Anda di halaman 1dari 30

MINI PROPOSAL

PENERAPAN POLA ASUH DEMOKRATIK TERHADAP


PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA DINI
DENGAN SPEECH DELAY DI KLINIK TUMBUH KEMBANG

OLIVIA BAWAEDA

2006510770

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN ANAK
UNIVERSITAS INDONESIA
Depok, Desember 2020
KATA PENGANTAR

Pujian Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena anugerah dan perkenananNya, proposal

penelitian dengan judul “Penerapan Pola Asuh Demokratis terhadap Peningkatan Kemampuan

berbicara Anak Usia Prasekolah dengan Speech Delay di Klinik Tumbuh Kembang” dapat

diselesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Proposal penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas

akhir semester I Program Magister Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Indonesia.

Dalam menyelesaikan proposal ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.

Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Dr. Nani Nurhaeni, S.Kp., M.N dan

Ibu Nur Agustini S.Kp.,M.Si selaku fasilitator mata kuliah Riset Kuantitatif Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia, atas bimbingannya yang sangat bermanfaat juga kepada senior

dan teman-teman seangkatan Magister Keperawatan Anak Universitas Indonesia atas saran yang

diberikan sehingga Proposal ini dapat diselesaikan. Peneliti menyadari bahwa proposal ini masih

jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan untuk perbaikan proposal ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan

kesehatan dan membalas semua kebaikan seluruh pihak yang membantu dalam menyelesaikan

proposal penelitian ini.

Depok, 6 Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB 1 .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................................... 4
1.5 Keterbaruan (Novelty) Penelitian ................................................................................. 4
1.6 Lingkup Penelitian ....................................................................................................... 5
BAB 2 ................................................................................................................................ 6
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 6
2.1. Konsep Keluarga .......................................................................................................... 6
2.2. Konsep Pola Asuh Demokratik .................................................................................... 7
2.3. Konsep Ibu Pekerja ...................................................................................................... 8
2.4. Konsep Tumbuh Kembang Anak pada Tahap Usia Dini ........................................... 10
2.5. Kerangka Teori .......................................................................................................... 14
BAB 3 .............................................................................................................................. 15
METODE PENELITIAN ................................................................................................ 15
3.1. Kerangka Konsep ....................................................................................................... 15
3.2. Hipotesis ..................................................................................................................... 16
3.3. Definisi Operasional ................................................................................................... 16
3.4. Desain Penelitian ........................................................................................................ 18
3.5. Populasi dan Sampel .................................................................................................. 19
3.6. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................... 20
3.7. Instrumen Penelitian .................................................................................................. 20
3.8. Metode Pengumpulan Data ........................................................................................ 21
3.9. Etika Penelitian .......................................................................................................... 22
3.10. Analisis Data .............................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 23

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan adalah bertambah jumlah dan besarnya sel di bagian tubuh yang secara kuantitatif

dapat diukur. Sedangkan perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang

dapat dicapai melalui tumbuh, kematangan dan belajar. Proses tumbuh kembang adalah sama yaitu

untuk mencapai kematangan, namun dalam proses pencapaian tersebut tidak memiliki kecepatan

yang sama antara satu individu dengan yang lain. Proses perkembangan terjadi secara simultan

dengan pertumbuhan sehingga setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi.

Perkembangan merupakan fase awal meliputi beberapa aspek kemampuan fungsional yaitu kognitif,

motorik, emosi, sosial dan bahasa. Perkembangan bahasa pada anak prasekolah adalah dicapainya

kemampuan bahasa pada anak yang mulai ditandai dengan perbendaharaan kata.

Bahasa adalah bentuk aturan atas sistem lambang yang digunakan anak dalam berkomunikasi dan

beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar gagasan pikiran dan emosi.

Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara mengacu pada simbol verbal juga dapat diekspresikan

melalui tulisan, tanda gestural dan musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi

nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau pantomime (Kuntarto, 2013). Perkembangan bahasa

dapat mengalami keterlambatan oleh karena banyak faktor sehingga dapat dikatakan bahwa

masalah keterlambatan bicara pada anak merupakan masalah yang cukup serius yang harus segera

ditangani karena merupakan salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering

ditemukan pada anak. Hambatan pada perkembangan bicara nantinya tidak hanya dapat

mempengaruhi penyesuaian sosial dan pribadi anak, tetapi juga dapat mempengaruhi penyesuaian

akademis anak. Ada beberapa strategi yang dapat menjadi terapi pada anak yang mengalami

keterlambatan bicara (speech delay) seperti menerapkan pola asuh yang sesuai dan dapat diterima

oleh anak misalnya pola asuh demokratis.

1
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, tetapi tidak ragu-

ragu mengendalikan kepentingan mereka. Orangtua dengan perilaku ini bersikap rasional selalu

mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran. Pola asuh demokratis memberikan kebebasan

pada anak dalam memilih dan memberikan tindakan dengan metode pendekatan yang hangat pada

anak sehingga dapat meningkatkan kenyamanan dan memotivasi anak untuk belajar dan

berkembang sesuai usianya. Pola asuh demokratis dapat meningkatkan kemampuan verbal anak

yang mengalami keterlambatan (speech delay). Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui

seberapa besar pengaruh penerapan pola asuh demokratis dapat meningkatkan kemampuan

berbicara pada anak prasekolah yang mengalami keterlambatan berbicara murni tanpa gangguan

psikologis lainnya di klinik tumbuh kembang.

