Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


PDGK4407
MODUL 4 PENDIDIKAN ANAK TUNANETRA

Disusun oleh :

Nama : Devi Rozaelis Juhaeri  ( 857474963 )


Shinta Kania Ariani ( 857471137 )
Sri Damayanti Supardi ( 857469646 )
Tati Iswanti ( 857467373 )
Wulan Atikaharni ( 857470816 )

Program Studi : 119/PGSD-B1


Pokjar : Cimahi

UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH 24 BANDUNG


UNIVERSITAS TERBUKA
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
Dampak Ketunanetraan terhadap Kehidupan Seseorang.

Makalah ilmiah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Cimahi, April 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................


A. LATAR BELAKANG .............................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH .............................................................................................
C. TUJUAN .............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................


A. PENGERTIAN TUNANETRA.....................................................................................
B. KLASIFIKASI TUNANETRA.....................................................................................
1. Berdasarkan saat terjadinya ketunanetraan.........................................................
2. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan.........................................................
3. Berdasarkan pada pemeriksaan klinis...................................................................
4. Berdasarkan adaptasi pendidikan..........................................................................
5. Berdasarkan pada kelainan-kelainan yang terjadi pada mata...........................
C. PENYEBAB TERJADINYA TUNANETRA..............................................................
1. Prenatal.....................................................................................................................
2. Postnatal....................................................................................................................
3. Penyakit yang dapat menimbutkan tunanetra......................................................
4. Pecegahan Terjadinya Ketunanetraan..................................................................
5. Dampak Ketunanetraan thd kehidupan seseorang..............................................
D. KARAKTERISTIK ANAK TUNANETRA................................................................
1. Fisik (Physical)...........................................................................................................
2. Perilaku.......................................................................................................................
3. Karakteristik Anak Tunanetra Dalam Aspek Akademis.......................................
4. Psikis............................................................................................................................
E. PENCEGAHAN TERJADINYA TUNANETRA........................................................
1. Pencegahan secara medis..........................................................................................
2. Pencegahan secara social...........................................................................................
3. Pencegahan secara edukatif......................................................................................
F. KEBUTUHAN DAN LAYANAN PENDIDIKAN BAGI ANAK TUNANETRA....
1. Kebutuhan Pendidikan..............................................................................................
2. Layanan Pendidikan bagi Anak Tunanetra............................................................
ii
BAB III PENUTUP..............................................................................................................
A. KESIMPULAN................................................................................................................
B. SARAN.............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam memahami anak berkebutuhan khusus atau anak luara biasa, sangat diperlukan
adanya pemahaman mengenai jenis-jenis kecacatan (anak berkebutuhan khusus) dan
akibat-akibat yang terjadi pada penderita. Tidak setiap anak yang dilahirkan di dunia
ini selalu mengalami perkembangan normal.

Anak berkebutuhan khusus disebut sebagai anak yang cacat dikarenakan mereka
termasuk anak yang pertumbuhan dan perkembangannya mengalami penyimpangan
atau kelainan, baik dari segi fisik, mental, emosi, serta sosialnya bila dibandingkan
dengan nak yang normal.

Banyak di antara mereka yang dalam perkembangannya mengalami hambatan,


gangguan, kelambatan, atau memiliki faktor-faktor resiko sehingga untuk mencapai
perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi khusus. Kelompok
inilah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa.
Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus atau anak
luar biasa.

Pada umumnya kita menyebutnya sebagai kebutaan atau dalam istilah lain disebut
tunanetra. Kekurangan yang dimiliki oleh penderita tunanetra perlu mendapatkan
perhatian khusus, baik pada pemahaman karakteristik, kebutuhan dan layanan
pendidikan, baik metode dan media pembelajaran yang digunakan, pencegahan dan
penanganan terhadap kebutaan yang telah ada.

Dalam proses belajar mengajar terjadi suatu hubungan timbal balik antara guru dengan
siswa, yang dimana beberapa organ tubuh manusia akan berperan aktif dalam proses
kegiatan belajar mengajar. Salah satu organ manusia yang penting yang diperlukan
dalam proses belajar adalah mata. Mata merupakan organ yang dapat menangkap
gambar/slide yang ada di lingkungan sekitar. Akan tetapi apabila terjadi
gangguan/kerusakan mata akan menyebabkan terhambatnya suatu kegiatan.

