Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

OLEH :
NAMA : JERI AZHARI
NIM : A1I122016
B

DOSEN PENGAMPU
Dr. Drs. Anwar Bey, MS

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
Kata Pengantar
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
Perkembangan Peserta Didik dengan dosen pengampu Bapak Dr. Drs. Anwar Bey,
MS.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
turut berkontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya tidak akan maksimal
jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata Bahasa. Oleh karena itu, kami rendah hati menerima saran dan kritik
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Kami berharap agar makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan
inspirasi bagi pembaca.

Kendari, 4 Juni 2023

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I ...................................................................................................................... 4

PEMBAHASAN .................................................................................................... 4

1.1 Faktor yang mempengaruhi Pendidikan.................................................. 4

1.2 Teori belajar dan implikasinya terhadap Pendidikan ............................. 5

1.2.1 Teori nativisme........................................................................................ 5

1.2.2 Teori empirisme ...................................................................................... 6

1.2.3 Teori Konvergensi ................................................................................... 8

1.2.5 Teori Interkasi ......................................................................................... 9

1.3 Teori belajar dan implikasinya terhadap Pendidikan ............................11


BAB I

PEMBAHASAN
1.1 Faktor yang mempengaruhi Pendidikan
1. faktor Pendidikan
Untuk menunjang perkembangan manusia, peran pendidikan sangat
penting. Pendidikan akan memberikan efek positif bagi emosional, intelektual,
kesehatan mental dan aktivitas sosial lainnya. Selain itu, pendidikan juga menjadi
wadah untuk membimbing proses kedewasaan. Pendidikan merupakan faktor
yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena dengan adanya pendidikan
diharapkan manusia dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan
kreativitasnya. Keberhasilan dibidang pendidikan sangat ditentukan dalam proses
belajar mengajar.
2. Faktor Lingkungan
Peran lingkungan dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia akan
memberi dampak positif seperti cara mengatur emosi saat bersosialisasai, adanya
dukungan kemajuan teknologi, rumah tangga serta perekonomian. Implikasi peran
lingkungan masyarakat dalam pendidikan karakter adalah untuk mengajarkan
keterampilan memecahkan masalah, seperti menganalisa masalah, menetapkan
tujuan, serta memikirkan konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari
sebuah tindakan yang akan diambil.
3. Faktor Gizi
Faktor gizi yang dikonsumsi seperti makanan dan minuman akan
mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan manusia. Pada saat masa-masa
pertumbuhan, tubuh kita akan memerlukan banyak protein. Sedangkan air dan
makanan yang dikonsumsi juga akan membantu tubuh memproduksi energi
terbentuknya sel-sel tubuh. Aktifitas sehari-hari yang kita lakukan juga turut
berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan manusia. Semakin kita
mengkonsumsi protein, makanan sehat dan air yang cukup maka pertumbuhannya
juga akan berkualitas atau mengalami peningkatan, organ-organ tubuh akan
bekerja secara maksimal. Dengan kita rajin berolahraga dan menjaga kebugaran
tubuh akan mendukung pertumbuhan yang kita lakukan dengan maksimal. Tidak
hanya olahraga, tetapi kita juga harus sering mengasah otak misalnya dengan
kegiatan membaca, menggambar, bermain musik untuk mendukung
perkembangan otak. Implikasi pendidikan gizi penting untuk anak usia dini karena
gizi meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan, kesehatan serta
kesejahteraan anak-anak di masa yang akan datang. Tingkat usia dini adalah masa
yang mudah untuk menerapkan gizi yang baik.
