Anda di halaman 1dari 19

PROSES PEMBELAJARAN PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

DENGAN HAMBATAN PERILAKU DAN EMOSI SERTA HIPERAKTIF

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pendidikan Inklusi
Dosen Pengampu: Rusdial Marta, M.Pd.

Oleh kelompok 7:
Afifah Fitria ramadhani 2086206007
Julia Putri 2086206043
Nurmaniati 2086206067
Putri Adilla 2086206151

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
BANGKINANG KOTA
2023
KATA PENGANTAR

Tiada kata yang terucap selain ucapan rasa syukur Alhamdulillah atas segala
nikmat dan anugerah yang telah diberikan oleh Allah SWT. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu tanpa pertolongannya, tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa makalah ini dapat diselesaikan dengan baik bukan
hanya perjuang penulis semata, tetapi juga berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk
itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, khususnya kepada
Dosen Pengampu Mata kuliah Pendidikan Inklusi yaitu Bapak Rusdial Marta, M.Pd
dengan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah membimbing kami
dalam pembuatan makalah ini. Semoga Allah SWT membalas setiap kebaikan yang
diberikan dengan sebaik-baiknya.

Penulis juga menyadari bahwa sebagai manusia biasa yang memiliki


keterbatasan, tentunya penulis tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.

Penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca Aamiin
ya rabbal’alamin

Bangkinang Kota, 17 Mei 2023

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3

A. Pengertian Tunalaras ................................................................................ 3


B. Faktor Anak Penyebab Tunalaras ............................................................. 4
C. Klasifikasi Anak Tunalaras ...................................................................... 5
D. Karakterstik Anak Tunalaras .................................................................... 6
E. Kebutuhan Pendidikan Anak Tunalaras ................................................... 8
F. Jenis-Jenis bagi layanan Anak Tunalaras ................................................. 8
G. Anak Hiperaktif dan Tunalaras................................................................. 12
H. Faktor Penyebab Anak Hiperaktif ............................................................ 13
I. Strategi Mengatasi Perilaku Anak Hiperaktif ........................................... 14

BAB III PENUTUP ............................................................................................ 15

A. Kesimpulan ............................................................................................... 15
B. Saran ......................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus salah satunya anak tuna laras adalah anak yang
mengalami gangguan emosi dan gangguan perilaku. Keadaan yang dialami oleh anak
tersebut dapat menimbulkan gangguan pada dirinya. Baik dikarenakan emosi yang di
alami terlalu kuat seperti misalnya rasa sedih atau emosi yang dapat menimbulkan
konflik misalnya terlalu sering marah- marah. Anak tuna laras memiliki karateristik
gangguan emosi dan perilaku yang seringkali berakibat pada penolakan lingkungan
terhadap mereka, termasuk lingkungan pendidikan. Namun demikian, pendidikan
inklusif justru bersifat terbuka dan akomodatif, terhadap anak tuna laras, termasuk
juga anak berkebutuhan khusus lainnya. Sifat akomodatif pendidikan inklusif.
sebagaimana disebut oleh Farrel, 2008 adalah merekrut semua tipe dan karakteristik
siswa menghindari setiap aspek negative dari label dan selalu melakukan check and
balance oleh seluruh stake holders. Hal itu membawa konsekuensi pada implementasi
layanan pendidikan pada anak tuna laras, terutama pada model pembelajaran di kelas.
Oleh karenanya guru kelas menjadi tokoh kunci dalam hal ini. Selain mampu
menerapkan asesmen pembelajaran dan melakukan kerja kolaboratif dengan guru
khusus, orangtua, atau pihak lain yang terkait, seorang guru seharusnya memiliki
keterampilan yang berhubungan dengan srategi intervensi perilaku tuna laras
misalnya dengan strategi positive behavioral support yang melibatkan seluruh anggota
kelas (co-teaching), serta menguasai classroom management untuk tetap menjaga
kelas pada koridor pembelajaran sekaligus mengakomodasi keberadaan anak tuna
laras di sana

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dari anak tunalaras?


2. Apa faktor penyebab anak tunalaras?
3. Bagaimana klasifikasi anak tunalaras?
4. Bagaimana Karakteristik anak tunalaras?
5. Bagaimana kebutuhan pendidikan anak tunalaras?
6. Bagaimana jenis-jenis layanan bagi anak tunalaras?