1.2 Rumusan Masalah

Pola asuh demokratis dipandang lebih kondusif dalam mendidik karakter anak, sedangkan pola asuh

otoriter dimana orang tua berusaha membuat anak mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan

oleh orang tua dan memberikan hukuman secara tegas apabila anak melanggarnya. Orang tua

dengan pola asuh demokratis percaya akan kemampuan mereka dalam memandu anak, tetapi juga

menghargai keputusan mandiri, minat, pendapat, dan kepribadian anak. Dari hal tersebut orang tua

memerlukan kontrol yang kuat dalam pelaksanaan pengasuhan anak sehinga anak dapat mencapai

tumbuh kembang yang optimal sesuai usianya. Secara khusus perkembangan bahasa sering

mengalami keterlambatan dalam perkembangannya oleh karena berbagai faktor, salah satunya

adalah kesalahan dalam menerapkan pola asuh. Pola asuh merupakan gaya kontrol orang tua dalam

pengasuhan anak. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti apakah model pola asuh

demokratif efektif dalam meningkatkan kemampuan berbicara anak?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi Penerapan pola asuh demokratik terhadap peningkatan kemampuan

berbicara anak usia dini dengan speech delay di klinik tumbuh kembang.
1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini dapat mengetahui tentang :

1.3.2.1 Menjelaskan model pola asuh demokratis: konsep, karakteristik dan teknis

pelaksanaan

1.3.2.2 Mengidentifikasi gangguan tumbuh kembang keterlambatan berbicara

(Speech Delay) pada anak usia dini yang tidak memiliki ganguan psikologi.

1.3.2.3 Mengetahui efektivitas penerapan pola asuh demokratis terhadap

peningkatan kemampuan berbicara anak usia dini dengan speech delay.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Pengembangan Ilmu Keperawatan Anak

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan meningkatkan perkembangan

ilmu keperawatan anak dalam mengurangi masalah tumbuh kembang anak khususnya

keterlambatan berbicara (Speech Delay) pada anak usia dini.

1.4.2 Klinik Tumbuh Kembang

Penelitian ini dapat menjadi referensi untuk meningkatkan kualitas layanan klinik.

Dan dapat menjadi bukti efektivitas penerapan pola asuh demokratis untuk dapat

diaplikasikan pada keluarga yang memiliki anak dengan keterlambatan berbicara

(speech delay) yang merupakan klien dari klinik tumbuh kembang.

1.4.3 Penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya

dan diharapkan dapat mendorong penelitian-penelitian lain dengan mengembangkan

berbagai intervensi dalam mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak usia

dini khususnya perkembangan bahasa agar dapat berkembang sesuai dengan usianya.
1.4 Keterbaruan (Novelty) Penelitian

Keterbaruan dari penelitian yang akan diteliti adalah karakteristik penerapan pola asuh demokratis

dalam meningkatkan kemampuan berbicara anak usia dini tanpa gangguan psikologi lain sebagai

penyerta.

1.5 Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang dilakukan

terhadap variable tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variable yang lain.

(Sugiyono, 2011). Penelitian dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data,

klasifikasi, pengolahan, membuat kesimpulan dan laporan. Penelitian ini bertujuan memberikan

gambaran dan memberikan bukti empiris tentang keefektifan pola asuh demokratis dalam

meningkatkan kemampuan berbicara anak usia dini dengan speech delay yang tidak memiliki

gangguan psikologi lain sebagai penyerta.


BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Keterlambatan Bicara (Speech Delay)

2.1.1 Definisi

Komunikasi pada anak berarti suatu pertukaran pikiran, perasaan, gagasan, dan emosi

antara antara anak dengan lingkungan. Pertukaran tersebut dapat menggunakan media

yang bernama bahasa. Bahasa di sini adalah bentuk atau lambang yang digunakan

anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya. Bahasa dapat

diekspresikan melalui dua cara, yaitu bahasa yangberupa verbal dan non verbal.

Bahasa non verbal mencakup aspek komunikasi yang berupa tulisan, gestikulasi,

gestural/pantomim. Sedangkan bahasa verbalbisa diekspresikan melalui bicara

mengacu pada simbol verbal. Anak dikatakan berbicara adalah ketika anak tersebut

dapat mengeluarkan berbagai bunyi yang dibuat dengan mulut mereka menggunakan

artikulasi atau kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan sesuatu dalam

berkomunikasi. Kemampuan berbicara pada masing-masing anak berbeda-beda, tetapi

kemampuan tersebut dapat dibandingkan dengan anak yang seusia pada umumnya

perkembangan kemampuan berbicara seorang anak dikatakan normal apabila

kemampuan berbicara mereka sama dengan anak seusianya dan juga memenuhi tugas

dari tugas perkembangan. Dan ketika perkembangan kemampuan berbicara tidak sama

dan juga tidak bisa memenuhi tugas dari perkembangan bicara pada usianya tersebut,

maka anak tersebut dapat dikatakan mengalami hambatan perkembangan pada

kemampuan berbicara (speech delay).

Menurut Hurlock (1997), seorang anak dikatakan terlambat bicara apabila tingkat

perkembangan bicara berada di bawah tingkat kualitas perkembangan bicara anak

yang umurnya sama yang dapat diketahui dari ketepatan penggunaan kata. Apabila

pada saat teman sebaya mereka berbicara dengan menggunakan kata-kata, sedangkan
si anak terus menggunakan isyarat dan gaya bicara bayi maka anak yang demikian

dianggap orang lain terlalu muda untuk diajak bermain.

Sedangkan Papalia (2004) menjelaskan bahwa anak yang terlambat bicara adalah anak

yang pada usia 2 tahun memliki kecenderungan salah dalam menyebutkan kata,

kemudian memiliki perbendaharaan kata yang buruk pada usia 3 tahun, atau juga

memiliki kesulitan dalam menamai objek pada usia 5 tahun. Dan anak yang seperti itu,

nantinya mempunyai kecenderungan tidak mampu dalam hal membaca.

