Anda di halaman 1dari 22

CASE METHOD

PERKEMBANGAN EMOSIONAL DI LINGKUNGAN SD


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Dalam Mata Kuliah
Perkembangan Peserta Didik

NAMA MAHASISWA : Anastasya Amanda Siregar 5223151021


Jan Felix Sipayung 5223151024
Mutiara Anggraini 5221151012
Tengku Ichlasul Amal 5223351031
KELAS : PTIK- B
KELOMPOK :7
MATA KULIAH : Perkembangan Peserta Didik
DOSEN PENGAMPU : Dr. Aman Simaremare, S. Pi.,M.S

PENDIDIKAN TEKNOLOGI INFORMATIKA DAN KOMPUTER


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu
menyelesaikan Tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik tepat pada waktu
yang telah ditentukan.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dosen pengampu mata kuliah


PPD Dr. Aman Simaremare, S. Pi.,M.S. yang telah memberi dukungan serta
memberikan kepercayaan kepada penulis. Dimana dengan adanya pemberian tugas
ini penulis dapat memahami dan memperdalam pengentahuan tentang
Perkembangan Emosional di Lingkungan SD. Terimakasih juga kepada orang tua
yang telah membantu penulis menyelesaikan case method ini melalui doa dan
materi yang penulis butuhkan.

Penulis menyadari bahwa Tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik
dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan, untuk perbaikan di masa
yang akan datang. Semoga tugas ini berguna serta bermanfaat dalam meningkatkan
pengetahuan dan dapat diaplikasikan bagi pembaca.

Medan, 10 Oktober 2022

Penulis,

Kelompok 7
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN.....................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
A. Latar Belakang............................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................
C. Tujuan ........................................................................................................
D. Manfaat.......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................
A. Pendalaman Materi.....................................................................................
B. Penyajian Kasus..........................................................................................
BAB III PEMECAHAN KASUS..................................................................
A. Pencarian Data............................................................................................
B. Pengajuan Gagasan.....................................................................................
C. Validasi ......................................................................................................
D. Perumusan Solusi ......................................................................................
BAB IV PENUTUP.......................................................................................
A. Kesimpulan.................................................................................................
B. Saran….......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan pengaruh yang diberikan orang dewasa terhadap
orang yang belum dewasa, dalam hal ini adalah pendidikan yang diberikan oleh
guru terhadap anak dalam rangka membantu perkembangannya. Karakteristik
perkembangan anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada
pada rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa perkembangan
anak yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi
kehidupannya. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki
anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal. Karakteristik
perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan
fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh
dan keseimbangannya. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas
awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi,
mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya
perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan
berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.

B. RUMUSAN MASALAH
Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah didalam makalah ini adalah:
1. Apa saja materi perkembangan Emosional Lingkungan SD?
2. Mengapa ada kasus perkembangan Emosional di Lingkungan SD?
3. Apa saja solusi yang ditawarkan dari kasus perkembanganEmosional di
Lingkungan SD?
4. Apa sajakah langkah-langkah yang diharapkan untuk mengendalikan kasus
perkembangan Emosional di Lingkungan SD?
C. TUJUAN CASE METHOD
Tujuan yang akan dicapai dengan adanya makalah ini, yakni:
1. Menndalami materi dari case method yang disajikan
2. Mengetahui Emosional di Lingkungan SD
3. Mengetahui kasus Emosional di Lingkungan SD
4. Memberikan rumusan solusi dari kasus Emosional di Lingkungan SD
5. Memenuhi Tugas perkuliahan mata kuliah PPD

