematis.
4) Gemar melakukan uji coba, bereksperimen dan menciptakan model-model baru
atau memahami wawasan baru dalam ilmu pengetahuan alam atau matematika.

3. Visualspatial Intelligence (Kecerdasan Imajinasi)


Visualspatial Intelligence adalah kemampuan membayangkan hasil akhir,
membayangkan sesuatu. Karakteristik yang dimiliki seseorang dengan kecerdasan
visualspasial baik berupa :

11
1) Belajar melihat dan mengamati, mengenali wajah, benda, bentukbentuk, warna-
warna, detail dan pemandangan.
2) Mudah memahami gambar dan ilustrasi daripada teks atau tulisan.
3) Menikmati bentukan hasil tiga dimensi seperti origami, jembatan tiruan, rumah,
dan sebagainya.
4) Menggemari film, slide, foto, gambar, dan senang mencoret di atas kertas,

4. Bodily-kinesthetic Intelligence (Kecerdasan Kinestetik-tubuh)


Kecerdasan Kinestetik-tubuh adalah kemampuan menggunakan kecekatan
tubuh untuk mengatasi masalah, menghasilkan produk, menggerakkan objek dan
keterampilan fisik yang halus. Karakteristik yang umumnya dimiliki seseorang
dengan kecerdasan kinestetik berupa :
1) Menjelajahi lingkungan dan sasaran melalui sentukan dan gerakan,
2) Belajar lebih baik dengan langsung terlibat dan berpartisipasi, mengingat apa
yang telah dilakukan akan lebih baik daripada hanya berbocara atau
memperhatikan,
3) Menikmati secara konkrit dalam mempelajari pengalamanpengalaman seperti
perjalanan ke alam bebas, dll
4) Pintar dalam menirukan gerakan, kebiasaan, perilaku orang lain dan berakting,
menari, mengukir, dll.

5. Musical Intelligence (Kecerdasan Musikal)


Musical Intelligence adalah kemampuan untuk mengekspresikan diri lewat
lagu, mengerti dan memahami musik, menyanyi, dll. Karakteristik yang dimiliki
seseorang dengan kecerdasan musikal dalam bentuk:
1) Mendengarkan dan merespon dengan ketertaikan terhadap berbagai suara dan
bunyi.
2) Merespon terhadap musik secara kinestetik dengan cara
memimpin/mengkonduktor, memainkan, menciptakan atau berdansa secara
emosional melalui respon terhadap suasana hati dan tempo musik; secara
intelektual melalui diskusi dan analisa musik, dan secara estetik dengan
mengevaluasi dan menggali isi dan arti music.
3) Mengoleksi musik dan informasi mengenai musik dalam berbagai bentuk, baik
dalam bentuk rekaman dan cetakan, memainkan instrumen music.

12
4) Mengembangkan kemampuan menyanyi atau memainkan alat musik secara
otodidak atau bersama dengan orang lain,

6. Interpersonal Intelligence (Kecerdasan Interpersonal / Sosial)


Interpersonal Intelligence adalah kemampuan untuk bekerja sama dengan
orang lain secara efektif, kemampuan untuk berempati dan memahami orang lain.
Karakteristik yang umumya dimiliki orang dengan kecerdasan interpersonal dalam
bentuk :
1) Tidak terlalu terikat dengan orang tua (mandiri) dan dapat berinteraksi dengan
mudah dengan orang lain.
2) Mengetahui dan menggunakan cara-cara yang beragam dalam berhubungan
dengan orang lain.
3) Berpartisipasi dalam kegiatan kolaborasi dan menerima bermacam peran yang
perlu dilaksanakan dalam suatu usaha bersama.
4) Memahami dan berkomunikasi secara efektif, baik secara verbal maupun non-
verbal
5) Memiliki bakat sebagai pemimpin.

7. Intrapersonal Intelligence (Kecerdasan Intrapersonal)


Intrapersonal Intelligence adalah kemampuan menganalisa diri sendiri,
menggunakan perasaannya untuk membuat perencanaan dan tujuan. Karakteristik
yang biasanya dimiliki oleh seseorang dengan kecerdasan intrapersonal dalam
bentuk:
1) Memperlihatkan sikap bebas dan memiliki kemauan yang kuat.
2) Menemukan cara-cara dan jalan keluar untuk mengekspresikan perasaan dan
pemikirannya.
3) Termotivasi untuk mengidentifikasi dan memperjuangkan tujuannya.
4) Berusaha mencari dan memahami pengalaman sendiri serta mengekspresikan
perasaan dengan baik.