2.1.2 Kriteria diagnosis gangguan berbahasa

Ada beberapa kriteria diagnosis gangguan berbahasa berdasarkan DSM-5 adalah:

2.1.2.1 Kesulitan yang menetap untuk memperoleh dan menggunakan bahasa pada

berbagai modalitas (misalnya secara wicara, tertulis, bahasa isyarat, atau

lainnya) karena adanya kekurangan dalam pemahaman atau produksi yang

meliputi sebagai berikut:

2.1.2.1.1 Berkurangnya kosakata (pengetahuan dan penggunaan kata).

2.1.2.1.2 Struktur kalimat yang terbatas (kemampuan untuk menyusun kata

dan akhiran kata secara bersama-sama untuk membentuk kalimat

berdasarkan aturan tata bahasa dan morfologi).

2.1.2.1.3 Gangguan pada bercerita (kemampuan untuk menggunakan

kosakata dan menghubungkan kalimat untuk menjelaskan atau

menggambarkan suatu topik atau serangkaian kejadian atau untuk

melakukan percakapan).

2.1.2.2 Kemampuan berbahasa secara bermakna dan terukur berada di bawah yang

diharapkan untuk usia yang sesuai, menyebabkan keterbatasan fungsional

pada komunikasi efektif, partisipasi social, pencapaian akademik, atau

performa dalam pekerjaan, secara individual atau dalam kombinasi

2.1.2.3 Awitan gejala adalah pada periode perkembangan awal


2.1.2.4 Kesulitan ini tidak disebabkan oleh gangguan pendengaran atau gangguan

sensoris lainnya, disfungsi motorik, atau kondisi medis atau neurologis

lainnya dan tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh hendaya intelektual

(gangguan perkembangan intelektual) atau penundaan perkembangan global.

Suyanto (2005), mengatakan bahwa anak mulai memeram atau cooing yaitu melafalkan bunyi

yang tidak ada artinya secara berulang, seperti suara burung yang sedang bernyanyi. Setelah

itu anak mulai belajar kalimat dengan satu kata seperti “maem” yang dimaksud minta makan

dan “cucu” yang dimaksud minta susu. Anak pada umumnya belajar nama-nama benda yang

ada disekitarnya sebelum kata-kata yang lain. Potensi akan berkembang lebih cepat menjadi

pola kebiasaan dimana perkembangan pada usia dini berpengaruh bagi diri anak sepanjang

hayat dan mempengaruhi penyesuaian pribadi serta sosialnya, bertambahnya usia perilaku

yang dibentuk dan terbentuk pada awal kehidupan cenderung akan bertahan.

Menurut Musfiroh (2008) perkembangan merupakan suatu perubahan yang berlangsung

seumur hidup dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi seperti biologis,

kognitif, dan sosio-emosional. Bahasa adalah suatu system simbol untuk berkomunikasi yang

meliputi fonologi (unit suara), morfologi (unit arti), sintaksis (unit bahasa), semantik (variasi

arti), dan pragmatik (penggunaan bahasa). Dengan bahasa anak dapat mengkomunikasikan

maksud, tujuan, pemikiran, maupun perasaanya pada orang lain

Perkembangan bahasa juga terbagi atas dua periode besar, periode tersebut yaitu periode

Prelinguistik (0-1 tahun) dan Linguistik (1-5 tahun). Perubahan terhadap sesuatu yang

diajarkan lebih dini akan menjadi semakin cepat dan lebih mudah serta akan lebih mudah dan

cepat untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan perubahan yang diharapkan dalam proses

pengembangan. Secara umum tahaptahap perkembangan anak dapat dibagai ke dalam

beberapa rentang usia, yang masing-masing menunjukkan ciri-ciri tersendiri.

2.1.3 Periode perkembangan bahasa menurut Susanto (2005) sebagai berikut :


2.1.3.1 Tahap I, (Pralinguistik), yaitu antara 0-1 tahun Tahap ini terdiri dari tahap

meraban-1 (pralinguistik pertama) dimulai dari bulan pertama hingga bulan

keenam dimanan anak akan mulai menangis, tertawa, dan menjerit. Tahap

meraban-2 (pralinguistik kedua) pada dasarnya merupakan tahap kata tanpa

makna mulai dari bulan keenan hingga satu tahun.

2.1.3.2 Tahap II (Linguistik) ; Tahap ini terdiri dari tahap I dan II. Tahap 2,

Holafrastik (1 tahun), ketika anak-anak mulai menyatakan makana

keseluruhan frasa atau kalimat dalam satu kata. Tahap ini juga ditandai

dengan perbendaharaan kata anak hingga kurang lebih 50 kosakata. Tahap-2;

frasa (1-2), pada tahap ini anak sudah mampu mengucapkan dua kata (ucapan

dua kata). Tahap ini juga ditandai dengan perbendaharaan kata anak sampai

dengan rentang 50-100 kosakata.

2.1.3.3 Tahap III, (pengembangan tata bahasa, yaitu prasekolah 3,4,5 tahun). Pada

tahap ini anak sudah dapat membuat kalimat, seperti telegram. Dilihat dari

aspek pengembangan tata bahasa seperti : S-P-O, anak dapat

memperjuangkan kata menjadi satu kalimat. Tata bahasa menjelang dewasa,

yaitu 6 – 8 tahun). Tahap ini ditandai dengan kemampuan yang mampu

menggabungkan kalimat sederhana menjadi kalimat kompleks.

2.1.4 Fungsi Bahasa

Bagi anak bahasa mempunyai fungsi sebagai berikut :

2.1.4.1 Sebagai alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan

2.1.4.2 Sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual anak

2.1.4.3 Sebagai alat untuk mengembangkan ekspresi anak

2.1.4.4 Sebagai alat untuk menyatakan perasaan dan buah pikiran kepada orang lain.

2.1.5 Faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan bicara


Banyak hal yang dapat menyebabkan keterlambatan dalam perkembangan bicara anak,

antara lain sebagai berikut :

2.1.5.1 Inteligensi

Semakin cerdas anak, semakin cepat keterampilan berbicara dikuasai

sehingga semakin cepat dapat berbicara.

