Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH BINA PRIBADI DAN SOSIAL

Tentang

“Hakikat Anak Dengan Hambatan Emosi dan Perilaku”

Dosen Pengampu :

Dra. Fatmawati, M.Pd

Disusun oleh :

Defri Rahma Yanti 19003056

Mellyany Anjalina 19003075

Susan Komala Sari 19003108

PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat dan baik. Atas
rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Hakikat Anak Dengan Hambatan Emosi dan Perilaku”.tepat waktu. Makalah ini
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan dan memberikan
banyak inspirasi bagi seluruh pihak atau pembaca.

Kami menyadari sepenuhnya bahwasanya makalah ini masih sangatlah


jauh dari kata sempurna dan tak lepas juga dari kekurangan pengalaman dan
terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. Karena itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk membangun dari berbagai pihak guna membangun
kesempurnaan dan kemajuan pembelajaran seluruh teman sekalian.

Padang, Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I ....................................................................................Error! Bookmark not defined.
PENDAHULUAN ................................................................Error! Bookmark not defined.
a. Latar Belakang ..........................................................Error! Bookmark not defined.
b. Rumusan Masalah .....................................................Error! Bookmark not defined.
c. Tujuan Penulisan .......................................................Error! Bookmark not defined.
BAB II................................................................................................................................. 1
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 1
a) Pengertian Anak Dengan Hambatan Emosi dan Perilaku ....................................... 1
b) Mengidentifikasi Anak Dengan Hambatan Emosi dan Perilaku............................. 2
c) Karakteristik Anak Dengan Hambatan Emosi dan Perilaku ................................... 3
d) Faktor Penyebab Hambatan Emosi dan Perilaku .................................................... 4
e) Klasifikasi dan Jenis-jenis Anak Dengan Hambatan Emosi dan Perilaku .............. 7
f) Prevelensi Anak Dengan Hambatan Emosi dan Perilaku ....................................... 8
BAB III ............................................................................................................................... 9
PENUTUP .......................................................................................................................... 9
a) Kesimpulan ............................................................................................................. 9
b) Saran ....................................................................................................................... 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak dengan gangguan emosi dan perilaku yang telah terdeteksi biasanya
mendapatkan layanan pendidikan dan penanganan di sekolah luar biasa
bagian E (tunalaras), di sekolah-sekolah khusus, ataupun di sekolah-
sekolah inklusi. Namun persoalannya adalah apabila anak belum terdeteksi
memiliki gangguan emosi dan perilaku dan berada di sekolah dasar. Dalam
hal ini guru berperan sebagai penanggung jawab pendidikan di sekolah
termasuk menentukan metode dan teknik pembelajaran untuk mereka.
Metode dan teknik pembelajaran dihendaknya disesuaikan dengan
karakteristik khusus masing-masing anak. Apalagi untuk anak dengan
gangguan emosi dan perilaku memiliki sejumlah karakter akan
menghambat proses pembelajaran, bila tidak diperhitungkan dalam
pemberian pendidikan dan pembelajaran. Mengetahui kondisi awal
perilaku dan emosi anak sebelum melakukan pembelajaran akan lebih baik
bagi guru dalam melaksanakan layanan pendidikan bagi anak. Apabila
gangguan emosi dan perilaku pada anak belum terdeteksi dan tidak
dispesifikkan menjadi pertimbangan layanan pendidikan di sekolah dasar,
maka proses pendidikan sangat mungkin tidak sesuai bagi mereka dan
bahkan cenderung sulit, baik bagi guru sebagai pengelola materi maupun
bagi siswa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian hambatan emosi dan perilaku ?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi anak dengan hambatan emosi dan
perilaku ?
3. Apa saja karakteristik anak dengan hambatan emosi dan perilaku ?
4. Apa saja fakor penyebab hambatan emosi dan perilaku