1
Karakteristik spesifik anak berkebutuhan khusus pada umumnya berkaitan dengan
tingkat perkembangan fungsional. Karakteristik spesifik tersebut meliputi tingkat
perkembangan sensorik motor, kognitif, kemampuan berbahasa, keterampilan diri,
konsep diri, kemampuan berinteraksi social, serta kreatifitasnya. Adanya perbedaan
karakteristik setiap peserta didik berkebutuhan khusus, akan memerlukan kemampuan
khusus guru. Guru dituntut memiliki kemampuan beraitan dengan cara
mengombinasikan kemampuan dan bakat setiap anak dalam beberapa aspek. Aspek-
aspek tersebut meliputi kemampuan berpikir, melihat, mendengar, berbicara, dan cara
besosialisasikan. Hal-hal tersebut diarahkan pada keberhasilan dari tujuan akhir
pembelajaran, yaitu perubahan perilaku kearah pendewasaan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah pengertian tunanetra ?

2. Bagaimanakah klasifikasi tunanetra ?

3. Apa penyebab terjadinya ketunanetraan pada anak sampai orang dewasa ?

4. Bagaimanakah karakteristik anak tunanetra ?

5. Bagaimanakah cara pencegahan penyakit tunanetra ?

6. Bagaimanakan kebutuhan dan layanan pendidikan bagi anak tunanetra ?

C.     TUJUAN

1. Memahami pengertian tunanetra.

2. Mengetahui klasifikasi tunanetra.

3. Mengetahui penyebab terjadinya ketunanetraan pada anak sampai orang dewasa.

4. Menjelaskan dampak ketunanetraan

5. Mengetahui karakteristik anak tunanetra.

6. Mengetahui cara pencegahan penyakit tunanetra.

7. Mengetahui kebutuhan dan layanan pendidikan bagi anak tunanetra.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tunanetra

            Dari segi harfiah, kata tunanetra terdiri dari kata tuna dan netra. Dalam kamus Bahasa
Indonesia (Amran Y S Chaniago 1995 : 540), kata tuna berarti tidak memiliki, tidak punya, luka
atau rusak. Sedangkan netra berarti penglihatan. Dengan demikian mempunyai arti, tidak
memiliki atau rusak penglihatannya.  Secara umum, istilah tunanetra digunakan untuk
menggambarkan tingkatan kerusakan atau gangguan penglihatan yang berat sampai yang sangat
berat, yang dikelompokkan menjadi kurang lihat dan buta. Dengan demikian, pengertian anak
tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya kurang berfungsi/ tidak berfungsi sama
sekali. Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui melalui kondisi sebagai
berikut :
1. ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas
2. terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu;
3. posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak;
4. terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan.

B. Klasifikasi Tunanetra

1. Berdasarkan saat terjadinya ketunanetraan.


a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki
pengalaman penglihatan.
b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta
pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan
visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan
pribadi.
d. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran
mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
e. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan
penyesuaian diri.
f. Tunanetra akibat bawaan (partial sight bawaan).

3
2. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan.
a. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan
dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program
pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi
penglihatan.
b. Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian
daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti
pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
c. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.

3. Berdasarkan pada pemeriksaan klinis.


a. Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki
bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.
b. Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan
20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan.

4. Berdasarkan adaptasi pendidikan.


a. Ketidakmampuan melihat taraf sedang (moderate visual disability) pada taraf ini orang
normal melakukan tugas dengan bantuan alat khusus dan dibantu dengan pemberian
cahaya yang cukup.
b. Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability), pada taraf ini kemampuan
penglihatan kurang baik dengan meskipun telah memakai alat bantu, sehingga
membutuhkan energi dan waktu yang banyak untuk melakukan tugas visual.
c. Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability), pada taraf ini
orang tidak dapat melihat sama sekali, sehingga dalam proses pendidikan hanya
mengandalkan pendengaran dan perabaan

5. Berdasarkan pada kelainan-kelainan yang terjadi pada mata.


Kelainan ini disebabkan karena adanya kesalahan pembiasan pada mata. Hal ini terjadi bila
cahaya tidak terfokus sehingga tidak jatuh pada retina. Peristiwa ini dapat diperbaiki dengan
memberikan lensa atau lensa kontak. Kelainan-kelainan itu, antara lain :
a. Myopia; adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang
retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses
penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif;
4
b. Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan
retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses
penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif;
c. Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena
ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga
bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina.
Untuk membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata
koreksi dengan lensa silindris.