1
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari anak tunalaras


2. Untuk mengetahui faktor penyebab anak tunalaras
3. Untuk mengetahui klasifikasi anak tunalaras
4. Untuk mengetahui kebutuhan pendidikan anak tunalaras
5. Untuk mengetahui jenis-jenis layanan bagi anak tunalaras

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tuna Laras


Anak yang memiliki gangguan pada perilaku dan emosi dapat dilihat dari
karakteristik yang melekat yaitu terlalu banyak bergerak dan tidak mau diam, suka
melawan, sering mengusik dan menganggu, dan dibeberapa anak bahkan tidak suka
berinteraksi dengan orang lain dan suka menyendiri. Lebih anjut Menurut Anantasari,
(2006:) hiperaktif adalah suatu gangguan yang dialami oleh anak yang ditandai oleh
perilaku agresif, tidak dapat tenang, impulsif, temper tantrum, sulit memusatkan
perhatian, dan senang mencari perhatian dari orang lain. Bentuk anak yang memiliki
hambatan prilaku dan emosi biasanya dan lebih umum disebut dengan hiperaktif.
Hallahan dan Kauffman menemukan bahwa anak-anak dengan gangguan ini memiliki
inteligensi di bawah normal (sekitar 90) dan beberapa di atas bright normal (Hallahan
dkk, 1988).
Anak tunalaras atau anak dengan kelainan perilaku sosial (tunasosial) adalah
sebutan untuk individu yang terindikasi memiliki gangguan, hambatan atau
berkelainan dalam hal mengontrol emosi dan perilaku sehingga kurang mampu dalam
mematuhi sikap, norma, atau nilai sosial yang berlaku di lingkungan masyarakat pada
umumnya. Batasan umur anak tunalaras adalah antara umur 6 sampai 17 tahun
dengan karakteristik bahwa anak tersebut mengalami gangguan atau hambatan emosi
dan berkelainan tingkah laku.
Anak tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan emosi dan gangguan
dalam berinteraksi dengan teman sebayanya ataupun masyarakat sekitarnya. Anak
tunalaras juga mempunyai kebiasaan melanggar norma dan nilai kesusilaan maupun
sopan santun yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari, termasuk sopan santun dalam
berbicara maupun bersosialisasi dengan orang lain.
Anak tunalaras merupakan anak dengan hambatan, gangguan atau kelainan
tingkah laku dan emosi yang tidak dapat berinteraksi dan beradaptasi dengan baik
sehingga kurang dapat diterima oleh lingkungannya. Anak tunalaras atau anak
tunasosial adalah bentuk tingkah laku anak yang menunjukkan penentangan terhadap
norma-norma sosial masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu atau
menyakiti orang lain. Selain itu, anak tunalaras juga mempunyai kebiasaan melanggar

3
nilai kesusilaan maupun sopan santun yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari,
termasuk sopan santun dalam berbicara maupun bersosialisasi dengan orang lain.

B. Faktor Penyebab Anak Tuna Laras


Penyebab kentuna larasan menurut Sutjihati Somantri (2007: 143-147), meliputi:
1. Kondisi atau Keadaan Fisik
Masalah kondisi atau keadaan fisik kaitannya dengan masalah tingkah laku
disebabkan oleh disfungsi kelenjar endoktrin yang dapat mempengaruh itimbulnya
gangguan tingkah laku atau dengan kata lain kelenjar endoktrin berpengaruh
terhadap respon emosional seseorang. Disufungsi kelenjar endoktrin merupakan
salah satu penyebab timbulnya kejahatan. Kelenjar endoktrin ini mengeluarkan
hormon yang mempengaruhi tenaga seseorang Bila secara terus menerus
fungsinya mengalami gangguan, maka dapat berakibat terganggunya
perkembangan fisik dan mental seseorang, sehingga akan berpengaruh terhadap
perkembangan wataknya.
2. Masalah Perkembangan
Setiap memasuki fase perkembangan baru, individu dihadapkan pada
berbagai tantangan atau krisis emosi. Anak biasanya dapat mengatasi krisisemosi
ini jika dalam dirinya tumbuh kemampuan-kemampuan baru yang bersumber dari
adanya proses pematangan yang mengiringi perkembangan. Jika ego dapat
mengatasi krisis tersebut, maka akan terjadi perkembangan ego yang matang
sehingga individu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial atau
masyarakat. Sebaliknya jika individu tidak berhasil memecahkan masalah maka
akan menimbulkan gangguan emosi dan perilaku. Adapun ciri menonjol yang
terlihat pada masa kritis ini adalah sikap membangkang dan keras kepala.
3. Lingkungan Keluarga
Sebagai lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan anak, keluarga
memiliki pengaruh yang demikian penting dalam membentuk kepribadian anak.
Keluarga merupakan peletak dasar perasaan aman (emotional security) pada anak,
dalam keluarga pula anak memperoleh pengalaman pertama mengenal perasaan
dan sikap sosial. Lingkungan keluarga yang tidak mampu memberikan dasar
perasaan aman dan dasar untuk perkembangan sosial dapat tingkah laku pada
anak. Terdapat beberapa faktor dalam lingkungan keluarga yang berkaitan den
gan masalah gangguan emosi dan tingkah laku, diantaranya kasih sayang dan