2.1.5.2 Jenis disiplin

Anak yang dibesarkan dengan disiplin yang cenderung lemah lebih

banyakberbicara daripada anak-anak yang orang tuanya bersikap keras dan

berpandangan bahwa “anak-anak harus dilihat tetapi tidak didengar”.

2.1.5.3 Posisi urutan

Anak sulung didorong untuk lebih banyak bicara daripada adiknya dan orang

tua lebih mempunyai banyak waktu untuk berbicara dengan adiknya.

2.1.5.4 Besarnya keluarga

Anak tunggal di dorong untuk lebih banyak bicara daripada anak-anak dari

keluarga besar dan orang tuanya mempunyai lebih banyak waktu untuk

berbicara dengannya.Dalam keluarga besar, disiplin yang ditegakkan lebih

otoriter dan ini menghambat anak-anak untuk berbicara sesukanya.

2.1.5.5 Status sosial ekonomi

Dalam keluarga kelas rendah, kegiatan keluarga cenderung kurang

terorganisasi daripada keluarga kelas menengah dan atas.Pembicaraan antar

anggota keluarga juga jarang dan anak kurang didorong untuk berbicara

2.1.5.6 Status ras

Mutu dan keterampilan berbicara yang kurang baik pada kebanyakan anak

berkulit hitam dapat disebabkan sebagian karena mereka dibesarkan dalam

rumah dimana para ayah tidak ada atau dimana kehidupan keluarga tidak

teratur karena banyaknya anak atau karena ibu harus bekerja di luar rumah.
2.1.5.7 Berbahasa dua

Meskipun anak dari keluarga berbahasa dua sebanyak anak dari keluarga

berbahasa satu, tetapi pembicaraannya sangat terbatas kalau ia berada dalam

kelompok sebayanya atau dengan orang dewasa di luar rumah.

2.1.5.8 Penggolongan peran seks

Terdapat efek penggolongan peran seks pada pembicaraan anak sekalipun

anak masih berada dalam tahun-tahun pra-sekolah. Anak laki-laki diharapkan

sedikit berbicara dibandingkan dengan anak perempuan misalnya.

2.1.6 Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan keterlambatan berbicara

Selain faktor-faktor diatas, ada juga faktor – faktor resiko yang mungkin dapat

menyebabkan keterlambatan bicara yaitu :

2.1.6.1 Faktor Internal

Terdapat beberapa faktor internal yang ada dalam diri anak itu sendiri yaitu:

2.1.6.1.1 Genetik

Gangguan bicara dan bahasa berkaitan dengan kerusakan

kromosom 1,3,6,7, dan 15. Kerusakan di kromosom ini juga

berhubungan dengan gangguan membaca. Kromosom tersebut

membawa gen yang mempengaruhi perkembangan sel saraf saat

prenatal (Korbin, 2008).

2.1.6.1.2 Kecacatan fisik

Cacat yang berhubungan dengan gangguan bicara adalah kondisi

fisik yang menyebabkan gangguan penghantaran suara seperti

gangguan pada telinga dan bagian pendengaran. Gangguan yang

lain adalah yang memengaruhi artikulasi seperti abnormalitas

bentuk lidah, frenulum yang pendek, atau adanya celah di langit-

langit mulut (Perna, 2013).


2.1.6.1.3 Malfungsi Neurologis

Gangguan neurologis juga dapat berkaitan dengan gangguan

penghantaran suara di telinga akibat kerusakan sistem saraf.

Proses pembentukan saraf selama masa prenatal yang terganggu

merupakan penyebab tersering karena pemakaian obat-obatan

selama kehamilan (Perna, 2013).

2.1.6.1.4 Prematur

Prematuritas dalam hal keterlambatan bicara pada anak

berhubungan dengan berat badan lahir yang rendah. Berat badan

lahir rendah merupakan indikasi bahwa nutrisi yang diedarkan ke

dalam tubuh belum maksimal sehingga perkembangan beberapa

bagian tidak optimal. Prematur juga menyebabkan belum

sempurnanya pembentukan beberapa organ sehingga dalam

perkembangannya mengalami keterlambatan (Amin dkk, 2009).

2.1.6.1.5 Malfungsi neurologis

Gangguan neurologis juga dapat berkaitan dengan gangguan

penghantaran suara di telinga akibat kerusakan sistem saraf.

Proses pembentukan saraf selama masa prenatal yang terganggu

merupakan penyebab tersering karena pemakaian obat-obatan

selama kehamilan (Perna, 2013).

2.1.6.1.6 Jenis kelamin

Keterlambatan bahasa lebih banyak pada anak laki-laki (77,8%)

dibandingkan pada perempuan (Hertanto dkk, 2011). Sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayati di RSUD Kariadi

Semarang, dimana secara teori dikatakan bahwa level tinggi dari


testosteron pada masa prenatal memperlambat pertumbuhan

neuron di hemisfer kiri (Hidajati, 2009)

2.1.6.2 Faktor Eksternal

2.1.6.2.1 Urutan/jumlah anak

Anak pertama lebih sering mengalami terlambat bicara dan

bahasa. Jumlah anak yang semakin banyak maka kejadian

keterlambatan bicara makin meningkat atau insiden keterlambatan

bicara sering terjadi pada anak yang memiliki jumlah saudara

banyak karena berhubungan dengan komunikasi antara orangtua

dan anak. Anak yang banyak akan mengurangi intensitas

komunikasi anak dan orangtua (Hartanto dkk, 2009).

2.1.6.2.2 Pendidikan ibu

Pendidikan ibu yang rendah meningkatkan kejadian

keterlambatan bicara pada anak. Penelitian mendapatkan angka

sekitar 20% anak dengan ibu berpendidikandibawah

SMAmengalami keterlambatan bicara.Pendidikan ibu yang

rendah menyebabkan ibu kurang perhatian terhadap

perkembangan anak dan kosakata yang dimiliki ibu juga kurang

sehingga tidak mampu melatih anaknya untuk bicara (Hertanto

dkk, 2009).