iii
5. Apa saja klasifikasi dan jenis-jenis anak dengan hambatan emosi dan
perilaku ?
6. Berapa prevalensi anak dengan hambatan emosi dan perilaku ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian hambatan emosi dan perilaku
2. Untuk mengetahui bagaimana cara mengidentifikasi anak dengan
hambatan emosi dan perilaku
3. Untuk mengetahui karakteristik anak dengan hambatan emosi dan perilaku
4. Untuk mengetahui faktor penyebab hambatan emosi dan perilaku
5. Untuk mengetahui klasifikasi dan jenis-jenis anak dengan hambatan emosi
dan perilaku
6. Untuk mengetahui prevalensi anak dengan hambatan emosi dan perilaku

iv
BAB II

PEMBAHASAN

a) Pengertian Anak Dengan Hambatan Emosi dan Perilaku


Secara defenitif anak dengan gangguan emosi dan perilaku adalah anak
yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku
tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan
kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan
dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan
pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya
(ditjenPLB.com, 2006). Pendefenisian gangguan emosi dan perilaku
dimulai dari tiga ciri khas kondisi emosi dan perilaku yakni(1) tingkah
laku yang sangat ekstrim dan bukan hanya berbeda dengan tingkah laku
anak lainnya, (2) suatu masalah emosi dan perilaku kronik, yang tidak
muncul secara langsung, (3) tingkah laku yang tidak diharapkan oleh
lingkungan karena bertentangan denganharapan sosial dan kultural. Oleh
karena itu, gangguan emosi diuraikan sebagai kesulitan dalam penyesuaian
diri dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku
dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya,
sehingga merugikan dirinya maupun orang lain.
Sedangkan menurut Heward & Orlansky (1998) dalam Sunardi (1996)
mengatakan seseorang dikatakan mengalami gangguan perilaku apabila
memiliki satu atau lebih dari lima karakteristik berikut dalam kurun waktu
yang lama, yaitu :
a. Ketidakmampuan untuk belajar yang bukan disebabkan oleh faktor
intelektualitas, alat indra maupun kesehatan.
b. Ketidakmampuan untuk membangun atau memelihara kepuasan dalam
menjalin hubungan dengan teman sebaya dan pendidik.
c. Tipe perilaku yang tidak sesuai atau perasaan yang dibawah keadaan
normal.

1
d. Mudah terbawa suasana hati (emosi labil), ketidakbahagiaan, atau
depresi.
e. Kecenderungan untuk mengembangkan simtom-simtom fisik atau
ketakutan-ketakutan yang diasosiasikan dengan permasalahan-
permasalahan pribadi atau sekolah

b) Mengidentifikasi Anak Dengan Hambatan Emosi dan Perilaku


Istilah identifikasi secara harfiah dapat diartikan menemukan atau
menemukenali, identifikasi secara sederhana adalah proses menemukan
gejala kebutuhan khusus dari orang lain yang dekat dengan anak (Sunardi,
1996). Lebih lengkapnya identifikasi dimaksudkan sebagai suatu usaha
seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk
mengetahui apakah seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan
(fisik, intelektual, sosial, emosional/tingkah laku) dalam
pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya (anak-anak normal).
Identifikasi sangat penting dilakukan oleh guru di sekolah dasar
untuk menemukenali keberadaan anak dengan gangguan emosi dan
perilaku. Identifikasi juga menjadi kunci keberhasilan proses pendidikan
anak. Dalam program pendidikan, kegiatan identifikasi anak dengan
kebutuhan khusus memiliki lima fungsi, yaitu :
a. Penjaringan (Screening), yaitu menandai gejala anak dengan
gangguan emosi dan perilaku di lingkungan kelas atau sekolah
dengan menggunakan alat identifikasi yang telah ditetapkan,
sehingga akan dapat dibedakan antara anak dengan gangguan
emosi dan perilaku dengan siswa-siswa normal atau berkebutuhan
khusus lain.
b. Pengalihtanganan (referal), yaitu menetapkan apakah anak cukup
ditangani oleh guru di sekolah saja atau perlu melibatkan pihak
atau ahli yang berkompeten.
c. Klasifikasi, yaitu kegiatan memilah-milah mana anak dnegan
gangguan emosi dan perilaku yang memerlukan penanganan lebih