4
perhatian, menyebabkan gangguan emosi dan keharmonisan keluarga dan kondisi
ekonomi.
4. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan tempat pendidikan yang kedua bagi anak setelah
keluarga. Sekolah tidak hanya bertanggung jawab terhadap bekal ilmu
pengetahuan, tetapi bertanggung jawab juga terhadap pembinaan kepribadian anak
didik sehingga menjadi seorang individu dewasa. Timbulnya gangguan tingkah
laku yang disebabkan lingkungan sekolah antara lain berasal dari guru sebagai
tenaga pelaksana pendidikan danfasilitas penunjang yang dibutuhkan anak didik.
Perilaku guru yang otoriter mengakibatkan anak merasa tertekan dan takut
menghadapi pelajaran. Anak lebih memilih bolos dan berkeluyuran pada jam
pelajaran. Sebaliknya sikap guru yang terlampau lemah dan membiarkan anak
didiknya tidak disiplin mengakibatkan anak didik berbuat sesuka hati dan berani
melakukan tindakan yang bertentangan dengan aturan.
5. Lingkungan Masyarakat
Di dalam lingkungan masyarakat juga terdapat banyak sumber yang
merupakan pengaruh negatif yang dapat memicu munculnya perilaku
menyimpang. Sikap masayarakat yang negatif ditambah banyak hiburanyang tidak
sesuai dengan perkembangan jiwa anak merupakan sumber terjadinya kelainan
tingkah laku. Selanjutnya konflik juga dapat timbul padadiri anak sendiri yang
disebabkan norma yang dianut di rumah atau keluarga bertentangan dengan norma
dan kenyataan yang ada dalam masyarakat.

C. Klasifikasi Anak Tuna Laras


Menurut jenis gangguan atau hambatan, tunalras dapat diklasifikasikan
sebagai berikut.
1. Gangguan Emosi; Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi
terwujud dalam tiga jenis perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat-cepat marah, dan
rileks-tertekan. Secara umum emosinya menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau
marah, rasa tertekan, dan merasa cemas.
2. Gangguan sosial; Anak ini mengalami gangguan atau merasa kurang senang
menghadapi pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan
hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah seperti sikap bermusuhan,
agresif, bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, berkelahi, merusak milik orang

5
lain dan sebagainaya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu
ketenteraman dan kebahagiaan orang lain.
Sementara itu ditinjau dari berat-ringannya kenakalan, tuna laras dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa jenis di bawah ini yaitu:
1. Besar kecilnya gangguan emosi, artinya semakin tinggi memiliki perasaan
negatif terhadap orang lain. Makin dalam rasa negatif semakin berat tingkat
kenakalan anak tersebut.
2. Frekuensi tindakan, artinya frekuensi tindakan semakin sering dan tidak
menunjukkan penyesalan terhadap perbuatan yang kurang baik semakin berat
kenakalannya
3. Berat ringannya pelanggaran yang dilakukan dapat diketahui dari sanksi
hukum.
4. Tempat/situasi kenakalan yang dilakukan artinya anak berani berbuat
kenakalan di masyarakat sudah menunjukkan berat, dibandingkan dengan
apabila di rumah.
5. Mudah sukarnya dipengaruhi untuk bertingkah laku baik. Para pendidikan atau
orang tua dapat mengetahui sejauh mana dengan segala cara memperbaiki
anak. Anak bandel dan keras kepala sukar mengikuti petunjuk termasuk
kelompok berat.
6. Tunggal atau ganda ketunaan yang dialami. Apabila seorang anak tunalaras
juga mempunyai ketunaan lain maka dia termasuk golongan berat dalam
pembinaannya.