D. MANFAAT CASE METHOD


1. Kehadiran makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk mempelajari
lebih tentang Emosional di Lingkungan SD
2. Kehadiran makalah ini diharapkan dapat menarik masyarakat untuk
mengetahui lebih mendalam Emosional di Lingkungan SD
3. Kehadiran makalah ini diharapkan dapat menambah minat baca masyarakat
luas
4. Kehadiran makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang
Emosional di Lingkungan SD
5. Kehadiran makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam
mempelajari Perkembangan Emosional di Lingkungan SD
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENDALAMAN MATERI
Perkembangan adalah perubahan yang sistimatis, progresif, dan
berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya.
Perubahan tersebut dijalani setiap individu khususnya sejak lahir hingga
mencapai kedewasaan atau kematangan. Sistimatis mengandung makna bahwa
perkembangan itu dalam makna normal jelas urutannya. Progresif bermakna
perkembangan itu merupakan metamorfosis menuju kondisi ideal.
Berkesinambungan bermakna ada konsistensi laju perkembangan itu sampai
dengan tingkat optimum yang bisa dicapai. Bisa pula istilah perkembangan
merujuk bagaimana orang tumbuh, menyesuaikan diri dan berubah sepanjang
perjalanan hidup mereka, melalui perkembangan fisik, perkembangan
kepribadian, perkembangan sosioemosional, perkembangan kognitif, dan
perkembangan bahasa. Selama perjalan kehidupan, manusia mengalami
perubahan-perubahan yang menakjubkan. Kebanyakan perubahan ini terlihat
jelas, anak-anak tumbuh makin besar, lebih cerdas, lebih mahir secara sosial
dan seterusnya. Namun banyak aspek perkembangan tidak tampak begitu jelas.
Masing-masing anak berkembang dengan cara yang berbeda, dan
perkembangan juga sangat dipengaruhi oleh budaya, pengalaman, pendidikan,
dan faktor-faktor yang lain. Anak-anak bukanlah orang dewasa kecil. Mereka
berpikir dengan berbeda, mereka melihat dunia ini dengan berbeda, dan mereka
hidup dengan prinsip-prinsip moral dan etika yang berbeda dari orang dewasa.
( Robert E. Slavin, 2008, h. 40) Masing-masing anak dipandang sebagai orang
yang unik dengan pola waktu pertumbuhan masing-masing. Dalam proses
pendidikan kurikulum dan pengajaran idealnya harus tanggap dari perbedaan
yang dimiliki setiap anak, baik dalam kemampuan dan minat.
Tingkat kemampuan, perkembangan, dan gaya belajar yang berbeda sudah
harus diperkirakan, diterima dan digunakan untuk merancang kurikulum. Anak-
anak diharapkan untuk maju dengan keceptan mereka sendiri dalam
mempelajari kemampuan-kemampuan yang penting, termasuk kemampuan
menulis, membaca, mengeja, matematika , ilmu-ilmu sosial, ilmu pengetahuan
alam, seni, musik, kesehatan, dan kegiatan fisik. Mereka harus berkembang
sesuai dengan kecerdasan yang mereka miliki. Meskipun alam telah
memberikan peluang yang besar dalam proses perkembangan manusia, akan
tetapi peluang itu akan banyak tergantung pada apa yang dipelajarinya. Dengan
belajar itulah manusia dapat menyelesaikan berbagai masalah kehidupannya.
Di samping itu, masyarakat makin lama makin maju sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka manusia ditantang untuk
terus menerus belajar dalam menyesuaikan diri dengan perubahan dan
tantangan yang terjadi. Keberhasilan dalam proses pembelajaran akan
membawa kepada keadaan kebahagian hidup, dan sebaliknya proses
pembelajaran yang tidak efektif akan berpengaruh pada proses perkembangan.
Dalam keseluruhan proses hidup, manusia menghadapi serangkaian tugas-tugas