8. Naturalist Intelligence (Kecerdasan Naturalis)


Naturalist Intelligence adalah kecerdasan yang berkaitan dengan kepekaan
dalam mengapresiasi alam dan lingkungan sekitar. Di dalamnya mencakup pula
keterampilan mengenali berbagai kategori dan kemampuan menanam sesuatu,
memelihara, melatih binatang, mencintai bumi serta memeliharanya dan melindungi

13
sumbersumber alam. Karakteristik yang dimiliki orang dengan kecerdasan naturalis
adalah :
1) Akrab dengan binatang peliharaan.
2) Menikmati berjalan-jalan di alam terbuka.
3) Gemar berkebun, berada di dekat kebun dan menunjukkan kesadaran ekologi
yang tinggi.
4) Menikmati akuarium atau sistem kehidupan lainnya.
5) Menangkap serangga, daun-daunan dan benda alam lainnya.
6) Memahami topik mengenai sistem kehidupan.

9. Existential Intelligence (Kecerdasan Eksistensi)


Existential Intelligence adalah kemampuan yang berkaitan dengan kepekaan
dan kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan atas keberadaan
atau eksistensi manusia. Anak belajar sesuatu dengan melihat “gambaran besar”
dengan pertanyaan “Mengapa kita di sini?”, “Untuk apa kita di sini?”, “Bagaimana
posisiku dalam keluarga, sekolah dan kawan-kawan?”, dsb. Kecerdasan ini selalu
mencari koneksi-koneksi antar dunia dengan kebutuhan untuk belajar.

E. Karakteristik Anak Kesulitan Belajar


Setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedaan individu ini pulalah yang
menyebabkan perbedaan tingkah laku dikalangan anak didik. Siswa yang tidak dapat
belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar. Menurut
Djamarah (2002) bahwa gangguan yang menyebabkan seseorang mengalami kesulitan
belajar dapat berupa sindrom psikologis yang dapat berupa ketidakmampuan belajar
(learning disability). Sindrom berarti gejala yang muncul sebagai indikator adanya
ketidaknormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar anak. Kesulitan belajar
merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam
belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak
mengalami masalah kesulitan belajar. Gangguan belajar merupakan terjemahan dari
istilah Bahasa Inggris lerning disorder.

Hallahan dan Kauffman dalam Delphie (2006: 24) mengemukakan bahwa:


Kesulitan belajar spesifik yang terjadi berkaitan dengan faktor psikologis sehingga
mengganggu kelancaran berbahasa, saat berbicara, dan menulis, pada umumnya mereka

14
tidak mampu menjadi pendengar yang baik, untuk berpikir, untuk berbicara, membaca
dan menulis, mengeja huruf, bahkan perhitungan yang bersifat matematika. Kondisi
kelainan dapat disebabkan oleh perceptual handicaps, braininjury, minimal brain
dysfunction, dyslexia, and developmental`aphasia.(Sunarya et al., 2018)

Menurut Nathan istilah kesulitan belajar (learning disability) diberikan kepada


anak yang mengalami kegagalan dalam situasi pembelajaran tertentu. Dalam hal ini
belajar didefinisikan sebagai ”perubahan perilaku yang terjadi secara terus menerus yang
tidak diakibatkan oleh kelelahan atau penyakit” (dalam Cruickshank & Hallahan, 1975).
Maka setiap karakteristik yang bersifat individu merupakan hasil dari perpaduan
pengaruh-pengaruh lingkungan dan kondisi-kondisi genetika. Dengan demikian
variabelvariabel organismik, dan genetika sangat berpengaruh terhadap perilaku selama
lingkungan juga turut berpengaruh. Pengaruh organismik dan genetika memerlukan
adanya respon lingkungan yang efektif (Throne dalam Cruickshank & Hallahan, 1975).
Perubahan-perubahan dalam perilaku dan belajar setiap individu dapat terjadi melalui
manipulasi variabel lingkungan dan genetika pada situasi khusus dari suatu
perkembangan yang bersifat individu. Dengan demikian terhadap anak-anak dengan
hendaya kesulitan belajar (learning disability), tunagrahita (mentally retarded) dan
cerebral palsy mempunyai dampak terhadap kemampuan mengatasi kondisi-kondisi
lingkungan secara luar biasa yang berbeda dengan anak-anak normal. Jika inteligensi
didefinisikan secara operasional sebagai ”proses melalui pembelajarn terhadap anak yang
menggunakan sarana budaya dalam upaya untuk mengetahui dan melakukan manipulasi
lingkungan”, maka dapat dikatakan bahwa setiap perkembangan inteligensi secara
langsung berkaitan dengan dukungan yang berhubungan dengan azas keturunan
(genetika) dari perseorangan dan beberapa lingkungan tempat anak hidup. Perbedaan
lingkungan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap perkembangan inteligensi. Dan
secara relatif proporsi genetika dan lingkungan akan berbeda-beda pula hasilnya dalam
tes intelegensi.