C. Penyebab Terjadinya Tunanetra


       Penyebab ketunanetraan, secara umum meliputi faktor keturunan, penyakit, dan kecelakaan.
Faktor keturunan merupakan faktor utama penyebab ketunanetraan dari pada faktor yang lain.

1. Prenatal
Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah
keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara lain.
a. Keturunan
Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil perkawinan
bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra. Ketunanetraan
diakibatkan oleh faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa, penyakit pada retina yang
umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan mundur atau
memburuknya retina. Gejala pertama biasanya sukar melihat di malam hari, diikuti dengan
hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit saja penglihatan pusat yang tertinggal.
b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan
Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan dalam kandungan dapat
disebabkan oleh:
1) Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan
janin dalam kandungan
2) Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar air, dapat
menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem susunan saraf pusat pada
janin yang sedang berkembang
3) Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor dapat terjadi pada
otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola mata itu sendiri;
4) Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata sehingga hilangnya
fungsi penglihatan.

5
2. Postnatal
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa postnatal dapat terjadi sejak atau setelah bayi
lahir antara lain:
a. Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau
benda keras;
b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe
menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat
hilangnya daya penglihatan.

3. Penyakit yang dapat menimbutkan tunanetra.


a. Penyakit Rubella dan syphilis; rubella atau campak jerman merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus yang berbahaya dan sulit di diagnosis secara medis. Apabila ibu hamil
3 bulan pertama terkena penyakit ini, maka virus tersebut akan merusak pertumbuhan sel-sel
pada janin dan merusak jaringan mata, telinga atau organ lainnya sehingga kemungkinan
besar anak akan lahir dalam keadaan tunanetra. Demikian juga dengan syphilis (penyakit yang
menyerang alat kelamin). Apabila ibu hamil terkena penyakit ini, maka bayi yang lahir akan
terkena penyakit ini sewaktu dilahirkan.
b. Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata, sehingga
tekanan pada bola mata meningkat.
c. Diabetic Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena diabetis. Retina
penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem
sirkulasi hingga merusak penglihatan.
d. Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya terlalu
prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi yang
dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan kadar
tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari inkubator terjadi perubahan kadar oksigen
yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan
meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan
kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total.
e. Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau
tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dll.

4. Pecegahan Terjadinya Ketunanetraan


6
Menurut kalkulasi WHO, sekitar 80% kebutaan sedunia dapat dihindari karena diakibatkan
oleh kondisi – kondisi yang sesungguhnya dapat dicegah atau diobati jika pengetahuan dan
cara penanggulangan yang telah ada diterapkan pada waktunya.
VISION 2020 akan memungkinkan masyarakat internasional untuk memerangi kebutaan
yang dapat dihindari melalui:
 Pencegahan dan pemberantasan penyakit
 Pelatihan personel
 Memperkuat infrastruktur perawatan mata yang ada
 Penggunaan teknologi yang tepat dan terjangkau, dan
 Mobilisasi sumber – sumber

5. Dampak Ketunanetraan thd kehidupan seseorang


a. Proses Penginderaan
Organ pengindraan berfungsi memperoleh informasi dari luar diproses dalam otak. Semua
informasi yang akan diproses diotak melewati 3 prosesor dalam bentuk:
a. Linguistik
b. Non linguistic
c. Afektif

b. Latihan Keterampilan Penginderaan


1. Indra Pendengaran
Pengembangan ketrampilan mendengarkan secara bertahab akan membantu anda sadar pola
perilaku tetangga anda dan kegiatan rutin mereka. Jika dilatih anak tunanetra akan peka bunyi
bunyi kecil di dalam rumahnya, seperti tetesan air, kran bocor.

2. Indra perabaan
Anak tunanetra perlu dikenalkan indera peraba sehingga ia dapat mengenal berbagai bentuk
benda
: kancing baju, uang, karpet, tikar dsb. Dapat juga dibantu dengan tongkat untuk mengetahui
sekitarnya: tanah becek, rumput, got, trotoar.

3. Indra Penciuman
Latihlah anak untuk membedakan barang, makanan, minuman dari baunya agar dapat diketahui
barang/benda dihadapannya.