yang akan dijumpai dalam setisp fase perkembangannya. Individu harus
mengenal dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan itu agar dapat
menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan yang berkembang, demi untuk
mencapai kebahagian hidupnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT
dalan Q.S. al-Ra’d 13; 11. Terjemahnya: “ Bagi manusia ada malaikat-malaikat
yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia” (Q.S.
Ar-Ra’d ; 13 : 11) Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang tetap
menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa Malaikat yang mencatat
amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang
menjaga secara bergiliran itu, disebut Malaikat Hafazhah. Tuhan tidak akan
merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab
kemunduran mereka.
Perkembangan sebagai bentuk perubahan yang terjadi pada diri manusia
tidak serta merta terjadi begitu saja, sudah dinyatakan dengan jelas oleh Allah
SWT. Kesempatan yang begitu besar terbentang bagi setiap manusia berproses
untuk mengisi hidup dan kehidupannya, menyesuaikan diri sesuai dengan
tuntutan lingkungan dan zaman. Periode usia antara 6-12 tahun merupakan
masa peralihan dari pra-sekolah ke masa Sekolah Dasar (SD). Masa ini juga
dikenal dengan masa peralihan dari kanak-kanak awal ke masa kanak-kanak
akhir sampai menjelang masa pra-pubertas Pada umumnya setelah mencapai
usia 6 tahun perkembangan jasmani dan rohani anak telah semakin sempurna
(Suara Muhammadiyah, Vol. 89 2004, h. 17) Pertumbuhan fisik berkembang
pesat dan kondisi kesehatannyapun semakin baik, artinya anak menjadi lebih
tahan terhadap berbagai situasi yang dapat menyebabkan terganggunya
kesehatan mereka. Dengan kita mengetahui tugas perkembangan anak sesuai
dengan usianya maka sebagai orangtua maupun guru dapat memenuhi
kebutuhan apa yang diperlukan dalam setiap perkembangannya agar tidak
terjadi penyimpangan perilaku.
B. PENYAJIAN KASUS
Keluarga merupakan pusat pendidikan pertama yang dikenal oleh anak.
Keluarga sebagai wadah dalam tumbuh dan berkembangnya anak dan orang tua
menjadi pusat awal dan sangat menentukan dalam proses pembinaan, dan
pembentukan kepribadian anak sejak dini. Melalui pengalaman dan sentuhan
pendidikan yang diberikan orang tua, baik secara fisik maupun moral-spiritual,
secara langsung akan di rangsang oleh anak dan tertanam dalam kepribadian
anak tersebut.
Quintilianus, salah seorang tokoh dibidang pendidikan dan ilmu psikologi
perkembangan mengemukakan bahwa, “kesan-kesan yang diperoleh anak
ketika masih kecil akan tertanam secaramendalam dan menjadi milik abadi
didalam jiwanya” (Imam Bawani, 1990:52). Lingkungan keluarga terutama
orang tua dianggap berpengaruh dalam proses pengembangan kepribadian anak
sehingga orang tua diharapkan mampu menciptakan lingkungan keluarga yang
sesuai dengan keadaan anak. Selain itu orang tua hendaknya bersikap tegas dan
bijak dalam memberi larangan dan berupaya merangsan anak menjadi
seseorang yang percaya diri. Peran dan tugas orang tua menurut Ali, yakni
sebagai berkut “Komunikasi Ibu dan Ayah dalam keluarga sangat menentukan
pembentukan pribadi anak-anak di dalam maupun di luar rumah” (Ali,
1995:30). Keluarga juga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak dan
tempat anak dalam mendapatkan perlindungan, kasih sayang, serta rasa aman.
Menurut Tabroni, dikatakan keluarga utuh apabila pasangan suami istri
mempunyai tujuan membangun sebuah keluarga dengan visi dan misi yang
akan dijalankan bersamasama. Keluarga utuh sangat berpeluang besar bagi anak