F. Klasifikasi Anak Kesulitan Belajar


Menurut Kirk & Gallagher (1986) kesulitan belajar dapat dikelompokkan menjadi
dua kelompok besar yaitu:
1. Kesulitan Belajar yang Berhubungan dengan Perkembangan (Developmental
Learning Disabilities)

15
1) Perhatian (Attention Disorder) Anak dengan attention disorder akan merespon
pada berbagai stimulus yang banyak. Anak ini selalu bergerak, sering teralih
perhatiannya, tidak dapat mempertahankan perhatian yang cukup lama untuk
belajar dan tidak dapat mengarahkan perhatian secara utuh pada sesuatu hal.

2) Ingatan (Memory Disorder) Memory disorder adalah ketidakmampuan untuk


mengingat apa yang telah dilihat atau didengar ataupun dialami. Anak dengan
masalah memori visual dapat memiliki kesulitan dalam me-recall kata-kata yang
ditampilkan secara visual. Hal serupa juga dialami oleh anak dngan masalah
pada ingatan auditorinya yang mempengaruhi perkembangan bahasa lisannya.

3) Gangguan Persepsi Visual dan Motorik Anak-anak dengan gangguan persepsi


visual tidak dapat memahami rambu-rambu lalu lintas, tanda panah, kata-kata
yang tertulis, dan symbol visual yang lain. Mereka tidak dapat menangkap arti
dari sebuah gambar atau angka atau memiliki pemahaman akan dirinya.

4) Berpikir (Thinking Disorder) Thinking disorder adalah kesulitan dalam operasi


kognitif pada pemecahan masalah pembentukan konsep dan asosiasi. Thinking
disorder berhubungan dengan gangguan dalam berbahasa verbal.

5) Berbahasa (Language Disorder) Merupakan kesulitan belajar yang paling umum


dialami pada anak prasekolah. Biasanya anak-anak ini tidak berbicara atau
berespon dengan benar terhadap instruksi atau pernyataan verbal.

2. Kesulitan Belajar Akademik (Academic Learning Disabilities) Academic Learning


Disabilities adalah kondisi yang menghambat proses belajar yaitu dalam membaca,
mengeja, menulis, atau menghitung. Kegagalan tersebut meliputi keterampilan
dalam:
1) Membaca (Dyslexia) Kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia.
Kesulitan belajar membaca yang berat dinamakan aleksia. Disleksia atau
kesulitan membaca adalah kesulitan untuk memaknai simbol, huruf, dan angka
melalui persepsi visual dan auditoris. Adapun bentuk-bentuk kesulitan membaca
di antaranya berupa: - Penambahan (Addition) Menambahkan huruf pada suku
kata. Contoh: suruh disuruh, gula gulka, buku bukuku - Penghilangan
(Omission) Menghilangkan huruf pada suku kata. Contoh: kelapa lapa, kompor
kopor, kelas kela - Pembalikan kiri-kanan (Inversion) Membalikkan bentuk

16
huruf, kata, ataupun angka dengan arah arah terbalik kiri kanan. Contoh: buku
duku, palu lupa - Pembalikan atas-bawah (Reversal) Membalikkan bentuk
huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik atas-bawah. Contoh: m w, u n,
nana uaua, mama wawa, 2 5, 6 9. - Penggantian (Substitusi) Mengganti huruf
atau angka. Contoh: mega meja, nanas mamas, 3 8. Ada dua tipe disleksia, yaitu
dileksi audiotoris dan disleksia visual. - Gejala-gejalan disleksia audiotoris
sebagai berikut:

a. Kesulitan dalam diskriminasi audiotoris dan persepsi sehingga mengalami


kesulitan dalam analisis fonestik, contohnya anak tidak dapat membedakan
kata „kakak, katak, kapak‟.
b. Kesulitan analisis dan sintesis audiotoris, contohnya „ibu‟ tidak dapat
diuraikan menjadi „i-bu‟ atau problem sintesa „p-i-ta‟ menjadi „pita‟.
Gangguan ini dapat menyebabkan kesulitan membaca dan mengeja.
c. Kesulitan reaudiotoris bunyi atau kata. Jika diberi huruf tidak dapat
mengingat bunyi huruf atau kata tersebut, atau kalau melihat kata tidak
dapat mengungkapkannya walaupun mengerti arti kata tersebut.
d. Membaca dalam hati lebih baik dari pada membaca lisan. e) Kadang-
kadang disertai gangguan urutan audiotoris.
e. Anak cenderung melakukan aktivitas visual. - Gejala-gejala disleksia visual
adalah sebagai berikut: a) Tendensi terbalik, misalnya b dibaca d, p menjadi
g, u menjadi n, m menjadi w, dan sebagainya. b) Kesulitan diskriminasi,
mengacaukan huruf atau kata yang mirip. c) Kesulitan mengikuti dan
mengingat urutan visual. Jika diberi huruf cetak untuk menyusun kata
mengalami kesulitan, misalnya „ibu‟ menjadi ubi atau iub. d) Memori
visual terganggu. e) Kecepatan presepsi lambat. f) Kesulitan analisis dan
sintesis visual. g) Hasil tes membaca buruk. h) Biasanya lebih baik dalam
kemampuan aktivitas audiotori.

2) Menulis (Dysgraphia) Disgrafia adalah kesulitan seseorang dalam menulis,


terlepas dari kemampuannya untuk membaca. Kesulitan belajar menulis yang
berat disebut agrafia. Disgrafia disebabkan oleh faktor neurologis, yakni
gangguan pada otak kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan menulis.
Kelainan neurologis ini berwujud hambatan secara fisik, seperti tidak dapat
memegang pensil dengan mantap ataupun hasil tulisan tangan yang buruk. Anak

17
dengan gangguan disgrafia sejatinya mengalami kesulitan dalam
mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak otot secara otomatis saat
menulis huruf dan angka. Feldmen menyatakan bahwa ada beberapa ciri khusus
anak dengan gangguan disgrafia, antara lain:
a. Saat menulis, penggunaan huruf capital (besar) dan kecil masih tercampur.
b. Ukuran dan bentuk huruf pada tulisannya tidak proporsional.
c. Anak tampak harus berusaha keras saat mengomunikasikan suatu ide,
pengetahuan, ataupun pemahamannya lewat tulisan.
d. Sulit memegang pulpen ataupun pensil Caranya memegang alat tulis sering
terlalu dekat, bahkan hampir menempel dengan kertas.
e. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis. Jika tidak demikian, bisa
juga anak tersebut terlalu memerhatikan tangannya yang sedang menulis.
f. Penulisan tidak mengikuti alur garis yang tepat dan serta kurang
proporsional.
g. Tetap mengalami kesulitan sekalipun hanya diminta menyalin contoh
tulisan yang sudah ada.
3) Matematika/Berhitung (Dyscalculia) Kesulitan belajar berhitung disebut juga
diskakulia. Kesulitan belajar berhitung yang berat disebut akalkulia. Menurut
Abdurrahman (2010), diskakulia adalah gangguan belajar yang berpengaruh
terhadap kemampuan matematika. Seorang dengan diskakulia sering mengalami
kesulitan memecahkan masalah matematika serta konsep dasar aritmatika.
Diskalkulia juga dikenal dengan istilah math difficulty. Sebab, gejala ini
menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan
ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terjadi menjadi bentuk kesulitan
berhitung (counting) dan mengalkulasi (calculating).
a. Kemampuan dasar berhitung, terdiri atas: - Mengelompokkan
(classification), yaitu kemampuan mengelompokkan objek sesuai warna,
bentuk, maupun ukurannya. - Membandingkan (comparation), yaitu
kemampuan membandingkan ukuran atau kuantitas dari dua buah obyek. -
Mengurutkan (seriation), yaitu kemampuan membandingkan ukuran atau
kuantitas lebih dari dua buah objek. Pola pengurutannya sendiri bisa
dimulai dari yang paling minimal ke yang paling maksimal atau sebaliknya.
- Menyimbolkan (simbolization), yaitu kemampuan membuat simbol atas
kuantitas yang berupa angka bilangan (0-1-2-3-4-5-6-7-8-9) atau simbol
18
tanda operasi dari sebuah proses berhitung seperti tanda + (penjumlahan), --
(pengurangan), x (perkalian), atau ÷ (pembagian), < (kurang dari), > (lebih
dari), dan = (sama dengan) dan lain-lain. - Konservasi, yaitu kemampuan
memahami, mengingat, dan menggunakan suatu kaidah yang sama dalam
proses/operasi hitung yang memiliki kesamaan.
b. Kemampuan dalam menentukan nilai tempat.
c. Kemampuan melakukan operasi penjumlahan dengan atau tanpa teknik
menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam.
d. Kemampuan memahami konsep perkalian dan pembagian.
e. Kemampuan menjumlah dan mengurangi bilangan bulat.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak tuna grahita adalah individu yang secara signifikan memiliki intelegensi
dibawah intelegensi normal. Anak tunagrahita tidak dapat mencapai kemandirian yang
sesuai dengan ukuran (standard) kemandirian dan tanggung jawab sosial anak normal
yang lainnya dan juga akan mengalami masalah dalam keterampilan akademik dan
berkomunikasi dengan kelompok usia sebaya. Adapun karakteristik yang dimiliki
anak tuna grahitna, yaitu terbagi menjadi karakteristik umum dan khusus.
Pengklasifikasian anak tunagrahita penting dilakukan untuk mempermudah guru
dalam menyusun program dan melaksanakan layanan pendidikan. Penting bagi Anda
untuk memahami bahwa pada anak tunagrahita terdapat perbedaan individual yang
variasinya sangat besar. 