2
lanjut dan mana yang langsung dapat mengikuti pelayanan
pendidikan khusus di kelas reguler.
d. Perencanaan pembelajaran, yaitu penyusunan program
pembelajaran yang diindividualisasikan sesuai dengan jenis dan
tingkat anak dengan gangguan emosi dan perilaku hasil klasifikasi.
e. Pemantauan kemajuan belajar, untuk mengetahui keberhasilan
program pembelajaran dalam kurun waktu tertentu, serta
peninjauan atas kegagalan program serta beberapa aspek yang
berkaitan, seperti diagnosis yang tidak tepat, atau pelaksanaan
program yang perlu diperbaiki.

c) Karakteristik Anak Dengan Hambatan Emosi dan Perilaku


Hallahan & Kauffman (1988) menjelaskan tentang karakteristik
anak dengan gangguan perilaku dan emosi, sebagai berikut :
a. Intelegensi dan prestasi belajar
Beberapa ahli, seperti dikutip oleh Hallahan dan Kauffman,
1988. Menemukan bahwa anak-anak dengan gangguan ini
memiliki intelegensi di bawah normal (Sekitar 90) dan beberapa
diatas bright normal .
b. Karakteristik sosial dan emosi
Conduct disorder (gangguan perilaku)merupakan permasalahan
yang paling sering ditunjukkan oleh anak dengan gangguan emosi
atau perilaku. Perilaku-perilaku tersebut seperti: memukul,
berkelahi, mengejek, berteriak, menolak untuk menuruti
permintaan orang lain, menangis, merusak, dll. yang apabila terjadi
dengan frekuensi tinggi maka anak dapat dikatakan mengalami
gangguan. Anak normal lain mungkin juga melakukan perilaku-
perilaku tersebut tetapi tidak secara impulsif dan sesering anak
dengan conduct disorder
c. Immature, withdrawl behavior (internalizing)
Anak dengan gangguan ini,menunjukkan perilaku immature
(tidak matang atau kekanak-kanakan) dan menarik diri. Mereka

3
mengalami keterasingan sosial, hanya mempunyai beberapa orang
teman, jarang bermain dengan anak seusianya, dan kurang
memiliki keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk bersenang-
senang. Beberapa diantara mereka mengasingkan diri untuk
berkhayal atau melamun, merasakan ketakutan yang melampaui
keadaan sebenarnya, mengeluhkan rasa sakit yang sedkit dan
membiarkan “penyakit” mereka terlibat dalam aktivitas normal.
Ada diantara mereka mengalami regresi yaitu kembali pada tahap-
tahap awal perkembangan dan selalu meminta bantuan dan
perhatian, dan beberapa diantara mereka menjadi tertekan (depresi)
tanpa alasan yang jelas (Hallahan dan Kauffman, 1988)

d) Faktor Penyebab Hambatan Emosi dan Perilaku


Berbagai stressor psikososialseringkali dikaitkan dengan terjadinya
gangguan emosi dan perilaku pada anak dan remaja, seperti adanya
penyakit fisik, kekerasan dalam rumah tangga, hubungan dengan teman
sebaya, serta kemiskinan. Stressor psikososial tersebut mempengaruhi
proses perkembangan kognitif anak sehingga anak lebih memandang
negative lingkungan sekitar dan juga persepsi yang negative mengenai
dirinya. Berdasarkan uraian tersebut, faktor-faktor yang mempengaruhi
gangguan emosi dan perilaku pada anak dapat dikelompokkan menjadi
faktor bilogis, perkembangan kognitif, keluarga dan lingkungan.
a. Faktor biologis
Perubahan fisik ataupun biologis pada anak antara lain
perkembangan seks sekunder, pertambahan tinggi badan, perubahan
komposisi tubuh, perkembangan organ reproduksi, serta perubahan
komposisi tubuh, perkembangan organ reproduksi, serta perubahan
sistem sirkulasi dan sistem respirasi yang berhubungan dengan
stamina. Pada masa pubertas, remaja mengalami perubahan yang pesat
pada bagian-bagian tubuh tertentu, seperti bahu, lengan, pinggang dan
tungkai. Perubahan fisik yang cepat dan tiba-tiba membuat remaja
menjadi canggung, sensitive dan ketakutan terhadap perubahan tubuh