untuk membangun kepercayaan terhadap kedua orang tuanya, yang merupakan
unsur dalam membantu anak untuk memiliki dan mengembangkan diri.
Pasangan suami istri yang tinggal terpisah karena alasan tertentu akan
mengurangi makna sebagai keluarga yang utuh.
Anak yang memiliki orang tua utuh (Ayah dan Ibu) cenderung dinilai lebih
baik daripada anak yang berasal dari keluarga yang telah bercerai atau keluarga
tiri. Broken Home adalah suatu keadaan dimana orang tua sudah tidak
harmonis, sering bertengkar dan menimbulkan keributan, sehingga tidak ada
lagi rasa kasih sayang dan kepedulian terhadap anak, dan anak tidak lagi
mendapatkan seseorang untuk dijadikan tauladan bagi mereka. Dalam
perkembangan psikologis peneliti membatasi pada aspek sosialemosional pada
anak usia sekolah dasar. Perkembangan sosial siwa Sekolah Dasar anak dapat
berkompetensi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, mandiri, dapat
berbagi.
Sedangkan dari segi emosi siswa Sekolah Dasar dapat mengekspresikan
reaksi terhadap orang lain, dan dapat mengontrol emosi (Zusani, 2013).
Perkembangan sosial-emosional merupakan dua perkembangan yang tidak
dapat dipisahkan, karena keduanya saling berhubungan. Ketika siswa usia dasar
mempunyai perkembangan sosial-emosional yang baik maka siswa tersebut
akan mudah bergaul dan berinteraksi secara baik kepada semua orang maupun
lingkungan belajar dan aktivitas lingkungan sosial. Dalam dunia pendidikan,
perkembangan sosial-emosional menempati kedudukan yang tak kalah penting
selain perkembangan kogitif siswa, karena perkembangan sosial-emosional
siswa sangat berpengaruh dilingkungan sekolah maupun lingkungan
masyarakat. Perkembangan sosial-emosional siswa Sekolah Dasar sangat
berpengaruh terhadap perilaku, pengendalian, penyesuaian dan aturan-aturan.
Ketika siswa mampu mengkondisikan diri dengan lingkungan maka fungsi dari
sosial emosionalnya akan semakin baik. Adapun perkembangan
sosialemosional anak dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor keluarga dan
lingkungan. Perkembangan sosiaol-emosional merupakan proses perkembangan
kemampuan anak dalam menyelesaikan diri terhadap dunia sosial yang lebih
luas. Pada masa ini, anak menjadi lebih peka terhadap perasaannya sendiri dan
juga orang lain.
Siswa akan lebih baik mengatur ekspresi emosionalnya dalam situasi sosial
dan mereka dapat merespons tekanan emosional orang lain. Pada masa
perkembangan sosial-emosional siswa, peran orang tua dan guru sangat
berpengaruh terhadap terbentuknya perkembangan sosial-emosional yang baik.
Perkembangan sosial-emosional usia dasar perlu diperhatikan untuk
mendapatkan perhatian khusus dari pihak orang tua maupun pihak sekolah
karena perkembangan sosial-emosional merupakan pengarah bagi siswa untuk
berkomunikasi dan berinteraksi secara baik kepada setiap kelompok sosial dan
mampu menyesuaikan diri terhadap emosi yang dimiliki. Menurut Prasito,
perkembangan sosial anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
status sosial ekonomi keluarga, keutuhan keluarga, sikap dan kebiasaan orang
tua, lingkungan, dan teman.
Perkembangan emosi anak akan sejalan dengan tahap-tahap perkembangan
anak terutama pada masa Sekolah Dasar yeng perkembangannya akan semakin
kompleks tergantung dengan pengalaman apa yang telah di dapatkannya.
Perkembangan emosi anak juga akan berpengaruh terhadap mental anak
sehingga perkembangan anak sangat perlu diperhatikan agar tidak ada pengaruh
negatif yang akan berdampak pada mental anak.
BAB III
PEMECAHAN KASUS