D. Karakterstik Anak Tuna Laras


Menurut Hidayat, dkk (2013), perkembangan kognitif, kepribadian, emosi, dan
sosial anak tunalaras dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Perkembangan Kognitif
Anak tunalaras memiliki kecerdasan yang tidak berbeda dengan anak-
anak pada umumnya. Prestasi yang rendah di sekolah disebabkan mereka
kehilangan minat dan konsentrasi belajar karena masalah gangguan emosi yang
mereka alami. Kegagalan dalam belajar di sekolah sering kali menimbulkan
anggapan bahwa mereka memiliki intelegensi yang rendah. Kelemahan dalam
perkembangan kecerdasan ini justru yang menjadi penyebab timbulnya gangguan
tingkah laku. Masalah yang dihadapi anak dengan intelegensi rendah di sekolah
6
adalah ketidakmampuan untuk menyamai teman-temannya, padahal pada
dasarnya seorang anak tidak ingin berbeda dengan kelompoknya terutama yang
berkaitan dengan prestasi belajar.
2. Perkembangan Kepribadian
Kepribadian merupakan struktur yang unik, tidak ada dua individu yang
memiliki kepribadian sama. Para ahli mendefinisikan kepribadian sebagai suatu
organisasi yang dinamis pada sistem psikofisis individu yang turut menentukan
caranya yang unik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tingkah laku
yang ditampilkan orang ini erat sekali kaitannya dengan upaya pemenuhan
kebutuhan hidup. Konflik psikis dapat terjadi apabila terjadi benturan antara
usaha pemenuhan kebutuhan dengan norma sosial. Kegagalan dalam pemenuhan
kebutuhan dan penyelesaian konflik, dapat menjadikan stabilitas emosi
terganggu. Selanjutnya mendorong terjadinya perilaku menyimpang dan dapat
menimbulkan frustrasi pada diri individu.
3. Perkembangan Emosi
Terganggunya perkembangan emosi merupakan penyebab dari tingkah laku
anak tunalaras. Ciri yang menonjol pada mereka adalah kehidupan emosi yang
tidak stabil, ketidak mampuan mengekspresikan emosi secara tepat, dan
pengendalian diri yang kurang sehingga mereka sering kali menjadi sangat
emosional. Terganggunya kehidupan emosi ini terjadi sebagai akibat ketidak
berhasilan anak dalam melewati fase-fase perkembangan.
4. Perkembangan Sosial
Sebagaimana telah kita pahami bahwa anak tunalaras mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial dengan orang lain atau lingkungannya. Hal ini
tidak berarti bahwa mereka sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk
membentuk hubungan sosial dengan semua orang. Dalam banyak kejadian ternyata
mereka dapat menjalin hubungan sosial yang sangat erat dengan teman-temannya.
Anak tunalaras memiliki penghayatan yang keliru, baik terhadap dirinya sendiri
maupun terhadap lingkungan sosialnya. Mereka menganggap dirinya tidak berguna
bagi orang lain dan merasa tidak berperasaan. Oleh karena itu timbullah kesulitan
apabila akan menjalin hubungan dengan mereka

7
E. Kebutuhan Pendidikan Anak Tuna Laras
Kebutuhan pendidikan anak tuna laras diharapkan dapat mengatasi problem
perilaku anak tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka perlu dilakukan
hal-hal sebagai berikut:
1. Berusaha mengatasi segala masalah tingkah laku akibat kelainan dengan
menyesuaikan diri
2. lingkungan belajar maupun proses pembelajaran yang sesuai dengan kondisi
anak tuna laras.
3. Berusaha mengembangkan kemampuan fisik sebaik-baiknya mengembangkan
bakat dan kemampuan intelektualnya.
4. Memberi keterampilan khusus untuk bekal hidupnya
5. Memberi kesempatan sebaik-baiknya agar anak dapat menyesuaikan
diridengan baik terhadap lingkungan atau terhadap norma-norma hidup
dimasyarakat.
6. Memberi rasa aman, agar mereka memiliki rasa percaya diri dan mereka
merasa tidak tersia-siakan oleh lingkungan sekitarnya
7. Menciptakan suasana yang tidak menambah rasa rendah diri rasa