4. Sisa Indra Penglihatan


7
Latihlah anak dengan cara mencari benda – benda kecil seperti pulpen atau obeng, letakkan pada
alas yang berwarna mencolok. Cara lainnya adalah dengan memilih barang kesukaannya dengan
warna yang mudah dibedakan dari barang – barang lain yang serupa.

c. Visualisasi, Ingatan Kinestetik, dan Persepsi obyek


a. Visualisasi
Perlu dilatih dalam ingatan visualisasi agar ia dapat mengenal :
1. Benda disekelilingnya
2. Mengingat letak benda disekelilingnya
3. Jika masuk ke ruangan perlu disampaikan gambaran tentang ruangan itu.

b. Ingatan kinestetik
Perlu dilatih gerakan mengenai jalan belok lurus dengan tepat tanpa memakai tongkat

c. Persepsi obyek
Yaitu kemampuan yang memungkinkan individu tunanetra itu menyadari bahwa suatu benda
hadir
disampingnya meskipun tidak memiliki penglihatannya.

d. Bagaimana Membantu seorang tunanetra


1. Cara menuntun orang tunanetra
- Kontak pertama
- Cara memegang
- Posisi pegangan
- Jalan sempit
- Membuka/menutup pintu
- Melewati tangga
- Melangkahi lubang
- Duduk di kursi
- Naik ke dalam mobil

2. Cara mengorientasikan
Jika anda ingin menunjukkan arah kepada seorang tunanetra, tidak bisa sekedar sambil
mengatakan “kesana” atau “kesini” tetapi harus lebih spesifik, misalnya 10 meter kedepan, 5
langkah kekanan dan sebagainya.

8
D. Karakteristik Anak Tunanetra.
1. Fisik (Physical)
Keadaan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya. Perbedaan nyata
diantara mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya. Gejala tunanetra yang dapat diamati
dari segi fisik diantaranya :
a. Mata juling;
b. Sering berkedip;
c. Menyipitkan mata;
d. Kelopak mata merah;
e. Mata infeksi;
f. Gerakan mata tak beraturan dan cepat;
g. Mata selalu berair (mengeluarkan air mata);
h. Pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.

2. Perilaku (Behavior)
Ada beberapa gejala tingkah laku yang tampak sebagai petunjuk dalam mengenal anak yang
mengalami gangguan penglihatan secara dini :
a. Menggosok mata secara berlebihan;
b. Menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala atau mencondongkan kepala ke
depan;
c. Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat memerlukan penggunaan
mata;
d. Berkedip lebih banyak daripada biasanya atau lekas marah apabila mengerjakan suatu
pekerjaan;
e. Membawa bukunya ke dekat mata;
f. Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh;
g. Menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi;
h. Tidak tertarik perhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas-tugas yang memerlukan
penglihatan seperti melihat gambar atau membaca;
i. Janggal dalam bermain yang memerlukan kerjasama tangan dan mata;
j. Menghindar dari tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau memerlukan penglihatan
jarak jauh.

3. Karakteristik Anak Tunanetra Dalam Aspek Akademis


Beberapa perbedaan anak tunanetra yang sedang mengikuti pendidikan dengan anak normal.

9
a. Anak tunanetra menyimpan pengalaman-pengalaman khusus, seperti anak normal, tetapi
pengalaman-pengalaman tersebut tidak bisa terintegrasikan.
b. Anak-anak tunanetra mendapat angka yang hampir sama dengan anak normal dalam behitung,
informasi, dan kosakata, tetapi kurang baik dalam hal pemahaman (comprehension) dan
persamaan.
c. Kosakata anak-anak tunanetra cenderung merupakan kata-kata yang definitif, sedangkan anak
normal menggunakan arti yang lebih luas. Contoh bagi anak tunanetra kata malam berarti
gelap atau hitam, sedangkan bagi anak normal, malam mempunyai makna luas, seperti malam
penuh bintang atau malam yang indah dengan sinar bulan.
d. Anak-anak tunanetra hanya mempunyai kemampuan memproses informasi dengan pengertian
terpecah-pecah atau kurang terintegrasi, sekalipun dalam konsep yang sederhana.
e. Dengan demikian ketunanetraan dapat mempengaruhi prestasi akademik. Disamping itu
peningkatan dalam penggunaan media pembelajaran yang bersifat auditory dan taktil dapat
mengurangi hambatan dalam kegiatan akademik siswa tunanetra.