4
mereka. Hal ini menyebabkan remaja mengalami masalah dalam
menyesuaikan diri terhadap perubahan ukuran tubuh.
b. Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif adalah perkembangan mengenai proses
pikir, mengamati sehingga remaja memperoleh pengertian tentang
lingkungan. Cara berpikir yang membedakan remaja dengan masa
sebelumnya terbagi menjadi 5 karakteristik, yaitu
• mampu berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan yang telah
maupun yang akan terjadi
• berpikir dengan hipotesis
• berpikir jauh ke depan
• membuat rencana
• strategi yang tepat
• berpikir tanpa batas dan bersifat abstrak,misalnya tentang
politik, agama dll

berdasarkan karateristik diatas, terdapat perbedaan antara


proses berpikir pada masa remaja dan anak-anak. Cara berpikir
bertindak pada masa anak mempunyai pengaruh yang besar
terhadap perkembangannya di masa remaja. Remaja mampu
berpikir secara abstrak, emnggunakan prinsip logika dalam berpikir
teoritis, lebih konseptis, dan mampu membuat generalisasi.

c. Keluarga
Menurut Frick ada beberapa disfungsi keluarga yang berpengaruh
pada perkembangan anak yaitu penyesuaian orang tua,status
perkawinan dan proses sosialisasi. Penyesuaian orang tua dilihat dari 3
domain: depresi, penyalahgunaan obat-obatan, dan perilaku anti sosial
berpengaruh secara langsung pada anak lewat proses peniruan
sedangkan depresi berpengaruh secara tidak langsung lewat perubahan
sikap orang tua yang cenderung mengabaikan anak.

5
Situasi dan kepuasaan status perkawinan sering dianggap sebagai
dasar berfungsinya keluarga dengan baik. Secara langsung maupun
tidak langsung. hal ini memfasilitasi orang tua untuk berperan dengan
baik dan membentuk hubungan yang sehat dengan anak-anaknya.
Konflik antara pasangan akan memberi dampak yang negative pada
anak maupun orang tua. Anak-anak yang diasuh oleh pasangan yang
berkonflik dengan menunjukkan permusuhan dan perkelahian, akan
lebih agresif dan kasar dibandingkan anak lainnya.
d. Lingkungan
1. Lingkungan sekolah
Sekolah berperan penting dalam pembangunan karakter,
karena umumnya anak yang sudah bersekolah menghabiskan
waktu sekitar 7 jam di sekolahnya. Sering terjadi masalah dalam
sekolah kaena adanya imaturitas, yang disebabkan kesukaran
dalam pengalaman sebenarnya. Pengalaman negative di sekolah
juga beresiko menimbulkan gangguan perilaku pada anak .
kesulitan akademik, tekanan yang berlebihan dari orang tua,
serta respons guru yang kurang tepat terhadap perilaku dan
prestasi mereka yang rendah akan menimbulkan gangguan
perilaku pada anak.
2. Lingkungan teman sebaya
Anak-anak yang ditolak dan memiliki kualitas hubungan
yang rendah dengan teman sebaya cenderung menjadikan
agresivitas sebagai strategi dalam berinteraksi. Sementara, anak-
anak yang agresif dan memiliki perilaku anti sosial akan ditolak
oleh teman sebaya yang memiliki perilaku seperti mereka, yang
akan meningkatkan keparahan perilaku mereka.
e. Perkembangan teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami
kemajuan yang begitu pesat ditandai dengan kemajuan media
informasi dan teknologi, di mana Indonesia juga terlibat dalam

6
perkembangan tersebut. Kemajuan media informasi dan teknologi
sudah dirasakan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Hal ini
dikarenakan pengaksesan media informasi dan teknologi ini tergolong
sangat mudah atau terjangkau untuk berbagai kalangan, baik untuk
para kalangan muda sampai kalangan tua. Bahkan pada umunya, saat
ini anak-anak usia 5 tahun hingga 12 tahun yang menjadi pengguna
paling banyak dalam memanfaatkan kemajuan media informasi dan
teknologi pada saat ini.