1.2 Teori belajar dan implikasinya terhadap Pendidikan
1.2.1 Teori nativisme
a. Pengertian nativisme
Nativisme adalah teori yang beranggapan bahwa kepribadian terbentuk oleh
sifat bawaan, keturunan dan kebakaan sebagai penentu timbulnya tingkah laku
seseorang (Lubis, 2020). Istilah nativisme berasal dari kata “natus” yang berarti
“lahir”, atau “nativis” yang berarti “pembawaan”. Dengan demikian secara
etimologis nativisme dapat diartikan sebagai memandang manusia (anak manusia)
sejak lahir telah membawa sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar).
Disebutkan bahwa pembawaan itu ada yang baik dan ada yang buruk. Nativisme
adalah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap pemikiran Psikologi.
Sementara itu menurut Sakti (2019, hlm. 15) aliran nativisme bertolak
dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak,
sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh
terhadap perkembangan anak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aliran ini
berpendapat bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan
buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang
sudah dibawa sejak lahir dan wataknya tidak bisa dipengaruhi oleh lingkungan
serta ditentukan oleh anak didik itu sendiri.
Sedangkan menurut Amanudin (2019, hlm. 67) nativisme adalah aliran yang
berpendapat bahwa perkembangan manusia itu telah di tentukan oleh faktor-faktor
yang di bawa manusia sejak lahir, pembawaan yang telah terdapat pada waktu
lahir itulah yang menentukan hasil perkembangannya. Dengan kata lain,
lingkungan, keadaan sosial, budaya, bahkan pendidikan dianggap tidak
berpengaruh sama sekali.
Seperti yang diungkapkan oleh Schopenhour (dalam Saleh, 2018, hlm. 144)
bahwa menurut teori ini sewaktu individu dilahirkan telah membawa sifat-sifat
tertentu, dan sifat inilah yang akan menentukan keadaan individu yang
bersangkutan, sedangkan faktor lain yaitu lingkungan, termasuk di dalamnya
pendidikan dapat dikatakan tidak berpengaruh terhadap perkembangan individu
itu.
b. Kelebihan dan kekurangan natvisme
➢ kelebihan
1. Mampu memunculkan bakat yang dimiliki
2. Mendorong manusia mewujudkan diri yang berkompetensi
3. Mendorong manusia dalam menetukan pilihan
4. Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri
seseorang.
5. Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki
➢ Kekurangan
Teori ini memiliki pandangan seolah-olah sifat-sifat manusia tidak bisa diubah
karena telah ditentukan oleh sifat-sifat turunannya. Bila dari keturunan baik maka
akan baik dan bila dari keturunan jahat maka akan menjadi jahat. Jadi sifat
manusia bersifat permanen tidak bisa diubah. Teori ini memandang pendidikan
sebagai suatu yang pesimistis serta mendeskreditkan golongan manusia yang
“kebetulan” memiliki keturunan yang tidak baik.
1.2.2 Teori empirisme
a. Pengertian teori empirisme
Teori ini dipelopori oleh Jhon Locke, seorang berbangsa Inggris yang lahir
tahun 1623 dan meninggal tahun 1704. Sesuai dengan aliran ini ia menganut
paham yang berpendapat bahwa segala pengetahuan, keterampilan dan sikap
manusia dalam perkembangannya ditentukan oleh pengalaman (empiris) nyata
melalui alat inderanya, baik secara langsung berinteraksi dengan dunia luarnya
maupun melalui proses pengolahan dalam diri dari apa yang didapatkan secara
langsung.
Empirisme barasal dari bahasa Latin, yaitu “empiricus” artinya
“pengalaman”. Aliran ini bertentangan dengan paham aliran nativisme, artinya
tidak mengakui adanya pembawaan atau potensi di bawah lahir manusia. Dengan
kata lain bahwa anak manusia itu lahir dalam keadaan suci, dalam pengertian anak
bersih dan tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpendapat bahwa
hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan. Faktor
lingkungan menentukan dalam perkembangan pribadi seseorang terutama
pendidikan. Sedangkan pengaruh-pengaruh dari dalam (faktor keturunan)
dianggap tidak ada.
Teori ini disebut juga dengan “tabularasa”, artinya meja berlapis lilin yang
belum ada lapisannya, atau dengan kata lain seseorang dilahirkan seperti kertas
kosong yang belum ditulis, maka pendidiklah yang akan menulisnya. Ajaran ini