A. PENCARIAN DATA
Perkembangan sosial emosional dapat distimulasi melalui
pembelajaran di sekolah dengan memperhatikan kurikulum yang berlaku,
menggunakan berbagai metode serta berbagai media pembelajaran. Di dalam
Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak, indikator perkembangan
Sosial-emosional meliputi:
(a) kesadaran diri, terdiri atas memperlihatkan kemampuan diri, mengenal
perasaan sendiri dan mengendalikan diri, serta mampu menyesuaian diri dengan
orang lain;
(b) rasa tanggung jawab untuk diri dan orang lain, mencakup kemampuan
mengetahui hak- haknya, mentaati aturan, mengatur diri sendiri, serta
bertanggung jawab atas perilakunya untuk kebaikan sesama;
(c) perilaku prososial, mencakup kemampuan bermain dengan teman sebaya,
memahami perasaan, merespon, berbagi, serta menghargai hak dan pendapat
orang lain; bersikap kooperatif, toleran, dan berperilaku sopan. menyesuaikan
diri dan berinteraksi dengan lingkungannya, selain itu pentingnya keterampilan
sosial juga mendukung anak untuk dapat berkomunikasi, menjalin hubungan
dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain serta memberi dan
menerima kritik yang diberikan orang lain.
Kesadaran diri sebagai salah satu dari tiga indikator perkembangan
sosial emosional sangat perlu dimiliki anak. Kesadaran Diri (Self Awareness)
menurut Daniel Goleman (dalam Solomon) adalah kemampuan seseorang untuk
mengetahui kekuatan, kelemahan, dorongan, nilai, dan dampaknya pada orang
lain. Sementara Nafisa (2010) menyatakan bahwa kesadaran diri (self
awareness) adalah keadaan dimana individu dapat memahami diri sendiri
dengan tepat. Seseorang yang memiliki kesadaran diri akan mampu menyikapi
berbagai masalah dan keadaan yang dihadapinya dengan baik, karena orangtua
tersebut mengetahui apa kekuatan dan kelemahanyang ia miliki. Orang tersebut
juga akan bertindak hati-hati terhadap setiap keputusan yang diambil karena ia
mengetahui dampak yang akan ditimbulkan dari keputusannya tersebut kepada
oranglain. Pada akhirnya orang yang memiliki kesadaran diri adalah orang yang
mampu mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
tanpa merugikan dirinya dan juga orang lain. Di sisi lain, kesadaran diri (self
awareness) yang baik akan dicapai bila individu dapat mengembangkan
kemampuan untuk sadar diri, kemampuan untuk mengendalikan dorongan hati
dan kemampuan untuk bersikap optimis (Goleman dalam Nafisa, 2010).
Stimulasi untuk meningkatkan kesadaran diri pada anak tentu banyak
diberikan guru di sekolah. Hal ini merupakan kewajiban utama guru sekaligus
pembuktian penguasaan berbagai kompetensi guru. Namun akan berbeda
ceritanya jika anak berada di rumah. Selama pembelajaran daring, orangtua
khususnya ibu terlibat lebih banyak dalam proses pendampingan saat anak-
anaknya belajar. Orangtua tidak hanya perlu menyediakan waktu, untuk ikut
mendengarkan pemaparan guru terkait materi dan tugas yang diberikan untuk
dilakukan anak. Namun, di luar kegiatan pembelajaran daring, orantua juga
harus mampu memberikan berbagai stimulus kepada anak agar potensi
kesadaran dirinya dapat tetap berkembang optimal.
Tantangan yang dihadapi orangtua dalam pendampingan anak ketika
belajar dari rumah tidak dapat dikatakan sedikit. Orangtua harus memiliki
pengetahuan akan pendidikan anak, kemampuan membuat dan menyediakan
media pembelajaran, kemampuan memilih metode, serta kemampuan
menyediakan berbagai kegiatan yang menarik dan menyenangkan bagi anak,
hingga anak mau terlibat aktif dan pada akhirnya dapat membantu
meningkatkan berbagai potensi yang ada dalam diri anak, termasuk kemampuan
kesadaran dirinya. Apabila hal tersebut tidak dapat terpenuhi maka bukan tidak
mungkin perkembangan sosial emosional anak secara keseluruhan dapat
terhambat
Di dalam hasil penelitian yang dilakukan Dayal & Tiko (2020) dengan
judul “When are we going to have the real school? A case study of early
childhood education and care teachers’ experiences surrounding education
during the COVID-19 pandemic” menyatakan bahwa ditemukan berbagai
derajat kesejahteraan emosional pra-taman kanak-kanak (di bawah lima) anak
di AS, yang mengalami perasaan bosan atau bingung. Sebagai tambahan
mengkhawatirkan 52% anak khawatir akan hal itu mereka tidak cukup belajar
untuk mempersiapkan diri ketika sekolah dibuka, dengan persentase orang tua
yang sama berbagi kekhawatiran yang sama. Dampak dari rasa bosan setiap
anak berbeda tergantung bagaimana anak tersebut menyikapi dan menangani
rasa bosan.

