Anda di halaman 1dari 122

KETRAMPILAN DASAR

PENDIDIKAN DI SD

Dr. Naeklan Simbolon, M.Pd


OLEH: Dra. Eva Betty Simanjuntak, M.Pd
Drs. Robenhart Tamba,M.Pd

FIP
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Diktat ini merupakan bahan ajar yang dipersiapkan untuk digunakan dalam

mata kuliah Ketrampilan Dasar Pendidikan Sekolah Dasar di FIP Unimed.

Penyusunan materi diktat ini diupayakan sesuai dengan silabus mata kuliah dan

diperoleh dari berbagai sumber baik dari buku cetak maupun daring. Dengan adanya

keterbatasan waktu dalam penyusunannya, maka isi dalam diktat ini masih dalam

bentuk kompilasi.

Kami mengharapkan bagi para pembaca khususnya mahasiswa yang

menggunakan diktat ini kiranya dapat lebih mudah memahami materi perkuliahan dan

selanjutnya mencapai kompetensi yang diharapkan.

Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam diktat ini baik dalam bentuk

penulisan maupun substansi. Untuk itu kepada berbagai pihak yang ingin memberi

saran dalam rangka perbaikan akan kami terima dengan sangat senang hati. Kepada

para pihak yang tulisannya kami sertakan dalam diktat ini, kami sampaikan terima

kasih yang tak terhingga. Akhir kata harapan kami diktat ini dapat memberi manfaat

bagi yang menggunakannya.

Medan, Agustus 2019

Tim Penyusun

DR. Naeklan Simbolon, M.Pd


Dra. Eva Betty Simanjuntak, M.Pd
Drs. Robenhart Tamba, M.Pd

2
DAFTAR ISI
halaman
Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I. PENDIDIKAN DASAR DI INDONESIA ............................................. 4


A. Pengertian Pendidikan Dasar ..................................................... 4
B. Tujuan Pendidikan Dasar ............................................................ 7
C. Landasan-Landasan Pendidikan Dasar ..................................................... 9
D. Latar Belakang Dan Arah Pendidikan Dasar ........................................... 15
E. Kurikulum Sekolah Dasar ....................................................................... 17
F. Jenis-Jenis Sekolah Dasar .................................................................. 23
G. Karakteristik Pendidikan Dasar Di Indonesia ......................................... 24
H. Cara Belajar Anak .................................................................................. 30

BAB II KETERAMPILAN BELAJAR DI SD ................................................... 31

A. Pengertian Keterampilan Belajar ................................................................... 31


B. Hakikat Keterampilan Belajar .................................................................... 31
C. Tujuan Penerapan Keterampilan Belajar ....................................................... 32
D. Aspek-aspek Keterampilan Belajar ......................................................... 32

BAB III KETERAMPILAN MENGAJAR DI SEKOLAH DASAR .......................... 38

A. KONSEP MENGAJAR ............................................................................... 38


B. DELAPAN KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR DI SD ................... 46
C. TUNTUTAN KETERAMPILAN GURU DI MASA MENDATANG ......... 49

BAB IV PROSES PEMBELAJARAN DI SD ............................................................ 53

A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran .......................................................... 53


B. Belajar sebagai proses terpadu .................................................................. 58
C. Perkembangan Anak Sekolah Dasar .......................................................... 61
D. Kharakteristik Belajar Anak Sekolah Dasar ............................................ 80

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ ..... 89

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)


KONTRAK DAN SAP ............................................................................................... 92

3
BAB I PENDIDIKAN DASAR DI INDONESIA
Standar Kompetensi :

Mahasiswa mampu mendeskripsikan konsep pendidikan dasar dan dasar-dasar pendidikan


meliputi filsafat pendidikan, tujuan pendidikan, landasan pendidikan, dan latar belakang
pendidikan serta karakteristik pendidikan dasar di Indonesia.

Kompetensi Dasar :

Setelah menyelesaikan Bab I ini mahasiswa dapat:

1. Memiliki wawasan tentang pendidikan dasar di Indonesia.


2. Menguasai dasar-dasar pendidikan agar bertanggungjawab untuk berpartisipasi di
dalam dunia pendidikan.
3. Mengenal karakteristik pendidikan dasar di Indonesia.

Indikator :

Setelah menyelesaikan Bab ini, mahasiswa dapat menjelaskan pendidikan dasar di Indonesia.
Secara lebih khusus mahasiswa dapat:

1. Menjelaskan pengertian pendidikan dan pendidikan dasar.


2. Menjelaskan landasan-landasan pendidikan, tujuan pendidikan, landasan pendidikan
dan latar belakang pendidikan.
3. Menjelaskan karakteristik pendidikan dasar di Indonesia.

Materi :

1. Pendidikan Dasar di Indonesia.


2. Dasar-Dasar Pendidikan Dasar.
3. Karakteristik Pendidikan Dasar di Indonesia.

A. Pengertian Pendidikan Dasar


Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia.
Dimanapun dan kapanpun didunia, dalam aktivitas manusia tersebut selalu berhubungan
dengan pendidikan. Pada hakikatnya pendidikan merupakan usaha manusia untuk
memanusiakan manusia itu sendiri, yaitu untuk membudayakan manusia.

4
Meskipun pendidikan merupakan suatu gejala yang umum dalam setiap kehidupan
masyarakat, perbedaan filsafat dan pandangan hidup yang dianut oleh masing-masing bangsa
atau masyarakat dan bahkan individu menyebabkan perbedaan penyelenggaraan kegiatan
pendidikan tersebut. Dengan demikian selain dari bersifat universal, pendidikan juga bersifat
nasional. Sifat nasionalnya akan mewarnai penyelenggaraan pendidikan bangsa itu.
Urusan utama pendidikan adalah manusia. Perbuatan pendidik diarahkan kepada
manusia untuk mengembangkan potensi-potensi dasar manusia agar menjadi nyata. Perubahan
tuntutan yang terjadi dalam masyarakat, menghendaki peningkatan peranan pendidikan
selanjutnya. Dengan demikian wajarlah kiranya batasan atau konsep mengenai pendidikan
selalu mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan keadaan akibat dari perkembangan
kehidupan manusia atau perkembangan peradaban manusia dan perkembangan masyarakat.
Pembahasan tentang pendidikan di Indonesia tidak ada habis-habisnya. Pendidikan
adalah salah satu hal yang sangat penting di dalam kehidupan kita saat ini. Pendidikan
merupakan konsumsi yang saat ini banyak di geluti oleh masyarakat Indonesia. Khususnya
pendidikan dasar, dimana pendidikan tersebut menjadi tonggak pertama yang berperan dalam
melahirkan insan-insan penerus untuk melanjutkan kehidupan bangsa dan negara di masa
mendatang. Pendidikan adalah hal yang mutlak selalu menjadi sorotan publik untuk melihat
apakah suatu negara tersebut maju atau tidak, berperan atau tidak, dan dapat menjadi negara
yang mampu bersaing di kancah dunia.
Pendidikan adalah suatu proses interaksi manusiawi antara pendidik dengan subjek
didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Proses itu berlangung dalam lingkungan tertentu
dengan menggunakan berbagai macam tindakan yang disebut alat pendidikan.
Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk
memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan. Pendidikan ialah
pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam
pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.
(Purwanto, 2007:11). Dalam pergaulannya dengan anak-anak, orang dewasa menyadari bahwa
tindakan yang dilakukannya terhadap anak itu mengandung maksud, ada tujuan untuk
menolong anak yang masih perlu di tolong untuk membentuk dirinya sendiri.
Sagala (2009) mengatakan bahwa pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah
tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai
anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada. Pendidik tidak
hanya mencakup intelektualitas saja, akan tetapi lebih ditekankan pada proses pembinaan
kepribadian anak didik secara menyeluruh sehingga anak menjadi lebih dewasa.

5
Sedangkan Hamdani (2011) mengatakan bahwa pendidikan adalah sebuah sistem yang
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar
peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif sehingga memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Dari beberapa pengertian pendidikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan
adalah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam
pertumbuhannya (jasmani dan rohani) menggunakan sebuah sistem yang terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik dapat
mengembangkan potensi dirinya secara aktif sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan agar
berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.
Pendidikan saat ini seharusnya membentuk siswa yang dapat menghadapi era
globalisasi, masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi informasi, konvergensi ilmu dan
teknologi, ekonomi berbasis pengetahuan, kebangkitan industri kreatif dan budaya, pergeseran
kekuatan ekonomi dunia, serta pengaruh dan imbas teknologi berbasis sains. Kerusakan
lingkungan merupakan permasalahan yang berpengaruh dalam kehidupan dan harus dihadapi
oleh siswa sehingga mereka perlu dibekali dengan kemampuan untuk menjaga lingkungan dan
mengatasi permasalahan lingkungan. Siswa harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang
memadai serta menguasai teknologi informasi dalam kancah globalisasi dan persaingan dalam
bekerja. Keterampilan berfikir kreatif dan inovatif dibutuhkan dalam upaya mengembangkan
ilmu, teknologi, dan seni menurut Sani ( 2014).
Begitu juga pada pendidikan sekolah dasar. Pendidikan dasar bertujuan ganda yaitu
untuk mempersiapkan peserta didik untuk hidup di masyarakat dan mempersiapkan ke jenjang
yang lebih tinggi. Pendidikan dasar berhubungan dengan pengetahuan dasar. Pengetahuan
dasar yang dimaksud adalah pengetahuan tentang konsep bidang ilmu yang membuka awal
suatu bidang ilmu tertentu sehingga peserta didik mendapatkan pengetahuan baru. Pengetahuan
tersebut berguna untuk mengingat serta memahami informasi dan ide, pengetahuan dasar yang
diperlukan supaya dapat mempelajari hal penting yang lain.
Peraturan Pemerintah RI dalam Tilaar (2004: 56-57) Nomor 28 tahun 1990 tentang
Pendidikan Dasar Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 1 menyatakan pendidikan dasar adalah
pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun, diselenggarakan selama enam tahun di
Sekolah Dasar dan tiga tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau satuan pendidikan
sederajat. Pasal 1 ayat 2 mengatakan bahwa pendidikan dasar adalah bentuk satuan pendidikan

6
dasar yang menyelenggarakan program enam tahun. Pasal 3 menyatakan pendidikan dasar
bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk
mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga Negara dan
anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan
menengah.
Sedangkan menurut Arbi dan Syahrun (1991) pendidikan dasar adalah pendidikan
umum yang diselenggarakan selama enam tahun di Sekolah Dasar (SD). Pendidikan dasar ini
dimaksudkan akan mampu memberikan wadah yang lebih mantap bagi diselenggarakannya
program wajib belajar yang telah berhasil dilaksanakan oleh pemerintah. Seluruh anak usia
sekolah diatas usia enam tahun mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memperoleh pendidikan. Satuan pendidikan dasar ini selain didirikan oleh pemerintah, dapat
didirikan oleh masyarakat asal memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan yang meliputi
jumlah murid, tempat belajar, kurikulum yang digunakan, sumber dana, sarana penunjang serta
persyaratan teknis lainnya. Ketetapan mengenai hal ini selanjutnya akan diatur oleh menteri.
Undang-Undang No.2 Tahun 1989 dalam (murniramli.wordpress.com) menyatakan
bahwa pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta
memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam
masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti
pendidikan menengah. Sedangkan UU No. 20 Tahun 2003 mengatakan bahwa pendidikan
dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Berdasarkan beberapa pengertian tentang pendidikan dasar sebelumnya dapat ditarik


kesimpulan bahwa pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang diselenggarakan selama
enam tahun untuk mengembangkan sikap dan kemampuan peserta didik serta memberikan
pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta
mempersiapkan peserta didik yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

B. Tujuan Pendidikan Dasar


Setiap kegiatan yang direncanakan oleh seseorang pasti memiliki tujuan yang ingin
dicapai. Bukan hanya kegiatan di bidang ekonomi dan teknologi, dalam dunia pendidikan,
termasuk pendidikan dasar juga memiliki tujuan akhir yang dicita-citakan. Tujuan umum
pendidikan sekolah dasar (SD) menurut Hamdani, (2011:.152) adalah agar lulusan memiliki
sifat-sifat dasar sebagai warga negara yang baik; sehat jasmani dan rohani; serta memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan sikap dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pelajaran,

7
bekerja dimasyarakat, serta mengembangkan diri sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup
dalam Tujuan khusus pendidikan sekolah dasar yaitu agar lulusan:
a. Bidang pengetahuan
1) Memiliki pengetahuan dasar fungsional tentang:
a) Dasar-dasar kewarganegaraan dan pemerintahan sesuai dengan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945;
b) Agama yang dianutnya;
c) Bahasa Indonesia dan penggunaannya sebagai alat komunikasi;
d) Prinsip-prinsip dasar matematika;
e) Gejala dan peristiwa yang terjadi disekitarnya;
f) Gejala dan peristiwa sosial, baik pada masa lampau maupun pada masa
sekarang.
2) Memiliki pengetahuan dasar tentang kesejahteraan tentang keluarga,
kependudukan, dan kesehatan.
3) Memiliki pengetahuan dasar tentang berbagai bidang pekerjaan yang terdapat di
masyarakat sekitarnya.
b. Bidang Keterampilan
1) Menguasai cara-cara belajar yang baik.
2) Terampil menggunakan bahasa Indonesia lisan dan tulisan.
3) Mampu memecahkan masalah sederhana secara sistematis dengan menggunakan
prinsip Ilmu pengetahuan yang telah diketahuinya.
4) Mampu bekerja sama dengan orang lain dan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan
masyarakat.
5) Memiliki keterampilan berolahraga.
6) Memiliki keterampilan sekurang-kurangnya dalam satu cabang kesenian.
7) Memiliki keterampilan dasar dalam segi kesejahteraan keluarga dan usaha
pembinaan kesehatan.
8) Menguasai sekurang-kurangnya satu jenis keterampilan khusus yang sesuai dengan
minat kebutuhan lingkungannya sebagai bekal untuk mencari nafkah.

c. Bidang nilai dan sikap


1) Menerima dan melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa yang dianutnya serta menghormati ajaran agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dianut orang lain.

8
2) Menerima dan melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
3) Mencintai sesama manusia, bangsa, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
4) Memiliki sifat demokratis dan tenggang rasa.
5) Memiliki rasa tanggung jawab.
6) Dapat menghargai kebudayaan dan tradisi nasional termasuk bahasa Indonesia.
7) Percaya pada diri sendiri.
8) Memiliki minat dan sikap positif terhadap ilmu pengetahuan.
9) Memiliki kesadaran akan disiplin dan patuh pada peraturan yang berlaku, bebas dan
jujur.
10) Memiliki inisiatif, daya kreatif, sikap kritis, rasional, dan objektif dalam
memecahkan persoalan.
11) Memiliki sikap hemat dan produktif.
12) Memiliki minat dan sikap positif dan konstruktif terhadap olahraga dan hidup sehat.

C. Landasan-Landasan Pendidikan Dasar


a. Landasan Filosofis pendidikan di Indonesia
Landasan filosofis merupakan salah satu dasar yang harus dipegang dalam
pelaksanaan pendidikan. Landasan ini berkenaan dengan sistem nilai. Sistem nilai
merupakan pandangan seseorang tentang sesuatu terutama berkenaan dengan arti
kehidupan. Pandangan lahir dari kajian seseorang terhadap sesuatu masalah atau
norma-norma agama dan sosial yang dianutnya. Perbedaan pandangan dapat
menyebabkan timbulnya perbedaan arah pendidikan yang diberikan kepada anak didik
menurut Arbi & Syahrun (1991:34).
Pandangan hidup sebagai sistem nilai yang dipegang bukan semata-mata terdapat
pada individu, melainkan juga pada sekelompok masyarakat atau suatu bangsa.
Berkenaan dengan itu secara Nasional pandangan hidup bangsa Indonesia adalah
Pancasila. Oleh karena itu kaidah dan norma sosial maupun sistem nilai yang dianut
secara nasional harus berdasarkan kepada Pancasila. Dengan demikian pendidikan
haruslah berlandaskan pada Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia
Indonesia yang ber-Pancasila.
Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia atau falsafah Negara Republik
Indonesia. Pancasila merupakan norma tertinggi dalam Negara kita. Dengan demikian
Pancasila adalah jiwa dan kepribadian bangsa, pandangan hidup yang menjiwai sistem

9
kenegaraan dan kemasyarakatan Indonesia. Dengan demikian wajarlah kiranya
Pancasila dijadikan landasan filosofis pendidikan kita.
Dasar kedua dari pendidikan nasional adalah Undang-Undang Dasar 1945,
sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 bahwa “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab, Hamdani
(2011:64).
Mengapa Pancasila dijadikan sebagai pandangan dan cara hidup bangsa Indonesia?
Pancasila sebagai filsafat Negara Republik Indonesia diangkat dari realitas sosial
budaya dan tata nilai dasar masyarakat Indonesia. Nilai nilai dasar ini telah menjiwai
dan merupakan perwujudan kepribadian bangsa. Hal itu juga bersumber dari keyakinan
atau pandangan hidup yang benar, baik, dan unggul.
Adapun nilai-nilai dasar didalam sosial budaya Indonesia yang berkembang sejak
awal peradaban terutama meliputi: (a) Adanya kesadaran ke-Tuhanan dan kesadaran
keagamaan, (b) musyawarah mufakat dalam menentukan dan memecahkan masalah
bersama, (d) Kesadaran gotong royong atau tolong menolong, dan (e) Kesadaran
tenggang rasa dan tepa selera.
Nilai-nilai diatas tumbuh dan berkembang didalam kehidupan awal sosial budaya
kita, sepanjang sejarah bangsa. Oleh karena nilai-nilai dasar tersebut, teruji dalam
kehidupan, sehingga meyakinkan kita bahwa nilai-nilai dasar menjamin kekeluargaan,
kesatuan, kebersamaan, kerukunan, kedamaian dan kesejahteraan yang bertujuan untuk
kebahagiaan hidup.
Bangsa Indonesia memanfaatkan dan memilih nilai-nilai sosial budaya tradisional
yang terbaik. Nilai ini dijadikan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara dijaman
sekarang. Nilai-nilai budaya tradisional yang bersifat universal telah terintegrasi dalam
kesatuan yang utuh berupa sistem nilai budaya yang dijadikan pandangan hidup bangsa.
Pandangan hidup adalah pandangan tentang nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh
suatu bangsa. Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia pada hakikatnya bersifat religius,
suka damai, menjunjung tinggi asas musyawarah dan mufakat, kekeluargaan, gotong-
royong dan keadilan sosial.

10
Nilai nilai inilah yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia, yang mengkristal
dalam tata urutan dan kebulatan sila-sila Pancasila sebagai ciri khas filosofinya. Sistem
nilai atau pandangan hidup yang dikandung filsafat pendidikan seseorang atau suatu
negara akan mempengaruhi pelaksanaan pendidikan dan tujuan pendidikan suatu
negara dapat kita amati dari contoh-contoh yang dikemukakan Arbi & Syahrun (2011:
36-37) yaitu:
1) Di Sparta (Yunani Kuno)
Sparta adalah Negara yang banyak mengalami peperangan. Oleh karena itu
perlu dipersiapkan warga negara yang mempunyai tubuh yang kuat untuk
mempertahankan negaranya. Tujuan pendidikan ialah pembentukan warga
negara yang kuat fisiknya. Pendidikan yang utama diberikan ialah untuk
membentuk jasmani yang sehat, karena pada tubuh yang sehat terdapat jiwa
yang sehat. Jelas bahwa system nilai yang menjunjung tinggi aspek jasmani
telah memberi corak tersendiri kepada sistem pendidikan di Sparta.
2) Di Eropa Barat
Sebelum dan pada abad kesembilan belas, pengaruh reasionalisme sangat kuat.
Pandangan ini menyatakan manusia adalah makhluk berpikir atau berakal
(Homo Sapiens). Orang sangat menjunjung tinggi akal, akal teoritis maupun
akal praktis. Akal adalah alat untuk berpikir dan menimbang buruk baiknya.
Akal manusia menghasilkan pengetahuan. Dengan pengetahuan manusia dapat
berbuat baik dalam pengertian sempurna. Pandangan ini berpendapat, bahwa
akal dan pengetahuan maha kuasa. Implikasi pandangan ialah, bahwa
pendidikan sangat menjunjung tinggi pengaruh pengetahuan dan peranan akal.
Nilai ini merupakan norma bagi pelaksanaan pendidikan.
3) John Dewey dari Amerika Serikat
Terkenal dengan pragmatisme, suatu filsafat Pendidikan yang mengutamakan
pengalaman. Pandangan ini mempunyai norma, bahwa kebenaran terletak pada
kenyataan praktis. Apa yang benar ialah apa yang berguna bagi kehidupan dan
sesuai dengan praktek. Metode enkuiri dan memberi latihan adalah metode yang
tepat digunakan, pengalaman adalah yang utama. Pandangan inilah yang
mendasari pendidikannya.

b. Landasan Psikologis Pendidikan

11
Apa yang dimaksud dengan psikologis pendidikan? Kenapa harus diketahui oleh
para calon guru sekolah dasar?. Istilah psikologi dialihbahasakan dari psyche dan logos.
Psyche dapat diartikan sebagai jiwa, roh, mental. Logos, berarti studi atau kajian ilmiah
atau ilmu. Dengan demikian psikologi adalah kajian ilmiah atau ilmu tentang jiwa, roh
atau mental.
Menurut Arbi dan Syahrun (1991: 51-52), Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu
proses penyampaian pesan kepada murid, maka proses dan hasil belajar yang
diharapkan tidak akan tercapai sebagaimana mestinya. Bila prinsip-prinsip itu tidak
dijadikan landasan usaha dalam penyampaian pesan kepada murid, maka proses dan
hasil belajar yang diharapkan tidak akan tercapai sebagaimana mestinya. Sebagai
contoh dapat dijelaskan sebagai berikut: Bila si penyampai pesan (guru)
menyamaratakan semua muridnya dalam hal kecerdasan umum (intelegensi) seperti
halnya dalam sistem klasikal, maka akan ada dua kelompok murid yang akan merugi.
Kelompok murid yang intelegensinya tinggi dan ada dua kelompok murid yang akan
merugi. Kelompok murid yang intelegensinya tinggi akan memandang pengajaran biasa
sebagai tidak atau kurang memuaskan kebutuhannya. Pesan yang disampaikan oleh
guru dirasakan terlalu ringan. Kelompok murid yang memiliki intelegensi rendah juga
akan mengalami ketidakpuasan, karena pesan (materi pelajaran) yang diberikan secara
umum (biasanya didasarkan pada intelegensi rata-rata atau normal), dirasakannya
sebagai terlalu berat atau sukar.
Berdasarkan prinsip perbedaan individual, maka guru hendaklah mempersiapkan
pesan (dalam bentuk persiapan mengajar) yang berbeda sesuai dengan tingkatan
kecerdasan murid-muridnya. Persiapan untuk murid-murid yang mempunyai
kecerdasan tinggi ialah berupa pengayaan (enrichment) dan untuk murid yang tingkat
kecerdasannya rendah dengan program perbaikan (remedial), sementara murid-murid
yang normal digunakan persiapan biasa (satuan pelajaran biasa). Demikian ilustrasi
contoh perbedaan kecerdasan, kita para guru harus mempertimbangkan perbedaan
aspek-aspek psikologis lainnya seperti sifat, minat, bakat, karakter, dan temperamen.
Selanjutnya, bila prinsip-prinsip belajar tidak dijadikan landasan dalam
membelajarkan murid, maka proses dan hasil belajar yang diharapkan tidak akan
tercapai. Sebagai contoh, bila pesan (materi poelajaran) terus menerus disajikan sesuai
dengan jadwal (program), tanpa mengecek apakah pelajaran sebelumnya sudah
dikuasai oleh anak, maka usaha ini akan banyak mengalami kegagalan. Kegagalan itu
ialah tidak utuhnya bangunan pesan yang disampaikan kepada murid, yaitu bila

12
pengetahuan baru (pelajaran baru). Praktek seperti ini memungkinkan pengetahuan
murid menjadi terpisah-pisah satu sama lain. Murid tidak akan pernah mempunyai
pengetahuan (hasil belajar) yang utuh, sehingga sukar untuk diaplikasikan atau
diamalkan.
c. Landasan Sosial Budaya
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pendidikan berlangsung dalam
pergaulan atau interaksi antara pendidik dan siswa. Pendidik disini yang dimaksud
adalah orang dewasa yang bertugas atau bekerja di dalam dunia pendidikan.
Menurut Arbi dan syahrun (1991: 66) Interaksi antara guru (pendidik) dengan
murid (peserta didik) disekolah berlangsung dalam suatu proses yang disebut proses
belajar-mengajar. Dengan demikian proses belajar-mengajar pada dasarnya merupakan
kegiatan sosial. Itulah sebabnya, kegiatan belajar-mengajar itu tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan masyarakat dimana kegiatan tersebut berlangsung. Sekolah sebagai
salah satu institusi pendidikan pada dasarnya juga merupakan salah satu institusi sosial
karena ia merupakan masyarakat kecil diantara system sosial lainnya. Sebagai
masyarakat kecil sekolah pun mempunyai kebudayaan (kultural) tertentu. Kebudayaan
sekolah dan system interaksi individu di dalamnya akan melahirkan suasana (iklim)
sosial yang akan mempengaruhi proses belajar mengajar tersebut.
Proses belajar mengajar disekolah, juga mendapat pengaruh dari institusi lain di
luarnya, seperti teman sebaya, keluarga dan masyarakat dalam arti yang luas.
Sosiobudaya dari institusi-institusi ini akan mempengaruhi sosiokultural yang ada
disekolah. Tetapi juga sebaliknya, sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap
institusi sosial di luarnya. Sekolah berfungsi sebagai pewarisan, pemeliharaan dan
pembaharuan kebudayaan dari generasi terdahulu kepada generasi sekarang dan
penerus. Jadi, antara sekolah dengan institusi sosial diluarnya mempunyai hubungan
timbal balik.
d. Landasan Hukum
Pendidik dalam hal ini adalah seorang guru, sebagai orang yang bertanggung jawab
dalam menyelenggarakan pendidikan, perlu memahami landasan hukum
penyelenggaraan pendidikan. Dengan memahami landasan hukum tersebut, guru lebih
siap menerima penyesuaian-penyesuaian yang perlu dilakukan dan kemungkinan dapat
diadakan inovasi dalam bidang pendidikan. Pancasila seperti yang tercantum dalam
pembukaan UUD 1945, merupakan kepribadian, tujuan dan pandangan hidup bangsa

13
Indonesia. Oleh karena itu acuan yang harus menjadi dasar landasan hukum sistem
pendidikan nasional adalah Pancasila.
Mengapa penyelenggaraan pendidikan memerlukan landasan hukum? Kenyataan
menunjukkan bahwa dalam penyusunan kebijaksanaan, pemerintah tidak hanya
membatasi diri berkenaan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara secara umum.
Namun pengaturan itu juga menyangkut aspek khusus lain seperti aspek perekonomian,
hak milik, perkawinan, dan pendidikan. Kebijaksanaan pemerintah berupa ketentuan-
ketentuan itu baik bersifat umum maupun khusus tidak hanya tersirat didalam kebiasaan
dan adat istiadat. Akan tetapi dituangkan berupa Surat Keputusan, Ketetapan Peraturan
Pemerintah, dan Undang-Undang.
Menurut Arbi & Syahrun (1991: 82) guru sebagai pelaksana pendidikan
seyogyanya menaruh perhatian lebih pada kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah
tersebut. Oleh karena itu tugas guru baik langsung maupun tidak langsung harus
menunjang semua kebijaksanaan pemerintah, yakni mempersiapkan manusia Indonesia
bagi kehidupan di masa depan. Untuk itu guru harus mampu mengikuti perkembangan
dan perubahan kebijaksanaan pemerintah. Tidak hanya yang berkenaan langsung
dengan bidang pendidikan, bahkan dari berbagai aspek kehidupan yang memungkinkan
mereka mengantarkan anak didik untuk memahami hak dan kewajiban.
Tentu saja perhatian guru yang utama lebih diarahkan pada kebijaksanaan
pemerintah di bidang pendidikan dna pengajaran. Dengan memahami berbagai
ketentuan yang mengandung kebijaksanaan pemerintah sesuai dengan tugasnya,
disamping guru dapat mewujudkan kegiatan pendidikan secara tepat, juga
memungkinkan mereka melakukan inovasi dalam pendidikan, seperti mencobakan
berbagai metode mengajar sehingga mereka menemukan kelemahan dan kekuatan dari
masing-masing metode itu. Hal ini akan besar pengaaruhnya terhadap proses belajar-
mengajar selanjutnya.
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan melalui pemahaman tentang
kebijaksanaan atau ketentuan-ketentuan pemerintah, guru memiliki pedoman dan acuan
dalam melaksanakan tugasnya sehingga penyimpangan-penyimpangan dapat dihindari.
Kebijaksanaan pemerintah dituangkan dalam berbagai bentuk ketetapan, merupakan
landasan hukum bagi para guru dalam mewujudkan tugasnya. Ketetapan tersebut harus
dipahami oleh guru. Guru tidak hanya terbatas memahami ketentuan berupa undang-
undang pokok di bidang pendidikan melainkan juga ketentuan lain seperti UUD, Tap

14
MPR, Kepres, PP, bahkan kurikulum yang ditetapkan dengan keputusan Menteri dan
kode etik guru yang ditetapkan melalui suatu kongres.
Ketentuan-ketentuan itulah yang merupakan landasan hukum atau perundang-
undangan untuk mewujudkan kegiatan pendidikan. Hukum sebagai norma mengatur
kehidupan dalam suatu masyarakat, karena didalamnya terdapat batas-batas baik dan
buruk yang menjadi ukuran tetap benar atau tidak benar. Ini berarti bahwa hukum
sebagai petunjuk tentang sesuatu yang boleh dilakukan. Hukum sebagai norma
mengandung perintah dan larangan yang harus ditaati, agar tata tertib dapat diwujudkan
dan dipelihara. Jadi, hukum mengandung unsur mendasar tentang sesuatu yang harus
dilakukan atau harus ditaati dan yang tidak perlu ditaati. Dengan demikian jelaslah
landasan hukum diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan terutama bagi orang-
orang yang langsung terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan.