F. Jenis-Jenis Layanan bagi Anak Tuna Laras


Dalam jenis-jenis layanan ini akan dikemukakan beberapa hal, seperti berikut:
1. Mengurangi atau Menghilangkan Kondisi yang Tidak Menguntungkan yang
Menimbulkan atau Menambah Adanya Gangguan Perilaku
Adapun kondisi yang tidak menguntungkan itu adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan fisik yang kurang memenuhi persyaratan, seperti bangunan sekolah
dan fasilitas yang tidak memadai, seperti ukuran kelas yang kecil dan sanitasi
yang buruk. Tidak jarang hal ini akan menjadikan anakmerasa bosan dan tidak
betah berada di sekolah.
b. Disiplin sekolah yang kaku dan tidak konsisten, seperti peraturan sekolah yang
memberi hukuman tanpa memperhatikan berat dan ringannya pelanggaran
siswa. Keadaan ini akan membuat anak merasa tidak puas terhadap sekolah
c. Guru yang tidak simpatik sehingga situasi belajar tidak menarik akibatnya,
murid sering membolos berkeliaran di luar sekolah pada jam jam belajar,
kadang-kadang digunakan untuk merokok, tawuran, dan lain-lain

8
d. Kurikulum yang digunakan tidak berdasarkan kebutuhan anak.Akibatnya, anak
harus mengikuti kurikulum bagi semua anak walaupunhal itu tidak sesuai
dengan bakatnya.e.
e. Metode dan teknik mengajar yang kurang mengaktifkan anak
dapatmengakibatkan anak bosan dan merasa lelah
2. Menentukan Model-Model dan Teknik Pendekatan
a. Model Pendekatan
Kauffman (1985) mengemukakan jenis-jenis model pendekatan kepadaanak
tuna laras sebagai berikut:
1). Model biogenetik
Model ini dipilih berdasarkan asumsi bahwa gangguan perilaku
disebabkan oleh kecacatan genetik atau biokimiawi sehingga
penyembuhannya ditekankan pada pengobatan, diet, olahraga, operasi,atau
mengubah lingkungan
2). Model behavioral (tingkah laku)
Model ini mempunyai asumsi bahwa gangguan emosi merupakan
indikasi ketidak mampuan menyesuaikan diri yang terbentuk, bertahan,dan
mungkin berkembang karena berinteraksi dengan lingkungan, baik di
sekolah maupun di rumah. Oleh karena itu, penanganannya tidak hanya
ditujukan kepada anak, tetapi pada lingkungan tempa tanak belajar dan
tinggal
3). Model psikodinamika
Model ini berpandangan bahwa perilaku yang menyimpang atau
gangguan emosi disebabkan oleh gangguan atau hambatan yang terjadi
dalam proses perkembangan kepribadian karena berbagai faktor sehingga
kemampuan yang diharapkan sesuai dengan usianya terganggu. Ada juga
yang mengatakan adanya konflik batin yang tidak teratasi. Oleh karena itu,
untuk mengatasi gangguan perilaku itu dapat diadakan pengajaran
psikoedukasional, yaitu menggabungkan usaha membantu anak dalam
mengekspresikan dan mengendalikan perasaannya
4). Model ekologis
Model ini menganggap bahwa kehidupan ini terjadi karena adanya
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Gangguan perilaku terjadi
karena adanya disfungsi antara anak dengan lingkungannya. Oleh karena
9
itu, model ini menghendaki dalam memperbaiki problem perilaku agar
mengupayakan interaksi yang baik antara anak tentang lingkungannya,
misalnya dengan mengubah persepsi orang dewasatentang anak atau
memodifikasi persepsi anak dengan lingkungannya
b. Teknik pendekatan
Beberapa teknik pendekatan yang digunakan dalam mengatasi masalah
perilaku, diantaranya adalah sebagai berikut:
1). Perawatan dengan obatKavale dan Nye (1984) mengemukakan bahwa
obat-obatan dapat mengurangi atau menghilangkan gangguan perilaku,
seperti adanya perbaikan perhatian, hasil belajar dan nilai tes yang baik,
serta anak hiperaktif menuju ke arah perbaikan
2). Modifikasi perilaku
Salah satu teknik yang banyak dilakukan untuk mendorong perilaku
prososial dan mengurangi perilaku antisosial adalah penyesuaian perilaku
melalui operant conditioning dan task analysis (analisistugas). Dengan