4. Psikis
Secara psikis anak tunanetra dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Mental/intelektual
Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda jauh dengan anak
normal/awas. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas atas sampai batas bawah,
jadi ada anak yang sangat pintar, cukup pintar dan ada yang kurang pintar. Intelegensi
mereka lengkap yakni memiliki kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi dan sebagainya.
Mereka juga punya emosi negatif dan positif, seperti sedih, gembira, punya rasa benci,
kecewa, gelisah, bahagia dan sebagainya.

b. Sosial
Hubungan sosial yang pertama terjadi dengan anak adalah hubungan dengan ibu, ayah, dan
anggota keluarga lain yang ada di lingkungan keluarga. Kadang kala ada orang tua dan
anggota keluarga yang tidak siap menerima kehadiran anak tunanetra, sehingga muncul
ketegangan, gelisah di antara keluarga. Akibat dari keterbatasan rangsangan visual untuk
menerima perlakuan orang lain terhadap dirinya.

Tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan kepribadian dengan timbulnya beberapa


masalah antara lain:

10
1. Curiga terhadap orang lain
Akibat dari keterbatasan rangsangan visual, anak tunanetra kurang mampu berorientasi dengan
lingkungan, sehingga kemampuan mobilitaspun akan terganggu. Sikap berhati-hati yang
berlebihan dapat berkembang menjadi sifat curiga terhadap orang lain.  Untuk mengurangi rasa
kecewa akibat keterbatasan kemampuan bergerak dan berbuat, maka latihan-latihan orientasi dan
mobilitas, upaya mempertajam fungsi indera lainnya akan membantu anak tunanetra dalam
menumbuhkan sikap disiplin dan rasa percaya diri.
2. Perasaan mudah tersinggung
Perasaan mudah tersinggung dapat disebabkan oleh terbatasnya rangsangan visual yang diterima.
Pengalaman sehari-hari yang selalu menumbuhkan kecewa menjadikan seorang tunanetra yang
emosional.
3. Ketergantungan yang berlebihan
Ketergantungan ialah suatu sikap tidak mau mengatasi kesulitan diri sendiri, cenderung
mengharapkan pertolongan orang lain. Anak tunanetra harus diberi kesempatan untuk menolong
diri sendiri, berbuat dan bertanggung jawab. Kegiatan sederhana seperti makan, minum, mandi,
berpakaian, dibiasakan dilakukan sendiri sejak kecil.

E. Pencegahan Terjadinya Tunanetra


1. Pencegahan secara medis
2. Pencegahan secara social
3. Pencegahan secara edukatif

F. Kebutuhan Dan Layanan Pendidikan Bagi Anak Tunanetra


1. Kebutuhan Pendidikan
Kehilangan penglihatan menyebabkan anak tunanetra sulit dalam melakukan mobilitas, yang
artinya sulit untuk bergerak, dari suatu tempat ke tempat lain yang diinginkan. Oleh karena itu
perlu adanya ketrampilan khusus, agar dapat melakukan mobilitas dengan cepat, tepat dan
aman. Kesulitan bahkan tidak mampu membaca dan menulis seperti orang normal. Hal ini akan
menghambat dalam proses belajar maka perlu adanya alat bantu baca bagi anak yang masih
bisa melihat atau anak buta dapat menggunakan huruf Braille. Namun untuk dapat membaca
huruf Braille perlu adanya proses belajar dan latihan.