2.1.6.2.3 Status sosial ekonomi

Sosial ekonomi yang rendah meningkatkan risiko terjadinya

keterlambatan bicara. Orangtua yang tidak mampu secara

ekonomi akan lebih fokus untuk pemenuhan kebutuhan pokoknya

dan mengabaikan perkembangan anaknya. Sosial ekonomi rendah


juga rawan untuk terjangkit penyakit infeksi yang memungkinkan

terjadinya gangguan saraf dan kecacatan (Perna, 2013).

2.1.6.2.4 Fungsi keluarga

Fungsi keluarga berhubungan dengan pola asuh atau interaksi

orangtua dengan anak dalam suatu keluarga. Fungsi keluarga

berpengaruh terhadap perilaku anak dan juga insiden

keterlambatan bicara pada anak. Keluarga dengan fungsi buruk

maka di dalam keluarga tidak terdapat kehangatan dan hubungan

emosi tidak terjalin dengan baik. Anak sering mengalami salah

asuh atau perawatan yang salah dan pengabaian.

2.1.6.2.5 Bilingual

Penggunaan dua bahasa atau lebih di rumah dapat memperlambat

kemampuan anak menguasai kedua bahasa tersebut. Anak dengan

kemampuan bilingual dapat menguasai kedua bahasa tersebut

sebelum usia lima tahun. Pada anak dengan keterlambatan bicara

yang disertai penggunaan beberapa bahasa di rumah, akan

menghambat kemajuan anak tersebut dalam tata laksana

selanjutnya sehingga bilingual harus dihilangkan pada anak yang

mengalami keterlambatan bicara (Mangunatmadja, 2010).

2.2 Anak Usia Dini

2.2.1 Definisi

Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-8 tahun. Menurut Beichler dan

Snowman (dalam Yulianti, 2010), anak usia dini adalah anak yang berusia antara 3-6

tahun. Sedangkan hakikat anak usia dini adalah individu yang unik dimana ia memiliki

pola pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek fisik, kognitif, sosioemosional,

kreativitas, bahasa dan komunikasi yang khusus yang sesuai dengan tahapan yang
sedang dilalui oleh anak tersebut. Dari berbagai definisi, peneliti menyimpulkan

bahwa anak usia dini adalah anak yang berusia 0-8 tahun yang sedang dalam tahap

pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun mental

2.2.2 Tahapan tumbuh kembang anak adalah sebagai berikut : (RI, 2016)

2.2.2.1 Masa anak dibawah lima tahun (anak balita, usia 12-59 bulan)

Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan

dalam perkembangan motorik (gerak kasar dan gerak halus) serta fungsi

ekskresi. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa

balita. Pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita akan

mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Setelah

lahir terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan

perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan

serabut syaraf dan cabang-cabangnya, sehingga terbentuk jarigan syaraf dan

otak yang kompleks. Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel

syaraf ini akan sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari

kemampuan belajar berjalan, mengenal huruf, hingga bersosialisasi. Pada

masa balita, perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, kreativitas,

kesadaran social, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan

merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta

dasar-dasar kepribadian anak juga terbentuk pada masa ini, sehingga setiap

kelainan/penyimpangan sekecil apapun apabila tidak dideteksi apalagi tidak

ditangani dengan baik, akan mengurangi kualits sumber daya manusia

dikemudian hari.

2.2.2.2 Masa anak prasekolah (anak usia 60-72 bulan)

Berikut adalah tahapan perkembangan anak menurut umur pada anak usia

prasekolah (RI,2016) :
2.2.2.2.1 Anak usia 12-18 bulan

Berdiri sendiri tanpa berpegangan, membungkung memungut

mainan kemudian berdiri kembali, berjalan mundur 5 langkah,

memanggil ayah dengan kata “papa”, memanggil ibu dengan kata

“mama”, menumpuk 2 kubus, memasukkan kubus di kotak,

menunjuk apa yang diinginkan tanpa menangis/merengek, anak

bisa mengeluarkan suara yang menyenangkan atau menarik tangan

ibu, memperlihatkan rasa cemburu/bersaing.

2.2.2.2.2 Anak usia 18-24 bulan

Berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik, berjalan tanpa

terhuyunghuyung, bertepuk tangan, melambai-lambai, menumpuk

4 buah kubus, memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari

telunjuk, menggelindingkan bola kearah sasaran, menyebut 3-6

kata yang mempunyai arti, membantu/menirukan pekerjaan rumah

tangga, memegang cangkir sendiri, belajar makan-minum sendiri.

2.2.2.2.3 Anak usia 24-36 bulan

Jalan naik tangga sendiri, dapat bermain dengan sendal kecil,

mencoret-coret pensil pada kertas, bicara dengan baik

menggunakan 2 kata, dapat menunjukkan 1 atau lebih bagian

tubuhnya ketika diminta, melihat gambar dan dapat menyebut

dengan benar nama 2 benda atau lebih, membantu memungut

mainannya sendiri atau membantu mengangkat piring jika diminta,

makan nasi sendiri tanpa banyak nasi yang tumpah, melepas

pakaiannya sendiri.

2.2.2.2.4 Anak usia 36-48 bulan


Berdiri 1 kaki 2 detik, melompat kedua kaki diangkat, mengayuh

sepeda roda tiga, menggambar garis lurus, menumpuk 8 buah

kubus, mengenal 2-4 warna, menyebut nama, umur dan tempat,

mengerti arti kata di atas, di bawah, di depan, mendengarkan cerita,

mencuci dan mengeringkan tangan sendiri, mengenakan celana

panjang, kemeja baju.

2.2.2.2.5 Anak usia 48-60 bulan

Berdiri 1 kaki 6 detik, Melompat-lompat 1 kaki, menari,

menggambar tanda silang, menggambar lingkaran, menggambar

orang dengan 3 bagian tubuh, mengancing baju atau pakaian

boneka, menyebut nama lengkap tanpa dibantu, senang menyebut

kata-kata baru, senang bertanya tentang sesuatu, menjawab

pertanyaan dengan katakata yang benar, bicara mudah dimengerti

bisa membandingkan/membedakan sesuatu dari ukuran dan

bentuknya, menyebut angka, menghitung jari, menyebut nama-

nama hari, merpakaian sendiri tanpa dibantu, bereaksi tenang dan

tidak rewel ketika ditinggal ibu.

2.2.2.2.6 Anak usia 60-72 bulan

Berjalan lurus, berdiri dengan 1 kaki selama 11 detik, menggambar

dengan 6 bagian, menggambar orang lengkap, menangkap bola

kecil dengan kedua tangan, menggambar segi empat, mengerti arti

lawan kata, mengerti pembicaraan yang menggunakan 7 kata atau

lebih, menjawab pertanyaan tentang benda terbuat dari apa dan

kegunaannya, mengenal angka, bisa menghitung angka 5-10,

mengenal 14 warna-warni, mengungkapkan simpati, mengikuti

aturan permainan, berpakaian sendiri tanpa dibantu.


2.2.3 Alat Ukur Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Pengukuran pertumbuhan fisik pada anak adalah elemen kunci dalam evaluasi status

kesehatan mereka. Parameter pertumbuhan fisik meliputi berat badan, tinggi badan

(Panjang badan), ketebalan lipatan kulit, lingkar lengan dan lingkar kepala. Pada

skrining yang dilakukan berdasarkan tenaga yang melakukan terdapat 2 (dua) jenis

yaitu :

2.2.3.1 Proffesionally-administered Screening Test (tes ini dilakukan oleh tenaga

professional yang sudah terlatih), salah satunya adalah Kuesioner Pra

Skrining Perkembangan (KPSP).

2.2.3.2 Parent-completed questionnaires (kuesioner yang dilengkapi oleh orang tua).

2.3 Konsep Pola Asuh Demokratik

2.3.1 Definisi

Dalam (Wong et al., 2009) pola asuh adalah suatu proses merawat anak yang

ditujukkan untuk meningkatkan serta mendukung perkembangan fisik, emosional,

social, finansial dan intelektual seorang anak sejak bayi hingga dewasa, perilaku

menjadi orang tua menggambarkan pola asuh yang dijalankan dalam pengasuhan

anak, walaupun terdapat variasi dan tingkatan gaya menjadi orang tua, variasi ini

secara umum digambarkan sebagai berikut :

2.3.1.1 Otoriter/diktator yaitu orang tua mencoba untuk mengontrol perilaku dan

sikap anak melalui perintah yang tidak boleh dibantah.

2.3.1.2 Permisif/laissez-faire yaitu orang tua memiliki sedikit control atau tidak sama

sekali atas tindakan anak-anak mereka.

2.3.1.3 Otoritatif/demokratik yaitu orang tua mengkombinasikan praktik pengasuhan

anak dari dua gaya yang ekstrem, mereka mengarahkan perilaku dan sikap

dengan menekankan alasan peraturan dan secara negative menguatkan

penimpangan, menghormati individualitas dari tiap anak dan mengizinkan


mereka untuk menyuarakan keberatannya terhadap standar atau peraturan

keluarga

2.3.2 Model Pola Asuh Demokratik

Pada pola asuh demokratik kontrol orang tua kuat dan konsisten tetapi disertai dengan

dukungan, pengertian dan keamanan. Kontrol difokuskan pada masalah, tidak pada

penarikan rasa cinta atau takut pada hukuman. Orang tua ini membantu mengarahkan

diri pribadi, suatu kesadaran mengatur perilaku berdasarkan perasaan bersalah atau

malu untuk melakukan hal yang salah, bukan karena takut tertangkap atau takut

dihukum. Standar realistis orang tua dan harapan masuk akal menghasilkan anak

dengan harga diri tinggi, dan sangat interaktif dengan anak lain. Orang tua tidak

membuat batasan yang kaku dan memaksa, tetapi tetap mempertahankan control yang

kuat, terutama pada area ketidaksepakatan antara orang tua dan anak. Sifat permisif

disesuaikan dengan penetapan batas-batas yang masuk akal dan konsisten. Orang tua

saling membagi kekuasaan, kedua orang tua menjadi pemimpin tetapi mendengarkan

apa yang dipikirkan oleh anak. (Wong et al., 2009). Bantu orang tua mengidentifikasi

strategi untuk meningkatkan pengasuhan anak (mis., cara berkomunikasi yang lebih

efektif dengan anak, teknik disiplin, dan teknik untuk mengelola konflik orangtua

anak. Orang tau dapat memberikan perhatian kepada kelompok pendukung atau kelas

pengasuhan yang sesuai. (Kyle & Carman, 2015).

2.4 Teori Transpersonal Caring

Jean Waston sebagai pendekatan untuk Intervensi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Pada pertumbuhan dan perkembangan anak harus dengan penuh cinta kasih dan dapat

dilakukan dengan pendekatan teori Transpersonal Caring Jean Waston, yang memandang

keperawatan sebagai suatu kata beda dan kata kerja yang meliputi pengetahuan, pemikiran,

nilai, filosofi, komitmen dan tindakan, dengan disertai gairah. Waston menggunakan istilah

manusia, orang, kehidupan dan diri sendiri secara bergantian, beliau memandang seseorang
sebagai suatu kesatuan dari pikiran/tubuh/jiwa/alam. Untuk kesehatan Waston

mendefinisikan sehat sebagai kesatuan dan harmoni dalam fikiran, tubuh dan jiwa. Waston

juga menyatakan bahwa peran perawat terhadap lingkungan adalah memberikan

lingkungan mental, fisik, social, dan spiritual yang mendukung, melindungi dan/atau

memperbaiki.

2.4 Kesesuaian dengan riset sebelumnya

Penelitian yang dilakukan oleh Zuraidah, dkk (2017) membuktikan bahwa terdapat hubungan antara

pola asuh orang tua dengan perkembangan bahasa anak prasekolah (usia 3-6 tahun) dengan tingkat

kemaknaan (p= 0,032). Hasil penelitian menunjukan bahwa keluarga yang menerapkan pola asuh

demokratis 40 responden ibu (90,9%), memberikan dampak peningatan kemampuan berbicara pada

34 anak (77,3%). Selebihnya ibu yang tidak menerapkan pola asuh demokratis memiliki

perkembangan bahasa yang meragukan.


BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Peneliti menyusun kerangka konsep penelitian berdasarkan landasan teori yang disesuaikan

dengan tujuan penelitian sebagai hasil akhir. Terdapat variabel-variabel yang akan diteliti

pada penelitian ini yaitu:

1.1.1 Variabel bebas (independent variable)

Pola Asuh Demokratis

1.1.2 Variabel terikat (dependent variable)

Peningkatan Kemampuan berbicara Anak Usia Dini

1.1.3 Skema Variabel Penelitian

Variabel Dependen
Variabel Independen
Peningkatan Kemampuan
Pola Asuh Demokratis
Bicara

Demografi Sampel

1. Anak Usia Dini:


Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi
2. Ibu :
Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi

1.2 Hipotesis

Hipotesis penelitian merupakan pernyataan sementara atau pernyataan awal peneliti mengenai

hubungan antar variabel yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil

penelitian. (Dharma, 2011).


1. Penerapan pola asuh demokratis dapat meningkatkan kemampuan berbicara anak usia

dini.

2. Penerapan pola asuh demokratis tidak dapat meningkatkan kemampuan berbicara anak

usia dini.

1.3 Definisi Operasional

Definsi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana caranya

menentukan variable dan mengukur suatu variable. Definisi operasional merupakan suatu

informasi ilmiah yang akan membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang

sama. Definisi operasional mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian.

(Kartika, 2017).

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur dan Cara Ukur Skala Hasil Ukur
Ukur
Variabel Model pola asuh Kuesioner skala ukur Ordin Skor 25-74
1. Independen yang dipilih likert al tidak
Pola Asuh keluarga dan yaitu dengan mengukur menjalankan
Demokratis diterapkan dalam sikap pola
proses pengasuhan dan pendapat. asuh
anak Skor = total skor x 100 demokratik
80 2. Skor 75-100
menjalankan
pola
asuh
demokratik

2 Variabel Anak dengan usia 1 Kuesioner dan Ordin Skor 0 – 6


Dependen – 6 tahun yang melakukan observasi al tidak
Anak usia mengalami kepada anak selama mengalami
dini dengan keterlambatan berada di klinik tumbuh keterlambatan
keterlambata berbicara (speech kembang dengan bicara
n bicara delay) dan tidak mengukur kemampuan Skor 7 – 10
memiliki gangguan berbicara dengan mengalami
psikologi lain. memberi skor ketrlambatan
bicara
1.4 Desain Penelitian

Desain penelitian ini ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian dan hipotesis penelitian.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain Observasional Case

Study yaitu dilaksanakan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang

terdiri dari unit tunggal. Unit yang menjadi masalah tersebut secara mendalam dianalisa baik

dari segi yang berhubungan dengan kasusnya sendiri, factor risiko, yang mempengaruhi,

kejadian yang berhubungan dengan kasus ataupun tindakan dan reaksi dari kasus terhadap

suatu perlakuan atau pemaparan tertentu. Metode ini termasuk ke dalam metode penelitian

deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat

gambaran tentang suatu keadaan secara obyektif. Metode penelitian deskriptif digunakan

untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang.

Penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi,

pengolahan, membuat kesimpulan dan laporan. (Kartika, 2017).

3.5. Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti. Populasi dapat berupa

orang, benda, gejala, atau wilayah yang ingin diketahui oleh peneliti (Kartika, 2017).

Populasi yang dapat terjangkau dalam penelitian ini adalah anak usia dini yang

mengalami keterlambatan berbicara (speech delay) dan memiliki latar belakang

keluarga yang menerapkan pola asuh demokratis di klinik tumbuh kembang.

3.5.2 Sampel penelitian

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi. Perhitungan besar sampel dalam penelitian ditetapkan berdasarkan

tujuan analisis data penelitian. Perhitugan besar sampel untuk penelitian deskriptif

dengan menggunakan rumus (Kartika, 2017), yaitu :

n= N
1 + N (d2)
Rumus dipakai jika jumlah populasi lebih kecil dari 10.000.

Keterangan :

N = besar populasi

n = besar sampel

d = Tingkat kepercayaan yang diinginkan

Seluruh populasi di tempat yang digunakan untuk penelitian adalah mempunyai

karakteristik sesuai tujuan penelitian yaitu anak usia dini dengan speech delay murni

yang tidak memiliki gangguan psikologi lain dan menerapkan pola asuh demokratis

dalam keluarga. Maka cara tehnik pengambilan sampel adalah dengan cara purposive

sampling yaitu pengambilan sampel dengan tujuan melihat gambaran anak usia dini (1 –

6 tahun) dengan speech delay murni yang tidak memiliki gangguan psikologi lain dan

menerapkan pola asuh demokratis dalam keluarga di klinik tumbuh kembang. Estimasi

besar sampel menggunakan besar sampel untuk estimasi proporsi. (Rachmat,

2012), (Pagano & Gauvreau, 2018), (Hastono & Sabri, 2011).

n = 1 Zα/2 2
4 E
Menentukan besar sampel yang harus diambil untuk anak usia dini yang mengalami

keterlambatan berbicara dengan tingkat kepercayaan 95% dan kesalahan yang mungkin

terjadi tidak lebih dari 0,09

1 – α = 95 % ZI/2α = 1,96 (lihat tabel Z)


E = 0,09
n = 1 1,96 2 = 118,57 dibulatkan 119
4 0,09

Jadi, besar sampel minimum yang harus diambil adalah 119 orang.