Anak berbakat secara umum adalah “mereka yang karena memiliki


kemampuan-kemampuan yang unggul mampu memberikan prestasi yang tinggi”.
Biasanya seseorang disebut punya bakat apabila orang tersebut menghasilkan karya,
keterampilan, kemampuan, kapasitas dan sebagainya. Bakat (aptitude) diartikan
sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi (potensial ability) yang masih
perlu dikembangkan atau dilatih. Dalam buku“Frames of Mind” anak berbakat
diklasifikasikan menjadi beberapa golongan yaitu kecerdasan bahasa, kecertasan
logika-matematika, kecerdasan imajinasi, kecerdasan kinestetik-tubuh, kecerdasan
musikal, kecerdasan interpersonal/sosial, kecerdasan interpersonal, kecerdasan
naturalis dan kecerdasan eksistensi.

Kesulitan belajar spesifik yang terjadi berkaitan dengan faktor psikologis


sehingga mengganggu kelancaran berbahasa, saat berbicara, dan menulis, pada
umumnya mereka tidak mampu menjadi pendengar yang baik, untuk berpikir, untuk
berbicara, membaca dan menulis, mengeja huruf, bahkan perhitungan yang bersifat
matematika. Menurut Kirk & Gallagher (1986) kesulitan belajar dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok besar yaitu kesulitan belajar yang berhubungan dengan
perkembangan dan kesulitan belajar akademik.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari banyak kekeliruan dan masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan dari semua pihak untuk
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun, untuk kelancaran pembuatan
makalah selanjutnya. Namun, kami berharap makalah kami bisa bermanfaat bagi kita
semua.

20
C.

21
DAFTAR PUSTAKA

Busono, M. (1995). Upaya Merangsang Kreativitas Anak Berbakat. Cakrawala Pendidikan,


85692.

Ghufron, M. N. & Rini Risnawita. (2015). KESULITAN BELAJAR PADA ANAK:


Identifikasi Faktor yang Berperan. 3(2), 298-299.

Hidayat, S. (2020). KIAT PENGEMBANGAN KECERDASAN INTELEKTUAL (OTAK)


ANAK DIDIK. Jurnal Inovasi Penelitian, 1(7), 1271-1280.

Sunarya, P. B., Irvan, M., & Dewi, D. P. (2018). Kajian Penanganan Terhadap Anak
Berkebutuhan Khusus. Jurnal Abadimas Adi Buana, 2(1), 11–19.
https://doi.org/10.36456/abadimas.v2.i1.a1617

Sunarya, P. B., Irvan, M., & Dewi, D. P. (2018). Kajian Penanganan Terhadap Anak
Berkebutuhan Khusus. Jurnal Abadimas Adi Buana, 2(1), 11–19.
https://doi.org/10.36456/abadimas.v2.i1.a1617

Ummai, F. V. (2017). Anak berbakat dan dunia pendidikan. SCHOULID: Indonesian Journal


of School Counseling, 2(2), 1-5.

Wididastuti, N. L. G. K. (2019). KARAKTERISTIK DAN MODEL LAYANAN


PENDIDIKAN BAGI ANAK BERKESULITAN BELAJAR. Jurnal Kajian Pendidikan
Widya Accarya FKIP Universitas Dwijendra, 2-5.

Yosiani, N. (2014). Relasi Karakteristik Anak Tunagrahita Dengan Pola Tata Ruang Belajar
Di Sekolah Luar Biasa. E-Journal Graduate Unpar, 1(2), 111–123.
http://journal.unpar.ac.id/index.php/unpargraduate/article/view/1207

22

Anda mungkin juga menyukai