2. Layanan Pendidikan bagi Anak Tunanetra


a. Jenis layanan
11
1. Layanan umum
Layanan umum adalah layanan pendidikan untuk mengembangkan kemampuan umum seperti
yang dibutuhkan oleh anak normal, yang meliputi layanan akademik, latihan, seta bimbingan dan
penyulihan.
Latihan yang diberikan terhadap anak tunanetra, umumnya meliputi hal-hal berikut.
a) Ketrampilan
Pada umumnya anak tunanetra dapat dilatih menguasai berbagai ketrampilan seperti
membuat ayaman, kerajinan dari tanah liat, memijat dan sebagainya.
b) Kesenian
Kegiatan dalam bidang ini diarahkan pada seni musik/seni suara karena ketrampilan tersebut
dapat dilakukan dengan baik tanpa menggunakan penglihatan.
c) Layanan Khusus/layanan rehabilitasi
Layanan khusus/layanan rehabilitasi adalah layanan yang khusus diberikan kepada anak
tunanetra, dalam mengurangi dampak ketunanetraan melalui latihan. Latihan khusus
/rehabilitasi yang diberikan terhadap anak tunanetra, antara lain sebagai berikut.
a. Latihan membaca dan menulis Braille
b. Latihan menggunakan tongkat
c. Latihan orientasi dan mobilitas. Orientasi adalah suatu proses penggunaan indera yang
masih berfungsi untuk menetapkan posisi diri dengan objek-objek penting dalam
lingkungan; sedangkan mobilitas adalah kemampuan bergerak dari suatu tempat ke tempat
yang lain yang diinginkan dengan cepat, tepat dan aman.
d. Latihan visual/fungsional penglihatan. Secara teknis, mata mempunyai kemampuan untuk
mengenal (recognition), membedakan (discrimination), dan membuktikan kebenaran objek
yang dilihat (verification), serta membanyangkannya dalam bentuk gambaran di dalam
mentalnya (perception). Namun bagi tunanetra yang mempunyai penglihatan terbatas, skill
tersebut perlu dilatih.

b. Tempat/sistem Layanan
1. Tempat Khusus/sistem segregasi
Tempat pendidikan melalui sistem segregasi bagi anak tunanetra adalah sebagai berikut.
a) Sekolah khusus; sekolah khusus konvensional adalah Sekolah Luar Biasa untuk anak
tunanetra (SLB bagian A).
b) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB); sekolah ini merupakan sekolah yang menampung
berbagai jenis kelamin, seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita dan tunadaksa.

12
c) Kelas jauh/kelas kunjung; merupakan kelas yang dibentuk untuk memberikan layanan
pendidikan bagi anak luar biasa termasuk tunanetra yang bertempat tinggal jauh dari
SLB/SDLB.

2. Sekolah biasa/sistem integrasi


Layanan pendidikan bagi anak nutanetra tidak hanya dalam sistem segregasi saja,
melainkan diberikan kesempatan untuk belajar bersama teman yang normal di sekolah
biasa. Penyelenggaraanya memerlukan seorang ahli ke-PLB yang disebut Guru
Pembimbing Khusus dan ruangan bimbingan khusus untuk memberikan layanan khusus
bagi anak tunanetra.

c. Strategi Pembelajaran Anak Tunanetra


Permasalahan strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra didasarkan pada
dua pemikiran, yaitu :
1. Upaya memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan kondisi anak (di satu sisi);
2. Upaya pemanfaatan secara optimal indera-indera yang masih berfungsi, untuk
mengimbangi kelemahan yang disebabkan hilangnya fungsi penglihatan (di sisi
lain); Strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra pada hakekatnya adalah
strategi pembelajaran umum yang diterapkan dalam kerangka dua pemikiran di atas.
Pertama-tama guru harus menguasai karakteristik/strategi pembelajaran yang umum pada
anak-anak awas, meliputi tujuan, materi, alat, cara, lingkungan, dan aspek-aspek
lainnya. Langkah berikutnya adalah menganalisis komponen-komponen mana saja yang
perlu atau tidak perlu dirubah/dimodifikasi dan bagaimana serta sejauh mana modifikasi itu
dilakukan jika perlu. Pada tahap berikutnya, pemanfaatan indera yang masih berfungsi
secara optimal dan terpadu dalam praktek/proses pembelajaran memegang peran yag
sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar.
Dalam pembelajaran anak tunanetra, terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan,
diantaranya sebagai berikut :

 Prinsip Individual
Prinsip individual adalah prinsip umum dalam pembelajaran manapun (PLB maupun
pendidikan umum) guru dituntut untuk memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan
individu.
Dalam pendidikan tunanetra, dimensi perbedaan individu itu sendiri menjadi lebih luas dan
kompleks. Di samping adanya perbedaan-perbedaan umum seperti usia, kemampuan
mental, fisik, kesehatan, sosial, dan budaya, anak tunanetra menunjukkan sejumlah
13
perbedaan khusus yang terkait dengan ketunanetraannya (tingkat ketunanetraan, masa
terjadinya kecacatan, sebab-sebab ketunanetraan, dampak sosial-psikologis akibat
kecacatan, dll). Secara umum, harus ada beberapa perbedaan layanan pendidikan antara
anak low vision dengan anak yang buta total. Prinsip layanan individu ini lebih jauh
mengisyaratkan perlunya guru untuk merancang strategi pembelajaran yang sesuai dengan
keadaan anak. Inilah alasan dasar terhadap perlunya (Individual Education Program – IEP).