menganggap bahwa ketika anak lahir tidak mempunyai bakat, pembawaan atau
potensi apa-apa, masih dalam keadaan jiwa yang kosong dan belum terisi sesuatu
apapun. Karena masih bersih, kosong, tidak ada tulisan atau gambar apa-apa, baik
pada kertas atau papan berlapis lilin tersebut, sehingga mau diisi, diwarnai,
digambari atau dibuat apa tergantung dan ditentukan oleh lingkungan yang
menguasainya. Begitu juga yang terjadi pada perkembangan diri manusia,
menurut teori ini sangat tergantung pada lingkungannya, sama sekali tidak ada
pembawaan bakat, potensi yang dapat berkembang sendiri. Kekuasaan
pengembangan anak pada pendidikan atau lingkungan berkuasa atas pembentukan
anak, ini disebut juga aliran optimisme.
b. Kelebihan dan kekuragan teori empirisme
Kelebihan teori empiris adalah pengalaman indera merupakan sumber
pengetahuan yang benar, karena fajam empiris mengedepankan fakta-fakta yang
terjadi di lapangan. Kelebihan yang lain adalah dapat membimbing keluarga atau
lingkungan anak untuk menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak
sehingga perkembangan anak dapat berjalan dengan baik.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan
kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada
anak yang berbakat dan berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.
1.2.3 Teori Konvergensi
a. Pengertian teori konvergensi
William Stren merupakan ahli pendidikan bangsa Jerman yang
mempelopori teori konvergensi, menurut teori konvergensi ini bahwa seorang
anak dilahirkan dengan sifat baik dan buruk.
William Stren menamakan teorinya dengan sebutan teori konvergensi,
diambil dari bahasa Inggris yaitu convergency, artinya memuat dua hal menuju ke
satu titik. Maksudnya adalah teori gabungan antara teori nativisme dengan teori
empirisme. Perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh faktor hereditas dan
lingkungan sekitarnya. Karena bakat seseorang dapat berkembang karena faktor
lingkungan, sebaiknya para pendidik dapat menjadikan suasana lingkungan yang
sesuai dan bermacam-macam, agar bakat seseorang dapat berkembang dengan
baik.
Selaras dengan hal tersebut, teori konvergensi berpendapat bahwa: a.)
Pendidikan mungkin diberikan. b.) Pendidikan dimaksudkan sebagai penolong
yang diberikan kepada lingkungan peserta didik yang bertujuan untuk
mengembangkan bakat yang baik dan mencegah berkembangnya bakat yang
buruk. c.) Hasil pendidikan dibatasi oleh pembawaan dan lingkungan. Sesuai
dengan teori konvergensi ini, dengan kata lain pendidikan adalah sebagai tindakan
yang diberikan kepada peserta didik untuk mengembangkan pembawaan yang
baik dan mencegah pembawaan yang buruk.
b. Kelebihan dan kekurangan teori konvergensi
Kelebihan teori konvergensi ini adalah mempunyai asas bahwa, pendidikan
tidak hanya berasal dari pembawaan sejak lahir saja tetapi juga memperhitungkan
keadaan lingkungan sekitar. Maka dari itu, aliran ini selalu bisa di terima oleh
sistem pendidikan di berbagai negara termasuk Indonesia. Hal ini dikarenakan,
setiap manusia di bebaskan untuk memilih apa yang dia inginkan sesuai dengan
bakat yang ia miliki dan juga di beri kebebasan untuk memilih keadaan
lingkungan sekitar untuk mengasah bakat tersebut. Ini dapat menyebabkan potensi
peserta didik akan berkembang dengan sangat baik karena adanya pengaruh dari
dua faktor tersebut.
Kelemahan teori ini adalah tidak ada diberikannya solusi apabila anak
tersebut memiliki bakat yang luar biasa tetapi lingkungannya tidak mendukung
hal tersebut. Apabila ada anak atau seseorang yang tinggal di dalam lingkungan
yang negatif, maka anak tersebut akan dengan mudah terkontaminasi oleh
keadaan lingkungan tersebut. Contohnya adalah anak kecil yang baru mengenal
dunia luar, ia akan lebih cepat meniru sesuatu yang terjadi di lingkungan
sekitarnya, baik yang bersifat positif maupun yang negatif.
1.2.5 Teori Interkasi
a. Pengertian teori interaksi
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan
hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa.
Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan
“input” dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar.
Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan
yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.
Singkatnya teori ini menggabungkan antara teori nativisme dan kognitifisme.
Dalam pemerolehan bahasa pertama anak sangat dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Benar jika ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan
berbahasa si anak telah ada sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini telah dibuktikan
oleh berbagai penemuan seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia
mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan.
Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa Campbel,
dkk., dalam (Mudini et al. 2016). Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah
lingkungan juga faktor yang memengaruhi kemampuan berbahasa si anak.
Seorang anak dilahirkan dengan kemampuan untuk mempelajari dan
mengemukakan bahasa, dan kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya yang
mencakup imitasi, reinforcement, reward, dan peran sosial. Para ahli interaksionis
menjelaskan bahwa berbagai faktor seperti sosial, linguistik, kematangan,
biologis, dan kognitif, saling mempengaruhi, berinteraksi, dan memodifikasi satu
sama lain sehingga berpengaruh terhadap perkembangan bahasa individu.
Pemahaman kita terhadap cara berpikir manusia dan memproses informasi
menambah wawasan kita terhadap kemampuan berbahasa seseorang. Pandangan
teori yang bersifat menyeluruh ini sepertinya dapat menjelaskan tentang
perkembangan kemampuan berbahasa anak.
Teori Interaksionalisme simbolik (symbolic interactionism) adalah
pendekatan teoritis dalam memahami hubungan antara manusia dan masyarakat.
Ide dasar teori interaksionisme simbolik adalah bahwa tindakan dan interaksi
manusia hanya dapat dipahami melalui pertukaran symbol atau komunikasi yang
sarat makna.
Teori interaksionisme simbolik mulai berkembang pada pertengahan abad ke-
20. interaksionisme simbolik berakar dari dua kata yang bermakna berbeda, yaitu
interaksi dan simbol. Simbolik mengandung pengertian pada makna yang terdapat
pada situasi sosial tertentu di mana pelaku berada di dalamnya, sedangkan
interaksionis mengandung arti makna tersebut dibentuk oleh interaksi di antara
pelaku.
b. Kelebihan dan kekurangan teori interaksi
Kelebihan teori interaksi adalah kajian teori interaksi bertolak dari pandangan
bahwa bahasa merupakan perpaduan faktor genetic dan faktor lingkungan.
Kemampuan kognitif dan kemampuan berbahasa terjadi secara bersamaan. Anak
dilahirkan dengan kemampuan untuk memahami, mempelajari, dan
mengemukakan bahasa dan kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya yang
meliputi proses imitasi, reinforcement, dan reward, dan peran social.
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan
hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa.
Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan
“input” dan kemampuan internal yang dimiliki (kognitif anak). Setiap anak sudah
memiliki Perangkat Penguasaan Bahasa (Language Acquisition Devise/LAD)
sejak lahir.
Kelemahan dari teori interaksi ini adalah tanpa ada masukan yang sesuai tidak
mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.
1.3 Teori belajar dan implikasinya terhadap Pendidikan
Berdasarkan teori nativisme, perkembangan manusia ditentukan oleh
faktor-faktor yang dibawa manusia sejak lahir, salah satunya pembawaan fisik.
Menurut Budiamin, dkk. (2009:5) proses perkembangan fisik mencakup
perubahan-perubahan dalam tubuh individu seperti pertumbuhan otak, otot,
sistem syaraf, struktur tulang, hormon, organ-organ inderawi, dan sejenisnya.
Termasuk juga di dalamnya perubahan dalam kemampuan fisik seperti perubahan
dalam penglihatan, kekuatan otot, dan lain-lain. Pemikiran tersebut menuntut
perlunya suatu penyelenggaraan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
dan kebutuhan fisik seperti yang telah diungkapkan.
Dalam hal ini, Budiamin, dkk. (2009:84) juga berpendapat bahwa
diperlukan suatu cara pembelajaran yang “hidup”, dalam arti memberikan banyak
kesempatan kepada peserta didik untuk memfungsikan unsur-unsur fisiknya.
Dengan kata lain, diperlukan suatu cara pembelajaran yang bersifat langsung.
Pemahaman tentang karakteristik per-kembangan akan membawa beberapa
implikasi bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Implikasi-imlikasi
dimaksud khususnya berkenaan dengan penyelenggaraan pembelajaran secara
umum, pemeliharaan kesehatan dan nutrisi anak, pendidikan jasmani dan
kesehatan, serta penciptaan lingkungan dan pembiasaan berperilaku sehat.
Budiamin, dkk. (2009:117) kemudian memaparkan implikasi
perkembangan bahasa (teori interaksi) pada peserta didik yaitu:
1. Apabila kegiatan pembelajaran yang diciptakan bersifat efektif, maka
perkembangan bahasa peserta didik dapat berjalan secara optimal. Sebaliknya
apabila kegiatan pembelajaran berjalan kurang efektif, maka dapat diprediksi
bahwa perkembangan bahasa peserta didik akan mengalami hambatan.
2. Bahasa adalah alat komunikasi yang paling efektif dalam pergaulan sosial. Jika
ingin menghasilkan pembelajaran yang efektif untuk mendapatkan hasil
pendidikan yang optimal, maka sangat diperlukan bahasa yang komunikatif dan
memungkinkan peserta didik yang terlibat dalam interaksi pembelajaran dapat
berperan secara aktif dan produktif.
3. Meskipun umumnya anak SD memiliki kemampuan potensial yang berbeda-
beda, namun pemberian lingkungan yang kondusif bagi perkembangan bahasa
sejak dini sangat diperlukan.
Berdasarkan teori empiris, segala pengetahuan, keterampilan dan sikap
manusia dalam perkembangannya ditentukan oleh pengalaman (empiris) nyata
melalui alat inderanya, baik secara langsung dengan bersosialisasi maupun
melalui proses pengolahan dalam diri dari apa yang didapatkan secara langsung.
Berkat perkembangan sosial, seorang anak dapat menyesuaikan diri dengan
kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitar. Dalam
proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat
dimanfaatkan oleh pendidik dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik
yang membutuhkan tenaga fisik maupun pikiran. Tugas-tugas kelompok ini harus
memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk menunjukkan
prestasinya, tetapi juga diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. Dengan
melaksanakan tugas kelompok, peserta didik dapat belajar tentang kebiasaan
dalam bekerja sama, saling menghormati, dan bertanggung jawab.
Dilihat dari pemahaman terhadap aspek perkembangan sosial pada peserta
didik, terdapat beberapa implikasi menurut Budiamin, dkk. (2009:128), yaitu: (1)
untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menyadari dan menghayati
pengalaman sosialnya, dapat dilakukan aktivitas-aktivitas bermain peran yang
ditindaklanjuti dengan pembahasan di antara mereka; (2) keberadaan teman
sebaya bagi anak usia sekolah dasar merupakan hal yang sangat berarti, bukan
saja sebagai sumber kesenangan bagi anak melainkan dapat membantu
mengembangkan banyak aspek perkembangan anak. Ini mengimplikasikan
perlunya aktivitas-aktivitas pendidikan yang memberikan banyak kesempatan
kepada peserta didik untuk berdialog dengan sesamanya.
Berdasarkan teori konvergensi, berpendapat, bahwa di dalam
perkembangan individu itu baik dasar atau pembawaan maupun lingkungan
memiliki peran penting. Bakat sebagai kemungkinan telah ada pada diri individu,
akan tetapi bakat yang sudah tersedia itu perlu menemukan lingkungan yang
sesuai supaya dapat berkembang.
Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak, di lingkungan keluarga
pertama-tama anak mendapatkan pengaruh sadar. Karena itu bentuk dan isi serta
cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh
berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia.
Pendidikan dalam keluarga inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar
untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di sekolah. Sekolah sebagai lingkungan
pendidikan kedua, bertugas mengembangkan potensi dan bakat anak didik agar
mereka memiliki kecerdasan dan keterampilan, yang kemudian diterapkan di
tengah-tengah masyarakat. Masyarakat sebagai lingkungan pendidikan ketiga
merupakan tempat dimana seseorang menerapkan dan mengembangkan
potensinya.

Anda mungkin juga menyukai