Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya setiap manusia memerlukan bimbingan agar mendapatkan

pendidikan yang baik. Seperti menurut undang-undang RI no 20 tahun 2003

tentang sistem pendidikan nasional pada pasal I yaitu pendidikan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Hal

ini diperlukan adanya pendidik professional yaitu guru disekolah-sekolah dasar

dan menengah dan dosen di perguruan tinggi.

Diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan juga

calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan dengan pendekatan guru yang

erat kaitannya dengan proses belajar dan mengajar dalam suasana zaman yang

berbeda dan penuh tantangan seperti sekarang ini. Untuk memenuhi kebutuhan

akan spikologi terapan dengan pendekatan baru. Psikologi pendidikan ini disusun

dengan harapan dapat member kontribusi yang berarti dalam memantapkan

kualitas potensi calon guru dan guru professional yang bertugas pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah.

B. Rumusan masalah

Makalah ini berisi tentang pembahasan psikologi pendidikan, arti

pendidikan dan pengajaran, hakikat dan hubungan antara pendidikan dan

pengajaran.

C. Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Pendidikan dan Pengajaran

1. Makna Pendidikan

Akar kata pendidikan adalah “didik” atau “mendidik” yang secara harfiah

artinya memelihara dan memberi latihan.1 Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia,23 pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang

atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan pelatihan (proses; perbuatan; cara mendidik). Senada dengan

definisi ini adalah definisi yang disampaikan oleh Ralph W. Tyler, yang

menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu proses mengubah pola perilaku

manusia. Perilaku di sini dalam pengertian yang luas, yang meliputi pemikiran

dan perasaan. Pendidikan dipandang dengan cara ini adalah ketika sebuah

lembaga pendidikan menghendaki para peserta didik belajar secara mandiri untuk

mengidentifikasi perubahan yang diperlukan dalam pola perilaku para peserta

didik.4

Pengertian yang sedikit berbeda adalah pendapat Umberto Sihombing

yang mendefinisikan pendidikan sebagai proses sosial dalam memanusiakan

manusia melalui pembelajaran yang dilakukan secara sadar, baik secara terencana

maupun tidak. Proses pendidikan bukan hanya apa yang disebut dengan transfer

of knowledge, transfer of value, transfer of skills, namun totalitas kegiatan yang

dapat memanusiakan manusia sehingga menjadi individu yang mampu


1
Muhibbin Syah. Psikologi Belajar (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000), h. 32.
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. II, Cet.
IX, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), h. 232.
3
Tyler, Ralph W, Basic Principles Of Curriculum And Instruction, (London; The
University of Chicago Press, 1973), h. 6.
4
Sihombing, Umbreto. Pendidikan Luar Sekolah Mangemen Strategi. (Jakarta: Mahkota.
20002), h. 10.
mengembangkan dirinya dalam menghadapi dan memecahkan berbagai

permasalahan dalam kehidupannya.5

Ki Hajar Dewantoro sebagaimana dikutip oleh Mahfud dalam kongres

Taman Siswa I tahun 1930 mendefinisikan pendidikan sebagai daya upaya untuk

memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran

(intelek), dan tubuh anak.6 Ketiga hal tersebut tidak boleh dipisah-pisahkan satu

sama lain. Hal ini dimaksudkan untuk memajukan kesempurnaan hidup,

kehidupan dan penghidupan anak-anak didik. Oleh karena itu, fungsi pendidikan

adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik sehingga menjadi cakap dan

kreatif sekaligus mampu bertanggungjawab dalam berinteraksi, membangun serta

mengembangkan masyarakatnya.7

Pengertian-pengertian tersebut di atas mengandung sebuah pemahaman

bahwa hakekat pendidikan adalah seperti apa yang dinyatakan oleh ahli psikologi

pendidikan seperti Chaplin, Tardif, dan Reber, yaitu pengembangan potensi atau

kemampuan manusia secara menyeluruh yang pelaksanaannya dilakukan dengan

cara mengajarkan pelbagai pengetahuan dan kecakapan yang dibutuhkan oleh

manusia itu sendiri.8

2. Makna Pengajaran

Mengenai istilah pengajaran, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 9

berasal dari akar kata ajar, artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya

diketahui (diturut). Kata pengajaran sendiri dalam bahasa Arab disebut dengan

5
Sihombing, Umbreto. 2000. Pendidikan Luar Sekolah Mangemen Strategi, h. 11.
6
Mahfud, Choirul. Pendidikan Multikultural. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 33.
7
Muhaimin. Arah Baru Pengembangan Kurikulum; Hingga Redefinisi Islamisasi
Pengetahuan. (Bandung. Penerbit Nuansa, 2003), h. 43.
8
Syah, Muhibin. Psikologi Pendidikan. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 35.
9
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. II, Cet.
IX, h. 14.
ta’lim yang merupakan derivasi dari kata ‘allama yang berarti mengajar.10 Dalam

Kamus Arab-Inggris susunan Elias & Elias, kata-kata tersebut berarti: to educate;

to train; to teach; to instruct, yakni mendidik, melatih, dan mengajar.11 Menurut

Echols & Shadily to teach berarti mengajarkan sesuatu kepada seseorang.12

Pengajaran merupakan totalitas aktivitas belajar mengajar yang diawali

dengan perencanaan dan diakhiri dengan evaluasi, yang kemudian diteruskan

dengan follow up (tindak lanjut). Secara lebih jelas dapat dikatakan, pengajaran

adalah kegiatan yang mencakup semua/meliputi seluruh kegiatan yang secara

langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pengajaran

(menentukan entry-behavior peserta didik, menyusun rencana pelajaran,

memberikan informasi, bertanya, menilai, dan seterusnya).13

Berdasarkan uraian tersebut di atas jelas sekali terdapat benang merah

antara “pendidikan” dan “pengajaran”. Pendidikan merupakan konsep idealnya,

sedangkan pengajaran merupakan konsep operasional dalam rangka

pengembangan potensi atau kemampuan manusia dengan melakukan kegiatan

mendidik, melatih atau mengajar. Kata mengajar di sini berarti memberi pelajaran.

Menurut Paul Suparno, sebagaimana dikutip oleh Muliawan, mengajar

adalah suatu proses membantu seseorang untuk membentuk pengetahuannya

sendiri. Mengajar bukanlah mentransfer pengetahuan dari orang yang sudah tahu

(guru) kepada yang belum tahu (peserta didik), melainkan membantu seseorang

10
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab–Indonesia (Yogyakarta: UPBIK
Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984), h. 1036.
11
Syah, Muhibin. Psikologi Pendidikan. h. 33.
12
Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia. (Jakarta:Gramedia
Pustaka Utama, 2003). h. 580.
13
Ahmad Rohani. Pengelolaan Pengajaran. (Jakarta. PT. Rineka Cipta, 2004), h. 68
agar dapat mengonstruksi sendiri pengetahuannya melalui kegiatannya terhadap

fenomena dan obyek yang ingin diketahui.14

Pengertian yang lain menyebutkan bahwa mengajar pada hakekatnya

adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada

di sekitar peserta didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong peserta

didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya adalah proses memberikan

bimbingan dan bantuan kepada peserta didik dalam melakukan proses belajar.15

Berdasarkan arti-arti ini, maka pengajaran dipahami sebagai proses

perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan.16 Mengajar di sini bukan hanya

memindahkan pengetahuan dengan hafalan. Mengajar tidak direduksi menjadi

mengajar saja, tetapi mengajar menjadi efektif jika peserta didik “belajar untuk

belajar” (learn to learn).

B. Hakikat dan Hubungan Pengajaran dan Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar secara aktif mengembangkan potensi

dirinya. Pengertian ini secara inplisit menafikan atau menampik kehadiran orang

dewasa sbagai satu-satunya orang yang yang berhak menjadi penyelenggara

pendidikan atau menjadi guru/pendidik.

Konsep “orang dewasa” sebagai pendidik dan pengajar dalam dunia

pendidikan modern ini memang semakin kabur, apalagi jika dikaitkan dengan

pendidikan tinggi atau pendidikan kedinasan. Para peserta didik dalam institusi-

institusi kependidikan tersebut dapat dikatakan terdiri atas orang-orang dewasas

semua, bahkan sebagian di antaranya ada yang berusia setengah baya. Dalam

14
Muliawan, Jasa Ungguh. Metodologi Penenitian Pendidikan. (Yogyakarta: Gava Media
2005), h. 132.
15
Fathurrohman, P dan Sobry Sutikno. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman
Konsep Umun & Konsep Islami. (Bandung: PT Refika Aditama 2007), h. 9
16
Syah, Muhibin. Psikologi Pendidika, h. 33.
keadaan demikian, tak bolehkah orang masih muda (tetapi kemampuan memadai)

mendidik mereka yang pada umumnya lebih tua? Jawabnya, tentu saja tak ada

masalah. Sebab yang lebih di pentingkan dalam dunia pendidikan dan pengajaran

bukan soal usia, melainkan kemampuan psikologis yang memadai.

Selama pendidik memiliki kemampuan psikologis kependidikan yang

dapat di pertanggung jawabkan, meskipun usianya masih muda atau mungkin jauh

lebih muda dari pada yang dididik, dia tetap berhak untuk diakui sebagai

pendidik. Pada zaman sekarang ini cukup banyak asisten dosen dan dosen yang

brilian berusia muda apalagi di perguruan tnggi yang terkemuka di Negara-negara

maju. Mereka itu, walaupun relative masih muda, bahkan konon ada yang belum

genap 20 tahun, penguasaannya ats materi dan metodologi sangat meyakinkan.

Mereka bahkan mampu beerpenampilan lebih dewasa daripada para mahasiswa,

yang relative lebih tua.

Para pendidik yang tugas utamanya mengajar, baik guru maupun dosen

sebagaimana diisyaratkan oleh undang-undang, tidak memerlukan syarat usia.

Criteria yang membatasi usia tertentu untuk menjadi tenaga pengajar atau

pendidik dalam psikkologi pendidikan masa kini hmpir atak pernah lagi

disinggung-singgung. Tetapi hal ini tentu tidak berarti anak-anak atau remaja

yang nyata-nyata tidak memenuhi syarat psikologis boleh menjadi pendidik atau

guru.

Syarat psikologis yang lengkap, utuh dan menyeluruh bagi seorang calon

guru untuk setiap jenjang pendidikan meliputi kompetensi profesionalisme

keguruan, yakni kompetensi ranah cipta (kognitif), kompetensi ranah rasa

(afektif), kopetensi ranah karsa (psikomotor).

Hakikat dan hubungan antara Pendidikan-Pengajaran dibagi menjadi 2,

yaitu;
1. Ragam Arti Pendidikan dan Pengajaran.

Akar kata pendidikan adalah “didik” atau “mendidik” yang secara hafiah

artinya memelihara dan memberi latihan. Sedangkan “Pendidikan”, seperti yang

pernah penyusun singgung sebelum ini adalah tahapan-tahapan kegitan mengubah

sikap dan prilaku seseorang atau sekelompok orang yang melalui upaya

pengajaran danpelatihan.

Dalam bahasa arab “Pendidikan disebut “tarbiyah” yang berarti proses

persiapan dan pengasuhan manusia pada fase-fase awal kehidupan yakni pada

tahap perkembangan masa baiyi dan kanak-kanak. Dan dalam bahas ainggris

pendidikan disebut education, istilah education memiliki dua arti, yakni arti dari

sudut orang yang menyelenggarakan pendidikan dan arti dari sudut orang yang di

didik.

Ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pengajaran disebut fannual-

taklim, yang dalam bahasa inggris diterjemahkan dengan kata Pedagogy dan

Pedagogics yang artinya ilmu mengajar. Pedagogi dan pedagogic adalah dua kata

yang sama artinya yakni pengetahuan, seni, prinsip, dan perbuatan pengajar.

Perbedaan arti pedagogi dan pedagogik adalah kalau pedagogi sebagai

pendidikan, dan pedagogik sebagai ilmu pengetahuan.

Selanjutnya istilah pengajaran dalam bahasa inggris disebut instruction

atau teaching. Akar kata instruction adalah memberi pengarahan agar melakukan

sesuatu, mengajar agar melakukan sesuatu: member informasi.

2. Hakikat Hubungan Pendidikan dengan Pengajaran

Hubungan pendidikan dan pengajaran cukup erat kaitannya karena

menurut undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang system pendidikan nasional

Bab 1 pasal 1, adalah usaha sadar yang dilakukan untuk menyiapkanpeserta didik

melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan agar peserta didik tersebut
berperan dalamkehidupan masa depannya. Selain pengajaran dalam pendidikan

juga diperlukan adanya bimbingan sebagaimana tersebut dalam kutipan dari

UUSPN di muka. Bimbingan, seperti juga latihan adalah bagian penting yang

ideal karena akan berdampak kebaikannya penanggulangan kesulitan belajar dan

pelaksanaan rimedial teaching yang secara psikologis di diktis merupakan salah

satu keharusan bagi guru.

Berdasarkan uraian diatas, dan juga uraian mengenai ragam arti

pendidikan dan pengajaran, jelas betapa eratnya hakikat hubungan antara

pendidiakan dan pengajaran.

Selain itu, ada juga pula beberapa macam peresepsi sumbang yang muncul

dikalangna mahasiswa mengenai hakikat hubungan pendidikan dengan

pengajaran, antara lain yang paling menonjol bahwa pendidikan itu:

a. Jauh berbeda dangan pengajaran,

b. Lebih penting dari pengajaran,

c. Karena pengajaran hanya menanamkan pengetahuan kedalam aspek kognitif

(ranah cipta) dan sedikit memberikan keterampilan psikomotor, sedangalan

aspek efektif (ranah rasa) tak pernah tersentuh.

Persepsi-persepsi ini yang ada dalam pengalaman belajar mahasiswa,

karena kesaksian mereka terhadap kenyataan yang tampak dilapangan. Namun

apapun alasannya, mengubah peresepsi yang kurang selaras dangan perinsip-

perinsip psikologi pendidikan itu ternyata tidak gampang. Dan memberi latihan

diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan

berdasarkan pikiran. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah

proses penubahan sikap dan tingka laku seseorang atau kelompok orang dalam

usaha mendewasakan manusia melalui uapaya pengajaran dan pelatihan.


Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagi

sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang mempeoleh

pengetahuan, pemahaman dan cara tingka laku yang sesuai dengan kebutuhan.

Dan dalam pengertian luas pendidikan adalah seluruh tahapan pengembangan

kemempuan-kemampuan dan perilaku-perilaku manusia dan juga proses

penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan.

Dalam defenisi yang panjang ini terdapat dua kata kunci yang menurut

hemat penyusun perlu disoroti yaitu kedewasaan “dan tanggung jawab moril”.

Kedewasaan ini diartikan sebagai kondisi yang sudah akil baliq atau sudah berusia

cukup tua. Dan tanggung jawab moril ini juga diartikan sebagai segala perbuatan

yang dilakukan secara moral dan mampu bertanggung jawab segala perbuatannya.

Karena tanggung jawab moral itu bersifat nisbi (dapat begi atau begitu). Karena

perlu pembatasan yang tegas, apakah moral kemasyarakatan, moral hukum, atau

moral keagamaan.

C. Definisi Psikologi Pendidikan

Piskologi pendidikan menurut sebagian ahli adalah subdisiplin piskologi,

bukan piskologi itu sendiri. Karena mereka menganggap piskologi pendidikan

tidak memiliki tiori, konsep, dan tiori sendiri.

Sebuah subdisiplin ilmu piskologi yang berkaitan dengan teori dan

masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal sebagian berikut

1. Penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas

2. Pengembangan dan pembaruan kurikulum

3. Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan

4. Soialisasi proses-proses dan inntraksi proses-proses tersebut dengan

pendayagunaan ranah kognitif.

5. Penyelenggaraan pendidikan keguruan.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan adalah pengembangan potensi atau kemampuan manusia

secara menyeluruh yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara mengajarkan

pelbagai pengetahuan dan kecakapan yang dibutuhkan oleh manusia itu sendiri

maka pengajaran dipahami sebagai proses perbuatan, cara mengajar atau

mengajarkan. Mengajar di sini bukan hanya memindahkan pengetahuan dengan

hafalan. Mengajar tidak direduksi menjadi mengajar saja, tetapi mengajar menjadi

efektif jika peserta didik “belajar untuk belajar” (learn to learn).

Pendidikan merupakan konsep idealnya, sedangkan pengajaran merupakan

konsep operasional dalam rangka pengembangan potensi atau kemampuan

manusia dengan melakukan kegiatan mendidik, melatih atau mengajar. Dan

berfungsi sebagai alat pencetak sumber day amanusia (SDM) dan sama-sama

bertujuan menciptakan SDM yang berkualitas.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qardhawi, Yususf.1989. Metode dan etika Pengembangan Ilmu. Perspektif


sunnah, Terjemahan Marzuki, Haji Kamaluddin A. Cetakan Pertama,
Bandung:Rosda.
Arifin, H.M.1978. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan
sekolah dan Keluarga.Cetakan ke-4. Jakarta: Bulan Bintang.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Ed. II, Cet. IX, Jakarta: Balai Pustaka
Syah,Muhibbin, 1999, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Cet. IV
Bandung: Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai