Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH MKP BAHASA ANAK USIA DINI

Aspek Konsep Perkembangan Lain yang Terkait dengan Bahasa Anak

Dosen Pengampu : Tri Sayekti, M.Pd.

Disusun Oleh:

Kelompok 9 Semester 3 Kelas B

Aulia Azka Putri 2228180051

Rida Elina Hendryani 2228180062

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat-Nya serta
hidayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah MKP Bahasa Anak Usia Dini :
Aspek Konsep Perkembangan Lain Yang Terkait Dengan Bahasa Anak ini tepat waktu. Tidak lupa
pula shalawat serta salam yang tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad
SAW, yang berkat beliau lah kita dapat terbebas dari zaman jahiliyah dan menjadi zaman
peradaban seperti sekarang ini, dan semoga kita dapat diberi syafa’atnya di yaummul akhir nanti.

Di dalam makalah ini terdapat beberapa penjelasan mengenai aspek perkembangan


pengetahuan bahasa pada anak usia dini, hubungan antar aspek pengetahuan bahasa serta
keterakitan aspek perkembangan anak yang lain dengan perkembangan bahasanya. Melalui
makalah ini, penyusun berharap semoga ilmu pengetahuan mengenai aspek perkembangan bahasa
anak usia dini bagi penyusun maupun pembaca menjadi bertambah.

Penyusun menyadari banyaknya kekurangan pada makalah ini, baik dari segi bahasa
maupun isinya. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritikan serta saran dari para pembaca
mengenai makalah ini agar dapat membangun kesempurnaan pada makalah ini dan pengkoreksian
terhadap materi yang disampaikan di dalamnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penyusun, pembaca dan dunia pendidikan.

Serang, 18 Oktober 2019

Penyusun

Kelompok 8

2i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 6
1.3 Manfaat Penulisan ................................................................................................................. 6
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 7
2.1 Perkembangan ....................................................................................................................... 7
2.2 Pengertian Bahasa ................................................................................................................. 8
2.3 Aspek-Aspek Perkembangan Bahasa Pada AUD ............................................................... 10
2.3.1 Aspek-Aspek Pengetahuan Bahasa .............................................................................. 10
2.3.2 Aspek Perkembangan Lain Yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Pada Anak 16
2.4 Hubungan Aspek-aspek Pengetahuan Bahasa dengan Komunikasi ................................... 23
2.5 Hubungan Perkembangan Bahasa dengan Aspek Perkembangan Lainnya ........................ 25
2.5.1 Fisik-Motorik ............................................................................................................... 25
2.5.2 Kognitif ........................................................................................................................ 26
2.5.3 Sosial-Emosional ......................................................................................................... 26
BAB III KESIMPULAN............................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 29

ii
3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyaknya aspek perkembangan pada anak usia dini sebagai fondasi awal kehidupan
manusia, membuat lembaga PAUD harus dapat memberikan stimulasi yang tepat di setiap
aspek perkembangannya. Di negara eropa, sudah banyak bermunculan penelitian-penelitian
terkait perkembangan yang ada pada diri anak, yang dimana dari hasil penelitian tersebut,
banyak teori bermunculan yang sungguh bermanfaat untuk setiap studi ke-PAUD an
khususnya di Indonesia yang masih menggunakan teori dari para ahli tersebut.

Johan W Santrock (2007:43) mengatakan di dalam bukunya, keragaman teori membuat


pemahaman terhadap perkembangan anak menjadi tugas yang menantang. Tepat ketika Anda
berpikir satu teori memiliki penjelasan yang membantu tentang perkembangan anak, teori lain
muncul dan membuat Anda memikirkan kembali kesimpulan Anda sebelumnya. Untuk
mencegah dari rasa frustasi, ingatlah bahwa perkembangan anak merupakan topik yang rumit
dan memiliki banyak aspek. Tidak ada satu teori pun yang dapat menjelaskan seluruh aspek
perkembangan anak. Tiap teori menyumbang satu keeping penting bagi puzzle perkembangan
anak.

Menurut teori Montessori, masa anak-anak adalah masa golden age yang artinya, masa
anak-anak adalah masa emas yang harus kita perhatikan perkembangan dan stimulasinya. Jika
di masa golden age ini stimulasi yang diberikan tidak tepat, maka perkembangan pada anak
akan terganggu dan anak tidak akan berkembang secara optimal.

Dalam permendikbud nomor 37 tahun 2014 dijelaskan bahawa setidaknya ada 6 aspek
perkembangan pada anak usia dini yang harus dikembangkan oleh guru PAUD, yaitu aspek
perkembangan nilai agama dan moral, aspek perkembangan kognitif, aspek perkembangan
sosial emosional, aspek perkembangan bahasa, aspek perkembangan fisik, motorik, dan seni
(Kemendikbud, 2014). Ke enam aspek perkembangan tersebut harus dimiliki anak yang
4
merupakan fondasi pertama kehidupan. Jika diibaratkan dengan sebuah bangunan, anak
adalah fondasi dari sebuah bangunan. Jika fondasi pertama dari sebuah bangunan tidak kuat,
maka saat bangunan itu sudah jadi, bangunan itu tidak akan kokoh dalam melindungi yang di
dalamnya dari serangan luar seperti badai dan mudah runtuh. Bangunan yang baik dan mahal
adalah bangunan yang kokoh dan kuat menerjang segala macam cuaca dan bencana alam yang
datang. Bangunan yang seperti itu, sudah pasti dihasilkan dari fondasi yang kuat dan fondasi
yang diperhatikan secara seksama dari bahan pembuatnya, teknik membangunnya, dan
ukuran-ukuran setiap bangunan yang akan dibuatnya. Jika teknik yang dipakai untuk
membangun fondasi tepat, dengan satuan ukuran bahannya yang sesuai dengan berat
kerangka fondasi, dan semua itu digabungkan membentuk fondasi yang kuat dan kokoh
sebagai pijakan pertama bangunan.

Sama halnya dengan manusia. Masa kanak-kanak merupakan fondasi, pijakan awal
kehidupan yang harus perhatikan stimulasi dan bahan material yang diberikan kepada anak
seperti nutrisi asupan yang dikonsumsinya, aktifitas yang dilakukannya, pembelajaran yang
di terimanya, dan sebagainya.jika anak sudah diberikan stimulasi yang baik sejak dini, maka
saat masa dewasanya, akan terlihat hasil dari stimulasi yang tepat, mereka akan memiliki
pengetahuan yang lebih baik daripada yang tidak diberikan stimulasi yang tepat sejak dini.

Salah satu hal yang paling penting dari seluruh aspek perkembangan itu adalah aspek
perkembangan bahasa yang sebagai jembatan penghubung antar aspek perkembangan.
Bahasa merupakan jembatan untuk bisa bergaul, mendapatkan ilmu, berkomunikasi dengan
orang lain, dan mendapatkan informasi. Dengan bahasa, manusia dapat menjelajahi segala
sesuatu yang ada di alam semestaini, dengan bahasa manusia dapat bertemu dengan
berbagaimacam orang dan membangun hubungan dengan orang tersebut. Tidak banyak yang
tahu, bahwa bahasa adalah salah satu yang berperan penting di dalam ilmu pengetahuan.

Hal ini juga berpengaruh terhadap tenaga pendidik di dunia. Beverly Oto (2015:2) di dalam
bukunya mengatakan, sebagai pendidik professional anak usia dini, Anda akan sering
berinteraksi dengan anak-anak dengan basis bahasa lisan dan tulisan. Anda akan berbicara
dengan anak-anak ketika mereka berinteraksi di kelas Anda, dan terlibat dalam kegiatan
pembelajaran yang Anda berikan. Ketika Anda membuat poster di kelas dan beberapa benda

5
cetak untuk ditamapilkan, Anda sedang menunjukkan pada anak-anak bagaimana bahasa tulis
dapat digunakan untuk berkomunikasi. Melalui interaksi-interaksi Anda akan memberikan
pengaruh yang signifikan pada perkembangan bahasa anak-anak.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja aspek-aspek perkembangan bahasa pada anak?


2. Mengapa perkembangan bahasa menjadi salah satu aspek perkembangan anak usia
dini?
3. Bagaimana keterkaitan aspek perkembangan bahasa dengan aspek perkembangan lain
pada anak usia dini?

1.3 Manfaat Penulisan

1. Untuk mengetahui aspek-aspek yang mendasari perkembangan bahasa pada anak usia
dini.
2. Untuk mengetahui pentingnya perkembangan bahasa pada anak usia dini dengan
pendapat para ahli.
3. Untuk mengetahui keterikatan aspek perkembangan bahasa dengan aspek
perkembangan lainnya pada anak usia dini.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan

Perkembangan adalah pola pergerakan atau perubahan yang terjadi sepanjang rentang
kehidupan. Minat terhadap perkembangan anak memiliki sejarah yang panjang dan kaya. Sebelum
abad ke-19, pandangan filosofis tentang masa kanak-kanak telah terkenal, termasuk konsep
tentang dosa asal, tabula rasa, dan kebaikan lahiriah (John W. Santrock, 2007: 36).

Di dalam bukunya, Ahmad (2015: 3-4) menjelaskan berbagai macam pengertian


perkembangan dari sudut pandang para ahli, diantaranya : Menurut Salkind (1985) perkembangan
merupakan suatu rangkaian perubahan progresif yang terjadi dalam suatu pola yang dapat
diprediksi sebagai hasil interaksi antara faktor biologis dan lingkungan. Sedangkan Wolfolk
(1993) berpendapat bahwa perkembangan merupakan suatu perubahan adaptif secara teratur yang
berlangsung sejak terjadinya konsepsi sampai meninggal dunia. Menurut Santrock (1991)
mengemukakan bahwa perkembangan merupakan suatu pola gerakan atau perubahan yang dimulai
saat terjadinya konsepsi dan berlangsung melalui siklus kehidupan. Adapun Harlock (1980)
berpendapat bahwa perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi
sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.

Di dalam bukunya juga, Christiana (2012: 2) menambahkan bahwa di dalam pengertian


perkembangan menurut Hurlock juga ada proses perubahan yang dialami oleh individu
disepanjang hidupnya. Mencakup 2 proses, yaitu :

1. Evolusi (pertumbuhan)---dominan pada masa bayi dan kanak-kanak;


2. Involusi (kemunduran)---dominan pada masa dewasa akhir.

Didalam bukunya pula, Christiana juga mengeukakan beberapa pendapat para ahli terkait
pengertian perkembangan, diantaranya (2012 : 3-4): Menurut Baltes (1987) perkembangan
meliputi gains (growth) dan losses (decline), jadi di sepanjang hidup individu selain ada
7
pertumbuhan juga ada penurunan. Sebagai contoh, ketika masuk sekolah anak-anak mengalami
peningkatan pengetahuan dan kemampuan kognitif, tetapi pada umumnya kreativitasnya menurun
karena sering kali mereka harus mengikuti aturan-aturan tertentu yang terlalu ketat sehingga justru
menghambat kreativitasnya. Werner menyatakan bahwa perkembangan merupakan suatu proses
yang mula-mula global, belum terperinci, dan kemudian semakin lama semakin banyak,
berdiferensiasi, dan terjadi integrasi yang hierarkis. Menurut Schneirla, perkembangan
merupakan perubahan-perubahan progresif dalam organisasi pada organisme, dan organisme ini
dilihat sebagai sistem fungsional dan adaptif sepanjang hidupnya. Perubahan-perubahan progresif
ini meliputi dua faktor, yakni kematangan dan pengalaman (Gunarsa, 1997).

Monks, Knoers, dan Hadianto (2001) dalam Christiana menyebutkan bahwa


perkembangan merupkan proses yang kekal dan tetap yang menuju ke arah suatu organisasi pada
tingkat integrasi yang lebih tinggi. Pengertian lebih tinggi berarti bahwa tingkah laku tadi
mempunyai lebih banyak diferensiasi, yaitu tingkah laku tersebut tidak hanya luas melainkan juga
mengandung kemungkinan yang lebih banyak. Pengertian organisasi atau struktur berarti bahwa
di antara tingkah laku tadi ada saling hubungan yang bersifat khas dan menunjukkan kekhususan
seseorang pada suatu tingkat umur tertentu. Bijou dan Baer (Gunarsa, 1997) dalam Christiana juga
mengemukakan bahwa perkembangan adalah perubahan progresif yang menunjukkan cara
organisme bertingkah laku dan interaksinya dengan lingkungan yang terjadi sepanjang waktu sejak
konsepsi sampai dengan meninggal dunia.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan adalah sesuatu
yang terus bergerak secara progresif yang hanya dapat bergerak apabila individu memiliki
pengalaman yang cukup banyak sesuai dengan kematangan pertumbuhan fisiknya dan semakin
lama semakin mengerucut ke atas sehingga disamping adanya penambahan dalam perkembangan,
terdapat juga pengurangan terhadap sesuatu hal yang lainnya.

2.2 Pengertian Bahasa

Di dalam bukunya, Ahmad juga memasukkan beberapa pendapat para ahli mengenai apa
itu bahasa? (2015: 4). Menurut Papalia, Olds dan Feldman berpendapat bahwa bahasa merupakan
(language), sistem komunikasi berdasarkan kata dan tata bahasa. Sedangkan menurut Hulit dan
8
Howard (1997) sesungguhny bahasa adalah ekspresi kemampuan manusia yang bersifat innate
atau bawaan. Sejak lahir kita telah dilengkapi dengan kapasitas untuk dapat dapat menggunakan
bahasa bersifat instinktif (naluriah), akan tetapi kapasitasnya pada setiap orang berbeda, tergantung
jenis bahasa spesifik apa yang mereka gunakan.

Menurut Chomsky (1957) dalam Ahmad juga menyebutkan bahwa otak manusia memiliki
kapasitas bawaan untuk memperoleh bahasa; bayi belajar berbicara sealamiah mereka belajar
berjalan. Ia berpendapat bahwa alat memperoleh bahasa dengan cara language acquisition device
(LAD) merupakan kemampuan alamiah anak untuk berbahasa.

Adapun pendapat dari Kushartanti dkk dalam Ahmad bahasa merupakan sistem tanda atau
lambing (bunyi) yang bersifat suka-suka dan disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota
kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri.

Bahasa menurut John W. Santrock (2007) adalah suatu bentuk komunikasi—entah itu lisan,
tertulis atau isyarat—yang berdasarkan pada suatu sistem dari symbol-simbol. Bahasa terdiri dari
kata-kata yang digunakan oleh masyarakat beserta aturan-aturan untuk menyusun berbagai variasi
dan mengkombinasikannya.

Sedangkan menurut Teori Maturationist (kedewasaan) perkembangan bahasa menyatakan


penguasaan bahasa adalah pembawaan lahir pada semua anak tanpa memandang negara atau.
Budaya. Anak-anak sangat menakjubkan, selama usia dini, yaitu sejak lahir hingga usia 6 tahun,
ia tidak pernah belajar bahasa, apalagi kosa kata secara khusus. Akan tetapi, pada akhir masa usia
dininya, rata-rata anak telah menyimpan lebih dari 14.000 kosa kata. Sungguh ini merupakan
angka yang fantastis untuk ukuran anak usia dini.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Bahasa adalah system untuk
melakukan komunikasi yang dilakukan dengan lebih dari satu orang yang terdiri dari penerima
dan penyampai pesan yang telah dibawa sejak lahir.

9
2.3 Aspek-Aspek Perkembangan Bahasa Pada AUD

2.3.1 Aspek-Aspek Pengetahuan Bahasa

Ketika anak-anak mempelajari bahasa, mereka sedang mengembangkan lima aspek atau
komponen yang berbeda: fonetik, semantic, sintaksis, morfemik, dan pragmatic. Masing-masing
aspek ini merujuk kepada satu domain yang spesifik dalam pengetahuan bahasa; tetapi, aspek-
aspek ini tidak berkembang secara tertutup atau terisolasi dari masing-masing aspek lainnya.
Masing-masing aspek pengetahuan bahasa ini muncul di setiap interaksi dimana bahasa
digunakan. Awalnya, pengetahuan anak terhadap aspek atau komponen bahasa hanya reseptif.
Artinya, anak akan memahami karakteristik bahasa yang spesifik tetapi belum bisa memproduksi
bahasa yang menunjukkan pengetahuannya mengenai hal tersebut. Di bagian berikut, masing-
masing dari lima aspek pengetahuan bahasa akan dijelaskan, bersama dengan contoh
menggambarkan setiap aspeknya.

2.3.1.1 Pengetahuan Fonetik

Pengetahuan fonetik merujuk kepada pengetahuan mengenai hubungan bahasa-simbol di


dalam bahasa. Menurut Beverly Oto (2015: 5) fonem adalah unit 10ymbol10tic terkecil berbentuk
bunyi, yang membentuk kata jika bergabung dengan fonem lain. Fonem terdiri dari bunyi-bunyi
yang dianggap sebagai satu unit yang dapat dimengerti oleh pendengar, seperti bunyi /m/ pada
kata mother (mama----penerj.). (Goodman, 1993; Hayes, Ornstein, & Gage, 1987)

Perkembangan pengetahuan fonetik pada anak dibantu oleh kemampuan mereka


memahami perbedaan bunyi dan juga bagaimana bahasa digunakan di sekeliling mereka. Bayi
dengan usia kira-kira dua bulan telah mampu membedakan perbedaan bunyi /p/ dan /b/ jauh
sebelum mereka mampu memproduksi sendiri bunyi-bunyi tersebut. Pemilahan suara anak
mendahului kemampuan mereka untuk memproduksi suara yang sama, hal tersebut dikarenakan
koordinasi kompleks dari mekanisme percakapan dalam membuat suara-suara tersebut.

Pengetahuan fonetik tidak berkembang secara tertutup atau terisolasi dari aspek-aspek
pengetahuan bahasa yang lain. Pembelajaran untuk membedakan antara kata-kata dengan bunyi

10
yang 11ymbol sama, seperti can (dapat) dan car (mobil), dimudahkan dengan berbagai cara, yaitu
dengan menggunakan dua kata ini di dalam konteks yang berarti. Perbedaan fonetik anatara dua
kata menjadi berarti karena dua kata ini digunakan untuk merujuk benda atau tindakan yang
berbeda.

Prosodic features (fitur-fitur yang muncul ketika bunyi disatukan membentuk suatu ujaran
yang tepat pengucapannya, termasuk didalamnya: bagaimana berhenti, bagaimana memberi
penekanan, bagaimana intonasi, bagaimana ritme dan lain sebagainya). Dan dalam memahami
bunyi pada bahasa, anak-anak memperhatikan perbedaan bagaimana bunyi digunakan dalam
bahasa untuk menambahkan arti pada apa yang diucapkan. Prosodic features di dalam bahasa
menunjukkan bagaimana sesuatu diucapkan. Fitur ini meliputi baik ciri akustik atau bunyi dan ciri
psikologis atau emosional. Misalnya, “mereka datang” bisa diucapkan dengan berbagai cara untuk
menunjukkan suatu pernyataan atau pertanyaan. Ini juga bisa diucapkan dengan cara yang
menyatakan rasa kebosanan, kegembiraan, atau ketakutan. Prosodic features yang spesifik
meliputi intonasi, volume kerasnya suara, tempo, dan ritme (Crystal, 1987; deVilliers & deVilliers,
1978; Goodman, 1993; Sandler & Lilo Martin, 2005 dalam Beverly Otto, 2014)

2.3.1.2 Pengetahuan Semantik

Pengetahuan semantic diperoleh di dalam mempelajari simbol oral atau bahasa lisan yang
bermakna. Perkembangan pengetahuan semantic berkaitan erat dengan perkembangan
pengetahuan konseptual (Vygotsky, 1962 dalam Beverly Otto, 2014). Pengetahuan semantic
merujuk kepada penamaan kata yang memerincikan suatu konsep dan juga jaringan semantik atau
skemata, yang menunjukkan hubungan timbal balik antarkonsep. Jaringan semantik—skemata—
merupakan struktur kognitif di dalam ingatan kita yang mengatur pengetahuan konseptual kita.
Jaringan semantik ini memudahkan pembelajaran baru dan ingatan serta berkontribusi terhadap
pengaturan dan penguraian terhadap pembelajaran konseptual sebelumnya.

Perkembangan kata-kata berkaitan erat dengan kemampuan linguistic secara umum dan
pemahaman membaca. Anak-anak dengan kosakata yang lebih banyak dan lebih berkembang
mempunyai lebih banyak pilihan untuk mengekspresikan apa yang ingin mereka katakan dan,
sehingga, mempunyai fleksibilitas linguistik yang lebih besar. Satu kegiatan yang berkontribusi

11
terhadap perkembangan kosakata yaitu pembacaan buku cerita bersama-sama, di mana orang
dewasa membacakan cerita untuk anak. Kosakata yang digunakan di dalam buku cerita biasanya
lebih deskriptif dan tepat dibandingkan dengan kosakata yang digunakan dalam percakapan sehari-
hari. Pengalaman – pengalaman pembacaan buku bisa menambah kosakata pendengaran anak.
Kosakata yang lebih luas juga meningkatkan kemampuan anak untuk memahami teks tertulis,
karena pemahaman membaca berhubungan secara langsung dengan pemahaman mendengarkan
dan kosakata lisan. Ketika sebuah kata yang spesifik (dan konsep) menjadi bagian dari kosakata
lisan atau pendengaran anak, anak bisa lebih mudah memahami dan mengenalinya ketika dia
menemukan kata atau konsep itu di dalam teks tertulis.

Perkembangan pengetahuan semantik anak juga dipengaruhi oleh kesadaran mereka akan
struktur tata bahasa pada bahasa yang digunakan. Pengetahuan sintaksis ini penting karena struktur
tata bahasa atau sintaksis memiliki makna yang tersirat. Urutan kata juga memengaruhi arti apa
yang dikatakan.

2.3.1.3 Pengetahuan Sintaksis

Untuk menggunakan bahasa secara efektif, perlu mengetahui bagaimana menggabungkan


kata-kata untuk membentuk ekspresi yang bermakna. Setiap sistem bahasa memiliki aturan atau
tata bahasa yang menentukan bagaimana kata-kata digabungkan untuk membentuk kalimat atau
frasa atau ujaran yang bermakna. Aspek pengetahuan bahasa ini disebut pengetahuan sintaksis.

Anak – anak belajar bahwa urutan kata atau sintaksis, penting dalam membangun makna
dan dalam memahami pesan orang lain. Pertanyaan “Apa Anda memukul Jack?” mempertanyakan
informasi yang berbeda dengan “Apa Jack memukul Anda?” pengetahuan mengenai pentingnya
urutan kata dikenal secara lingusitik dalam tingkat tidak sadar sebelum anak bisa mengungkapkan
pemahamannya mengenai konsep bahasa itu secara lisan. Misalnya, dalam bahasa inggris, kata
sifat langsung mendahului kata benda yang dimodifikasinya : “The beautiful flower was on the
table” bukan “The flower beautiful was on the table” (beautiful sebagai kata sifat memodifikasi
kata benda flower, sehingga diletakkan mendahului kata bendanya). Ketika anak belajar
mengucapkan bahasa Inggris, kesadaran mereka terhadap posisi kata sifat hubungannya dengan
kata benda yang dimodifikasi terlihat jelas bahkan ketika mereka mengucapkan ujaran dengan dua

12
kata: “big ball” (bola yang besar), “blue car” (mobil yang berwarna biru). Hal ini terjadi jauh
sebelum anak dapat mengenali secara sadar kata sifat dan kata benda yang dimodifikasi.

Perbedaan antarbahasa bisa menjadi masalah bagi pelajar bahasa kedua karena sintaksis
beragam dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Misalnya, dalam bahasa spanyo, beberapa kata sifat
mengikuti kata benda yang dimodifikasi. Seorang anak Spanyol yang bilingual akan mempelajari
dua jenis sintaksis, satu aturan bahasa spanyol dan satunya lagi bahasa inggris.

Anak-anak juga belajar bahwa kata-kata tidak bisa secara asal digabungkan, seperti “flower
table the beautiful was the on”. Fakta mengenai penggabungan kata yang acak di antara anak
belum pernah didokumentasikan, dan hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai urutan
kata berkembang sejak awal. Penelitian telah mendokumentasikan beberapa contoh anak
menyalahi aturan sintaksis karena ujaran yang tidak mematuhi sintaks bahasa tertentu itu tidak
dapat dipahami, tidak berguna, dan tidak bermakna. Berbicara dengan menyalahi aturan sintaks
menyebabkan penutur itu tidak bisa dipahami maksudnya atau bahkan diabaikan.

Banyak pakar pemerolehan bahasa menganggap bahwa pemerolehan sintaksis dimulai


ketika kanak-kanak mulai dapat menggabungkan dua buah kata atau lebih (kurang lebih ketika
berusia 2 tahun). Karena itu, mereka menganggap tahap holofrasis tidak berkaitan dengan
perkembangan pemerolehan sintaksis. Namun, Clark (1977) dan Garman (1977) menyatakan
bahwa tahap holofrasis ini mungkin dapat memberikan beberapa gambaran batin mengenai
perkembangan sintaksis. Oleh karena itu, ada baiknya diikutsertakan dalam satu teori pemerolehan
sintaksis. (dalam Chaer, 2003: 183).

Jika kanak-kanak telah mencapai tahap dua kata atau lebih, ucapan-ucapannya juga
menjadi semakin banyak, dan mudah ditafsirkan. Oleh karena itulah, penyelidik lebih cenderung
untuk memulai kajian pemerolehan bahasa itu pada tahap dua kata (Chaer, 2003).

2.3.1.4 Pengetahuan Morfemik

Pengetahuan morfemik merujuk kepada pengetahuan struktur kata. Dalam memperoleh


pengetahuan sintaksis , anak-anak belajar bahwa beberapa kata mempunyai hubungan makna
tetapi digunakan secara berbeda dalam berbicara dan dalam bahasa tulis, serta mempunyai struktur
13
kata yang juga berbeda. Misalnya, happy, happiness, dan happily mempunyai makna yang
berhubungan ,berkenaan dengan bahagia; tetapi masing-masing kata digunakan secara berbeda
menurut tata bahasanya.

Kemampuan untuk menggunakan morfem secara tepat adalah satu ciri pengguna bahasa
yang efektif. Pengetahuan terhadap morfologi membuat anak-anak memahami ujaran-ujaran lain
dengan lebih baik, seperti pemahaman terhadap kata benda yang jamak dankata kerja. Ketika
kemampuan berbicara anak mengalami peningkatan dari tahapan satu kata dan dua kata, mereka
menggunakan pemahamannya mengenai bagaimana kata-kata itu dibentuk ketika mereka berusaha
berkomunikasi. Beberapa ujaran anak-anak biasanya tidak diketahui, tidak semata pengulangan
dari ujaran yang sebelumnya diucapkan oleh orang dewasa. Dalam menghasilkan ujaran, anak-
anak menggunakan pengetahuannya mengenai morfem untuk menyampaikan maksudnya. Begitu
anak memulai lebih menyadari bagaimana morfem digunakan, bahasanya menjadi lebih tepat dan
bermakna.

Anak-anak memperoleh pengetahuan morfemik yang muncul dalam lingkungan


linguistiknya. Dalam kondisi di mana dialek tertentu diucapkan di lingkungannya, maka anak-anak
pertama-tama akan memperoleh pengetahuan morfemik yang ditunjukkan dalam dialek tersebut.
Dalam memahami bagaimana bahasa digunakan dan kata-kata disusun sesuai dengan strukturnya,
anak-anak tampaknya berusaha mencari pola dan membuat hipotesis. Contohnya overgeneralisasi
pada pola morofologis yang terjadi pada anak-anak.

2.3.1.5 Pengetahuan Pragmatik

Pengetahuan pragmatic meliputi pengetahuan atau kesadaran terhadap keseluruhan


maksud komunikasi dan bagaimana bahasa digunakan untuk memperoleh maksud tersebut.
Pengetahuan pragmatik mencakup maksud pembicara, bentuk tertentu ujarannya, dan antisipasi
terhadap ujaran yang mungkin diutarakan oleh pendengar. Pemilihan maksud atau tujuan dalam
komunikasi dan cara bagaimana bahasa digunakan berkontribusi terhadap tingkat kemampuan
komunikatif anak pada anak usia dini dan di bawahnya. Pada awal perkembangan kemampuan
komunikatif anak, upaya anak terlihat memiliki tujuan atau maksud. Anak berusia 8 bulan yang
menatap ibunya dengan tangan diulurkan dan mengucapkan ujaran yang kurang jelas (/uh/ /uh/)

14
dianggap sedang mengomunikasikan bahwa dia ingin digendong. Jika permintaannya tidak segera
dipenuhi, anak akan mengulang permintaannya dengan mengucapkan ujarannya semakin keras,
atau bahasa tubuh yang semakin sungguh-sungguh (Gleason, 1993; Beverly, 2014).

Kemampuan berbicara dengan orang merupakan bagian yang penting dalam pengetahuan
pragmatik karena memengaruhi kemampuan anak untuk berinteraksi di dalam kelas dan
masyarakat (Ninio & Snow, 1999; Weiss, 2004 dalam Beverly,2014). Kemampuan bercakap-
cakap, mempertahankan topik yang mirip atau berhubungan sebagai focus percakapan, mendorong
partisipasi dari lawan berbicara yang lain, dan mengklarifikasi atau membetulkan kebingungan
yang terjadi dalam percakapan. Melalui pengalaman langsung anak, mereka menjad sadar terhadap
aturan atau cara yang diharapkan dalam percakapan yang dimulai, dilanjutkan, dan dihentikan. Di
dalam percakapan, kedua orang saling mengambil peran baik sebagai pembicara maupun
pendengar (Clay, 1998). Anak-anak yang tidak bisa membedakan bagaimana menggunakan
bahasa di dalam situasi dan kondisi yag berbeda mungkin “ditiadakan dari interaksi social oleh
teman sebayanya atau mungkin tidak mampu meminta bantuan dari guru selama kegiatan di kelas”
(Weiss, 2004 dalam Beverly, 2014: 15).

Anak-anak belajar membedakan kapan menggunakan suara yang lirih dan kapan
menggunakan suara yang keras, dan mereka menggunakan kaidah social seperti menggunakan
“tolong” dan “terima kasih”. Anak belajar bagaimana berbicara paling efektif dengan orang tua
atau teman sebaya dengan menggunakan gaya interaksi yang berbeda. Contohnya, ibu seorang
anak berumur 5 tahun begitu tekejut ketika mengetahui rengekan lisan anaknya yang biasa ia
dengardi rumahnya tidak pernah terjadi di sekolah. Rupanya anaknya telah mempelajari bahwa
merengek merupakan interaksi bahasa yang efektif di dalam rumah tetapi tidak efektif di sekolah.

Anak juga memperoleh pengetahuan mengenai bagaimana bahasa digunakan dalam


hubungannya dengan gender orang lain, atau disebut dengan genderlect (Kramer, 1974, dikutip
dalam Warren & McCloskey, 1997; Sheldon, 1993; Tannem, 1990 dalam Beverly, 2014: 15).
Misalnya penelitian telah menunjukkan bahwa anak usia prasekolah dan taman kanak-kanak, baik
laki-laki maupun perempuan cenderung membicarakan topic yang berbeda, (Haas, 1979, dikutip
dalam Owens, 2001 dalam Beverly, 2014: 15), yaitu anak laki-laki lebih sering berbicara tentang
olahraga dan anak perempuan lebih sering berbicara tentang sekolah.

15
Anak-anak juga memperoleh pengetahuan pragmatik mengenai bagaimana bahasa
digunakan untuk menceritakan narasi dan mengomunikasikan informasi melalui pengalaman-
pengalaman awal mereka dengan buku-buku cerita dan buku-buku informasi. Anak-anak yang
telah sering memiliki interaksi dengan buku cerita dengan beragam jenis teks (genre) akan
mengembangkan pemahaman mengenai bagaimana bahasa digunakan dalam setiap jenis diskursus
(Otto, 1987 dikutip dari Beverly, 2014: 16). Misalnya, ketika didorong untuk membuat cerita
dongeng, anak-anak prasekolah memasukkan “pada suatu ketika” sebagai pembuka cerita dan
“mereka hidup bahagia selama-lamanya” atau “selesai” untuk menyimpulkan cerita mereka. Cerita
mereka juga berisi beberapa “elemen magis”. Sebaliknya, ketika menciptakan buku alphabet , anak
membaca, “H untuk Hawaiian”.

2.3.2 Aspek Perkembangan Lain Yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa


Pada Anak

Dengan bersosialisasi dan berinteraksi dengan teman maupun lingkungan sekitar, seorang
anak membutuhkan bahasa untuk berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi dengan bahasa
merupakan hal mendasar dan sangat penting dalam perkembangan seorang anak. Dengan
berbahasa anak akan dapat mengembangkan kemampuan bergaul (social skill) dengan orang lain.
Seseorang tidak akan bisa berkumunikasi tanpa adanya peran penting bahasa. Anak dapat
mengekspresikan dan mengaktualisasikan apa yang ada dalam pikirannya melalui bahasa dengan
tujuan agar orang lain dapat memahami apa yang dipikirkan oleh anak tersebut. Dalam menjalin
suatu hubungan, bahasa memiliki peranan penting sehingga hal ini dapat membantu anak dalam
berinteraksi dengan sesama. Oleh karena itu tidak diragukan lagi bahwa bahasa dianggap sebagai
salah satu indikator kesuksesan yang akan didapatkan oleh seorang anak.

Realitanya dalam masyarakat, banyak dari kita yang menganggap bahwa anak yang banyak
berbicara, merupakan cerminan anak yang cerdas tanpa memperhatikan perkembangan bahasa
yang dimiliki oleh anak. Kurangnya filter bahasa yang didapat dari lingkungan menyebabkan
adanya pengaruh kurang baik pada diri anak itu sendiri. Hal ini akan terlihat ketika mereka
bersosialisasi dan berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa yang digunakan bergantung pada
lingkungan dimana mereka sering berinteraksi. Misalnya, jika anak sering berkumpul dengan
orang-orang yang menggunakan bahasa santun maka seorang anak akan terbentuk menjadi anak

16
yang berbahasa santun. Sebaliknya jika anak berada dalam lingkungan bahasa yang kurang baik
maka bahasa anak akan kurang baik juga. Penyebabnya karena anak akan mudah untuk merekam
apa yang didengar dan dilihatnya tanpa melihat akibatnya.

2.3.2.1 Perkembangan Kognitif

Keyakinan Vygotsky akan pentingnya pengaruh sosial (khususnya pengajaran) pada


perkembangan kognitif anak di refleksikan dalam konsepnya mengenai zona perkembangan
proksimal (ZPD) adalah istilah Vygotsky untuk rangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak
seorang diri tetapi dapat dipelajari dengan bantuan dan bimbingan orang dewasa atau anak-anak
yang terlatih.

Konsep yang sangat erat kaitannya dengan konsep ZPD yaitu konsep scaffolding.
Scaffolding ialah perubahan tingkat dukungan. Setelah melewati beberapa kursus dalam sesi
pengajaran, orang yang lebih ahli (guru atau teman sebaya yang lebih mahir) menyesuaikan jumlah
pendampingan untuk memantapkan kemampuan anak saat itu (de Vries, 2005; Donovan dan
Smolkin, 2002; John-Steiner dan Mahn, 2003; Many, 2002). Dialog adalah alat yang sangat
penting dalam zona perkembangan proximal (Tappan, 1998). Contohnya, suatu dialog antara guru
dan anak (guru menerapkan scaffolding) akan menolong anak memahami sesuatu konsep seperti
“transportasi”.

Penggunaan dialog sebagai alat scaffolding hanyalah salah satu contoh peran penting
bahasa dalam perkembangan anak. Menurut Vygotsky (dalam John, 2007) anak menggunakan
pembicaraan bukan saja untuk komunikasi sosial, tetapi juga untuk membantu mereka
menyelesaikan tugas. Lebih jauh Vygotsky (1962 dalam John, 2007: 265) yakin bahwa anak pada
usia dini menggunakan bahasa untuk merencanakan, membimbing dan memonitor perilaku
mereka. Penggunaan bahasa untuk kemandirian pribadi disebut kemampuan private speech. Bagi
Piaget, kemampuan tersebut bersifat egosentris dan tidak matang, tetapi bagi Vygotsky, hal
tersebut adalah alat penting bagi pikiran selama bertahun-tahun awal masa anak-anak

Vygotsky percaya bahwa anak yang menggunakan private speech akan lebih kompeten
secara sosial dibandingkan mereka yang tidak (Santiago-Delefosse dan Delefosse, 2002). Ia
berpendapat bahwa private speech menunjukkan transisi awal untuk menjadi komunikatif secara

17
sosial. Bagi Vygotsky, ketika anak berbicara pada diri sendiri, mereka menggunakan bahasa untuk
menata perilaku dan membimbing mereka. Contohnya, seorang anak yang sedang bermain puzzle
mungkin bicara pada dirinya sendiri “bagian mana ya yang harus ku pasang lebih dulu? Aku coba
yang warna hijau dulu, ah. Lalu, aku perlu yang warna biru. Oh tidak, yang warna biru tidak cocok
di sini. Aku akan coba di bagian yang lain.”

Piaget yakin bahwa berbicara pada diri sendiri merupakan sifat egosentris dan
menunjukkan ketidakdewasaan. Akan tetapi, para peneliti menemukan bukti bahwa pandangan
Vygotsky mengenai private speech memainkan peran positif dalam perkembangan anak (Winsler,
Diaz, dan Montera, 1997; Winsler, Carlton, dan Barry, 2000). Para peneliti menemukan bahwa
anak-anak menggunakan private speech lebih sering jika tugas yang mereka hadapi lebih sulit,
rentan kesalahan, dan ketika mereka tidak yakin bagaimana harus memulai (Berk, 1994). Para
peneliti juga menyatakan bahwa anak-anak yang melakukan private speech lebih penuh perhatian
dan kinerjanya lebih baik dibandingkan anak-anak yang tidak melakukan private speech (Berk dan
Spuhl, 1995).

Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa adanya hubungan antara pengukuran


intelegensi dengan pengukuran perkembangan bahasa (kosakata, kemampuan artikulasi, dan
indikasi kemampuan kematangan berbahasa). Vygotsky (1978 dalam Papalia, 2009 yang dikutip
dari Lilis, 2017) mengatakan bahwa bahasa adalah alat bantu belajar, jadi dapat diperkirakan
apabila anak itu mengalami kekurangan dalam perkembangan bahasa maka hal tersebut akan
mempengaruhi pemerolehan belajarnya. Biasanya anak yang mengalami perkembangan pesat
dalam bahasanya maka tergolong anak yang pintar. Sedangkan seorang anak yang banyak bicara
(talkative) bukan salah satu pengukuran bagi kemampuan bahasa anak karena terkadang anak yang
pendiam dan tidak banyak bicara bukan berarti dia bodoh, akan tetapi terkadang ia mempunyai
kecerdasan.

Penelitian yang dilakukan oleh Piaget (dalam Chaer,2003) mengemukakan bahwa struktur
yang kompleks dari bahasa bukanlah sesuatu yang diberikan oleh alam, dan bukan pula sesuatu
yang dipelajari dari ingkungan. Struktur bahasa itu timbul sebagai akibat interaksi yang terus-
menerus antara tingkat fungsi kognitif si anak dengan lingkungan kebahasaannya (juga lingkungan
lain). Struktur itu timbul secara terelakkan dari serangkaian interaksi. Oeh karena timbulnya tak

18
terelakkan, maka struktur itu tidak peru tersediakan secara aamiah. Kalau Chomsky berpendapat
bahwa mekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat menjeaskan struktur bahasa
yang kompleks, abstrak, dan khas itu. Begitu juga lingkungan tidak dapat menjelaskan struktur
yang muncul di dalam bahasa anak. Oeh karena itu, menurut Chomsky, bahasa (struktur atau
kaidahnya) harus diperoeh secara alamiah.

2.3.2.2 Perkembangan Fisik-Motorik

Dalam kondisi fisik ini, perkembangan dan pemerolehan bahasa terdiri dari berbagai
kondisi fisik, diantaranya pada anak tersebut tidak terjadi masalah pada organ bicaranya, organ
pendengarannya dan sistem neuromuscular di otak. Agar perkembangan bahasa dapat berjalan
normal, maka semua alat tersebut harus berfungsi secara baik dan efektif.

Perkembangan kemampuan motorik bayi akan sangat membantu untuk melakukan


eksplorasi dan mempraktikan kemampuan yang baru. Hal ini dimungkinkan karena pencapaian
keterampilan motorik pada tahun pertama menyebabkan meningkatnya kemandirian,
memungkinkan bayi untuk menjelajahi lingkungannya dengan lebih leluasa, dan untuk memulai
berinteraksi dengan orang lain. Pada tahun kedua, anak menajdi lebih terampil secara motorik dan
lebih aktif, mereka tidak lagi diam di satu tempat tetapi ingin bergerak ke seluruh ruangan.
Aktivitas motorik selama tahun kedua ini berperan penting bagi perkembangan kompetensi anak
(Santrock, 2007).

Kegiatan eksplorasi menyediakan kesempatan bagi anak tk untuk terlibat dalam


pembelajaran informal dengan ukuran kemampuan dan motivasinya sendiri. Kegiatan eksploratif
di kelas taman kanak-kanak meliputi kegiatan di pusat pembelajaran, kegiatan di luar kelas, dan
meja pasir/air.

Pusat kegiatan menggambar/menulis. Anak taman kanak-kanak adalah anak yang aktif
membuat symbol (Dyson, 1990-an). Mereka berkomunikasi baik melalui seni maupun tulisan,
secara simbolik mempresentasikan gagasan dan pengalaman mereka. Sehingga, fokus pusat
kegiatan ini adalah pada komunikasi simbolik melalui seni dan tulisan. Anda mungkin bahkan
memutuskan untuk menamai pusat kegiatan ini “pusat pesan” sehingga anak tahu bahwa fokus
pusat kegiatan ini yaitu unnntuk mengkomunikasikan gagasan, pemikiran, dan pengalaman

19
mereka dengan orang lain. Untuk memiliki materi yang tepat, pusat kegiatan menulis di taman
kanak-kanak perlu diatur sehingga anak memiliki kesempatan untuk memilih topic sendiri, waktu
yang cukup untuk menciptakan cerita dari ilustrasi mereka sendiri, dan kesempatan untuk berbagi
dan merayakan cerita mereka dengan teman sekelas, guru, dan keluarga (Merenda, 1989 dalam
Otto, 2015).

Pengaruh Biologis

Banyak pakar bahasa menyatakan bahwa cara anak-anak di seuruh dunia mempelajari
bahasa memiliki persamaan-persamaan yang menakjubkan—terlepas dari perbedaan bahasa yang
mereka pelajarai. Beberapa pakar menyimpulkan persamaan-persamaan tersebut sebagai bukti
kuat bahwa kemampuan berbahasa memiliki fondasi biologis.

Languange Acquistion Device (LAD) beberapa dekade sebeum ide ini populer, seorang
ahli lingustik, Noam Chomsky (1957, dalam Santrock, 2007) berpendapat bahwa manusia secara
biologis terprogram untuk belajar bahasa pada suatu waktu tertentu dan dengan cara tertentu. Ia
mengatakan bahwa anak-anak diahirkan ke dunia dengan perangkat perolehan bahasa
(languange acquistion device atau LAD), yakni suatu warisan biologis yang memampukan anak
mendeteksi gambaran dan aturan bahasa, termasuk fonologi, sintaksis, dan semantik. Anak-anak
dipersiapkan oeh alam dengan kemampuan mendeteksi bunyi-bunyi bahasa, dan untuk mendeteksi
dan mengikuti aturan-aturan seperti bagaimana membentuk kata benda jamak dan menanyakan
pertanyaan-pertanyaan.

LAD dari Chomsky hanyalah konstruksi teoritis, bukan bagian fisik yang teah ditemukan
di otak. Para pendukung konsep lAD menyebutkan kesamaan muncunya kejadian-kejadian
penting berbahasa (seperti muncunya kata pertama dan edakan kosakata) antara berbagai bangsa
dan budaya di dunia sebagai bukti bahwa anak-anak menciptakan bahasa bahkan kaa anak-anak
tidak menerima pendidikan yang memadai dan mengalami pengurangan kemampuan akibat faktor
biologis.

Persyaratan – persyaratan Biologis untuk berbahasa kemampuan berbicara dan


memahami bahasa memerukan adanya perengkapan vokal tertentu termasuk sistem syaraf dengan
kemampuan-kemampuan tertentu. Bagaimana perkembangan dasar-dasar biologis kemampuan

20
berbahasa ini? Sistem syaraf dan perengkapan vokal nenek moyang manusia berubah selama
ratusan, ribuan, atau milyaran tahun. Dengan munculnya organ-organ bicara, Homo Sapien beralih
dari berkomunikasi dengan menggeram dan memekik ke berkomunikasi melalui percakapan.
Terlepas dari perbedaan-perbedaan yang ada, banyak ahi meyakini bahwa manusia mengenal
bahasa kira-kira 100.000 tahun yang lalu. Diihat dari sudut pandang evolusi, bahasa adaah bentuk
evolusi yang masih baru. Kemampuan berbahasa membuat manusia memiiki keunggulan atas
binatang dan meningkatkan kemampuan manusia bertahan hidup (achan dan Fedman, 2003 Pinker,
1994 daam Santrock, 2007).

Ada bukti bahwa bbagian-bagian khusus dari otak dikhususkan untuk bahasa (Demonet,
Thierry, dan Cardebat, 2005 Dick dkk, 2004 daam Santrock, 2007). Bukti ini muncul ketika studi
terhadap individu-individu yang mengalami kerusakan otak mengungkapkan keberadaan dua
bagian otak yang terlibat dalam bahasa.

Pada tahun 1861, seorang pasien dari Paul Broca (seorang ahli bedah dari Perancis dan
seorang Antropolog) mengalami luka di sisi kiri otaknya. Pasien tersebut dikenal dengan sebutan
Tan karena itulah satu-satunya yang mampu ia ucapkan setelah luka di otaknya. Tan menderita
aphasia yakni hilangnya atau berkurangnya kemampuan berbahasa akibat kerusakan otak. Tan
meninggal beberapa hari kemudian, dan sebuah otopsi menunjukkan letak luka tersebut. Saat ini,
kita menyebut bagian otak itu sebagai area broca, yakni suatu area di lobus frontal kiri otak yang
mengatur pergerakan otot yang terlibat dalam kemampuan berbicara.

Tempat lain di otak dimana sebuah luka dapat merusak kemampuan berbahasa, adalah area
Wernicke, yakni suatu wilayah di belahan kiri otak yang teribat daam pemahaman bahasa.
Individu-ndividu dengan kerusakan di area Wernicke seringkali dapat berbicara lancar tetapi tanpa
makna dan mengaami kesuitan mengartikan kata-kata (Keinghaus dan uders, 2004).

Ingatlah bahwa area Broca maupun Wernicke teretak di belahan otak sebeah kiri. Bukti-
bukti menyatakan bahwa pemrosesan bahasa terjadi terutama di beahan otak sebelah kiri (Gaiard
dkk, 2004 Gazzaniga, ivry, dan Mangun, 2002 Nagano dan Bumstein, 2004 daam Santrock, 2007).
Akan tetapi, hampir semua aktivitas otak melibatkan hubungan saling mempengaruhi antara kedua
belahan otak (Grodzinsky, 2001 Nocentini dkk, 2001 Wassenaar dan Hagoort, 2005). Contohnya,
dalam membaca, sebagian besar orang bergantung pada area-area otak sebelah kiri dalam
21
pemahaman sintaksis, tetapi banyak orang bergantung pada aktivitas di otak sebelah kanan dalam
pemahaman intonasi dan emosi.

2.3.2.3 Perkembangan Sosial-Emosional

Tempat utama yang digunakan untuk memfasilitasi perkembangan bahasa pada anak
adalah keluarga, Di keluarga inilah lingkungan terdekat anak. Sejak bayi samapai usia 6 tahun,
anak lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berada di rumah sehingga intensitas berinteraksi
dengan anggota keluarga lebih banyak. Anak dan orang tua akan terlibat aktif dalam berbicara,
misal dalam hal membacakan cerita sehingga bisa berinteraksi secara verbal dan akan memperoleh
kemampuan bahasa yang cukup baik (Papalia, 2009 dalam Lilis, 2017).

Berdasarkan penelitian, biasanya anak tunggal mengalami perkembangan bahasa lebih


lambat dibandingkan anak yang mempunyai saudara kandung, begitu juga anak yang jarang ke lar
bermain dengan teman sebayanya karena akan dianggap memiliki ide yang lebih sedikit dan
konsep. Sedangkan ada anak kembar, yang berhungan sangat dekat satu sama lain sehingga
memiliki sedikit kontak dengan orang lain. Terkadang hubungan yang sangat dekat ini membuat
meeting Sosialreka jarang bicara untuk mengetahui isi masing-masing. Beberapa anak kembar
memiliki „bahasa aneh‟ diantara mereka (Papilia, 2009 dalam Lilis, 2017).

Anak-anak yang berasal dari kelas ekonomi menengah dikatakan memiliki perkembangan
bahasa yang lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga kelas ekonomi rendah
(Berk, 2009). Orang tua dari keluarga menengah ke atasdiperkirakan memiliki taraf pendidikan
yang cukup untuk dapat memfasilitasi perkembangan bahasa pada anak, mereka dapat
menyediakan berbagai alat bantu, seperti buku dan alat tulis untuk pengembangan bahasa. Hal ini
menyebabkan anak memiliki kosakata yang lebih banyak (Hoff, 2004, 2006, dalam Berk, 2009).
Biasanya dengan kondisi ekonomi menengah ke atas, orang tua akan memberikan perhatian lebih
kepada anaknya dibandingkan dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah. Perhatian itu
berupa „cara bicara‟ anak dan menuntun anak untuk „bicara‟ secara baik dan benar.

Indonesia dikenal dengan budaya yang berneka ragam. Adanya perbedaan budaya
berpengaruh pada perkembangan bahasa anak, khususnya bahasa nasional atau bahasa Indonesia.
22
Anak yang bertempat tinggal di suatu daerah maka akan aktif menggunakan bahasa daerah dimana
anak itu tinggal sehingga dalam pengucapan bahasa Indonesia akan agak sulit karena jarangnya
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh lain, adanya tuntutan budaya yang menyebabkan
anak merasa kesulitan dalam mengembangkan bahasanya. Pada budaya Jawa, anak dianggap baik
dan patuh jika memiki karakter tidak „membantah‟ kepada orang tuanya. Kurangnya latihan
dalam mengeluarkan ide dan pendapatnya membuat anak menjadi sulit dalam hal tersebut. Anak-
anak yang tinggal di Jakarta, banyak menggunakan bahasa- „slank‟ atau „bahasa gaul‟ yang
bukan bahasa Indonesia sehingga mereka akan mengalami kesulitan dalam penggunaan bahasa
Indonesia secara baik dan benar sesuai dengan kaidah yang sesungguhnya di lingkungan
formal.

2.4 Hubungan Aspek-aspek Pengetahuan Bahasa dengan


Komunikasi

Perkembangan masing-masing dari kelima aspek pengetahuan bahasa ini penting untuk
komunikasi yang efektif. Setiap aspek tidak berkembang dalam isolasi dari aspek yang lain; justru
aspek-aspek ini saling berhubungan. Misalnya, pengetahuan fonetik bisa memengaruhi
perkembangan pengetahuan semantik, karena daya pemahaman terhadap perbedaan bunyi
dibutuhkan untuk membedakan antara kata-kata yang mirip, seperti cat (kucing) dan cot (ranjang).
Pengetahuan sintaksis juga memengaruhi pengetahuan semantik, karena urutan kata memberikan
makna melalui struktur tata bahasa. Misalnya, dalam "X pergi naik kereta," X pasti adalah orang
atau benda yang bisa naik kereta. Pengetahuan morfemik juga memengaruhi pengetahuan
semantik karena beberapa morfem terikat menyertai perubahan dalam makna kata (misalnya happy
atau happiness, dalam bahasa Indonesia: bahagia atau kebahagiaan). Pengetahuan pragmatik
dipengaruhi oleh empat aspek lainnya karena bagaimana bahasa digunakan dalam situasi dan
kondisi berbeda ditunjukkan dengan perbedaan fitur fonetik, semantik, sintaksis, dan morfemik.

Kelima aspek pengetahuan bahasa pada penggunaan bahasa dan komunikasi memiliki
kesalingterhubungan di dalamnya. Banyaknya interaksi antara lima aspek ini beragam tergantung
dengan bahasa atau dialek yang digunakan; meskipun demikian, penting untuk mengingat bahwa
tidak ada satu pun aspek pengetahuan bahasa yang ada atau diperoleh secara terisolasi dari aspek

23
yang lainnya. Masing-masing dari lima aspek ini memberikan kontribusi terhadap perkembangan
kemampuan anak dalam menggunakan bahasa.

Ketika umur seorang anak semakin bertambah setiap tahunnya, maka secara langsung
semakin matang pula pertumbuhan fisiknya. Selanjutnya, pengalaman seorang anak juga dapat
bertambah sahingga meningkat pula kebutuhannya. Kemampuan berbahasa pada anak dapat
berkembang seiring dengan bertambahnya pengalaman dan kebutuhan anak tersebut.
Pengalaman akan di dapat anak dari lingkungannya.

Lingkungan adalah tempat dimana seorang anak tumbuh dan berkembang. Lingkungan
merupakan salah satu faktor yang yang sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak karena
pada hakekatnya proses pemerolehan bahasa anak diawali dengan kemampuan mendengar
kemudian meniru suara yang didengarnya yaitu dari lingkungan dimana tempat ia tinggal.

Seorang anak tidak akan mampu berbahasa dan berbicara jika anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan yang pernah didengarnya. Oleh karena itu keluarga merupakan salah satu
lingkungan terdekat dimana anggota keluarga harus memberi kesempatan kepada anak untuk
belajar dari pengalaman yang pernah didengarnya. Kemudian berangsur-angsur ketika anak
mampu mengekspresikan pengalaman, baik dari pengalaman mendengar, melihat, membaca dan
diungkapkan kembali dengan bahasa lisan.

Menurut teori behavioristic oleh B.F Skinner. beliau menekankan bahwa proses
pemerolahan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri seorang anak, yaitu adanya rangsangan
yang diberikan melalui lingkungan. Kaum behavioris juga menyatakan bahwa kemampuan
berbicara dan memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungan
disekitarnya. Proses perkembangan bahasa terutama ditentukan oleh lamanya latihan yang
diberikan oleh lingkungannya. Dan kemampuan yang sebenarnya dalam berkomunikasi adalah
dengan prinsip pertalian S-R (stimuls-respons) dan proses peniruan-peniruan.

24
2.5 Hubungan Perkembangan Bahasa dengan Aspek Perkembangan
Lainnya

2.5.1 Fisik-Motorik

Diuraikan dalam Tarmansyah (1996) bahwa seorang anak yang mempunyai kondisi fisik
sehat, tentunya mempunyai kemampuan gerakan yang lincah, dan penuh energi. Anak yang
demikian akan selalu bergairah dan lincah dalam bergerak dan selalu ingin tahu benda-benda yang
ada di sekitarnya. Benda-benda tersebut dapat diasosiasikan anak menjadi sebuah pengertian.
Untuk selanjutnya pengertian tersebut dilahirkan dalam bentuk bahasa. Konsep bahasa pada anak
yang kondisi fisiknya normal tentunya berbeda dengan anak yang mempunyai kondisi fisik
terganggu. Anak yang mempunyai kondisi fisik normal akan mempunyai konsep bahasa yang lebih
lengkap jika dibandingkan dengan anak yang kondisi fisiknya terganggu. Hal ini jelas akan
mempengaruhi kemampuan berbahasa anak yang berbeda. Dengan demikian, akan terjadi
perbedaan kemampuan berbahasa dan berbicara antara anak yang kondisi fisiknya normal dan
anak yang kondisi fisiknyaterganggu.

Salah satu faktor yang mempengaruhi belajar bahasa dan bicara adalah keadaan kesehatan
umum anak (Tarmansyah, 1996). Hal tersebut terjadi karena kesehatan umum yang baik dapat
menunjang perkembangan anak, termasuk di dalamnya perkembangan bahasa dan bicara.
Dengan demikian anak yang tidak berpenyakitan akan mengenal lingkungannya secara utuh
sehingga anak mampu mengekspresikannya dalam bentuk bahasa dan bicaranya, namun anak
yang memiliki gangguan kesehatan secara umum tentunya tidak akan mampumengekspresikan.

Keadaan kesehatan umum anak ini perlu diperhatikan oleh orang tua sejak kelahiran anak.
Keadaan kesehatan tersebut dapat dilihat dari perkembangan fisik maupun nonfisiknya. Misalnya
berat badannya, panjang badannya, tinggi badannya. Keadaan nonfisik misalnya, intelegensinya,
sosialnya, emosinya, mentalnya dan sebagainya. Lebih lanjut Tarmansyah (1996) mengatakan.

“Adanya gangguan pada kesehatan anak akan mempengaruhi dalam perkembangan bahasa
dan bicara. Hal ini terjadi sehubungan dengan berkurangnya kesempatan untuk memperoleh
pengalaman dari lingkungannya. Selain itu, mungkin anak yang kesehatannya kurang baik

25
tersebut menjadi berkurang minatnya untuk ikut aktif melakukan kegiatan, sehingga
menyebabkan kurangnya input yang diperlukan untuk membentuk konsep bahasa dan
perbendaharaan pengertian.”

2.5.2 Kognitif

Faktor kecerdasan sangat mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara anak.


Kecerdasan pada anak ini meliputi fungsi mental intelektual. Tarmansyah menyatakan bahwa anak
yang mempunyai kategori intelegensi tinggi akan mampu berbicara lebih awal. Sebaliknya anak
yang mempunyai kecerdasan rendah akan terlambat dalamkemampuan berbahasa dan
berbicaranya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan atau intelegensi berpengaruh terhadap
kemampuan bahasa dan bicara.

Tarmansyah (1996) berpendapat bahwa ditinjau dari segi psikologis, kemampuan


intelegensi atau fungsi mental terbagi menjadi dua fungsi, yaitu fungsi primer dan sekunder.
Fungsi mental primer mencakup penguasaan keterampilan, kemampuan bahasa, bicara, membaca,
menulis, dan sintesis analitis, sedangkan fungsi sekunder menyangkut masalah emosi. Hal ini juga
sangat berpengaruh terhadap fungsi mental primer. Artinya jika seseorang sedang mempunyai
emosi yang tidak menyenangkan, maka akan berakibat pada pengungkapan bahasa dan bicaranya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa anak yang memiliki kecerdasan yang
baik tidak mengalami hambatan dalam berbahasa dan berbicara. Jadi, kelancaran berbicara
menunjukkan kematangan mental intelektual pembicara.(dalam Draft Buku Pengembangan
Bahasa Anak Usia Dini oleh Enny Zubaidah, M.Pd.).

2.5.3 Sosial-Emosional

Proses pemerolehan bahasa anak diawali dengan kemampuan mendengar, kemudian


meniru suara yang didengar dari lingkungannya. Dalam proses semacam ini, anak tidak akan
mampu berbahasa dan berbicara jika anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan yang
pernah didengarnya. Oleh karena itu, keluarga haruslah memberi kesempatan kepada anak untuk
belajar berbahasa dan berbicara melalui mengalaman yang pernah didengarnya. Selanjutnya secara
berangsur-angsur ketika anak telah mampu mengekspresikan pengalamannya, baik dari

26
pengalaman mendengar, melihat, membaca, dan lain sebagainya, ia mengungkapkan kembali
melalui bahasa lisan. Hal ini merupakan modal dasar yang paling ampuh untuk belajar bahasa dan
berbicara bagianak.

Lingkungan lain yang dapat mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara anak adalah
lingkungan bermain baik dari tetangga maupun dari sekolah. Kedua lingkungan tersebut sangat
besar peranannya. Oleh karena lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak,
maka lingkungan anak hendaknya lingkungan yang dapat menimbulkan minat untuk
berkomunikasi.

Kondisi sosial ekonomi dapat mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara. Hal
tersebut dimungkinkan karena sosial ekonomi seseorang memberikan dampak terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan berbahasa dan berbicara. Misalnya berkaitan dengan pendidikan, fasilitas
di rumah dan di sekolah, pengetahuan, pergaulan, makanan, dan sebagainya.

Makanan dapat mempengaruhi kesehatan. Makanan yang bergizi akan memberikan


pengaruh positif untuk perkembangan sel otak. Perkembangan sel dalam otak inilah pada akhirnya
dapat digunakan untuk mencerna semua rangsangan dari luar dan pada akhirnya rangsangan
tersebut akan melahirkan respon dalam bentuk bahasa atau bicara. Anak yang perkembangan sel
otaknya kurang menguntungkan karena pengaruh gizi yang tidak baik tentulah kurang memberikan
dampak positif bagi perkembangan bahasa dan bicaranya. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa
kondisi sosial ekonomi yang tinggi dapat memenuhi kebutuhan makan anaknya secara memadai.
Hal tersebut memberikan dampak terhadap perkembangan bahasa dan bicara anak karena sel otak
yang berkembang dapat merangsang bahasa dan bicara anak. Demikian juga halnya dengan
pengaruh dari pendidikan yang tinggi, fasilitas anak yang serba terpenuhi, dan pergaulan yang
menguntungkan. Semua itu dapat memberikan pengaruh positif bagi perkembangan bahasa dan
bicara anak.

27
BAB III

KESIMPULAN

Perkembangan adalah sesuatu yang terus bergerak secara progresif yang hanya dapat
bergerak apabila individu memiliki pengalaman yang cukup banyak sesuai dengan kematangan
pertumbuhan fisiknya dan semakin lama semakin mengerucut ke atas sehingga disamping adanya
penambahan dalam perkembangan, terdapat juga pengurangan terhadap sesuatu hal yang lainnya.

Bahasa adalah system untuk melakukan komunikasi yang dilakukan dengan lebih dari satu
orang yang terdiri dari penerima dan penyampai pesan yang telah dibawa sejak lahir. Oleh karena
itu, bahasa dalam kehidupan sehari hari sangat penting bagi manusia, karena dengan
berkomunikasi ilmu pengetahuan kita bertambah dan dapat melakukan hubungan sosial dengan
masyarakat yamg lain. Tidak hanya komunikasi, dengan memahami bahasa, anak anak juga akan
mendapatkan imformasi baru dari setiap kata yang mereka lihat.

Aspek-aspek pada perkembangan Bahasa anak usia dini yaitu terdiri dari Fonem, Sintaksis,
morfem dan kosa kata. Hubungan antara aspek saling berkaitan yang mempengaruhi setiap
perkembangan bahasa pada anak. Karena, setiap aspek saling mempengaruhi aspek yang lainnya.
Jika tidak ada salah satu aspek yang terpenuhi dalam perkembangan bahasa anak usia dini, maka
keterampilan berbahasa pada anak tidak akan se-sempurna anak yang telah memenuhi aspek-aspek
perkembangan bahasa. Misalnya anak tidak memenuhi aspek semantik yang dimana anak
memahami arti dari suatu bahasa atau kata yang diucapkan atau di bacanya, maka anak tidak akan
dapat mengutarakan perasaan atau pikiran yang dipikirkannya ke dalam bentuk bahasa karena
tidak terpenuhinya aspek semantic tersebut.

Setiap aspek perkembangan pada anak akan mempengaruhi perkembangan bahasa yang
dialaminya. Contohnya pada aspek perkembangan kognitif yang akan mempengaruhi tingkat
pemerolehan terhadap aspek perkembangan bahasa anak seperti pemerolehan kosa kata baru, daya
berpikir untuk merangkai kata, dan sebagainya. Sehingga, antara aspek perkembangan kognitif
dan bahasa pada anak memiliki keterikatan dalam perkembangan pengetahuan anak.

28
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Enny Zubaidah. Draft Buku Pengembangan Bahasa Anak Usia Dinipdf. Yang diakses melalui
website
https://www.academia.edu/22077704/Draft_Buku_PENGEMBANGAN_BAHASA_AN
AK_USIA_DINI (pada tanggal 9 Oktober 2019).

Otto, Beverly. 2015. Perkembangan Bahasa Pada Anak Usia Dini. Jakarta: Prenadamedia Group.

Rudiyanto, Ahmad. 2015. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini. Lampung: CV. Laduny
Alifatama.

Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Soetjiningsih, Christiana Hari. 2012. Perkembangan Anak Sejak Pertumbuhan Sampai dengan
Kanak-Kanak Akhir. Jakarta: Prenada Media Group.

Sumaryanti, Lilis. 2017. Peran Lingkungan Terhadap Perkembangan Bahasa Anak. Jurnal
Muaddib Vol. 07, No. 01. Ponorogo: Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

29

Anda mungkin juga menyukai