Adapun sikap anak saat bertemu orang lain, berdasarkan gambar terlihat
bahwa 1 anak merasa takut dan spontan bersembunyi di belakang ibunya,
sementara 5 anak merasa malu ketika peneliti menyapa. Namun 6 anak terlihat
dengan cepat bersosialisasi.
Lalu reaksi anak ketika bertemu teman sebayapun yang biasanya
kebanyakan anak-anak akan langsung bermain bersama, tetapi dalam observasi
seimbang antara anak yang senang bertemu dengan temannya dan sebagian lagi
biasa saja, kemungkinan karena mereka hanya bertemu secara daring maka
masih terasa asing satu dengan lainnya. Hanya 1 anak yang merasa bingung
karena memang tidak pernah bertemu orang lain selain ayah, ibu dan neneknya
selama pandemi.

Terkait mengekspresikan emosi dengan


wajar, berdasarkan gambar terlihat hanya 2 anak yang mengekspresikannya
belum tepat, dimana 1 anak saat daring akan merasa senang dan aman, tetapi
ketika bertemu langsung dan diajak berbicara akan terlihat ragu dan lebih
banyak bersembunyi di belakang bundanya. Sementara 1 anak lainnya, memang
sulit beradaptasi di lingkungan baru dan mudah sekali berganti suasana hatinya.
B. PENGAJUAN GAGASAN
Mahasiswa mengajukan gagasan solusi untuk mengatasi masalah siswa pada
perkembangan emosi sesuai dengan perannya sebagai (guru bidang studi, wali
kelas, kepala sekolah, PKS III, orang tua).
 Guru bidang studi
Guru sebagai pembimbing yaitu membimbing siswa agar dapat menentukan
berbagai potensi yang dimilikinya sebagai bekal mereka, membimbing siswa
agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas tugas perkembangan mereka.
Peran guru dalam pengembangan program untuk meningkatkan emosi anak.
Dalam mengembangkan program untuk terampilan sosialisasi dan emosi anak,
guru perlu melakukan hal sebagai berikut:
1. Memberikan pilihan pada anak
2. Memberikan kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya
3. Memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi lingkungan
4. Mendorong anak untuk bekerja secara mandiri
5. Menghargai ide/gagasan anak
6. Membimbing anak untuk pemecahan masalah

 Wali kelas
Wali kelas merupakan orang tua kedua bagi anak-anak di dalam suatu
ruangan kelas disekolah. Sebagai orang tua kedua, memiliki tanggung jawab
yang cukup besar bagi keberhasilan siswanya. Mereka harus paham betul
terhadap kondisi para siswa binaanya. Di sekolah, tugas dan tanggung
jawabutama wali kelas adalah melaksanakan pelayanan sebagai pembimbing
dan untukmenjadi pembimbing baik wali kelas maupun guru mata pelajaran
harus memilikipemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya.
Dalam masalah perkembangan emosi anak didalam lingkungan sekolah, wali
kelas diharapkan mampu:
1. Mengendalikan dan mendidik muridnya dengan cara dapat memahami sikao
dan perilaku anak peserta didik dan menghadapinya dengan penuh kasih
sayang dan kesabaran.
2. Memberikan perhatian yang cukup baik dalam segi material, emosional,
intelektual, dan sosial.
3. Memberikan kebebasan dan keteraturan serta pengarahan terhadap sikap,
perasaan dan pendapat anak.

 Kepala sekolah
Kepala sekolah merupakan guru yang diberikan tugas tambahan untuk
memimpin suatu sekolah yang diselenggarakan proses belajar mengajar atau
tempat terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang
menerima pelajaran.
Dalam mengatasi adanya penyimpangan perkembangan emosi di dalam
lingkungan sekolah, peran seorang kepala sekolah di butuh kan. Yaitu dengan
membuat aturan-aturan yang tidak menekan para remaja sehingga mereka bisa
bebas berekspresi, juga kepala sekolah di harapkan bisa membuat program-
program yang dapat membantu para murid dalam perkembangan emosinya
menjadi normal tidak menyimpang.

 Orang tua
Orang tua khususnya seorang ibu memiliki peranan besar terhadap
pembentukan pola emosinal sosial anak dan pola pendidikan anak di masa
depan. Iklim psikologis dan khususnya spesifik hubungan keluarga memainkan
peran penting dalam membentuk kepribadian seorang anak. Selain itu,
interelasi orangtua dalam keluarga, hubungan orangtua-anak dalam keluarga
terus menggunakan pengaruhnya selama masa kanak-kanak dan kemudian
kehidupan dewasa seseorang. Oleh karena itu, menurut mereka, aspek yang
paling menarik dalam studi peran interaksi orangtua-anak adalah peran
orangtua.
Perkembangan emosi sosial anak sangat ditentukan oleh interaksi antara
orang tua dan anak. Pengajaran norma-norma dan aturan-aturan sosial, moral
kepada anak-anak harus dimulai dari usia 0 tahun. Seperti studi yang telah
dilakukan di Rusia tentang kekhasan psikologis anak-anak prasekolah
menyimpulkan bahwa garis utama dalam perkembangan mental anak adalah
perkembangan emosional. Artinya bahwa komponen-komponen
perkembangan emosi antara lain; membedakan emosi, memahami emosi,
mengelola emosi, memfasilitasi proses berpikir; kecerdasan, serta hubungan
yang erat antara kecerdasan emosional dan umum.
Contoh peran dalam perkembangan emosi remaja yang dapat dilakukan oleh
keluarga dan juga orang tua adalah dengan kasih sayang, cinta, ketulusan dan
juga perhatian. Tidaklah cukup seorang remaja hanya diberikan uang dan
materi saja, dengan kasih sayang dan perhatian akan membuat psikologi
emosinya menjadi tenang, tentram dan juga penuh kasih. Setiap anak tentu
mengharap dukungan dari orang tua dan juga keluarga dalam bentuk apa-pun.
Secara moril sebuah dukungan dapat berdampak baik bagi kejiwaan anak
remaja, anak yang selalu diberi dukungan maka hidupnya akan penuh
semangat, ambisi dan rasa antusias yang baik. Dan justru jika tidak didukung
maka kejiwaannya akan berontak, kabur, dan juga frustasi. Namun, tidak
semua dukungan harus diberikan kapan saja, berikan dukungan yang bersikap
baik dan bermanfaat untuk kemajuan remaja.
C. VALIDASI
Penelitian ini dikatakan memiliki validitas yang memadai jika nilai rata-rata
validitas untuk
keseluruhan aspek minimal berada pada kategori cukup valid dan nilai
validitas untuk setiap aspek
minimal berada pada kategori valid. Jika tidak memenuhi kriteria tersebut,
maka perlu dilakukan
revisi berdasarkan saran dari para validator ahli . Tahapan selanjutnya adalah
menghitung reliabilitas
modul pengelolaan emosi anak usia dini dengan menggunakan modifikasi
rumus Percentage of
Agreements Grinnel. Reliabilitas instrument merupakan syarat untuk
pengujian validitas instrument.
Besar koefisien korelasi bergerak dari 0,00 sampai 1,00. Lembar instrument
modul pengelolaan
emosi anak usia dini dikatakan reliable jika nilai reliabilitasnya R > 0,75
berarti terdapat konsistensi
hasil pengukuran yang semakin sempurna.
Nilai rata-rata hasil validasi modul pengelolaan emosi AUD diperoleh x =
3,61 berada pada kategori 4
> R > 3,5 dan secara keseluruhan termasuk kategori sangat valid.
Sehingga modul ini layak untuk
diuji secara empirik dan dapat diterapkan. Pengukuran reliabilitas (R) modul
dihitung menggunakan
Koefisien Reliabilitas (R) dengan frekuensi Agreement, d(A) = 23 dan
frekuensi Disagreement, d(D) =
0 sehingga diperoleh nilai R = 1. Berdasarkan pada kaidah derajat
reliabilitas, maka nilai R di atas
berada pada rentang 0,80 < R < 1,0 yang termasuk dalam ketegori
sangat tinggi. Berdasarkan
pemaparan data diatas, maka modul dinyatakan valid dan reliabel untuk
digunakan oleh para
pendidik PAUD dan orang tua dalam mengembangkan aspek emosi anak
usia dini.
D. PERUMUSAN SOLUSI
1. Pembahasan
Kecakapan emosi hendaknya diajarkan sejak dini. Masa kanak-kanak
