Puji syukur, kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, nikmat,
dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas rekayasa ide kami
berterimakasih kepada Dosen Pengampu: Anifah s. Sos. M. Pd
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan rekayasa ide ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan masukan atau saran dan kritik
yang membangun untuk memperbaiki dan penyempurnaan selanjutnya. Kami berharap
semoga rekayasa ide ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak dan juga dapat
menambah pengetahuan kita tentang dunia pendidikan terkhusus pada pendidikan
masyarakat.
Kelompok
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas
wilayah. GlobalisasiHADAP pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang
dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada
suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh
dunia (Edison A. Jamli, 2005). Proses globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, yaitu dimensi
ruang dan waktu. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi,
politik, ekonomi, dan terutama pada bidang pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi
adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, teknologi informasi dan
komunikasi berkembang pesat dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke
seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari kehadirannya, terutama dalam
bidang pendidikan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin
kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak
sekolah di indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam
sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan
billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa
Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari
sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka
program kelas internasional. Globalisasi
2.pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang
semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing
di pasar dunia. Apalagi dengan akan diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup
negara-negara ASEAN, mau tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan
lulusan yang siap kerja agar tidak menjadi “budak” di negeri sendiri. Persaingan untuk
menciptakan negara yang kuat terutama di bidang ekonomi, sehingga dapat masuk dalam
jajaran raksasa ekonomi dunia tentu saja sangat membutuhkan kombinasi antara kemampuan
otak yang mumpuni disertai dengan keterampilan daya cipta yang tinggi. Salah satu kuncinya
adalah globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Selain itu hendaknya peningkatan kualitas pendidikan hendaknya selaras dengan kondisi
masyarakat Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih banyak masyarakat
Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, untuk dapat menikmati
pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja memerlukan biaya yang cukup besar.
Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab globalisasi pendidikan belum dirasakan oleh
semua kalangan masyarakat. Sebagai contoh untuk dapat menikmati program kelas
Internasional di perguruan tinggi terkemuka di tanah air diperlukan dana lebih dari 50 juta.
Alhasil hal tersebut hanya dapat dinikmati golongan kelas atas yang mapan. Dengan kata lain
yang maju semakin maju, dan golongan yang terpinggirkan akan semakin terpinggirkan dan
tenggelam dalam arus globalisasi yang semakin kencang yang dapat menyeret mereka dalam
jurang kemiskinan. Masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah mewah
di saat masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar
menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa. Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan
yang berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah tercapai
akan sia-sia jika gejolak sosial dalam masyarakat akibat ketimpangan karena kemiskinan dan
ketidakadilan tidak diredam dari sekarang.
B. Rumusan Masalah
Secara umum, rumusan masalah pada makalah “Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan” ini
dapat dirumuskan seperti pada pertanyaan berikut.
C. Tujuan
1. Karya ilmiah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen dalam mata kuliah.
Selain itu, bagi diri kami pribadi ini juga diharapkan bisa digunakan untuk menambah
pengetahuan yang lebih bagi mahasiswa.
2. Untuk membahas dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan dan menambah ilmu
pengetahuan mengenai globalisasi.
3. Diharapkan masyarakat bisa lebih memahami tentang arti penting globalisasi sehingga
dampak negatif yang berimbas bisa leih diperkecil. Dan juga diharapkan agar realisasi kegiatan
positif terhadap adanya pendidikan semakin lebih baik.
BAB II
PEMBAHASAN
Dampak positif dan negatif dari dari pengaruh globalisasi dalam pendidikan dijelaskan
Levie (1975) dalam Arsyad (2005) yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar
melalui stimulus kata, visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan
hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat
kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dengan konsep.
a. Komersialisasi Pendidikan
Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat
memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang
berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme,
kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan seperti pedafolia, dan
pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti
viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui internet. Contohnya, 6 Oktober 2009 lalu
diberitakan salah seorang siswi SMA di Jawa Timur pergi meninggalkan sekolah demi menemui
seorang lelaki yang dia kenal melalui situs pertemanan “facebook”. Hal ini sangat berbahaya
pada proses belajar mengajar.
c. Ketergantungan
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem
pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20
tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15
yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi,
advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu
pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti
telah gagal melahirkan manusia yang sholeh yang berkepribadian sekaligus mampu menjawab
tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi secara kelembagaan,
sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan
pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui
sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan
ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak
berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting
dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar salah
satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek. Pendidikan
yang sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai sains-teknologi
melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal
membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan ilmu agama. Banyak lulusan pendidikan
umum yang ‘buta agama’ dan rapuh kepribadiannya. Sebaliknya, mereka yang belajar di
lingkungan pendidikan agama memang menguasai ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus,
tetapi buta dari segi sains dan teknologi. Sehingga, sektor-sektor modern diisi orang-orang
awam. Sedang yang mengerti agama membuat dunianya sendiri, karena tidak mampu terjun ke
sektor modern.
Pendidikan bermutu itu mahal, itulah kalimat yang sering terlontar di kalangan masyarakat.
Mereka menganggap begitu mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan yang bermutu.
Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi membuat
masyarakat miskin memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin mahalnya biaya
pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS
(Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai sebagai upaya untuk melakukan
mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan
adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas.
Hasilnya, setelah komite sekolah terbentuk, segala pungutan disodorkan kepada wali murid
sesuai keputusan komite sekolah. Namun dalam penggunaan dana, tidak transparan. Karena
komite sekolah adalah orang-orang dekat kepada sekolah. Kondisi ini akan lebih buruk dengan
adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari
milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat
besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melempar tanggung
jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas.
Mencermati konteks pendidikan dalam praktik seperti itu, tujuan pendidikan menjadi bergeser.
Awalnya, pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan tidak membeda-bedakan
kelas sosial. Pendidikan adalah untuk semua. Namun, pendidikan kemudian menjadi
perdagangan bebas (free trade). Tesis akhirnya, bila sekolah selalu mengadakan drama tahun
ajaran masuk sekolah dengan bentuk pendidikan diskriminatif sedemikian itu, pendidikan justru
tidak bisa mencerdaskan bangsa. Ia diperalat untuk mengeruk habis uang rakyat demi
kepentingan pribadi maupun golongan.
Dari beberapa takaran dan ukuran dunia pendidikan kita belum siap menghadapi globalisasi.
Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja dalam arus global tersebut. Kita
harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa transisi dan memiliki potensi yang sangat
besar untuk memainkan peran dalam globalisasi khususnya pada konteks regional. Inilah salah
satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang kompetitif dan tangguh.
Kedua, dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan tantangan. Namun dari uraian di
atas, kita optimis bahwa masih ada peluang. Ketiga, alternatif yang ditawarkan di sini adalah
penguatan fungsi keluarga dalam pendidikan anak dengan penekanan pada pendidikan
informal sebagai bagian dari pendidikan formal anak di sekolah. Kesadaran yang tumbuh bahwa
keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak akan membuat kita
lebih hati-hati untuk tidak mudah melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada
otoritas dan sektor-sektor lain dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah
dan harus lintas sektoral. Semakin besar kuantitas individu dan keluarga yang menyadari
urgensi peranan keluarga ini, kemudian mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk
membangun sinergi, maka semakin cepat tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah
bangsa kita sehingga mampu bersaing di atas gelombang globalisasi ini. Yang dibutuhkan
Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan
leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi
yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen
semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak
mungkin Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan jaya
sebagai pemenang dalam globalisasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas
wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan,
kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik
kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia
1. Dampak Positif
Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia
pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis
teknologi baru seperti internet dan computer. Perubahan Corak Pendidikan, mulai longgarnya
kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi
global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat
kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan.
2. Dampak Negatif
kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas,
tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat
untuk mencapai itu.
B. Saran
Alhamdulillah karya ilmiah ini telah selesai di susun, semoga menjadi tembahan ilmu khususnya
bagi penulis umumnya bagi rekan – rekan pembaca, selanjutnya tentunya makalah ini masih
banyak kekurangannya oleh karena itu kepada siapa saja yang mau menyempurnakannya
penulis ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Asri B. 2008. Pembelajaran Moral. Jakarta: PT Rineka Cipta. Faizah, F. 2009. Dampak Globalisasi
Terhadap Dunia Pendidikan, (Online),
(http://www.blogger.com/profile/14458280955885383127),
Munir. 2010. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Maqdani, Anggota IKPI.
Suryabrata, S. 2010. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers. Januar, I. 2006. Globalisasi
pendidikan dI indonesia, (Online),
(www.friendster.com/group/tabmain.php?statpos=mygroup&gid=340151),