D. Latar Belakang Dan Arah Pendidikan Dasar


Menurut Sani (2013) Pendidikan yang gagal membentuk moral pendidik akan
menghasilkan peserta didik yang kurang menghargai orang lain, menghalalkan segala cara
untuk mencapai tujuan, dan hanya mementingkan kebutuhan individu. Pendidikan yang gagal
dalam mengahasilkan lulusan yang kompeten akan membuat mereka tidak mampu bekerja
secara efisien dan efektif, serta tidak memiliki daya saing. Gejala ini kita amati dalam
kehidupan berbangsa dimana lulusan sekolah dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi
banyak yang tidak kompeten dan bingung ketika diminta untuk menyelesaikan suatu tugas atau
pekerjaan. Guru yang merupakan ujung tombak pendidikan seharusnya selalu berupaya
melaksanakan yang terbaik dalam mendidik anak bangsa dengan ikhlas dan menguasai
pembelajaran yang efektif dalam melaksanakan tugas mulia tersebut.
Untuk itu kita akan membahas apa sebenarnya faktor-faktor yang menyebabkan
diperlukannya pendidikan bagi manusia yang dapat kita lihat dari sejarah kehidupan manusia
itu sendiri. Irianto (2011:190-192) mengatakan pada zaman berburu diawali dengan penemuan
kapak dan peralatan purba. Dilanjutkan dengan era beternak dan bercocok tanam, mereka
membuat alat-alat pertahanan peternakannya dan alat-alat pertanian. Di zaman perdagangan,
mereka mengembara lebih jauh untuk menemukan pasar baru yang lebih luas dengan ditandai
penemuan banyak benua dan tanah baru. Lalu revolusi industri menggilas segalanya, yang
terkenal dengan capital intensive yang mengganti konsep labor intensive. Perubahan sosial
masyarakat berubah total dari kekerabatan menjadi individualisme secara radikal.

15
Perang dunia menjadikan penemuan teknologi mengalami percepatan yang tak
terbayangkan sebelumnya. Lalu lahirlah era teknologi informasi dengan kemunculan internet
yang jauh lebih dahsyat pengaruhnya dewasa ini. Dunia semakin sempit rasanya, karena
kejadian dimanapun dan kapanpun dapat diakses secara cepat dari mana pun. Komunikasi tidak
lagi harus bertatap muka langsung, karena dengan computer mereka dapat berbicara dengan
saling melihat video masing-masing. iPod, YouTube, widget, Google, blogging merupakan
istilah baru yang menguasai dunia anak muda saat ini. Celakanya, konsumen yang potensial
namun kritis adalah anak muda, terutama dari kalangan generasi yang tadinya luput dari
antisipasi penjajahan dunia maya.
Pendidikan dewasa ini merupakan era baru yaitu era yang lebih dahsyat, yakni era
INDUSTRI KREATIF. Industri kreatif adalah sebuah iklim dunia bisnis yang potensi
ekonomisnya berada di tangan para personal yang kreatif, nyeni, inovatif, dan dahulu belum/
tidak diperhitungkan sebagai industri arus utama (mainstream). Industri ini tidak perlu
memiliki karyawan yang banyak, tetapi produktif dan efisien kinerjanya. Dunia kreatif bukan
lah komoditas yang menyediakan kebutuhan primer manusia, namun justru lebih cenderung
memproduksi barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier. Karena gaya
hidup dan perkembangan pengaruh arus kapitalisme, maka industri kreatif ini bahkan dapat
hidup dan mendominasi dunia.
Bourne dalam Irianto (2011) mengatakan bahwa untuk membuat generasi muda agar
berhasil untuk masa depannya perlu perubahan sikap dan perilakunya untuk mengahadapi
dunia kini yang penuh dengan perubahan. Sikap dan perilaku ini sangat penting sebagaimana
yang dikemukakan Nelson Mandela : “A vision without action is just a dream; an action
without vision just passes time, a vision with an action change the world”. (Untuk itu mari kita
berbuat dengan dasar visi sebagai contoh terhadap anak didik kita agar dikemudian hari dapat
mengembangkan bakat dan minatnya untuk mengubah dunia dan mendapatkan manfaat dari
perubahan itu). Jika kita peduli terhadap apa yang akan dikerjakan generasi muda, maka kita
harus perduli terhadap dunia dimana mereka hidup sekarang dan dunia masa depan mereka.
Jika kita peduli terhadap dunia, maka kita harus peduli terhadap nilai-nilai dan perbuatan
generasi muda sebagai warga negara kini dan masa depannya.
Setiap tahun ajaran baru tiba, banyak anak lulusan sekolah di tingkat SD yang melihat
apakah mereka diterima di sekolah yang mereka idamkan atau tidak. Dalam hal ini banyak
anak sekolahan mempertaruhkan masa depan mereka dalam sebuah ritual yang disebut
pendaftaran murid baru. Pertanyaan yang mendasar untuk bahan diskusi ialah: Benarkah
sekolah memberikan masa depan yang lebih baik? Bikankah banyak pengangguran intelektual

16
di negara kita ini? Untuk apa sekolah kalau nanti menganggur juga. Bahkan banyak orang
bekerja yang tidak sesuai dengan jenjang dan jurusan atau program studi yang telah mereka
tempuh. Fakta ini menunjukkan bahwa sertifikat atau ijazah yang diterima lulusan masih
banyak yang tidak dihargai di dunia kerja.
Kembali kemasalah semula, banyak orang menganggap pendidikan sebagai gerbang
emas untuk perbaikan nasib di masa depan, hal ini hanyalah masalah persepsi. Jika semua
orang menganggap demikian, jadilah ia sebuah kebenaran. Kenyataannya tidak sesederhana
itu. Pendidikan tidak berkorelasi secara langsung dengan masa depan yang lebih. Untuk kasus
Indonesia, masih ada faktor lain yang harus diperhatikan. Faktor ini antara lain kepemilikan
modal (dari orang tua atau keluarga besar), relasi, usaha keras dan tentu saja nasib baik.

E. Kurikulum Sekolah Dasar


Ada beberapa definisi yang menegaskan pengertian kurikulum. Ada wawasan sempit,
yaitu mengartikan kurikulum sebagai rencana pelajaran yang berisikan sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan murid guna mencapai suatu tingkatan atau
ijazah. Wawasan yang luas menyatakan kurikulum menyangkut semua kegiatan yang
dilakukan dan dialami siswa dalam perkembangan, baik yang sengaja direncanakan maupun
tidak atau baik yang formal maupun informal untuk mencapai tujuan pendidikan. Banyak ahli
yang mengemukakan batasan atau rumusan kurikulum. Rumusan yang dikemukakan itu
mengikuti zaman dan orientasi masing-masing. Mohamad Ali dalam Arbi & Syahrun (1991)
menyirikan:
a. Kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran.
b. Kurikulum ialah pengalaman belajar yang didapat murid dari sekolah.
c. Kurikulum diartikan sebagai rencana belajar murid.
Struktur kurikulum dalam Abdul Majid & Chaerul Rochman (2014: 19-24)
menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi
konten/ mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi konten/mata pelajaran dalam satu semester
atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap
siswa. Struktur kurikulum adalah juga merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten
dalam sistem belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran.
Pengorganisasian konten dalam sistem belajar yang digunakan untuk kurikulum yang akan
datang adalah sistem semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem
pembelajaran berdasarkan jam pelajaaran per semester.

17
Struktur kurikulum adalah juga gambaran mengenai penerapan prinsip kurikulum
mengenai posisi seorang siswa dalam menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau jenjang
pendidikan. Dalam struktur kurikulum menggambarkan ide kurikulum mengenai posisi belajar
seorang siswa yaitu apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang
tercantum dalam struktur ataukah kurikulum memberi kesempatan kepada siswa untuk
menentukan berbagai pilihan. Struktur kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, beban
belajar, dan kalender pendidikan. Struktur kurikulum SD/MI adalah sebagai berikut:
a. Struktur kurikulum SD/MI Final (yang diujicobakan)
Alokasi Waktu Belajar Per
Minggu
Mata Pelajaran

I II III IV V VI

Kelompok A

4 4 4 4 4 4
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti

5 6 6 4 4 4
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

8 8 10 7 7 7
Bahasa Indonesia

5 6 6 6 6 6
Matematika

- - - 3 3 3
Ilmu Pengetahuan Alam

- - - 3 3 3
Ilmu Pengetahuan Sosial

Kelompok B

Seni Budaya dan Prakarya 4 4 4 6 6 6


(termasuk muatan lokal)*

Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan 4 4 4 3 3 3


(termasuk muatan lokal)*

30 32 34 36 36 36
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu

18
Keterangan: = Pembelajaran terintegrasi

 Muatan Lokal dapat memuat Bahasa Daerah


Kegiatan Ekstrakurikuler SD/MI antara lain:
-Pramuka (wajib)
-UKS
-PMR
Kelompok A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi kompetensi lebih
kepada aspek kognitif dan afektif, sedangkan kelompok B adalah mata pelajaran yang lebih
menekankan pada aspek afektif dan psikomotor. Integrasi Kompetensi Dasar IPA dan IPS
didasarkan pada kedekatan makna dari konten kompetensi dasar IPA dan IPS dengan konten
pendidikan Agama dan Budi Pekerti, PPKN, Bahasa Indonesia, Matematika, serta pendidikan
Jasmani, Olahraga dan kesehatan yang berlaku untuk kelas I, II, dan III. Sedangkan untuk
kelas IV, V, dan VI, Kompetensi Dasar IPA dan IPS berdiri sendiri, yang kemudian
diintegrasikan ke dalam tema-tema yang ada untuk kelas IV, V dan VI.
b. Beban Belajar
Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar selama
satu semester. Beban belajar di SD/MI kelas I, II, dan III masing-masing 30,32, 34 sedangkan
untuk kelas IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar SD/ MI adalah
35 menit.
Dengan adanya tambahan jam belajar ini dan pengurangan jumlah Kompetensi Dasar,
guru memiliki keleluasaan waktu untuk mengembangkan proses pembelajaran yang
berorientasi siswa aktif. Proses pembelajaran siswa aktif memerlukan waktu yang lebih
panjang dari proses pembelajaran penyampaian informasi karena peserta didik perlu latihan
untuk mengamati, menanya, mengasosiasi, dan berkomunikasi. Proses pembelajaran yang
dikembangkan menghendaki kesabaran guru dalam mendidik peserta didik sehingga mereka
menjadi tahu, mampu dan mau belajar dan menerapkan apa yang sudah mereka pelajari di
lingkungan sekolah dan masyarakat sekitarnya. Selain itu bertambahnya jam belajar
memungkinkan guru melakukan penilaian proses dan hasil belajar.
c. Organisasi Kompetensi Dasar dalam Mata Pelajaran
Mata pelajaran adalah unit organisasi Kompetensi Dasar yang terkecil. Untuk
kurikulum SD/MI organisasi Kompetensi Dasar kurikulum dilakukan melalui pendekatan
terintegrasi (integrated curriculum). Berdasarkan pendekatan ini maka terjadi reorganisasi
Kompetensi Dasar mata pelajaran, yang mengintegrasikan konten mata pelajaran IPA dan IPS

19
di kelas I, II, dan III ke dalam mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, PPKn,
Bahasa Indonesia, Matematika, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Dengan
pendekatan ini maka struktur kurikulum SD/MI menjadi lebih sederhana karena jumlah mata
pelajaran berkurang.
Prinsip pengintegrasian IPA dan IPS di kelas I, II, dan III diatas dapat diterapkan dalam
pengintegrasian muatan lokal. Kompetensi dasar muatan lokal yang berkenaan dengan seni,
budaya, dan keterampilan, serta bahasa daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.
Selain melalui penyederhanaan jumlah mata pelajaran, penyederhanaan dilakukan juga
terhadap Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran. Penyederhanaan dilakukan dengan
menghilangkan Kompetensi Dasar yang tumpang-tindih dalam satu mata pelajaran dan satu
antar mata pelajaran, serta Kompetensi Dasar yang dianggap tidak sesuai dengan usia
perkembangan psikologis peserta didik.
Di kelas IV, V, dan VI nama mata pelajaran IPA dan IPS tercantum dan memiliki
Kompetensi Dasar masing-masing. Untuk proses pembelajaran Kompetensi Dasar IPA dan
IPS, sebagaimana Kompetensi Dasar mata pelajaran lain, diintegrasikan ke dalam berbagai
tema. Oleh karena itu proses pembelajaran semua Kompetensi Dasar dari semua mata pelajaran
terintegrasi dalam berbagai tema.
d. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
Kompetensi Inti (KI) merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk
kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan
pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu , gambaran mengenai kompetensi utama
yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, keterampilan (afektif, kognitif, dan
psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata
pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian
hard skills dan soft skills.
Kompetensi inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organizing element)
kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk
organisasi vertikal dan organisasi horizontal Kompetensi Dasar. Organisasi vertical
Kompetensi Dasar adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang
pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu
akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari siswa. Organisasi horizontal
adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar dari mata pelajaran yang berbeda dalam
satu pertemuan mingguan dan kelas yang sama sehingga terjadi proses saling memperkuat.

20
Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait, yaitu berkenaan
dengan sikap keagamaan (KI 1), sikap sosial (KI 2), pengetahuan (KI 3), dan penerapan
pengetahuan (KI 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar, dan harus
dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang
berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect
teaching) pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (KI kelompok 3) dan
penerapan pengetahuan (KI kelompok 4).
Tabel Kompetensi Inti SD/MI

KOMPETENSI INTI KELAS I DAN KOMPETENSI INTI KELAS III


KELAS II

Menerima dan menjalankan ajaaran agama Menerima dan menjalankan ajaran agama
yang dianutnya yang dianutnya

Memiliki perilaku jujur, disiplin, Memiliki perilaku jujur, disiplin,


tanggungjawab, santun, peduli, dan percaya tanggungjawab, santun, peduli, dan percaya
diri dalam berinteraksi dengan keluarga, diri dalam berinteraksi dengan keluarga,
teman, dan guru. teman, tetangga, dan guru.

Memahami pengetahuan faktual dengan cara Memahami pengetahuan faktual dengan cara
mengamati (mendengar, melihat, membaca) mengamati (mendengar, melihat, membaca)
dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu dan menayakan berdasarkan rasa ingin tahu
tentang dirinya makhluk ciptaan Tuhan dan tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan benda-benda yang kegiatannya, dan benda-benda yang
dijumpainya dirumah dan disekolah. dijumpainya dirumah, sekolah, dan tempat
bermain.

Menyajikan pengetahuan faktual dalam Menyajikan pengetahuan faktual dalam


gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan bahasa yang jelas, logis, dan sistematis,
dalam tindakan yang mencerminkan perilaku dalam karya yang estetis dalam gerakan yang
anak beriman dan berakhlak mulia. mencerminkan anak sehat, dan dalam
tindakan yang mencerminkan perilaku anak
beriman dan berakhlak mulia.

21
KOMPETENSI INTI KELAS IV KOMPETENSI INTI KELAS V DAN VI

Menerima, menghargai, dan menjalankan Menerima, menghargai, dan menjalankan


ajaran agama yang dianutnya ajaran agama yang dianutnya.

Memiliki perilaku jujur, disiplin, Memiliki perilaku jujur, disiplin,


tanggungjawab, santun, peduli, dan percaya tanggungjawab, santun, peduli, percaya diri,
diri dalam berinteraksi dengan keluarga, dan cinta tanah air, dalam berinteraksi
teman, tetangga, dan guru. dengna keluarga, teman, tetangga, dan guru.

/memahami pengetahuan faktual dengan cara Memahami pengetahuan faktual dan


mengamati (mendengar, melihat, membaca) konseptual dengan cara mengamati dan
dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu mencoba (mendengar, melihat, membaca)
tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan serta menanya berdasarkan rasa ingin tahu
kegiatannya, dan benda-benda yang secara kritis tentang dirinya, makhluk
dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-
bermain. benda yang dijumpainya di rumah, sekolah,
dan tempat bermain.

Menyajikan pengetahuan faktual dalam Menyajikan pengetahuan factual dan


bahasa yang jelas, logis, dan sistematis, konseptual dalam bahasa yang jelas , logis,
dalam karya yang estetis dalam gerakan yang dan sistematis, dalam karya yang estetis
mencerminkan anak sehat, dan dalam dalam gerakan yang yang mencerminkan
tindakan yang mencerminkan perilaku anak anak sehat, dan dalam tindakan yang
beriman dan berakhlak mulia mencerminkan perilaku anak beriman dan
berakhlak mulia.

Sumber: Kemendikbud, Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kurikulum 2013

e. Kompetensi Dasar
Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas
yang diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi yang
terdiri atas sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang bersumber pada Kompetensi Inti yang
harus dikuasai peserta didik. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan memerhatikan
karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran. Mata
pelajaran sebagai sumber dari konten untuk menguasai kompetensi bersifat terbuka dan tidak
selalu diorganisasikan berdasarkan ilmu yang sangat berorientasi hanya pada filosofi
22
essensialisme dan perenialisme. Mata pelajaran dapat dijadikan organisasi konten yang
dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu atau non disiplin ilmu yang diperbolehkan menurut
filosofi rekonstruksi sosial, progresif, atau pun humanisme. Karena filosofi yang dianut dalam
kurikulum adalah adalah ekletik seperti dikemukakan dibagian landasan filosofi maka nama
mata pelajaran dan isi mata pelajaran untuk kurikulum yang akan dikembangkan tidak perlu
terikat pada kaidah filosofi essensialisme dan perenialisme.
f. Pendekatan Pembelajaran Tematik Integratif di SD
Kurikulum SD/MI menggunakan pendekatan pembelajaran tematik integratif dari kelas
I sampai kelas VI. Pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema.
Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan
dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai konsep dasar yang
berkaitan. Tema merajut makna berbagai konsep dasar sehingga peserta didik tidak belajar
konsep dasar secara parsial. Dengan demikian pembelajarannya memberikan makna yang utuh
kepada peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia.
Dalam pembelajaran tematik integratif, tema yang dipilih berkenaan dengan alam dan
kehidupan manusia. Untuk kelas I, II, dan III, keduanya merupakan pemberian makna yang
substansial terhadap mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, Seni Budaya dan
Prakarya, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan. Disinilah Kompetensi Dasar
yang diorganisasikan dalam pembelajaran tematik. Dari sudut pandang transdiciplinarity,
maka pengotakan konten kurikulum secara terpisah ketat tidak memberikan keuntungan bagi
kemampuan berfikir selanjutnya.
F. Jenis-Jenis Sekolah Dasar
Sekolah dasar di Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan sudut pandang tertentu
menurut Suharjo (2006). Dilihat dari segi pengelolaannya, dapat dibedakan: sekolah dasar
negeri dan sekolah dasar swasta. Sekolah dasar negeri merupakan sekolah dasar milik
pemerintah yang dikelola oleh pemerintah. Sekolah dasar swasta merupakan sekolah dasar
yang dikelola oleh masyarakat sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya
untuk kepentingan masyarakat.
Selanjutnya dilihat dari segi system penyelenggaraan proses belajar mengajarnya,
sekolah dasar di Indonesia dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:
a. Sekolah Dasar Konvensial/Reguler, merupakan sekolah dasar yang menyelenggarakan
pendidikan dengan sistem guru kelas dan pembelajaran tatap muka antara siswa dengan
guru dalam hari dan jam-jam pelajaran efektif yang telah ditetapkan.

23
b. Sekolah Dasar Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP), sekolah dasar ini
memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: proses pembelajarannya
menggunakan system modul, yang dapat dipelajari sendiri oleh siswa; menggunakan
prinsip belajar tuntas; pembelajarannya menggunakan system maju berkelanjutan, yang
memungkinkan siswa dapat maju sesuai dengan kecepatannya.
c. SD Pamong, tujuan penyelenggaraannya adalah untuk memberikan alternatif sistem
penyampaian pendidikan dasar yang bersifat merata, efektif, dan ekonomis sesuai
dengan keadaan kebanyakan daerah di Indonesia, serta untuk memberikan alternatif
bagi perluasan pendidikan dasar dalam rangka mewujudkan pelaksanaan wajib belajar
sekolah dasar. SD ini memiliki cirri-ciri pokok sebagai berikut: melayani pendidikan
dasar bagi anak-anak yang bersekolah maupun yang belum dapat bersekolah karena
alasan-alasan tertentu; bahan pendidikan yang diberikan kepada siswa adalah
kurikulum SD yang berlaku, sebagian besar bahan belajar disajikan dlam bentuk modul
yang dapat dipelajari oleh siswa; pembelajaran lebih ditekankan keaktifan belajar
siswa, dan bukan kegiatan guru mengajar di dalam kelas; peran utama guru adalah
sebagai pengelola proses belajar mengajar; proses belajar berlangsung secara
individual, kelompok, dan/ atau klasikal; menggunakan tutor sebaya, artinya siswa
yang lebih maju (mampu) membantu belajar temannya yang kurang mampu; belajar
dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja; anggota masyarakat membantu proses
belajar mengajar sesuai dengan kemampuannya; masyarakat, orangtua, dan guru
bekerja sama bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pendidikan.
d. SD Kecil, merupakan sekolah yang diselenggarakan di tempat permukaan terpencil
yang sulit dicapai karena adanya hambatan geografis, transportasi, dan komunikasi,
serta di pemukiman yang jumlah penduduk usia 7-12 tahun relatif sedikit.

G. Karakteristik Pendidikan Dasar Di Indonesia


1. Karakteristik dan Kebutuhan Siswa Sekolah Dasar
Ada beberapa karakteristik anak di usia sekolah dasar yang perlu diketahui para
guru, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya di tingkat Sekolah Dasar
(SD). Seorang guru harus dapat menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan
keadaan siswanya, maka sangat penting bagi seorang pendidik mengetahui karakteristik
siswanya. Selain karakteristik yang perlu diperhatikan juga adalah kebutuhan peserta
didik. Pemahaman terhadap karakteristik peserta didik dan tugas-tugas perkembangan
anak SD dapat dijadikan titik awal untuk menentukan tujuan pendidikan di SD, dan untuk

24
menentukan waktu yang tepat dalam memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan
perkembangan anak itu sendiri. Secara ideal dalam rangka pencapaian perkembangan diri
siswa, sekolah dan guru seyogyanya dapat menyediakan dan memenuhi berbagai
kebutuhan siswanya. Dalam rangka pencapaian perkembangan diri siswa. Seperti
pemenuhan kebutuhan kasih sayang atau penerimaan, pemenuhan kebutuhan harga diri,
pemenuhan kebutuhan akatualisasi diri.
Disamping memerhatikan karakteristik anak, menurut Sumantri (2015: 153-159)
implikasi pendidikan dapat juga bertolak dari kebutuhan peserta didik. Pemaknaan
kebutuhan siswa SD dapat diidentifikasi dari tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas
perkembangan adalah tugas-tugas yang muncul pada saat atau suatu periode tertentu dari
kehidupan individu, yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa arah
keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya, sementara kegagalan dalam
melaksanakan tugas tersebut menimbulkan rasa tidak bahagia, ditolak oleh masyarakat dan
kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya.
Anak sekolah dasar memiliki kecenderungan dalam belajar, yang memiliki tiga ciri
yaitu:
a. Bentuk-Bentuk Karakteristik Siswa SD
1) Senang bermain.
Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang
bermuatan permainan lebih-lebih untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya
merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di
dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pembelajaran yang serius tapi
santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang-seling antara mata
pelajaran serius seperti IPA, Matematika, dengan pelajaran yang mengandung
unsure permainan seperti Pendidikan Jasmani, atau Seni Budaya dan Keterampilan
dan dapat dilakukan secara terpadu.
2) Senang bergerak.
Orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan
tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu , guru hendaknya merancang
model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh
anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai
siksaan.
3) Anak senang bekerja dalam kelompok.

25
Dari pergaulannya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang
penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan
kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya
lingkungan, belajar menerimanya, tanggungjawab, belajar bersaing dengan orang
lain (sportif), mempelajari olahraga dan membawa implikasi bahwa guru harus
merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau
belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini
membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang
memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat
meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 orang untuk
mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
4) Senang merasakan atau melakukan/ memperagakan sesuatu secara langsung.
Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional
konkret. Dari apa yang dipelajari disekolah, ia belajar menghubungkan konsep-
konsep baru dengan konsep-konsep lama. Berdasarkan pengalaman ini, siswa
membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, jenis
kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi
pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan
memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang
model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses
pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang konsep IPa jika
langsung dengan praktiknya.
b. Kebutuhan Siswa SD
Bertolak dari kebutuhan peserta didik. Pemaknaan kebutuhan siswa SD dapat
diidentifikasikan dari tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan adalah
“tugas-tugas yang muncul pada saat atau suatu periode tertentu dari kehidupan individu,
yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa arah keberhasilan dalam
melaksanakan tugas-tugas berikutnya, sementara kegagalan dalam melaksanakan tugas
tersebut menimbulkan rasa tidak bahagia, ditolak oleh masyarakat dan kesulitan dalam
menghadapi tugas-tugas berikutnya”.
Tugas-tugas perkembangan yang bersumber dari kematangan fisik di antaranya
adalah belajar berjalan, belajar melempar, menangkap dan menendang bola, belajar
menerima jenis kelamin yang berbeda dengan dirinya. Beberapa tugas perkembangan
terutama bersumber dari kebudayaan seperti belajar membaca, menulis, dan berhitung,

26
belajar tanggungjawab sebagai warga Negara. Sementara tugas-tugas perkembangan yang
bersumber dari nilai-nilai kepribadian individu diantaranya memilih dan mempersiapkan
untuk bekerja.
Anak usia SD ditandai oleh tiga dorongan keluar yang besar, yaitu (1) kepercayaan
anak untuk keluar rumah dan masuk dalam kelompok sebaya (2) kepercayaan anak
memasuki dunia permainan dan kegiatan yang memperlakukan keterampilan fisik, dan (3)
kepercayaan mental untuk memasuki dunia, konsep, logika, simbolis, dan komunikasi
orang dewasa. Dengan demikian pemahaman terhadap karakteristik peserta didik dan
tugas-tugas perkembangan anak SD dapat dijadikan titik awal untuk menentukan tujuan
pembelajaran di SD, dan untuk menentukan waktu yang tepat dalam memberikan
pendidikan sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak itu sendiri.
c. Aplikasi Pemenuhan Kebutuhan Siswa di Sekolah
1) Pemenuhan kebutuhan fisiologis
a) Menyediakan program makan siang yang murah atau bahkan gratis.
b) Menyediakan ruang kelas dengan kapasitas yang memadai dan temperature yang
tepat.
c) Menyediakan kamar mandi/toilet dalam jumlah yang seimbang.
d) Menyediakan ruangan dan lahan untuk istirahat bagi siswa yang representative.
2) Pemenuhan kebutuhan rasa aman.
a) Sikap guru menyenangkan, mamopu menunjukkan penerimaan terhadap siswanya,
dan tidak menunjukkan ancaman atau bersifat menghakimi.
b) Adanya ekspektasi yang konsisten.
c) Mengendalikan perilaku siswa di kelas/ sekolah dengan menerapkan system
pendisiplinan siswa secara adil.
d) Lebih banyak memberikan penguatan perilaku (reinformance) melalui
pujian/ganjaran atas segala perilaku positif siswa dari pada pemberian hukuman
atas perilaku negatif siswa.
3) Pemenuhan kebutuhan kasih sayang atau penerimaan.
a) Hubungan guru dengan siswa:
(1) Guru dapat menampilkan cirri-ciri kepribdian: empatik, peduli, dan interes
terhadap siswa, sabar, adil, terbuka serta dapat menjadi pendengar yang baik.
(2) Guru dapat menerapkan pembelajaran individu dan dapat memahami siswanya
(kebutuhan, potensi, minat, karakteristik kepribadian dan latar belakangnya).

27
(3) Guru lebih banyak memberikan komentar dan umpan balik yang positif dari
pada yang negatif.
(4) Guru dapat menghargai dan menghormati setiap pemikiran, pendapat dan
keputusan setiap siswanya.
(5) Guru dapat menjadi penolong yang bisa diandalkan dan memberikan
kepercayaan terhadap siswanya.
b) Hubungan siswa dengan siswa:
(1) Sekolah mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kerjasama
mutualistik dan saling percaya diantara siswa.
(2) Sekolah dapat menyelenggarakan class meeting, melalui berbagai forum,
seperti olahraga atau kesenian.
(3) Sekolah mengembangkan diskusi kelas yang tidak hanya untuk kepentingan
pembelajaran.
(4) Sekolah mengembangkan bentuk-bentuk ekstrakurikuler yang beragam.
4) Pemenuhan kebutuhan harga diri.
a) Mengembangkan harga diri siswa
(1) Mengembangkan pengetahuan baru berdasarkan latar pengetahuan yang
dimiliki siswanya (scaffolding).
(2) Mengembangkan system pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
(3) Memfokuskan pada kekuatan dan asset yang dimiliki setiap siswa.
(4) Mengembangkan strategi pembelajaran yang bervariasi.
(5) Selalu siap memberikan bantuan apabila para siswa mengalami kesulitan.
(6) Melibatkan seluruh siswa di kelas untuk berpartisipasi dan bertanggungjawab.
(7) Ketika harus mendisiplinkan siswa, sedapat mungkin dilakukan secara pribadi,
tidak didepan umum.
b) Penghargaan dari pihak lain
(1) Mengembangkan iklim kelas dan pembelajaran kooperatif dimana setiap siswa
dapat saling menghormati dan mempercayai, tidak saling mencemoohkan.
(2) Mengembangkan program penghargaan atas pekerjaan, usaha dan prestasi yang
diperoleh siswa.
(3) Mengembangkan kurikulum yang dapat mengantarkan setiap siswa untuk
memiliki sikap empatik dan menjadi pendengar yang baik.
(4) Berusaha melibatkan para siswa dalam setiap pengambilan keputusan yang
terkait dengan kepentingan para siswa itu sendiri.

28
c) Pengetahuan dan pemahaman
(1) Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengeksplorasi bidang-
bidang yang ingin diketahuinya.
(2) Menyediakan pembelajaran yang memberikan tantangan intelektual melalui
pendekatan discovery-inquiry.
(3) Menyediakan topik-topik pembelajaran dengan sudut pandang yang beragam.
d) Estetik
(1) Menata ruangan kelas secara rapi dan menarik.
(2) Menempelkan hal-hal yang menarik dalam dinding ruangan, termasuk di
dalamnya menampangkan karya-karya seni siswa yang dianggap menarik.
(3) Ruangan di cat dengan warna-warna yang menyenangkan.
(4) Memelihara sarana dan prasarana yang ada disekeliling sekolah.
(5) Ruangan yang bersih dan wangi.
(6) Tersedia taman kelas dan sekolah yang tertata indah.
e) Pemenuhan kebutuhan akatualisasi diri
(1) Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk melakukan hal yang
terbaiknya.
(2) Memberikan kebebasan kepada siswa untuk menggali dan menjelajah
kemampuan dan potensi yang dimilikinya.
(3) Menciptakan pembelajaran yang bermakna dikaitka dengan kehidupan nyata.
(4) Perencanaan dan proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas meta kognitif
siswa.

Seorang guru harus dapat menerapkan suatu metode pembelajaran yang sesuai dengan
keadaan siswanya, maka sangat penting bagi seorang guru mengetahui karakteristik siswanya.
Selain karakteristik yang perlu diperhatikan juga adalah kebutuhan peserta didik. Pemahaman
terhadap karakteristik siswa dan tugas-tugas perkembangan anak SD dapat dijadikan titik awal
untuk menentukan tujuan pembelajaran di SD, dan untuk menentukan waktu yang tepat dalam
memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak itu sendiri. Secara ideal,
dalam rangka pencapaian perkembangan diri siswa, sekolah dan guru seyogyanya dapat
menyediakan dan memenuhi berbagai kebutuhan siswanya dalam rangka pencapaian
perkembangan diri siswa. Seperti pemenuhan fisiologis, pemenuhan kebutuhan rasa aman,
pemenuhan kebutuhan kasih sayang atau penerimaan, pemenuhan kebutuhan harga diri,
pemenuhan kebutuhan akatualisasi diri.

29
H. Cara Belajar Anak

Kecenderungan belajar anak usia SD berbeda dengan usia yang lainnya. Anak SD
umumnya masih suka cara belajar yang masih dihiasi dengan bermain. Untuk itu guru sekolah
harus memiliki kemampuan meramu metode, model, ataupun strategi pembelajan di sekolah
tersebut dengan menyenangkan. Cara belajar anak di sekolah dasar itu memiliki tiga ciri dalam
Panduan Lengkap KTSP (2008: 252-253), yaitu:

1) Konkret
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkret yakni
yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan
pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan
menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa
dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami,
sehingga lebih nyata, lebih factual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat
dipertanggungjawabkan.
2) Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu
keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal
ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi
bagian.
3) Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai
dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan
cakupan keluasan serta kedalaman materi.

30
BAB II
KETERAMPILAN BELAJAR DI SD*

A. Pengertian Keterampilan Belajar

Definisi tentang keterampilan belajar seringkali didasarkan pada daftar keterampilan yang
spesifik seperti mengorganisasi, memproses, dan menggunakan informasi yang diperoleh
dari aktivitas membaca (Salinger, 1983). Barangkali definisi paling baik digunakan untuk
menjelaskan keterampilan belajar adalah suatu keterampilan yang dapat mengembangkan
kemandirian siswa dalam belajar (Dean, 1977 dalam Maher & Zins, 1987) Moh. Surya (1992
: 28) mengungkapkan bahwa keterampilan merupakan kegiatan-kegiatan yang bersifat
neuromuscular, artinya menuntut kesadaran yang tinggi. Dibandingkan dengan kebiasaan,
keterampilan merupakan kegiatan yang lebih membutuhkan perhatian serta kemampuan
intelektualitas, selalu berubah dan sangat disadari oleh individu. Secara khusus, keterampilan
belajar merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memperoleh, mempertahankan, serta
mengungkapkan pengetahuan dan merupakan cara untuk menyelesaikan persoalan
(Marshak & Burkle, 1981 dalam Maher & Zins, 1987). Dalam memperoleh keterampilan
belajar, siswa akan menyadari bagaimana cara belajar yang terbaik sehingga menjadi lebih
bertanggungjawab terhadap kegiatan belajarnya.
B. Hakikat Keterampilan Belajar
Hakikat keterampilan belajar meliputi empat unsur utama yaitu: Transformasi Persepsi
Belajar Dalam berbagai hal guna meningkatkan keahlian belajar dalam basic skills (membaca,
menulis dan mendengar) ataupun dalam menangani rasa takut dan kecemasan. Transformasi
ini tidak hanya melatih kemampuan kognitif saja akan tetapi juga meliputi domain afektif dan
psikomotorik dari setiap orang. Sehingga mampu menunjukkan pemahaman tentang
keterampilan dan strategi belajar yang diperlukan untuk sukses di sekolah.
1. Keterampilan Manajemen Pribadi
Kemampuan menerapkan pengetahuan keterampilan belajar dan kekuatan (potensi)
belajar yang dimilikinya untuk mengembangkan strategi guna memaksimalkan dan
meningkatkan pembelajaran sehingga dapat meraih kesuksesan belajar di sekolah
menengah.
2. Interpersonal dan Keterampilan Kerjasama Tim
Kemampuan mengidentifikasi dan menjelaskan pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk sukses dalam hubungan interpersonal dan kerjasama tim. Selain itu,
juga menunjukkan kemampuan yang tepat untuk menerapkan keterampilan
interpersonal dan kerjasama tim dalam berbagai lingkungan belajar.
3. Kesempatan Eksplorasi

31
Mengembangkan portofolio dokumen yang terkait dengan penilaian diri, penelitian,
dan ekplorasi karir yang diperlukan untuk merencanakan jalur untuk keberhasilan
sekolah menengah.
Keempat unsur itu merupakan ciri keterampilan belajar yang utuh yang sebenarnya
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam proses pembelajaran keterampilan belajar
keempat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat mengalami proses
internalisasi keterampilan belajar di dalam sikap belajarnya secara utuh dan sempurna
sehingga dapat mengurangi kemungkinan kebuntuan dalam belajar (learning shutdown).
C. Tujuan Penerapan Keterampilan Belajar
Tujuan penerapan keterampilan belajar adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
2. Menumbuhkan minat dan motivasi belajar.
3. Membentuk peserta didik yang mandiri dalam belajar.
D. Aspek-aspek Keterampilan Belajar
1. Keterampilan Membaca
Tampubulon (1993) menjelaskan bahwa pada hakikatnya membaca adalah kegiatan
fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan, walaupun dalam kegiatan itu terjadi
proses pengenalan huruf – huruf. Sedangkan menurut Poerwodarminto (1976) membaca yaitu
melihat sambil melisankan suatu tulisan dengan tujuan ingin mengetahui isinya. Menurut
Tarigan, membaca adalah pemerolehan pesan yang disampaikan oleh penulis melalui tulisan
(1983).
Ada banyak metode membaca, metode ini merupakan hasil riset dari para ilmuwan
tentang cara membaca yang efektif. Salah satunya adalah metode SQ3R (Survey, Question,
Read, Recite, Review). Metoda SQ3R memberikan strategi yang diawali dengan membangun
gambaran umum tentang bahan yang dipelajari, menumbuhkan pertanyaan dari judul/subjudul
suatu bab dan dilanjutkan dengan membaca untuk mencari jawaban dari pertanyaan.
Ada lima tahapan proses dalam membaca dengan metode SQ3R ini, yaitu:
a. Survey atau meninjau
Baca Judul - Baca Pendahuluan – Baca Kepala Judul/Subbab – Perhatikan Grafik, Diagram
– Perhatikan Alat Bantu Baca.
b. Question atau bertanya
Setelah kerangka pemikiran suatu bab diperoleh, mulai perhatikan kepala judul/subbab
yang biasanya dicetak tebal. Perhatikan kepala judul ini satu per satu dan ubah kepala judul
ini jadi beberapa pertanyaan. Tulislah pertanyaan-pertanyaan itu pada suatu kolom dengan
lebar 1/3 halaman kertas dan kolom sisanya untuk jawaban yang diperoleh selama

32
membaca. Misalkan kita membaca buku tentang “Belajar di SMA” dan kepala judulnya
adalah “Manfaatkan berbagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolahmu”. Pertanyaan yang
dapat kita mundulkan adalah “Mengapa kita harus memanfaatkan kegiatan
ekstrakurikuler?” dan “Bagaimana caranya kita bisa ikut terlibat dalam kegiatan
ekstrakurikuler?”.
c. Read atau membaca
Bacalah suatu subbab dengan tuntas jangan pindah ke subbab lain sebelum kita
menyelesaikannya. Pada saat membaca, kita mulai mencari jawaban pertanyaan yang kita
buat pada Question. Tuliskan jawaban yang kita peroleh dengan dengan kata-kata sendiri
di kertas yang pada 2/3 kolom yang disiapkan. Dan jangan membaca di tempat tidur.
d. Recite atau menuturkan
Cara melakukan Recite adalah dengan melihat pertanyaan-pertanyaan yang kita buat
sebelum membaca subbab tersebut dan cobalah jawab pada selembar kertas tanpa melihat
buku.
e. Review atau mengulang
Proses ini dapat dilakukan dengan membaca ulang seluruh subbab, melengkapi catatan
atau berdiskusi dengan teman. Cara Review yang terbukti efektif adalah dengan
menjelaskan kepada orang lain.

2. Keterampilan Menulis
Menulis merupakan keterampilan berfikir yang tidak dapat dipisahkan dan turut
berpengaruh dalam pencapaian hasil belajar siswa. Aktifitas ini berkenaan dengan bagaimana
seorang siswa mengikat informasi pembelajaran dan menyajikannya kembali dalam bentuk
tulisan. Jika metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis
untuk mencapai tujuan pembelajaran, teknik menulis dapat diartikan sebagai cara yang
dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode melalui aktifitas menulis.
DePorter (2000:57) mengatakan bahwa, “Menulis yang efektif adalah salah satu
kemampuan terpenting yang pernah dipelajari orang. Bagi pelajar, hal ini seringkali berarti
perbedaan antara mendapatkan nilai tinggi atau rendah pada saat ujian”.

Selanjutnya ia (1999: 145) mengemukakan beberapa bentuk keterampilan menulis


diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Mencatat Standar/Linier

33
Teknik Mencatat Standar merupakan teknik pencatatan yang lazim dan telah lama
digunakan. Teknik mencatat ini adalah bentuk catatan dengan pola memanjang kebawah
mengikuti alur garis pada kertas.Beberapa gaya pencatatan standar diantaranya :
1) gaya kalimat/naratif yang terdiri dari tulisan apapun yang akan dikomunikasikan dalam
bentuk naratif
2) gaya daftar yang menyertakan menuliskan ide ketika ide itu muncul
3) gaya garis besar/alpabet yang terdiri dari membuat catatan dalam urutan hierarki yang
terdiri dari kategori utama dan subkategori
b. Catatan TS
Catatan TS adalah singkatan dari Catatan : Tulis dan Susun. Bentuk catatan ini membantu
siswa berkonsentasi dengan memanfaatkan tulisan-tulisan tentang pikiran-pikiran dan
menyadarinya sebagai bagian dari proses belajar serta menyertakan asosiasi yang terkait
dengan emosi yang bermanfaat dalam proses pengingatan.
Secara anatomis Catatan TS membagi kertas dengan garis menjadi 2 kolom, yaitu kolom
kiri dan kolom kanan. Kolom kiri dibuat lebih luas yang berfungsi untuk daerah menulis
catatan. Pada kolom ini siswa dapat menulis tanggal, nama, dan informasi penting lainnya
selama mendengarkan penjelasan guru, merangkum, membaca dan sebagainya.
Sedangkan kolom kanan dibuat lebih sempit yang berfungsi untuk menyusun catatan. Pada
kolom ini siswa dapat menuliskan pemikiran asosiasi yang muncul dalam benak mereka.
Bisa berupa pendapat, reaksi dari apa yang didengar, pertanyaan, perasaan, dan
sebagainya.
c. Mind Map (Peta Pikiran)
Peta Pikiran merupakan salah satu dari bentuk pencatatan dalam bentuk organijer grafik.
Teknik ini lahir dari ide tentang sifat kerja otak yang memiliki karakteristik dan pola
tertentu dalam memproses setiap informasi. Peta pikiran merekam informasi ke dalam
bentuk kata kunci, gambar, simbol dan sebagainya membetuk pola informasi yang
memetakan.

3. Keterampilan Bertanya
Bertanya merupakan ucapan verbal yang meminta respon dari seseorang yang dikenal.
Respons yang diberikan dapat berupa pengetahuan sampai hal-hal yang merupakan hasil
pertimbangan. Jadi, bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan
berfikir.

34
Dalam proses belajar mengajar , bertanya memainkan peranan penting sebab
perrtanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik pelontaran yang tepat akan memberikan
dampak positif terhadap siswa , yaitu :
a. Meningkatkan partisipasi siswa dalam dalam kegiatan belajar mengajar
b. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu masalah yang sedang
dihadapi atau dibicarakan
c. Mengembangkan pola dan cara belajar aktif dari siswa sebab berfikir itu sendiri
sesungguhnya adalah bertanya
d. Menuntun proses berfikir siswa sebab pertanyaan yang baik akan membantu siswa agar
menentukan jawaban yang baik
e. Memusatkan perhatian siswa terhadap masalah yang sedang dibahas.
Dasar- dasar pertanyaan yang baik
a. Jelas dan mudah dimengerti oleh siswa
b. Berikan informasi yang cukup untuk menjawab pertanyaan
c. Difokuskan pada suatu masalah atau tugas tertentu
d. Berikan waktu yang cukup kepada anak untuk berfikir sebelum menjawab pertanyaan
e. Bagikanlah semua pertanyaan kepada seluruh murid secara merata
f. Berikan respon yang ramah dan menyenangkan sehingga timbul keberanian siwa untuk
menjawab atau bertanya
g. Tuntunlah jawaban siswa sehingga mereka dapat menemukan jawaban yang benar
Fungsi pertanyaan di dalam kegiatan pembelajaran antara lain :
a. Mendorong siswa untuk berfikir
b. Meningkatkan keterlibatan siswa
c. Merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan
d. Memusatkan perhatian siswa pada satu masalah
e. Membantu siswa mengungkapkan pendapat dengan bahasa yang baik

4. Keterampilan Mengatur Waktu dan Lingkungan


Manajemen waktu merupakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengawasan produktivitas waktu. Manajemen waktu bertujuan kepada produktifitas yang
berarti rasio output dengan input.
Cara-cara mengatur waktu:
a. Membuat daftar “kerjaan”.
b. Membuat jadwal harian/mingguan.

35
c. Merencanakan jadwal yang lebih panjang (bulanan).
d. Belajarlah dengan rutin setiap hari tetapi degan frekuensi waktu yang tidak terlalu lama.
e. Atur waktu belajar sekitar 5-10 menit saja.
f. Dahulukan pelajaran yang dianggap sulit.
Cara-cara mengatur lingkungan:
a. Sebelum kegiatan belajar dimulai, lingkungan fisik hendaknya ditata sehingga tampak
menyenangkan.
b. Buku, jurnal, majalah, surat kabar, atau media lain, yang hendak dijadikan sebagai sumber
belajar perlu ditempatkan di dekat kegiatan belajar peserta didik.
5. Keterampilan Mengikuti Ujian
Agar seorang siswa dapat mengerjakan ujian dengan baik, maka dia harus
mempersiapkan diri, baik itu persiapan secara psikologis, maupun untuk melakukan review
sebelumnya. Persiapan tes dapat dilakukan dengan persiapan mental, menjaga kesehatan tubuh,
dan percaya pada kemampuan diri sendiri.
a. Belajar-Pasca Belajar
Beberapa hal yang dapat dilakukan selama maupun setelah belajar, diantaranya
1) Review catatan segera setelah pembelajaran di kelas,
2) Review catatan dengan singkat sebelum masuk pembelajaran di kelas berikutnya
3) Jadwalkan waktu yang agak lama untuk review catatan tersebut secara periodic
b. Mengantisipasi Soal Ujian
Siswa dapat mengantisipasi soal ujian dengan mengira-ngira soal yang akan keluar
dengan:
1) Perhatikan setiap pedoman belajar (poin utama, bab, subbab, handsout, dll.)
2) Pelajari soal-soal ujian sebelumnya atau dapat mempelajari soal-soal Latihan Mandiri
(LM)
3) Berdiskusilah dengan teman untuk menebak kira-kira soal apa yang akan keluar dalam
ujian.
c. Tips Saat Ujian
Saat pelaksanaan ujian dapt dilakukan:
1) Datang dengan persiapan yang matang dan lebih awal
2) Tenang, percaya diri, sudah siap sedia, dan akan mengerjakan ujian dengan baik
3) Preview soal-soal ujian dulu (terutama untuk soal uraian atau yang memiliki waktu
yang cukup banyak), luangkan 10% waktu untuk membaca soal lebih mendalam

36
4) Jawab soal-soal ujian secara stretegis, dengan mulai menjawab pertanyaan yang
mudah, kemudian dengan soal-soal yang sukar
5) Ketika mengerjakan soal-soal pilihan ganda, etahuilah jawaban mana yang harus
dipilih/ditebak.
6) Ketika mengerjakan soal ujian esai/uraian, pikirkan dulu jawabannya sebelum
menulis.
7) Sisihkan 10% waktu ujian untuk memerikasa ulang jawaban yang telah dikerjakan.
8) Analisa hasil ujian, setiap ujian dapat membantu dalam mempersiapkan diri untuk
ujian selanjutnya

37
BAB III

KETERAMPILAN MENGAJAR DI SEKOLAH DASAR

Standar Kompetensi :

Mahasiswa menguasai konsep mengajar, keterampilan mengajar di sekolah dasar meliputi


delapan keterampilan dan tuntutan keterampilan guru di masa mendatang.

Kompetensi Dasar :

Setelah menyelesaikan Bab ini mahasiswa diharapkan mampu:

1. Mengimplementasikan konsep mengajar di dalam pembelajaran.


2. Mengkomunikasikan delapan keterampilan mengajar secara lisan.
3. Menjelaskan tuntutan keterampilan guru dimasa mendatang.

Indikator :

Setelah mempelajari Bab ini, mahasiswa dapat:

1. Menjelaskan konsep mengajar di sekolah dasar.


2. Menjelaskan delapan keterampilan mengajar di sekolah dasar.
3. Menjelaskan tuntutan keterampilan guru di masa mendatang.

Materi :

1. Konsep Mengajar
2. Delapan Keterampilan Mengajar di Sekolah Dasar.
3. Tuntutan Keterampilan Guru di Masa Mendatang.

A. KONSEP MENGAJAR
Mengajar bagi sebagian orang (atau mungkin bagi banyak orang) adalah sebuah
aktivitas yang membosankan, menjenuhkan, dan tidak menantang. Mengajar mungkin juga
adalah suatu momok yang menakutkan membuat tubuh gemetar saat berhadapan dengan orang
banyak dengan berbagai karakter dan sifat, membuat diri menjadi minder karena mungkin

38
merasa orang yang diajar lebih hebat darinya, merasa grogi karena diperhatikan oleh yang
diajarnya mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut, atau mungkin saja membuat gelisah
karena merasa bahwa orang-orang sedang menilai dirinya selama ia berdiri di depan kelas
menurut Suparman (2010: 11).
Hall, Quinn, dan Gollnick (2008: 298) menyatakan bahwa ketika tujuan pendidikan
tercapai melalui praktik pengajaran, maka mereka akan menemui pertanyaan-pertanyaan
tentang mengetahui, belajar, dan mengajar. Pada diskusi Plato tentang epistemologi, dia
menentang bahwa untuk mendapatkan realitas atau mengetahui, setiap individu menggunakan
pemahaman, alasan, persepsi, dan imajinasi. Para guru mengimplementasikan gagasan Plato
ketika mereka merencanakan dan menyusun pelajaran, dan memutuskan metode mana yang
paling sesuai dengan tugas pelajaran tertentu.
Menurut Fathurrohman (2015: 12) mengajar berasal dari kata dasar ajar. Kata ajar
bermakna memberi pertunjuk atau menyampaikan informasi, pengalaman, pengetahuan, dan
sejenisnya kepada subjek tertentu untuk diketahui atau dipahami. Dan mengutip pengertian
mengajar dari tokoh lain, yaitu:
1. Danim & Khairil
Mengajar bermakna tindakan seseorang atau tim dalam memberi petunjuk atau
menyampaikan informasi, pengalaman, pengetahuan, atau sejenisnya kepada subjek
didik tertentu agar mereka mengetahui dan memahaminya sesuai dengan tujuan yang
dikehendaki .
2. Nasution
Mengajar ialah suatu aktivitas mengatur organisasi/lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkan dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar mengajar.
3. Mahmud
Mengajar adalah memasuki dunia siswa untuk mengubah persepsi dan perilaku mereka.
4. Hasibuan & Moedjiono
Mengajar adalah penciptaan sistem yang memungkinkan terjadinya proses belajar
mengajar. System lingkungan terjadi komponen-komponen yang saling memengaruhi
yakni tujuan intruksional yang ingin dicapai, materi yang akan diajarkan guru-guru
kepada siswa, jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana dan prasarana belajar yang
tersedia.
Selain itu Darmadi (2012: 17) menyatakan bahwa mengajar merupakan suatu seni
untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai pendidikan, kebutuhan-kebutuhan
individu siswa, kondisi lingkungan, dan keyakinan yang dimiliki oleh guru. Dalam proses

39
belajar mengajar, guru adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa
untuk mengkaji apa yang menarik, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas
norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Sekaligus guru akan berperan sebagai model
bagi para siswa. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas perkembangan
masyarakatnya akan mengantarkan para siswa untuk dapat berpikir melewati batas-batas
kekinian, berpikir untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Dalam melaksanakan tugas
tersebut guru akan dihadapkan pada perbagai problem yang muncul dan sebagian besar
problem tersebut harus segera dipecahkan serta diputuskan pemecahannya oleh guru itu sendiri
pada waktu itu pula. Sebagian konsekuensinya, yang akan dan harus dilakukan oleh guru tidak
mungkin dapat dirumuskan dalam suatu prosedur yang baku.
Dari pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan, bahwa mengajar adalah Mengajar
bermakna tindakan seseorang untuk mengatur organisasi/lingkungan, suatu aktivitas,
penciptaan sistem, dalam memberi petunjuk atau menyampaikan informasi yang sebaik-
baiknya, pengalaman, pengetahuan, atau sejenisnya kepada subjek didik tertentu agar mereka
mengetahui dan memahaminya serta menghubungkan dengan anak didik sehingga terjadi
proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang dikehendaki.
Keunggulan mengajar dikemukakan oleh Hall, Quinn, dan Gollnick (2008: 234) yaitu
berusaha terus menggali kemampuan siswa sehingga mereka menghasilkan kemampuan yang
terbaik. Seorang guru harus melihat anak secara keseluruhan. Untuk membantu semua siswa
agar dapat belajar, seorang guru harus mempunyai pengetahuan, keahlian, dan pengaturan
untuk dapat mengajar secara efektif. Para siswa yang sedang belajar berarti secara aktif terlibat
dalam tugas-tugas mereka dan mampu memberitahu guru tentang apa yang mereka sedang
kerjakan.
Mereka juga mampu memperlihatkan pengetahuan mereka dengan menerapkannya
pada situasi yang baru. Diantara kata-kata favorit saya adalah “ Mengajar sama dengan
menyentuh sebuah kehidupan untuk selamanya” dan “ Anak adalah yang utama”.
1. Karakteristik Kerja Guru
Pekerjaan seorang guru sekolah dasar menurut Santrock (2007: 27) ialah mengajar satu
atau lebih mata pelajaran, menyiapkan kurikulum, memberi ujian, memberi nilai, memantau
kemajuan murid, melakukan konferensi orang tua-guru, dan menghadiri seminar-seminar yang
berhubungan dengan pekerjaan mereka. Menjadi guru sekolah dasar memeelukan minimal
gelar sarjana. Pendidikannya meliputi beragam perkuliahan dengan konsentrasi pada
pendidikan serta menyelesaikan program magang guru praktik dengan pengawasan.

40
Semua diantara kita sudah akrab dengan guru, baik sering berhubungan, membawahi
ataupun jadi guru sendiri. Tetapi berapa banyak diantara kita yang pernah merenungkan
sesungguhnya bagaimana kerja guru itu?. Pemahaman akan hakekat kerja guru ini sangat
pentingsebagai landasan dalam mengembangkan program pembinaan dan pengembangan
guru. Kalau direnungkan secara mendalam, maka kita akan dapat menemukan beberapa
karakteristik kerja guru, yang dikemukan oleh Darmadi (2012: 25) antara lain:
a. Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang bersifat individualistis non collaboratif.
Bahwa guru dalam melaksanakan tugas-tugas pengajarannya memiliki
tanggungjawab secara individual, tidak mungkin dikaitkan dengan tanggungjawab
orang lain. Pekerjaan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar dari waktu
ke waktu dihadapkan pada pengambilan keputusan dan tindakan itu harus
dilaksanakan oleh guru secara mandiri. Sebagai contoh di tengah proses belajar
mengajar berlangsung terdapat siswa yang tertidur sehingga siswa yang lain berisik.
Guru harus mengambil keputusan dan menentukan tindakan saat itu, dan tidak
mungkin meminta pertimbangan teman guru yang lain. Oleh karena itulah,
wawasan dan kecermatan sangat penting bagi seorang guru.
b. Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang dilakukan dalam ruang yang terisolir dan
menyerap seluruh waktu.
Hal ini sudah diketahui bersama bahwa hampir seluruh waktu guru dihabiskan di
ruang-ruang kelas bersama para siswanya. Implikasi dari hal ini adalah bahwa
keberhasilan kerja guru tidak hanya ditentukan oleh kemampuan akademik, tetapi
juga oleh motivasi dan dedikasi guru untuk terus dapat hidup dan menghidupkan
suasana kelas.
c. Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang kemungkinan terjadi kontak akademis antar
guru rendah.
Bisa dicermati, setiap hari berapa lama guru bisa berinteraksi dengan sejawat guru.
Dalam interaksi ini apa yang paling banyak dibicarakan. Banyak bukti
menunjukkan bahwa interaksi akademik antar guru sangat rendah. Kalau dokter
ketemu dokter yang paling banyak dibicarakan adalah tentang penyakit, penemuan
teknik baru dalam pengobatan. Tetapi apabila guru ketemu guru, apa yang
dibicarakan? Rendahnya kontak akademi guru ini di samping dikarenakan soal
waktu guru yang habis diserap di ruang-ruang kelas, kemungkinan juga karena
kejenuhan guru berinteraksi akademik dengan para siswanya.
d. Pekerjaan guru tidak pernah mendapatkan umpan balik.

41
Umpan balik adalah informasi baik berupa komentar ataupun kritik atas apa yang
telah dilakukan dalam melaksanakan proses belajar mengajar, yang diterima oleh
guru. Berdasarkan umpan balik inilah guru akan dapat memperbaiki dan
meningkatkan kualitas proses belajr mengajarnya.
e. Pekerjaan guru membutuhkan waktu untuk mendukung waktu kerja di ruang kelas.
Waktu kerja guru tidak terbatas hanyadi ruang-ruang kelas saja. Dalam banyak hal,
justru waktu guru untuk mempersiapkan proses belajar mengajar di ruang kelas
lebih lama. Berkaitan dengan padatnya waktu guru itu.
2. Keterampilan Komunikasi Mengajar
Didalam mengajar dibutuhkan keterampilan yang harus dilaksanakan untuk berhasilnya
pengajaran tersebut. Seorang guru tidak bisa dikatakan guru jika tanpa keterampilan mengajar
yang memadai. Mengajar juga butuh keahlian dalam berkomunikasi. Dimana mengajar tidak
lepas dari yang namanya komunikasi antara siswa dan guru. Dari berkomunikasilah pesan
materi tersampaikan.
Untuk menjadi seorang komunikator yang efektif, diperlukan tiga keterampilan yang
berkaitan menurut Evertson & Emmer (2011: 203-219) yaitu sebagai berikut:
a. Keasertifan Yang Konstruktif
Gambarkan perhatian Anda dengan jelas, yakinkan bahwa perilaku yang buruk dapat
diperbaiki, dan bertahanlah dalam keadaan dipaksa dan dimanipulasi. Keasertifan
adalah keterampilan menegakkan hak seseorang yang sah dalam cara-cara yang
membantu memastikan bahwa orang lain tidak dapat mengabaikan atau mengakali
mereka. Kata sifat konstruktif berarti bahwa guru yang asertif tidak mengejek atau
menyerang siswa. Keasertifan merupakan cirri atau sifat umum yang kami gunakan
dalam berbagai situasi atau sebagai sekumpulan keterampilan yang lebih spesifik pada
situasi tertentu. Beberapa individual bersifat asertif dalam berbagai situasi (misalnya,
berinteraksi dengan orang lain, di pekerjaan, di pesta, di sekolah), sementara yang
lainnya kurang asertif dalam banyak situasi sosial. Unsur-unsur dari keasertifan
meliputi: (1) Pernyataan yang jelas mengenai masalah atai isu, (2) Bahasa tubuh yang
tidak ambigu, (3) Mempertahankan perilaku yang sesuai dengan dan penyelesaian
masalah. Keasertifan bukanlah: (1) Sikap bermusuhan, (2) Penuh perdebatan, (3) Tidak
luwes.
Aspek berikut ini dari keasertifan yang konstruktif memiliki arti penting yang khusus
bagi para guru.
1) Menyatakan Masalah atau Keprihatinan

42
Perilaku buruk siswa biasanya menyebabkan masalah bagi para guru karena
menyulitkan untuk menyelenggarakan mata pelajaran, memperlambat kegiatan,
merusak kebiasaan yang membantu kelas berjalan lancar, dan mengalihkan
perhatian para siswa lainnya dari tugas mereka. Ketika perilaku yang buruk terus
muncul, guru harus memberitahukan siswa apa masalahnya, dan dari sudut pandang
guru. Terkadang penjelasan sederhana dari masalah ini mengakibatkan para siswa
mengubah perilaku mereka karena mereka lebih menyadari dan mulai mengawasi
diri mereka secara lebih baik. Menyatakan masalah memiliki dua bagian: (1)
mengidentifikasi perilaku tersebut, dan (2) menjelaskan efeknya.
2) Bahasa Tubuh
Keasertifan konstruktif dengan para siswa membutuhkan penegasan visual berupa
bahasa tubuh yang sesuai di tiga wilayah. Yang pertama ialah melakukan kontak
mata ketika memanggil siswa, terutama ketika menjelaskan masalah dan ketika
mengharuskan perubahan perilaku. Perhatikan bahwa terdapat perbedaan antara
kontak mata yang mengkomunikasikan keseriusan dan mencari penyelesaian
dengan mendelikkan mata yang marah dan bermusuhan. Melakukan kontak mata
dari waktu ke waktu mengurangi ketegangan. Wilayah kedua dari bahasa tubuh
yang asertif ialah menjaga postur dan orientasi tubuh yang siap siaga kearah iswa
tersebut (tetapi jangan sedekat seperti sikap yang mengancam). Menjaga postur
yang tegak dan menghadap ke siswa mengomunikasikan perhatian dan keterlibatan
Anda dalam percakapan. Wilayah ketiga ialah menyesuaikan ekspresi wajah Anda
dengan konten dan nada pernyataan Anda (misalnya, tidak tersenyum ketika
memberikan pernyataan yang serius).
3) Menjalankan Perilaku yang Pantas
Menjadi seorang guru yang asertif berarti Anda mengizinkan para siswa
mengetahui perhatian dan keinginan anda dengan cara yang menarik perhatian
mereka dan mengomunikasikan niat Anda untuk melaksanakannya dengan
konsekuensi dan untuk terus menangani sampai situasi tersebut terselesaikan. Anda
tidak harus sampai kehilangan selera humor Anda atau memerlakukan para siswa
dengan tidak sopan. Sedikit humor dapat meredakan ketegangan, dan
memperlakukan para siswa dnegan kesopanan menjadi contoh bagi jenis perilaku
yang Anda harapkan dari mereka. Mengembangkan tingkat keasertifan yang
nyaman bagi anda dan memahami bagaimana perilaku anda dirasakan oleh orang

43
lain merupakan hal penting; bekerja lewat kegiatan-kegiatan di akhir bab ini akan
membantu.
b. Respons yang Empati
Keterampilan komunikasi penting lainnya ialah merespons secara empati kepada para
siswa. Keterampilan ini menunjukkan bahwa Anda memahami dan menerima
perspektif siswa, serta berusaha mengupayakan klarifikasi daari masalah ini jika
diperlukan. Respons yang empati membantu menjaga jalur komunikasi tetap terbuka
antara Anda dan para siswa Anda sehingga masalah dapat dipahami dan diselesaikan
dalam cara yang sama-sama dapat diterima. Keterampilan ini sangat pas ketika seorang
siswa terlihat sangat gelisah, sedang stress, atau malah kecewa. Sebagai seorang guru,
Anda harus dapat merespons dengan cara membantu siswa menangani berbagai emosi
ini secara konstruktif atau setidaknya menghindari ketidaknyamanan atau kesedihan
yang berkelanjutan. Respons yang empati dapat juga digunakan sebagai bagian dari
proses penyelesaian masalah ketika berurusan dengan siswa yang harus mengubah
perilaku mereka. Dalam situasi ini, para siswa tetap membandel dan mengekspresikan
perasaan negatif; respons empati guru dapat membantu meredakan reaksi ini dan
meningkatkan penerimaan sebuah rencana bagi perubahan.
Respons yang empati memiliki dua komponen yaitu:
1) Keterampilan Mendengar
Keterampilan mendengar mengerti atau menerima perasaan atau gagasan siswa.
Paling tidak, pendengar cukup memperlihatkan perhatian. Terkadang raut muka
yang tertarik mendorong siswa untuk terus bicara. Contoh lain dari perilaku
mendengar non verbal adalah mengangguk, melakukan kontak mata dengan
pembicara, dan bahasa tubuh lainnya yang mengomunikasikan keterbukaan pada
diskusi. Dorongan verbal ditandai dengan ucapan seperti “um hm,” “saya
mengerti,” “teruskan,” “itu menarik,” dan yang sejenis. Lain waktu, sedikit
dorongan mungkin diperlukan. Seorang anak yang mengekspresikan perasaan
ditolak atau keputusasaan dan yang membutuhkan penguatan mungkin
membutuhkan pelukan atau tempat bersandar di bahu. Melampaui respons seperti
itu, guru bisa mengajak diskusi dengan pernyataan seperti, “ceritakan lagi,” “saya
tertarik mendengar gagasanmu mengenai hal ini,” “maukah kamu memberikan
komentar?” “bagaimana menurutmu?,” dan “kamu telah mendengar pendapat saya.
Sekarang saya ingin mendengar pendapatmu.”
2) Keterampilan Proses

44
Keterampilan memproses memungkinkan Anda untuk menegaskan atau
mengklarifikasi persepsi Anda mengenai pesan yang disampaikan oleh siswa.
c. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah merupakan proses yang digunakan untuk menangani dan
menyelesaikan konflik. Sebuah percakapan untuk menyelesaikan masalah mengandung
tiga tahap: (1) Mengidentifikasi masalah, (2) Pilih sebuah solusi, (3) Mendapatkan
sebuah komitmen.
d. Berbicara dengan Orang Tua
Keasertifan konstruktif, respons yang empati, dan pemecahan masalah dapat
merupakan strategi yang bermanfaat dalam interaksi Anda dengan para siswa, dan
mereka bisa efektif dalam bekerja sama dengan orang tua. Saran-saran berikut ini untuk
membantu pembicaraan dengan orang tua berjalan lebih lancar:
1) Ekspresikan apresiasi Anda atas usaha orang tua untuk mengatur kembali jadwal
mereka dengan Anda. Gunakan waktu mereka dengan bijak dengan bersiap-siap
dan dalam keadaan segera menyambut.
2) Sekolah dan guru mungkin mengintimidasi orang tua yang memiliki kesulitan
dengan sekolah. Kecemasan mereka mungkin tampak dalam bentuk kemarahan,
menghindar, bersikap defensive, jadi mengertilah bahwa reaksi dari orang tua
mungkin lebih dari pada sebuah refleksi dari keadaan pikiran orang tua ketimbang
sesuatu yang Anda telah katakana atau lakukan.
3) Orang tua yang anaknya menampilkan masalah perilaku atau akademik terutama
sensitif saat disalahkan. Pertahankan fokus pada pilihan-pilihan yang diambil siswa
tersebut dan apa yang dapat dilakukan untuk mendorong menghasilkan keputusan
yang lebih baik.
4) Dekatilah orang tua sebagai anggota tim. Anda dan mereka memiliki tujuan yang
sama.: memiliki kepentingan yang terbaik terhadap anak mereka. Inti dari
percakapan tersebut adalah menemukan cara-cara untuk bekerja sama.
5) Kapan saja dimungkinkan, dokumentasikan keprihatinan Anda. Milikilah contoh-
contoh dari pekerjaan siswa yang ada atau milikilah cattan terkait dengan catatan
perilaku. Jika siswa tidak mengumpulkan tugas-tugas, berikan lembaran tugas yang
menunjukkan tanggal pengumpulan.
6) Tetaplah pada penjelasan mengenai perilaku ketimbang pada karakterisasi para
siswa (misalnya, “Barbara memanggil siswa dengan nama lain.” ketimbang

45
“Barbara adalah seorang penggertak.”). Karakterisasi lebih mungkin menempatkan
orang tua dalam sikap defensif.
7) Hormatilah pengetahuan orang tua mengenai anak mereka. Orang tua sering kali
memiliki wawasan mengenai perilaku apa yang khas bagi siswa tersebut dan
mungkin dapat menganjurkan cara-cara alternatif menangani sebuah masalah.

B. DELAPAN KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR DI SD


1. Keterampilan Bertanya (questioning skills)
Teknik bertanya adalah sejumlah cara yang dapat digunakan oleh kita sebagai guru
untuk mengajukan pertanyaan kepada peserta didiknya dengan memperhatikan karakteristik
dan latar belakang peserta didik. Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menantang,
menurut Darmadi (2012: 2) peserta didik akan terangsang untuk berimajinasi sehingga dapat
mengembangkan gagasan-gagasan barunya. Pertanyaan yang baik memiliki kriteria-kriteria
khusus seperti: jelas, informasi yang lengkap, terfokus pada satu masalah, berikan waktu yang
cukup, sebarkan terlebih dahulu pertanyaan kepada seluruh siswa, berikan respon yang
menyenangkan sesegera mungkin dan yang terakhir tuntunlah jawaban siswa sampai ia
menemukan jawaban sendiri.
Dalam proses belajar mengajar menurut Usman (2010 :74) bertanya memainkan
peranan penting sebab pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik pelontaran yang
tepat pula akan memberikan dampak positif terhadap siswa, yaitu:
a. Meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
b. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu masalah yang sedang
dihadapi atau dibicarakan.
c. Mengembangkan pola dan cara belajar aktif dari siswa sebab berfikir itu sendiri
sesungguhnya adalah bertanya.
d. Menuntun proses berfikir siswa sebab pertanyaan yang baik akan membantu siswa
agar dapat menentukan jawaban yang baik,
e. Memusatkan perhatian siswa terhadap masalah yang sedang dibahas.

2. Keterampilan Memberikan Penguatan (reinforcement skills)


Penguatan adalah respons terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan
kemungkinan berulangnya kembali perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan
berulangnya kembali perilaku itu. Teknik pemberian penguatan dalam kegiatan pembelajaran
dapat dilakukan secara verbal dan nonverbal. Penguatan verbal merupakan penghargaan yang

46
dinyatakan dengan lisan sedangkan penguatan non verbal dinyatakan dengan mimic, gerakan
tubuh, pemberian sesuatu, dan lain-lainnya. Dalam rangka pengelolaan kelas, dikenal
penguatan positif dan penguatan negative. Penguatan positif bertujuan untuk mempertahankan
dan memelihara perilaku positif, sedangkan penguatan negatif merupakan penguatan perilaku
dengan cara menghentikan atau menghapus rangsangan yang tidak menyenangkan.
Manfaat penguatan bagi siswa untuk meningkatnya perhatian dalam belajar,
membangkitkan dan memelihara perilaku, menumbuhkan rasa percaya diri, dan memelihara
iklim belajar yang kondusif.
3. Keterampilan Mengadakan Variasi (variations skills)
Variasi mengandung makna perbedaan. Dalam kegiatan pembelajaran, pengertian
variasi merujuk pada tindakan dan perbuatan guru, yang disengaja ataupun secara spontan,
yang dimaksudkan untuk memacu dan mengikat perhatian siswa selama pelajaran berlangsung.
Tujuan utama guru mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran untuk mengurangi
kebosanan siswa sehingga perhatian mereka terpusat pada pelajaran.
4. Keterampilan Menjelaskan (explaning skills)
Pengertian menjelaskan dalam kaitannya dengan kegiatan pembelajaran mengacu
kepada perbuatan mengorganisasikan materi pelajaran dalam tata urutan yang terencana dan
sistematis sehingga dalam penyajiannya siswa dengan mudah dapat memahaminya.
Pentingnya penguasaan keterampilan menjelaskan bagi guru adalah dengan
penguasaan ini memungkinkan guru dapat meningkatkan efektivitas penggunaan waktu dan
penyajian penjelasannya, mengestimasi tingkat pemahaman siswa, membantu siswa
memperluas cakrawala pengetahuannya, serta mengatasi kelangkaan buku sebagai sarana dan
sumber belajar.
Kegiatan menjelaskan dalam kegiatan pembelajaran bertujuan untuk membantu
siswa memahami berbagai konsep, hukum, prosedur, dan sebagainya secara obyektif,
membimbing siswa memahami pertanyaan, meningkatkan keterlibatan siswa, memberi siswa
kesempatan untuk menghayati proses penalaran sert memperoleh balikan tentang pemahaman
siswa.
5. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran (set inductionand closure)
Membuka pelajaran merupakan kegiatan dan pernyataan guru untuk mengaitkan
pengalaman siswa dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk menciptakan prakondisi agar mental dan perhatian siswa tertuju pada materi pelajaran
yang akan dipelajari mereka. Kegiatan membuka pelajaran tidak hanya dilakukan pada awal
pelajaran saja melainkan juga pada awal setiap penggal kegiatan, misalnya, pada saat memulai

47
kegiatan Tanya jawab, mengenalkan konsep baru, memulai kegiatan diskusi, mengawali
pengerjaan tugas, dan lain-lainnya.
Kegiatan menutup pelajaran dilakukan dengan maksud untuk memusatkan
perhatian siswa pada akhir pengal kegiatan atau pada akhir pelajaran, misalnya merangkum
atau membuat garis besar materi yang baru saja dibahas, mengkonsolidasi perhatian siswa pada
hal-hal pokok dalam pelajaran yang sudah dipelajari, dan mengorganisasikan semua kegiatan
ataupun pelajaran yang sudah dipelajari, dan mengorganisasikan semua kegiatan ataupun
pelajaran yang telah dipelajari menjadi satu kebulatan yang bermakna untuk memahami esensi
pelajaran itu.
6. Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil
Diskusi kelompok kecil merupakan salah satu format pembelajaran yang
mempunyai ciri-ciri : (1) melibatkan 3-9 orang siswa setiap kelompoknya. (2) mempunyai
tujuan yang mengikat, (3) berlangsung dalam interaksi tatap muka yang informal, dan (4)
berlangsung menurut proses yang sistematis.
Diskusi kelompok kecil bermanfaat bagi siswa untuk (1) mengembangkan
kemampuan berpikir dan berkomunikasi (2) meningkatkan disiplin, (3) meningkatkan motivasi
belajar, (4) mengembangkan sikap saling membantu, dan (5) meningkatkan pemahaman.
7. Keterampilan mengelola kelas
Pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan untuk mengembangkan tingkah laku
siswa yang diinginkan, mengulang atau meniadakan tingkah laku yang diinginkan, dengan
hubungan-hubungan interpersonal dan iklim sosio emosional yang positif serta
mengembangkan dan mempermudah organisasi kelas yagn efektif.
8. Keterampilan mengajar mengajar kelompok kecil dan perseorangan
Mengajar kelompok kecil dan perorangan merupakan bentuk mengajar klasikal
biasa yang memungkinkan guru dalam waktu yang sama menghadapi beberapa kelompok kecil
yang belajar secara kelompok dan beberapa orang siswa yang bekerja atau belajar secara
perorangan. Format mengajar ini ditandai oleh adanya hubungan interpersonal yang lebih akrab
dan dan sehat guru dengan siswa, adanya kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan
kemampuan, minat, cara, dan kecepatannya, adanya bantuan dari guru, adanya keterlibatan
siswa dalam merancang kegiatan belajarnya, serta adanya kesempatan bagi guru untuk
memainkan berbagai peran dalam kegiatan pembelajaran.
Setiap keterampilan mengajar yang telah diuraikan di atas dapat digunakan pada
saat pembelajaran micro teaching. Merupakan salah satu materi yang harus dikuasai oleh
mahasiswa agar bisa melanjut ke PPL (Praktek Pengalaman Lapangan).

48
C. TUNTUTAN KETERAMPILAN GURU DI MASA MENDATANG
Guru adalah seseorang yang memiliki keahlian dan kemampuan mengajar. Guru juga
memiliki tuntutan dalam profesinya agar diakui menjadi guru yang layak dan baik, serta untuk
pantas disebut sebagai guru atau pendidik. Sehingga banyak sekali tuntutan yang harus
dipenuhi sebagai guru. Mulai dari penguasaan materi, keterampilan, bahkan sikap seorang guru
juga menjadi sorotan utama publik saat ini. Darmidi (2012) menjelaskan di dalam bukunya
kemampuan dasar mengajar tentang profil guru masa depan, tantangan dunia pendidikan, dan
mempersiapkan guru masa depan, yaitu sebagai berikut:
1. Profil Guru Masa Depan
Pendidikan menurut Darmadi (2012:16) merupakan suatu rekayasa untuk
mengendalikan learning guna mencapai tujuan yang direncanakan secara efektif dan efisien.
Dalam proses rekayasa ini peranan teaching amat penting. Karena merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh guru untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan nilai kepada siswa
sehingga apa yang ditransfer memiliki makna bagi diri sendiri, dan berguna tidak saja bagi
dirinya tetapi juga bagi masyarakatnya.
Mengajar hanya dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh seseorang yang telah
melewati pendidikan tertentu yang memang dirancang untuk mempersiapkan guru. Dengan
kata lain mengajar merupakan suatu profesi. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
muncul dan masyarakat berada dalam kecenderungan: Pertama, proses mengajar menjadi
sesuatu kegiatan yang semakin bervariasi, kompleks, dan rumit. Kedua, ada kecenderungan
pemegang otoritas struktural, ingin memaksakan kepada guru untuk mempergunakan suatu
cara mengajar yang kompleks dan sulit. Sebagai akibat munculnya dua kecenderungan diatas,
maka guru dituntut untuk menguasai berbagai metode mengajar dan diharuskan menggunakan
metode tersebut. Misalnya, mengharuskan mengajar dengan CBSA. Untuk itu, guru harus
dilatih dengan berbagai metode dan perilaku mengajar yang dianggap canggih. Demikian pula,
di lembaga pendidikan guru, para mahasiswa diharuskan menempuh berbagai mata kuliah yang
berkaitan dengan mengajar. Namun sejauh ini perkembangan mengajar yang semakin
kompleks dan rumit belum memberikan dampak terhadap mutu siswa secara signifikan.
Tidaklah mengherankan kalau kemudian pertanyaan mengapa mengajar menjadi sedemikian
kompleks dan rumit?.

2. Tantangan Dunia Pendidikan

49
Proses globalisasi merupakan keharusan sejarah yang tidak mungkin dihindari, dengan
segala berkah dan mudhoratnya. Bangsa dan Negara akan dapat memasuki era globalisasi
dengan tegar apabila memiliki pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan, terutama
ditentukan oleh proses belajar mengajar yang berlangsung di ruang-ruang kelas. Dalam proses
belajar mengajar tersebut guru memegang perann yang penting. Guru adalah creator proses
belajar mengajar. Ia adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk
mengkaji apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam
batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Sekaligus guru akan berperan
sebagai model bagi anak didik. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas
perkembangan masyarakatnya akan mengantarkan para siswa untuk dapat berfikir melewati
batas-batas kekinian, berfikir untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
Tugas utama guru adalah mengembangkan potensi siswa secara maksimal lewat
penyajian mata pelajaran. Setiap mata pelajaran, dibalik materi yang dapat disajikan secara
jelas, memiliki nilai dan karakteristik tertentu yang mendasari materi itu sendiri. Oleh karena
itu, pada hakekatnya setiap guru dalam menyampaikan materi pelajaran, ia harus pula
mengembangkan watak dan sifat yang mendasari mata pelajaran itu sendiri.
Materi pelajaran dan aplikasi nilai-nilai terkandung dalam mata pelajaran tersebut
senantiasa berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Agar guru senantiasa
dapat menyesuaikan dan mengarahkan perkembangan, maka guru harus memperbaharui dan
meningkatkan ilmu pengetahuan yang dipelajari secara terus-menerus. Dengan kata lain,
diperlukan adanya pembinaan yang sistematis dan terencana bagi para guru.
3. Mempersiapkan Guru Untuk Masa Depan
Sungguhpun sudah begitu banyak upaya dan kegiatan untuk meningkatkan mutu guru,
hasil-hasil evaluasi tahap akhir siswa menunjukkan bahwa nilai mereka belum mengalami
kenaikan yang berarti. Kalau kita menggunakan pola pikir linier:

Penataan Guru Mutu Guru Meningkat Kualitas Kerja Guru Meningkat

Out Put Meningkat Mutu Siswa Meningkat

Indonesia Cerdas

Gambar 1 : Pola Pikir Linier

50
Sudah barang tentu dapat disimpulkan bahwa penataran yang telah dilaksanakan telah
berhasil meningkatkan mutu guru, tetapi belum berhasil meningkatkan mutu kerja guru,
sehingga mutu siswa belum meningkat. Barangkali dilihat dari semboyan PKG: Dari Guru,
Oleh guru, Untuk Guru, tujuan PKG sudah dicapai. Mungkin semboyannya perlu diubah,
menjadi: Dari Guru, Oleh Guru, Untuk Guru dan Siswa. Mengapa mutu guru telah berhasil
ditingkatkan tetapi kemampuan kerja guru belum meningkat?. Salah satu jawaban bisa kita
kembalikan pada salah satu karakteristik kerja guru, yakni guru adalah pekerjaan yang tidak
pernah mendapatkan umpan balik. Hal ini logis, karena tanpa umpan balik guru tidak tahu
kualitas apa yang dikerjakan, tidak tahu dimana kelemahan dan kelebihannya, dan akibatnya
guru tidak tahu mana yang perlu ditingkatkan.

Oleh karena itu, nampaknya di samping meneruskan kegiatan pembinaan yang telah
ada selama ini, pembinaan guru diarahkan untuk mengembangkan suatu sistem dan teknik bagi
guru untuk bisa mendapatkan umpan balik dari apa yang dikerjakan dalam proses belajar-
mengajar. Dua model peningkatan mutu yang perlu dipertimbangkan adalah a) memperkuat
hidden curriculum dan b) mengembangkan teknik refleksi diri (self-reflection).

1) Hidden Curriculum
Hidden curriculum adalah proses penanaman nilai-nilai dan sifat-sifat pada diri siswa.
Proses ini dilaksanakan lewat perilaku guru selama melaksanakan proses belajar mengajar.
Untuk menanamkan sikap disiplin, guru harus memberikan contoh bagaimana perilaku
mengajar yang disiplin. Misalnya memulai dan mengakhiri pelajaran tepat pada waktunya.
Kalau guru bertujuan menanamkan kerja keras pada diri siswa, maka guru memberikan tugas-
tugas yang memadai bagi siswa dan segera diperiksa dan dikembalikan kepada siswa dengan
umpan balik. Pengembalian tugas-tugas siswa tanpa ada umpan balik pada kertas pekerjaan
secara langsung akan menanamkan sifat tidak usah kerja keras. Karena siswa beranggapan
kerja mereka tidak dibaca guru. Kegiatan pembinaan yang diperlukan adalah:
a) Mengkaji secara lebih dalam makna hidden curriculum.
b) Secara sadar merancang pelaksanaan hidden curriculum.
c) Mengidentifikasi momen untuk melaksanakan hidden curriculum.
2) Self-reflection
Self-reflection adalah suatu kegiatan untuk mengevaluasi proses belajar mengajar yang
telah dilaksanakan untuk mendapatkan umpan balik dari apa yang telah dilakukan. Umpan
balik tersebut antara lain berupa: a) pemahaman siswa tentang apa yang telah disampaikan, b)
perilaku guru yang tidak efisien dan efektif, c) perilaku guru yang efisien dan efektif, d)

51
perilaku yang perlu diperbaiki, e) perilaku yang diinginkan oleh siswa dan, f) perilaku yang
seharusnya dikerjakan. Berdasarkan self-reflection inilah guru akan memperbaiki perilaku
dalam proses belajar mengajar.
Paling tidak ada dua cara bagi guru untuk melakukan self reflection, yakni: a) guru
menampung pendapat siswa pada setiap akhir kuartal dan, b) guru melaksanakan action
research. Cara yang pertama dilakukan lewat cara guru mengembangkan pertanyaan-
pertanyaan yang mengungkapkan bagaimana perilaku selama mengajar, dan memberikan
pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk dijawab oleh siswa. Berdasarkan jawaban tersebut guru
akan mendapatkan gambaran diri pada waktu melaksanakan proses belajar mengajar.
Selain itu guru juga diharapkan memiliki kemampuan dalam bidang teknologi
informasi dan komunikasi. Dimana pada hakikatnya kurikulum teknologi informasi dan
komunikasi menyiapkan siswa agar dapat terlibat pada perubahan yang pesat dalam dunia kerja
maupun kegiatan lainnya yang mengalami penambahan dan perubahan dalam variasi
penggunaan teknologi. Siswa menggunakan perangkat TIK untuk mencari, mengeksplorasi,
menganalisis dan saling tukar informasi secara kreatif dan tanggung jawab. Sehingga bukan
hanya dapat belajar konsep dan sikap serta keterampilan, tetapi dapat juga belajar teknologi
informasi dan komunikasi dari gurunya.

52
BAB IV
PROSES PEMBELAJARAN DI SD

A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran


1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhannya. Menurut Sardiman belajar merupakan proses
aktif dari si subjek belajar untuk merekontruksi makna, sesuatu entah itu teks, kegiatan dialog,
pengalaman fisik dan lain-lain. Berkaitan dengan pendapat di atas belajar merupakan proses
perubahan tingkah laku secara keseluruhan untuk memperoleh pengalaman individu dari apa
yang dilihat, didengar, alami dan rasakan dalam interaksi lingkungannya yang menyangkut
pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkh laku sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.

Belajar merupakan kegiatan yang melekat pada diri manusia sejak lahir. Manusia pada
dasarnya berusaha belajar untuk memenuhi kebutuhan hidup agar dapat bertahan hidup dengan
cara mengembangkan semua potensi yang dimiliki. Menurut Kingsley dalam (Djamarah,
2011:13) mengatakan Learning is the proses by which behavior is originated or changed
thrugh practiceor training. Sesuai dengan pendapat di atas belajar adalah perubahan tingkah
laku melalui praktek dan latihan. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Menurut Slameto (2010:54) mengatakan ada dua faktor yang dapat mempengaruhi
belajar yaitu:1) Faktor internal, adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar,
yaitu faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (intelegensi, perhatian,
minat, bakat, motif, dan kesiapan), dan faktor kelelahan, 2) faktor eksternal, adalah faktor yang
ada di luar individu yaitu faktor keluarga (cara orang tua mendidik, suasana rumah, keadaan
ekonomi), faktor sekolah (metode belajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa) dan faktor
masyarakat. Belajar merupakan proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari interaksi dengan lingkungnnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-
perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.

53
Belajar adalah pemerolehan pengalaman baru oleh seseorang dalam bentuk perubahan
perilaku yang relatif menetap, sebagai akibat adanya proses dalam bentuk interaksi belajar
terhadap suatu objek (pengetahuan), atau melalui sesuatu penguatan (reinforcement) dalam
bentuk pengalaman terhadap suatu objek (pengetahuan), atau melalui suatu objek yang ada
dalam lingkungan belajar.

Menurut Slameto (2010:2) “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sabagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungnya.” Perubahan yang di
maksud adalah perubahan yang dilakukan secara sadar, bersifat berkelanjutan, positif dan aktif,
bukan bersifat sementara, bertujuan dan terarah, mencakup seluruh aspek tingkah laku. Uno
(2012:23) juga menyatakan bahwa “belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif
permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced
practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu.

Sama halnya dengan pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para ahli diatas yang
menyatakan belajar adalah usaha mengubah tingkah laku, menurut Suryono dan Haryanto
(2012:9) “belajar adalah aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan,
meningkatkan keterampilan memperbaiki perilaku, sikap, dan mengkokohkan sikap
kepribadian.” Sedangkan menurut Yamin (2010:96) “belajar merupakan proses orang
memperoleh kecakapan, keterampilan dan sikap.” Menurut Hamalik (2010:27) “belajar adalah
modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the
modification or stregthening of behaviour trough experiencing)”. Menurut pengertian ini
belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar
bukan hanya mengigat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan
suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan kelakuan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat sisimpulkan bahwa faktor-faktor


yang menpengaruhi hasil belajar terdiri dari dua faktor yaitu: faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah faktor faktor yang berasal dari dalam diri individu yang sedang
belajar yaitu fisikologis atau jasmani. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang belajar
dari luar individu seperti faktor social, budya dan lingkungan.

Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental
dalam penyelengaraan jenis dan jenjang pendidikan, hal ini berarti keberhasilan pencapaian
tujuan pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan proses belajar siswa di sekolah dan

54
lingkungan sekitarnya. Keberhasilan proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh pemahaman
guru tentang hakikat belajar. Fungsi pemahaman guru terhadap hakikat belajar adalah supaya
dalam pelaksanaannya guru dapat mengelolah dan membimbing proses pembelajaran sesuai
dengan kaidah-kaidah belajar serta dapat memberikan tindak lanjutan dalam belajar. Menurut
Cronbach (dalam Suprijono 2014:2), “learning is shown by a change in behavior as a result of
experience.” Jadi, belajar adalah perubahaan perilaku sebagai hasil dari pengalaman.

Sejalan dengan pendapat di atas Hamalik (dalam Susanto 2015:3) mengemukakan


“learning is defined as the modificator or strengthening of behavior trough experiencing.”
Maksudnya, belajar adalah memodifikasi atau memperteguh perilaku melalui pengalaman.
Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan merupakan suatu hasil atau tujuan.
Dengan demikian, belajar itu bukan sekedar mengigat atau menghafal saja, namun lebih luas
dari itu merupakan mengalami. Hamalik juga menegaskan bahwa belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya, yang mencakup
perubahan dalam kebiasaan (habit), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Menurut
Slameto (dalam Hamdani 2011:20), “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, bahwa belajar adalah suatu proses usaha untuk
memperoleh dari interaksi dengan lingkungan maupun pengalamannya sendiri yang mencakup
pengetahuan, sikap dan pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Anita E. Woolfolk(1993) menegaskan bahwa belajar terjadi ketika pengalaman


menyebabkan sesuatu perubahan pengetahuan dan prilaku yang relatif permanen pada
individu. Abin Syamudin (1981) mendefinisikan bahwa belajar adalah perbuatan yang
menghasilkan perubahan prilaku dan pribadi Santrock and Yuaen (1994) menegaskan bahwa
learning is defined as a relatively permanent change in behaviour that occurs trough
experinces. Dari ketiga definisi, ada empat kata kunci dibalik definisi kata belajar, yaitu
perubahan, pengetahuan-perilaku-pribadi, permanen, dan pengalaman. Jika dirumuskan secara
komprehensif bahwa belajar merupakan aktivitas atau pengalaman yang menghasilkan
perubahan pengetahuan, perilaku dan pribadi yang bersifat permanen. Perubahan itu dapat
bersifat penambahan atau pengayaman pengetahuan, perilaku, dan kepribadian.