 Prinsip kekonkritan/pengalaman penginderaan


Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru harus memungkinkan anak tunanetra
mendapatkan pengalaman secara nyata dari apa yang dipelajarinya. Dalam bahasa Bower
(1986) disebut sebagai pengalaman penginderaan langsung. Anak tunanetra tidak dapat
belajar melalui pengamatan visual yang memiliki dimensi jarak, bunga yang sedang mekar,
pesawat yang sedang terbang, atau seekor semut yang sedang mengangkut makanan.
Strategi pembelajaran harus memungkinkan adanya akses langsung terhadap objek, atau
situasi. Anak tunanetra harus dibimbing untuk meraba, mendengar, mencium, mengecap,
mengalami situasi secara langsung dan juga melihat bagi anak low vision. Prinsip ini
sangat erat kaitannya dengan komponen alat/media dan lingkungan pembelajaran. Untuk
memenuhi prinsip kekonkritan, perlu tersedia alat atau media pembelajaran yang
mendukung dan relevan. Pembahasan mengenai alat pembelajaran akan disampaikan pada
bagian khusus.

 Prinsip totalitas
Strategi pembelajaran yang dilakukan guru haruslah memungkinkan siswa untuk
memperoleh pengalaman objek maupun situasi secara utuh dapat terjadi apabila guru
mendorong siswa untuk melibatkan semua pengalaman penginderaannya secara terpadu
dalam memahami sebuah konsep. Dalam bahasa Bower (1986) gagasan ini disebut sebagai
multi sensory approach, yaitu penggunaan semua alat indera yang masih berfungsi secara
menyeluruh mengenai suatu objek. Untuk mendapatkan gambaran mengenai burung, anak
tunanetra harus melibatkan perabaan untuk mengenai ukuran bentuk, sifat permukaan,
kehangatan. Dia juga harus memanfaatkan pendengarannya untuk mengenali suara burung
dan bahkan mungkin juga penciumannya agar mengenali bau khas burung. Pengalaman
anak mengenai burung akan menjadi lebih luas dan menyeluruh dibandingkan dengan anak
yang hanya menggunakan satu inderanya dalam mengamati burung tersebut. Hilangnya
penglihatan pada anak tunanetra menyebabkan dirinya menjadi sulit untuk mendapatkan
gambaran yang utuh/menyeluruh mengenai objek-objek yang tidak bisa diamati secara
14
seretak (suatu situasi atau benda berukuran besar). Oleh sebab itu, perabaan dengan
beberapa tekhnik penggunaannya menjadi sangatlah penting.

 Prinsip aktivitas mandiri (self activity)


Prinsip ini mempunyai pengertian bahwa strategi pembelajaran harus memungkinkan siswa
mempunyai pengertian bahwa belajar secara aktif dan mandiri. Dengan demikian, guru
berfungsi sebagai fasilitator yang membantu kemudahan siswa belajar, dan motivator yang
membangkitkan motivasi anak untuk belajar.

d. Strategi pembelajaran haruslah memungkinkan atau mendorong anak tunanetra belajar secara
aktif dan mandiri. Anak belajar mencari dan menemukan, sementara guru adalah fasilitator
yang membantu memudahkan siswa untuk belajar dan motivator yang membangkitkan
keinginannya untuk belajar. Prinsip ini pun mengisyaratkan bahwa strategi pembelajaran
harus memungkinkan siswa untuk bekerja dan mengalami, bukan mendengar dan mencatat.
Keharusan ini memiliki implikasi terhadap perlunya siswa mengetahui, menguasai, dan
menjalani proses dalam memperoleh fakta atau konsep. Isi pelajaran (fakta, konsep) adalah
penting bagi anak, tetapi akan lebih penting lagi bila anak menguasai dan mengalami guna
mendapatkan isi pelajaran tersebut.