operant conditioning kita mengendalikan stimulusyang mengikuti respons.
Misalnya, seorang anak kecil mengisap ibu jari jika menonton TV. Orang
tua mematikan TV selagi ibu jari dimulut anak dan menyalakan TV jika ia
tidak mengisap ibu jarinya
3). Strategi psikodinamika
Tujuan utama pendekatan psikodinamika adalah membantu anak
menjadi sadar akan kebutuhannya, keinginan, dan kekuatannya sendiri.
Penganjur strategi ini menyarankan agar dilakukan evaluasi diagnostik,
perawatan, pengambilan keputusan, dan prosedur psikiatrik. Mereka
melihat bahwa perilaku maladaptive adalah pertanda konflik jiwa. Mereka
percaya bahwa penyingkiran suatu gejala tanpa menghilangkan
penyebabnya hanya menyebabkan penggantian dengan gejala lainnya
4). Strategi ekologi
Pendukung teknik, mengasumsikan bahwa dengan diciptakannya
lingkungan yang baik maka perilaku anak akan baik pula.
c. Tempat Layanan
Tempat layanan pendidikan bagi anak yang mengalami gangguan perilaku
adalah ditempatkan di sekolah khusus dan ada pula yangdimasukkan dalam
kelas-kelas biasa yaitu belajar bersama-sama dengananak normal.
10
Berikut ini akan dikemukakan macam-macam tempat pendidikan anak
tuna laras:
1). Tempat khusus
Tempat ini dikenal dengan Sekolah Luar Biasa Anak Tuna laras
(SLB-E). Sama halnya dengan sekolah luar biasa yang lain SLB-E
memiliki kurikulum dan struktur pelaksanaannya yang disesuaikan
dengan keadaan anak tuna laras. Anak yang diterima pada lembaga
khusus ini biasanya anak yang mengalami gangguan perilaku yang sedang
dan berat. Maksudnya perilaku anak telah mengarah pada tindakan
criminal dan sangat mengganggu lingkungannya
2). Tempat integrasi (terpadu)
Dari banyak jenis anak tuna laras, ada 3 jenis, yaitu hiperaktif,
distraktibilitas, dan impulsitas yang kemungkinan banyak dijumpai
disekolah biasa (umum), di mana mereka belajar bersama-sama dengan
anak normal. Oleh sebab itu, pada uraian berikut akan dikemukakan hal-
hal yang berkaitan dengan layanan terhadap anak-anak tersebut
a. Hiperaktif
Berdasarkan klasifikasi dan karakteristik yang dikemukakan
oleh Quay (Astati: 2000), hiperaktif termasuk dalam dimensi anak
yang bertingkah laku kacau (conduct disorder). Ciri-ciri anak
hiperaktif adalah sebagai berikut:
1). Gerakannya terlalu aktif, tidak bertujuan, tak mau diam sepanjang
hari, bahkan waktu tidur ada yang melakukan gerakan di luar
kesadaran
2). Suka mengacau teman-teman sebayanya, dalam bertindak hanya
menurutkan kata hatinya sendiri, dan mudah tersinggung
3). Sulit memperhatikan dengan baik
b. Distrakbilitas
Distrakbilitas merupakan gangguan dalam perhatian pada
stimulus yang relevan secara efisien.

Ada 3 distrakbilitas, seperti yang diuraikan berikut ini:


1) Short attention span dan frequent attention shifts, yaitu
ketidakmampuan memusatkan perhatian dalam waktu yang

11
relative lama dan terlalu sering berpindah perhatian dari satu
objek ke objek yang lain.
2) Underselection attention, yaitu ketidakmampuan membedakan
antara stimulus yang relevan yang harus diperhatikan dan
stimulus yang tidak relevan yang harus diabaikan.
3) Overselective attention, yaitu terlalu selektif dalam memberi
perhatian sehingga hal-hal yang sebenarnya relevan menjadi
tertinggal. Anak ini tidak mampu mengadakan generalisasi
karena ia hanya mampu mengambil rentangan informasi yang
terlalu kecil
c. Impulsivitas
Seseorang dikatakan impulsif jika cenderung mengikuti kemauan
hatinya dan terbiasa bereaksi cepat tanpa berpikir panjang dalam situasi
sosial maupun tugas-tugas akademik. Impulsif dapat disebabkan oleh
faktor keturunan, cemas, faktor budaya, disfungsi saraf, perilaku yang
dipelajari dari lingkungan, dan sebagainya dan juga karena faktor ego
dan super ego tidak berkembang. Hal ini terjadi karena salah asuh atau
karena adanya trauma dalam kehidupannya