Disamping itu ada sejumlah karasteristik perbuatan belajar yang perlu diketahui,
yaitu: pertama, perubahan yang terjadi harus bertujuan, dalam arti disengaja atau disadari,

55
bukan bersifat kebetulan. Kedua, perubahan itu bersifat positif, artinya bahwa perubahan itu
menjadi lebih baik sebagai mana yang dikehendaki, sesuai dengan kriteria yang telah
disepakati, baik oleh siswa (bakat, kecerdasan, atau minat), maupun guru (tuntutan masyarakat
atau kurikulum). Ketiga, untuk dapat dikatakan sebagai belajar, perubahan itu harus benar-
benar hasil pengalaman- yaitu interaksi antara individu dengan orang lain (lingkungan),
sedangkan perubahan yang diakibatkan karena kematangan, bukanlah dapat dikatakan sebagai
belajar, misalnya anak-anak dari waktu ke waktu menjadi lebih tinggi badanya atau lebih berat
timbangannya. Demikian juga perubahan yang bersifat temporer, karena sakit, kelelahan atau
lapar. Keempat, perubahan itu bersifat efektif, artinya bahwa belajar itu menghasilkan
perubahan yang berarti secara fungsional baik pemecahan masalah akademik (ujian, tes)
maupun persoalan kehidupan sehari-hari bagi kelangsungan hidup individu.

Pada dasarnya kalau lebih dispesifikkan, bahwa perubahan yang dihasilkan dari
belajar itu adalah pengetahuan atau perilaku atau pribadi individu. Hanya saja semua
tergantung pada pandangan atau filosofi asumsi yang digunakan oleh para ahli psikologi. Para
ahli psikology kognitif menekankan bahwa perubahan yang terjadi akibat perbuatan belajar
adalah perubahan kognitif dan mereka menyakini bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental
yang tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu mereka lebih tertarik pada kegiatan-
kegiatan yang tidak dapat diamati, seperti berpikir,mengingat, menciptkan, dan memecahkan
masalah.

Sementara para ahli psikologi behaviour lebih setuju bahwa perubahan yang terjadi
dari hasil aktivitas belajar adalah perubahan perilaku dan penekanan adanya faktor eskternal
terhadap individu. Oleh karenanya, perubahan individu seharusnya dapat diamati.segala
perubahan yang tidak dapat dilihat dan diamati itu tidaklah dapat digolongkan segala hasil dari
aktivitas belajar.

Selanjutnya para ahli psikologi gestal lebih menekankan bahwa perubahan yang
dihasilkan dari perbuatan belajar adalah perubahan pribadi secara keseluruhan, dalam arti lain
bahwa belajar itu tidak hanya dapat dilihat akibatnya hanya dari satu aspek saja, melainkan dari
seluruh aspek individu, misalnya pikiran,emosi, perilaku dan kepribadiannya secara total.

Berdasarkan pandangan ketiga kelompok para ahli tersebut, kiranya dapat dipahami
bahwa hasil perbuatan belajar itu dapat diwujudkan dalam bentuk peningkatan pengetahuan
(knowledge), penguasaan pribadi (kognitif, afektif, psikomotorik) dan perbaikan keseluruhan
pribadi.

56
2. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan bagian dari pendidikan, yang di dalamnya ditunjang oleh


berbagai unsur-unsur pembelajaran seperti tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, sarana
dan prasarana, situasi atau kondisi belajar, media pembelajaran, model pembelajaran serta
evaluasi. Pembelajaran merupakan suatu aktifitas yang kompleks yang melibatkan semua
unsur-unsur tersebut. Semua unsur-unsur pembelajaran tersebut sangat mempengaruhi
keberhasilan proses pembelajaran, sehingga pembelajaran lebih bermakna bagi siswa dan
untuk membantu mengembangkan potensi pada diri siswa. Pembelajaran adalah suatu aktivitas
yang dilakukan oleh guru yang telah terprogram dalam desain instruksional yang menekankan
pada penyediaan sumber belajar sehingga membuat siswa belajar secara aktif. Proses interaksi
yang dilakukan guru sebagai seorang pendidik dan murid sebagai peserta didik dalam sebuah
lingkungan belajar dinamakan dengan kegiatan pembelajaran. Guru yang kompeten dapat
menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan membuat pembelajaran menjadi lebih berarti
bagi peserta didik.

Menurut Sagala (2009:61) “pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah,


mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh
peserta didik atau murid”. Winkel (dalam Siregar, 2010:12) mendefinisikan “Pembelajaran
adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan
memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian-
kejadian intern yang berlangsung dialami siswa”.Isjoni (2011:11) mengatakan “Pembelajaran
adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada
dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan
belajar”. Sedangkan menurut Rusman (2012:3) “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran
perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan
efisien”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah


suatu kegiatan atau aktivitas yang telah dirancang oleh guru sebagai pendidik untuk membantu
peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar dengan menekankan penyediaan sumber
belajar dan lingkungan belajar sehingga membuat siswa belajar aktif dan dapat terlaksana
secara efektif dan efisien. Saat proses pembelajaran sedang berlangsung, dapat terjadi berbagai
hambatan dalam pembelajaran. Untuk dapat mengetahui dan mengatasi hambatan-hambatan

57
tersebut maka kita harus mengerti faktor apa sajakah yang bisa mempengaruhi suatu proses
pembelajaran. Menurut Sanjaya (2008:197) “Terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran, diantaranya 1) faktor guru. Guru adalah
komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa
guru, bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin bisa
diaplikasikan; 2) faktor siswa. Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai
dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek
kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap
aspek tidak selalu sama; 3) faktor sarana dan prasarana. Sarana adalah segala sesuatu yang
mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media
pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah, dan lain sebagainya sedangkan
prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan
proses pembelajaran, misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil, dan
lain sebagainya; 4)faktor lingkungan. Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang
dapat mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial-
psikologis.

Sumiati (2013:5) mengatakan “situasi pembelajaran itu sendiri banyak dipengaruhi


oleh faktor-faktor sebagai berikut: a)faktor guru. Setiap guru memiliki pola mengajar sendiri-
sendiri. Pola mengajar ini tercermin dalam tingkah laku pada waktu pelaksanaan pembelajaran;
b) faktor siswa. Setiap siswa mempunyai keberagaman dalam hal kecakapan maupun
kepribadian; c) faktor kurikulum. Secara sederhana arti kurikulum dalam kajian ini
menggambarkan pada isi atau pelajaran dan pola interaksi pembelajaran antara guru dan siswa
untuk mencapai tujuan tertentu; d) faktor lingkungan. Lingkungan ini meliputi keadaan
ruangan, tata ruang, dan berbagai situasi fisik yang ada di sekitar kelas atau sekitar tempat
berlangsungnya proses pembelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi pembelajaran yaitu diantaranya faktor guru, faktor siswa, faktor lingkungan,
faktor sarana dan prasarana dan faktor kurikulum. Faktor-faktor tersebut harus diperhatikan
demi kelancaran proses pembelajaran.

B. Belajar sebagai proses terpadu

58
Belajar sebagai proses terpadu dipahami sebagai proses yang memungkinkan
semua aspek, yang meliputi aspek fisik,sosial, emosional,intelektual, dan moral dapat
terlibat secara aktif ketika kegiatan belajar itu berlangsung. Oleh karenanya akibat dari
kegiatan belajar ini tidak hanya terhadap perubahan salah satu aspek, tiga aspek, atau
seluruh aspek. Belajar yang demikian lebih memungkinkan sekali dapat memberikan
sumbangan terhadap tujuan pendidikan nasional, yaitu manusia yang utuh. Untuk dapat
menampakkan belajar sebagai proses terpadu, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan.
Pertama, belajar dapat berfungsi secara penuh untuk membantu perkembangan
individu seutuhnya. sesuai dengan irama perkembanganya. Kedua, belajar sebagai
aktivitas pemerolehan pengalaman menempatkan individu sebagai pusat segala-
galanya. Dengan demikan kebermaknaan pengalaman yang ada dilingkungan sangat
tergantung pada sejauh mana pengalaman itu diapresiasiakan secara positif oleh
individu sebagai subjek belajar. Pemenuhan segala kebutuhan dan minat setiap individu
merupakan suatu yang esensial dalam kegiatan belajar. Dalam suasana yang demikian
kegiatan belajar merupakan aktivitas yang menyenamgkan dan mengairahkan, sebab
sangatlah mungkin semua aspek diri individu terundang untuk terlibat secara total
dalam proses pembelajaran. Ketiga, belajar dalam hal ini lebih menuntut kepada
terciptanya suatu aktivitas yang memungkinkan adanya lebih banyak keterlibatan siswa
secara aktif dan intensif. Upaya yang dapat dilakuakan untuk memberikan kesempatan
siswa adalah pemberian tugas proyek dan pendirian pusat-pusat belajar yang berperan
sebagai pusat sumber belajar.
Keempat, belajar menempatkan individu pada posisi yang terhormat dalam suasana
kebersamaan di dalam penyelesaian persoalan yang dihadapinya. Untuk itu dipandang
perlu belajar kooperatif menjadi bagian yang tak terpisahkan sebagai sub sistem dari
sistem pengajaran dan pendidikan.
Belajar kooperatif tidak hanya merangsang setiap individu mengoptimalkan dirinya
dalam perkembangan intelektual, karena dia di tuntut untuk berpartisipasi secara total
dalam mengiplementasikan penalarannya, melainkan juga dalam peningkatan
keterampilan sosial, karena dia selalu dituntut untuk saling membagi-bagikan
pengalamannya untuk memecahkanya. Pada kesempatan ini keterampilan berorganisasi
dipacu terus, sehingga sangat, memungkinkan anak-anak terhindar dari kegiatan
berkompetisi secara tidak sehat. Kelima, belajar sebagai proses terpadu mendorong
setiap siswa untuk terus menerus belajar. Dalam konteks yang demikian siswa belajar

59
tidak hanya sebatas berusaha untuk mendapatkan informasi, melainkan juga yang lebih
penting berusaha memproses informasi. Keenam, belajar sebagai proses terpadu
memberikan kemungkinan yang seluas-luasnya pada siswa untuk memilih tugasnya
sendiri, mengembangkan kecepatan belajarnya sendiri dan bekerja berdasarkan standart
yang di tentukan sendiri. Dalam suasanya yang demikian, tidak ada suatu penekanan
sedikit pun dari luar diri siswa. Siswa sepenuhnya mendapatkan kebebasan untuk
menentukan posisinya da langkah yang tepat dan sesuai dengan kondisi objektif
dirinya. Siswa didorong untuk bertanggung jawab terhadap penggalaman belajarnya
sendiri. Upaya pemberdayaan siswa mendapatkan kedudukan yang sangat tinggi. Pada
akhirnya sangatlah tergantung pada siswanya sendiri, sejauh mana mereka
mengapresiasikan dirinya.
Ketujuh, belajar sebagai proses terpadu dapat berfungsi dan berperan secara efektif bila
dapat diciptkan lingkungan belajar secara total yang tidak memberikan dukungan
fasilitas terhadap peningkatan pertumbuhan dan pengembangan salah satu aspek saja,
melainkan semua juga aspek. Dengan kata lain, lingkungan belajr yang tercipta
hendaknya sangat kondusif bgi pengembangan semua aspek individu. Hal ini jangan di
pandang bahwa keberadaan lingkungan lebih penting dari pada diri siswa, melainkan
kehadiran lingkungan yang kondusif diharapkan dapat memberikan kebebasan siswa
untuk melakukan berbagi eksplorasi dan kegiatan yang lebih berarti.
Kedelapan, belajar sebagi proses terpadu memungkinkan pembeljaran bidang study
tidak harus dilakukan secar terpisah, melainkan dilaksanakan secara terpadu.
Keterpaduan dapat dilakukan antar komponen dalam suatu studi bidan tertentu dan
antar bidang studi. Demikian pula dapat dilakukan pembelajaran terpadu dengan
bertumpu pada suatu bidang studi tertentu dan bidang studi yang lainnya hanya di
kaitkan sepanjang ada sentuhan dengan bidang studi utama. Penciptaan suasan
keterpaduan ini diharapkan sekali mampu membekali siswa kemampuan memecahkan
masalah secara holostik, karena disadari sepenuhnya bahwa pada hakekatnya bahwa
sering kali persoalan kehidupan kita tidak bersifat sederhana yang hanya bisa
diselesaikan dengan pendekatan satu disiplin tertentu, melaikan membutuhkan
keterpaduan satu disiplin dengan disiplin lainya yang sering disebut multidisipliner.
Kesembilan, belajar sebagai proses terpadu memungkikan adanya hubungan antar
sekolah dan keluarga. Kedua guru dan orangtua sama-sama memandang pentingnya
pengembangan potensi anak secara optimal. Untuk pengembangan potensi, orang tua
dirasa tidak cukup hanya dengan memiliki biaya pendidikan saja, akan tetapi lebih jauh

60
dari itu, yaitu orangtua seyongyanya perperan sebagai partner sekolah dalam membantu
pendidiakn anaknya. Dewasa ini peran akademik dan edukatif sangat dituntut. Karena
disadari bahwa keberhasilan keseluruhan aspek anak tidak cukup hanya dengan
sentuhan guru disekolah yang hanya terbatas waktunya. Anak dapat berhasil
pendidikan apabila proses pendidikan itu berlangsung secara terus menerus, baik
disekolah maupun diluar sekolah, terutama didalam keluarga, bahkan waktu yang lama
untuk setiap anak SD ketika mereka berada dirumah. Dengan demikian sangatlah tidak
diragukan bahwa keterlibatan orang tua sangat berarti bagi keberhasilan pendidikan
anak-anaknya.

C. Perkembangan Anak Sekolah Dasar


Proses psikologis belajar anak
Proses psikologis belajar anak merupakan sesuatu yang tidak selalu mudah dipahami
oleh orang lain, termasuk juga guru. Begitu misterinya, sehingga tidak pernah dijumpai
satu penjelasan yang sama. Oleh karenanya berkembanglah sejumlah teori belajar yang
berusaha memahami proses psikologis belajar anak ini berdasarkan filosofisnay
masiang-masing dalam memandang keberadaan anak. Adapun teori-teori yang akan
dibahas dalam bagian ini, yaitu teori belajar behavioral, teori belajar sosial, teori belajar
kognitif, dan teori pemrosesan informasi.
a) Teori belajar behavioral

Dalam teori belajar ini ada sejumlah prinsip yang perlu dikaji lebih mendalam, yaitu
clasical conditioning, operant conditioning, pembentukan kebiasaan (habituation), dan
peniruan (imitation).

a) Clasical conditioning

Yang dimaksud dengan clasical conditioning adalah asosiasing respon yang


otomatic dengan stimulus baru. Dengan kata lain sebagai kemampuan menghasilkan
respon terhadap stimulus baru berdasarkan pengalaman yang diperoleh sebelumnya
berualang-ulang. Oleh karena itulah contiguity memainkan peranan yang sangat
penting dalam clasical conditioning. Prinsip contiguity menegaskan bahwa kapanpun
dua pengindraan terjadi secara bersama-sama dan berulang kali, maka keduanya akan
menjadi terkait. Yang akhirnaya, bila hanya satu dari sensasi (stimulus) terjadi, maka
yang lainyan akan teringat pula (respon). Sebagai perwujudannya terjadilah suatu

61
jawaban yang otomatis. Edwin Guthri (Woolfolk, 1993) menyatakan “if you do
something in a given situation, the next time you are in that situation you will tend to
do the same thing again” (jika anda melakukan sesuatu dalam suatu situasi, kemudian
kamu dalam situasi yang sama, maka anda akan cenderung berbuat yang sama juga).
Kondisi ini memang secara alamiah terjadi pula pada anak-anak.

Kita semua telah belajar beberapa fakta disekolah melalui pasangan stimulus dan
respon yang benar secara berualang-ulang. Belajar mengeja, menghafalkan kabupaten
atau provinsi, dan mengigt-ingat perbendaharaan kata bahasa asing merupakan contoh
kotiguitas-belajar melalui assosiasi. Adanya suatu bukti suasana keseharian dalam
kehidupan anak, bahkan anda semua, yaitu ketika kita mendengar kata “Jawa” atau
“Barat”. Situasi ini terjadi disebabkan oleh seringnya kata-kata ini di dengar dalam
pergaulan sosial setiap harinya.

Selanjutnya bahwa melalui proses classical conditioning, manusia dan binatang dapat
belajar merespon secara otomatic tehadap suatu stimulus yang sebelumnya tidak
memiliki efek atau memiliki efek yang sangat berbeda. Respon sebagai hasil belajar
dapat merupa reaksi emosional, seperti : takut atau senang, atau respon fisiologis,
seperti :ketegangan otot.
Untuk memahami classical conditioning dapat di ikuti eksperimen Ivan Pavlov
sebagai pengembangnya. Pavlov mulai dengan membunyikan dan mencatat respon
anjing. Sebagai mana yang diharapkan, tidak ada air liur. Kemudian dia memberi
makan anjing. Terjadilah respon air liur pada anjing itu. Dalam potensi ini makanan
dianggap sebagai stimulasi tak bersyarat, unconditional stimulus, selama makanan itu
menyebabkan respon otomotik terhadap air liur. Air liur sebagai respon yang tak
bersyarat (unconditional respons), ketika itu terjadi secara otomatis. Pada situasi ini
tidak ada belajar atau “conditioning” yang diperlukan sebelumnya untuk menegakkan
hubungan yang alamiah antara makanan dan air liur. Suara ketukan garpu, disisi lain,
berada pada posisi netral, sebab garpu itu pada dasarnya tidak mengundang respon.
Menggunakan tiga elemen ini-makanan, air liur, dan ketukan garpu tala-Povlov
mendemontrasikan bahwa seekor anjing dapat dikondisikan untuk mengeluarkan liur
setelah mendengar garpu diketukan. Beliau melalkukan aksi ini denga pembuatan
pasangan kaitan antara suara denga makanan. Pada permulaian eksperimen, dia
membunyikkan garpu tala dan kemudian memberikan makanan dengan cepatnya
kepada anjing. Setelah Pavlov mengulagi kegiatan ini berulang kali, anjing mulai

62
mengeluarkan air liur setelah medengar suara, tetapi belum menerima makanan.
Sekarang suara telah menjadi stimulus bersyarat (conditioned stimulus) yang dapat
menyebabkan keluarnya air liur dengan sendirinya. Respon mengeluarkan air liur
setelah suara sekarang merupakan respon bersyarat (conditioned responses).
Generalisasi, Diskriminisasi, dan Penghilangan (Extinction)
Karya Povlov juga mengidentifikasi tiga proses lainya dalam classical
conditioning, yaitu: Generalisasi,Diskriminisasi, dan Penghilangan (Extinction)
Setelah anjing belajar mengeluarkan liur dalam merespon bunyian suara
tertentu , meraka akan juga mengeluarkan air liur setelah mendengar suara yang lebih
keras dan lemah. Proses ini disebut Generalisasi, sebab respon bersyarat untuk
mengeluarkan air luar digenerelasasikan terhadap sesuatu yang sama. Povlov juga
anjingnya deskriminasi-respon berbeda terhadap stimulus yang sama dengan
menyakinkan bahwa makanan selalu di ikuti hanya dengan satu suara, tidak dengan
suara lainya. Belajar mendiskriminasikan tergantung pada proses lainya, yang disebut
dengan penghilangan (extinction). Penghilangan (extinction) terjadi ketika stimulus
bersyarat (suatu suara tertentu) dimunculkan berulang kali, tetapi tidak diikuti oleh
stimulus tak bersyarat (makanan). Respon besyarat (air liur) hilang secara berangsur-
angsur dan akhirnya hilang sama sekali.
Temuan Povlov dan orang lain yang telah mempelajari classical conditioning
mempunyai implikasi bagi guru-guru. Adalah mungkin bahwa beberapa reaksi
emosional kita terhadap berbagai situasi dipelajari melalui classical conditioning.
Misalnya, respon cemas siswa ketika dia melihat pengawas ujian dikaitkan dengan
pengalaman masa lalunya yang tidak menyenangkan dengan dia. Sekarang
keberadaan dia membuatnya cemas. Atau mungkin dia dipermalukan dengan hasil
evaluasi sebelumnya atau hasil kerja tesnya, nah sekarang ketika sedang diawasi ia
menjadi cemas. Ingat emosi dan sikap sama kedudukanya dengan fakta dan ide yang
dapat dipelajari didalam ruang kelas belajar emosional ini kadang-kadang dapat
menterfensi belajar akademik. Dengan prosedur yang sama berdasarkan classical
conditioning dapt digunakan membantu orang lain untuk belajar menciptakan respon
emosional yang lebih adaptif, sebagaimana beberapa petunjuk berikut.
Ada beberapa petunjuk untuk menggunakan prinsip-prinsip classical
conditioning. Pertama, kaitkanlah kejadian yang positif dan menyengkan dengan
tugas belajar. Misalnya, menekankan kompetisi dan kerja sama lebih penting dari pada
kompetisi individual, sebab beberapa siswa memiliki respon emosi yang negatif

63
terhadap kompetisi invidual dalam berbagai bidang studi; buatlah latihan pembagian
yang menyenangkan dengan menyuruh siswa untuk membagi kue secara sama,
kemudian memakannya dari hasil pembagian itu; dan buatlah tugas membaca secara
sukarela dengan menciptakan tempat untuk membaca yang menyenangkan dilengkapi
dengan bantal, tempat pemajangan buku dengan warna yang menarik, dan buku-buku
bacaan yang menentang.
Kedua, memberikan bantuan kepada siswa untuk menghadapi situasi yang
penuh dengan kecemasan secara sukarela, misalnya berikan tanggung jawab kepada
seorang siswa yang pemalu untuk mengajar 2 siswa lainya tentang cara
mendistribusikan baha-bahan yang berarti untuk aktivitas belajar, usahankan
menetukan langkah-langkah kecil hingga tujuan yang lebih besar, misalnya, berikan
ulang harian yang tidak nilai kemudian mingguan, untuk siswa-siswa mengalami
ganguan emosi ketika dalam situasi tes; dan jika ada seorang siswa yang takut bicara
sebelum kelas dimulai, maka berikan kesempatan siswa untuk membaca laporan
dihadapan sekelompok kecil siswa ketika sedang duduk dan berikan sekedar catatan
singkat untuk dibacanya. Setelah itu berikan kesempatan kepadanya untuk kegiatan
yang sama didepan kelas.
Ketiga, bantulah siswa mengenal perbedaan dan kesamaan di antara situasi yang
mereka dapat mendeskriminasikan dan mengeneralisasikan secara tepat. Misalnya,
jelaskn bahwa itu adalah kesempatan yang tepat untuk menolak orang asing yang
memberi hadiah, tetapi tidklah menjadi apa sekiranya pada saat itu orang itu ada, dan
yakinlah kepada siswa yang merasa cemas ketika mengambil tes ketika masuk sekolah
lanjutan dan nyatakn tes itu seperti tes prestasi belajar lainya.
b) Operant conditioning

Sejauh ini kita telah menkosentrnasikan kepada kondisi respon yang otomatik,
seperti mengeluarkan air liur dan rasa takut. Tindakan otomatik inilah yang sering
disebut sebagai respondent. Jelasnya, bahwa tidak semua belajar manusia itu bersifat
otomatik dan tak bertujuan. Pembelajar secara sadar terlibat dalam belajarnya sendiri.
Orang-orang secara aktif bertindak (“operate”) dilingkunganya untuk mencapai tujuan
tertentu atau efek tertentu pula.tindakan yang dikendalikan oleh tujuan disebut
operants. Proses belajar yang terlibat didalam mengubah prilaku operant disebut
operant conditioning (intrumental conditioning). Dengan demikian yang dimaksud

64
dengan operant conditioning (Santrock and Yussen, 1992) adalah belajar dalam hal
mana prilaku otomatis diperkuat atau diperlemah oleh consequence atau antecendence.

Perilaku seperti respon atau tindakan, secara sederhana sebagai kata yang seeorang
lakukan didalam situasi tertentu. Secara konsektual, kita mengira bahwa suatu perilaku
terjadi melalui dua perangkat pengaruh lingkungan, pengaruh-pengaruh yang
mendahului disebut antecedent-nya dan mengikuti disebut consequencesya. Hubungan
ini secara sederhana dapat ditunjukkan dengan anticedence-perilaku-consequence, atau
A______B_____C. Sebagai perilaku yang berlangsung terus, suatu konsekuensi
tertentu dapat menjadi antecendent dari perilaku berikutnya.

Penelitian operant conditioning menunjukkan bahwa perilaku dapat diubah melalui


perubahan ancedencent, consequences, atau keduanya. Karya yang paling awal lebih
difokuskan pada consequences.

Santrock and Yussen (1992) menjelaskan bahwa ada perbedaan utama antara
rasikal conditioning dengan operant conditioning. Pertama, perlu diketkahui bahwa
operant conditioning selalu lebih baik dari pada classical conditioning dalm
menjelaskan respon yang volumtair (otomatis), sebaliknya classical conditioning lebih
baik dalam menjelaskan respon yang tak-otomatis. Kedua, stimulus menguasai perilaku
dalam classical conditioning mendahului perilaku, sementara stimulus yang menguasai
perilaku dalam operant conditioning mengikuti perilaku. Misalnya, jika kita mengajar
seeokor anjing suatu trik, seperti belajar berguling-guling, dalam classical conditioning
kita akan menunjukkan stimulus bersyarat (seperti suara sepajang bel dengan daging
(unconditioned stimuli = UCS) sebelum anjing menunjukan trik dalam oprant
conditioning kita akan menujukkan stimulus hadiah (daging diatas kepala, misalnya)
setelah anjing mampu menampilkan trik.

Sebagai mana ada kesempatan yang terdahulu bahwa skinner menjelaskan operant
conditioning sebagai bentuk belajar yang memungkinkan consequence perilaku
mengarahkan perubahan kemungkinan kejadian perilaku. Consequences-hadiah atau
hukuman-dapat menyebabkan perilaku organisme. Pengukuhan (reinforcement) untuk
hadiah adalah suatu consequence yang meningkatkan kemungkinan suatu perilaku itu
terjadi. Sebaliknya, hukuman merupakan consequence yang menurunkan kemungkinan
suatu perilaku itu terjadi. Misalnya, jika seorang dewasa tersenyum pada seorang anak
dan dia terus mengajak bicara untuk beberapa waktu, maka senyuman itu dapat

65
memperkuat pembicaraan dengan anak. Akan tetapi, jika seorang dewas bertemu
dengan seorang anak dan mengertaknya, dan anak itu cepat-cepat ingin meningglkan
situasi itu, maka ejekan itu merupakan hukuman terhadap anak.

Pada dasarnya, pengukuhan itu kompleks. Pengukuhan itu dapat berbentuk positif,
dapat pula berbentuk negatif. dalam pengukuhan yang bersifat positif, frekuensi dalam
suatu respon meningkatkan karena respon itu dikuti oleh stimulus yang menyenangkan,
sebagimana pada contoh tentang senyum yang meningkatkan dan memperkuat
aktiviatas bicara. Sebaliknya, pengukuhan negatif, frekuensi suatu respon meningkat
disebabkan oleh respon menghindar dari stimulus yang tidak menyenangkan atau
menbiarkan anak untuk menolak stimulus.

Secara sederhana kedua pengukuhan dapat juga dibedakan,yaiutu dalam


pengukuhan positif,sesuatu ditambahkan atau diperoleh.dalam pengukuhan
negatif,sesuatu dikurangin,ditolak,atau dijauh.Misalnya,jika seseorang anak menerima
sebuah baju dari orang tuanya karena mendapatkan nilai yang baik
disekolahnya,sesuatu telah dinaikan untuk meningkatkan perilaku prestasinya. Tetapi,
pertimbangan situasi ini, orang tua mengkritik anaknya karena tidak belajar dengan
keras. Anak itu belajar lebih keras lagi, mereka berhenti mengkritik anaknya-
kritikannya telah berkurang.

Antara pengukuhan positif dan negatif mudah membingungkan, karena keduanya


melibatkan stimulus yang berlawanan dan tidak menyenangkan, seperti menampar
muka. Perlu diingat konteks ini pengukuhan negatif dapat meningkatkan kemungkinan
munculnya perilaku,semetara itu hukuman menurunkan kemungkinan munculnya
respon. Dengan kata lain bahwa penerapan pengukuhan pada hakikatnya sangat
konstekstual, tergantung situasinya. Ekstrimnya, dapata juga pengukuhan postif yang
diberikan pada situasi yang kurang tepat dapat juga justru menurunkan kemungkinan
munculnya perilaku, demikian juga pengukuhan negatif justru mampu meningkatkan
kemungkinan perilaku, jika situasi tepat sekali. Ada beberapa susunan pengukuhan
yang dapat meningkatkan efektifitas pengukuhan, diantaranya: interval waktu,
pembentukan, penjadwalan pengukuhan, dan pengukuhan primer dan sekunder.
Pertama, belajar adalah efisien dalam operant conditioning ketika interval stimulus dan
responnya sangat sinkat. Secara dengan aturan, bahwa belajar itu lebih memungkinkan

66
ketika interval stimulus dan respon lebih berdasarkan detik daripada menit daripada
jam.

Kedua, pembentukan (shaping) adalah proses menghadiahi perkiraan perilaku


yang dikehendaki. Dengan kata lain bahwa shaping itu diharapkan untuk
mengembangkan perilaku yang dikehendaki. Jelasnya, anak yang baru memasuki hari
pertama disekolah, biasanya mengalami masalah dalam mencari tempat duduk yang
cocok. Pada hari yang pertama, seorang anak masuk kelas dengan enaknya, berjalan
kesana kemari,padahal aturannya bahwa begitu masuk sekolah setiap anak diharapkan
cepat mengambil tempat duduk dan duduk dengan tenang.

Dalam suasana yang demikian, anak belajar secara berangsur-angsur di bangkunya.