merupakan saat yang paling tepat bagi pelajaran-pelajaran emosi (Goleman,
2007). Pembelajaran diharapkan mampu mendorong dan mengakomodir peserta
didik dalam mengenai perasaan mengekspresikan emosi serta memiliki empati
terhadap sekitarnya. Sehingga anak mampu mengaitkan konsep yang
diajarkan di sekolah dengan kehidupannya sehari-hari. Masa usia dini
merupakan fase krusial dalam mengembangkan konsep diri anak. Masa ini
paling tepat untuk mengajarkan kecakapan emosional
karena ditinjau dari perkembangan, anak sedang berada pada fase
pembentukan awal. Jiwanya masih lentur untuk ditumbuhkembangkan lebih
lanjut. Sebaliknya, jika tidak dikelola dengan baik
makan kedepannya akan dibutuhkan usaha lebih keras lagi untuk
pembentukan karakter tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh interaksi yang dialami
anak seiring dengan perkembangan waktu.
2. Simpulan dan Saran
Penelitian ini menghasilkan Modul Pengelolaan Emosi untuk anak usia dini
(AUD). Hasil uji validitas isi memenuhi criteria kevalidan dengan nilai yang
diperoleh x = 3,61. Hasil penilaian ahli (validator) menunjukkan bahwa modul
pengelolaan emosi ditinjau dari keseluruhan aspek termasuk dalam
kategori valid dengan beberapa saran untuk perbaikan modul kedepannya.
Berdasarkan hasil dan temuan yang diperoleh dalam penelitian ini, diharapkan
modul yang telah disusun bias diujicobakan
secara meluas untuk melihat keunggulan dan menguji efektivitas permainan
strategi mengelola emosi sebagai metode pembelajaran dalam mengembangkan
aspek emosi anak usia dini.
BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pendidikan merupakan pengaruh yang diberikan orang dewasa terhadap
orang yang belum dewasa, dalam hal ini adalah pendidikan yang diberikan oleh
guru terhadap anak dalam rangka membantu perkembangannya. Oleh sebab itu,
pendidikan harus diberikan kepada anak. Orang tua harus dapat melayani tugas
perkembangan anak dengan sebaik-baiknya. Misalnya menanamkan kebiasaan
untuk bangun pagi, shalat, makan pada waktunya, kebiasaan belajar, bermain,
istirahat dan lain-lain. Sebagai orang tua perlu memberikan aturan-aturan yang
sesuai dengan norma dan adat istiadat yang berlaku untuk masin - masing
lingkungan.Kepada anak diberikan fasilitas dan kesempatan yang cukup dalam
memberdayakan alat-alat yang ada di sekolah, di bawah pengawasan dan
bimbingan guru. Guru harus dapat membina kerjasama yang baik dengan orang
tua siswa, masyarakat dan semua orang-orang yang terlibat dalam kelancaran
proses pendidkan di sekolah

B. SARAN
Penulis menyarankan untuk menenangkan diri, ingat situasi hindari
memukul, kendalikan emosi, ajak bicara baik baik pada anak usia dini. Penulis
menyarankan agar pembaca lebih memperbanyak lagi referensi-referensi
mengenai Perkembangan Emosi di Lingkungan SD selain case method ini. Ini
dikarenakan oleh keterbatasan penulis dalam mencari referensi-referensi dalam
penyusunan case method ini.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan, dan H. Khairil, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru,
( Bandung, Alfabeta, 2010)
Santrock, John W., Child Development Eleventh Edition, alih bahasa Mila
Rachmawati dan Anna Kuswanti dengan judul Perkembangan Anak, (Jakarta,
Erlangga, 2002)
Slavin, Robert E., Educational Psycology : Theory and Practice, diterjemahkan
oleh : Marianto Samosir dengan judul : Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktik,
(Jakarta, PT. Indeks, 2008)
Sunarto, H., dan B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta,
Rineka Cipta, 1995)
Surya, Mohammad, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi, (Bandung, Alfabeta
2013)
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Konseling_Edukasi
https://jurnaldidaktika.org/contents/article/view/71

Anda mungkin juga menyukai