G. Anak Hiperaktif dan Tunalaras


Seringkali anak yang hiperaktif disamakan dengan anak tunalaras padalah
pada maknanya berbeda yang mana sama-sama menunjukan beberapa gejala yang
serupa akan tetapi itensitas yang berbeda. Lebih lanjut Hermawan mengungkapkan
bahwa anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan yang disebabkan
oleh tidak berfungsi baiknya neorologis dengan gejala yang paling utama dan
umum terlihat yaitu gangguan dalam memusatkan perhatian (Zaviera, 2012:14).
Senada dengan pendapat Soleh bahwa anak memiliki kecenderungan pada inatensi,
hiperaktivitas, dan impulsivitasnya (Latief, Zubaidah, Zulkhairina, & Afandi,
2013:288). Lebih lanjut yang dimaksud dengan anak hiperaktif adalah anak yang
mengalami kesulitan dalam kosentrasi, sulit dalam memfokuskan perhatian,
memiliki itensitas bergerak yang besar dan tidak mau serta susah dalam mengikuti
perintah (Suharmini, 2005:8). Sedangkan anak tunalaras merupakan anak yang
memiliki gannguan serta hambatan dalam pengendalian emosi seta kontrol sosial.
Hambatan dalam pengontrolan sosial ini akan berakibat pada prilaku yang
12
menyimpang dalam kegiatan sosial. Berdasarkan paparan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa anak tunalaras dan hiperktif tidaklah sama. Pada segi
eksistensinya tunalaras dan hiperaktif memiliki makna yang berbeda. Kenakalan
anak yang berlangsung hingga anak dewasa adalah hal yang melatarbelakangi anak
yang memiliki gangguan tunalaras. Hiperaktif pun dapat terus berkembang sampai
dewasa apabila lingkungan seperti orang tua tidak memperhatikan serta
menanggulangi permasalahan anak yang hiperaktif. Sehingga untuk anak hiperaktif
dan tunalaras haruslah diberikan pola asuh dan penanganan yang sesuai. Pola asuh
serta dukungan yang positif dari lingkungan dapat meminimalisir penyimpangan-
penyimpangan pada anak.

H. Faktor Penyebab Anak Hiperaktif


Seperti disebutkan di atas, anak hiperaktif sering membuat kesal teman dalam
beraktivitas, tidak bisa berlama-lama di satu tempat, dan seringkali dicap sebagai
anak yang nakal. Munculnya perilaku hiperaktif berasal dari: 1) Mereka adalah
anak-anak dengan hiperaktif: anak-anak dengan hiperaktif atau lebih defisit atau
kurangnya perhatian motivasi gangguan yang kurangnya diperhatikan oleh
lingkungannya. Hiperaktif pada anak disebabkan oleh faktor psikilogis dan
prilaku anak, serta penyebab lainnya yaitu kurangan iteraksi anak dengan
sosialnya (Zaviera, 2012:44). 2) Anak hiperaktif dikarenakan hiperkinetik, yang
merupakan penyakit masa kanak-kanak. Muncul pada tahap awal perkembangan
(hingga 7 tahun). Karakteristik utama tahun) adalah kurangnya perhatian,
hiperaktif dan impulsif. Karakteristik perilaku ini akan mempengaruhi berbagai
kondisi kehidupan dan berlanjut hingga dewasa. 3) Klinik Pusat Pengembangan
Empati Jakarta menemukan bahwasanya penyebab terjadinya penyakit hiperaktif
pada anak dikarenakan oleh faktor-faktor medis yang berupa kerusakan kecil
pada syaraf-syaraf otak, infeksi dan keracunan dan penyakitpenyakit bawaan
(Zaviera, 2012:45). 4) Penyebab lain dari hiperaktif ialah termasuk emosi bawaan
individu, lingkungan yang tidak baik, disfungsi otak dan epilepsi, serta penyakit
pada otak anak, persalinan parah atau stroke yang disebabkan oleh cedera kepala,
infeksi, keracunan, pola makan yang buruk dan alergi makanan. Hal ini
mengakibatkan anak teralihkan dari segala aspek kehidupan, terutama dalam
kehidupan keluarga.