e) Klasifikasi dan Jenis-jenis Anak Dengan Hambatan Emosi dan


Perilaku
Menurut Hewitt dan Jenkins, mengklasifikasikan anak tunalaras (Socially
Maldjusted Children) menjadi tiga kelompok yaitu:

a. Unsocialized Agresive Children, yaitu kelompok anak yang menunjukan


gejala-gejala: tidak menyenangi sikap ototitas, seperti guru, dan polisi.
Kebanyakan anak ini berasal dari keluarga broken home, tidak mendapat
kasih saying dan perhatian dari orang tuanya. Anak kelompok ini
kebanyakan lahir di luar perkawinan. Mereka tidak berkembang super
egonya, tidak dapat melakukan hubungan interpersonal secara positif.
Prilaku dan sikap mereka bersifat anti sosial, sering melakukan kekejaman,
kekerasan dan sadis.
b. Sosiallized Agresive Children, yaitu kelompok anak yang masih mampu
melakukan hubungan dan interaksi sosial pada kelompok yang terbatas,
seperti kelompoknya. Pada umumnya berasal dari keluarga broken home,
masa kecil mereka pernah memperoleh kasih sayang, tetapi masa
berikutny diabaikan, sehingga ia masih mampu melakukan hubungan dan
interaksi sosial secara terbatas, tetapi mereka membenci orang-orang yang
memiliki otoritas.
c. Maldjusted Children Kelompok anak ini sering juga disebut anak “over
inhibited”. Dengan karakteristik prilaku, seperti: penakut, pemalu, cemas,
penyendiri, sensitive, sulit melakukan interaksi sosial secara baik dengan

7
teman temannya, sangat ketergantungan, dan mengalami defresi. Pada
umumnya berasal dari keluarga yang mampu, dimana mereka terlalu
diperhatikan dan dimanjakan, sehingga kurang mampu untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang menuntut sesuatu dari seperti
tanggung jawab sosial, agama, budaya, dsb.

f) Prevelensi Anak Dengan Hambatan Emosi dan Perilaku


Kebanyakan tipe masalah yang dialami oleh siswa yang memerlukan pendidikan
khusus karena masalah penyimpangan tingkah laku dan emosional adalah mereka
yang tergolong tingkah laku externalizing yang ditandai dengan agresif atau
mengacau. Kebanyakan dari anak yang mengalami hal ini bukan tergolong anak
psikotis. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan berbanding 5 : 1 atau
lebih. Dapat dikatakan bahwa anak laki-laki cenderung lebih agresif dan
menunjukkan perilaku bermasalah daripada anak perempuan.

8
BAB III

PENUTUP

a) Kesimpulan

Anak dengan gangguan emosi dan perilaku adalah anak yang mengalami kesulitan
dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma
yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada
umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya
memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun
lingkungannya (ditjenPLB.com, 2006).

b) Saran
Dari makalah yang telah penulis buat, menyadari adanya kemungkinan terdapat
kesalahan dan kekurangan baik itu dari penulisan atau dari kata-katanya, penulis
mengharapkan adanya sumbangsih kritik dan saran dari para pembaca. yang
bersifat membangun guna penyesunan makalah berikutnya yang lebih baik lagi.

9
DAFTAR PUSTAKA

(ANISAH)Aina Mahabbati. “PENDIDIKAN INKLUSIF ANAK DENGAN


GANGGUAN EMOSI DAN PERILAKU (TUNALARAS).” Jurnal
Pendidikan Khusus, vol. 7, 2010, hal. 53–63.

ANISAH, ANI SITI. “Gangguan prilaku pada anak dan implikasinya terhadap
perkembangan anak usia sekolah dasar ani siti anisah.” Pendidikan Dasar,
vol. 1, no. 2, 2015,
http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jpsd/article/download/689/542.

Darmawan, Dani. “Definisi Remaja.” Journal of Chemical Information and


Modeling, vol. 53, no. 9, 2019, hal. 1689–99,
doi:10.1017/CBO9781107415324.004.

Desiningrum, Dinie Ratri. PSIKOLOGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS.


Cetakan Pe, Psikosain, 2016.

Mahabbati, Aini. “Identifikasi Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku di


Sekolah Dasar.” JURNAL PENDIDIKAN KHUSUS (JPK), vol. 2, no. 2,
2006, hal. 1–14.

10

Anda mungkin juga menyukai