e. Pola Pembelajaran
Permasalahan pembelajaran dalam pendidikan tunanetra adalah masalah penyesuaian.
Penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran pada anak tunanetra lebih banyak berorientasi
pada pendidikan umum, terutama menyangkut tujuan dan muatan kurikulum.  Dalam strategi
pembelajaran, tugas guru adalah mencermati setiap bagian dari kurikulum, mana yang bisa
disampaikan secara utuh tanpa harus mengalami perubahan, mana yang harus dimodifikasi, dan
mana yang harus dihilangkan sama sekali.

f. Media Pembelajaran
Menurut fungsinya media pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua kelompok sebagai berikut.
1. Media yang berfungsi untuk memperjelas penanaman konsep, yang sering disebut sebagai
alat peraga. Contoh objek /situasi sebenarnya, tiruan, model dua dimensi.
2. Media yang berfungsi untuk membantu kelancaran proses pembelajaran itu sendiri yang
disebut sebagai alat bantu pembelajaran. Contoh alat bantu untuk baca tulis, alat bantu
hitung, alat bantu radio (tape recorder).

15
g. Evaluasi
Pada dasarnya evaluasi pada anak tunanetra sama dengan anak normal, namun ada sedikit
perbedaan yang menyangkut materi tes/soal dan teknik pelaksanaan. Pada soal untuk anak
tunanetra tidak mengandung unsur persepsi visual. Evaluasi dapat berupa tes lisan, tertulis
dan perbuatan. Akan tetapi dalam tes tertulis (di sekolah terpadu), ada beberapa yang harus
diperhatikan. Pertama, anak yang buta menggunakan huruf Braille, sedangkan anak yang low
vision dengan menggunakan huruf yang ukurannnya disesuaikan dengna kemampuan
penglihatannya. Dan hasilnya diperiksa oleh Guru pembimbing Khusus (GPK) bila ada.
Kedua, waktu tes bagi anak tunanetra akan memerlukan waktu yang lama dibandingkan anak
yang normal. Ketiga, untuk penilaian harus secara objektif tanpa membandingkan dengan
anak yang normal.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tunanetra merupakan sebutan bagi orang yang mengalami kerusakan/tidak bisa melihat
benda/gambar/slide yang ada di lingkungan sekitar. Akan tetapi secara umun tunanetra
digunakan untuk menggambarkan tingkat kerusakan atau gangguan yang berat sampai pada yang
sangat berat, yang dikelompokkan secara umum menjadi buta dan kurang lihat.
 Tunanetra diklasifikasikan menjadi 5 hal, yaitu berdasarkan saat terjadinya
ketunanetraan, berdasarkan kemampuan daya penglihatan, berdasarkan pada pemeriksaan klinis,
berdasarkan adapasi pendidikan, berdasarkan pada kelainan-kelainan yang terjadi pada
mata. Penyebab terjadinya ketunanetraan dapat dikelompokkan berdasarkan waktu penyebaran,
yaitu prenatal dan postnatal.
Disamping itu juga dikarenakan oleh beberapa penyakit seperti rubella dan syphilis,
glaucoma, diabetic retinopathy. Anak tunanetra memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak
normal dalam aspek akademik dan pribadi sosial, fisik/sensoris dan motoris/perilaku.
Contohnya di bidang sosial, anak tunanetra biasanya mudah curiga pada orang lain,
mudah tersinggung, ketergantungan orang lain, dan sebaginya. Ada bebrapa cara untuk
mencegah terjadinya tunanetra diantaranya pencegahan secara medis, sosial dan edukatif.
 Dalam proses belajar, tunanetra memerlukan strategi pembelajaran khusus yang harus
dilakukan. Disamping itu guru harus memahami prinsip-prinsip dasar dalam pembelajaran anak
tunanetra, seperti prinsip individual, prinsip kekongkretan, prinsip totalitas, prinsip aktivitas
mandiri.

B.     Saran
Dalam menghadapi anak tunanetra hendaknya perlu penanganan khusus sehingga anak
tunanetra tersebut tidak merasa diduakan oleh orang lain, serta agar kebutuhan khusus anak
tunanetra dapat terpenuhi. Untuk masalah evaluasi terhadap hasil belajar anak tunanetra

17
hendaknya secara objektif, tidak membandingkan dengan anak normal dalam hal ini di sekolah
terpadu.

DAFTAR PUSTAKA

I.G.A.K. Wardani, dkk. 2008. Pengantar Pendidikan Anak Luar Biasa. Jakarta : Universitas
Terbuka

18

Anda mungkin juga menyukai