Selanjutnya untuk supaya anak-anak dapat duduk dengan baik, diberikan pengukuhan
secara bertahap. Di awali dengan mendekati dan duduk disampingnya, kemudian
membrikan respon lebih dekat dengan duduk dengan waktu yang secukupnya, dan
seterusnya sampai perilaku yang dikehendaki itu nampak.

Ketiga, penjadwalan pengukuhan adalah penjadwalan pengukuhan parsial dengan


aturan-aturan yang menetukan kejadian ketika suatu respon akan dikukuhkan.
Penjadwalan didasarkan sepenuhnya atas interval waktu dan frekuensi perilaku spesifik
(penjadwalan rasio). Pengukuhan parsial (partial reinforcement or intermittent
reinforcement) adalah suatu penjadwalan pengukuhan dalam hal mana suatu respon
tidak dikukuhkan setiap waktu ketika respon terjadi. Teknik yang biasa dalam operant
conditioning adalah memulai conditioning dengan membentuk suatu perilaku,
kemudian pengukuhan perilaku secara terus menerus dan akhirnya mengadopsi suatu
intermittent schedule. Intermittent schedule pengukuhan sering kali menghasilkan
suatu perubahan, perilaku yang lebih stabil dan jangkau waktu yang lama.

Keempat, pengukuhan primer dan sekunder. Pengukuhan positif dapat


diklasifikasikan kedalam dua kategori, yaitu pengukuhan primer dan sekunder.
Pengukuhan primer itu melibatkan penggunaan mengukuhkan yang dapat memuaskan
sendirinya tanpa melalui belajar dan lingkungannya. Misalnya, makanan, air, kepuasan
seksual. Adapan pengukuhan sekunder mendapat nilai positifnya melalui pengalaman,
dengan demikian pengukuhan sekunder itu dapat dipelajari atau bersifat kondisional.

67
Selanjutnya perlu dimaklumi bahwan penggunaan hukaman masih terus menjadi
kontroversi, karena hukuman dapat berarti positif dan negatif. Dalam prakteknya bahwa
semuanya tergantung pada konteks penggunaannya. Walaupun demikian, para psikolog
( Santrock and Yussen ,1992) sempat memberikan rekomendasi sebagai berikut,
pertama, hukuman dapat mengarahkan kepada perilaku melarikan diri atau
menghindar. Kedua, ketika suatu respon dikurangi dan dieliminer secara berhasil oleh
hukuman dan tidak ada perilaku alternatif yang sesuai diperkuat, maka perilaku yang
tidak disukai akan mengganti perilaku yang kena hukuman. Ketiga, seorang yang
menjalankan hukuman yang berperan sebagai suatu model perilaku agresif. Keempat,
perilaku yang disukai mungkin dapat dieliminer sepanjang perilaku itu tidak disukai.
Misalnya, seorang anak akan menghentikan hubungannya dengan orang lain ketika dia
ditampar ketika menggigit anak lainnya. Lepas dari itu semua, hukuman memiliki
beberapa sisi lain yang tidak kalah penting. Kapan hukuman itu sangat diperlukan. Ada
beberapa situasi bahwa hukuman itu bermanfaat. Misalnya, ketika pengukuhan itu
dipandang postif tidak dapat berfungsi efektif, maka hukuman dapat dipertimbangkan
dan ketika perilaku yang dihukum itu dianggap lebih distruktif daripada hukumannya
sendiri, maka proses mungkin dapat dijustifikasi. Misalnya ada seorang anak yang
memukul kepala temannya dengan penggaris meteran dari kayu, perilaku anak ini dapat
menciderai kepala anak, bahkan mungkin otaknya. Perilaku yang membahyakan ini
dapat saja diberi hukuman dengan memukul kakinya dengan benda yang dpat
menimbulkan rasa sakit, untuk supaya anak itu menjadi jera. Tentu saja hukuman itu
diharapkan tidak sampai membuat luka dan cidera pada kakinya tindakan ini masih
dapat diterima.

c) Pembentukan Kebiasaan ( habituation)

Santrock and Yussen (1992) menegaskan bahwa pembentukan kebiasaan


(habituation) adalah prestasi suatu stimulus yang terjadi berulang-ulang yang dapat
menyebabkan kurangnya perhatian terhadap stimulus. Sebaliknya dishabituation
adalah suatu minat baik yang terbaharui terhadap suatu stimulus.

Diantara peneliti perilaku biasa melakukan studi tentang kebiasaan yang terjadi,
yaitu perilaku memasukkan tangan ke mulut (perilaku memasukkan tangan ke mulut
akan berhenti ketika anak bayi itu sudah menemukan benda aslinya), kecepatan gerak
jantung dan pernapasan, dan ketahanan lama melihat suatu benda. Bayi yang baru lahir

68
dapat membiasakan stimulus yang berulang dalam setiap modalitas stimulus
penglihatan, pendengaran, sentuhan, dan sebagainya. Akan tetapi pembiasaan akan
lebih sejak tiga bulan sejak pertama kelahiran. Penilaian pembiasan yang ekstensif pada
tahun-tahun terakhir telah berhasil penggunaannya sebagai ukuran kemtangan bayi dan
kesempurnaan manusia. Bayi yang memiliki gangguan otak atau menderita sejak lahir,
seperti ketidakadaan oksigen, tidak dapat melakukan kebiasaan yang baik dan mungkin
memiliki masalah perkembangan dan belajar pada akhirnya.

Pengetahuan habituation dan dishabituation dapat bermanfaat bagi interaksi


orangtua dan bayinya. Bayi itu merespon terhadap perubahan dalam stimulasi. Jika
orangtua sering mengulangi suatu stimulasi, maka respon akan turun sampai ketitik saat
kapan bayi itu sudah tidak akan merespon lagi. Dalam interaksi orangtua-bayi, adalah
penting bagi orangtua untuk melakukan suatu yang asli dan mengulanginya sampai bayi
itu merespon. Orangtua yang bijak seharusnya peka ketika bayinya menunjukan minat
dan menyadari pengulangan stimulus itu perlu baginya untuk memproses informasi.
Orangtua berhenti atau mengubah perilakunya ketika bayi itu mengarahkan
perhatiannya.

d) Peniruan ( imitation)

Albert Bandura ( Santrock and Yussen,1992) adalah salah seorang tokoh psikologi
yang sangat terkenal dalam mengenalkan konsep imitasi. Beliau berpendapat bahwa
imitasi atau modeling terjadi ketika anak-anak belajar perilaku baru dengan melihat
orang lain bertindak. Kemampuan belajar pola-pola perilaku dengan mengobservasi
dapat menghilangkan perilaku belajar yang trial dan error. Dalam beberapa hal, imitasi
membentukan waktu kurang dari operant conditioning. Disamping itu operant
conditioning, termasuk juga teori behavioral sebelumnya, hanya memberikan
penjelasan tentang belajar yang sangat terbatas, serta mengabaikan situasi aspek yang
penting, terutama pengaruh sosial terhadap belajar. Beliau memandang bahwa faktor
internal dan eksternal adalah sama-sama pentingnya. Kejadian lingkungan faktor
pribadi ( misalnya berpikir dan motifasi), dan perilaku dapat dilihat sebagai aspek yang
saling berinteraksi, dan masing-masing aspek saling mempengaruhi dalam proses
belajar.

Eksperimen Bandura lainnya menggambarkan bagaimana belajar observasi terjadi


dengan melihat suatu perilaku model baik yang dikuatkan dengan hadiah maupun

69
hukuman. Satu-satunya syarat belajar adalah bahwa individu itu dikaitkan dengan
model pada saat itu dan ditempat itu. Dalam eksperimennya, semua anak belajar dengan
melihat perilaku model, tetapi beberapa anak yang mendapatkan pengukuhan yang
menunjukan perilaku itu. Jadi dapat dipahami bahwa imitasi tidak akan terjadi secara
otomatis terjadi pada setiap individu hanya dengan mengamati model perilaku tertentu.
Tetapi perilaku yang disertai pengukuhan cenderung memberikan pengaruh yang
berarti bagi individu yang mengamati perilaku.

Ada beberapa proses spesifik yang mempengaruhi perilaku pengamat yang


mengikuti perilaku model, yaitu perhatian (attention), ingatan (retention), reproduksi
motor. Dan kondisi pengukuhan atau hadiah (incentive). Pertama, etensi ke model
sangat dipengaruhi oleh karasteristik pelaku perilak model, misalnya individu yang
menarik, hangat, dan kuat, dan unik cenderung lebih menarik perhatian daripada
individu yang dingin, lemah, dan kurang menarik.

Kedua, ingatan individu. Bahwa untuk menghasilkan perilaku model. Anda harus
mengkap informasi dan menyimpannya baik-baik dalam ingatan, sehingga pada suatu
saat dapat dengan mudah dimunculkan atau diingat kembali. Perubahan diskripsi verbal
secara sederhana sungguh dapat membantu upaya retensi.

Ketiga, reproduksi motorik. Individu yang menghadiri suatu perilaku model dan
mengingatnya baik-baik apa yang ia amati, tetapi karena keterbatasan dalam
perkembangan motorik, maka mereka tidak mampu menghasilkan perilaku model.

Keempat, kondisi pengukuhan atau intensif. Dalam beberapa hal, kita mungkin tahu
apa yang didapatkan dengan sebaik-baiknya, dan memiliki kemampuan motorik untuk
melakukan hal yang sama, tetpai kita mungkin gagal mengingat perilaku karena tidak
ada pengukuhan yang tepat.

b) Teori Kognitif

Sejak tahun 60-an dan 70-an para ahli psikologi pendidikan sudah mulai
memalingkan mukanya dari teori belajar behavioristik. Hal ini disebabkan bahwa
semakin banyak bukti emperik bahwa orang-orang itu bertindak lebih dari sekedar
merespon pengukuhan dan hukuman. Misalnya, banyak orang menggunakan sistem
untuk membantunya mengingat dan mengorganisasikan materi yang mereka telah
pelajari dengan caranya sendiri. Akhirnya sampai materi kesadaran bahwa belajar

70
merupakan suatu proses mental yang aktif, yang berkenaan dengan mendapatkan,
mengingat, dan menggunakan pengetahuan.

a) Perbedaan Pandangan Kognitif dan Behavioral

Pada dasarnya pandangan koqnitif berbeda dengan pandangan behavioral dalam


asumsinya tentang apa yang dipelajari. Pandangan kognitif meyakini bahwa pengetahuan
itu dipelajari dan perubahan dalam pengetahuan menyebabkan adanya perubahan perilaku.
Sementara itu pandangan behavioristik menyebabkan adanya perubahan perilaku itu
sendiri yang dipelajari. Keduanya meyakini bahwa para tokoh behavioristik dan kognitif
memandang bahwa pengukuhan itu penting dalam belajar, tetap kedua memiliki alasan
yang berbeda. Tokoh behavioristik menyatakan bahwa pengukuhan memperkuat respon,
sedang tokoh kognitif melihat bahwa pengukuhan sebagai sumber umpan balik (feedback).
Umpan balik ini memberikan informasi tentang apa yang mungkin terjadi jika perilaku itu
diulangi. Dalam pandangan kognitif, pengukuhan berfungsi untuk mengurangi
ketidakpastian mengarahkan kepada rasa memahami dan mendalami (sense of
understanding and mastery). Misalnya, nilai A yang anda dapatkan dari belajar keras suatu
tes menceritakan kepada anda bahwa anda mengetahui cara mengatasi materi untuk
pelajaran tertentu, sehingga anda lebih yakin tentang cara anda belajar dan anda merasa
lebih menguasai materi.

Perbedaan antara pandangan kognitif dan behavioristik juga nampak pada metode yang
setiap kelompok gunakan untuk melakukan studi tentang belajar. Sebagian besar karya
yang berdasarkan prinsip belajar behavioral telah dilakukan dengan menggunakan
binatang yang dikontrol dalam laboratorium. Adapun tujuannya adalah
mengindentifikasikan aturan-aturan belajar yang bersifat umum yang akan diterapkan
untuk organisme yang lebih tinggi ( mencakup manusia dengan mengabaikan usia,
inteligensi,atau perbedaan invidual lainnya). Tokoh behavioristik yakin benar bahwa
aturan-aturan ini memprediksi dan mengontrol perubahan perilaku setiap organisme.
Tentu saja dalam prakteknya cukup potensial dipertanyakan, karena dalam batas tertentu
manusia dengan segala cirinya tidak dapat diperlakukan sama dengan binatang.

Disisi lain, tokoh kognitif memfokuskan studinya ke rentangan situasi belajar yang lebih
luas. Karena fokusnya dalam perbedaan invidual dan perkembangan dalam kognitifnya,
maka mereka belum mencari aturan belajar yang bersifat umum yang dapat diterapkan

71
baik untuk binatang maupun manusia dalam semua situasi. Inilah salah satu alasa bahwa
tidak satu model atau teori belajar kognitif tunggal yang mengwakili seluruh bidang.

b) Pengetahuan dan Pandangan Kognitif

Woolfolk ( 1993) menyatakan bahwa pengetahuan adalah hasil belajar. Fakta, nama,
aturan, dan sebagainya, maka ketika itu kita mengetahui suatu yang baru. Pengetahuan
pada dasarnya lebih banyak dari apa yang diperoleh melalui belajar yang baru saja
berlangsung; pengetahuan juga membimbing belajar yang baru. Pendekatan kognitif
menyarankan bahwa salah satu elemen yang sangat penting dalam proses belajar adalah
apa yang individu bahwa dalam situasi belajar. Apa yang telah kita tahu menentukan sekali
terhadap apa yang akan kita pelajari, ingat dan lupa. Pengetahuan menciptakan persepsi
kita, memfokuskan perhatian kita, dan merupakan penompang ingatan.

Pada dasarnya pengetahuan itu penting sekali untuk memahami dan mengingat
informasi yang baru. Studi Recht dan Leslie (Woolfolk,1993) menyatakan bahwa pembaca
yang lemah mengetahui baseball mengingat lebih banyak daripada pembaca yang baik
dengan sedikit pengetahuan baseball. Dari hasil studi ini dapat dikatakan bahwa memiliki
dasar pengetahuan yang lebih penting daripada memiliki strategi belajar yang baik dalam
memahami dan mengingat.

c) Teori Perkembangan Kognitif

Teori perkembangan anak pada kesempatan ini menekankan pada pikiran rasional anak
yang sedang berkembang dan tahap-tahap pikiran. Dalam bahasa sebelumnya, proses
kognitif dipandang sebagai mediator penting dalam mengaitkan pengalaman lingkungan
dengan perilaku anak. Sementara itu dalam bagian ini, pandangan piaget, pikiran
dipandang lebih penting sebagai mediator hubungan lingkungan dan perilaku. Oleh karena
itu pikiran sebagai fokus sentral perkembangan yang lebih daripada penentu pelaku anak.

Dalam teori perkembangan piaget,ada beberapa komsep kunci yang perlu dipahami
yaitu, proses adaptasi ( assimilasi dan akomodasi) organisasi, dan keseimbangan. Pertama,
jika anda berkembang secara normal, mereka harus berinteraksi secara efektif dengan
lingkungannya. Adaptasi merupakan konsep piaget yang berkenanaan dengan interaksi
yang efektif anak dengan lingkungannya. Interaksi disini bersifat kognitif dan melibatkan
assimilasi dan akomodasi yang selalu bekerjasama. Assimilasi terjadi ketika anak-anak itu

72
berusaha untuk menyatukan informasi baru kepengetahuan yang sudah ada. Sementara itu
akomodasi terjadi ketika anak-anak menyesuaikan diri kepada informasi baru.

Kedua, untuk memahami dan memaknai keberadaan dunia, anak-anak secara kognitif
harus mengorganisasi pengalamannya. Organisasi merupakan konsep piaget yang
menggelompokan perilaku terpisah kedalam suatu aturan yang lebih tinggi, sistem kognitif
yang berfungsi lebih tinggi. Setiap level pikiran itu diorganisasikan. Organisasi terjadi
dalam fase-fase perkembangan dan terjadi pula pada silang fase, sesuai dengan
konteksnya.

Akhirnya, keseimbangan adalah suatu mekanisme dalam teori piaget yang menjelaskan
anak berubah dari satu fase pikiran ke fase berikutnya. Perubahan terjadi ketika anak-anak
mengalami konflik atau ketidakseimbangan dalam mencoba memahami dunia. Akhirnya,
anak memecahkan konflik dan mencapai keseimbangan pikiran.

d) Tahap Perkembangan Pikiran Piaget

Pada dasarnya tahapan perkembangan pikiran terdiri atas: tahap sensomotorik (0-2:th),
tahap preoperasional ( 2 -7 ), tahap operasional kongkrit (7-11 ), dan tahap operasional
formal (11-ke atas ). Di antara tahapan ini, yang akan diuraikan lebih detail adalah tahap
ketiga dan keempat. Hal ini disebabkan oleh relevansinya materi ini dengan penggunanya.

Pertama, tahap sensomotorik, selama fase ini bayi mengembangkan kemampuan untuk
mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi dan presepsi dengan gerakan fisik dan
perilakunya. Koordinasi sensasi dengan tindakan ini merupakan sumber sensomotor. Fase
ini bermula dari saat kelahiran, ketika bayi sedikit memiliki kemampuan dalam
mengkoordasikan indera dengan tindakan. Sedangkan fase ini berakhir pada usia dua tahun
ketika dia mempunyai pola-pola sensormotorik yang kompleks dan dimulai mengadopsi
simtem simbol yang primitif.

Kedua, fase preoperasiona, bahwa pada masa-masa ini konsep-konsep stabil di bentuk,
penalaran mental muncul, keakuian mulai secara menguat kemudian melemah, dan
kepercayaan magic dibangun. Fase preoperasional, tidaklah berarti banyak, tetapi fase ini
merupakan periode menunggu yang menyenangkan untuk datangnya fase operasional
kongkrit. Yang dimaksud dengan operasi adalah seperangkat tindakan yang
terinternalisasi, yang memungkikan anak dapat berbuat secara mental tentang sesuatu
sebelumnya telah dilakukan secara fisik. Operasi itu diorganisasikan sangat rapi dan

73
menyesuaikan dengan aturan-aturan dan prinsip-prinsip logika tertentu. Operasi
nampaknya dalam salah satu bentuk dalam pikiran operasional kongkrit dan dalam bentuk
lainya yaitu pikiran operasional formal. Fase preoperasional adalah pemulaan kemampuan
untuk mengkonstruk pada level pikiran yang telah mapan dalam bentuk perilaku. Fase
preoperasional juga mencakup suatu transisi dari penggunaan simbol-simbol yang primitif
sampai yang lebih canggih.

Secara ringkas dapat dirumuskan bahwa karasteristik fase preoperasional, yaitu


diantara: lebih banyak muncul pikiran simbolik dari pada sensomotorik; ketidakmampuan
untuk terlibat dalam operasi, tidak mampu membalik tindakan secara mental, dan
kurangnya keterampilan berbicara; egosentrik atau ketidakmampuan membedakan antara
perseptif dirinya sendiri dengan perseptif orang lain; dan tindakan yang lebih bersifat
intuatif dari pada logic.

Ketiga, fase operasional kongkrit. Operasi kongkrit adalah suatu tindakan yang dapat
diputar balikkan berdasarkan objek yang real dan kongkrit. Operasi kongkrit
memungkinkan anak-anak untuk mengkordinasikan beberapa karasteristik dari pada
memfokuskan satu sifat tunggal atau suatu objek tertentu. Misalnya, contoh tentang batu
bata, anak yang berada pada fase preoperasional memungkinkan untuk memfokuskan
kepada panjang, lebar, dan tinggi; anak yang berpikir operasional kongkrit selalu berusaha
mengkoordinasikan informasi tentang ketiga dimensi. Untuk memahami pikiran
operasional kongkrit sangat diperlukan ide tentang konversasi dan klasifikasi.

Konversasi itu melibatkan pengalaman bahwa panjang, jumlah, berat, luas kualiatas dan
volume objek dan subtansinya tidak berubah oleh transformasi yang berubah
penampilanya. Satu hal penting yang dibuat tentang konversasi yaitu bahwa anak-anak
tidak mengkonversasi semua kualitas atau semua tugas secara simultan. Horizontal
decalage adalah konsep piaget yang menjelaskan tentang bagaimana kemampuan yang
sama yang tidak nampak pada waktu yang sama dalam satu perkembangan. Sebagaimana
yang telah kita lihat selama fase operasional kongkrit bahwa konversasi jumlah yang selalu
nampak pertama, dan konversasi volume selalu yang terahir. Anak yang berusia 8 tahun
selalu mungkin tahu bahwa sebuah tongkat panjang dapat diputar balikkan ke bola, tetapi
mereka tidak memahami bahwa bola dan tongkat itu beratnya sama. Pada usia sekitar 9
tahun, anak mengenal bahwa antara bola dan tongkat beratnya sama..

74
Beberapa operasi kongkrit diidentifikasikan oleh piaget yang menfokuskan pada cara
yang digunakan anak-anak untuk mengajukan alasan tentang sifat-sifat objek. Salah satu
keterampilan penting sebagai karasteristik anak-anak pada fase operasional kongkrit
adalah kemampuan mengklasifikasi atau membagi sesuatu kedalam himpunan atau sub
himpunan dan mempertimbangkan saling keterhubungnya. Walaupun pikiran operasional
kogkrit itu lebih tinggi dari pada pikiran praoperasional, tetapi pikiran pada level ini
memiliki keterbatasan. Penalaran logik dapat mengganti pikiran intuitif sepanjang prinsip-
prisnip yang diterapkan ke contoh-contoh yang lebih spesifik. Misalnya, anak yang pada
level operasional kongkrit tidak dapat membayangkan langkah-langkah yang diperlukan
untuk menyempurnakan persamaan aljabar, yang terlalu abstrak yang berpikir pada fase
perkembangan kognitif.

Keempat, fase operasional formal memungkinkan kekuatan berpikir dapat


mengembangkan wawasan kognitif baru dan sosial. Pikiran anak-anak pada fase ini
menjadi lebih abstrak, logic, dan idealistis; lebih mampu mengkaji pikirankan tentang
dirinya, dan lebih memungkinkan dapat menginterpretasikan dan memantau dunia sosial.
Pada fase ini pula anak mulai berpikir lebih sebagai ilmuan berpikir dalam merencanakan
pemecahan masalah dan menguji alternatif penyelesaian lebih sistematis.

e) Teori perkembangan kognitif Vygotsky

Vygotsky (Santrock and Yussen:1992) menegaskan bahwa perkembangan kognitif


anak tidak akan terjadi dalam tempat yang bebas dari kehidupan sosial. Zone of proximal
development (ZPD) adalah terminologi Vygotsky untuk rentangan tugas yang terlalu sulit
bagi anak untuk dikuasai sendiri, tetapi tugas ini dapat dikuasai bila mendapatkan
bimbingan dan bantuan orang dewasa atau anak-anak yang sangat pandai. Sedangakan
tingkat tertinggi adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima anak-anak
dengan bantuan instruktur yang memimpin. Penekanan teori Vygotsky adalah pentingnya
pengaruh sosial terhadap perkembangan kognitig dan peranan pengajaran terhadap
perkembangan anak.

Dalam konteks ini, praktek pembelajaran memungkinkan anak-anak dapat mencapai


tujuan melalui kolaborasi yang akrab dengan instukturnya. Instruktur akan berfungsi lebih
efektif sebagai fasilitator anak-anak, jika ia memberikan bimbingan secara terus menerus
dan Vygotsky berpendapat bahwa struktur mental dan kognitif anak terbentuk melalui
hubungan antara fungsi-fungsi mental. Hubungan antara bahasa dan pikiran dalam hal ini

75
dipandang sangat penting. Selanjutnya dianyatakan pada awalnya bahasa dan pikiran
berkembang sendiri-sendiri, namun pada akhirnya bergabung bersama-sama.

Ada dua prinsip yang mempengaruhi bergabungnya bahasa dan pikiran. Pertama,
semua fungsi mental berasal dari lingkungan eksternal dan sosial. Anak-anak harus
menggunakan bahasa dan berkomunikasi dengan orang lain sebelum mereka memfokuskan
dirinya keproses mentalnya sendiri. Kedua anak-anak harus berkomunikasi secara internal
dan menggunakan bahasa untuk sepanjang waktu sebelum transisi dari percakapan eksternal
ke internal. Masa transisi ini terjadi antara 3 sampai 7 tahun dan melibatkan berbicara
dengan dirinya sendiri. Setelah itu percakapn sendiri menjadi alam kedua bagi anak anak
dan mereka dapat bertindak tanpa verbalisasi. Ketika kejadian ini, anak-anak
menginternalisaikan percakapan yang egosentrik dalam bentuk berbicara dalam hati, pada
hakikatnya menjadi pikiranya. Vygotsky yakin bahwa anak-anak yang bergabung pada
jumlah percakapan yang terbuka cenderung lebih kompeten secara sosial dari pada yang
tidak pernah menggunakan bahasa secara ekstensive. Anak-anak yang lebih banyak
berpeluang mengembangkan percakapanya dengan orang yang lebih komunikatif secara
sosial.

Walapun percakapan pada anak terhadap dirinya sendiri itu dalam batas tertentu dapat
mengembangkan kemampuan berpikir anak, tetapi anak-anak yang masih berusia dini
mengembangkan percakapan dengan dirinya sendiri melebihi dari toleramsinya, maka
kondisi ini dapat mendefinisikan ketidakmatangan sosial dan kognitif anak.

Beberapa ahli dibidang perkembangan anak, terutama yang berkecambung dalam


bidang budaya dan pemkembangan, merasa sangat senang menghadapi teori Vigotsky yang
memfokuskan pada konteks sosial kultikural perkembangan anak. Beliau menegaskan
bahwa perkembangan manusia tidak dapat dipisahkan dari aktivitas sosial dan kultural.
Selanjutnya beliau juga menekankan bagaimana perkembangan proses mental yang lebih
tinggi, seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan belajar menggunakan penemuan
masyarakat, seperti bahasa, sistem matimatika dan instrument untuk mengigat. Dia juga
menekankan bagaimana anak-anak itu dibantu perkembangannya melalui bimbingan oleh
individu-individu yang telah memiliki kektkekrampilan dibidang ini.

Vygotsky menekankan tingkat intutisional dan interpersonal dalam konteks sosial pada
tingkat instutisional, sejarah budaya memberikan organisasi dan alat yang berguna untuk
kegiatan kognitif melalui institusi, seperti sekolah dan penemuan-penemuan, seperti

76
komputer dan bacaan. Interaksi insttutional memberi anak-anak norma-norma perilaku dan
sosial yang luas untuk membimbing kehidupan.

Tingkat interpersonal memiliki pengaruh yang lebih langsung terhadap fungsi mental
anak. Vygotsky (Santrock and Hussen, 1992) menegaskan bahwa keterampilan fungsi
mental berkembang melalui interaksi sosial yang bersifat segera. Dengan demikian interaksi
sosial termasuk hubungan antara guru-siswa, orangtua-anak memiliki makna yang besar
bagi pengembangan pikiran anak.

3. Pemprosesan informasi

Pemprosesan informasi anak berkenan dengan proses dasar, seperti: persepsi, perhatian,
ingatan, dan berpikir. Dalam bagian ini akan dibahas tentang hakekat pemprosesan informasi,
proses informasi dasar, proses informasi tingkat yang lebih tinggi, dan peranan pengetahuan.
Pertama, pendekatan pemprosesan informasi adalah suatu kerakangka dasar untuk memahami
cara anak belajar dan berpikir. Diasumsikan bahwa untuk memahami belajar dan berpikir anak,
kita perlu menganalisis tentang cara anak-anak mendapatkan informasi, menyimpan informasi,
dan mengevaluasi, untuk tujuan tertentu. Prinsip belajar tradisional sedikit sekali menaruh
perhatian terhadap peran mental dan pikiran anak, tetapi teori piaget justru lebih banyak
menekankan pentingnya mental dan pikiran dalam belajar. Walaupun demikian teori piaget
belum lengkap, karena deskriptipsinya hanyalah bersifat umum. Demikian juga dia tidak
menceritakan banyak tentang bagaimana anak membaca, memecahkan masalah matematika,
belajar fakta ilmiah baru atau menyusun essay.

Kerangka pikir pemproses informasi mencoba untuk mengkoreksi pendapat teori belajar
tradisional dan teori piaget tentang perkembangan. Kerkangka ini menjelaskan proses mental
dan memberikan detel yang lebih spesifik tentang proses belajar dalam situasi kongkrit.
Dimana mungkin, deskripsi-deskripsi ini mencakup analysis semua langkah yang diperlukan
untuk menyelesaian suatu tugas, proses mental yang spesifik diperlukan untuk
menyempurnakan langka-langkah ini, dan estematis matematis yang tepat tentang berapa
kerasnya dan betapa lamanya pikiran itu harus bekerja untuk menuntaskan langka-langkah ini.
Para ahli psikologis memproses informasi sering kali mencoba untuk menulis program
komputer untuk menampilkan langka-langkah yang diperlukan untuk memecahkan masalah.
Model komputer tentang bagaimana sesuatu itu dilakukan oleh ilmuan secara tepat. Komputer

77
pada dasarnya adalah mesin yang “bodoh”. Komputer-komputer itu akan bekerja tergantung
pada apa yang dipeprintahkan oleh programnya. Akhirnya dapat dikatkakan pada pemprosesan
informasi telah menjabarkan secara deteil tentang proses mental yang melandasi belajar dan
berpikir dalam situasi yang sangat spesifik dan mencontohkan langkah-langkah yang spesifik
diperlukan untuk menyempurnakan suatu tugas yang menggunakan program komputer dan
estimasi matematis tentang aktivitas mental.

Kedua, pada dasarnya ada dua proses yang diperlukan bagi anak untuk memproses informasi
tentang dunianya, yaitu perhatian dan ingatan. “coba perhatikan” merupakan frase yang sering
didengar anak-anak dalam kehidupan sehari-hari. Perhatian (attention) adalah konsentrasi
dalam pemusatan kegiatan mental. Perhatian juga bersifat selektif dan berubah. Maksudnya
bahwa perhatian itu akan tetap bertahan lama apa bila yang menjadi pusat perhatian itu sesuatu
yang selektif. Demikian juga, perhatian itu dapat dengan perpindah dari satu stimulus ke
stimulus lainya, terutama stimulus yang kedua iti bersifat lebih penting. Ingatan (memory)
adalah bekerja dengan setiap kata yang diucapkan. Untuk belajar dan penalaran yang sukses,
anak-anak perlu memengaggang erat-erat informasi yang telah didapatkan mencari kembali
informasi yang telah disimpan lama. Ada dua sistem ingatan yang penting, yaitu ingatan jangka
pendek dan jangka panjang.

Ketiga pada dasarnya ada tiga tema dalam proses kognitif tingkat tinggi,yaitu pemecahan
masalah (problem solving), pemantauan kognitif (cognitif monitoring), dan berpikir krisis
(critical thinking). Pemecahan masalah merupakan upaya menemukan suatu cara yang sesuai
untuk mencapai suatu tujuan ketika tujuan itu tak tersedia. Pemantauan kognitif (cognitive
monitoring) adalah proses pengambilan bahan tentang apa yang baru saja dilkukan, apa yang
akan dilaksanakan berikutnya, dan sejauhmana efektivitas kegiatan itu dilaksanakan.
Kemudian, berpikir kritis (critical thinking) adalah mencoba mencari makna yang lebih
mendalam tentang persoalan, menjaga keterbukaan atau kebebasan dalam merumuskan
pendekatan dan perseptif yang berbeda, dan berpikir reflektif dari pada menerima pernyatan
serta melaksanakn prosedur tanpa pemahaman yang berarti.

Keempat, untuk memahami kehidupan anak sehari-hari sangatlah tergantung pada pengetahuan
anak tentang orang, tempat, sesuatu lainya. Efisiensi dan efektivitas kegiatan anak sangatlah
tergantung atas pengetahuan awal yang dimiliki oleh anak tentang aktivitas itu. Apabila anak
memiliki pengetahuan yang terbatas, maka sangatlah mugkin individu mengalami kesulitan
menghadapi persoalan kehidupannya.

78
Ada beberapa aspek yang sangat penting dalam memahami peranan pengetahuan dalam
aktivitas kognitif anak, yaitu konsep, jaringan semantik, skema, dan pengetahuan metakognitif.
Konsep merupakan suatu kategori yang digunakan untuk mengelompokan objek, peristiwa,
dan karkasteristik berdasarkan sifat-sifat umum. Konsep dipandang penting, karena konsep
memungkinkan untuk mengaitkan pengalaman dengan objek.

Selanjutnya, jaringan semantik adalah penyimpanan informasi umun yang diorganisasikan


dalam ikatan. Jaringan semantik secara beransur-ansur tumbuh menjadi lebih besar dan
komplek sebagaimana anak berkembang. Seiring dengan anak-anak menjadi bertanbah usia,
besar dan kompleksitas jaringan membantu anak-anak menghubungkan beberapa idenya secara
tepat dan semua ide yang ada harus diwujudkan untuk memenuhi apapun tugas yang dianggap
perlu.

Skema adalah informasi-konsep, peristiwa,pengetahuan yang telah ada dalam jiwa individu.
Skema mempengaruhi bagaimana seorang anak yang menginterprestasi informasi baru. Skema
berasal dari pertemuan terdahulu dari lingkungan dan mempengaruhi cara anak-anak membuat
kode, membuat kesimpulan dan menelusuri informasi. Anak-anak telah memiliki skema untuk
cerita, lay-out ruangan, dan kejadian-kejadian umum.

Berikut, pengetahuan metakognitif adalah segmen pengetahuan dunia yang diperoleh yang
melibatkan masalah-masalah kognitif. Ini adalah pengtahuan anak-anak akumulasikan melalui
pengalaman dan dikumpulkan dalam memori jangka panjang yang berkenan dengan pikiran
manusia dan pekerjaannya. Berdasarkan salah satu tokoh psikologi perkembangan kognitif,
John Flavell (Santrock and Yussen, 1992) bahwa pengetahuan kognitif dapat dibagi kedalam
pengetahuan tentang orang (dirinya sendiri dan semua manusia), tugas dan strategi.

Kelima, perbedaan individu dalam pemrosesan informasi, adalah disadari bahwa terjadi
perbedaan individu dalam suatu kelas tentang kemampuannya memproses informasi. Ada
anak-anak yang begitu cepat menyesuaikan diri di dalam ruang kelas, demikian juga terhadap
bidang akademiknya. Perbedaan individu dalam konteks ini dapat juga sangat besar bergantung
pada gaya kognitif (cognitive styles), yaitu cara-cara individu yang secara umum konsisten
untuk memproses informasi. Gaya kognitif sangat ditentukan tidak hanya oleh perhatian
individu terhadap tugas, keterampilan organisasional, dan strategi kognitif, tetapi juga
kepribadian dan motivasi seseorang.

79
D. Kharakteristik Belajar Anak Sekolah Dasar

Anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa
usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi
kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu
didorong sehingga akan berkembang secara optimal.

Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan
fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan
keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan kaki secara bergantian, dapat
mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan
dan mata untuk dapat memegang pensil maupun memegang gunting. Selain itu, perkembangan
sosial anak yang berada pada usia kelas awal SD antara lain mereka telah dapat menunjukkan
keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya,
mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.

Perkembangan emosi anak usia 6-8 tahun antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi
terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua
dan telah mulai belajar tentang benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia
kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi,
mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan
kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap
ruang dan waktu. Cara Anak Belajar

Piaget menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan
beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak
memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran
sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang
objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep
yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam
pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan
membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu
secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari

80
dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena
memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.

Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak
mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) mulai memandang dunia secara
objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-
unsur secara serentak, (2) mulai berpikir secara operasional, (3) mempergunakan cara berpikir
operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) membentuk dan mempergunakan
keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab
akibat, dan (5) memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.

Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia


sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:

1. Konkrit

Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat
dilihat, didengar, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan
sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar
yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang
sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan
kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.

2. Integratif

Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan,
mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan
cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke khusus.

3. Hierarkis

Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-
hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta
kedalaman materi

81
Belajar dan Pembelajaran Bermakna

Belajar pada hakekatnya merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa
kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah
laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak, anak
dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi
bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman
bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi
dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya.

Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru
pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan
belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-
aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan
di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau
fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk
menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara
baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru
harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan
membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru
yang akan diajarkan. Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami
langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya
mendengarkan guru menjelaskan. Pembelajaran yang diberikan kepada siswa sekolah dasar
adalah pembelajaran tematik.

Pengertian Pembelajaran Tematik

Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan
pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awl SD sebaiknya
dilakukan dengan Pembelajaran tematik. Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu
yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat
memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan

82
pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Dengan tema diharapkan
akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:

1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,

2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar


antar matapelajaran dalam tema yang sama;

3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;

4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain
dengan pengalaman pribadi siswa;

5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam
konteks tema yang jelas;

6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk
mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari
matapelajaran lain;

7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat
dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat
digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.

Landasan Pembelajaran Tematik

Landasan Pembelajaran tematik mencakup:

Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat
yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme. Aliran progresivisme
memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian
sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa.
Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci
dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan
manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek,
fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari
seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa.

83
Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus
menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam
perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi
keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya.

Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi


perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan
terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar
tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik.
Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik
tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.

Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau
peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan
yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan
bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal
9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap
peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).

Arti Penting Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara
aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan
terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui
pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini
dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran
haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak. Pembelajaran
tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning
by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang
akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan
kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan
konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan

84
memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran
tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap
perkembangannya siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).

Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: 1) pengalaman dan kegiatan belajar
sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; 2)
kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat
dan kebutuhan siswa; 3) kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa
sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4) membantu mengembangkan keterampilan
berpikir siswa; 5) menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan
permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan 6) mengembangkan
keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap
gagasan orang lain.

Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa
manfaat yaitu: 1) dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi
mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi
bahkan dihilangkan, 2) siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab
isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, 3)
pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan
materi yang tidak terpecah-pecah. 4) dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka
penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat,

Karakteristik Pembelajaran Tematik

Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki


karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

1. Berpusat pada siswa

Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan
belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru
lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada
siswa untuk melakukan aktivitas belajar.

2. Memberikan pengalaman langsung

85
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct
experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata
(konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.

3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas

Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus
pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan
kehidupan siswa.

4. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran

Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu
proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut
secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

5. Bersifat fleksibel

Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari
satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan
kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.

6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa

Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat
dan kebutuhannya.

7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan

Rambu-rambu Pembelajaran Tematik

Adapun rambu-rambu pembelajaran tematik adalah sebagai berikut:1) Tidak semua mata
pelajaran harus dipadukan,2) dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas
semester,3) kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk,
dipadukan. Kompetensi dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan secara
tersendiri,4)kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik

86
melalui tema lain maupun disajikan secara tersendiri,5) kegiatan pembelajaran ditekankan pada
kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta penanaman nilai-nilai moral,6) Tema-
tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, minat, lingkungan, dan daerah
setempat.http://uptdpendidikan3.blogspot.com/2010/01/karakteristik-perkembangan-anak-
usia.htm

5.Implikasi Proses Pembelajaran Anak Sekolah dasar

Perbuatan belajar tidak hanya diorientsikan kepada pembentukan dan peningkatan salah satu
aspek individu saja, melainkan juga keseluruhan aspek individu. Dengan demikian kurikulum
yang dikembangkan diharapkan hendaknya memberi kemungkinan yang seluas-luasnya untuk
pengembangan semua bidang pengembangan fisik, emosi, sosial, dan kognitif melalui
pendekatan terpadu. Aspek lain yang tidak kalah pentingnya adalah adanya kejelasan tentang
kesesuaian-kesesuaian antara isi kurikulum usia dan tingkat kemampuan anak. Dalam
implementasi dan pengembangan kurikulum di kelas guru harus benar-benar memanfaatkan
hasil observasi dan catatan tentang heteroginitas kemampuan, minat dan tingkat kemajuan
perkembangan anak. Informasi ini sangat bermanfaat bagi guru, ketika guru mendisain rencana
pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan anak, sebab materi yang dikembangkan dalam
format yang demikian, sangat memungkinkan lebih mampu menjaga relevensinya dengan
kebutuhan siswa. Materi pembelajaran yang relevan sangat mendukung terciptanya
pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, dan bermanfaat bagi siswa.

Kebutuhan pengembangan anak yang tidak dibatasi oleh pencapaian prestasi


akademik saja, tetapi juga aspek sosial dan emosional, mendorong guru untuk menjadikan
belajar sebagai proses interaktif. Proses interaktif diharapkan tidak hanya dibatasi oleh adanya
kontak dengan teman, orang dewasa, melainkan juga dengan lingkungan sosial dan fisik secara
luas. Kondisi dan situasi ini menuntut siswa untuk mengerahkan semua aspek dirinya untuk
terlibat secara total memanfaatkan interaksi sosial dalam mencapai pemecahan masalah.
Keberhasilan kegiatan ini sangat menuntut adanya keterlibatan diri secara intensif dan total
serta memerlukan adanya keberanian sosial kreatif. Bahan-bahan untuk semua bidang studi
yang dikembangkan untuk kegiatan pembelajaran di kelas hendaknya benar-benar disesuaikan
dengan tingkat perkembangan seluruh aspek individu serta kehidupan anak-anak, terutama
latar belakang sosial dan ekonominya. Perlu disadari bahwa heteroginitas anak-anak di
lapangan yang tersebar di Indonesia merupakan realita yang tidak dapat dihindari, sehingga
guru seharusnya mampu mengakomodasikan segala perbedaan dengan menciptakan materi

87
pembelajaran yang relevan, sehingga kegiatan pembelajaran lebih menarik bagi anak dan dapat
mencapai keberhasilan, terutama yang diinginkan oleh sebagian besar anak SD. Pembelajaran
perlu diperbaiki bagi keseluruhan kelas di SD, guru hendaknya terus-menerus melakukan
pemantuan secara langsung di kelas dan di luar kelas, karena bisa jadi banyak umpan balik
yang ditemukan. Hasil pemantuan dan umpan balik dari siswa seringkali sangat bermanfaat
bagi pengembangan program, yang pada akhirnya dapat mengoptimalkan proses pembelajaran.

Ada beberapa model pembelajaran yang dapat dipilih untuk mengembangkan


kegiatan pembelajaran, apakah itu model behavioral,model kognitif, ataupun model
pemrosesan informasi. Pada dasarnya tidak ada satu-satunya model yang sangat efektif yang
dapat dipilih untuk semua jenis pembelajaran, sebab pada prakteknya model yang dipilih itu
bersifat kontekstual. Namun mengingat tujuan pendidikan nasional itu diharapkan dapat
membentuk manusia seutuhnya, maka model pembelajaran yang dipilih hendaknya benar-
benar mengarahkan kepada pengakuan keberadaan individu sebagai manusia utuh, dan arah
peningkatannya tidak hanya dibatasi pada salah satu aspek saja, melainkan semua aspek
individu. Selain model pembelajaran, jenis aktivitas yang dirancang oleh guru hendaknya tidak
berwujud kegiatan yang kurang menantang, melainkan kegiatan yang benar-benar memiliki
nuansa yang menantang anak untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan moralnya.
Kegiatan ini tentunya bukanlah berwujud kegiatan yang rutin, melainkan kegiatan yang
memiliki variasi yang bermakna, terutama kegiatan yang mampu merangsang anak untuk
mengembangkan kreativitasnya.

Guru sangat diharapkan selalu siap memposisikan dirinya sebagai fasilitator dan motivator
dalam kegiatan pembelajaran Sebab peran yang sedemikian akan terus dapat menjaga keasikan
siswa dalam kegiatan pembelajaran Kesempatan yang seluas-luasnya hendaknya tetap
diberikan kepada siswa untuk memilih kegiatan dan materi, serta fasilitas yang tersedia guna
tercipta kegiatan pembelajaran yang efektif. Untuk mencapai kebermaknaan dalam berbagai
kegiatan siswa, kegiatan siswa yang diciptakan hendaknya melibatkan seluruh aspek mental,
fisik, sosial, dan moral siswa. Dengan demikian guru hendaknya siap menyediakan materi yang
kaya akan variasi kegiatannya.

88
DAFTAR PUSTAKA

______.2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Arbi, Sutan Z & Syahrun, Syahniar. 1991. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi.

Bredekamp, Sue,Ed.1992. Developmentally Appropriate Practice in Early Childhood


programs, Washington: NAEYC

Darmadi, Hamid. 2012. Kemampuan Dasar Mengajar Landasan Konsep dan Implementasi.
Bandung: Alfabeta

Djamarah. 2011. Psikolagi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Evertson, Carolyn M. & Emmer, Edmund T. 2011. Manajemen Kelas Untuk Guru Sekolah
Dasar. Jakarta: Kencana

Fathurrohman, Muhammad. 2015. Model-Model Pembelajaran Inovatif (Alternatif Desain


Pembelajaran Yang Menyenangkan). Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Hall, Gene. E. Quinn, Linda. F. & Gollnick, Donna. M. 2008. Mengajar Dengan Senang
(Menciptakan Perbedaan Dalam Pembelajaran Siswa). Indonesia: Indeks.

Hamalik, Oemar. 2009. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Hamalik,Oemar. 2010. Proses Belajar Mengajar. Bandung:Bumi Aksara

Hamdani. 2011. Dasar-Dasar Kependidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.

Harbonneu, M.P.and Reider, B,E. 1995 The Integrated Elementary Clasroom : A


Developmental model Of Education for the 21 st Century, Boston: Allyn and Bacon.

http://uptdpendidikan3.blogspot.com/2010/01/karakteristik-perkembangan-anak-usia.html

https://murniramli.wordpress.com/2008/06/23/pendidikan-dasar-dan-pendidikan-menengah.
(diakses tanggal 04 agustus 2016).

Irianto, Agus. 2011. Pendidikan Sebagai Investasi Dalam Pembangunan Suatu Bangsa. Jakarta:
Kencana.

89
Isojoni.2011.Cooperative Learning .Bandung: Alfabeta.

Majid, Abdul & Rochman, Chaerul. 2014. Pendekatan Ilmiah Dalam Implementasi Kurikulum
2013.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Purwanto, Ngalim. 2007. Ilmu Pendidikan Teoretis Dan Praktis. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Rusman.2012.Model- model Pembelajaran.jakarta: Grafindo Persada.

S,Suparman. 2010. Gaya Mengajar Yang Menyenangkan Siswa. Yogyakarta: Pinus Book
Publisher.

Sagala, Syaiful. 2009. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV Alfabeta.

Sagala,Syaiful.2009. Konsep dan makna pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sani, Ridwan Abdullah. 2014. Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi Kurikulum 2013.
Jakarta: Bumi Aksara.

Sanjaya, Wina..2008.Kurikulum dan pembelajaran.Bandung : Kencana.

Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sardiman.2011.Interaksi dan motivasi Belajar Mengajar.Jakarta Rajawali Press

Siregar, Eveline. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran.Bogor: Ghalia Indonesia.

Slameto. 2010. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Jakarta:Rineka Cipta

Slameto. 2010.Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta Rineka Cipta.

Sumantri, Mohammad S. 2015. Strategi Pembelajaran Teori dan Praktik Di tingkat Pendidikan
Dasar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sunarto. 2006. Mengenal Pendidikan Sekolah Dasar Teori dan Praktek. Departemen
Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi Direktorat Ketenagaan.

Suprijono, Agus. 2014. Cooperative learning Teori dan Aplikasi Pakem. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Suryono dan Haryanto.2011. Desain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta:Kencana

90
Susanto, Ahmad. 2015. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:Prenamedia
group.

Tilaar, H.A.R. 2004. Manajemen Pendidikan Nasional (Kajian Pendidikan Masa Depan).
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Tim Pustaka Yudistira. 2008. Panduan Lengkap KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan). Jakarta: PT Buku Kita.

Uno,Hamzah.2011.Teori Moivasi dan Pengukurannya. Jakarta:Bumi Aksara

Usman, Uzer. 2010. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Yamin,Martinis. 2010. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta:Gaung Persada Press.

91
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
KONTRAK DAN SAP

DENGAN SISTEM PENILAIAN OTENTIK


DILENGKAPI DENGAN FORMAT DAN RUBLIK PENILAIAN

Nama Matakuliah : Konsep Dasar Pendidikan SD

Semester/TA : Ganjil (1)/ 2019– 2020


SKS/Status Matakuliah : 2 SKS / Wajib
Dosen Pengampu : Dr. Naeklan Simbolon,M.Pd
Dra. Eva Betty Simanjuntak, M.Pd
Drs. Robenhart Tamba, M.Pd

Program Studi : PGSD,BK,PLS, PAUD

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019

92
A

93
A. Identifikasi Mata Kuliah
Nama/Kode Matakuliah : Konsep Dasar Pendidikan SD
Jumlah SKS : 2 SKS
Semester/TA : Ganjil (1) / TA. 2018-2019
Status Mata Kuliah : Wajib
Program Studi : PGSD,BK,PLS,PAUD
Hari Perkuliahan / Jam : ,
Tempat Perkuliahan :
Dosen Pengampu : Dr Naeklan Simbolon, M.Pd
Dra. Eva Betty Simanjuntak, M.Pd
Drs. Robenhart Tamba, M.Pd

Alamat : Jln Bahagia By Pass No 1 Medan


Telp./Hp. : 081376719245
Email : naeklan. Simbolon @yahoo.com

B. Pernyataan Kesepakatan
Pada hari ini, ........... tanggal ...... bulan Agustus tahun 2018, mahasiswa Prodi
PGSD,BK,PLS,PAUD Unimed menyatakan memenuhi seluruh kesepakatan dengan Tim
Dosen pengampu dalam pelaksanaan perkuliahan tersebut di atas.

C. Hak dan Kewajiban


Hak Dosen Hak Mahasiswa
Mendapat pengakuan dari jurusan atas Mengontak mata kuliah sesuai dengan
kegiatan pembelajaran yang dilakukan yang direncanakannya
Memberikan skor penilaian berdasarkan Mendapat nilai yang diberikan/diukur
kemampuan mahasiswa oleh dosen
Mengelola kegiatan pembelajaran untuk Mengikuti perkuliahan sesuai dengan
mencapai tujuan yg optimal yang direncanakan oleh dosen
Mengeluarkan mahasiswa apabila tidak Meminta perkuliahan diganti, apabila
mematuhi kontrak yang disepakati dosen tidak datang tanpa alasan
Memberikan tugas kepada mahasiswa Meminta penjelasan atas tugas yang
untuk membantu memahami materi diberikan oleh dosen

Kewajiban Dosen Kewajiban Mahasiswa


Menyampaikan/mengelola pembelajaran Hadir dalam setiap kegiatan perkuliahan
sesuai dengan jadwal yg disepakati sesuai kesepakatan
Membimbing mahasiswa untuk Berusaha untuk mememahami materi
memahami materi yang disajikan yang disampaikan/diberikan
Memberikan nilai sesuai dengan Menyerahkan tugas untuk dinilai dosen
kemampuan mahasiswa yang bersangkutan

94
D. Perjanjian dan komitmen
1. Mahasiswa harus masuk ke dalam kelas sebelum perkuliahan di mulai
2. Mahasiswa boleh masuk ke dalam untuk kelas mengikuti perkuliahan,
maksimum terlambat selama 15 menit setelah dosen memberikan kuliah.
3. Apabila dosen tidak hadir, setelah 15 menit dari jadwal, mahasiswa
menghubungi dosen tersebut via telp/hp untuk kepastian perkuliahan.
4. Mahasiswa minimal hadir 75% dari jumlah perkuliahan yang direncanakan
untuk dapat mengikuti ujian final.
5. Apabila mahasiswa tidak hadir, harus ada pemberitahuan kepada dosen melalui
surat tertulis.
6. Mahasiswa dilarang merokok sewaktu perkuliahan (dalam kelas)
7. Mahasiswa dan dosen memakai pakaian yang rapi dan sopan (tidak memakai
jean) sewaktu pelaksanaan perkuliahan.
8. Sewaktu mulai perkuliahan, mahasiswa telah menyiapkan perangkat/sarana
yang dibutuhkan untuk kelancaran perkuliahan, seperti papan tulis sudah
dalam keadaan bersih, proyektor, dll.
9. Setelah selesai perkuliahan, mahasiswa menyelesaiakan/merapikan semua
peragkat/sarana kuliah yang dipakai, misal: memulangkan infokus, merapikan
kursi perkuliahan,dll.
10. Mahasiswa harus memiliki komitmen untuk mengikuti perkuliahan dengan
baik dan melaksanakan semua tugas yang disepakati secara optimal.
11. Mahasiswa harus mengerjakan semua tugas yang sudah disepakati secara
optimal.
12. Mahasiswa harus menyerahkan tugas sesuai dengan kesepakatan bersama.
13. Penilaian dilaksanakan atas dasar tugas, partisipasi, dan tes yang dilakukan
selama proses belajar.
14. Masih dimungkinkan dalam perkuliahan timbul perjanjian/komitmen baru,
untuk mendukung keberhasilan pelaksanakan perkuliahan.

E. Ikatan batin antara dosen dan mahasiswa

1. Dosen dan mahasiswa secara bersama-sama bertanggungjawab untuk


terjalinnya kegiatan pembelajaran yang baik
2. Dosen dan mahasiswa memiliki komitmen yang sama untuk optimalnya
pencapaian kompetensi mahasiswa sesuai dengan yang digariskan.
3. Apabila terjadi kekurangpahaman dalam kegiatan pembelajaran, mahasiswa
secara terbuka mau bertanya kepada dosen untuk meminta penjelasan.
4. Tidak tertutup kemungkinan komunikasi terjalin antara dosen dan mahasiswa
di luar waktu perkuliahan, untuk membicarakan yang berhubungan dengan
materi kuliah.

95
5. Tidak terjadi jarak secara batin antara dosen dan mahasiswa dalam kegiatan
perkuliahan.
6. Terbuka beberapa ikatan lainnya, agar isi kontrak kuliah dapat berjalan dengan
baik.

Demikian Kontrak Kuliah ini kami buat bersama tanpa ada paksaan oleh pihak manapun.
Kontrak kuliah ini akan dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan perkuliahan dan
bilamana ada hal-hal yang belum termuat dalam kontrak ini tetapi dianggap perlu, maka dapat
dilaksanakan atas kesepakatan bersama.

Pihak yang bersepakat:

Dosen pengampu, Perwakilan mahasiswa,

Dr. Naeklan Simbolon. M.Pd ( )

Mengetahui:
Ketua Prodi Pendidikan Dasar

Dr. Irsan, M.Pd, M.Si

96
B

97
SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

A. Identifikasi Mata Kuliah

Nama/Kode Matakuliah : Keterampilan Dasar Pendidikan SD


Jumlah SKS :2 SKS
Semester/TA : Ganjil (1) / TA. 2016-2017
Status Mata Kuliah : Wajib
Program Studi : PGSD,BK,PLS,PAUD
Dosen Pengampu : Dr. Naeklan Simbolon, M.Pd
Dra. Eva Betty Simanjuntak, M.Pd
Drs. Robenhart Tamba, M.Pd

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa memiliki kemampuan dalam menjabarkan konsep,teori dan aplikasi
keterampilan dasar pendidikan SD

C.Indikator Capaian Pembelajaran :

1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep pendidikan dasar


2. Mahasiswa mampu menjelaskan dasar- dasar pendidikan
3. Mahasiswa mampu menjelaskan karakteristik pendidikan
dasar
4. Mahasiswa mampu menjelaskan Hakikat keterampilan
5. Mahasiswa mampu menjelaskan fungsi keterampilan untuk
siswa SD
6. Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip keterampilan
belajar SD
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan keterampilan belajar
8) Mahasiswa mampu menjelaskan kharakteristik siswa yang
memilikiketerampilan belajar
9)Mahasiswa mampu menjelaskan jenis- jenis keterampilan belajar
10) Mahasiswa mampu menjelaskan delapan keterampilan mengajar
11) Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian proses pembelajaran
12) Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan anak SD
13) Mahasiswa mampu menjelaskan Cara belajar anak SD
14) Mahasiswa mampu menjelaskan kharakteristik pembelajaran anak

98
D Bahan Kajian
Bahan kajian dan materi yang disajikan dalam matakuliah keterampilan dasar
pendidikan SD didasarkan atas aktivitas yang dilakukan pada pembelajaran. Secara
umum bahan kajian matakuliah ini mencakup:

- konsep pendidikan dasar


2)dasar- dasar pendidikan
- khrakteristik pendidikan dasar
- Hakikat keterampilan
- fungsi keterampilan untuk siswa SD
- prinsip keterampilan belajar SD
- tujuan keterampilan belajar
- kharakteristik siswa yang memiliki keterampilan belajar
- jenis- jenis keterampilan belajar
- delapan keterampilan mengajar
- pengertian proses pembelajaran
- perkembangan anak SD
- Cara belajar anak SD
14) kharakteristik pembelajaran anak

99
Konsep Pendidikan Karakteristik Cara Belajar anak SD
Dasar Pembelajaran Anak

Dasar – Dasar Pendidikan


Perkembangan Anak
SD

Karakteristik Pendidikan
Dasar Pengertian Proses
Pembelajaran
Keterampilan Dasar
Pendidikan SD
Hakikat Keterampilan

8 Keterampilan Mengajar

Fungsi Keterampilan
Untuk Siswa SD
Jenis-Jenis Keterampilan
Belajar

Prinsip Keterampilan
Belajar SD

Karakteristik Siswa yang


Memiliki Keterampilan Belajar
Tujuan Keterampilan Belajar

100
Bentuk Pembelajaran;
Metode Pembelajaran;
Penilaian
Sub- C PMK (sebagai Penugasan; (Estimasi Bobot
Mgu Waktu) Materi Pembelajaran
kemampuan Akhir yang di Penilaian
ke Tatap Daring (Pustaka
harapkan %
Indikator Kriteria & Bentuk Muka/
Penilaian Luring

1 2 3 4 5

Mahasiswa mampu  Kesesuaian pendapat Kriteria ketepatan dan Kuliah & Akses kontrak perkuliahan dan 5
memahami kontrak tentang Kontrak penguasaan bentuk non- Diskusi kontrak SAP
perkuliahan dan capaian perkuliahan test: TM: 1x (2 X kuliah
perkuliahan perkembangan  Ketepatan mendaptkan 50) melalui  Aturan
peserta didik dengan sangat penjelasan Sistem
Tampil secara personal  Tugas
baik perkuliahan
Pengenalan Diri Google  Penilaian
Classroom  Hak
 Kewajiban

2 Mahasiswa mampu mampu menjelaskan Kriteria ketepatan, Kuliah & Pengumpu konsep pendidikan
menjelaskan konsep konsep pendidikan dasar, kesesuaian dan Diskusi lan tugas dasar, dan menjelaskan
pendidikan dasar, dan dan menjelaskan dasar- sistematika TM: 1x (2 X melalui dasar- dasar pendidikan
menjelaskan dasar- dasar dasar pendidikan 50) Google
 Presentasi makalah
penidikan Classroom
 Presentasi Tugas
(Tugas Rutin)

101
3 Mahasiswa mampu mampu menjelaskan Kriteria ketepatan, Kuliah & Pengumpu menjelaskan
menjelaskan khrakteristik khrakteristik pendidikan kesesuaian dan Diskusi lan tugas khrakteristik pendidikan
pendidikan dasar dasar sistematika TM: 1x (2 X melalui dasar
50) Google
 Presentasi makalah
Classroom
Presentasi Tugas
(Tugas Rutin)

4 Mahasiswa mampu mampu menjelaskan Kriteria ketepatan, Kuliah & Pengumpu fungsi keterampilan
menjelaskan fungsi fungsi keterampilan untuk kesesuaian dan Diskusi lan tugas untuk siswa SD
keterampilan untuk siswa siswa SD sistematika TM: 1x (2 X melalui
SD 50) Google
 Presentasi makalah
Classroom
Presentasi Tugas
(Tugas Rutin)

5,6 Mahasiswa mampu mampu menjelaskan Kriteria ketepatan, Kuliah & Pengumpu Hakikat
menjelaskan Hakikat Hakikat kesesuaian dan Diskusi lan tugas keterampilan,Mahasisw
keterampilan,Mahasiswa keterampilan,Mahasiswa sistematika TM: 1x (2 X melalui a mampu menjelaskan
mampu menjelaskan fungsi mampu menjelaskan 50) Google fungsi keterampilan
 Presentasi makalah
keterampilan untuk siswa fungsi keterampilan untuk Classroom untuk siswa SD
SD siswa SD Presentasi Tugas
(Tugas Rutin)

7 Hakikat mampu menjelaskan Kriteria ketepatan, Kuliah & Pengumpu fungsi keterampilan
keterampilan,Mahasiswa fungsi keterampilan kesesuaian dan Diskusi lan tugas belajar SD
mampu menjelaskan fungsi belajar SD sistematika TM: 1x (2 X melalui
50) Google
 Presentasi makalah
Classroom

102
keterampilan untuk siswa Presentasi Tugas
SD (Tugas Rutin)

8 Evaluasi Tengah Semester : Melakukan Validasi Hasil Penilaian, Evaluasi Dan Perbaikan Proses Pembelajaran Berikutnya

9 Mahasiswa mampu mampu menjelaskan Kriteria ketepatan, Kuliah & Pengumpu Mahasiswa mampu
menjelaskan tujuan tujuan keterampilan kesesuaian dan Diskusi lan tugas menjelaskan tujuan
keterampilan belajar. belajar sistematika TM: 1x (2 X melalui ketrmpilan belajara
50) Google
 Presentasi makalah
Classroom
Presentasi Tugas
(Tugas Rutin)

10 Mahasiswa mampu Mahasiswa mampu Kriteria ketepatan, Kuliah & Pengumpu Karakteristik siswa
menjelaskan karakteristik menjelaskan karakteristik kesesuaian dan Diskusi lan tugas yang memiliki
siswa yang memiliki siswa yang memiliki sistematika TM: 1x (2 X melalui ketrampilan belajar
ketrampilan belajar ketrampilan belajar 50) Google
 Presentasi makalah
Classroom
Presentasi Tugas
(Tugas Rutin)

11 Mahasiswa mampu mampu menjelaskan Kriteria ketepatan, Kuliah & Pengumpu Jenis- jenis
menjelaskan jenis- jenis jenis- jenis keterampilan kesesuaian dan Diskusi lan tugas keterampilan belajar
keterampilan belajar belajar sistematika TM: 1x (2 X melalui
50) Google
 Presentasi makalah
Classroom
Presentasi Tugas
(Tugas Rutin)

103
12 Mahasiswa mampu mampu menjelaskan Kriteria ketepatan, Kuliah & Pengumpu proses pembelajaran
menjelaskan pengertian pengertian proses kesesuaian dan Diskusi lan tugas
proses pembelajaran pembelajaran sistematika TM: 1x (2 X melalui
50) Google
 Presentasi makalah
Classroom
Presentasi Tugas
(Tugas Rutin)

13 Mahasiswa mampu mampu menjelaskan Kriteria ketepatan, Kuliah & Pengumpu perkembangan anak SD
menjelaskan perkembangan perkembangan anak SD kesesuaian dan Diskusi lan tugas
anak SD sistematika TM: 1x (2 X melalui
50) Google
 Presentasi makalah
Classroom
Presentasi Tugas
(Tugas Rutin)

14 Mahasiswa mampu mampu menjelaskan Kriteria ketepatan, Kuliah & Pengumpu Cara belajar anak SD
menjelaskan Cara belajar Cara belajar anak SD kesesuaian dan Diskusi lan tugas
anak SD sistematika TM: 1x (2 X melalui
50) Google
 Presentasi makalah
Classroom
Presentasi Tugas
(Tugas Rutin)

15 Review Mahasiswa dan dosen melakuakan review materi dan proses perkuliahan yang sudah dilaksanakan selama satu
semester

16 Evaluasi Akhir Semester

104
E. Model/Pendekatan/Metode Pembelajaran

Adapun metode pembelajaranyang digunakan dalam perkuliahan ini mengacu


pada prinsip Learning By Doing yaitu belajar melalui perlakuan/perbuatan atau latihan
secara langsung dengan objek yang dipelajari. Dalam pembelajaran diterapkan
beberapa kombinasi metode pembelajaran seperti Latihan; Metode Toturial dan
Bimbingan ; Metode Pengamatan (Observasi); atau Metode Tanya Jawab dan Diskusi
Kelompok. Metode dalam setiap kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan materi
yang dikaji. Adapun skenario setiap kegiatan pembelajaran akan disesuaikan dengan
metode yang digunakan.

Mata kuliah ini diberi bobot sks sebesar 2 sks. Waktu yang dibutuhkan dalam
pembelajaran direncanakan sebanyak 16 kali pertemuan, dan setiap pertemuan
dilakukan Tatap Muka selama 2 x 50 Menit. Untuk Tatap Muka dilakukan pada setiap
hari sesuai jadwal. Lebih lanjut untuk mengerjakan tugas Terstruktur dan tugas Mandiri
dibutuhkan waktu selama 4 x 120 Menit per minggu yang dilaksanakan selama 16
minggu (pertemuan)

F. Tagihan Pembelajaran
Pada perkuliahan ini mahasiswa melakukan tugas yang berkaitan dengan materi
ajar, yaitu sebagai berikut:
1. Tugas I : Critical book report. Buku .......( buku- buku yang relevan )
2. Tugas II : Pembuatan Makalah tentang keterampilan dasar pendidikan SD (Tugas
I + Tugas II Merupakan Nilai Formatif 1)
3. Tugas III : Membuat project tentang keterampilan dasar pendidikan SD
4. Tugas IV : Melakukan critical jurnal dengan menelusuri jurnal penelitian dibidang
lewat internet (tugas keterampilan dasar pendidikan SD III dan IV merupakan nilai
NF 2)
5. Tugas V. Melakukan mini riset dibidang keterampilan dasar pendidikan SD
6. Tugas VI. Membuat gagasan tentang (Tugas III + Tugas IV keterampilan dasar
pendidikan SD Merupakan Nilai Formatif 3)
7. Tugas I dan Tugas III : Dikerjakan Secara Individual. Tugas II dan Tugas IV :
/Dikerjakan Secara Kelompok (1 Kelompok berjumlah 2 – 3 orang mahasiswa)

G. Bentuk dan Kriteria Penilaian Tugas:


8. Tugas I: (Individual) : . Buku dari ....
Bentuk Tugas : Laporan hasil critical books report (Hardcopy dan softcopy)
Struktur : Terdiri atas 4 bagian/bab, yaitu:
Bab I. Pendahuluan (Latar belakang, Tujuan, Manfaat)

105
Bab II. Isi Buku (Ringkasan Buku Setiap Bab)
Bab III. Pembahasan (Perbedaan: Keunggulan, Kelemahan)
Bab IV. Penutup (Kesimpulan dan Saran)

Keterangan: Tugas I Dikumpul Minggu ke- 8


Tugas II: (Kelompok 2 – 3 orang)

Bentuk Tugas: Pembuatan Makalah tentang keterampilan dasar pendidikan SD (Tugas I


+ Tugas II Merupakan Nilai Formatif 1)
Struktur : I. Latar Belakang Masalah
II. Pembahasan
III. Kesimpulan
Keterangan: Tugas I Dikumpul Minggu 8 sebelum

Tugas III. (Individual)


Bentuk Tugas : IV : Membuat project tentang pembelajaran tematik
.
Struktur : A. Pendahuluan
B. Analisis Jurnal
1. Sajian Materi/Topik 1
2. Komentar (Komparasi atau hubungan dengan buku, bahan bacaan
lain : Minimal ½ halaman diketik dengan 1,5 spasi,denga
ukuran pont 12)
1. Sajian Materi/Topik 2, dst.
2. Komentar Topik 2, dst
C. Kesimpulan Analisis Jurnal
Keterangan: Tugas III dikumpul Minggu ke 16 (Sebelum Final Tes)

Tugas IV. (Kelompok 2 – 3 orang)


1) Bentuk Tugas : Melakukan critical jurnal dengan menelusuri
jurnal penelitian dibidang keterampilan dasar pendidikan SD lewat
internet (tugas III dan IV merupakan nilai NF 2

Struktur :
a. Pendahuluan
a. Tujuan
b. Alat dan bahan yang digunakan
c. Kajian Putaka, Dukungan Data dan Informasi Awal
d. Prosedur/cara kerja (langkah-langkah kegiatan)
e. Hasil kegiatan
106
f. Simpulan dan rekomendasi
g. Daftar Pustaka
h. Lampiran

Keterangan: Tugas IV dikumpul Minggu ke 16 (Sebelum Final Tes)

H. Kriteria Penilaian
Penilaian atas tingkat penguasaan dilakukan atas kegiatan-kegiatan yang telah
dilakukan mahasiswa dengan pembobotan sebagaimana tercantum di bawah ini:
1. Tugas I (Critical book report) : 10%
2. Tugas II (tugas rutin) : 15% (1 dan 2 : F1)
3. Kemampuan presentase kelompok : 10%
4. Ujian Mid Tes : 15% (3 dan 4 : F2)
5. Tugas III (Materi Internet) : 10%
6. Tugas IV ( project) : 15% (5 dan 6 : F3)
7. Kehadiran dan aktivitas di kelas : 5%
8. Ujian Final : 20% (7 dan 8 : F4)
Total : 100%

Kemudian nilai yang diperoleh dalam setiap komponen di hitung dengan menggunakan
rumus berikut: NA = (F1 + F2 + F3 + F4) / 4

Catatan:
NA = Nilai Akhir
F1 = Rata-rata Tugas I dan Tugas II
F2 = Ujian Mid/Tengah Semester dan Presentase
F3 = Rata-rata Tugas III dan Tugas IV
F4 = Ujian Final Semester dan Keaktifan
Nilai Akhir (NA) dikategorikan atas:
A = skor 90 sampai 100
B = skor 80 sampai 89
C = skor 70 sampai 79
E = skor dibawah 70

Referensi Keterampilan

1. Hamdani, 2011.Dasar-dasar Kependidikan.Bandung:CV Pustaka.


2. Hamalik,Oemar.2009.dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum.bandung:PT
Remaja Resdakarya.
3. Irianto,Agus.2011.Pendidikan Sebagai Investasi dalam pemabangunan suatu
bangsa. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
4. Sani,Ridwan Abdullah.2013.Inovasi Pembelajaran.Jakarta:PT Bumi Aksara.

107
5. Aqib(Zainal.2010.Prefesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya:Imam
Cendekia.
6. Sumantri,Muhammad Syarif.2015.Strategi Pembelajaran Teori dan Praktik di
Tingkat SD.Jakarta:PT Raya Grafindo Persada.
7. Arbi,Sutan 2 dan Syahrun,Syahniar.1991.Dasar-Dasar
Kependidikan.Jakarta:Departement KEMENDIKBUD.
8. Darmadi,Hamid.2012.Kemampuan Dasar Mengajar.Bandung:Alpabeta.
9. Fatturahman,Muhammad.2015.Model-Model Pembelajaran
Inovatif.Jokjakarta.Ar-Ruzzmedia.
10. Majid, Abdul dan Rochman,Chaerul.2014.Pendekatan Ilmiah Dalam
Implementasi Kurikulum 2013.Bandung:RemajaRosdakarya.
11. Tilaar,H.A.R.2004.Manajemen Pendidikan Nasional.Bandung:Remaja
Rosdakarya.
12. Suparman.2010.Gaya Mengajar yang Menyenangkan.Jokjakarta:Pinus Book
Publisher.
13. Usman,Moh.Uzer.2010.Menjadi Guru Profesional.Bandung:PT Remaja
Rosdakarya.
14. Evertson,carolyn M dan Emmer,Edmund T.2011.Manajemen Kelas untuk
Guru Sekolah Dasar.Jakarta:Kencana Persada.
15. Parkay,Forrest W.dan Stanford,Baverly Hardcastle.2008.Menjadi Seorang
Guru.Jakarta:PT Indeks.
16. Santrock,Jhon W.2007. Perkembangan Anak.Jakarta.Erlanngga.
17. Hall, Gene E. Qumn,Linda F.dan Gollinck,Donna M.2008.Mengajar dengan
Senang.Jakarta:PT Indeks.
18. Tim Pustaka Yudhistira.2008.Panduan Lengkap.KTSP.Yokyakarta:Pustaka
Yudhistira.

- Lampiran-lampiran Pedoman-pedoman Tagihan

a. Proyek

Sistematika Laporan Hasil


a. Sampul Berisi Topik Proyek
b. Pendahuluan
c. Tujuan
d. Alat dan bahan yang digunakan
e. Kajian Putaka, Dukungan Data dan Informasi Awal
f. Prosedur/cara kerja (langkah-langkah kegiatan)
g. Hasil kegiatan
h. Simpulan dan rekomendasi
i. Daftar Pustaka
j. Lampiran

108
Rubrik penilaian hasil proyek
Penilaian perencanaan proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang
harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi
sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian
data.

1)Penilaian Rencana dan Pelaksanaan Proyek

Topik/Judul Proyek :
Nama peserta :
NIM :
Penilaian
Tahap Deskripsi/Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5
Perencanaan/Persiapan
Usulan Proyek Memuat:
Rumusan topik proyek
Rumusan tujuan yang akan dicapai
Rencana penggunaan bahan/alat
Rencana langkah-langkah kerja
Rencana jadwal dan waktu pelaksanaan,
Perkiraan data yang akan diperoleh
Tempat pelaksanaan proyek
Daftar pertanyaan yang akan dijawab sesuai dengan tujuan.
Rencana target capaian yang akan dihasilkan
Pelaksanaan/Monitoring
Pengumpulan a. Data/informasi tercatat dengan rapi,
data/informasi
jelas dan lengkap.
b. Ketepatan menggunakan alat/bahan
Pengolahan a. Ada pengklasifikasian data
data/Pelaksanaa
b. penafsiran data sesuai dengan tujuan pelaksanaan
n pekerjaan
pekerjaan.
c. Ada uraian tentang pelaksanaan
pekerjaan.
Penyajian data/ Merumuskan judul
laporan
Merumuskan tujuan
Menuliskan alat dan bahan yang digunakan
Menguraikan prosedur /cara kerja (langkah-langkah kegiatan)
Penulisan laporan sistematis
Menggunakan bahasa yang komunikatif.
Penyajian data lengkap

109
Memuat simpulan dan saran.
Total Skor

Keterangan : Nilai (1) tingkat kesesuaian (0 – 20%)


(2) tingkat kesesuaian (21 – 40%);
(3) tingkat kesesuaian (41 – 60%);
(4) tingkat kesesuaian (61 – 80%);
(5) tingkat kesesuaian (81 – 100%)
2)Penilaian Hasil dan Produk
Topik/Judul Karya :
Nama peserta/KLP :
NIM :

Penilaian
No Aspek Yang Dinilai Kriteria / Indikator
1 2 3 4 5
1 Hasil Produk  Hasil produk merupakan karya asli yang
kualitas teknis maupun diperoleh mahasiswa.
estetika hasil karya/  Hasil produk memiliki kualitas yang baik
kerja (Berhasil baik dan beroperasi)
 Hasil produk memiliki estetika dan fungsi
yang sesuai dengan rancangan
 Hasil karya (produk) rapi
2 Waktu Waktu pelaksanaan hasil karya dan pengujian
Penggunaan untuk sesuai dengan yang direncanakan
menghasilkan produk
3 Laporan Pelaksanaan 1. Latar belakang penemuan ide/gagasan
a. Tahap Perencanaan
2. Perencanaan langkah kerja
3. Perencanaan penggunaan alat dan bahan
untuk menghasilkan produk
4. Pengembangan langkah kerja atau suatu
ide/inovasi lain yang berbeda untuk
menghasilkan produk.
b. Tahap konstruksi  Ketepatan dalam memilih dan
menggunakan bahan
 Ketepatan dalam memilih dan
menggunakan peralatan
 Ketepatan untuk mengembangkan cara
kerja
 Ketepatan penggunaan data hasil evaluasi
karya (produk) mahasiswa
c. Tahap akhir  Simpulan dan rekomendasi penggunaan
produk yang dihasilkan
 Kesesuaian Spresifikasi produk yang
dihasilkan berdasarkan fungsi dan estetika.
Keterangan : Nilai (1) tingkat kesesuaian (0 – 20%)
(2) tingkat kesesuaian (21 – 40%);
(3) tingkat kesesuaian (41 – 60%);

110
(4) tingkat kesesuaian (61 – 80%);
(5) tingkat kesesuaian (81 – 100%)

2.Critical book report

Identitas
Nama Mahasiswa : …………………………………………………………..
NIM/Prodi : ………………………….. / Dikdas
Judul Buku : ……………………………………………………………
Nama Pengarang : ……………………………………………………………
Penerbit/Thn Terbit/Jlh hlm : ……………… / ………… / …………….

Aspek Penilaian

No Aspek Yang Dinilai Bobot Perolehan Ket.


Nilai

I Tampilan Laporan 30

1. Kesesuaian Sistematika laporan 10

2. Tampilan (kemenarikan) laporan 10

3. Logika susunan isi laporan 10

Sub Total

II Isi Laporan (Critikal Book Report) 70

1. Pendahuluan (Latar belakang, Tujuan, Manfaat) 10

2. Isi Buku (Ringkasan Buku Setiap Bab) 20

3. Pembahasan (Perbedaan: Keunggulan, Kelemahan) 30

4. Penutup (Kesimpulan dan Saran) 10

Sub Total

Total 100

111
Medan, …………… 201..
Penilai/Dosen,

(………………………….. .)

Dalam mengisi Format Penilaian Tugas Critical Book Report, dapat dipedomani rubrik
berikut:

I. Tampilan Laporan
1. Kesesuaian Sistematika Laporan.
No Deskriptor Skor Nilai

1 Sistematika laporan sesuai dengan yang ditetapkan 9 – 10

2 Sistematika laporan kurang sesuai dengan yang ditetapkan 7–8

3 Sistematika laporan tidak sesuai dengan yang ditetapkan 5-6

2. Tampilan (Kemenarikan) Laporan


No Deskriptor Skor Nilai

1 Tampilan (sampul, tulisan, bentuk laporan) sangat menarik 9 – 10

2 Tampilan (sampul, tulisan, bentuk laporan) menarik 7–8

3 Tampilan (sampul, tulisan, bentuk laporan) kurang menarik 5-6

3. Logika Susunan Isi Laporan


No Deskriptor Skor Nilai

1 Penyajian laporan sangat logis (sangat runtut, sangat 9 – 10


konsisten)

2 Penyajian laporan logis (runtut, konsisten) 7–8

3 Penyajian laporan kurang logis (kurang runtut, kurang 5-6


konsisten)

112
II. Isi Laporan (Critikal Book Report)
1. Pendahuluan
No Deskriptor Skor Nilai

1 Isi pendahuluan sangat sesuai dan sangat rinci (LB, Tj, Mf) 9 – 10

2 Isi pendahuluan sesuai dan rinci (LB, Tj, Mf) 7–8

3 Isi pendahuluan kurang sesuai dan kurang rinci (LB, Tj, Mf) 5-6

2. Isi Buku
No Deskriptor Skor Nilai

1 Isi laporan memuat semua isi buku yang dikritik 18 – 20

2 Isi laporan kurang memuat semua isi buku yang dikritik 15 – 17

3 Isi laporan tidak memuat semua isi buku yang dikritik 12 -14

3. Pembahasan
No Deskriptor Skor Nilai

1 Pembahasan sangat lengkap dan sangat kritis 27 – 30

2 Pembahasan lengkap dan kritis 23 – 26

3 Pembahasan kurang lengkap dan kritis 19 - 22

4. Penutup
No Deskriptor Skor Nilai

1 Penutup sangat lengkap dan sangat konsisten 9 – 10

2 Penutup lengkap dan konsisten 7–8

3 Penutup kurang lengkap dan kurang konsisten 5-6

3. Mini riset
Sistematika penulisan mini proposal adalah :
 Bagian muka
1. Sampul muka
2. Daftar isi
3. Ringkasan (maksimal 1 halaman)
4. Bagian utama
a. Bab 1 : Pendahuluan
1. Latar belakang masalah

113
2. Tujuan dan manfaat
b. Bab 2 : kerangka pemikiran / gambaran umum
c. Bab 3 : Metode pelaksanaan
d. Bab 4 : Pembahasan
e. Bab 5 : Kesimpulan dan Saran
5. Bagian akhir
a) Daftar pustaka
b) Lampiran biodata

RUBRIK PENILAIAN HASIL MINI RISET


1. Tabel Penilaian
Nilai

Baik Sekali
Sedang
Kurang

Cukup
No Aspek Penilaian

Baik
1 Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Tujuan dan Manfaat
2 Kerangka Pemikiran / Gambaran Umum
Uraian Permasalahan
Subjek Penelitian
Assesment Data
3 Metode Pelaksanaan
Metode Penelitian
Langkah Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
4 Pembahasan
Analisa Pembahasan / Penyelesaian Masalah
Kekuatan Penelitian
Kelemahan penelitian
5 Kesimpulan dan Penutup
Kesimpulan
Saran
Referensi
Total Skor
Nilai Akhir

114
2. Panduan Penilaian
Skoring nilai yang diberikan memiliki bobot yang berbeda antara nilai yang satu dengan
yang lainnya. Berikut tabel scoring penilaian yang diberikan:

Tabel Skoring Penilaian


Nilai Skor

Kurang 1

Cukup 2

Lumayan 3

Baik 4

Baik Sekali 5

Pemberian nilai akhir berdasarkan total skor yang di peroleh, dengan ketentuan:

Tabel Nilai Akhir


Skor Nilai Akhir

14 – 35 E

35 – 50 C

51 – 60 B

61 – 70 A

4.Rekayasa Ide
1. Bagian Muka
a. Sampul Muka
b. Daftar Isi
c. Ringkasan (maksimal 1 halaman)
2. Bagian Utama

115
a. Bab 1 : Pendahuluan
i. Latar Belakang Masalah
ii. Tujuan dan Manfaat
b. Bab 2 : Kerangka Pemikiran / Gambaran Umum
c. Bab 3 : Metode Pelaksanaan
d. Bab 4 : Pembahasan
e. Bab 5 : Kesimpulan dan Saran
3. Bagian Akhir
a. Daftar Pustaka
b. Lampiran Biodata

RUBRIK PENILAIAN HASIL REKAYASA IDE

A. Tabel Penilaian Proposal Rekayasa Ide

Nilai
Kurang

Sedang
Cukup

Sekali
No Aspek Penilaian

Baik

Baik
1 Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Tujuan dan Manfaat
2 Kerangka Pemikiran / Gambaran Umum
Uraian Permasalahan
Subjek Penelitian
Assesment Data
3 Metode Pelaksanaan
Metode Penelitian
Langkah Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
4 Pembahasan
Analisis Pembahasan / Penyelesaian
Masalah
Kekuatan Penelitian
Kelemahan penelitian
5 Kesimpulan dan Penutup
Kesimpulan

116
Saran
Referensi
Total Skor
Nilai Akhir

Penilaian yang diberikan memiliki bobot yang berbeda antara nilai yang satu dengan yang
lainnya. Berikut tabel penilaian yang diberikan:

Nilai Skor
Kurang 1
Cukup 2
Lumayan 3
Baik 4
Baik Sekali 5

Pemberian nilai akhir berdasarkan total skor yang di peroleh, dengan ketentuan:
Skor Nilai Akhir
14 – 35 E
35 – 50 C
51 – 60 B
61 – 70 A

B. Penilaian Presentasi Lisan

Aspek
Baik Sekali Baik Lumayan Cukup Kurang Skor
Penilaian
Organisasi Presentasi Presentasi Presentasi Cukup fokus, Tidak ada
terorganisasi terorganisasi mempunyai fokus namun bukti organisasi yang
dengan dengan baik dan dan menyajikan kurang jelas. Fakta tidak
menyajikan fakta menyajikan fakta beberapa bukti mencukupi digunakan untuk
yang didukung yang meyakinkan yang mendukung untuk mendukung
oleh contoh yang untuk mendukung kesimpulan- digunakan pernyataan.
telah dianalisis kesimpulan- kesimpulan. dalam menarik (0-1)
sesuai konsep kesimpulan. (4-5) kesimpulan
(9-10) (6-8) (3-2)
Isi Isi mampu Isi akurat dan Isi secara umum Isinya kurang Isinya tidak
menggugah lengkap. Para akurat, tetapi tidak akurat, karena akurat atau
pendengar untuk pendengar lengkap. Para tidak ada data terlalu umum.
mengambangkan menambah pendengar bisa faktual, tidak Pendengar tidak
pikiran wawasan baru mempelajari menambah belajar apapun
(14-15) tentang topik beberapa fakta pemahaman atau kadang
tersebut. yang tersirat, pendengar menyesatkan.
(10-13) tetapi mereka (3-5) (0-3)
tidak menambah
wawasan baru
tentang topik
tersebut.

117
Aspek
Baik Sekali Baik Lumayan Cukup Kurang Skor
Penilaian
(6-9)

Gaya Berbicara dengan Pembicara tenang Secara umum Berpatokan Pembicara cemas
Presentasi semangat, dan menggunakan pembicara tenang, pada catatan, dan tidak
menularkan intonasi yang tetapi dengan nada tidak ada ide nyaman, dan
semangat dan tepat, berbicara yang datar dan yang membaca
antusiasme pada tanpa bergantung cukup sering dikembangkan berbagai catatan
pendengar pada catatan, dan bergantung pada di luar catatan, daripada
(9-10) berinteraksi secara catatan. Kadang- suara monoton berbicara.
intensif dengan kadang kontak (2-3) Pendengar sering
pendengar. mata dengan diabaikan. Tidak
Pembicara selalu pendengar terjadi kontak
kontak mata diabaikan. mata karena
dengan pendengar. (4-6) pembicara lebih
(7-8) banyak melihat
ke papan tulis
atau layar.
(0-1)
Skor Total

Pemberian nilai akhir berdasarkan total skor yang di peroleh, dengan ketentuan:

Tabel Nilai Akhir


Skor Nilai Akhir
0–5 E
8 – 20 C
23 – 29 B
32 – 35 A

5. Critical Journal Report


Dalam melakukan review terhadap jurnal, hal-hal yang perlu ditampilkan adalah:
1. Latar Belakang Teori dan Tujuan Penelitian
Mengungkapkan beberapa landasan teori yang digunakan oleh peneliti sebagai acuan dalam
penelitiannya dan tujuan apa yang ingin dicapai.
2. Metode

118
Mengungkapkan metode yang digunakan, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, alat
pengumpul data, dan analisis data yang digunakan.
3. Hasil dan Pembahasan
Dalam pokok bahasan ini mengambil hasil dari penelitian yang telah dilakukan dengan
memberikan deskripsi secara singkat, jelas, dan padat.

REVIEW JURNAL
Judul (Judul lengkap jurnal yan akan di review)

Jurnal (Nama jurnal, contoh : jurnal pelita Unimed)

Download (Link download jurnal)

Volume dan Halaman (Volume dan halaman jurnal yang di review)

Tahun (Tahun jurnal di terbitkan)

Penulis (Penulis jurnal)

Reviewer (Nama reviewer)

Tanggal (Tanggal di review)

Tujuan Penelitian (Hasil Review)

Subjek Penelitian (Hasil Review)

Assesment Data (Hasil Review)

Metode penelitian (Hasil Review)

Langkah Penelitian (Hasil Review)

Hasil Penelitian (Hasil Review)

Kekuatan Penelitian (Hasil Review)

Kelemahan Penelitian (Hasil Review)

119
Kesimpulan (Hasil Review)

RUBRIK PENILAIAN HASIL MINI RISET


1. Tabel Penilaian
Nilai

Baik Sekali
Lumayan
Kurang

Cukup
No Aspek Penilaian

Baik
1 Kelengkapan Jurnal
Judul
Nama Jurnal / Penerbit
Download
Volume dan Halaman
Tahun
Penulis
Reviewer
Tanggal di review
2 Pendahuluan
Tujuan Penelitian
Subjek Penelitian
Assesment Data
3 Metode
Metode penelitian
Langkah Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
4 Hasil dan Pembahasan
Analisa Pembahasan / Penyelesaian Masalah
Kekuatan Penelitian
Kelemahan penelitian
5 Kesimpulan dan Penutup
Kesimpulan
Saran

120
Referensi
Total
Nilai Akhir

2. Panduan Penilaian
Skoring nilai yang diberikan memiliki bobot yang berbeda antara nilai yang satu dengan
yang lainnya. Berikut tabel scoring penilaian yang diberikan:

Tabel Skoring Penilaian


Nilai Skor

Kurang 1

Cukup 2

Lumayan 3

Baik 4

Baik Sekali 5

Pemberian nilai akhir berdasarkan total skor yang di peroleh, dengan ketentuan:

Tabel Nilai Akhir


Skor Nilai Akhir

20 – 59 E

60 – 69 C

121
70 – 89 B

90 – 100 A

RUBRIK PENILAIAN
KEAKTIFAN DAN KEHADIRAN MAHASISWA

Dalam mengisi Format Penilaian Keaktifan dan Kehadiran Mahasiswa, didasarkan atas
kehadiran dan keaktifan mahasiswa dalam perkuliahan. Dalam memberikan skor/ nilai untuk
setiap aspek penilaian, maka dapat dipedomani rubrik berikut:

1. Kehadiran Mahasiswa.
No Deskriptor Skor Nilai

1 Kehadiran 90 – 100 % ( absen : 0 – 1 kali) dari 16 kali pert. 30

2 Kehadiran 80 – 89 % ( absen : 2 – 3 kali) dari 16 kali pert. 25

3 Kehadiran 75 – 79 % ( absen : 4 kali) dari 16 kali pert. 20

2. Keaktifan Mahasiswa.
No Deskriptor Skor Nilai

1 Mahasiswa sangat aktif (bertanya, menjelaskan, dll) dlm 70


perkuliahan

2 Mahasiswa aktif (bertanya, menjelaskan, dll) dlm perkuliahan 60

3 Mahasiswa kurang aktif (bertanya, menjelaskan, dll) dlm 50


perkuliahan

122

Anda mungkin juga menyukai