13
I. Strategi Mengatasi Perilaku Anak Hiperaktif
Haruslah ada usaha dalam mengubah perilaku hiperaktif menjadi aktif, dan
untuk perilaku hiperaktif anak tunagrahita, terdapat teori mengubah prilaku yang
baik, yang disebut “modifikasi perilaku” oleh Mukhtar Latif, dan metode dan
metode pengobatan tradisional adalah dijadikan alternatif untuk mengatasi masalah
anak hiperaktif yang meningkat (Rozie, Safitri, Haryani, & Samarinda, 2019). Oleh
karena itu, kedua metode ini dapat digunakan untuk membantu mengatasi
hiperaktif anak usia dini. Strategi-strategi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Strategi konvensional.
Strategi tradisional merupakan strategi yang biasa digunakan yang biasanya
bisa digunakan siapa saja ketika berhadapan dengan anak hiperaktif, seperti
orang tua saat anak hiperaktif berinteraksi, guru saat anak belajar, atau
kelompok masyarakat lainnya:
a. Mulai kegiatan pembelajaran dengan aktivitas yang energy, seperti olahraga
dan menyanyi.
b. Jauhkan dan tutupi benda yang bahaya serta menarik perhatian anak.
c. Beri anak melukis dan kegiatan lainnya, asalkan bahan pewarna aman dan
tidak beracun.
d. Selalu menjelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada anak hiperaktif,
termasuk jenis kegiatan, waktu pengerjaan dan contoh hasil kegiatan, tetapi
anak selalu melakukan kegiatan di bawah pengawasan guru ketika ia
berada.
2. Terapi
Strategi ini juga dapat digunakan untuk memfokuskan perhatian anak melalui
pengobatan. Cara ini merupakan cara untuk meredam emosi dan perasaan anak.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak tuna laras merupakan anak dengan hambatan, gangguan atau kelainan tingkah
laku dan emosi yang tidak dapat berinteraksi dan beradaptasi dengan baik sehingga
kurang dapat diterima oleh lingkungannya. Anak tunalaras atau anak tuna sosial adalah
bentuk tingkah laku anak yang menunjukkan penentangan terhadap norma-norma sosial
masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu atau menyakiti orang lain.
Faktor penyebab anak tuna laras diantaranya adalah kondisi atau keadaan fisik, masalah
perkembangan, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat
Klasifikasi anak tuna laras juga beraneka ragam, seperti berikut ini klasifikasi anak tuna
laras yang berisiko tinggi adalah hyperactive, agresif, pembangkang, dan lain-lain serta
ada yang berisiko rendah adalah autisme dan skizofreni, anak bahagia melihat api, sering
meninggalkan rumah, dan lain-lain.
Kebutuhan pendidikan anak tuna laras dapat dipenuhi dengan cara menatalingkungan
sekolah yang kondusif, agar anak tidak berkembang ke arah tunalaras dan kegagalan
akademik. Lingkungan yang menyenangkan, tidak membosankan, harmonis dalam
hubungan, penuh perhatian, menerima apaadanya dan terbuka, serta teladan yang baik
akan mengantarkan anak untuk mencapai keberhasilan pendidikannya.
Pelayanan untuk anak tuna laras dapat dilakukan dengan teknik penyembuhan dan
program pendidikan berdasarkan pada berbagai model, diantaranya adalah model
biogenetik, model behavioral, psikodinamika, dan model ekologis.

B. Saran
Penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu,
besar harapan penulis kepada pembaca untuk mengkritisi makalah ini, baik dari segi isi
maupun dari segi penulisan makalah. Selanjutnya, mudah-mudahan makalah ini dapat
dimanfaatkan oleh semua pembaca. Atas kritik dan saran dari pembaca, penulis
ucapkan terimakasih.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/36909676/MAKALAH_ANAK_BERKEBUTUHAN_KHUSU
S_TUNA_LARAS
https://www.kajianpustaka.com/2022/05/anak-tunalaras.html
https://gurubagi.com/faktor-penyebab-tunalaras-anak-berkebutuhan-khusus-dan-ciri-
cirinya/
https://serupa.id/tunalaras-pengertian-ciri-karakteristik-klasifikasi-penyebab-dll/

16

Anda mungkin juga menyukai