3.5.3 Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.5.3.1 Responden Ibu

3.5.3.1.1 Bersedia menjadi responden penelitian

3.5.3.1.2 Dapat membaca dan menulis.


3.5.3.1.3 Memiliki anak speech delay

3.5.3.2 Responden Anak

3.5.3.2.1 Anak usia 1 – 6 tahun

3.5.3.2.2 Memiliki keterlambatan berbicara

3.5.3.2.3 Tidak sedang mengalami gangguan psikologi

3.5.3.2.4 Laki-laki dan Perempuan

3.5.3.2.5 Tidak memiliki cacat fisik organ bicara

3.5.4 Kriteria Eksklusi

3.5.4.1 Responden Ibu

3.5.4.1.1 Tidak bersedia menjadi responden penelitian

3.5.3.1.2 Tidak dapat membaca dan menulis.

3.5.3.1.3 Tidak memiliki anak dengan speech delay

3.5.3.2 Responden Anak

3.5.3.2.1 Anak usia diluar 1 – 6 tahun

3.5.3.2.2 Tidak memiliki keterlambatan berbicara

3.5.3.2.3 Mengalami gangguan psikologi lain

3.5.3.2.4 Memiliki cacat fisik organ bicara

3.6. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan dalam waktu 3 (tiga) bulan. Tempat dilakukannya penelitian ini

adalah di klinik Tumbuh Kembang.

3.7. Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dan formulir pengkajian

tumbuh kembang anak.

3.7.1 Kuesioner Demografi dan Karakteristik Kuesioner

3.7.2 Kuesioner Pola Asuh Demokratik

3.7.3 Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) untuk anak usia 12 – 72 bulan.

3.7.4 Kuesioner speech delay


3.7.5 Instrumen Tes Daya Dengar

3.7.6 Grafik/Kurva/Standar Berat Bdan dan Tinggi Badan

Pada kuesioner pola asuh demokratik tipe uji validitas yang digunakan yaitu theory-related

validity (validitas berhubungan dengan teori) dengan cara content validity (validitas isi).

Sedangkan uji realiabilitas instrument menggunakan equivalency percent agreement.

Percent Agreement = total number of agreement x 100


total number of observation

Persentase agreement yang dapat diterima untuk suatu instrument adalah berkisar 70%.

(Dharma, 2011).

3.8. Metode Pengumpulan Data

3.8.1 Prosedur Administrasi

Prosedur administrasi, yang dilakukan peneliti adalah mengajukan uji etik penelitian pada

Komite Etik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) setelah ujian

proposal. Selanjutnya peneliti mengajukan surat ijin penelitian kepada Dekan FIK

UI yang ditujukkan kepada Kepala/Direktur Klinik Tumbuh Kembang, untuk

memperoleh ijin penelitian selama 3 bulan.

3.8.2 Prosedur Teknis

Peneliti melakukan seleksi calon responden yaitu anak usia dini dan Ibunya sesuai

kriteria inklusi dan eksklusi. Selanjutnya peneliti memperkenalkan diri kepada calon

responden ( ibu dan anak), kemudian menjelaskan prosedur penelitian kepada ibu, dan

meminta ibu menandatangani informed consent sebagai tanda kesepakatan terlibat dalam

penelitian ini. Pengambilan data dengan metode angket (kuseioner) untuk Ibu dan

observasi pengkajian untuk anak. Proses pengambilan data ini terus dilakukan terhadap

semua responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan pada sampel

penelitian sampai terpenuhi sampel yang diharapkan.

3.9. Etika Penelitian


Penelitian keperawatan pada umumnya melibatkan manusia sebagai subyek penelitian, maka

penelitian mempunyai risiko ketidaknyamanan pada subyek penelitian. Oleh karena itu

pertimbangan etik penelitian menjadi perhatian peneliti. Peneliti harus meyakinkan bahwa

responden terlindungi dengan memenuhi prinsip etik. Untuk itu peneliti akan memperhatikan

validitas dan reliabilitas instrument penelitian , dan peneliti meminta persetujuan keikutsertaan

pada subyek penelitian sebelum penelitian dilakukan melalui informed consent.

DAFTAR PUSTAKA
Nur Hasanah, dkk (2020). Analisis Pola Asuh Orang Tua terhadap Keterlambatan Bicara pada
Anak Usia Dini. Vol. 4 (Page 913-922). Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
Adi, S.,dkk. (2020) Faktor-faktor Penyebab Keterlambatan Bicara Pada Anak Usia Prasekolah.
http://repository.unja.co.id
Juliana, B. S (2019) Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, Anak Prasekolah. Cetakan Pertama Yogyakarta
: CV Budi Utama
Alligood, M. R. (2018). Nursing Theorists and Their Work (9 ed.). USA: Elsevier Mosby.
Kuntarto, E. (2018). Psikolinguistik dan Perkembangannya. Lecture Handout. Program
Pascasarjana Universitas Jambi, (Unpublished).
Lilis M. (2017) Strategi Pengembangan Bahasa Pada Anak. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta :
Prenadamedia Group
Mulqiah Z,. dkk. (2017) Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan Bahasa Anak Prasekolah
(Usia 3-6 Tahun) Volume. 5 No. 1.
http://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/JDK/article/view/3643
RI, K. K. (2016). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang
Anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Soetjiningsih, & Ranuh, I. N. G. (2016). Tumbuh Kembang Anak (2 ed.). Jakarta: EGC.
Selfia, R. (2015). Pengaruh Pola Pengasuhan dengan Perkembangan Komunikasi Anak Autis
kepada Orang Tua.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1482/1321
Dharma, K. K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan Panduan Melaksanakan dan
menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: Trans Info media.
Bowden, V. R., & Greenberg, C. S. (2010). Children and Their Families The Continuum of Care
(2 ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai